Ketentuan tentang Angka Pengenal Impor A
Ketentuan tentang Angka Pengenal Impor (API)
22-03-2005|administrator
DJBC, Ketentuan API
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI tahun 1999 tentang Angka Pengenal
Importir (API) dikeluarkan dalam rangka memperketat ketertiban administrasi.
Angka Pengenal Importir (API) merupakan tanda pengenal yang harus dimiliki oleh setiap
importir atau perusahaan yang melakukan perdagangan impor. API diberlakukan untuk
menghindari penyalahgunaan kegiatan impor dan berbagai tindakan menyimpang lainnya.
Untuk itu API sudah mulai diberlakukan di Indonesia sejak tahun 1984 berdasarkan
Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 1460/KP/XII/84. Empat tahun kemudian, keputusan
tersebut mengalami penyempurnaan dengan keluarnya Keputusan Menteri Perdagangan
Nomor 373/KP/XI/88.
Namun,mengingat kecenderungan perkembangan importir yang terus meningkat, plus
maraknya kasus kejahatan importir, tanggal 5 Oktober 1999 Menteri Perindustrian dan
Perdagangan mencabut dan mengganti kedua keputusan tersebut dengan nomor:
550/MPP/Kep/10/1999.
Keputusan nomor terbaru ini merupakan penyempurnaan dari keputusan sebelumnya yang
dinilai kurang lengkap. Untuk itulah dikeluarkan keputusan terbaru yang berisi ketentuanketentuan API. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan memperketat tertib administrasi serta
meningkatkan kelancaran arus barang dan dokumen agar semakin baik, efektif serta efisien.
Dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor: 550/MPP/Kep/10/1999
pada point ‘ketentuan umum’ disebutkan, yang dimaksud dengan impor adalah kegiatan
memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean Indonesia
Sedangkan yang dimaksud Angka Pengenal Impor atau API adalah tanda pengenal sebagai
importir yang harus dimiliki oleh setiap perusahaan yang melakukan kegiatan perdagangan
impor. Selanjutnya disebutkan yang dimaksud dengan perusahaan importir adalah
perusahaan yang melakukan kegiatan perdagangan impor barang. Sehingga kegiatan
perdagangan impor hanya dapat dilaksanakan oleh perusahaan yang memiliki API.
Pengimporan barang tanpa API hanya dapat dilakukan melalui instansi atau lembaga
swasta, badan internasional atau yayasan dengan catatan untuk kepentingan pribadi dan
tidak diperdagangkan untuk umum. Itupun baru dapat dilakukan setelah mendapat
persetujuan dari menteri atau pejabat yang bersangkutan. Pemilik API bertanggung jawab
sepenuhnya terhadap pelaksanaan impor yang dilakukan sendiri atau oleh cabang
perwakilannya, baik untuk keperluan sendiri maupun untuk keperluan pihak lain.
Disebutkan dalam keputusan tahun 1999, API terdiri dari dua macam yaitu Angka Pengenal
Importir Umum (API-U) dan Angka Pengenal Importir Produsen (API-P). API-U wajib dimiliki
oleh semua perusahaan dagang yang melakukan impor. Sedangkan API-P wajib dimiliki
setiap perusahaan industri di luar PMA/PMDN.
Syarat Memperoleh API
Seperti yang telah disebutkan tadi, Keputusan tahun 1999 merupakan penyempurnaan
keputusan sebelumnya. Kalau dalam keputusan yang lama tidak disebutkan secara rinci
persyaratan memperoleh API, maka dalam keputusan tahun 1999 pada bab III terdapat tata
cara dan persyaratan memperoleh API.
Dalam bab III pasal 8 disebutkan sebagai berikut; API diterbitkan oleh kepala Kantor Wilayah
(Kanwil) Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Deperindag) atas nama Menteri di
Kantor Pusat perusahaan berdomisili. Setiap Perusahaan Dagang hanya berhak memiliki
satu API-U dan setiap Perusahaan Industri hanya berhak memiliki satu API-P; Perusahaan
Dagang dan Perusahaan Industri adalah setiap bentuk perusahaan perorangan,
persekutuan, koperasi atau badan hukum yang berkedudukan di Indonesia.
Selanjutnya dijelaskan bahwa syarat untuk memperoleh API-U adalah sebagai berikut:
Perusahaan yang bersangkutan wajib mengajukan permoho- nan kepada Kepala
Kanwil Deperindag dengan surat tembu san kepada Kepala Kantor Departemen
Perindustrian dan Perdagangan (Kandep) dengan melampirkan;
Mengisi formulir yang disediakan cuma-cuma oleh Kandep;
Copy akte notaris pendirian perusahaan dan perubahannya (asli/bukan foto kopi)
Nama dan susunan pengurus perusahaan (asli);
Surat Keterangan Kelakuan Baik pengurus perusahaan dari kepolisian (asli);
Copy Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) atau Tanda Daf- tar Usaha Perdagangan
(TDUP); Copy Tanda Daftar Peru- sahaan (TDP);
Foto Copy Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) perusaha- an; Surat Keterangan Domisili
Kantor Pusat yang masih berlaku dari kantor kecamatan apabila kantor milik
sendiri atau dari pemilik gedung apabila menyewa tempat/kontrak (surat asli);
Copy perjanjian sewa/kontrak tempat usaha yang masa kon- traknya minimal 2
tahun;
Referensi Bank Devisa (asli);
Pas foto pengurus dua lembar ukuran 2 X 3; dan Foto Copy KTP pengurus.
Sedangkan untuk memperoleh API-P, prosedur dan syaratnya sama dengan memperoleh
API-U. Uraian selanjutnya, masih dalam Bab III (pasal 10) menjelaskan, Kepala Kandep
setempat selambat-lambatnya 12 hari kerja sejak diterimanya tembusan permohonan API
dan formulir isiannya, telah selesai melakukan pemeriksaan ke lapangan. Pemeriksaan di
lapangan itu dimaksudkan untuk memastikan kebenaran dokumen yang diajukan oleh
pemohon. Pemeriksaan ini dilakukan oleh dua orang pegawai Kandep dimana Kantor Pusat
perusahaan tersebut berdomisili.
Kemudian hasil pemeriksaan yang telah dilakukan dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP)
yang ditandatangani oleh Kepala Kandep atau Pelaksana Tugas Kepala Kandep dan seorang
pegawai dari Kandep yang melakukan pemeriksaan langsung ke lapangan. Berita Acara
tersebut selambat-lambatnya dalam jangka waktu tiga hari kerja harus sudah disampaikan
oleh Kepala Kandep atau Pelaksana Tugas Kepala Kandep kepada Kepala Kanwil (dalam hal
ini Kanwil Deperindag).
Seterusnya Kepala Kanwil dalam jangka waktu selambat-lambatnya enam hari kerja
terhitung sejak menerima BAP sudah menerbitkan API atau menolak permohonan,
tergantung persyaratan pemohon. Persyaratan yang paling penting yaitu alamat yang
dicantumkan dalam API harus persis sama dengan alamat sebagaimana yang tercantum
pada lampiran yang disertakan (formulir isian, akte notaris, dll) kecuali copy KTP. Seandainya
Kepala Kanwil menolak permohonan API, Kepala Kanwil mengeluarkan surat penolakan
untuk kemudian disampaikan kepada pemohon dengan surat tembusan kepada Kepala
Kandep.
Masa Berlaku
API mempunyai ukuran panjang 29 cm, lebar 19 cm, dan dicetak di atas kertas tebal dengan
logo Departemen Perindustrian dan Perdagangan. API-U berwarna biru muda dan API-P
berwarna hijau muda. Nomor API terdiri dari 9 digit dengan perincian; 2 digit di depan
merupakan nomor kode propinsi, 2digit berikutnya adalah nomor kode Kabupaten/Kota
Madya, sedangkan 5 digit di belakangnya adalah nomor urut API yang diterbitkan.
Hal tersebut dijelaskan dalam keputusan Menteri Nomor 550/MPP/Kep/10/1999 Bab III pasal
12. Ini tidak termuat dalam keputusan terdahulu. Pada bab selanjutnya yaitu Bab IV
diuraikan masa berlaku API dimana disebutkan bahwa masa berlaku API adalah lima tahun
terhitung sejak tanggal diterbitkannya API tersebut.
Ketentuan tersebut sama dengan yang tercantum dalam Keputusan Nomor 1460/Kp/XII/84
Bab II Pasal 3, ayat 3, dimana disebutkan ‘Masa berlaku API adalah lima tahun dan dapat
diperpanjang’. Kemudian masa berlaku ini mengalami perubahan yang diputuskan dalam
Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 373/Kp/XI/1988. Keputusan ini menyatakan bahwa
“Masa berlaku API adalah tak terbatas selama perusahaan yang dimilikinya masih
menjalankan kegiatan usaha”.
Sejak dikeluarkan keputusan tersebut API berlaku seumur hidup. Namun,seiring dengan
perkembangan perekonomian termasuk di dalamnya masalah ekspor impor dan banyaknya
keluhan instansi terkait dan masyarakat tentang importir, pemerintah segera merevisi
ketentuan tersebut sekaligus menyempurnakan ketentuan lainnya dalam keputusan tahun
1999 yang telah disebutkan di atas. Diharapkan masa berlaku lima tahun ini dapat
menertibkan sistim administrasi dan meningkatkan kelancaran arus barang dan dokumen,
dengan catatan pemegang API memenuhi kewajibannya sebagaimana yang termuat dalam
Keputusan Menteri No. 550/MPP/Kep/10/1999, Bab V pasal 14.
Ketentuan tentang kewajiban pemegang API adalah: Perusahaan pemilik API wajib
melaporkan kepada Kepala Kanwil mengenai kegiatan usahanya setiap satu tahun. Setiap
perubahan nama, bentuk badan usaha, pengurus dan alamat perusahaan juga wajib
dilaporkan kepada Kepala Kanwil. Hal lain yang wajib dilaporkan adalah penutupan
perusahaan atau penghentian kegiatan impor disertai dengan pengembalian API asli. Dan
setiap perubahan tersebut jika telah dilaporkan, Kepala Kanwil wajib menggantinya dengan
API baru.
Ketentuan kewajiban tersebut juga merupakan penyempurnaan dari ketentuan tentang
kewajiban pemegang API dalam Keputusan tahun 1984. Di sana disebutkan pemilik API wajib
melaporkan kegiatan usaha impornya hanya jika diperlukan oleh Menteri atau Pejabat yang
berwenang. Dalam keputusan ini tidak disebutkan kewajiban memberi laporan sehubungan
perubahan nama, bentuk badan usaha, pengurus dan alamat perusahaan. Sedangkan
tentang penutupan perusahaan atau penghentian kegiatan impor ketentuannya sama
dengan keputusan tahun 1999.
Karena keputusan yang dibuat tahun 1999 merupakan keputusan yang lebih
disempurnakan, maka dalam Bab VI, pasal 16 tercantum tentang Pembaharuan API.
Ketentuan ini berbunyi sebagai berikut: API-U, API-P, APIS Umum dan APIS Produsen yang
telah diterbitkan sebelum dan atau pada tanggal ditetapkannya Keputusan ini, wajib
diperbaharui dalam jangka waktu selambat-lambatnya enam bulan sejak ditetapkannya
Keputusan ini; APIS Umum dan APIS Produsen diperbaharui menjadi API-U dan API-P. Yang
dimaksud APIS adalah Angka Pengenal Importir Sementara yang merupakan tanda pengenal
sebagai importir sementara.
Selanjutnya dijelaskan bahwa pembaharuan API wajib memenuhi persyaratan sebagaimana
yang telah dijelaskan sebelumnya (lihat persyaratan memperoleh API). Selain itu, pada
pengurusan pembaharuan API wajib mengembalikan API asli. Masih dalam bab dan pasal
yang sama, disebutkan bahwa API yang tidak diperbaharui sampai batas waktu selambatlambatnya enam bulan, dinyatakan tidak berlaku lagi.
Sanksi
Sebagaimana dalam ketentuan hukum, dalam keputusan API diuraikan mengenai sanksisanksi jika terjadi pelanggaran API. Dalam keputusan tahun 1984, terlihat ketentuan tentang
sanksi lebih ringan dibanding ketentuan dalam keputusan tahun 1999. Keputusan tahun
1984, terdapat ketentuan tentang sanksi tertulis yang mengatakan, “Perusahaan pemegang
API diberi peringatan tertulis apabila: Tidak melaksanakan kewajiban yang telah diputuskan
oleh Lembaga Arbitrasi yang disepakati kedua belah pihak, dan atau; Membatalkan atau
tidak melaksanakan impornya kecuali karena keadaan memaksa di luar kemampuan (force
majeur), dan atau; Tidak melakukan kewajiban, dan atau; Tidak memenuhi kewajiban pajak
kepada pemerintah, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Sedangkan dalam keputusan yang baru, tidak terdapat sanksi peringatan tertulis. Dalam
Bab VII Pasal 17 Keputusan tahun 1999,sanksi langsung pada pembekuan API yang
ketentuannya sebagai berikut: API dibekukan apabila perusahaan pemilik API:
a. Sedang diperiksa di sidang pengadilan karena didakwa me- lakukan tindak pidana
ekonomi dan/atau perbuatan lain yang berkaitan dengan kegiatan usahanya, dan/atau
b. Tidak melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 (tentang kewajiban).
Kemudian, dijelaskan bahwa API yang telah dibekukan dapat dicairkan jika pemegang API
dinyatakan tidak bersalah/dibebaskan dari segala kekuatan hukum yang telah melampirkan
amar pengadilan, dan atau telah melaksanakan kewajibannya.
Selanjutnya dalam pasal 19 dijelaskan tentang pencabutan API, yaitu API dicabut apabila:
* Dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap,
dan/atau
* Tidak melaksanakan kewajibannya (melaporkan perubahan nama, bentuk badan usaha,
pengurus dan alamat perubahan).
API baru setelah lima tahun
Sedangkan dalam pasal 20 disebutkan bahwa perusahaan yang telah mengalami
pencabutan API dapat mengajukan permohonan untuk mendapatkan API baru setelah lima
tahun terhitung sejak tanggal pencabutan. Untuk itu pemohon API baru, diwajibkan
memenuhi ketentuan persyaratan memperoleh API dengan mengembalikan API asli yang
telah dicabut.
Ketentuan tentang permohonan API baru tersebut berbeda dengan yang tercantum dalam
Keputusan tahun 1984 yang menyebutkan bahwa permohonan API baru dapat diajukan
setelah satu tahun sejak tanggal pencabutan. Pada Keputusan tahun 1999 ketentuan
tentang sanksi dijelaskan sampai pasal 21. Pasal ini menyatakan bahwa pembekuan,
pencairan dan pencabutan dilakukan oleh Kepala Kanwil dimana API diterbitkan. Kepala
Kanwil wajib menyampaikan surat pemberitahuan pembekuan, pencairan dan pencabutan
API kepada perusahaan yang bersangkutan dengan tembusan kepada Direktur Direktorat
Jenderal Perdagangan Luar Negeri dan Deperindag.
Pada Bab VIII terdapat tentang Ketentuan Lain, menyebutkan, Instansi/Lembaga Pemerintah
maupun Lembaga Swasta, Badan Internasional dan Yayasan tidak dapat diberikan API.
Tata laksana kepabeanan di bidang impor secara umum
23-03-2005|administrator
DJBC,
I. KEDATANGAN BARANG IMPOR
1. Kedatangan Sarana Pengangkut
A. Sebelum Kedatangan Sarana Pengangkut
Kewajiban Pengangkut :
1. Pengangkut wajib menyerahkan Pemberitahuan Rencana Kedatangan Sarana
Pengangkut (BC 1.0) secara tertulis dalam rangkap 2 (dua) lembar atau melalui media
elektronik kepada Pejabat yang menangani Manifest di Kantor Pabean tempat tujuan
pembongkaran pertama.
2. Pemberitahuan Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut sekurang-kurangnya
mencantumkan:
a. Nama sarana pengangkut
b. Nomor pengangkutan
c. Nama pengangkut
d. Pelabuhan asal
e. Pelabuhan tujuan
f. Rencana tanggal kedatangan
g. Rencana jumlah kemasan atau peti kemas yang akan dibongkar
h. Pelabuhan tujuan berikutnya dalam Daerah Pabean
i. Pelabuhan terakhir di luar Daerah Pabean
3. Terhadap penyerahan Pemberitahuan Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut (RKSP)
dan Jadwal Kedatangan Sarana Pengangkut akan diberikan bukti penerimaan yang
merupakan persetujuan pembongkaran barang impor.
4. Untuk sarana pengangkut yang mempunyai jadwal kedatangan secara teratur dalam
suatu periode tertentu tidak perlu menyerahkan Pemberitahuan mengenai Rencana
Kedatangan Sarana Pengangkut tetapi cukup menyerahkan Jadwal Kedatangan Sarana
Pengangkut.
5. Setiap perubahan rencana kedatangan sarana pengangkut atau Jadwal Kedatangan
Sarana Pengangkut wajib diberitahukan oleh pengangkut kepada Pejabat yang
menangani Manifest.
6. Ketentuan lainnya
Pemberitahuan rencana kedatangan sarana pengangkut tidak berlaku bagi sarana
pengangkut yang datang dari luar daerah Pabean melalui darat .
B. Saat Kedatangan Sarana Pengangkut
Sarana pengangkut membawa barang impor tujuan dalam Daerah Pabean
Kewajiban Pengangkut :
a. Pengangkut wajib menyerahkan Pemberitahuan Kedatangan Barang Impor berupa :
o Manifest (BC1.1) barang impor
o Daftar penumpang dan/ atau awak sarana pengangkut
o Daftar senjata api
o Daftar obat-obatan termasuk narkotika yang digunakan dalam
pengobatan
o Daftar bekal
b. Pengangkut yang datang dari luar Daerah Pabean melalui darat wajib menyerahkan
daftar barang impor yang
diangkutnya
c. Pemberitahuan dan daftar barang impor dibuat dalam bentuk tertulis maupun melalui
media elektronik, dalam
bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris yang ditandatangani oleh pengangkut.
d. Dalam hal sarana pengangkut tidak membawa barang impor, pengangkut
menyerahkan pemberitahuan nihil.
Sarana pengangkut membawa barang impor yang akan diangkut terus/ atau diangkut lanjut
tujuan luar Daerah Pabean.
Kewajiban pengangkut :
1. Pengangkut wajib menyerahkan pemberitahuan berupa
a. Manifest barang impor secara terpisah
b. Daftar penumpang dan/ atau awak sarana pengangkut
c. Daftar senjata api
d. Daftar obat-obatan termasuk narkotika yang digunakan dalam
pengobatan
e. Daftar bekal
2. Pemberitahuan dan daftar barang impor dibuat dalam bentuk tertulis maupun
melaui media elektronik, dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris yang
ditandatangani oleh pengangkut.
3. Dalam hal sarana pengangkut tidak membawa barang impor, pengangkut
menyerahkan pemberitahuan nihil.
C. Jangka Waktu
a. Pemberitahuan diserahkan oleh pengangkut kepada Kepala Kantor Pabean setempat
selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam setelah kedatangan sarana pengangkut.
b. Daftar barang impor diserahkan oleh pengangkut selambat-lambatnya sampai dengan
saat kedatangan sarana pengangkut darat
c. Penyerahan pemberitahuan dan daftar barang impor, tidak berlaku untuk sarana
pengangkut yang berlabuh tidak lebih dari 24 jam dan tidak melakukan kegiatan bongkar
muat barang impor atau ekspor.
d. Dalam hal sarana pengangkut dalam keadaan darurat, pemberitahuan wajib diserahkan
kepada Kepala Kantor Pabean terdekat dalam waktu selambat-lambatnya 72 jam setelah
pembongkaran.
II. PERBAIKAN MANIFEST DAN SANKSI ADMINISTRASI
1. Perbaikan Manifest :
a. Perbaikan manifest hanya dapat dilakukan sepanjang mengenai jumlah, jenis,
merek,nomor kemasan, peti kemas, atau barang curah.
b. Perbaikan manifest dapat dilaksanakan atas persetujuan Kepala Kantor Pabean.
c. Perbaikan manifest wajib dilakukan oleh pengangkut dalam hal pengiriman
barang impor dilakukan secara konsolidasi, dengan merinci lebih lanjut post
manifest yang bersangkutan.
2. Sanksi Administrasi :
a. Dalam hal perbaikan manifest berkenaan dengan jumlah kemasan atau peti
kemas atau barang curah, dikenakan sanksi administrasi berupa denda, yaitu
apabila pengangkut tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi
di luar kemampuannya.
b. Pengeluaran barang impor yang bersangkutan baru dapat dilaksanakan setelah
sanksi administrasi tersebut dipenuhi.
III. PEMBONGKARAN BARANG IMPOR
1. Pelaksanaan Pembongkaran Barang Impor
a. Di kawasan Pabean, atau
b. Di tempat lain setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pabean yang
mengawasi tempat yang bersangkutan.
2. Kewajiban Pengangkut dan Kuasanya
Pengangkut atau kuasanya wajib menyampaikan daftar kemasan atau peti kemas yang telah
dibongkar kepada Kantor Pabean, segera setelah selesai pembongkaran barang impor.
3. Pengangkut wajib
Membayar Bea Masuk, Cukai dan Pajak dalam rangka impor berikut sanksi administrasi dalam
hal kedapatan jumlah kemasan/peti kemas kurang dibongkar dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kekurangannya.
IV. PENIMBUNAN BARANG IMPOR
1. Pelaksanaan Penimbunan Barang Impor
Barang impor yang belum selesai kewajibannya dapat ditimbun di :
a. Tempat Penimbunan Sementara, atau
b. Gudang atau Lapangan Penimbunan milik importir setelah mendapat persetujuan dari
Kepala Kantor Pabean.
2. Kewajiban Pengusaha Penimbunan
Segera setelah selesainya penimbunan, Pengusaha Tempat Penimbunan dimaksud
wajib menyampaikan daftar kemasan atau peti kemas yang telah ditimbun kepada
Kepala Kantor.
3. Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara/Gudang Penimbunan wajib
Membayar Bea masuk, Cukai, dan Pajak dalam rangka impor berikut sanksi administrasi
dalam hal kedapatan jumlah kemasan/peti kemas kurang ditimbun dan tidak dapat
dipertanggung-jawabkan kekurangannya.
4. Terhadap kelebihan bongkar atau timbun hanya dikenakan sanksi administrasi.
V. PENGELUARAN BARANG IMPOR
Pengeluaran Barang Impor dari Kawasan Pabean dengan Tujuan Untuk Dipakai
A. Penyiapan PIB/PIBT
a. Atas barang impor yang akan dikeluarkan dari Kawasan Pabean dengan tujuan untuk
dipakai, importir menyiapkan PIB berdasarkan Dokumen Pelengkap Pabean
b. Importir menghitung sendiri Bea Masuk, Cukai dan Pajak dalam rangka impor (self
assessment) yang harus dibayar
c. Terhadap barang impor berupa :
Barang pindahan
Barang impor sementara yang dibawa oleh penumpang
Barang impor melalui jasa titipan
Sarana angkutan laut dan udara
Barang impor tertentu yang ditetapkan oleh Dirjen Bea dan Cukai
Pengeluarannya dari Kawasan Pabean untuk tujuan dipakai dilakukan dengan
Pemberitahuan Impor Barang Tertentu (PIBT)
B. Pelunasan Bea Masuk, Cukai dan Pajak dalam rangka impor melalui Bank Devisa Persepsi
atau Kantor Pabean
dilakukan dengan cara :
a. Pembayaran biasa Bank devisa persepsi atau Kantor Pabean akan memberikan bukti
pembayaran dan memberikan nomor serta tanggal pembayaran pada bukti
pembayarannya.
b. Pembayaran berkala Diberikan kepada importir yang telah memenuhi persyaratan
tertentu untuk suatu periode tertentu.
