t pkn 0705647 chapter5

(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan gambaran umum lokasi penelitian, deskripsi dan pembahasan hasil penelitian, pada akhir penulisan ini akan dijabarkan beberapa kesimpulan dan diajukan beberapa rekomendasi yang kiranya dapat bermanfaat.

A. Kesimpulan Umum

Berdasarkan sejumlah temuan penelitian yang telah diuraikan di atas tampak bahwa pembelajaran pendidikan kewarganegaraan berbasis multikultural menjadi kebutuhan bagi bangsa Indonesia yang ditandai oleh kemajemukan (pluralitas) dan keanekaragaman (heterogenitas), sebab multikultural pada dasarnya menekankan pada kesederajatan kebudayaan yang ada dalam sebuah lingkungan tidak terkecuali lingkungan SMA St Aloysius Bandung. Pembelajaran pendidikan kewarganegaraan berbasis multikultural senantiasa mengusung semangat untuk hidup berdampingan secara damai (peaceful coexistence) dalam perbedaan kultur yang ada baik secara individual maupun secara kelompok dalam lingkungan persekolahan.

Berkaitan dengan kondisi lingkungan sekolah yang demikian beragam, maka setiap warga negara (siswa) perlu memiliki nasionalisme yang mendukung terwujudnya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang multikultural. Oleh karena itu, maka pendidikan kewarganegaraan berbasis multikultural menjadi sebuah keharusan. Karena menumbuhkan nasionalisme dalam diri siswa, tak bisa dicapai secara taken for granted atau trial and error. Sebaliknya harus diupayakan


(2)

secara sistematis, programatis, integrated dan berkesinambungan. Salah satu strategi penting itu adalah pendidikan multikultural sebagai pendidikan kewarganegaraan yang biasa kita kenal dengan istilah pendidikan kewarganegaraan berbasis multikultural, yaitu pendidikan untuk atau tentang keragaman kebudayaan dalam meresponi perubahan demografis dan kultur lingkungan, baik itu lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat atau bahkan dunia secara keseluruhan.

Melalui pendidikan kewarganegaraan berbasis multikultural siswa disadarkan bahwa di Indonesia kemajemukan/perbedaan adalah sebuah keniscayaan, namun mereka para siswa diajak untuk mampu dan mau memahami serta menghargai budaya siswa lain yang berbeda. Dalam artian, siswa diajak menyadari dan menghargai budaya dari temannya; budaya setempat, memahami barang sedikit bahasa suku lain, lagu daerah, tarian dan sebagainya dengan apresiatif dan penuh hormat, dengan demikian siswa bisa lebih mengenal keanekaragaman dan keunikan di Indonesia, dan pada akhirnya diharapkan nasionalisme pada diri siswa pun dapat berkembang.

Letak SMA St Aloysius Bandung yang mudah dijangkau, didukung oleh fasilitas belajar yang lengkap, sumber daya manusia yang profesional serta siswa dengan latar belakang yang beragam menjadikan sekolah tersebut sebagai basis central pendidikan multikultural di Kota Bandung.

Proses pendidikan kewarganegaraan berbasis multikultural di SMA St. Aloysius Bandung mendorong suasana yang harmonis dalam kehidupan yang bercorak keberagaman. Melalui proses pendidikan kewarganegaraan berbasis


(3)

multikultural maka kompetensi-kompetensi dasar dari warga negara untuk dapat berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan sebagai warga negara dapat dikembangkan. Pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dibangun atas dasar paradigma pendidikan kewarganegaraan secara kurikuler; teoritik dan programatik serta mengandung target pencapaian pada siswa sesuai dengan apa yang termaktub dalam visi, misi dan tujuan mata pelajaran PKn yang memuat dimensi pengetahuan kewarganegaraan (civics knowledge), dimensi keterampilan kewarganegaraan (civics skills), serta dimensi nilai-nilai kewarganegaran (civics values).

Melalui pendidikan kewarganegaraan berbasis multikultural, identitas diri maupun rasa ingin tahu siswa terhadap kebudayaan yang berbeda-beda dapat dikembangkan, sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan berbasis multikultural dapat melembaga dalam diri siswa. Nilai-nilai yang dimaksud adalah kesatuan kemanusiaan (unity of humankind), kompetisi dalam kebaikan (competition in good work), memberi maaf kepada orang lain (forgiveness toward humankind), dialog atau ko-eksistensi dan pro-eksistensi, kehidupan bersama (living together), kesederajatan (equality atau equalitarianism), saling memahami (mutual understanding), saling menghargai (mutual respect), kejujuran (trust), berpikir positif (positive thingking), toleran (tolerance), rekonsiliasi (reconciliation), resolusi konflik (conflick resolution), kedamaian (peace), menghindari kekerasan (non violence), dan kesejahteraan sosial (social justice).


(4)

Pengembangan yang dapat dilakukan guru dalam memupuk nasionalisme dapat diaplikasikan pada saat proses berlangsungnya pendidikan kewarganegaraan berbasis multikultural atau bisa juga diaplikasikan dalam bentuk kegiatan rutin sekolah dan kegiatan ekstrakurikuler. Melalui cara ini maka pemupukan nasionalisme dalam diri siswa dapat secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga tidak disangsikan lagi secara lambat laun sikap nasionalisme siswa semakin hari akan semakin melembaga dalam diri pribadi setiap siswa-siswi SMA St Aloysius Bandung.

Perilaku yang merujuk pada nasionalisme dapat diindikasikan dalam sejumlah perilaku yang merupakan manifestasi dari kesadaran akan adanya latar belakang yang berbeda-beda/beranegaragam baik dari suku, agama, jenis kelamin, bahasa, status sosial, status ekonomi, gender dan budaya, sehingga mereka menyadari betul akan perlunya rasa saling menghormati dan menghargai teman-teman yang berbeda agama, suku dan ras, guna mempererat persatuan dan kesatuan bangsa.

Pengimplementasian pendidikan kewarganegaraan berbasis multikultural harus diberikan secara hati-hati, karena memiliki keterkaitan makna yang lebih luas lagi bagi siswa, maupun prinsip-prinsip belajar yang disesuaikan dengan perkembangan siswa. Apabila kita analisa dari tiga aspek pendidikan multikultural yang meliputi an idea or concept, an educational reform movement, and a process (ide atau konsep, gerakan pembaruan pendidikan, dan proses), pendidikan kewarganegaraan yang dilaksanakan di SMA St Aloysius Bandung secara praksis dapat dikatakan berjalan optimal. Dari aspek konsepnya, pendidikan multikultural


(5)

yang diimplementasikan di SMA St Aloysius Bandung sudah dapat dipahami sebagai ide yang memandang semua siswa tanpa memperhatikan gender dan kelas sosial atau latar belakang ekonomi mereka, etnik mereka, ras mereka, agama mereka, dan atau karakteristik-karakteristik kultural lainnya, siswa-siswi SMA St Aloysius Bandung diberikan kesempatan yang sama untuk belajar di kelas, mereka memiliki hak yang sama untuk mengikuti pembelajaran PKn.

Dari aspek gerakannya, SMA St Aloysius Bandung senantiasa berusaha dan berupaya untuk mengubah sekolah/institusi yang dulunya hanya diperuntukkan untuk golongan yang beragama khatolik saja kini terbuka untuk umum, dimana siswa dari semua kelas sosial, gender, ras, agama dan kelompok-kelompok kultural memiliki kesempatan yang sama untuk belajar. Hal ini disadari betul oleh SMA St Aloysius Bandung, bahwa kini siswa-siswinya terdiri dari latar belakang yang berbeda-beda/beranekaragam. Kemudian perubahan yang dilakukan oleh SMA St Aloysius Bandung pun tidak hanya terbatas pada pemberian kesempatan yang sama untuk belajar, tetapi juga aspek lain seperti metode, strategi, manajemen pembelajaran, dan lingkungan sekolah. SMA St Aloysius senantiasa mengupayakan metode-metode yang sangat variatif dalam mengimplementasikan Pendidikan Kewarganegaraan berbasis multikultural, diantaranya yaitu melalui tanya jawab (questioning); penemuan (inquiry), belajar kelompok/diskusi kelompok (learning community). Metode-metode tersebut dilaksanakan secara integratif oleh guru-guru di SMA St Aloysius, khususnya guru PKn.


(6)

Dari aspek prosesnya, pendidikan multikultural yang diimplementasikan di SMA St Aloysius Bandung merupakan proses yang bertujuan agar kesetaraan pendidikan dapat dicapai oleh semua siswa. Namun, dilain sisi pihak SMA St Aloysius pun menyadari bahwa kesetaraan pendidikan, seperti kemerdekaan dan keadilan tidak mudah dicapai, oleh karenanya SMA St Aloysius senantiasa mengupayakan proses pendidikan yang berbasis multikultural, salah satunya yang diterapkan dalam pendidikan kewarganegaraan harus berlangsung atau dilaksanakan secara terus-menerus.

B. Kesimpulan Khusus

Secara khusus, dari hasil penelitian ini dapat dirumuskan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Proses pendidikan kewarganegaraan berbasis multikultural di SMA St. Aloysius Bandung berjalan efektif, ditandai dengan semakin meningkatnya pemahaman dan kerjasama diantara siswa serta berkembangnya kompetensi kewarganegaraan yang dimiliki oleh siswa sehingga mereka dapat menampilkan partisipasi yang efektif dan bermutu dalam berbagai dimensi kehidupannya sebagai warga negara.

2. Proses pembelajaran pendidikan kewarganegaraan berbasis multikultural yang dilakukan oleh guru di kelas, yang didukung oleh aktifitas siswa dalam berbagai kegiatan rutin khas SMA St Aloysius Bandung (kegiatan ilmu hidup di Gambung, malam gembira, bakti sosial, aksi donor darah, pekan ilmiah, Samantha Tracking Rally) serta kegiatan ekstrakurikuler di sekolah, secara langsung telah menginternalisasikan nilai-nilai nasionalisme dan semangat


(7)

kebangsaan pada diri siswa SMA St Aloysius Bandung.

3. Tumbuhnya kesadaran akan adanya latar belakang yang berbeda atau beragam diantara siswa SMA St Aloysius Bandung mendorong mereka untuk menunjukkan perilaku yang dilandasi oleh tingginya semangat nasionalisme dan budaya multikultural, seperti: memperingati hari nasional dengan antusias, berbicara dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar; saling menghormati dan menghargai antar sesama tanpa melihat perbedaan agama, suku, bangsa dan ras.

4. Proses pendidikan kewarganegaraan berbasis multikultural di SMA St Aloysius Bandung telah mengimplementasikan tiga aspek pendidikan multikultural yang meliputi an idea or concept, an educational reform movement, and a process (ide atau konsep, gerakan pembaruan pendidikan, dan proses), sehingga mampu memberikan prospek yang cerah bagi perkembangan pendidikan kewarganegaraan berbasis multikultural di persekolahan serta memberikan rangsangan untuk penginternalisasian nilai-nilai multikultural di kalangan masyarakat pada umumnya, yang pada akhirnya akan menciptakan kehidupan masyarakat yang dilandasi oleh semangat untuk hidup berdampingan secara damai (peaceful coexistence) dalam perbedaan kultur.

C. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian, penulis merekomendasikan beberapa hal berkaitan dengan pengembangan pendidikan kewarganegaraan berbasis multikultural dalam memupuk nasionalisme. Rekomendasi ini disampaikan


(8)

kepada berbagai pihak terkait yang memiliki kontribusi kuat terhadap pendidikan kewarganegaraan khususnya bagi pengajar Pendidikan Kewarganegaraan di lapangan.

1. Kepada guru Pendidikan Kewarganegaraan di lapangan diharapkan dapat terus mengembangkan inovasi-inovasi pembelajaran. Oleh karena itu dalam pengimplementasian pembelajaran pendidikan kewarganegaraan ini mengharuskan adanya usaha dari guru untuk mengembangkan model pembelajaran yang lebih dapat mengembangkan nasionalisme pada diri siswa. Selain itu untuk para guru direkomendasikan untuk terus menanamkan prinsip-prinsip multikulturalisme melalui keteladanan perilaku sebagai upaya penyebaran semangat hidup saling menghargai dan menghormati keanekaragaman budaya yang berbeda sekaligus dapat hidup berdampingan secara damai.

2. Kepada siswa-siswi SMA St Aloysius Bandung sebagai generasi penerus bangsa penulis sarankan agar terus memupuk nasionalismenya dengan memberdayakan segenap kemampuan dan kreatifitas yang dimilikinya. Selain itu diharapkan para siswa untuk lebih toleran dan mau bekerjasama dengan tidak membeda-bedakan latar belakang yang mereka miliki, baik itu perbedaan dalam status sosial, etnis, jenis kelamin, suku, bahasa dan agama yang mereka anut.

3. Kepala sekolah diharapkan dapat selalu memberikan motivasi dan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para guru untuk mengembangkan


(9)

potensinya dan meningkatkan kompetensinya dalam melaksanakan pembelajaran serta mencobakan pembelajaran yang aktual.

4. Kepada para pengambil kebijakan dalam bidang pendidikan, terutama para pengembang kurikulum pendidikan nasional direkomendasikan untuk merespon realitas nasionalisme ke dalam kurikulum pendidikan nasional yang disemangati oleh prinsip multikulturalisme.

5. Kepada pengamat dan pemerhati masalah pendidikan, diharapkan terus berusaha menyebarkan wacana dan pemahaman multikulturalisme dan pendidikan multikultural melalui berbagai media yang lebih efektif dan efisien. Mengingat konsep multikulturalisme dan pendidikan multikultural bagi umumnya orang Indonesia masa kini, adalah sebuah konsep yang masih asing.

6. Kepada peneliti selanjutnya yang tertarik dengan permasalahan tersebut direkomendasikan untuk secara spesifik mengkaji dan menelaah masalah-masalah mengenai pembelajaran pendidikan kewarganegaraan berbasis multikultural yang merupakan hal yang masih baru, hal ini dimaksudkan untuk memberikan rangsangan kepada guru-guru untuk mencoba mengimplementasikan pembelajaran pendidikan kewarganegaraan berbasis multikultural ini yang merupakan model yang tepat untuk menjawab tantangan pendidikan sekarang ini dengan melihat pada kondisi multikultural bangsa kita. Sehingga diharapkan dapat membangun aktivitas dan kreativitas siswa dalam mengembangkan nasionalisme yang dicita-citakan.


(1)

Pengembangan yang dapat dilakukan guru dalam memupuk nasionalisme dapat diaplikasikan pada saat proses berlangsungnya pendidikan kewarganegaraan berbasis multikultural atau bisa juga diaplikasikan dalam bentuk kegiatan rutin sekolah dan kegiatan ekstrakurikuler. Melalui cara ini maka pemupukan nasionalisme dalam diri siswa dapat secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga tidak disangsikan lagi secara lambat laun sikap nasionalisme siswa semakin hari akan semakin melembaga dalam diri pribadi setiap siswa-siswi SMA St Aloysius Bandung.

Perilaku yang merujuk pada nasionalisme dapat diindikasikan dalam sejumlah perilaku yang merupakan manifestasi dari kesadaran akan adanya latar belakang yang berbeda-beda/beranegaragam baik dari suku, agama, jenis kelamin, bahasa, status sosial, status ekonomi, gender dan budaya, sehingga mereka menyadari betul akan perlunya rasa saling menghormati dan menghargai teman-teman yang berbeda agama, suku dan ras, guna mempererat persatuan dan kesatuan bangsa.

Pengimplementasian pendidikan kewarganegaraan berbasis multikultural harus diberikan secara hati-hati, karena memiliki keterkaitan makna yang lebih luas lagi bagi siswa, maupun prinsip-prinsip belajar yang disesuaikan dengan perkembangan siswa. Apabila kita analisa dari tiga aspek pendidikan multikultural yang meliputi an idea or concept, an educational reform movement, and a process (ide atau konsep, gerakan pembaruan pendidikan, dan proses), pendidikan kewarganegaraan yang dilaksanakan di SMA St Aloysius Bandung secara praksis dapat dikatakan berjalan optimal. Dari aspek konsepnya, pendidikan multikultural


(2)

yang diimplementasikan di SMA St Aloysius Bandung sudah dapat dipahami sebagai ide yang memandang semua siswa tanpa memperhatikan gender dan kelas sosial atau latar belakang ekonomi mereka, etnik mereka, ras mereka, agama mereka, dan atau karakteristik-karakteristik kultural lainnya, siswa-siswi SMA St Aloysius Bandung diberikan kesempatan yang sama untuk belajar di kelas, mereka memiliki hak yang sama untuk mengikuti pembelajaran PKn.

Dari aspek gerakannya, SMA St Aloysius Bandung senantiasa berusaha dan berupaya untuk mengubah sekolah/institusi yang dulunya hanya diperuntukkan untuk golongan yang beragama khatolik saja kini terbuka untuk umum, dimana siswa dari semua kelas sosial, gender, ras, agama dan kelompok-kelompok kultural memiliki kesempatan yang sama untuk belajar. Hal ini disadari betul oleh SMA St Aloysius Bandung, bahwa kini siswa-siswinya terdiri dari latar belakang yang berbeda-beda/beranekaragam. Kemudian perubahan yang dilakukan oleh SMA St Aloysius Bandung pun tidak hanya terbatas pada pemberian kesempatan yang sama untuk belajar, tetapi juga aspek lain seperti metode, strategi, manajemen pembelajaran, dan lingkungan sekolah. SMA St Aloysius senantiasa mengupayakan metode-metode yang sangat variatif dalam mengimplementasikan Pendidikan Kewarganegaraan berbasis multikultural, diantaranya yaitu melalui tanya jawab (questioning); penemuan (inquiry), belajar kelompok/diskusi kelompok (learning community). Metode-metode tersebut dilaksanakan secara integratif oleh guru-guru di SMA St Aloysius, khususnya guru PKn.


(3)

Dari aspek prosesnya, pendidikan multikultural yang diimplementasikan di SMA St Aloysius Bandung merupakan proses yang bertujuan agar kesetaraan pendidikan dapat dicapai oleh semua siswa. Namun, dilain sisi pihak SMA St Aloysius pun menyadari bahwa kesetaraan pendidikan, seperti kemerdekaan dan keadilan tidak mudah dicapai, oleh karenanya SMA St Aloysius senantiasa mengupayakan proses pendidikan yang berbasis multikultural, salah satunya yang diterapkan dalam pendidikan kewarganegaraan harus berlangsung atau dilaksanakan secara terus-menerus.

B. Kesimpulan Khusus

Secara khusus, dari hasil penelitian ini dapat dirumuskan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Proses pendidikan kewarganegaraan berbasis multikultural di SMA St. Aloysius Bandung berjalan efektif, ditandai dengan semakin meningkatnya pemahaman dan kerjasama diantara siswa serta berkembangnya kompetensi kewarganegaraan yang dimiliki oleh siswa sehingga mereka dapat menampilkan partisipasi yang efektif dan bermutu dalam berbagai dimensi kehidupannya sebagai warga negara.

2. Proses pembelajaran pendidikan kewarganegaraan berbasis multikultural yang dilakukan oleh guru di kelas, yang didukung oleh aktifitas siswa dalam berbagai kegiatan rutin khas SMA St Aloysius Bandung (kegiatan ilmu hidup di Gambung, malam gembira, bakti sosial, aksi donor darah, pekan ilmiah, Samantha Tracking Rally) serta kegiatan ekstrakurikuler di sekolah, secara langsung telah menginternalisasikan nilai-nilai nasionalisme dan semangat


(4)

kebangsaan pada diri siswa SMA St Aloysius Bandung.

3. Tumbuhnya kesadaran akan adanya latar belakang yang berbeda atau beragam diantara siswa SMA St Aloysius Bandung mendorong mereka untuk menunjukkan perilaku yang dilandasi oleh tingginya semangat nasionalisme dan budaya multikultural, seperti: memperingati hari nasional dengan antusias, berbicara dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar; saling menghormati dan menghargai antar sesama tanpa melihat perbedaan agama, suku, bangsa dan ras.

4. Proses pendidikan kewarganegaraan berbasis multikultural di SMA St Aloysius Bandung telah mengimplementasikan tiga aspek pendidikan multikultural yang meliputi an idea or concept, an educational reform movement, and a process (ide atau konsep, gerakan pembaruan pendidikan, dan proses), sehingga mampu memberikan prospek yang cerah bagi perkembangan pendidikan kewarganegaraan berbasis multikultural di persekolahan serta memberikan rangsangan untuk penginternalisasian nilai-nilai multikultural di kalangan masyarakat pada umumnya, yang pada akhirnya akan menciptakan kehidupan masyarakat yang dilandasi oleh semangat untuk hidup berdampingan secara damai (peaceful coexistence) dalam perbedaan kultur.

C. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian, penulis merekomendasikan beberapa hal berkaitan dengan pengembangan pendidikan kewarganegaraan berbasis multikultural dalam memupuk nasionalisme. Rekomendasi ini disampaikan


(5)

kepada berbagai pihak terkait yang memiliki kontribusi kuat terhadap pendidikan kewarganegaraan khususnya bagi pengajar Pendidikan Kewarganegaraan di lapangan.

1. Kepada guru Pendidikan Kewarganegaraan di lapangan diharapkan dapat terus mengembangkan inovasi-inovasi pembelajaran. Oleh karena itu dalam pengimplementasian pembelajaran pendidikan kewarganegaraan ini mengharuskan adanya usaha dari guru untuk mengembangkan model pembelajaran yang lebih dapat mengembangkan nasionalisme pada diri siswa. Selain itu untuk para guru direkomendasikan untuk terus menanamkan prinsip-prinsip multikulturalisme melalui keteladanan perilaku sebagai upaya penyebaran semangat hidup saling menghargai dan menghormati keanekaragaman budaya yang berbeda sekaligus dapat hidup berdampingan secara damai.

2. Kepada siswa-siswi SMA St Aloysius Bandung sebagai generasi penerus bangsa penulis sarankan agar terus memupuk nasionalismenya dengan memberdayakan segenap kemampuan dan kreatifitas yang dimilikinya. Selain itu diharapkan para siswa untuk lebih toleran dan mau bekerjasama dengan tidak membeda-bedakan latar belakang yang mereka miliki, baik itu perbedaan dalam status sosial, etnis, jenis kelamin, suku, bahasa dan agama yang mereka anut.

3. Kepala sekolah diharapkan dapat selalu memberikan motivasi dan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para guru untuk mengembangkan


(6)

potensinya dan meningkatkan kompetensinya dalam melaksanakan pembelajaran serta mencobakan pembelajaran yang aktual.

4. Kepada para pengambil kebijakan dalam bidang pendidikan, terutama para pengembang kurikulum pendidikan nasional direkomendasikan untuk merespon realitas nasionalisme ke dalam kurikulum pendidikan nasional yang disemangati oleh prinsip multikulturalisme.

5. Kepada pengamat dan pemerhati masalah pendidikan, diharapkan terus berusaha menyebarkan wacana dan pemahaman multikulturalisme dan pendidikan multikultural melalui berbagai media yang lebih efektif dan efisien. Mengingat konsep multikulturalisme dan pendidikan multikultural bagi umumnya orang Indonesia masa kini, adalah sebuah konsep yang masih asing.

6. Kepada peneliti selanjutnya yang tertarik dengan permasalahan tersebut direkomendasikan untuk secara spesifik mengkaji dan menelaah masalah-masalah mengenai pembelajaran pendidikan kewarganegaraan berbasis multikultural yang merupakan hal yang masih baru, hal ini dimaksudkan untuk memberikan rangsangan kepada guru-guru untuk mencoba mengimplementasikan pembelajaran pendidikan kewarganegaraan berbasis multikultural ini yang merupakan model yang tepat untuk menjawab tantangan pendidikan sekarang ini dengan melihat pada kondisi multikultural bangsa kita. Sehingga diharapkan dapat membangun aktivitas dan kreativitas siswa dalam mengembangkan nasionalisme yang dicita-citakan.