Pembangunan Manusia | Karya Tulis Ilmiah Pembangunan Manusia

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sat Sep 2 17:45:10 2017 / +0000 GMT

Pembangunan Manusia
LINK DOWNLOAD [19.54 KB]
Pembangunan Manusia
Oleh: Marnia Nes
Manusia Sejati
Apa dan siapa yang disebut dengan manusia?. Apa perbedaan yang paling hakiki antara manusia dengan hewan?. Tidak seperti
hewan manusia mempunyai akal sehat, hati nurani dan pilihan bebas. Manusia bukan semata ? mata makhluk intelektual yang hanya
menggunakan akalnya saja, bukan juga hanya sekedar jasmaniah semata, bukan hanya memiliki hati nurani atau jiwa saja. Manusia
merupakan perpaduan yang harmonis antara akal sehat, hati nurani, jasmani dan jiwa sehingga dalam menjalankan dan menemukan
kemanusiaannya bisa bersikap, berbuat, berperilaku berdasarkan pilihannya yang berpangkal pada hati nurani dan akal sehat.
Berbeda dengan binatang yang tidak punya pilihan bebas dan hati nurani , sehingga apa yang dia lakukan digerakan hanya oleh
insting. Manusia bukan hanya sebagai makhluk biologis, tetapi juga makhluk yang bisa berfikir, merasa dan mengerti akan makna
hidup.
Nurani pada dasarnya adalah seperangkat nilai yang merupakan hukum moral di dalam diri manusia mengenai benar dan salah,
mengenai apa yang baik dan buruk, apa yang mendukung dan mengganggu, yang bermanfaat dan merusak, kejujuran dan keadilan
dimana perangkat nilai ini merupakan nilai ? nilai yang universal bagi semua manusia di seluruh penjuru dunia. Kebenaran itu
melekat dalam pemikiran, perkataan dan perbuatan.
Orang yang menggunakan nuraninya, adalah orang ? orang yang mengerti maknanya berkorban, keikhlasan, persahabatan, kesetiaan,

kepedulian, kejujuran, keadilan, tidak sewenang ? wenang terhadap orang lain dan nilai ? nilai positif lainnya. Golongan manusia
seperti ini sanggup menantang maut demi kepentingan manusia lain dan memelihara lingkungan sehingga hidupnya bermanfaat bagi
keberlangsungan umat manusia. Nilai ? nilai kebenaranlah yang menjadi kontrol perilaku mereka bukan pendapat lingkungan yang
kadang ? kadang memanipulasi kebenaran yang sesungguhnya. Manusia seperti inilah yang sudah bisa menemukan ?makna hidup?
(the meaning of life) sebagai manusia sejati.
Jika manusia mengunakan nurani ? nilai nilai kebenaran - sebagai kontrol perilakunya, maka akan memberi ruang ? ruang kepada
manusia lainnya untuk mempunyai akses yang setara terhadap berbagai sumberdaya bagi kehidupan yang lebih sejahtera; memberi
ruang kepada pihak lain untuk ikut mengambil keputusan bagi kehidupannya; membantu pihak lain untuk keluar dari kesulitan
hidup; bertindak adil apabila dia menjadi pemimpin, tidak melakukan manipulasi dan korupsi dan sebagainya.Apabila ini terjadi
dalam proses ? proses pembangunan iklim yang kondusif untuk partisipasi, demokrasi, transparansi akan terjadi dan tidak akan ada
kelompok minoritas yang menindas dan kelompok mayoritas yang tertindas, sehingga tidak akan terjadi dehumanisasi.
Dehumanisasi; Sistem dan Struktur Sosial
Pada kenyataannya sekarang, proses ? proses dehumanisasi (pengingkaran terhadap jati diri manusia) masih terus berlangsung baik
pada komunitas yang paling kecil sampai kepada komunitas yang lebih besar seperti dominasi dari negara ? negara adikuasa
terhadap negara ? negara dunia ketiga. Hal ini terjadi karena manusia berada dalam sistem dan struktur sosial yang saat ini masih
menguntungkan pihak ? pihak tertentu yang mempunyai kepentingan bagi dirinya dan golongannya sehingga terjadi eksploitasi
kelas, dominasi gender maupun karena hegemoni dan dominasi budaya lainnya. Sistem dan struktur yang ada memunculkan dan
melanggengkan ketidakadilan bagi golongan ? golongan yang tidak mempunyai kekuasaan dan akses terhadap pengambilan
keputusan.
Saat ini walaupun standar kehidupan, dalam artian materi yang dimiliki telah meningkat. Tetapi kualitas kehidupan dalam arti

hakikat manusia masih dipetanyakan.Asset dan akses terhadap sumberdaya hanya dimiliki oleh kelompok tertentu saja sehingga
memunculkan ketimpangan dan ketidakadilan.
Menurut Paulo Freire, seorang aktivis dari Barzil, sistem kehidupan sosial, politik, ekonomi dan budaya membuat masyarakat
mengalami proses ?dehumanisasi?. Freire bertolak dari kehidupan nyata, bahwa di dunia ini sebagian besar manusia menderita
sedemikian rupa ? sementara sebagian lainnya menikmati jerih payah orang lain dengan cara ? cara yang tidak adil. Dari segi jumlah
kelompok yang menikmati ini merupakan minoritas. Keadaan tersebut memperlihatkan kondisi yang tidak berimbang, tidak adil.
Persoalan itu yang disebut Freire sebagai ?penindasan?.
Bagi Freire kondisi ini apapun alasannya adalah tidak manusiawi , sesuatu yang menafikan harkat kemanusiaan (dehumanisasi).
Dehumanisasi bersifat mendua, dalam pengertian terjadi atas diri mayoritas kaum tertindas dan juga atas diri minoritas kaum
penindas. Keduanya menyalahi kodrat manusia sejati. Mayoritas kaum tertindas menjadi tidak manusiawi karena hak ? hak asasi
mereka dinistakan, karena mereka dibuat tidak berdaya dan dibenamkan dalam ?kebudayaan bisu?. Minoritas kaum penindas

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 1/3 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sat Sep 2 17:45:10 2017 / +0000 GMT

menjadi tidak manusiawi karena telah mendustai hakekat keberdaan dan hati nurani sendiri dengan memaksakan penindasan bagi

manusia sesamanya.
Manusia: Memberdayakan Manusia Sejati
Beberapa dekade ke belakang pembangunan berorientasi pada pembangunan ekonomi. Perencanaan ekonomi ditujukan untuk
menciptakan pertumbuhan dan meningkatan standar kehidupan, dalam konteks ketersediaan barang dan jasa untuk keperluan
konsumsi. Hal ini merupakan karakter dominan dalam sistem negara kesejahteraan. Pertanyaan penting untuk diajukan adalah :
bagaimana dengan kesejahteraan manusia dan masyarakat pada umumnya apabila dikaitkan dengan aspek non ekonomis?.
Apakah sudah terjadi pemberdayaan untuk meningkatkan kualitas hidup ? baik untuk individu maupun masyarakat secara
keseluruhan ? dalam konteks kebenaran, keadilan, kasih sayang, dan kepedulian kepada sesama, toleransi, kerja sama, profesional
dan tanggung jawab sosial, semangat demokrasi serta nilai ? nilai kemanusiaan lainnya?. Barangkali,melalui refleksi sederhana akan
tampak bahwa dibandingkan dengan kemajuan hebat yang telah diraih manusia untuk mencapai kemakmuran materialnya, ternyata
tidak ada kemajuan yang berarti bagi martabat kualitas kehidupan manusia, padahal kemajuan aspek tersebut sangat esensial bagi
kebahagiaan dan kepuasan manusia.
Mahatma Gandhi,pejuang keadilan dari India, berpendapat bahwa dalam kehidupan manusia, pertumbuhan dan perkembangan aspek
material dan non material harus berjalan seimbang dan harmonis. Hanya pertumbuhan yang mencakup aspek spiritual dan material
inilah yang benar ? benar bernilai bagi manusia. Kecenderungan atas kemajuan material yang tidak terbatas dapat menjadi rintangan
bagi pencapaian kemajuan kemanusiaan. Pemenuhan kebutuhan material tanpa dibarengi dengan peningkatan kualitas akal budi
akan menimbulkan keserakahan, persaingan yang tidak sehat, kesewenang ? wenangan dari pihak ? pihak yang dominan,
ketidakadilan dan sebagainya.
Pembangunan yang memberdayakan seharusnya pembangunan yang bisa memproduksi kesadaran kritis agar setiap orang berdaya
untuk menjadi manusia yang sejati, artinya manusia yang merdeka yang membebaskan manusia dari proses ? proses dehumanisasi.

Pemberdayaan dalam hal ini haruslah menumbuhkan kesadaran manusia untuk mengamalkan nilai ? nilai universal berupa sikap dan
perilaku dalam mengatasi berbagai persoalan manusia dalam segala aspeknya baik ekonomi, sosial maupun politik. Keadilan harus
menjadi pijakan bagi manusia yang berdaya, dan mendorong jauh ? jauh keinginan untuk kemanfaatan dunia yang hanya
menguntungkan bagi dirinya sendiri.
Sebagai manusia yang merdeka, setiap manusia haruslah otonom artinya dia adalah subjek bukan objek. Sebagai subjek setiap
manusia berhak dan mempunyai kewenangan untuk menentukan pemecahan masalah yang dihadapinya, mengelola program bagi
dirinya. Tidak ada satu pihakpun yang bisa mendominasi dan berhak untuk menentukan nasib orang lain, sedangkan objeknya
adalah realitas kehidupan yang harus dipecahkan bersama. Akan tetapi pemenuhan hak harus seimbang dengan kemampuan untuk
menjalankan kewajiban sebagai manusia dalam menjalankan peran ? peran dalam hidupnya. Hak?hak setiap orang akan terpenuhi
apabila orang ? orang di sekitarnya menjalankan kewajibannya. Kewajiban manusia yang paling mendasar adalah melayani
kelompok lainnya; pemerintah harus melayani rakyatnya; orangtua melayani anaknya dan sebaliknya; guru melayani muridnya;
dokter malayani pasiennya dan seterusnya.
Ekonomi harus diperuntukkan bagi kesejahteraan manusia, dan kesejahteraan manusia mustahil terwujud tanpa kepedulian yang
mendalam terhadap kesejahteraan moralitas manusia. Lebret seorang tokoh cendekiawan Perancis terkemuka mengatakan bahwa
Kita tidak mempercayai dan tidak bisa menerima pemisahan eknomi dari kemanusiaan maupun pembangunan, karena hanya melalui
perpaduan antara ekonomi dan kemanusian lah peradaban itu bisa eksis. Apa yang paling penting bagi kita adalah manusia, setiap
manusia, setiap manusia beserta kelompoknya, dan mencakup keseluruhan aspek kemanusiaannya. Lebih jauh Gandhi berpendapat
bahwa dalam tatanan masyarakat harus tercipta perpaduan yang harmonis antara kemajuan moral dan material. Hanya dengan cara
inilah masyarakat bisa mencapai kesejahteraan yang sesungguhnya bagi setiap warganya dalam masyarakat sendiri secara
keseluruhan. Inilah yang dimaksud Gandhi dengan kesejahteraan integral.

Oleh karena itu dalam mengatasi berbagai persoalan politik, ekonomi dan sosial agar tercapainya kesejahteraan diperlukan
kepedulian dan semangat melayani dari semua pihak. Melayani sebagai perwujudan dari penggunaan hati nurani untuk tercapainya
kebenaran. Dalam hal ini seringkali dibutuhkan kerelaan dan pengorbanan untuk melawan kezaliman dan ketidakadilan. Kesediaan
untuk menderita dan berkorban sesungguhnya merupakan bagian dari perlawanan aktif dari kejahatan. Semangat pengorbanan juga
menjadi dasar bagi perjuangan demi melindungi harkat dan martabat kemanusiaan.
Untuk itu pandangan hidup masyarakat terhadap diri mereka sendiri harus berubah agar mempunyai kesadaran kritis dalam
menjalankan peran?perannya sebagai manusia. Freire menggolongkan kesadaran manusia menjadi tiga yaitu: (1) kesadaran magis
(magical consciousness), (2) kesadaran naif (naival consciousness) dan (3) kesadaran kritis (critical consciousness).
Kesadaran Magis ( magical consciousness) , yaitu kesadaran masyarakat yang tidak mampu mengetahui kaitan antara satu faktor

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 2/3 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sat Sep 2 17:45:10 2017 / +0000 GMT

dengan faktor lainnya. Kesadaran lebih melihat faktor di luar manusia (natural maupun supranatural) sebagai penyebab ketidak
berdayaan. Kelompok yang mempunyai kesadaran ini menganggap persoalan yang terjadi dalam hidup termasuk kemiskinan terjadi
secara alamiah karena nasib atau dikarenakan faktor?faktor supranatural.

Kesadaran naif , keadaan yang diketegorikan dalam kesadaran ini adalah lebih melihat ?aspek manusia? menjadi akar penyebab
masalah masyarakat. Dalam kesadaran ini 'masalah etika, kreativitas, dianggap sebagai penentu perubahan sosial. Jadi dalam
menganalisa mengapa suatu masyarakat miskin, bagi mereka disebabkan karena 'salah' masyarakat sendiri, yakni mereka malas,
tidak memiliki kewiraswastaan, atau tidak memiliki budaya membangun.
Kesadaran kritis, kesadaran ini lebih melihat aspek sistem dan struktur sebagai sumber masalah. Pendekatan struktural lebih
menghindari ?menyalahkan korban? (orang miskin) dan lebih menganalisa untuk secara kritis menyadari struktur dan sistem sosial,
politik, ekonomi dan budaya serta akibatnya pada keadaan masyarakat. Sedangkan struktur dan sistem politik diciptakan oleh
kelompok yang mempunyai kekuasaan dan akses terhadap pengambilan keputusan.
Masyarakan harus bisa menganalisa secara kritis faktor?faktor yang menjadi penyebab permasalahan yang terjadi pada dirinya serta
menjalankan kewajiban dan haknya sebagai manusia yang merdeka untuk menghilangkan ketidakadilan dan kesewenang wenangan. Oleh karena itu pembangunan kini beorientasi bukan hanya kepada perkembangan ekonomi akan tetapi berkembang
paradigma baru yang disebut dengan 'pembangunan yang berorientasi pada manusia' (human centered development). Manusia dilihat
sebagai tujuan utama pembangunan. Pada awalnya paradigma ini berangkat dengan menggunakan Indeks Kualitas Hidup (physical
quality life index). Indeks itu ditentukan melalui tiga parameter yaitu angka kematian bayi, angka harapan hidup waktu lahir, dan
angka melek huruf. Selanjutnya indikator itu berkembang hingga muncul istilah baru yakni Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Paradigma baru itu mempunyai fokus utama pada pengembangan manusia (human growth), kemakmuran, keadilan dan
keberlanjutan (sustainability).
Dasar pemikiran paradigma ini mengacu kepada keseimbangan ekologi manusia dan tujuan utamanya adalah aktualisasi optimal
potensi manusia. Setiap manusia mesti dikembangkan menjadi manusia yang berakhlak mulia dan berkualitas. Cita-cita selanjutnya
adalah mendorong setiap individu untuk membangun kesalehan pribadi maupun sosial dan bercita-cita untuk menciptakan
masyarakat madani yang mandiri, beradab, maju dan bermartabat

Daftar Pustaka:
? Francis Alapatti; Welfare ?In The Gandhian Economics and The Welfare State? ; Pontificiam Universitatem, Roma 1983
? Mansour Fakih, dkk; Pendidikan Popular Membangun Kesadaran Kritis; INSIST dan Pact; 2001
? Paulo Freire; Pedagogy of the Oppressed; CONTINUUM New York; 1990
Stephen R. Covey; 7 Kebiasaan Manusia Yang Sangat Effektif; Binarupa Aksara

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 3/3 |