C. Pengajuan PIB
a. Pengajuan PIB dapat dilakukan untuk setiap pengimporan atau secara berkala dalam
periode tertentu kepada pejabat Bea dan Cukai
b. PIB dilampiri dengan dokumen pelengkap pabean dan bukti pembayaran Bea Masuk,
Cukai dan Pajak dalam rangka impor.
c. PIB dan lampirannya diajukan kepada pejabat Bea dan Cukai untuk dilakukan
pemeriksaan.
d. Pengajuan PIB dan lampirannya dapat dilakukan sebelum barang impor tiba di
pelabuhan.
e. PIB dapat diajukan melalui tiga cara :
PIB Manual
PIB Disket
PIB EDI
D. Ketentuan Pengeluaran Barang Impor :
1. Barang impor dengan tujuan untuk dipakai
a. Hanya dapat dikeluarkan setelah dilakukan pemeriksaan pabean dan
persetujuan pengeluaran barang oleh pejabat Bea dan Cukai.
b. Pemeriksaan pabean meliputi pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan fisik
barang.
( Pengeluaran melalui jalur hijau dan jalur merah)
c. Pemeriksaan fisik barang dilakukan secara selektif.
2. Barang impor berupa hasil tembakau dan MMEA yang dikemas untuk penjualan eceran
hanya dapat dikeluarkan setelah dilekati tanda pelunasan atau pengawasan cukai (pita
cukai).
VI. STANDAR WAKTU PELAYANAN
Pelayanan PIB sampai dengan penetapan jalur, paling lama 4 (empat) jam kerja sejak
penerimaan PIB
Dalam hal jalur merah, pelaksanaan pemeriksaan harus dilaksanakan paling lambat 12 (dua
belas) jam kerja sejak penerimaan PIB
Penerbitan SPPB paling lambat 48 (empat puluh delapan) jam kerja sejak penerimaan PIB.
VII. PENANGGUHAN PEMBAYARAN BEA MASUK, CUKAI DAN PAJAK DALAM RANGKA IMPOR
A. Persetujuan pengeluaran barang impor dengan penangguhan pembayaran Bea Masuk, Cukai,
dan Pajak dalam rangka impor diberikan oleh Kepala Kantor Pabean apabila importir telah
mengajukan :
a. PIB dan jaminan, atau
b. Dokumen pelengkap pabean dan jaminan.
B. Barang impor yang mendapatkan fasilitas penangguhan pembayaran meliputi barang impor:
a. Yang mendapatkan kemudahan pembayaran berkala
b. Untuk pembangunan proyek yang mendesak
c. Untuk keperluan penanggulangan keadaan darurat
d. Yang memerlukan pelayanan segera
e. Yang akan memperoleh fasilitas pembebasan atau keringanan Bea Masuk dan atau
Pajak dalam rangka impor.
C. Jangka Waktu Penangguhan
a. Importir yang barang impornya telah mendapat persetujuan pengeluaran dengan
penangguhan pembayaran, wajib menyelesaikan kewajiban yang dipersyaratkan dalam
jangka waktu selambat-lambatnya 60 hari sejak tanggal pendaftaran PIB atau dokumen
pelengkap Pabean di Kantor Pabean.
b. Perpanjangan jangka waktu hanya dapat dilakukan atas persetujuan Direktur Jenderal
Bea dan Cukai atau pejabat yang ditunjuknya.
VIII. KLASIFIKASI DAN NILAI PABEAN
1. Atas permintaan importir, Dirjen Bea dan Cukai memberikan persetujuan pemberitahuan
Nilai Pabean, dan/ atau
2. Penetapan klasifikasi barang impor sebelum importasi digunakan untuk penyiapan PIB
dan penghitungan Bea Masuk, Cukai dan Pajak dalam rangka impor.
IX. PENGELUARAN BARANG IMPOR DARI KAWASAN PABEAN DENGAN TUJUAN TPB
IMPORTIR
1. Importir menyerahkan pemberitahuan pabean (BC 2.3) yang telah diisi dalam 3 rangkap
kepada Pejabat yang mengawasi TPB untuk dibukukan dan diberikan nomor
pendaftaran.
2. BC 2.3 rangkap kesatu dan kedua yang telah diberikan nomor pendaftaran diajukan
kepada pejabat yang menangani manifest di Kawasan Pabean tempat barang impor
dibongkar.
PEJABAT BEA DAN CUKAI YANG MENANGANI MANIFEST
1. Menerima BC 2.3 rangkap kesatu dan kedua
2. Melakukan penelitian atas BC 2.3 dan mencocokkannya dengan pos BC 1.1 yang ada
padanya.
a. Apabila kedapatan tidak sesuai, BC 2.3 dikembalikan kepada importir yang
bersangkutan
b. Apabila kedapatan sesuai, melakukan penutupan pada pos BC 1.1, selanjutnya
memberikan persetujuan pengeluaran barang pada BC 2.3 rangkap kesatu dan
kedua kepada pejabat yang mengeluarkan barang.
PEJABAT YANG MENGELUARKAN BARANG
1. Menerima BC 2.3 rangkap kesatu dan kedua dari pejabat yang menangani manifest
2. Melakukan pencocokkan identitas kemasan atau peti kemas yang tercantum di BC 2.3
dengan kemasan atau peti kemas yang bersangkutan.
3. Melaksanakan pengeluaran barang impor.
4. Menyerahkan BC 2.3 rangkap kesatu kepada pengangkut
5. Mengirimkan kembali BC 2.3 rangkap kedua setelah diberikan catatan pengeluaran
seperlunya kepada pejabat yang menangani manifest guna ditatausahakan sebagai
arsip.
6. Pengangkut menerima BC 2.3 rangkap kesatu yang diserahkan oleh pejabat yang
mengeluarkan barang untuk melindungi pengangkutan sampai di TPB yang
bersangkutan.Pengawasan barang impornya dilakukan di bawah pengawasan Pabean.
X. PENGELUARAN BARANG REIMPOR DARI KAWASAN PABEAN
1. Barang Reimpor adalah :
1. Barang ekspor yang harus diimpor kembali karena tidak laku, tidak memenuhi
kontrak pembelian, tidak memenuhi ketentuan impor di negara tujuan ekspor
2. Barang yang telah selesai diperbaiki, dikerjakan atau diuji di luar daerah pabean
3. Barang yang telah selesai digunakan untuk pelaksanaan pekerjaan di luar
daerah pabean
4. Barang yang telah selesai digunakan untuk keperluan pameran, pertunjukan
atau perlombaan di luar daerah pabean.
2. Pengeluaran barang reimpor dilakukan dengan menggunakan PIB.
3. Pengeluaran barang impornya dilakukan setelah dilakukan pemeriksaan pabean dan
diberikan persetujuan pengeluaran barang oleh pejabat Bea dan Cukai.
XI. VERIFIKASI PIB
1. PIB yang telah diberikan persetujuan pengeluaran barang oleh pejabat Bea dan Cukai
dilakukan verifikasi oleh pejabat Bea dan Cukai.
2. Verifikasi PIB harus telah selesai dilakukan selambat-lambatnya 2 tahun sejak tanggal
pendaftaran PIB pada Kantor Pabean.
3. Hasil verifikasi PIB dijadikan sebagai kriteria untuk pelaksanaan audit di bidang
kepabeanan
XII. KETENTUAN LAIN-LAIN
1. Penyerahan pemberitahuan pabean dilaksanakan dengan menggunakan media
elektronik, kecuali kantor pabean yang belum tersedia sarana komputer.
2. Ketentuan teknis lebih lanjut diatur oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
22-03-2005|administrator
DJBC, Ketentuan API
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI tahun 1999 tentang Angka Pengenal
Importir (API) dikeluarkan dalam rangka memperketat ketertiban administrasi.
Angka Pengenal Importir (API) merupakan tanda pengenal yang harus dimiliki oleh setiap
importir atau perusahaan yang melakukan perdagangan impor. API diberlakukan untuk
menghindari penyalahgunaan kegiatan impor dan berbagai tindakan menyimpang lainnya.
Untuk itu API sudah mulai diberlakukan di Indonesia sejak tahun 1984 berdasarkan
Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 1460/KP/XII/84. Empat tahun kemudian, keputusan
tersebut mengalami penyempurnaan dengan keluarnya Keputusan Menteri Perdagangan
Nomor 373/KP/XI/88.
Namun,mengingat kecenderungan perkembangan importir yang terus meningkat, plus
maraknya kasus kejahatan importir, tanggal 5 Oktober 1999 Menteri Perindustrian dan
Perdagangan mencabut dan mengganti kedua keputusan tersebut dengan nomor:
550/MPP/Kep/10/1999.
Keputusan nomor terbaru ini merupakan penyempurnaan dari keputusan sebelumnya yang
dinilai kurang lengkap. Untuk itulah dikeluarkan keputusan terbaru yang berisi ketentuanketentuan API. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan memperketat tertib administrasi serta
meningkatkan kelancaran arus barang dan dokumen agar semakin baik, efektif serta efisien.
Dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor: 550/MPP/Kep/10/1999
pada point ‘ketentuan umum’ disebutkan, yang dimaksud dengan impor adalah kegiatan
memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean Indonesia
Sedangkan yang dimaksud Angka Pengenal Impor atau API adalah tanda pengenal sebagai
importir yang harus dimiliki oleh setiap perusahaan yang melakukan kegiatan perdagangan
impor. Selanjutnya disebutkan yang dimaksud dengan perusahaan importir adalah
perusahaan yang melakukan kegiatan perdagangan impor barang. Sehingga kegiatan
perdagangan impor hanya dapat dilaksanakan oleh perusahaan yang memiliki API.
Pengimporan barang tanpa API hanya dapat dilakukan melalui instansi atau lembaga
swasta, badan internasional atau yayasan dengan catatan untuk kepentingan pribadi dan
tidak diperdagangkan untuk umum. Itupun baru dapat dilakukan setelah mendapat
persetujuan dari menteri atau pejabat yang bersangkutan. Pemilik API bertanggung jawab
sepenuhnya terhadap pelaksanaan impor yang dilakukan sendiri atau oleh cabang
perwakilannya, baik untuk keperluan sendiri maupun untuk keperluan pihak lain.
Disebutkan dalam keputusan tahun 1999, API terdiri dari dua macam yaitu Angka Pengenal
Importir Umum (API-U) dan Angka Pengenal Importir Produsen (API-P). API-U wajib dimiliki
oleh semua perusahaan dagang yang melakukan impor. Sedangkan API-P wajib dimiliki
setiap perusahaan industri di luar PMA/PMDN.
Syarat Memperoleh API
Seperti yang telah disebutkan tadi, Keputusan tahun 1999 merupakan penyempurnaan
keputusan sebelumnya. Kalau dalam keputusan yang lama tidak disebutkan secara rinci
persyaratan memperoleh API, maka dalam keputusan tahun 1999 pada bab III terdapat tata
cara dan persyaratan memperoleh API.
Dalam bab III pasal 8 disebutkan sebagai berikut; API diterbitkan oleh kepala Kantor Wilayah
(Kanwil) Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Deperindag) atas nama Menteri di
Kantor Pusat perusahaan berdomisili. Setiap Perusahaan Dagang hanya berhak memiliki
satu API-U dan setiap Perusahaan Industri hanya berhak memiliki satu API-P; Perusahaan
Dagang dan Perusahaan Industri adalah setiap bentuk perusahaan perorangan,
persekutuan, koperasi atau badan hukum yang berkedudukan di Indonesia.
Selanjutnya dijelaskan bahwa syarat untuk memperoleh API-U adalah sebagai berikut:
Perusahaan yang bersangkutan wajib mengajukan permoho- nan kepada Kepala
Kanwil Deperindag dengan surat tembu san kepada Kepala Kantor Departemen
Perindustrian dan Perdagangan (Kandep) dengan melampirkan;
Mengisi formulir yang disediakan cuma-cuma oleh Kandep;
Copy akte notaris pendirian perusahaan dan perubahannya (asli/bukan foto kopi)
Nama dan susunan pengurus perusahaan (asli);
Surat Keterangan Kelakuan Baik pengurus perusahaan dari kepolisian (asli);
Copy Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) atau Tanda Daf- tar Usaha Perdagangan
(TDUP); Copy Tanda Daftar Peru- sahaan (TDP);
Foto Copy Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) perusaha- an; Surat Keterangan Domisili
Kantor Pusat yang masih berlaku dari kantor kecamatan apabila kantor milik
sendiri atau dari pemilik gedung apabila menyewa tempat/kontrak (surat asli);
Copy perjanjian sewa/kontrak tempat usaha yang masa kon- traknya minimal 2
tahun;
Referensi Bank Devisa (asli);
Pas foto pengurus dua lembar ukuran 2 X 3; dan Foto Copy KTP pengurus.
Sedangkan untuk memperoleh API-P, prosedur dan syaratnya sama dengan memperoleh
API-U. Uraian selanjutnya, masih dalam Bab III (pasal 10) menjelaskan, Kepala Kandep
setempat selambat-lambatnya 12 hari kerja sejak diterimanya tembusan permohonan API
dan formulir isiannya, telah selesai melakukan pemeriksaan ke lapangan. Pemeriksaan di
lapangan itu dimaksudkan untuk memastikan kebenaran dokumen yang diajukan oleh
pemohon. Pemeriksaan ini dilakukan oleh dua orang pegawai Kandep dimana Kantor Pusat
perusahaan tersebut berdomisili.
Kemudian hasil pemeriksaan yang telah dilakukan dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP)
yang ditandatangani oleh Kepala Kandep atau Pelaksana Tugas Kepala Kandep dan seorang
pegawai dari Kandep yang melakukan pemeriksaan langsung ke lapangan. Berita Acara
tersebut selambat-lambatnya dalam jangka waktu tiga hari kerja harus sudah disampaikan
oleh Kepala Kandep atau Pelaksana Tugas Kepala Kandep kepada Kepala Kanwil (dalam hal
ini Kanwil Deperindag).
Seterusnya Kepala Kanwil dalam jangka waktu selambat-lambatnya enam hari kerja
terhitung sejak menerima BAP sudah menerbitkan API atau menolak permohonan,
tergantung persyaratan pemohon. Persyaratan yang paling penting yaitu alamat yang
dicantumkan dalam API harus persis sama dengan alamat sebagaimana yang tercantum
pada lampiran yang disertakan (formulir isian, akte notaris, dll) kecuali copy KTP. Seandainya
Kepala Kanwil menolak permohonan API, Kepala Kanwil mengeluarkan surat penolakan
untuk kemudian disampaikan kepada pemohon dengan surat tembusan kepada Kepala
Kandep.
Masa Berlaku
API mempunyai ukuran panjang 29 cm, lebar 19 cm, dan dicetak di atas kertas tebal dengan
logo Departemen Perindustrian dan Perdagangan. API-U berwarna biru muda dan API-P
berwarna hijau muda. Nomor API terdiri dari 9 digit dengan perincian; 2 digit di depan
merupakan nomor kode propinsi, 2digit berikutnya adalah nomor kode Kabupaten/Kota
Madya, sedangkan 5 digit di belakangnya adalah nomor urut API yang diterbitkan.
Hal tersebut dijelaskan dalam keputusan Menteri Nomor 550/MPP/Kep/10/1999 Bab III pasal
12. Ini tidak termuat dalam keputusan terdahulu. Pada bab selanjutnya yaitu Bab IV
diuraikan masa berlaku API dimana disebutkan bahwa masa berlaku API adalah lima tahun
terhitung sejak tanggal diterbitkannya API tersebut.
Ketentuan tersebut sama dengan yang tercantum dalam Keputusan Nomor 1460/Kp/XII/84
Bab II Pasal 3, ayat 3, dimana disebutkan ‘Masa berlaku API adalah lima tahun dan dapat
diperpanjang’. Kemudian masa berlaku ini mengalami perubahan yang diputuskan dalam
Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 373/Kp/XI/1988. Keputusan ini menyatakan bahwa
“Masa berlaku API adalah tak terbatas selama perusahaan yang dimilikinya masih
menjalankan kegiatan usaha”.
Sejak dikeluarkan keputusan tersebut API berlaku seumur hidup. Namun,seiring dengan
perkembangan perekonomian termasuk di dalamnya masalah ekspor impor dan banyaknya
keluhan instansi terkait dan masyarakat tentang importir, pemerintah segera merevisi
ketentuan tersebut sekaligus menyempurnakan ketentuan lainnya dalam keputusan tahun
1999 yang telah disebutkan di atas. Diharapkan masa berlaku lima tahun ini dapat
menertibkan sistim administrasi dan meningkatkan kelancaran arus barang dan dokumen,
dengan catatan pemegang API memenuhi kewajibannya sebagaimana yang termuat dalam
Keputusan Menteri No. 550/MPP/Kep/10/1999, Bab V pasal 14.
Ketentuan tentang kewajiban pemegang API adalah: Perusahaan pemilik API wajib
melaporkan kepada Kepala Kanwil mengenai kegiatan usahanya setiap satu tahun. Setiap
perubahan nama, bentuk badan usaha, pengurus dan alamat perusahaan juga wajib
dilaporkan kepada Kepala Kanwil. Hal lain yang wajib dilaporkan adalah penutupan
perusahaan atau penghentian kegiatan impor disertai dengan pengembalian API asli. Dan
setiap perubahan tersebut jika telah dilaporkan, Kepala Kanwil wajib menggantinya dengan
API baru.
Ketentuan kewajiban tersebut juga merupakan penyempurnaan dari ketentuan tentang
kewajiban pemegang API dalam Keputusan tahun 1984. Di sana disebutkan pemilik API wajib
melaporkan kegiatan usaha impornya hanya jika diperlukan oleh Menteri atau Pejabat yang
berwenang. Dalam keputusan ini tidak disebutkan kewajiban memberi laporan sehubungan
perubahan nama, bentuk badan usaha, pengurus dan alamat perusahaan. Sedangkan
tentang penutupan perusahaan atau penghentian kegiatan impor ketentuannya sama
dengan keputusan tahun 1999.
Karena keputusan yang dibuat tahun 1999 merupakan keputusan yang lebih
disempurnakan, maka dalam Bab VI, pasal 16 tercantum tentang Pembaharuan API.
Ketentuan ini berbunyi sebagai berikut: API-U, API-P, APIS Umum dan APIS Produsen yang
telah diterbitkan sebelum dan atau pada tanggal ditetapkannya Keputusan ini, wajib
diperbaharui dalam jangka waktu selambat-lambatnya enam bulan sejak ditetapkannya
Keputusan ini; APIS Umum dan APIS Produsen diperbaharui menjadi API-U dan API-P. Yang
dimaksud APIS adalah Angka Pengenal Importir Sementara yang merupakan tanda pengenal
sebagai importir sementara.
Selanjutnya dijelaskan bahwa pembaharuan API wajib memenuhi persyaratan sebagaimana
yang telah dijelaskan sebelumnya (lihat persyaratan memperoleh API). Selain itu, pada
pengurusan pembaharuan API wajib mengembalikan API asli. Masih dalam bab dan pasal
yang sama, disebutkan bahwa API yang tidak diperbaharui sampai batas waktu selambatlambatnya enam bulan, dinyatakan tidak berlaku lagi.
Sanksi
Sebagaimana dalam ketentuan hukum, dalam keputusan API diuraikan mengenai sanksisanksi jika terjadi pelanggaran API. Dalam keputusan tahun 1984, terlihat ketentuan tentang
sanksi lebih ringan dibanding ketentuan dalam keputusan tahun 1999. Keputusan tahun
1984, terdapat ketentuan tentang sanksi tertulis yang mengatakan, “Perusahaan pemegang
API diberi peringatan tertulis apabila: Tidak melaksanakan kewajiban yang telah diputuskan
oleh Lembaga Arbitrasi yang disepakati kedua belah pihak, dan atau; Membatalkan atau
tidak melaksanakan impornya kecuali karena keadaan memaksa di luar kemampuan (force
majeur), dan atau; Tidak melakukan kewajiban, dan atau; Tidak memenuhi kewajiban pajak
kepada pemerintah, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Sedangkan dalam keputusan yang baru, tidak terdapat sanksi peringatan tertulis. Dalam
Bab VII Pasal 17 Keputusan tahun 1999,sanksi langsung pada pembekuan API yang
ketentuannya sebagai berikut: API dibekukan apabila perusahaan pemilik API:
a. Sedang diperiksa di sidang pengadilan karena didakwa me- lakukan tindak pidana
ekonomi dan/atau perbuatan lain yang berkaitan dengan kegiatan usahanya, dan/atau
b. Tidak melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 (tentang kewajiban).
Kemudian, dijelaskan bahwa API yang telah dibekukan dapat dicairkan jika pemegang API
dinyatakan tidak bersalah/dibebaskan dari segala kekuatan hukum yang telah melampirkan
amar pengadilan, dan atau telah melaksanakan kewajibannya.
Selanjutnya dalam pasal 19 dijelaskan tentang pencabutan API, yaitu API dicabut apabila:
* Dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap,
dan/atau
* Tidak melaksanakan kewajibannya (melaporkan perubahan nama, bentuk badan usaha,
pengurus dan alamat perubahan).
API baru setelah lima tahun
Sedangkan dalam pasal 20 disebutkan bahwa perusahaan yang telah mengalami
pencabutan API dapat mengajukan permohonan untuk mendapatkan API baru setelah lima
tahun terhitung sejak tanggal pencabutan. Untuk itu pemohon API baru, diwajibkan
memenuhi ketentuan persyaratan memperoleh API dengan mengembalikan API asli yang
telah dicabut.
Ketentuan tentang permohonan API baru tersebut berbeda dengan yang tercantum dalam
Keputusan tahun 1984 yang menyebutkan bahwa permohonan API baru dapat diajukan
setelah satu tahun sejak tanggal pencabutan. Pada Keputusan tahun 1999 ketentuan
tentang sanksi dijelaskan sampai pasal 21. Pasal ini menyatakan bahwa pembekuan,
pencairan dan pencabutan dilakukan oleh Kepala Kanwil dimana API diterbitkan. Kepala
Kanwil wajib menyampaikan surat pemberitahuan pembekuan, pencairan dan pencabutan
API kepada perusahaan yang bersangkutan dengan tembusan kepada Direktur Direktorat
Jenderal Perdagangan Luar Negeri dan Deperindag.
Pada Bab VIII terdapat tentang Ketentuan Lain, menyebutkan, Instansi/Lembaga Pemerintah
maupun Lembaga Swasta, Badan Internasional dan Yayasan tidak dapat diberikan API.
Tata laksana kepabeanan di bidang impor secara umum
23-03-2005|administrator
DJBC,
I. KEDATANGAN BARANG IMPOR
1. Kedatangan Sarana Pengangkut
A. Sebelum Kedatangan Sarana Pengangkut
Kewajiban Pengangkut :
1. Pengangkut wajib menyerahkan Pemberitahuan Rencana Kedatangan Sarana
Pengangkut (BC 1.0) secara tertulis dalam rangkap 2 (dua) lembar atau melalui media
elektronik kepada Pejabat yang menangani Manifest di Kantor Pabean tempat tujuan
pembongkaran pertama.
2. Pemberitahuan Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut sekurang-kurangnya
mencantumkan:
a. Nama sarana pengangkut
b. Nomor pengangkutan
c. Nama pengangkut
d. Pelabuhan asal
e. Pelabuhan tujuan
f. Rencana tanggal kedatangan
g. Rencana jumlah kemasan atau peti kemas yang akan dibongkar
h. Pelabuhan tujuan berikutnya dalam Daerah Pabean
i. Pelabuhan terakhir di luar Daerah Pabean
3. Terhadap penyerahan Pemberitahuan Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut (RKSP)
dan Jadwal Kedatangan Sarana Pengangkut akan diberikan bukti penerimaan yang
merupakan persetujuan pembongkaran barang impor.
4. Untuk sarana pengangkut yang mempunyai jadwal kedatangan secara teratur dalam
suatu periode tertentu tidak perlu menyerahkan Pemberitahuan mengenai Rencana
Kedatangan Sarana Pengangkut tetapi cukup menyerahkan Jadwal Kedatangan Sarana
Pengangkut.
5. Setiap perubahan rencana kedatangan sarana pengangkut atau Jadwal Kedatangan
Sarana Pengangkut wajib diberitahukan oleh pengangkut kepada Pejabat yang
menangani Manifest.
6. Ketentuan lainnya
Pemberitahuan rencana kedatangan sarana pengangkut tidak berlaku bagi sarana
pengangkut yang datang dari luar daerah Pabean melalui darat .
B. Saat Kedatangan Sarana Pengangkut
Sarana pengangkut membawa barang impor tujuan dalam Daerah Pabean
Kewajiban Pengangkut :
a. Pengangkut wajib menyerahkan Pemberitahuan Kedatangan Barang Impor berupa :
o Manifest (BC1.1) barang impor
o Daftar penumpang dan/ atau awak sarana pengangkut
o Daftar senjata api
o Daftar obat-obatan termasuk narkotika yang digunakan dalam
pengobatan
o Daftar bekal
b. Pengangkut yang datang dari luar Daerah Pabean melalui darat wajib menyerahkan
daftar barang impor yang
diangkutnya
c. Pemberitahuan dan daftar barang impor dibuat dalam bentuk tertulis maupun melalui
media elektronik, dalam
bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris yang ditandatangani oleh pengangkut.
d. Dalam hal sarana pengangkut tidak membawa barang impor, pengangkut
menyerahkan pemberitahuan nihil.
Sarana pengangkut membawa barang impor yang akan diangkut terus/ atau diangkut lanjut
tujuan luar Daerah Pabean.
Kewajiban pengangkut :
1. Pengangkut wajib menyerahkan pemberitahuan berupa
a. Manifest barang impor secara terpisah
b. Daftar penumpang dan/ atau awak sarana pengangkut
c. Daftar senjata api
d. Daftar obat-obatan termasuk narkotika yang digunakan dalam
pengobatan
e. Daftar bekal
2. Pemberitahuan dan daftar barang impor dibuat dalam bentuk tertulis maupun
melaui media elektronik, dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris yang
ditandatangani oleh pengangkut.
3. Dalam hal sarana pengangkut tidak membawa barang impor, pengangkut
menyerahkan pemberitahuan nihil.
C. Jangka Waktu
a. Pemberitahuan diserahkan oleh pengangkut kepada Kepala Kantor Pabean setempat
selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam setelah kedatangan sarana pengangkut.
b. Daftar barang impor diserahkan oleh pengangkut selambat-lambatnya sampai dengan
saat kedatangan sarana pengangkut darat
c. Penyerahan pemberitahuan dan daftar barang impor, tidak berlaku untuk sarana
pengangkut yang berlabuh tidak lebih dari 24 jam dan tidak melakukan kegiatan bongkar
muat barang impor atau ekspor.
d. Dalam hal sarana pengangkut dalam keadaan darurat, pemberitahuan wajib diserahkan
kepada Kepala Kantor Pabean terdekat dalam waktu selambat-lambatnya 72 jam setelah
pembongkaran.
II. PERBAIKAN MANIFEST DAN SANKSI ADMINISTRASI
1. Perbaikan Manifest :
a. Perbaikan manifest hanya dapat dilakukan sepanjang mengenai jumlah, jenis,
merek,nomor kemasan, peti kemas, atau barang curah.
b. Perbaikan manifest dapat dilaksanakan atas persetujuan Kepala Kantor Pabean.
c. Perbaikan manifest wajib dilakukan oleh pengangkut dalam hal pengiriman
barang impor dilakukan secara konsolidasi, dengan merinci lebih lanjut post
manifest yang bersangkutan.
2. Sanksi Administrasi :
a. Dalam hal perbaikan manifest berkenaan dengan jumlah kemasan atau peti
kemas atau barang curah, dikenakan sanksi administrasi berupa denda, yaitu
apabila pengangkut tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi
di luar kemampuannya.
b. Pengeluaran barang impor yang bersangkutan baru dapat dilaksanakan setelah
sanksi administrasi tersebut dipenuhi.
III. PEMBONGKARAN BARANG IMPOR
1. Pelaksanaan Pembongkaran Barang Impor
a. Di kawasan Pabean, atau
b. Di tempat lain setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pabean yang
mengawasi tempat yang bersangkutan.
2. Kewajiban Pengangkut dan Kuasanya
Pengangkut atau kuasanya wajib menyampaikan daftar kemasan atau peti kemas yang telah
dibongkar kepada Kantor Pabean, segera setelah selesai pembongkaran barang impor.
3. Pengangkut wajib
Membayar Bea Masuk, Cukai dan Pajak dalam rangka impor berikut sanksi administrasi dalam
hal kedapatan jumlah kemasan/peti kemas kurang dibongkar dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kekurangannya.
IV. PENIMBUNAN BARANG IMPOR
1. Pelaksanaan Penimbunan Barang Impor
Barang impor yang belum selesai kewajibannya dapat ditimbun di :
a. Tempat Penimbunan Sementara, atau
b. Gudang atau Lapangan Penimbunan milik importir setelah mendapat persetujuan dari
Kepala Kantor Pabean.
2. Kewajiban Pengusaha Penimbunan
Segera setelah selesainya penimbunan, Pengusaha Tempat Penimbunan dimaksud
wajib menyampaikan daftar kemasan atau peti kemas yang telah ditimbun kepada
Kepala Kantor.
3. Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara/Gudang Penimbunan wajib
Membayar Bea masuk, Cukai, dan Pajak dalam rangka impor berikut sanksi administrasi
dalam hal kedapatan jumlah kemasan/peti kemas kurang ditimbun dan tidak dapat
dipertanggung-jawabkan kekurangannya.
4. Terhadap kelebihan bongkar atau timbun hanya dikenakan sanksi administrasi.
V. PENGELUARAN BARANG IMPOR
Pengeluaran Barang Impor dari Kawasan Pabean dengan Tujuan Untuk Dipakai
A. Penyiapan PIB/PIBT
a. Atas barang impor yang akan dikeluarkan dari Kawasan Pabean dengan tujuan untuk
dipakai, importir menyiapkan PIB berdasarkan Dokumen Pelengkap Pabean
b. Importir menghitung sendiri Bea Masuk, Cukai dan Pajak dalam rangka impor (self
assessment) yang harus dibayar
c. Terhadap barang impor berupa :
Barang pindahan
Barang impor sementara yang dibawa oleh penumpang
Barang impor melalui jasa titipan
Sarana angkutan laut dan udara
Barang impor tertentu yang ditetapkan oleh Dirjen Bea dan Cukai
Pengeluarannya dari Kawasan Pabean untuk tujuan dipakai dilakukan dengan
Pemberitahuan Impor Barang Tertentu (PIBT)
B. Pelunasan Bea Masuk, Cukai dan Pajak dalam rangka impor melalui Bank Devisa Persepsi
atau Kantor Pabean
dilakukan dengan cara :
a. Pembayaran biasa Bank devisa persepsi atau Kantor Pabean akan memberikan bukti
pembayaran dan memberikan nomor serta tanggal pembayaran pada bukti
pembayarannya.
b. Pembayaran berkala Diberikan kepada importir yang telah memenuhi persyaratan
tertentu untuk suatu periode tertentu.
C. Pengajuan PIB
a. Pengajuan PIB dapat dilakukan untuk setiap pengimporan atau secara berkala dalam
periode tertentu kepada pejabat Bea dan Cukai
b. PIB dilampiri dengan dokumen pelengkap pabean dan bukti pembayaran Bea Masuk,
Cukai dan Pajak dalam rangka impor.
c. PIB dan lampirannya diajukan kepada pejabat Bea dan Cukai untuk dilakukan
pemeriksaan.
d. Pengajuan PIB dan lampirannya dapat dilakukan sebelum barang impor tiba di
pelabuhan.
e. PIB dapat diajukan melalui tiga cara :
PIB Manual
PIB Disket
PIB EDI
D. Ketentuan Pengeluaran Barang Impor :
1. Barang impor dengan tujuan untuk dipakai
a. Hanya dapat dikeluarkan setelah dilakukan pemeriksaan pabean dan
persetujuan pengeluaran barang oleh pejabat Bea dan Cukai.
b. Pemeriksaan pabean meliputi pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan fisik
barang.
( Pengeluaran melalui jalur hijau dan jalur merah)
c. Pemeriksaan fisik barang dilakukan secara selektif.
2. Barang impor berupa hasil tembakau dan MMEA yang dikemas untuk penjualan eceran
hanya dapat dikeluarkan setelah dilekati tanda pelunasan atau pengawasan cukai (pita
cukai).
VI. STANDAR WAKTU PELAYANAN
Pelayanan PIB sampai dengan penetapan jalur, paling lama 4 (empat) jam kerja sejak
penerimaan PIB
Dalam hal jalur merah, pelaksanaan pemeriksaan harus dilaksanakan paling lambat 12 (dua
belas) jam kerja sejak penerimaan PIB
Penerbitan SPPB paling lambat 48 (empat puluh delapan) jam kerja sejak penerimaan PIB.
VII. PENANGGUHAN PEMBAYARAN BEA MASUK, CUKAI DAN PAJAK DALAM RANGKA IMPOR
A. Persetujuan pengeluaran barang impor dengan penangguhan pembayaran Bea Masuk, Cukai,
dan Pajak dalam rangka impor diberikan oleh Kepala Kantor Pabean apabila importir telah
mengajukan :
a. PIB dan jaminan, atau
b. Dokumen pelengkap pabean dan jaminan.
B. Barang impor yang mendapatkan fasilitas penangguhan pembayaran meliputi barang impor:
a. Yang mendapatkan kemudahan pembayaran berkala
b. Untuk pembangunan proyek yang mendesak
c. Untuk keperluan penanggulangan keadaan darurat
d. Yang memerlukan pelayanan segera
e. Yang akan memperoleh fasilitas pembebasan atau keringanan Bea Masuk dan atau
Pajak dalam rangka impor.
C. Jangka Waktu Penangguhan
a. Importir yang barang impornya telah mendapat persetujuan pengeluaran dengan
penangguhan pembayaran, wajib menyelesaikan kewajiban yang dipersyaratkan dalam
jangka waktu selambat-lambatnya 60 hari sejak tanggal pendaftaran PIB atau dokumen
pelengkap Pabean di Kantor Pabean.
b. Perpanjangan jangka waktu hanya dapat dilakukan atas persetujuan Direktur Jenderal
Bea dan Cukai atau pejabat yang ditunjuknya.
VIII. KLASIFIKASI DAN NILAI PABEAN
1. Atas permintaan importir, Dirjen Bea dan Cukai memberikan persetujuan pemberitahuan
Nilai Pabean, dan/ atau
2. Penetapan klasifikasi barang impor sebelum importasi digunakan untuk penyiapan PIB
dan penghitungan Bea Masuk, Cukai dan Pajak dalam rangka impor.
IX. PENGELUARAN BARANG IMPOR DARI KAWASAN PABEAN DENGAN TUJUAN TPB
IMPORTIR
1. Importir menyerahkan pemberitahuan pabean (BC 2.3) yang telah diisi dalam 3 rangkap
kepada Pejabat yang mengawasi TPB untuk dibukukan dan diberikan nomor
pendaftaran.
2. BC 2.3 rangkap kesatu dan kedua yang telah diberikan nomor pendaftaran diajukan
kepada pejabat yang menangani manifest di Kawasan Pabean tempat barang impor
dibongkar.
PEJABAT BEA DAN CUKAI YANG MENANGANI MANIFEST
1. Menerima BC 2.3 rangkap kesatu dan kedua
2. Melakukan penelitian atas BC 2.3 dan mencocokkannya dengan pos BC 1.1 yang ada
padanya.
a. Apabila kedapatan tidak sesuai, BC 2.3 dikembalikan kepada importir yang
bersangkutan
b. Apabila kedapatan sesuai, melakukan penutupan pada pos BC 1.1, selanjutnya
memberikan persetujuan pengeluaran barang pada BC 2.3 rangkap kesatu dan
kedua kepada pejabat yang mengeluarkan barang.
PEJABAT YANG MENGELUARKAN BARANG
1. Menerima BC 2.3 rangkap kesatu dan kedua dari pejabat yang menangani manifest
2. Melakukan pencocokkan identitas kemasan atau peti kemas yang tercantum di BC 2.3
dengan kemasan atau peti kemas yang bersangkutan.
3. Melaksanakan pengeluaran barang impor.
4. Menyerahkan BC 2.3 rangkap kesatu kepada pengangkut
5. Mengirimkan kembali BC 2.3 rangkap kedua setelah diberikan catatan pengeluaran
seperlunya kepada pejabat yang menangani manifest guna ditatausahakan sebagai
arsip.
6. Pengangkut menerima BC 2.3 rangkap kesatu yang diserahkan oleh pejabat yang
mengeluarkan barang untuk melindungi pengangkutan sampai di TPB yang
bersangkutan.Pengawasan barang impornya dilakukan di bawah pengawasan Pabean.
X. PENGELUARAN BARANG REIMPOR DARI KAWASAN PABEAN
1. Barang Reimpor adalah :
1. Barang ekspor yang harus diimpor kembali karena tidak laku, tidak memenuhi
kontrak pembelian, tidak memenuhi ketentuan impor di negara tujuan ekspor
2. Barang yang telah selesai diperbaiki, dikerjakan atau diuji di luar daerah pabean
3. Barang yang telah selesai digunakan untuk pelaksanaan pekerjaan di luar
daerah pabean
4. Barang yang telah selesai digunakan untuk keperluan pameran, pertunjukan
atau perlombaan di luar daerah pabean.
2. Pengeluaran barang reimpor dilakukan dengan menggunakan PIB.
3. Pengeluaran barang impornya dilakukan setelah dilakukan pemeriksaan pabean dan
diberikan persetujuan pengeluaran barang oleh pejabat Bea dan Cukai.
XI. VERIFIKASI PIB
1. PIB yang telah diberikan persetujuan pengeluaran barang oleh pejabat Bea dan Cukai
dilakukan verifikasi oleh pejabat Bea dan Cukai.
2. Verifikasi PIB harus telah selesai dilakukan selambat-lambatnya 2 tahun sejak tanggal
pendaftaran PIB pada Kantor Pabean.
3. Hasil verifikasi PIB dijadikan sebagai kriteria untuk pelaksanaan audit di bidang
kepabeanan
XII. KETENTUAN LAIN-LAIN
1. Penyerahan pemberitahuan pabean dilaksanakan dengan menggunakan media
elektronik, kecuali kantor pabean yang belum tersedia sarana komputer.
2. Ketentuan teknis lebih lanjut diatur oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai.