Burung Sampiri Eos histrio docx
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagai Negara dengan keanekaragaman hayati yang
tinggi, memiliki 60% keanekaragaman fauna dunia, termasuk diantaranya burung.
Beberapa jenis burung bersifat endemik hanya dapat ditemukan di Indonesia,
sebagai contoh burung nuri dan kerabatnya. Burung nuri dan kerabatnya
digolongkan kedalam kelompok parrot, karena memiliki paruh bengkok.
Penyebaran burung-burung tersebut lebih banyak di kawasan timur Indonesia
seperti Sulawesi, Flores, Maluku dan Papua.
Berbagai jenis burung populer digunakan sebagai hewan peliharaan dan
menjadi hobi yang telah tersebar luas (Shepherd, 2006). Misalnya burung nuri dan
kerabatnya banyak diminati sebagai burung hias karena burung-burung tersebut
memiliki kemampuan berceloteh, memiliki bentuk dan warna bulu yang menarik.
Bentuk dan warna bulu yang menarik tersebut menjadi daya tarik yang memiliki
nilai komersial tinggi dan merupakan komoditas ekspor yang cukup penting.
Begitu pula dengan burung-burung dari kawasan Sulawesi yang tak luput dari
perburuan hewan peliharaan. Burung Sampiri adalah salah satu jenis burung nuri
yang diminati dan populer untuk dijadikan hewan peliharaan.
Sampiri atau Nuri Talaud memiliki nama latin Eos histrio dari subfamili
Loriinae, merupakan salah satu satwa endemik Pulau Talaud Sulawesi Utara yang
statusnya dilindungi dan terancam punah. Menurut Coates dan Bishop (2000),
Nuri Talaud (E. histrio) memiliki tiga subspecies yaitu E.h. histrio (Kepulauan
Sangihe), E.h talautensis (Kepulauan Talaud), E.h. callengeri (Pulau miangas dan
Kepulauan Nanusa). Habitatnya berada di Kepulauan Talaud yaitu meliputi pulaupulau karang antara lain : Karakelong, Salebabu dan Kaburuang serta sejumlah
kepulauan kecil lainnya. Menurut Lambert (1997), hanya ada satu sub spesies saja
yang populasinya mampu bertahan hidup yaitu E.h talautensis.
Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai Burung
Sampiri sebagai satwa endemik dari Kepulauan Talaud Sulawesi Utara.
1
BAB 2
PEMBAHASAN
Burung Paruh Bengkok
Burung Paruh bengkok (parrot) merupakan kelompok jenis burung yang
paling terancam punah di dunia. Sebanyak 95 dari 330 jenis paruh bengkok ada di
Indonesia di kategorikan terancam (Avian Web, 2006). Tujuh puluh delapan di
antaranya terancam akibat kerusakan hutan dan fragmentasi (Snyder et al., 2000).
Menurut Kinnaird (1997) kelompok burung paruh bengkok adalah burung yang
kharismatik dan seringkali digunakan sebagai “flagship species” dalam aksi-aksi
konservasi, selain itu juga sebagai indicator sehatnya suatu kawasan hutan dan
beberapa diantaranya berperan penting dalam penyebaran biji.
Forshaw (1978) menambahkan, ukuran kelompok jenis paruh bengkok juga
sangat beragam. Mulai dari parrot kerdil yang ada di papua, sedang, sampai jenis
macaw raksasa di Amerika Selatan. Warna bulu juga sangat bervariasi, sebagian
besar berwarna cerah seperti hijau, merah dan kuning sebagai warna utama,
namun ada juga yang berwarna kurang cerah. Beberapa paruh bengkok memiliki
jambul, sementara yang lainnya memilki bulu yang panjang di belakang leher.
Sebagian besar paruh bengkok mempunyai hubungan sosial yang tinggi
antar sesamanya serta hidup dalam dalam pasangan monogami dan kelompok
keluarga. Mereka biasa hidup berkelompok dengan ukuran kelompok bervariasi
(Coates dan Bishop, 1997).
Burung sampiri atau Red and Blue Lory (Eos histrio) adalah salah satu
anggota dari keluarga burung paruh bengkok (psittacidae) di Indonesia yang
terancam punah (IUCN, 2014). Burung sampiri sendiri tergolong dalam subfamili
Lorrinae. Subfamili Lorrinae sendiri dapat ditemukan di kepulauan Pasifik,
Australia, Papua Nugini dan pulau-pulau di sekitarnya. Kelompok Lorrinae
berukuran kecil sampai sedang dengan bulu berwarna-warni. Burung ini
merupakan burung pemakan serbuk sari dan madu (nektar) namun juga pemakan
serangga, biji-bijian, dan buah-buahan. Burung nuri minum dengan cara
memasukan ujung sikat (papilla) yang terdapat pada permukaan lidah ke dalam air
(Campbell dan Lack, 1985)
2
Taksonomi dan Morfologi Burung Sampiri
Nuri Talaud dikelompokkan ke dalam keluarga burung paruh bengkok
(Psittacidae). Burung paruh bengkok memiliki ciri utama bentuk paruh
melengkung ke bawah seperti catut dan kuat, kaki bersifat Zygodactyl yang
artinya dua jari menghadap ke depan dan dua jari lagi menghadap ke belakang,
memiliki lidah yang tebal dan dapat berfungsi untuk memegang (prehensile).
Snyder et al. (2000) menjelaskan dunia memiliki sekitar 403 jenis burung paruh
bengkok dengan variasi morfologi yang cukup tinggi. Indonesia memiliki 45
spesies yang tersebar di Wilayah Papua (Beehler et al., 1986), 37 spesies di
kawasan Wallacea (White dan Bruce, 1986) dan sembilan spesies di Kepulauan
Sunda Besar (Mac Kinnon et al., 1998). Taksonomi Nuri Talaud adalah sebagai
berikut :
Kingdom
:
Animalia
Kelas
:
Aves
Ordo
:
Psittaciformes
Family
:
Psittacidae
Subfamily
:
Loriinae
Genus
:
Eos
Spesies
:
Eos histrio
Sub spesies :
E.h talautensis (Mayer, AB & Wiglesworth 1894)
Eos histrio challenger (Statius Muller 1776)
Eos histrio histrio (Statius Muller 1776)
Burung nuri merupakan salah satu keanekaragaman hayati yang dimiliki
Indonesia. Beberapa jenis burung nuri bahkan di anggap endemik hanya dapat
ditemukan di Indonesia. Saat ini, tak kurang 119 jenis burung di Indonesia
terancam punah. Penyebabnya adalah perburuan, perdagangan liar, dan kerusakan
habitat. Menurut Casagrande, D.G. and Beissinger, S.R.(1997) yang dilaporkan
Juniper dan Parr (1998) menyatakan bahwa penilaian status punah setiap burung
didasarkan pada kategori ancaman. Kategori tersebut antara lain adalah punah
(extinct), kritis berbahaya (critically endangered), berbahaya, terancam
(vulnerable).
3
Status konservasi Eos histrio berdasarkan CITIES (Convention on
International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) dimasukan
kedalam kategori Appendix I dan berdasarkan IUCN (International Union for
Conversation of Natural and Natural Resource) Red List adalah Endangered
(beresiko punah) (Bird Life International, 2008). Menurut Bird Care (2008) status
konservasi Eos histrio dikategorikan berbahaya. Penggolongan populasi menurut
IUCN Red List didasarkan pada jumlah populasi individu dunia.
Burung Sampiri/Nuri Talaud atau Eos histrio adalah burung endemik pulaupulau di utara Sulawesi. Burung ini juga menjadi salah satu burung langka dengan
status Endangered. Burung paruh bengkok (parrot) dari family psittacidae ini
terkenal dengan warna bulunya yang mencolok, merah dan biru. Burung Nuri
Talaud berkerabat dekat dengan Nuri Maluku (Eos bornea), Nuri Kalung ungu
(Eos squamata), dan Nuri Tanimbar (Eos reticulata).
Burung Sampiri/Nuri Talaud berukuran sekitar 31 cm dengan berat sekitar
150-185 gram, Jantan dan betina tidak dapat dibedakan (monomorfik) (Bird Care,
2008 & Avian Web, 2006). Gambar 1 memperlihatkan bulu tubuh nuri talaud
berwarna mencolok, merah dan biru dengan sedikit paduan warna kehitaman.
Warna biru keunguan membentang mulai daerah mahkota, sekitar mata dan
telinga, belakang kepala hingga punggung bagian atas hingga bagian dadanya.
Bulu sayap merah dengan ujung kehitaman, sedangkan bulu ekor berwarna ungu
atau biru kemerahan. Paruhnya berwarna jingga terang (Avian Web, 2006).
Burung ini mulai berkembang biak pada bulan September sampai dengan
Oktober. Dijelaskan lebih lanjut bahwa lama pengeraman sekitar 27 hari dan
merawat anak selama 80 hari (Avian Web, 2006). Menurut World Parrot Trust
(2008) lama pengeraman sekitar 25 hari dan merawat anak selama 63 hari.
Menurut Bird Care (2008b) lama pengeraman burung ini 26 hari. Betina
menghasilkan dua butir telur setiap eraman (World Parrot Trust, 2008) atau 2-3
butir setiap eraman (Bird Care, 2008). Telur berwarna putih. Dijelaskan lebih
lanjut bahwa Trichoglossus ornatus memiliki clutch sebanyak 1-2 kali setiap
tahun (Bird Care, 2008). Lama hidup burung ini adalah 15 tahun atau lebih (Bird
Care, 2008), atau selama 25-35 tahun (World Parrot Trust, 2008). Burung ini
menyukai buah-buahan, seperti buah apel, buah delima, pepaya, buah anggur,
4
buah nanas, buah pisang, kiwi dan beberapa sayur-mayur, termasuk jagung, serta
beberapa serangga kecil (Bird Care, 2008). Eos histrio histrio, Eos histrio
talautensis dan Eos histrio callengeri adalah tiga subspecies genus Eos histrio
dengan nama sinonim Eos historio (world parrot trust, 2008).
Gambar 1. Eos histrio talautensis
(sumber: World Parrot Trust, 2008)
5
Habitat Burung Sampiri / Nuri Talaud
Gambar 2. Peta penyebaran Nuri Talaud
Sumber: Avian Web,2008
Burung Langka ini mendiami hutan primer dan hutan perbukitan hingga
Perkebunan Kelapa. Sebagai burung endemik, nuri talaud mempunyai daerah
Penyebaran meliputi pulau-pulau kecil di Sulawesi utara yaitu Kepulauan Nanusa,
Kepulauan Talaud, dan Kepulauan Sangihe. Sujatnika dkk. (1995) Menjelaskan
bahwa daratan Sulawesi bagian utara dan pulau-pulau satelitnya teridentifikasi
sebagais salah satu Daerah Burung Endemik (DBE) dimana gugusan kepulauan
ini diketahui memiliki sebelas burung endemik termasuk Burung sampiri atau
Nuri Talaud.
6
Di alam liar Eos histrio menghabiskan waktu untuk berkelompok (Animal
World, 2008). Spesies ini akan berkelompok dalam jumlah besar pada pohon yang
sedang berbunga atau pohon yang sedang berbuah, tidak seperti spesies lain
burung ini lebih menyukai buah (Australian Museum, 2008).
Populasi Burung Sampiri atau Nuri Talaud terbesar di habitat alaminya saat
ini hanya dapat dijumpai di pulau karakelang yang merupakan bagian dari
Kepulauan Talaud. Populasi Nuri talaud sendiri menurut Riley (2003)
digolongkan sebagai anak jenis E.h talautensis. Jumlah populasi Nuri Talaud pada
tahun 1995 diperkirakan mencapai 9.400 - 24.160 ekor (Lee et al., 2001), dan
dalam jangka waktu kurang lebih 10 tahun kemudian populasinya tinggal 2.000 –
2.600 ekor (Mamengko dan Lumasunge, 2006).
Perkembangan zaman menuntut adanya pemanfaatan kawasan hutan menjadi
kawasan lain seperti pemukiman maupun areal budidaya. Demikian halnya
dengan daratan pulau-pulau kecil yang sangat rawan terhadap perubahan. Kawur
(2010) berpendapat bahwa pengembangan kawasan pulau-pulau kecil merupakan
suatu proses yang akan membawa suatu perubahan pada ekosistemnya. Perubahan
akan membawa pengaruh pada lingkungan, semakin tinggi intensitas pengelolaan
dan pembangunan yang dilaksanakan berarti semakin tinggi pula perubahanperubahan lingkungan yang akan terjadi di kawasan pulau kecil.
Perubahan kawasan hutan di Kepulauan Talaud yang sebagian besar
diperuntukan menjadi perkebunan kelapa, cengkih, dan pala telah dimulai sejak
tahun 1920. Perubahan ini tentu membawa dampak bagi spesies-spesies satwa
yang kehidupannya sangat bergantung pada keberadaan hutan baik sebagai tempat
berlindung ataupun tempat mencari pakan. Marsden (1992) juga mengungkapkan
bahwa peningkatan pembukaan lahan areal hutan akan meningkatkan peluang
ancaman terhadap penangkapan satwa liar karena terbukanya akses menuju hutan.
Seratus tahun yang lalu para peneliti alam menggambarkan pohon-pohon
yang berubah warna menjadi merah sebagai pemandangan yang mengesankan
karena banyaknya jumlah Nuri Talaud yang tidur secara berkelompok hingga
mencapai ribuan ekor, namun dalam tahun-tahun terakhir ini jumlah nuri dalam
satu pohon tidur hanya berkisar 250 individu (Lee et al., 2001). Ketika senja,
kelompok-kelompok kecil Nuri Talaud kembali ke pohon tempat mereka tidur
7
malam sebelumnya dan bergabung dengan kelompok lainnya membentuk
kelompok besar. Selama tidak terjadi gangguan yang sangat berarti seperti pohon
ditebang, atau terkena longsor maka pohon tidur ini akan tetap ditempati Nuri
Talaud bahkan hingga bertahun-tahun.
Pohon tidur merupakan salah satu gambaran pemanfaatan sumberdaya oleh
Nuri Talaud dimana sebagian besar waktu hidupnya lebih banyak dihabiskan pada
pohon tidur tersebut. Zukal et al. (2005) menjelaskan bahwa pemilihan pohon
tidur pada spesies yang berkoloni merupakan suatu strategi yang dapat
memberikan beberapa keuntungan seperti adanya pertukaran informasi, keamanan
terhadap predator, thermoregulasi serta keberhasilan reproduksi. Dengan demikan
penggunaan pohon tidur dalam kehidupan Nuri Talaud adalah sangat penting.
Fakta yang terjadi, keberadaan pohon tidur yang digunakan Nuri Talaud
sangat terancam. Pohon tinggi dan berdiameter besar adalah karakter yang disukai
Nuri sebagai pohon tidur terancam oleh adanya penebangan serta pemanfaatan
kayu oleh masyarakat. Perubahan tutupan lahan menjadi perkebunan kelapa di
habitat Nuri Talaud secara tidak langsung juga membawa dampak terhadap
penurunan jumlah populasi Nuri Talaud dimana para petani kelapa di Talaud lebih
sering menggunakan pestisida kimia untuk membasmi hama yang menyerang
tanaman kelapa yaitu Sexava sp., padahal larva hama ini adalah salah satu sumber
makanan bagi Nuri. Tahun 1990an telah terjadi kematian Nuri secara masal akibat
keracunan pestisida.
Strategis Konservasi Spesies Nasional 2008-2018 yang diterbitkan oleh
Kementrian Kehutanan menyebutkan bahwa Nuri Talaud (Eos histrio) merupakan
spesies dari family paruh bengkok yang diprioritaskan sangat tinggi untuk
diperhatikan dan segera dilakukan dilakukan penelitian karena populasinya
semakin berkurang di alam dan informasi tentang ekologi Nuri Talaud pun masih
sangat terbatas (Mardiastuti et al., 2008).
Burung nuri dan kerabatnya banyak diminati sebagai burung hias karena
burung-burung tersebut memiliki kemampuan berceloteh, memiliki bentuk dan
warna bulu yang menarik. Bentuk dan warna bulu yang menarik tersebut menjadi
daya tarik yang memiliki nilai komersial tinggi dan merupakan komoditas ekspor
yang cukup penting. Begitu pula dengan burung-burung dari kawasan Sulawesi
8
yang tak luput dari perburuan hewan peliharaan. Burung Sampiri adalah salah satu
jenis burung nuri yang diminati dan populer untuk dijadikan hewan peliharaan.
Nuri Talaud atau biasa disebut Sampiri merupakan jenis burung endemik dan
terancam punah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 7 tahun 1999, serta
ketentuan internasional dalam Appendix I CITES ditegaskan bahwa burung
Sampiri tidak boleh di perdagangkan antar Negara.
Menurut keterangan masyarakat sekitar daerah perburuan, burung Sampiri
sudah diperdagangkan sejak tahun 1960 bersama pala, kopra, dan cengkeh
(KOMPAK Talaud, 2010). Pada tahun 1990-an, penyelundupan burung nuri sudah
menjadi usaha sampingan para nelayan Filipina yang melakukan penangkapan
ikan secara illegal di perairan Sulawesi dan di pasok ke General Santos Filipina
(KOMPAK Talaud, 2010).
Maraknya perdagangan gelap itu terjadi akibat lemahnya pengawasan oleh
institusi penegak hukum serta pemerintah daerah setempat. Para nelayan Filipina
biasanya membeli nuri Talaud dari penduduk dengan harga Rp 25.000 hingga
Rp 50.000 /ekor (KOMPAK, 2010). Sedangkan di Filipina mereka menjualnya
hingga harga Rp 1.000.000 / ekor (Investigasiuna, 2010).
Pemerintah sebenarnya telah berusaha menjaga kelestarian hewan-hewan
langka tersebut, antara lain dengan menetapkan kawasan hutan konservasi di
Kepulauan Sangihe, Sangihe, Talaud. Dipulau Sangir Besar, tak kurang 3.549
hektar areal dijadikan hutan lindung Sahendaruman, sementara di Pulau
Karakelang sekitar 24.669 hektar dijadikan Suaka Marga Satwa Karakelang dan
9000 hektar sebagai areal hutan lindung (KOMPAK Talaud, 2010). Keberadaan
hutan konservasi tersebut sangat rentan akibat maraknya perambahan hutan,
pencurian kayu, perburuan dan perdagangan satwa liar serta pencemaran
lingkungan.
Kerabat dekat Burung Sampiri
Burung Sampiri atau dalam Bahasa Inggris dikenal dengan nama Red-andblue Lory, nama ini jelas merujuk pada bulunya yang berwarna merah dan biru
mencolok. Burung Nuri Talaud berkerabat dekat dengan Nuri Maluku (gambar 2),
Nuri kalung Ungu (gambar 3), Nuri Tanimbar (gambar 4) dan Nuri Telinga biru
9
(gambar 5). Ini disebabkan karena kesamaan warna bulu dan bentuk tubuh dari
mereka.
Gambar 3. Nuri Maluku
Gambar 4. Nuri kalung ungu
Sumber: World of Trust, 2008
Gambar 5. Nuri Tanimbar
Gambar 6. Nuri telinga biru
Sumber: World of Trust, 2008
BAB 3
KESIMPULAN
Sebagai Burung yang hanya bisa di temukan di Sulawesi Utara, tepatnya di
Kepulauan Talaud, Sudah sepatutnya kita melindungi kekayaan negeri kita
sendiri. Sebagai jenis burung yang telah di kategorikan terancam punah Burung
Sampiri seharusnya bisa mendapatkan kenyamanan dihabitatnya tanpa ada
ancaman perburuan. Berbagai upaya memang telah dilakukan pemerintah untuk
10
menjaga kelestarian Burung sampiri namun, karena tidak adanya kesepakatan
langsung dengan masyarakat sekitar sehingga perburuan sampiripun masih terjadi.
11
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagai Negara dengan keanekaragaman hayati yang
tinggi, memiliki 60% keanekaragaman fauna dunia, termasuk diantaranya burung.
Beberapa jenis burung bersifat endemik hanya dapat ditemukan di Indonesia,
sebagai contoh burung nuri dan kerabatnya. Burung nuri dan kerabatnya
digolongkan kedalam kelompok parrot, karena memiliki paruh bengkok.
Penyebaran burung-burung tersebut lebih banyak di kawasan timur Indonesia
seperti Sulawesi, Flores, Maluku dan Papua.
Berbagai jenis burung populer digunakan sebagai hewan peliharaan dan
menjadi hobi yang telah tersebar luas (Shepherd, 2006). Misalnya burung nuri dan
kerabatnya banyak diminati sebagai burung hias karena burung-burung tersebut
memiliki kemampuan berceloteh, memiliki bentuk dan warna bulu yang menarik.
Bentuk dan warna bulu yang menarik tersebut menjadi daya tarik yang memiliki
nilai komersial tinggi dan merupakan komoditas ekspor yang cukup penting.
Begitu pula dengan burung-burung dari kawasan Sulawesi yang tak luput dari
perburuan hewan peliharaan. Burung Sampiri adalah salah satu jenis burung nuri
yang diminati dan populer untuk dijadikan hewan peliharaan.
Sampiri atau Nuri Talaud memiliki nama latin Eos histrio dari subfamili
Loriinae, merupakan salah satu satwa endemik Pulau Talaud Sulawesi Utara yang
statusnya dilindungi dan terancam punah. Menurut Coates dan Bishop (2000),
Nuri Talaud (E. histrio) memiliki tiga subspecies yaitu E.h. histrio (Kepulauan
Sangihe), E.h talautensis (Kepulauan Talaud), E.h. callengeri (Pulau miangas dan
Kepulauan Nanusa). Habitatnya berada di Kepulauan Talaud yaitu meliputi pulaupulau karang antara lain : Karakelong, Salebabu dan Kaburuang serta sejumlah
kepulauan kecil lainnya. Menurut Lambert (1997), hanya ada satu sub spesies saja
yang populasinya mampu bertahan hidup yaitu E.h talautensis.
Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai Burung
Sampiri sebagai satwa endemik dari Kepulauan Talaud Sulawesi Utara.
1
BAB 2
PEMBAHASAN
Burung Paruh Bengkok
Burung Paruh bengkok (parrot) merupakan kelompok jenis burung yang
paling terancam punah di dunia. Sebanyak 95 dari 330 jenis paruh bengkok ada di
Indonesia di kategorikan terancam (Avian Web, 2006). Tujuh puluh delapan di
antaranya terancam akibat kerusakan hutan dan fragmentasi (Snyder et al., 2000).
Menurut Kinnaird (1997) kelompok burung paruh bengkok adalah burung yang
kharismatik dan seringkali digunakan sebagai “flagship species” dalam aksi-aksi
konservasi, selain itu juga sebagai indicator sehatnya suatu kawasan hutan dan
beberapa diantaranya berperan penting dalam penyebaran biji.
Forshaw (1978) menambahkan, ukuran kelompok jenis paruh bengkok juga
sangat beragam. Mulai dari parrot kerdil yang ada di papua, sedang, sampai jenis
macaw raksasa di Amerika Selatan. Warna bulu juga sangat bervariasi, sebagian
besar berwarna cerah seperti hijau, merah dan kuning sebagai warna utama,
namun ada juga yang berwarna kurang cerah. Beberapa paruh bengkok memiliki
jambul, sementara yang lainnya memilki bulu yang panjang di belakang leher.
Sebagian besar paruh bengkok mempunyai hubungan sosial yang tinggi
antar sesamanya serta hidup dalam dalam pasangan monogami dan kelompok
keluarga. Mereka biasa hidup berkelompok dengan ukuran kelompok bervariasi
(Coates dan Bishop, 1997).
Burung sampiri atau Red and Blue Lory (Eos histrio) adalah salah satu
anggota dari keluarga burung paruh bengkok (psittacidae) di Indonesia yang
terancam punah (IUCN, 2014). Burung sampiri sendiri tergolong dalam subfamili
Lorrinae. Subfamili Lorrinae sendiri dapat ditemukan di kepulauan Pasifik,
Australia, Papua Nugini dan pulau-pulau di sekitarnya. Kelompok Lorrinae
berukuran kecil sampai sedang dengan bulu berwarna-warni. Burung ini
merupakan burung pemakan serbuk sari dan madu (nektar) namun juga pemakan
serangga, biji-bijian, dan buah-buahan. Burung nuri minum dengan cara
memasukan ujung sikat (papilla) yang terdapat pada permukaan lidah ke dalam air
(Campbell dan Lack, 1985)
2
Taksonomi dan Morfologi Burung Sampiri
Nuri Talaud dikelompokkan ke dalam keluarga burung paruh bengkok
(Psittacidae). Burung paruh bengkok memiliki ciri utama bentuk paruh
melengkung ke bawah seperti catut dan kuat, kaki bersifat Zygodactyl yang
artinya dua jari menghadap ke depan dan dua jari lagi menghadap ke belakang,
memiliki lidah yang tebal dan dapat berfungsi untuk memegang (prehensile).
Snyder et al. (2000) menjelaskan dunia memiliki sekitar 403 jenis burung paruh
bengkok dengan variasi morfologi yang cukup tinggi. Indonesia memiliki 45
spesies yang tersebar di Wilayah Papua (Beehler et al., 1986), 37 spesies di
kawasan Wallacea (White dan Bruce, 1986) dan sembilan spesies di Kepulauan
Sunda Besar (Mac Kinnon et al., 1998). Taksonomi Nuri Talaud adalah sebagai
berikut :
Kingdom
:
Animalia
Kelas
:
Aves
Ordo
:
Psittaciformes
Family
:
Psittacidae
Subfamily
:
Loriinae
Genus
:
Eos
Spesies
:
Eos histrio
Sub spesies :
E.h talautensis (Mayer, AB & Wiglesworth 1894)
Eos histrio challenger (Statius Muller 1776)
Eos histrio histrio (Statius Muller 1776)
Burung nuri merupakan salah satu keanekaragaman hayati yang dimiliki
Indonesia. Beberapa jenis burung nuri bahkan di anggap endemik hanya dapat
ditemukan di Indonesia. Saat ini, tak kurang 119 jenis burung di Indonesia
terancam punah. Penyebabnya adalah perburuan, perdagangan liar, dan kerusakan
habitat. Menurut Casagrande, D.G. and Beissinger, S.R.(1997) yang dilaporkan
Juniper dan Parr (1998) menyatakan bahwa penilaian status punah setiap burung
didasarkan pada kategori ancaman. Kategori tersebut antara lain adalah punah
(extinct), kritis berbahaya (critically endangered), berbahaya, terancam
(vulnerable).
3
Status konservasi Eos histrio berdasarkan CITIES (Convention on
International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) dimasukan
kedalam kategori Appendix I dan berdasarkan IUCN (International Union for
Conversation of Natural and Natural Resource) Red List adalah Endangered
(beresiko punah) (Bird Life International, 2008). Menurut Bird Care (2008) status
konservasi Eos histrio dikategorikan berbahaya. Penggolongan populasi menurut
IUCN Red List didasarkan pada jumlah populasi individu dunia.
Burung Sampiri/Nuri Talaud atau Eos histrio adalah burung endemik pulaupulau di utara Sulawesi. Burung ini juga menjadi salah satu burung langka dengan
status Endangered. Burung paruh bengkok (parrot) dari family psittacidae ini
terkenal dengan warna bulunya yang mencolok, merah dan biru. Burung Nuri
Talaud berkerabat dekat dengan Nuri Maluku (Eos bornea), Nuri Kalung ungu
(Eos squamata), dan Nuri Tanimbar (Eos reticulata).
Burung Sampiri/Nuri Talaud berukuran sekitar 31 cm dengan berat sekitar
150-185 gram, Jantan dan betina tidak dapat dibedakan (monomorfik) (Bird Care,
2008 & Avian Web, 2006). Gambar 1 memperlihatkan bulu tubuh nuri talaud
berwarna mencolok, merah dan biru dengan sedikit paduan warna kehitaman.
Warna biru keunguan membentang mulai daerah mahkota, sekitar mata dan
telinga, belakang kepala hingga punggung bagian atas hingga bagian dadanya.
Bulu sayap merah dengan ujung kehitaman, sedangkan bulu ekor berwarna ungu
atau biru kemerahan. Paruhnya berwarna jingga terang (Avian Web, 2006).
Burung ini mulai berkembang biak pada bulan September sampai dengan
Oktober. Dijelaskan lebih lanjut bahwa lama pengeraman sekitar 27 hari dan
merawat anak selama 80 hari (Avian Web, 2006). Menurut World Parrot Trust
(2008) lama pengeraman sekitar 25 hari dan merawat anak selama 63 hari.
Menurut Bird Care (2008b) lama pengeraman burung ini 26 hari. Betina
menghasilkan dua butir telur setiap eraman (World Parrot Trust, 2008) atau 2-3
butir setiap eraman (Bird Care, 2008). Telur berwarna putih. Dijelaskan lebih
lanjut bahwa Trichoglossus ornatus memiliki clutch sebanyak 1-2 kali setiap
tahun (Bird Care, 2008). Lama hidup burung ini adalah 15 tahun atau lebih (Bird
Care, 2008), atau selama 25-35 tahun (World Parrot Trust, 2008). Burung ini
menyukai buah-buahan, seperti buah apel, buah delima, pepaya, buah anggur,
4
buah nanas, buah pisang, kiwi dan beberapa sayur-mayur, termasuk jagung, serta
beberapa serangga kecil (Bird Care, 2008). Eos histrio histrio, Eos histrio
talautensis dan Eos histrio callengeri adalah tiga subspecies genus Eos histrio
dengan nama sinonim Eos historio (world parrot trust, 2008).
Gambar 1. Eos histrio talautensis
(sumber: World Parrot Trust, 2008)
5
Habitat Burung Sampiri / Nuri Talaud
Gambar 2. Peta penyebaran Nuri Talaud
Sumber: Avian Web,2008
Burung Langka ini mendiami hutan primer dan hutan perbukitan hingga
Perkebunan Kelapa. Sebagai burung endemik, nuri talaud mempunyai daerah
Penyebaran meliputi pulau-pulau kecil di Sulawesi utara yaitu Kepulauan Nanusa,
Kepulauan Talaud, dan Kepulauan Sangihe. Sujatnika dkk. (1995) Menjelaskan
bahwa daratan Sulawesi bagian utara dan pulau-pulau satelitnya teridentifikasi
sebagais salah satu Daerah Burung Endemik (DBE) dimana gugusan kepulauan
ini diketahui memiliki sebelas burung endemik termasuk Burung sampiri atau
Nuri Talaud.
6
Di alam liar Eos histrio menghabiskan waktu untuk berkelompok (Animal
World, 2008). Spesies ini akan berkelompok dalam jumlah besar pada pohon yang
sedang berbunga atau pohon yang sedang berbuah, tidak seperti spesies lain
burung ini lebih menyukai buah (Australian Museum, 2008).
Populasi Burung Sampiri atau Nuri Talaud terbesar di habitat alaminya saat
ini hanya dapat dijumpai di pulau karakelang yang merupakan bagian dari
Kepulauan Talaud. Populasi Nuri talaud sendiri menurut Riley (2003)
digolongkan sebagai anak jenis E.h talautensis. Jumlah populasi Nuri Talaud pada
tahun 1995 diperkirakan mencapai 9.400 - 24.160 ekor (Lee et al., 2001), dan
dalam jangka waktu kurang lebih 10 tahun kemudian populasinya tinggal 2.000 –
2.600 ekor (Mamengko dan Lumasunge, 2006).
Perkembangan zaman menuntut adanya pemanfaatan kawasan hutan menjadi
kawasan lain seperti pemukiman maupun areal budidaya. Demikian halnya
dengan daratan pulau-pulau kecil yang sangat rawan terhadap perubahan. Kawur
(2010) berpendapat bahwa pengembangan kawasan pulau-pulau kecil merupakan
suatu proses yang akan membawa suatu perubahan pada ekosistemnya. Perubahan
akan membawa pengaruh pada lingkungan, semakin tinggi intensitas pengelolaan
dan pembangunan yang dilaksanakan berarti semakin tinggi pula perubahanperubahan lingkungan yang akan terjadi di kawasan pulau kecil.
Perubahan kawasan hutan di Kepulauan Talaud yang sebagian besar
diperuntukan menjadi perkebunan kelapa, cengkih, dan pala telah dimulai sejak
tahun 1920. Perubahan ini tentu membawa dampak bagi spesies-spesies satwa
yang kehidupannya sangat bergantung pada keberadaan hutan baik sebagai tempat
berlindung ataupun tempat mencari pakan. Marsden (1992) juga mengungkapkan
bahwa peningkatan pembukaan lahan areal hutan akan meningkatkan peluang
ancaman terhadap penangkapan satwa liar karena terbukanya akses menuju hutan.
Seratus tahun yang lalu para peneliti alam menggambarkan pohon-pohon
yang berubah warna menjadi merah sebagai pemandangan yang mengesankan
karena banyaknya jumlah Nuri Talaud yang tidur secara berkelompok hingga
mencapai ribuan ekor, namun dalam tahun-tahun terakhir ini jumlah nuri dalam
satu pohon tidur hanya berkisar 250 individu (Lee et al., 2001). Ketika senja,
kelompok-kelompok kecil Nuri Talaud kembali ke pohon tempat mereka tidur
7
malam sebelumnya dan bergabung dengan kelompok lainnya membentuk
kelompok besar. Selama tidak terjadi gangguan yang sangat berarti seperti pohon
ditebang, atau terkena longsor maka pohon tidur ini akan tetap ditempati Nuri
Talaud bahkan hingga bertahun-tahun.
Pohon tidur merupakan salah satu gambaran pemanfaatan sumberdaya oleh
Nuri Talaud dimana sebagian besar waktu hidupnya lebih banyak dihabiskan pada
pohon tidur tersebut. Zukal et al. (2005) menjelaskan bahwa pemilihan pohon
tidur pada spesies yang berkoloni merupakan suatu strategi yang dapat
memberikan beberapa keuntungan seperti adanya pertukaran informasi, keamanan
terhadap predator, thermoregulasi serta keberhasilan reproduksi. Dengan demikan
penggunaan pohon tidur dalam kehidupan Nuri Talaud adalah sangat penting.
Fakta yang terjadi, keberadaan pohon tidur yang digunakan Nuri Talaud
sangat terancam. Pohon tinggi dan berdiameter besar adalah karakter yang disukai
Nuri sebagai pohon tidur terancam oleh adanya penebangan serta pemanfaatan
kayu oleh masyarakat. Perubahan tutupan lahan menjadi perkebunan kelapa di
habitat Nuri Talaud secara tidak langsung juga membawa dampak terhadap
penurunan jumlah populasi Nuri Talaud dimana para petani kelapa di Talaud lebih
sering menggunakan pestisida kimia untuk membasmi hama yang menyerang
tanaman kelapa yaitu Sexava sp., padahal larva hama ini adalah salah satu sumber
makanan bagi Nuri. Tahun 1990an telah terjadi kematian Nuri secara masal akibat
keracunan pestisida.
Strategis Konservasi Spesies Nasional 2008-2018 yang diterbitkan oleh
Kementrian Kehutanan menyebutkan bahwa Nuri Talaud (Eos histrio) merupakan
spesies dari family paruh bengkok yang diprioritaskan sangat tinggi untuk
diperhatikan dan segera dilakukan dilakukan penelitian karena populasinya
semakin berkurang di alam dan informasi tentang ekologi Nuri Talaud pun masih
sangat terbatas (Mardiastuti et al., 2008).
Burung nuri dan kerabatnya banyak diminati sebagai burung hias karena
burung-burung tersebut memiliki kemampuan berceloteh, memiliki bentuk dan
warna bulu yang menarik. Bentuk dan warna bulu yang menarik tersebut menjadi
daya tarik yang memiliki nilai komersial tinggi dan merupakan komoditas ekspor
yang cukup penting. Begitu pula dengan burung-burung dari kawasan Sulawesi
8
yang tak luput dari perburuan hewan peliharaan. Burung Sampiri adalah salah satu
jenis burung nuri yang diminati dan populer untuk dijadikan hewan peliharaan.
Nuri Talaud atau biasa disebut Sampiri merupakan jenis burung endemik dan
terancam punah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 7 tahun 1999, serta
ketentuan internasional dalam Appendix I CITES ditegaskan bahwa burung
Sampiri tidak boleh di perdagangkan antar Negara.
Menurut keterangan masyarakat sekitar daerah perburuan, burung Sampiri
sudah diperdagangkan sejak tahun 1960 bersama pala, kopra, dan cengkeh
(KOMPAK Talaud, 2010). Pada tahun 1990-an, penyelundupan burung nuri sudah
menjadi usaha sampingan para nelayan Filipina yang melakukan penangkapan
ikan secara illegal di perairan Sulawesi dan di pasok ke General Santos Filipina
(KOMPAK Talaud, 2010).
Maraknya perdagangan gelap itu terjadi akibat lemahnya pengawasan oleh
institusi penegak hukum serta pemerintah daerah setempat. Para nelayan Filipina
biasanya membeli nuri Talaud dari penduduk dengan harga Rp 25.000 hingga
Rp 50.000 /ekor (KOMPAK, 2010). Sedangkan di Filipina mereka menjualnya
hingga harga Rp 1.000.000 / ekor (Investigasiuna, 2010).
Pemerintah sebenarnya telah berusaha menjaga kelestarian hewan-hewan
langka tersebut, antara lain dengan menetapkan kawasan hutan konservasi di
Kepulauan Sangihe, Sangihe, Talaud. Dipulau Sangir Besar, tak kurang 3.549
hektar areal dijadikan hutan lindung Sahendaruman, sementara di Pulau
Karakelang sekitar 24.669 hektar dijadikan Suaka Marga Satwa Karakelang dan
9000 hektar sebagai areal hutan lindung (KOMPAK Talaud, 2010). Keberadaan
hutan konservasi tersebut sangat rentan akibat maraknya perambahan hutan,
pencurian kayu, perburuan dan perdagangan satwa liar serta pencemaran
lingkungan.
Kerabat dekat Burung Sampiri
Burung Sampiri atau dalam Bahasa Inggris dikenal dengan nama Red-andblue Lory, nama ini jelas merujuk pada bulunya yang berwarna merah dan biru
mencolok. Burung Nuri Talaud berkerabat dekat dengan Nuri Maluku (gambar 2),
Nuri kalung Ungu (gambar 3), Nuri Tanimbar (gambar 4) dan Nuri Telinga biru
9
(gambar 5). Ini disebabkan karena kesamaan warna bulu dan bentuk tubuh dari
mereka.
Gambar 3. Nuri Maluku
Gambar 4. Nuri kalung ungu
Sumber: World of Trust, 2008
Gambar 5. Nuri Tanimbar
Gambar 6. Nuri telinga biru
Sumber: World of Trust, 2008
BAB 3
KESIMPULAN
Sebagai Burung yang hanya bisa di temukan di Sulawesi Utara, tepatnya di
Kepulauan Talaud, Sudah sepatutnya kita melindungi kekayaan negeri kita
sendiri. Sebagai jenis burung yang telah di kategorikan terancam punah Burung
Sampiri seharusnya bisa mendapatkan kenyamanan dihabitatnya tanpa ada
ancaman perburuan. Berbagai upaya memang telah dilakukan pemerintah untuk
10
menjaga kelestarian Burung sampiri namun, karena tidak adanya kesepakatan
langsung dengan masyarakat sekitar sehingga perburuan sampiripun masih terjadi.
11