Program Bela Negara Proyeksi Sesungguhny
Program Bela Negara: Proyeksi Sesungguhnya dari True Cost Pertahanan Strategis
Indonesia di Masa Depan
Indonesia sempat dikejutkan dengan rencana Kementerian Pertahanan untuk
merumuskan program bela negara dan akan membentuk sebanyak 4.500 kader bela negara di
45 kabupaten/kota di seluruh Indonesia di tahun 2015 (lihat lampiran). Program bela negara
tersebut mengacu pada Undang-Undang No 3 tahun 2002 pasal 9 yang mengatakan bahwa
setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diwujudkan
dalam penyelenggaraan pertahanan negara (lihat UU No 3 tahun 2002 tentang Bela Negara).
Program awal adalah pembentukan kader dari masing-masing daerah yang nantinya akan
menjadi pelatih atau sebagai pembina. Kedepannya para pelatih ini mampu melakukan
pembinaan-pembinaan membentuk kader Bela Negara di daerah masing-masing mulai dari
tingkat sekolah Paud, TK, SD, SMP, dan seterusnya. Dalam prosesnya, para kader akan
ditampung di lembaga pendidikan militer dan mengikuti pelatihan selama 1 bulan. Dalam
pelatihan,
para
kader
akan
diberikan
beberapa
nilai-nilai
Bela
Negara
yaitu
menumbuhkembangkan kecintaan kepada tanah air, menyadarkan kehidupan berbangsa dan
bernegara, meyakinkan kembali pancasila sebagai ideologi negara, dan rela berkorban. Bela
Negara itu bukan hanya soal mengangkat senjata, namun sebagai perwujudan hak dan
kewajiban warga negara dalam pembelaan negara yang perlu disiapkan dalam bentuk disiplin
pribadi, kelompok dan disiplin nasional. Selain itu meningkatkan motivasi untuk bekerja,
menggalang solidaritas menghadapi bencana dalam skala kecil dan besar, meningkatkan
kualitas kebersamaan dan mengurangi potensi konflik merupakan dampak positif lain dari
adanya program bela negara ini.
Program bela negara ini merupakan program yang sangat tepat untuk dikaitkan
dengan konsep opportunity cost dan true cost. Sebagian orang menilai bahwa program ini
hanya menghabis-habiskan anggaran pemerintah dan tidak efektif. Namun hal tersebut hanya
anggapan orang-orang yang mungkin belum memahami secara mendalam tentang arti sebuah
true cost berupa biaya sosial yang timbul akibat adanya opportunity cost dari tidak adanya
program bela negara ini. Jika dilihat dari analisis biaya, pengeluaran pemerintah dalam
melaksanakan program bela negara ini memang sangat besar. Mengadakan pelatihan selama
1 bulan penuh untuk menanamkan nilai-nilai bela negara dan cinta tanah air kepada 4.500
orang kader diseluruh Indonesia. Economic cost dari proses pelaksanaan program ini
mungkin bisa mencapai milyaran rupiah, selain itu social cost dari adanya program ini adalah
hilangnya kesempatan para kader yang mengikuti pelatihan selama 1 bulan tersebut dalam
melakukan aktivitas lain seperti bekerja, bertemu dengan keluarga, dan menjalin hubungan
dengan orang-orang di daerahnya masing-masing.
Namun, jika kita melihat lebih jauh lagi, biaya-biaya tersebut akan jauh lebih rendah
jika kita mencoba menarik konsep true cost jika seandainya program bela negara tidak
dilakukan. Bayangkan jika tidak adanya program bela negara tersebut, maka pertahanan dan
keamanan negara ini akan terancam. Jiwa nasionalisme masyarakat akan tergerus dengan
adanya globalisasi dan diperparah dengan akan adanya Masyarakat Ekonomi Asean yang
akan mulai efektif dilaksanakan di bulan Desember 2015 ini, semakin mengancam
nasionalisme bangsa. Rasa cinta tanah air masyarakat Indonesia akan memudar akibat
globalisasi dan memungkinkan masuknya intervensi asing baik berupa kebudayaan, ideologi,
hingga kemungkinan perang terbuka yang terjadi di Indonesia. Saya ambil contoh dari
hilangnya pulau Sipadan dan Ligitan dari Indonesia yang di klaim Malaysia. Hal tersebut
terjadi karena masih rendahnya rasa nasionalisme bangsa dan kurang pedulinya masyarakat
Indonesia dengan arti nasionalisme sesungguhnya yang seharusnya tertanam mendarahdaging dalam diri. Masyarakat acuh tak acuh dengan kondisi-kondisi sebelum Malaysia
mengklaim pulau-pulau itu, dan pemerintah pun belum mencurahkan perhatiannya kepada
dua pulau itu. Ketika seluruh perhatian masyarakat dan pemerintah tidak tertuju kepada
Sipadan dan Ligitian, Malaysia masuk dengan melihat adanya potensi pada dua pulau itu
hingga akhirnya kedua pulau tersebut jatuh ke tangan Malaysia, barulah pemerintah dan
masyarakat bereaksi. Jika saja rasa nasionalisme sudah sangat kuat tertanam di dalam diri
setiap orang Indonesia, mungkin saja dua pulau itu sekarang tidak di klaim oleh Malaysia.
Contoh tersebut merupakan true cost dari adanya biaya sosial yang terlewatkan jika
program bela negara tidak di nilai sebagai hal penting oleh masyarakat dan pemerintah. Biaya
sosial lain yang akan terjadi adalah mudahnya masyarakat di adu domba oleh pihak asing
karena rasa persatuan yang sangat lemah. Tidak adanya rasa solidaritas yang selama ini
dikenal dengan “Nasionalisme”, akan menghilangkan jati diri bangsa dan memudahkan
intervensi asing masuk menggerogoti kehidupan bangsa. Konflik dan pertikaian antarsuku
dan masyarakat akan terjadi karena hilangnya rasa nasionalisme.
Dalam segi analisis manfaat, program bela negara tersebut memiliki social benefits.
Social benefits yang didapat dari adanya program bela negara itu adalah menumbuhkan place
identity. Place identity memiliki efek yang cukup signifikan terhadap intensi untuk terlibat
dalam perilaku prolingkungan, baik secara individual maupun bersama-sama dengan norma
sosial (Cahyono, Yustisia, & Caliandra, 2013). Dengan adanya place identity, masyarakat
Indonesia akan memiliki norma pengikat antara dirinya dengan lingkungan sehingga
memiliki rasa memiliki terhadap lingkungannya dan mendorong terbentuknya perilaku
prolingkungan dalam hal ini perasaan cinta tanah air dan bangga akan kekayaan dan potensi
Indonesia. Hal tersebut akan meningkatkan motivasi untuk bekerja, menggalang solidaritas
menghadapi bencana dalam skala kecil dan besar, meningkatkan kualitas kebersamaan, dan
mengurangi potensi konflik.
Dengan adanya social benefits seperti itu, akan memberikan economic benefits yang
sangat berarti bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Economic benefits yang diperoleh
adalah meningkatnya produktivitas kerja masyarakat Indonesia karena meningkatnya
motivasi bekerja dan membuat pertumbuhan ekonomi semakin baik, berkembangnya sektor
pariwisata dalam perwujudan cinta tanah air masyarakat terhadap potensi dan kekayaan alam
dan budaya Indonesia sehingga memberikan pemasukan besar pada kas negara, terciptanya
kehidupan damai dan minim konflik karena rasa kebersamaan dan persatuan sudah sangat
kuat sehingga mampu menarik sumber-sumber ekonomi dunia untuk menanamkan modalnya
di Indonesia karena keadaan geopolitik Indonesia yang stabil dan minim konflik.
Dari analisis biaya dan analisis manfaat tersebut, dapat dilihat bahwa terdapat true
cost yang mungkin dapat muncul ketika program bela negara tidak dilakukan. Biaya sosial
yang ditimbulkan akibat adanya true cost itu bahkan lebih besar dari biaya sosial dalam
komponen input program itu sendiri. Menurut saya, dengan adanya konsep true cost dan
opportunity cost ini diharapkan para pekerja sosial yang berperan sebagai decision maker dan
social planner dapat membuat analisis kebijakan sosial dengan menggunakan rasionalitas
ekonomi dalam memperkuat argumen bahwa program-program kebijakan sosial penting
untuk dilakukan guna mewujudkan production of welfare, dimana manfaat sosial dapat di
ukur secara ekonomi.
Daftar Pustaka
Knapp, M. R. J. (1984). The Economics Of Social Care. Macmillan Publishers Ltd, London.
Cahyono, W., Yustisia, W., Caliandra, M. (2013). Mengelola Norma Sosial untuk Persuasi
Perilaku Pro-Lingkungan: Studi Eksperimen Lapangan pada Masyarakat Bantaran
Sungai Ciliwung. (Unpublished Research Report). Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia, Depok, Indonesia.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara
Indonesia di Masa Depan
Indonesia sempat dikejutkan dengan rencana Kementerian Pertahanan untuk
merumuskan program bela negara dan akan membentuk sebanyak 4.500 kader bela negara di
45 kabupaten/kota di seluruh Indonesia di tahun 2015 (lihat lampiran). Program bela negara
tersebut mengacu pada Undang-Undang No 3 tahun 2002 pasal 9 yang mengatakan bahwa
setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diwujudkan
dalam penyelenggaraan pertahanan negara (lihat UU No 3 tahun 2002 tentang Bela Negara).
Program awal adalah pembentukan kader dari masing-masing daerah yang nantinya akan
menjadi pelatih atau sebagai pembina. Kedepannya para pelatih ini mampu melakukan
pembinaan-pembinaan membentuk kader Bela Negara di daerah masing-masing mulai dari
tingkat sekolah Paud, TK, SD, SMP, dan seterusnya. Dalam prosesnya, para kader akan
ditampung di lembaga pendidikan militer dan mengikuti pelatihan selama 1 bulan. Dalam
pelatihan,
para
kader
akan
diberikan
beberapa
nilai-nilai
Bela
Negara
yaitu
menumbuhkembangkan kecintaan kepada tanah air, menyadarkan kehidupan berbangsa dan
bernegara, meyakinkan kembali pancasila sebagai ideologi negara, dan rela berkorban. Bela
Negara itu bukan hanya soal mengangkat senjata, namun sebagai perwujudan hak dan
kewajiban warga negara dalam pembelaan negara yang perlu disiapkan dalam bentuk disiplin
pribadi, kelompok dan disiplin nasional. Selain itu meningkatkan motivasi untuk bekerja,
menggalang solidaritas menghadapi bencana dalam skala kecil dan besar, meningkatkan
kualitas kebersamaan dan mengurangi potensi konflik merupakan dampak positif lain dari
adanya program bela negara ini.
Program bela negara ini merupakan program yang sangat tepat untuk dikaitkan
dengan konsep opportunity cost dan true cost. Sebagian orang menilai bahwa program ini
hanya menghabis-habiskan anggaran pemerintah dan tidak efektif. Namun hal tersebut hanya
anggapan orang-orang yang mungkin belum memahami secara mendalam tentang arti sebuah
true cost berupa biaya sosial yang timbul akibat adanya opportunity cost dari tidak adanya
program bela negara ini. Jika dilihat dari analisis biaya, pengeluaran pemerintah dalam
melaksanakan program bela negara ini memang sangat besar. Mengadakan pelatihan selama
1 bulan penuh untuk menanamkan nilai-nilai bela negara dan cinta tanah air kepada 4.500
orang kader diseluruh Indonesia. Economic cost dari proses pelaksanaan program ini
mungkin bisa mencapai milyaran rupiah, selain itu social cost dari adanya program ini adalah
hilangnya kesempatan para kader yang mengikuti pelatihan selama 1 bulan tersebut dalam
melakukan aktivitas lain seperti bekerja, bertemu dengan keluarga, dan menjalin hubungan
dengan orang-orang di daerahnya masing-masing.
Namun, jika kita melihat lebih jauh lagi, biaya-biaya tersebut akan jauh lebih rendah
jika kita mencoba menarik konsep true cost jika seandainya program bela negara tidak
dilakukan. Bayangkan jika tidak adanya program bela negara tersebut, maka pertahanan dan
keamanan negara ini akan terancam. Jiwa nasionalisme masyarakat akan tergerus dengan
adanya globalisasi dan diperparah dengan akan adanya Masyarakat Ekonomi Asean yang
akan mulai efektif dilaksanakan di bulan Desember 2015 ini, semakin mengancam
nasionalisme bangsa. Rasa cinta tanah air masyarakat Indonesia akan memudar akibat
globalisasi dan memungkinkan masuknya intervensi asing baik berupa kebudayaan, ideologi,
hingga kemungkinan perang terbuka yang terjadi di Indonesia. Saya ambil contoh dari
hilangnya pulau Sipadan dan Ligitan dari Indonesia yang di klaim Malaysia. Hal tersebut
terjadi karena masih rendahnya rasa nasionalisme bangsa dan kurang pedulinya masyarakat
Indonesia dengan arti nasionalisme sesungguhnya yang seharusnya tertanam mendarahdaging dalam diri. Masyarakat acuh tak acuh dengan kondisi-kondisi sebelum Malaysia
mengklaim pulau-pulau itu, dan pemerintah pun belum mencurahkan perhatiannya kepada
dua pulau itu. Ketika seluruh perhatian masyarakat dan pemerintah tidak tertuju kepada
Sipadan dan Ligitian, Malaysia masuk dengan melihat adanya potensi pada dua pulau itu
hingga akhirnya kedua pulau tersebut jatuh ke tangan Malaysia, barulah pemerintah dan
masyarakat bereaksi. Jika saja rasa nasionalisme sudah sangat kuat tertanam di dalam diri
setiap orang Indonesia, mungkin saja dua pulau itu sekarang tidak di klaim oleh Malaysia.
Contoh tersebut merupakan true cost dari adanya biaya sosial yang terlewatkan jika
program bela negara tidak di nilai sebagai hal penting oleh masyarakat dan pemerintah. Biaya
sosial lain yang akan terjadi adalah mudahnya masyarakat di adu domba oleh pihak asing
karena rasa persatuan yang sangat lemah. Tidak adanya rasa solidaritas yang selama ini
dikenal dengan “Nasionalisme”, akan menghilangkan jati diri bangsa dan memudahkan
intervensi asing masuk menggerogoti kehidupan bangsa. Konflik dan pertikaian antarsuku
dan masyarakat akan terjadi karena hilangnya rasa nasionalisme.
Dalam segi analisis manfaat, program bela negara tersebut memiliki social benefits.
Social benefits yang didapat dari adanya program bela negara itu adalah menumbuhkan place
identity. Place identity memiliki efek yang cukup signifikan terhadap intensi untuk terlibat
dalam perilaku prolingkungan, baik secara individual maupun bersama-sama dengan norma
sosial (Cahyono, Yustisia, & Caliandra, 2013). Dengan adanya place identity, masyarakat
Indonesia akan memiliki norma pengikat antara dirinya dengan lingkungan sehingga
memiliki rasa memiliki terhadap lingkungannya dan mendorong terbentuknya perilaku
prolingkungan dalam hal ini perasaan cinta tanah air dan bangga akan kekayaan dan potensi
Indonesia. Hal tersebut akan meningkatkan motivasi untuk bekerja, menggalang solidaritas
menghadapi bencana dalam skala kecil dan besar, meningkatkan kualitas kebersamaan, dan
mengurangi potensi konflik.
Dengan adanya social benefits seperti itu, akan memberikan economic benefits yang
sangat berarti bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Economic benefits yang diperoleh
adalah meningkatnya produktivitas kerja masyarakat Indonesia karena meningkatnya
motivasi bekerja dan membuat pertumbuhan ekonomi semakin baik, berkembangnya sektor
pariwisata dalam perwujudan cinta tanah air masyarakat terhadap potensi dan kekayaan alam
dan budaya Indonesia sehingga memberikan pemasukan besar pada kas negara, terciptanya
kehidupan damai dan minim konflik karena rasa kebersamaan dan persatuan sudah sangat
kuat sehingga mampu menarik sumber-sumber ekonomi dunia untuk menanamkan modalnya
di Indonesia karena keadaan geopolitik Indonesia yang stabil dan minim konflik.
Dari analisis biaya dan analisis manfaat tersebut, dapat dilihat bahwa terdapat true
cost yang mungkin dapat muncul ketika program bela negara tidak dilakukan. Biaya sosial
yang ditimbulkan akibat adanya true cost itu bahkan lebih besar dari biaya sosial dalam
komponen input program itu sendiri. Menurut saya, dengan adanya konsep true cost dan
opportunity cost ini diharapkan para pekerja sosial yang berperan sebagai decision maker dan
social planner dapat membuat analisis kebijakan sosial dengan menggunakan rasionalitas
ekonomi dalam memperkuat argumen bahwa program-program kebijakan sosial penting
untuk dilakukan guna mewujudkan production of welfare, dimana manfaat sosial dapat di
ukur secara ekonomi.
Daftar Pustaka
Knapp, M. R. J. (1984). The Economics Of Social Care. Macmillan Publishers Ltd, London.
Cahyono, W., Yustisia, W., Caliandra, M. (2013). Mengelola Norma Sosial untuk Persuasi
Perilaku Pro-Lingkungan: Studi Eksperimen Lapangan pada Masyarakat Bantaran
Sungai Ciliwung. (Unpublished Research Report). Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia, Depok, Indonesia.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara