LKTI dengan Tema Musyawarah untuk Mufaka

MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT ASAS DEMOKRASI
DI INDONESIA YANG TEPAT

Oleh :
Handy Indra Nugroho

NIM. 1431140022

Novella Ayu Oktaviani

NIM. 1431140020

ABSTRAK
Setiap negara memiliki ciri khas dan budaya masing – masing, tidak
terkecuali dengan negara Indonesia yang memiliki ciri khas kebiasaan
bermusyawarah untuk menentukan dan mencapai kata mufakat dan tertuang
dalam dasar negara yaitu pancasila sila keempat. Namun akhir – akhir ini budaya
tersebut mulai luntur akibat berbagai faktor yang mempengaruhi bangsa
Indonesia

yang


membuat

mayoritas

penduduknya

cenderung

bersifat

individualisme terutama masyarakat perkotaan. Hal tersebut menyebabkan
terkikisnya kebiasaan bermusyawarah untuk menyelesaikan suatu permasalahan
dan mencapai kata mufakat.
Sebagai

generasi

muda


dan

penerus

bangsa,

hendaknya

mulai

membangun kembali kebiasaan gotong royong dalam musyawarah tersebut dalam
kehidupan sehari – hari. Dimulai dari lingkup terkecil yaitu keluarga lalu dilanjutkan
dengan lingkup sekolah dan masyarakat, hingga dalam lingkup pemerintahan
ataupun

kenegaraan.

Meski

demikian,


dalam

proses

membangun

dan

mengembalikan kebiasaan serta ciri khas budaya Indonesia tersebut tentu selalu
terdapat hambatan maupun rintangan yang dihadapi. Tetapi halangan yang dapat
dilalui dengan menerapkan unsur – unsur dari musyawarah itu sendiri atau dengan
tindakan preventif guna mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan. Dengan
menjunjung tinggi toleransi, melakukan mekanisme gotong royong, saling
menghargai pendapat sesama, lebih mendahulukan kepentingan bersama
daripada kepentingan pribadi dan menerima hasil keputusan musyawarah serta
menjalankannya dengan baik tentu akan membawa terciptanya rasa kekeluargaan
yang kental antar peserta musyawarah. Inti dari musyawarah itu sendiri adalah
menerima dan menghormati hasil musyawarah lalu menjalankan dengan i’tikad
baik dan penuh tanggung jawab yang mengutamakan kepentingan bersama

dimana hal tersebut dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani
yang luhur dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai – nilai
kebenaran dan keadilan. Dan yang terakhir yakni memberikan kepercayaan
kepada wakil – wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.

Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan dengan menerapkan prinsip
musyawarah untuk mufakat dalam asas demokrasi di Indonesia merupakan hal
yang tepat. Sebab selain memiliki kelebihan dibanding prinsip yang lain seperti
voting yang sebenarnya adalah budaya barat meski voting memiliki hal positif yaitu
lebih cepat dalam hal pengambilan keputusan namun musyawarah lebih
menerapkan mekanisme gotong royong dan kekeluargaan dalam pengambilan
keputusannya. Dimana hal tersebut memperkecil pertikaian karena untuk
mengambil keputusan dibutuhkan kata mufakat, selain itu musyawarah
merupakan identitas budaya Indonesia sejak zaman dahulu yang patut dijaga dan
dilestarikan agar penerus bangsa Indonesia kelak tidak kehilangan jati dirinya
sebagai bangsa Indonesia.
Kata Kunci : Musyawarah, Asas Demokrasi, Gotong Royong

A. PENDAHULUAN
Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, yang memberi kekuatan

hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbingnya dalam mengejar kehidupan
lahir batin yang makin baik, di dalam masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.
Menyadari bahwa untuk kelestarian kemampuan dan kesaktian Pancasila itu, perlu
diusahakan secara nyata dan terus menerus penghayatan dan pengamamalan nilai
– nilai luhur yang terkandung di dalamnya oleh setiap warga negara Indonesia,
setiap penyelenggara negara serta setiap lembaga kenegaraan dan lembaga
kemasyarakatan, baik di pusat maupun di daerah. Dan salah satu yang akan
dibahas disini adalah butir – butir pancasila yang terkandung pada sila keempat
yaitu

“kerakyatan

yang

dipimpin

oleh

hikmat


kebijaksanaan

dalam

permusyawaratan dan perwakilan”. Sila ini mengungkapkan bahwa bangsa ini
adalah bangsa yang mengutamakan musyawarah dan perwakilan untuk
mengambil suatu keputusan atau rencana.
Secara etimologis, musyawarah berasal dari kata ‘syawara’ yang pada
mulanya bermakna mengeluarkan madu dari sarang lebah. Makna ini kemudian
berkembang, sehingga mencakup segala sesuatu yang dapat diambil atau
dikeluarkan dari yang lain, termasuk pendapat. Musyawarah dapat juga berarti
mengatakan atau mengajukan sesuatu. Kata musyawarah pada dasarnya hanya
digunakan untuk hal – hal yang baik, sejalan dengan makna dasarnya.
Karena kata musyawarah adalah bentuk mashdar dari kata kerja syawara
yang dari segi jenisnya termasuk kata kerja mufa’alah (perbuatan yang dilakukan
timbal balik), maka musyawarah haruslah bersifat dialogis, bukan monologis.
Semua anggota musyawarah bebas mengemukakan pendapatnya. Dengan
kebebasan berdialog itulah diharapkan dapat diketahui kelemahan pendapat yang
dikemukakan, sehingga keputusan yang dihasilkan tidak lagi mengandung
kelemahan. Musyawarah adalah sesuatu yang sangat penting guna menciptakan

peraturan di dalam masyarakat mana pun. Setiap negara maju yang menginginkan

keamanan, ketentraman, kebahagiaan dan kesuksesan bagi rakyatnya, tetap
memegang prinsip musyawarah ini.
Di Indonesia musyawarah juga sangat dianjurkan terlihat dari demokrasi
pancasila yang dianut Indonesia adalah jenis demokrasi yang memiliki ciri pokok yaitu
musyawarah mufakat. Musyawarah untuk mufakat disebut sebagai ciri pokok karena
prinsip musyawarah mufakat pada hakikatnya adalah prinsip utama yang hanya dapat
ditemukan dalam demokrasi pancasila. Dengan perkataan ini, musyawarah mufakat
adalah prinsip dasar yang membedakan demokrasi pancasila dengan demokrasi liberal
yang menganut prinsip voting (pemungutan suara) dan demokrasi rakyat yang
menganut prinsip pemusatan kekuasaan (otoriter).
Pengertian musyawarah untuk mufakat dapat dirumuskan sebagai proses
upaya bersama untuk mencari jalan keluar atau pemecahan suatu masalah yang
menyangkut kepentingan bersama pula. Di dalam praktik pelaksanaan demokrasi
pancasila kita menemukan beberapa ciri operasional yang secara material memiliki
hubungan organik dan fungsional dengan prinsip musyawarah untuk mufakat. Atas
dasar itulah, didalam karya ini disebut dengan ciri ciri pancaran musyawarah untuk
mufakat. Ciri ciri pancaran musyawarah mufakat adalah sebagai berikut:











Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan
bersama
Musyawarah untuk mencapai mufakat yang diliputi oleh semangat kekeluargaan
mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan
bersama
Musyawarah untuk mencapai mufakat yang diliputi oleh semangat kekeluargaan
Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil
keputusan musyawarah
Dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur

Dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa serta
mengunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai – nilai kebenaran dan
keadilan.

Demokrasi pancasila adalah suatu demokrasi yang diintegrasikan oleh sila –
sila pancasila. Identitas demokrasi pancasila adalah sila kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat

kebijaksanaan

dalam

permusyawaratan.

Dalam

demokrasi

pancasila


terkandung dua asas pokok, yakni asas kerakyataan dan asas musyawarah mufakat.
Pedoman operasional demokrasi pancasila adalah ketetapan ketetapan MPRS/MPR.
Unsur unsur yang terkandung adalah demokrasi Pancasila antara lain :






Kesadaran beragama dan menolak ateisme
Berpangkal pada kebenaran dan kecintaan kepada tanah air dan bangsa
Berlandaskan budi pekerti yang luhur dan berkepribadian Indonesia
Keseimbangan antara individu dan masyarakat, manusia dan lingkungan, serta
manusia dengan Tuhannya.
Berlandaskan tinjauan lahir batin.
Namun akhir – akhir ini di Indonesia asas msyawarah untuk mufakat dalam

prinsip demokrasi yang berakar dari pandangan pandangan hidup masyarakat
Indonesia mulai menghilang. Kendati demokrasi tersebut dibangun atas aturan formal
– prosedural yang meminggirkan partisipasi di dalam ruang publik. Dewasa ini prinsip

demokrasi di Indonesia lebih cenderung berjalan ke arah sistem politik demokrasi
liberal yang melahirkan kelompok elit yang mengkooptasi ruang publik sehingga
produk hukum yang dihasilkan tidak berpihak pada kepentingan umum. Sistem politik
yang dijalankan berdasarkan demkrasi liberal telah membentuk kultur elit politik yang
berkelindan dengan politik kartel[1]. Maka dibutuhkan demokrasi yang diangkat dari
nilai – nilai filosofis bangsa Indonesia dan pandangan hidup bangsa Indonesia yakni
demokrasi

permusyawaratan.

Konsep

musyawarah

mufakat

berangkat

dari

penjabaran konsep yang lebih abstrak, yang terdapat di dalam Pancasila sila keempat.
Musyawah mufakat juga berakar dari asas – asas hukum adat dan dilembagakan di
dalam demokrasi desa. Musyawarah dalam pandangan Habermas, merupakan bentuk
diskursus praktis yang mengandaikan prosedur komunikasi dan ruang publik.
[1] persekongkolan elit politik yang bekerja sama dengan kelompok kuat lain dalam satu
oligarki semu untuk menetapkan haluan politik tertentu yang sifatnya tertutup dan
untuk membatasi kompetisi, http://artikel-media.blogspot.com/2010/05/oligarki-plutokrasidan-kartel-politik.html (diakses pada 20 Juni 2015)

Musyawarah adalah ciri khas dari pengambilan keputusan berdasarkan
gagasan kerakyatan yang berpegang kepada hikmah kebijaksanaan. Masalah yang
diperbincangkan adalah masalah yang hidup di dalam masyarakat yang menghendaki
suatu pemecahan masalah dalam konteks ini yang dibahas adalah masalah nasional.
Dengan hikmah kebijaksanaan dimaksudkan untuk menggunakan ‘pikiran sehat’ yang
mempertimbangkan kesejahteraan umum. Pertimbangan tersebut harus diolah
menuju kebulatan pikiran dari semua peserta. Semua peserta musyawarah termasuk
yang memberi amanah harus menjalankan keputusan itu dengan itikad baik dan rasa
tanggung jawab.
Sedangkan pandangan Habermas[2] atas demokrasi deliberative, yaitu
demokrasi deliberative merupakan demokrasi yang menitikberatkan pada partisipasi
warga di dalam ruang publik untuk melakukan pengujian terhadap suatu keputusan
yang memastikan dengan cara manakah opini – opini mayoritas itu dibentuk
sedemikian rupa sehingga seluruh warganya dapat mematuhi opini – opini itu.
Demokrasi ini mengacu pada formasi opini dan aspirasi opini dan aspirasi politis warga
Negara dan ini dari demokrasi ini adalah arena diskursif warga negara dimana setiap
keputusan publik yang dibuat dilakukan pengujian yang terbuka terhadap kritik dan
revisi.
Musyawarah mufakat yang merupakan ruang publik dari kedaulatan rakyat
dalam hal ini masyawarah mufakat mencoba memberikan bentuk partisipasi dan
emansipasi warga Negara di dalam arena diskursif. Menurut Habermas ruang publik
adalah wahana atau tempat warga Negara dapat menyatakan opini ataupun
pendapatnya dan kebutuhan mereka secara diskursif. Musyawarah sebagai ruang
public adalah sarana dimana warga negara berpartisipasi secara bebas, terbuka, serta
setara dalam menyatakan argumentasi. Maka demi terciptanya ruang publik yang
bebas dari kooptasi birokrasi dan uang (modal), maka setiap warga negara wajib
mengaktifkan kembali ruang publik dan merawat ruang publik agar tetap menjadi
pengeras suara bagi pemerintahan yang berjalan demi kepentingan umum dan
keadilan sosial.

[2]

Teori sosiologi yang benar – benar mencapai puncak di bawah tangan Jurgen Habermas,
http://rennynataliaa.blogspot.com/2013/01/teori-kritis-habermas.html (diakses pada 19
Juni 2015)

Musyawarah untuk mufakat itu sendiri dalam demokrasi Indonesia dibangun
atas tradisi Republikanisme Indonesia (emansipasi dan partisipasi publik). Republik
Indonesia bersendikan musyawarah mufakat yang berasal dari demokrasi desa, yang
bertujuan mencapai kesepakatan di dalam perbedaan pandangan. Namun menurut
pendapat Soediman Kartohadiprojo, menginisiasi demokrasi terpimpin sebagai dasar
dari susunan ketatanegaraan Negara Republik Indonesia. Demokrasi terpimpin,
bersumber dari pandangan hidup masyarakat Indonesia yakni Pancasila dimana
gotong royong atau solidaritas serta kekeluargaan menjadi inti dari demokrasi
terpimpin. Pancasila sebagai sumber demokrasi terimpin mengandung pengakuan dan
perlindungan terhadap martabat manusia. Dengan kata lain demokrasi terpimpin
diartikan sebagai demokrasi yang dipandu berdasarkan Pancasila sebagai pandangan
hidup masyarakat Indonesia dan juga sebagai pembeda dari demokrasi liberal yang
berdasarkan paham individualisme dan liberalisme.
Menurut pendapat Moh. Hatta, beliau telah mengidentifikasikan prinsip –
prinsip yang membentuk Demokrasi Indonesia, menjadi tiga prinsip utama yaitu,
prinsip musyawarah, prinsip diskursif, prinsip solidaritas. Ketiga prinsip ini merupakan
prinsip yang berkembang dari praktek demokrasi yang ada di dalam demokrasi desa.
Ketiga prinsip ini hendaknya menggantikan prinsip demokrasi liberal yang berkembang
di masa sekarang ini yaitu, individualisme. Melalui musyawaarah, Hatta mencoba
mengembalikan kedaulatan rakyat sebagai inti dari Negara Republik Indonesia. Hatta
juga menegaskan bahwa musyawarah mufakat ini penting untuk mencegah dominasi
perseorangan atau golongan tertentu dalam pengambilan keputusan. Musyawaarah
mufakat juga penting untuk menjamn agar keputusan politik senantiasa berorientasi
pada keadilan sosial dan kepentingan umum.
Cita – cita Demokrasi Indonesia yang sebenarnya adalah membumikan asa
kerakyatan di dalam sistem ketatanegaraan dan sistem politik Indonesia. Melalui asas
ini kedaulatan ada ditangan rakyat dan segala peraturan perundang – undangan yang
dihasilkan haruslah mencerminkan keadilan, pandangan hidup, gagasan yang hidup

di dalam keyakinan rakyat. Demokrasi Indonesia dijiwai dan bersendikan musyawarah
untuk

mufakat

sehingga

Demokrasi

Indonesia

disebut

dengan

demokrasi

permusyawaratan. Dengan merawat dan mengaktifkan kembali ruang publik, warga
negara harus mengisi ruang publik tersebut dengan partisipasi dan gerakan
emansipasi. Hal ini perlu dilakukan agar ruang publik tidak dikooptasi oleh tirani
kekuasaan birokraasi dan dominasi pemilik modal. Sistem politik Indonesia yang
berdasarkan musyawarah mufakat akan menghasilkan hokum yang mencerminkan
cita – cita hukum yang mencerminkan tujuan bernegara dan pandangan hidup rakyat
Indonesia yakni Pancasila. Maka kedudukan musyawarah mufakat adalah sebagai
kompas penunjuk arah bagi sistem politik Indonesia yang berdasarkan demokrasi
permusyawaratan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana bentuk implementasi dari nilai musyawarah mufakat didalam
masyarakat adat?
2. Bagaimana efektifitas dari nilai musyawarah mufakat jika dibandingkan
nilai individualisme melalui sistem voting?
3. Bagaimana penerapan musyawarah di dalam kehidupan sehari – hari yang
sebenarnya?
4. Bagaimana cara membiasakan warga negara Indonesia untuk menerapkan
asa musyawarah mufakat dalam kehidupannya?
5. Hambatan apa saja jika menggunakan musyawarah mufakat sebagai asas
demokrasi di Indonesia? Bagaimana cara mengatasinya?
6. Apa kelebihan musyawarah dibanding dengan asas lainnya sehingga
mampu menjadi asas yang tepat bagi Indonesia?
7. Apakah inti dari asas musyawarah untuk mencapai mufakat?

C. PEMBAHASAN
1. Bentuk Implementasi dari Nilai Musyawarah Mufakat dalam
Masyarakat Adat

Dalam sudut pandang dari pembentukan undang – undang, Hukum
Adat dapat dikonsepsikan sebagai salah satu sumber hukum, hukum adat
mencerminkan nilai – nilai filosofis dari bangsa Indonesia dan sebagai
manifestasi dari kultur hukum dari bangsa Indonesia. Dalam kerangka
pembinaan Hukum Nasional tidak hanya berarti menciptakan hukum baru yang
memenuhi tuntutan nauri kebangsaan sesuai dengan Pancasila.
Masyarakat Indonesia identik dengan masyarakat yang majemuk.
Kemajemukan itu antara lain tidak hanya ditandai oleh adanya agama yang
berbeda, tetapi juga sukubangsa yang satu dengan lainnya mengembangkan
kebudayaan yang berbeda. Ini artinya dalam masyarakat majemuk di
dalamnya terdapat kebudayaan yang majemuk, yaitu kebudayaan daerah
(lokal), umum lokal, dan nasional yang penggunaannya bergantung pada
suasana – suananya. Dalam suasana keluarga atau adat misalnya, acuan yang
digunakan adalah budaya daerah. Kemudian, dalam suasana umum (tempat
– tempat umum) acuan yang digunakan adalah budaya umum lokal. Dan,
dalam suasana – suasana resmi acuan yang digunakan adalah kebudayaan
nasional. Mengingat fungsi kebudayaan adalah sebagai acuan dalam bersikap
dan bertingkah laku, maka setiap sukubangsa pasti akan mengembangkan
nilai – nilai yang kemudian dijadikan sebagai acuan berintekraksi dengan
sesamanya. Nilai yang dikembangkan oleh suatu masyarakat bisa saja tidak
sesuai dengan masyarakat lainnya. Misalnya, “meminta” pada masyarakat
dianggap sebagai sesuatu yang “tabu”, tetapi pada masyarakat Batak hal itu
tidak menjadi masalah karena mereka mempunyai ungkapan “Kalau tidak
diminta tidak akan dikasih”. Meskipun demikian ada nilai – nilai yang dianggap
baik oleh suatu masyarakat suku bangsa dianggap baik pula oleh masyarakat
sukubangsa lainnya. Nilai – nilai yang dapat diterima oleh masyarakat
Indonesia yang multi etnik dan sekaligus multikultural itu sering disebut
sebagai nilai-nilai luhur (adiluhung). Nilai – nilai itu, sebagaimana telah
disinggung pada bagian atas, adalah kegotong – royongan (kebersamaan),
persatuan dan persatuan, saling – monghormati, kesantunan, kedemokrasian
(kemufakatan), keseimbangan, kejujuran, keadilan, dan keramah-tamahan.

Didalam

sistem

masyarakat

adat,

Menurut

Ferdinan

Tonnies masyarakat yang menjujung nilai gotong royong dan musyawarah
mufakat adalah sebagai masyarakat Gemeenschaf bukan Gesellchaf.
Sedangkan menurut Djojodiguno disebut masyarakat paguyuban, lawannya
adalah masyarakat patembayan. Masyarakat Gemenschaf artinya adalah pola
masyarakat yang ditandai dengan hubungan anggota – anggotanya bersifat
pribadi, sehingga menimbulkan ikatan yang sangat mendalam dan batiniah,
misalnya pola kehidupan masyarakat pertanian umumnya bersifat komunal
yang ditandai dengan ciri – ciri masyarakat yang homogen, hubungan
sosialnya bersifat personal, saling mengenal, serta adanya kedekatan
hubungan yang lebih intim. Sehingga dalam masyarakat paguyuban sisetem
gotong royong selalu menjadi hal yang utama dalam melakukan setiap
kegiatan bersama, perlu dipahami bahwa gotong royong merupakan suatu
sumbangsih berdasarkan kemampuannya masing – masing untuk menutupi
kebutuhan dan kekurangan bersama.
Sedangkan lawan kata dari gemeinschaft adalah Gesselschaft atau
patembayan

yaitu

masyarakat

yang

kehidupan

anggotanya

lebih

mengutamakan kepentingan pribadi, kelompok, atau golongan, serta
memperhitungkan untung rugi. Berbeda dengan masyarakat paguyuban,
masyarakat patembayan cenderung hidup secara individu, sehingga nilai
gotong royong didalam kelompok masyarakat ini tidak semenonjol dari
masyarakat paguyuban.
Pendektaan secara historis menunjukkan bahwa “Gotong Royong”
adalah suatu faham yang dinamis, lebih dinamis dari faham “Kekeluargaan”.
Kekeluargaan adalah satu faham yang statis, tetapi gotong – royong
menggambarkan satu usaha, satu amal, satu pekerjaan, yang dinamakan
anggota yang terhormat Soekardjo satu karyo, satu gawe. Menyelesaikan
karyo, gawe, pekerjaan, amal ini, bersama-sama. Gotong – royong adalah
pembantingan – tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan
bantu membantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat
semua buat kebahagiaan semua, prinsip Gotong Royong adalah prinsip yang

hadir diantara yang kaya dan yang tidak kaya, antara yang Islam dan yang
Kristen, antara yang bukan Indonesia tulen dengan peranakan yang menjadi
bangsa Indonesia.
Orang Minangkabau terkenal dengan adatnya yang kuat. Adat sangat
penting dalam kehidupan masyarakatnya. Oleh karena itu dalam petatah
Minangkabau diungkapkan, hiduik di kanduang adat. Maka, ada empat
tingkatan adat di Minangkabau.
1. Adat Nan Sabana Adat
Adat nan sabana adat adalah kenyataan yang berlaku tetap di
alam, tidak pernah berubah oleh keadaan tempat dan waktu. Kenyataan
itu mengandung nilai-nilai, norma, dan hukum. Adat nan sabana adat
menempati kedudukan tertinggi dari empat jenis adat di Minangkabau,
sebagai landasan utama dari norma, hukum, dan aturan-aturan
masyarakat Minangkabau. Semua hukum adat, ketentuan adat, norma
kemasyarakatan, dan peraturan-peraturan yang berlaku di Minangkabau
bersumber dari adat nan sabana adat.
2. Adat Nan Diadatkan
Adat nan diadatkan adalah adat buatan yang dirancang, dan
disusun oleh nenek moyang orang Minangkabau untuk diterapkan dalam
kehidupan

sehari-hari.

Aturan

yang

berupa

adat

nan diadatkan

disampaikan dalam petatah dan petitih, mamangan, pantun, dan
ungkapan bahasa yang berkias hikmah.
Fenomena sekarang terlihat norma lama yang luhur mulai agak
memudar, sementara tatanan baru belum pula terbentuk. Nilai-nilai
kehidupan pada mulanya bersifat kebersamaan di masa sekarang agak
cendrung bersifat individual. Nilai-nilai kehidupan selama ini tumbuh di
negeri, sekarang kecendrungan masyarakat lebih suka hidup di perkotaan.
Fenomena yang terjadi didalam masyarakat adat Minangkabau ini
menunjukkan bahwa implementasi dari nilai gotong royong mulai
memudar yang mulai condong kearah individulistik, inilah bentuk salah
satu pengikisan terhadap nilai – nilai leluhur dan nenek moyangnya. Selain

itu dilihat dari tingkat adat yang ada dimasyarakat Minangkabau ialah Adat
Nan Sabatang, inti dari adat nan diadatkan yang dirancang Datuak
Parpatiah Nan Sabatang ialah demokrasi, berdaulat kepada rakyat, dan
mengutamakan musyawarah untuk mufakat.

Sebuah sistem yang

dirancang oleh Datuak Parpatiah Nan Sabatang tentang demokrasi,
berdaulat kepada rakyat, dan mengutamakan musyawarah untuk mufakat
adalah salah satu gambaran dari sebuah rancangan yang menunjukkan
nilai – nilai gotong royong dan musyawarah mufakat sebagaimana yang
terkandung didalam Pancasila sebagai pondasi negara dan bangsa
Indonesia. Sedangkan adat yang disusun Datuak Katumangguangan
intinya melaksanakan pemerintahan yang berdaulat ke atas, otokrasi
namun tidak sewenang – wenang. Sepintas, kedua konsep adat itu
berlawanan. Namun dalam pelaksanaannya kedua konsep itu bertemu,
membaur, dan saling mengisi. Gabungan keduanya melahirkan demokrasi
yang khas di Minangkabau.
3. Adat Nan Taradat.
Adat nan taradat adalah ketentuan adat yang disusun untuk
melaksanakan adat nan sabana adat dan adat nan diadatkan sesuai
dengan keadaan dan kebutuhan nagarinya. Adat ini disusun oleh para
tokoh dan pemuka masyarakat nagari melalui musyawarah dan mufakat.
Dari pengertian itu lahirlah istilah adat salingka nagari.
Adat nan taradat disebut juga adat babuhua sentak, artinya dapat
diperbaiki, diubah, dan diganti. Fungsi utamanya sebagai peraturan
pelaksanaan dari adat Minangkabau. Contoh penerapannya antara lain
dalam upacara batagak pangulu, turun mandi, sunat rasul, dan
perkawinan, yang selalu dipagari oleh ketentuan agama, di mana syarak
mangato adaik mamakaikan.
4. Adat Istiadat.
Adat istiadat merupakan aturan adat yang dibuat dengan mufakat
sebagai hasil dari musyawarah masyarakatnya. Peraturan ini menampung
segala kemauan masyarakat tersebut yang dihasilkan dari musyawarah

mufakat. Adat istiadat umumnya tampak dalam bentuk kesenangan
masyarakat setempat seperti kesenian, langga, tarian dan olahraga

2. Efektifitas dari Nilai Nilai Musyawarah Mufakat jika Dibandingkan
Nilai Individualisme Melalui Sistem Voting
1. Gotong royong dan Musyawarah Mufakat
Demi efektifitas dalam menentukan dan mengambil suatu
kebijakan, sistem musyawarah mufakat sebagaimana yang diterapkan
didalam masyarakat adat melalui masyarakat paguyuban bahwa suatu
kebijakan memanglah tidak dapat ditentukan secara sepihak, harus adanya
suatu musyawarah supaya kebijakan yang diambil nantinya merupakan
hasil kesepakatan bersama sehingga dapat dipertanggung jawabkan
bersama. Sistem voting yang ditularkan oleh ajaran barat secara tidak
langsung merusak dari tatanan kebiasaan masyarakat adat yang lebih
menjujung tinggi musyawarah mufakat, sungguh sangat disayangkan
sebenarnya bahwa sistem voting yang dilaksanakan sekarang mulai
merubah jati diri bangsa, karena didalam sistem voting tersebut tidaklah
mencerminkan dari asas hukum adat itu sendiri yaitu asas perwakilan,
dimana didalam asas perwakilan ini mengutamakan permusyawaratan
didalam sistem pemerintahan yang mengedepankan musyawarah mufakat
dalam penentuan dan pengambilan suatu kebijakan. Selain itu mengingat
dari tujuan hukum yang sebenarnya adalah kembalinya atau pulihnya
keadaan masyarakat yang terganggung dan terjadi lagi tata tertib dalam
kehidupan masyarakat.
Melihat dalam perspektif keberadaan kelembagaan adat dan
hukum adat dalam kesehariannya merupakan bentuk keaslian dari
masyarakat setempat yang memiliki asas gotong royong (partisipasi)
karena didasarkan atas kebutuhan bersama. Nilai-nilai gotong royong dan

semangat kebersamaan ini sesungguhnya merupakan pandangan dari citacita masyarakat desa yaitu demokrasi, partisipasi, transparansi, beradat
dan

saling

menghormati

perbedaan

(keberagaman).

Inilah

yang

merupakan salah satu sebuah bentuk dari implementasi dari nilai Pancasila
didalam masyarakat adat melalui sebuah asas gotong royong dan
musyawarah mufakat.
Ada beberapa nilai luhur yang perlu dilestarikan dalam musyawarah, nilainilai tersebut diantaranya :
a. Setiap orang diberikan kesempatan untuk mengikuti musyawarah
dengan mengemukakan pendapat.
b. Setiap orang berkesempatan untuk mendengarkan pendapat orang lain
yang menjadi peserta musyawarah.
c. Musyawarah dapat memperkuat kehidupan berbangsa dan bernegara.
d. Musyawarah dapat menimbulkan kewajiban yang mengikat, yakni
kewajiban untuk melaksanakan semua keputusan musyawarah.
e. Musyawarah dapapt menimbulkan semangat kekeluargaan dan
kegotongroyongan.
f.

Musyawarah dapat menghilangkan permusuhan, dan lain – lain.
Dari beberapa nilai – nilai musyawarah tersebut dapat kita pahami

bahwa terdapat suatu sifat gotong – royong dimana setiap orang
mendapat kesempatan untuk memberikan pendapat dan mendengarkan
pendapat orang lain. Musyawarah mufakat

tersebut merupakan suatu

kebiasaan asli bangsa Indonesia yang terdapat dalam masyarakat adat.
Pancasila sesungguhnya adalah roh dari setiap langkah laku dan
ucap bangsa ini. Bangsa ini adalah bangsa yang beragama. Bangsa yang
mengakui bahwa dunia dan segala isinya ada yang menciptakan dan
mengaturnya. Ada aturan main yang harus diikuti oleh semuanya. Etika,

moral dan akhlak yang baik adalah pondasi dasar kita semua. Semua
berdasar kepada apa yang diatur oleh Tuhan Yang Maha Esa. Bukan diatur
oleh hanya sekedar olah pikir manusia saja. Sopan santun harus dijaga.
Sejatinya nilai yang tersirat didalam Pancasila menggambarkan bangsa ini
adalah bangsa yang sangat sadar bahwa kita semua sama sebagai ciptaan
Tuhan, etika sesama makhluk Tuhan harus dijaga. Saling menghargai satu
dengan yang lain. Keadilan untuk semua dan semua sama dimuka hukum.
Selain itu nilai yang mencerminkan jati diri bangsa kita sebagai bangsa
yang mengangkat hukum dan budaya adat adalah mengutamakan sebuah
tujuan bersama untuk mencapai musyawarah dan mufakat.
Penerapan demokrasi yang berlebihan menempatkan voting dalam
berbagi kehidupan kita didalam masyarakat, yang pada hakikatnya budaya
voting yang merupakan budaya copy – paste dari ajaran liberal semakin
menjauhkan dari musyawarah mufakat dan gotong royong sebagai jati diri
bangsa Indonesia.
2. Voting
Sebagaimana yang kita tahu, voting (in current time) adalah
metode pengambilan keputusan yang 'memenangkan' opsi yang didukung
suara terbanyak berdasar dari orang-orang yang memiliki hak suara.
Dahulu voting hanyalah penarikkan opini masyarakat sebelum raja
memutuskan sesuatu seperti yang terjadi di Sparta sebelum abad 4 Masehi
(Encyclopedia Britanica 1911). Untuk selanjutnya istilah voting yang kita
bicarakan adalah voting dalam defenisi kekinian (current time).
Sifat yang ada wajib voting adalah jumlah hak suara pasti, dua opsi
lebih dan keabsolutan keputusan pada opsi yg mendapat suara terbanyak,
voting merupakan metode khas dalam demokrasi saat ini, walaupun
demikian voting tidak hanya dipakai dalam demokrasi, salah satu sejarah

voting yang terkenal pernah dilakukan oleh kerajaan romawi yaitu 'voting
konsili nicea pada tahun 329' yang menuhankan Isa A.S dan menyetel
ulang keyakinan keagamaan Nasrani yang dikenal sebagai Kredo Nicea.
Ini adalah voting yang terburuk yang pernah dilakukan dalam sejarah
manusia yang kita tahu.
Sedang Negara berpenduduk muslim namun tidak menempatkan
Islam sebagai dasar negara seperti Indonesia, Voting digunakan hampir
disemua lini untuk menghasilkan keputusan dan pengangkatan. Ini
dikarenkan voting ditafsirkan identik dengan ideologi Demokrasi yang
menjadi jiwa sebagian besar negara berbentuk republik di dunia ini.
Permasalahan yang timbul di Indonesia, penggunaan "Voting" digunakan
untuk menelurkan keputusan perundangan-undangan, dimana undang –
undang adalah hukum tertulis yang bersifat memaksa, sehingga secara
tidak langsung memaksa masyarakat untuk mengikuti keputusan tersebut,
dan tidak jarang peraturan yang dicetuskan bertentangan dengan hukum
kebiasaan yang berlaku dimasyarakat, sebagai contoh undang – undang
penanaman modal yang menjadi investor sebagai pemilik tanah meskipun
diatas namakan masyarakat setempat, sehingga masyarakat dipaksa untuk
keluar dari tanah miliknya, yang padahal sejatinya hal tersebut diatur
didalam konstitusi dasar kita bahwa tanah dan kekayaan alam kita harus
dikuasai oleh negara sebagai pengemban amanah dari rakyat.
Cara voting cenderung dipilih oleh sebagian besar negara
demokrasi karena lebih praktis, menghemat waktu dan lebih simpel
daripada musyawarah yang berbelit – belit itulah sebabnya voting
cenderung identik dengan demokrasi padahal voting sebenarnya adalah
salah satu cara dalam mekanisme penentuan pendapat dalam sistem
demokrasi. Penentuan secara praktis dalam mekanisme pemilihan melalui

voting dalam penentuan sebuah kebijakan memang lebih efektif dan
efisien untuk mengurangi waktu, namun apabila voting diterapkan maka
kita akan bicara tentang pihak yang kalah dan pihak yang menang,
sehingga dari voting tidak tercipta tujuan hukum yaitu keadilan, karena
bagi pihak yang kalah dalam pemungutan suara harus dipaksa untuk
menerima keputusan yang sebenernya tidak menunjukkan kebenaran
yang hakiki. Meski efisiensi waktu terasa dalam siste waktu, namun
kuptusan yang diambil dapat menimbulkan suatu perpecahan, berbeda
dengan musyawarah yang pada hal ini lebih menjunjung dialog,
mengajukan setiap pendapatnya, dan mengambil jalan keluar secara
bersama sehingga berbagai pihak yang terlibat mampu menerimanya
dengan lapang dada dan mampu mempertanggung jawabkannya secara
bersama karena hasil dari musyawah ini adalah hasil kesepatakan bersama
yang secara tidak langsung pihak yang menyepakati atau mufakat yang
diperoleh haruslah dijalan dan dipertanggung jawabkan secara bersama.
3. Efektifitas dari Musyawarah Mufakat dan Voting
Berdasarkan dari uraian yang telah disebutkan diatas maka
sebenarnya jelas dapat dikatakan bahwa budaya asli bangsa Indonesia
adalah musyawarah mufakat, meskipun waktu yang diperlukan relative
lama karena dialektika yang muncul dari musyawarah tersebut namun
pencapaian sebuah kesepakatan yang menghasilkan sebuah keputusan
yang menjadi tanggung jawab bersama karena dijalan secara bersama
melalui mekanisme gotong royong. Inilah sebuah jati diri bangsa
Indonesia, nilai yang digali dari kebiasaa, adat, dan budaya bangsa kita
sendiri.
Berbeda dengan budaya voting yang merupakan kebiasaan yang
diterapkan di Indonesia oleh metode pemikiran – pemikiran liberal, yang

mengedapankan jalan praktis, selain itu meski waktu yang dibutuhkan
relative lebih cepat dibangdingkan dengan musyawarah, namun hasil yang
digunakan dalam sistem ini tidaklah semaksimal jika dibandingkan dengan
hasil musyawarah mufakat. Karena dalam hal ini adalah kembali kita
pahami bahwa dalam realita kehidupan saat ini, sistem pemilihan yang
dilakukan melalui sistem voting sering kali membuat pihak yang
kalah dalam jumlah suara merasa tidak “legowo”, artinya sistem ini sering
kali memaksakan keadilan terhadap sesuatu yang sebenarnya hal tersebut
tidak mencerminkan suatu nilai keadilan, keadilan yang sejatinya adalah
hal yang tidak perlu dipaksakan.
Sehingga dalam hal ini apabila muncul sebuah pertanyaan
manakah yang lebih efektif dalam penentuan suatu kebijakan, apakah
musyawarah – mufakat atau voting?
Untuk efektifitas waktu, sistem voting memang memiliki kecepatan
dalam hal ini karena dalam mekanisme seperti ini lebih mengedepankan
budaya praktis, namun secara kepastian dan kemanfaatan, budaya
musyawarah mufakat yang merupakan budaya asli dari bangsa Indonesia,
maka musyawarah mufakat merupakan mekanisme yang paling tepat
untuk diterapkan, karena mekanisme voting yang berasal dari budaya
barat tidaklah sesuai dengan kebudayaan dan adat istiadat dari bangsa
Indonesia, selain itu itu sistem voting lebih mencerminkan dari sifat
individualistic dari masyarakat barat, yang dalam hal ini berbeda jauh
dengan masyarakat kita yang lebih menjunjung tinggi kebersamaann,
musyawarah, dan gotong royong.
3. Cara Penerapan Musyawarah didalam Kehidupan Sehari – Hari Yang
Sebenarnya

Musyawarah adalah penting dilakukan dengan tujuan untuk mencari
solusi dalam menghadapi masalah yang menyangkut kepentingan bersama.
Dengan musyawarah maka akan mudah mendapatkan solusi yang terbaik
untuk kepentingan bersama dan tercapai kesepakatan yang memuaskan
banyak pihak. Solusi ini dapat memberikan dampak yang positif bagi
kepentingan bersama, baik pimpinan maupun anggotanya. Perbedaan
pendapat tidak akan menjadi masalah asalkan pelaksanaan musyawarah tetap
mengacu pada prinsip musyawarah.
Musyawarah mufakat sudah banyak dikenal dan sering dilakukan pada
saat tertentu dan digunakan untuk mencari solusi atas suatu masalah tertentu.
Cara ini dilakukan untuk memudahkan penemuan solusi pada masalah yang
umum terjadi pada kehidupan seharian kita. Salah satu contohnya penerapan
musyawarah dalam kehidupan sehari – hari adalah sebagai berikut :
1. Musyawarah mufakat pada dunia pendidikan biasanya terjadi pada saat
pemilihan ketua kelas, pemilihan ketua OSIS dan juga rapat Komite
Sekolah yang menentukan arah, tujuan dan juga besaran anggaran dari
sekolah dalam satu tahun ajaran.
2. Pada lingkungan keluarga, seringkali dapat terjadi diskusi mengenai
pemilihan jenis makanan yang akan dimasak oleh ibu atau ketika makan
diluar bersama keluarga. Selain itu juga termasuk pemilihan tempat liburan
yang diinginkan semua anggota keluarga.
3. Pada lingkungan masyarakat adalah pemilihan RT, rapat kegiatan untuk
desa dan lain sebagainya yang semua bertujuan untuk kepentingan
lingkungan tersebut.
Meski terkesan sederhana, namun jika berkaitan dengan kepentingan
bersama, langkah ini adalah yang terbaik untuk mendapatkan solusi yang baik.
Kekeluargaan harus menjadi asas tertinggi dari musyawarah mufakat yang
menjadi dasar dari pelaksanaannya dan tidak boleh dipisahkan darinya. Hal ini
mendasari pentingnya komunikasi yang efektif dan bermartabat dalam
menyampaikan pendapat kepada forum musyawarah. Jika semua peserta

musyawarah menggunakan asas kekeluargaan, maka akan mudah dicapai
suatu mufakat untuk menentukan solusi dari masalah yang dihadapi.
Pelaksanaan musyawarah sangat penting dalam kehidupan sehari –
hari, salah satunya adalah untuk menghindari adanya perselisihan dan
pertikaian. Hal ini sering timbul dikarenakan masing – masing pihak tidak
menjadikan asas kekeluargaan sebagai dasar berpikir ketika bertindak dalam
segala hal. Cara penyelesaian masalah dengan musyawarah juga membantu
masyarakat yang terdiri dari berbagai macam karakteristik yan berbeda – beda
untuk dapat hidup rukun, aman dan tenteram. Kehidupan seperti inilah yang
tentu diharapkan setiap orang di muka bumi ini yang menjadi bagian dari
masyarakat secara luas.
Seharusnya musyawarah mufakat menjadi solusi utama dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi bangsa kita, dimulai dari lingkungan
sekitar dengan asas kekeluargaan. Pemungutan suara bukanlah hal yang
harus diutamakan dalam musyawarah karena hanya akan membuat
masyarakat tersegmentasi menjadi mayoritas dan minoritas. Hal yang baik dan
harus dicapai adalah mufakat atau kesepakatan bersama, dimana harus diliputi
asas kekeluargaan sehingga solusi atas masalah yang dihadapi juga didukung
semua elemen yang terlibat dalam musyawarah tersebut.
4. Cara Membiasakan Warga Negara Indonesia untuk Menerapkan Asas
Musyawarah Mufakat Dalam Kehidupannya
Kemauan untuk menggunakan musyawarah dalam menyelesaikan
masalah harus menjadi kebiasaan setiap warga negara Indonesia di berbagai
lingkungan kehidupan, antara lain warga negara Indonesia dapat menerapkan
musyawarah dengan membiasakannya dalam kehidupan setiap harinya meski
dimulai dari hal – hal yang kecil seperti pada contoh sebagai berikut :
a. Musywarah di lingkungan keluarga, misalnya:
1) Menentukan tempat rekreasi keluarga.
2) Pemberian tugas yang harus dikerjakan tiap anggota keluarga.
3) Menentukan aturan – aturan dalam keluarga, dan sebagainya.

b. Musyawarah di lingkungan sekolah, misalnya:
1) Memilih pengurus OSIS.
2) Menentukan program kegiatan OSIS.
3) Pemilihan ketua kelas.
4) Menentukan tempat tujuan wisata, dan sebagainya.
c. Musyawarah di lingkungan masyarakat, misalnya:
1) Pelaksanaan acara 17 Agustus–an.
2) Membangun jalan.
3) Pembagian jadwal ronda / siskamling.
4) Memilih pengurus / LPMD, dan sebagainya.
d. Musyawarah di lingkngan kenegaraan, misalnya:
1) Rapat – rapat DPR / komisi.
2) Membuat suatu undang – undang, dan sebagainya
5. Hambatan jika Menggunakan Musyawarah Mufakat Sebagai Asas
Demokrasi di Indonesia dan Cara Mengatasinya
Seperti halnya usaha atau kegiatan lainnya, upaya mematuhi
keputusan bersama pun memilikithambatan atau kendala. Hambatan dalam
upaya mematuhi keputusan bersama datang dari dalam dan luar :
a. Hambatan dari dalam, yaitu hambatan yang berasal dari peserta
musyawarah itu sendiri, seperti:
1) Tidak tertampungnya keinginan atau pendapat peserta.
2) Peserta musyawarah merasa ingin menang sendiri.
3) Peserta musyawarah mementingkan kepentingan kelompoknya tanpa
menghiraukan kepentingan bersama.
4) Peserta musyawarah bersikap tidak mau tahu dalam setiap pernbahasan
masalah.
5) Peserta musyawarah yang tidak mau menerima kritik dan saran dari
orang lain.
b. Hambatan dari luar, yaitu hambatan yang berasal dari luar kelompok
musyawarah, seperti:

1) Menghasut dan memengaruhi hasil keputusan yang telah diambil.
2) Meniru dan mencontoh hasil keputusan kelompok lain tanpa izin.
3) Memengaruhi pihak – pihak lain dalam pengambilan keputusan.
Setiap pengambilan dan pelaksanaan keputusan bersama selalu
diwarnai oleh pihak yang setuju atau tidak setuju. Pihak yang tidak setuju
dalam upaya mematuhi keputusan bersama menimbulkan beberapa akibat,
antara lain:
a. merasa bersalah,
b. dikucilkan dari kelompok,
c. tidak percaya orang lain,
d. sanksi atau teguran dari kelompok lainnya,
e. pemecatan dari keanggotaan kelompok tertentu,
f. dipidana penjara atau harus mengganti kerugian, dan sebagainya.
Pada pengambilan keputusan melalui musyawarah untuk mufakat,
kemungkinan terjadinya pertikaian dan perpecahan akan lebih kecil. Karena
keputusan baru diambil jika telah dicapai kesepakatan dari semua peserta
musyawarah (dicapai mufakat). Namun cara seperti ini akan memakan waktu
yang lebih lama dibandingkan voting. Akan butuh waktu yang panjang untuk
mencari jalan tengah yang dapat diterima semua pihak, apalagi jika peserta
musyawarah jumlahnya banyak. Akan sangat sulit dicapai mufakat, karena
semakin banyakorang pasti akan semakin banyak pendapat dan kepentingan.
Namun, selain itu musyawarah untuk mufakat harus dilandasi dengan
semangat kekeluargaan. Musyawarah untuk mufakat merupakan pengamalan
Pancasila, yaitu sila keempat yang berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan.” Dengan
musyawarah suatu persoalan akan mudah terpecahkan, sehingga dicapai
suatu

keputusan

atau

kata

sepakat.

Manfaat

menyelesaikan masalah secara musyawarah yaitu :
a. Masalah dapat cepat terpecahkan.
b. Keputusan yang diambil memiliki nilai keadilan.
c. Hasil keputusan menguntungkan semua pihak.

yang

diperoleh

jika

d. Dapat menyatukan pendapat yang saling berbeda.
e. Adanya kebersamaan, dan sebagainya.
Cara mencegah terjadinya hal yang diinginkan ketika musyawarah dapat
melakukan hal ini. Ketika keputusan bersama dapat dicapai setelah masalah
dan hambatan yang dimusyawarahkan dapat dicapai mufakat. Hal yang dapat
dilakukan untuk menangani hambatan yang telah disebutkan sebelumnya,
yaitu dengan cara :
1. Menerima Hasil Keputusan Bersama
Dalam

musyawarah

semua

pihak

harus

mengutamakan

kepentingan bersama dari pada kepentingan pribadi dan golongan. Bila
musyawarah telah mencapai mufakat, maka hasil pemufakatan menjadi
keputusan bersama. Semua pihak harus menerima keputusan bersama
dengan ikhlas, penuh tanggung jawab, dan lapang dada. Berikut ini adalah
beberapa cara menerima hasil keputusan bersama, yaitu:
a. Semua

pihak

mengutamakan

kepentingan

bersama

daripada

kepentingan pribadi dan golongan.
b. Semua pihak memahami dengan baik masalah yang dimusyawarahkan.
c. Semua pihak menghormati dan menghargai perbedaan pendapat.
d. Semua pihak harus menerima dan terbuka setiap kritik, usul, dan saran.
e. Semua pihak harus meyadari bahwa keputusan yang dihasilkan adalah
keputusan yang terbaik demi kepentingan bersama.
f. Semua pihak harus mampu menahan diri agar tidak memaksakan
kehendak, bila pendapatnya tidak diterima.
2. Melaksanakan Hasil Keputusan Bersama
Setelah semua pihak dapat menerima hasil keputusan bersama,
langkah selanjutnya adalah melaksanakan keputusan tersebut. Semua
pihak harus ikhlas dan penuh tanggung jawab melaksanakan keputusan
bersama. Keputusan bersama merupakan penyelesaian masalah dihasilkan
melalui musyawarah, tukar pikiran, tukar pendapat, serta sumbang saran
untuk mencapai mufakat.

Hasil

keputusan

bersama

mengikat

semua

pihak

untuk

mematuhinya. Hasil keputusan bersama dilaksanakan dengan ikhlas dalam
kehidupan sehari-hari. Melaksanakan keputusan dengan ikhlas berarti
melaksanakan keputusan dengan hati yang bersih dan jujur. Dalam
melaksanakan hasil keputusan bersama tidak boleh dengan rasa benci atau
dendam. Karena keputusan tersebut adalah untuk kepentingan bersama.
Jadi, dalam melaksanakan hasil keputusan bersama, hal – hal yang harus
diperhatikan oleh semua pihak yaitu :
a. Hasil keputusan bersama harus dilaksanakan dengan menjunjung
tinggi harkat dan martabat manusia.
b. Hasil

keputusan

bersama

harus

dilaksanakan

dan

dapat

dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa.
c. Hasil keputusan bersama harus dilaksanakan dengan memerhatikan
nilai – nilai kebenaran dan keadilan.
Masalah – masalah yang ada dalam masyarakat sangat kompleks, oleh
karena itu perlu dikembangkan kesadaran dalam hal – hal seperti :
a. Menciptakan suasana yang akrab penuh rasa kekeluargaan untuk secara
terbuka saling mengingatkan apabila ada kelalaian dalam pelaksanaan
keputusan bersama.
b. Melaksanakan keputusan bersama dengan ikhlas penuh rasa tanggung
jawab.
c. Selalu membina kerjasama, rasa setia kawan, dan disiplin agar keputusan
musyawarah dapat diterapkan dalam kehidupan sehari – hari.
d. Setiap warga menerima hasil musyawarah sebagai keputusan bersama
yang harus dilaksanakan untuk kesejahteraan bersama.
e. Membina kerjasama sehingga tercipta suasana saling membantu, untuk
mewujudkan tujuan musyawarah.
f.

Berusaha untuk memahami, bahwa perbedaan cara pandang bukan
sebagai kendala, melainkan dimanfaatkan untuk memperkaya dan
mendukung pelaksanaan berbagai hal yang telah disepakati bersama.

6. Kelebihan Musyawarah dibanding dengan Asas Lainnya Sehingga
Mampu Menjadi Asas yang Tepat Bagi Indonesia



Aspirasi semua peserta rapat dapat disalurkan. Dimana seberapa banyak
pun peserta musyawarah, dapat menyalurkan suaranya.
Sesama peserta rapat saling memahami dan toleransi. Tidak saling
melecehkan maupun menghina antara satu peserta dengan peserta yang
lain karena musyawarah sangat menjunjung tinggi toleransi yang



merupakan identitas bangsa Indonesia.
Masalah yang dibahas jelas. Ketika masyawarah berlangsung biasanya
telah



ditentukan

terlebih

dahulu

pokok

bahasan

yang

akan

dimusyawarahkan sehingga dapat berjalan sesuai sasaran.
Tercapainya kata mufakat yang menghasilkan keputusan bulat. Hal
tersebut terjadi karena tidak akan ada kata mufakat jika seluruh peserta



masih ada yang belum menyetujui keputusan.
Kental dengan suasana kekeluargaan. Dengan adanya musyawarah dapat
menambah rasa kekeluarkan antar peserta sebab peserta dapat berbagi
pengalaman, mengajukan sanggahan maupun pertanyaan, menyalurkan
suaranya namun masih saling menghargai satu sama lain dan lebih
megutamakan kepentingan golongan sehingga memperkecil kemungkinan
terjadinya permusuhan.
Oleh karena itu, dari kelebihan yang telah disebutkan diatas dapat

dilihat musyawarah memiliki banyak kelebihan daripada asas yang lain. Selain
itu musyawarah sangat identik dengan dasar negara pancasila sila keempat
yang merupakan identitas dan ciri khas bangsa Indonesia yang bergotong
royong dan menjunjung

tinggi

toleransi serta lebih mengutamakan

kepentingan golongan daripada kepentingan pribadi ketika musyawarah
sehingga meningkatkan rasa kekeluargaan antar peserta musyawarah.
Terutama saat ini asas musyawarah mulai tergeser dengan asas liberalis
maupun sosialis yang menyebabkan masyarakat menjadi individualisme yang

hanya mementingkan diri sendiri dan lebih memilih voting daripada
musyawarah dimana hasil bisa saja dimanipulasi oleh pihak yang tidak
bertanggungjawab.

7. Inti dari Asas Musyawarah untuk Mencapai Mufakat

a. Mengutamakan Musyawarah Dalam Mengambil Keputusan.
Keputusan adalah segala putusan yang telah ditetapkan atau
disetujui. Keputusan juga berarti kesimpulan akhir. Jadi, keputusan
bersama adalah segala sesuatu yang telah disepakati bersama untuk
dijalankan bersama. Hasil keputusan bersama menjadi tanggung jawab
bersama juga. Oleh karena itu siapapun yang terikat dan terkait dengan
hasil keputusan harus menaatinya. Jika tidak ditaati, akan mendapatkan
sanksi yang sudah disahkan bersama.
Suatu keputusan bersama dapat dihasilkan jika dilakukan dalam
musyawarah yang sungguh sungguh. Keputusan bersama harus diterima
dengan sikap terbuka dan ditaati. Keputusan bersama yang diambil harus
ditaati

dan

dilaksanakan

walaupun

keputusan

itu

mengandung

kekurangan. Keputusan bersama haruslah diterima dan dilaksanakan
dengan kesungguhan hati, keikhlasan, dan kejujuran.

b. Gotong Royong Dalam Bermusyawarah Untuk Mencapai Mufakat
Sifat gotong royong sudah ada dalam jati diri bangsa ini sejak
zaman dahulu, terlihat pada lukisan prasasti yang melukiskan manusia
Indonesia yang bekerja sama dalam mengerjakan suatu pekerjaan yang
mengutamakan azas persatuan dan persaudaraan, dalam bermusyawarah
yang diutakamakan adalah keikutsertaan semua orang yang terlibat dan
berkepentingan agar tercapai mufakat dan persetujuan, karena jika tidak
akan menghasilkan keputusan yang pincang, dengan kata lain akan
berdampak pada hasil yang menguntungkan pada satu pihak namun

merugikan bagi pihak yang lain, oleh karena itu gotong royong dalam
sebuah musyawarah adalah sebuah keharusan dalam mencapai sebuah
kesepakatan yang saling menguntungkan.

c. Menghormati Keputusan Musyawarah
Keputusan bersama dalam musyawarah adalah sesuatu yang
sangat penting dan disahkan bersama.Suatu keputusan bersama dapat
dihasilkan jika dilakukan dalam musyawarah yang sungguh sungguh.
Keputusan bersama harus diterima dengan sikap terbuka dan ditaati.
Keputusan bersama yang diambil harus ditaati dan dilaksanakan walaupun
keputusan itu mengandung kekurangan. Keputusan bersama haruslah
diterima dan dilaksanakan dengan kesungguhan hati, keikhlasan, dan
kejujuran sebagai wujud penghormatan terhadap keputusan itu.
Contoh menghormati keputusan musyawarah, misalnya seorang
kepala keluarga membuat aturan dari hasil kesepakatan bersama antara
anggota keluarganya, maka seluruh anggota keluarga harus mentaati
aturan tersebut sebagai wujud penghormatan terhadap hasil musyawarah
yang telah mereka sepakati seperti semua anggota keluarga harus bangun
tepat waktu, semua anak brangkat dan pulang sekolah tepat waktu,
meminta izin jika ada keperluan lain dan sebagainya.

d. Dengan Iktikad Baik dan Rasa Tanggung Jawab Menerima dan
Melaksanakan Hasil Keputusan Musyawarah
Dengan itikad baik hasil keputusan musyawarah yang telah di
sepakati harus dilaksanakan berdasarkan aturan-aturan yang ada dengan
penuh rasa tanggung jawab.
Contohnya sebagai masyarakat seluruh peraturan yang telah
dibuat berdasarkan kesepakatan diterima dengan ikhlas dan dengan itikad

baik serta penuh rasa tanggung jawab untuk melaksanakannya sesuai
dengan tujuan yang diharapkan.

e. Di Dalam Musyawarah Diutamakan Kepentingan Bersama Diatas
Kepentingan Pribadi dan Golongan
Musyawarah adalah memecahkan persoalan secara berama. Dalam
hal

pengambilan

tengahnya

Keputusan

dilakukan

dengan

mencari

jalan

yang disetujui secara bersama untuk dilaksanakan bersama

serta tidak mementingkan kepentingan pribadi maupun golongan. Dengan
musyawarah, maka kepentingan umum terjamin.Musyawarah dapat
dilakukan di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, seperti rukun
tetangga (RT), rukun warga (RW), kelurahan/ desa, maupun di kantorkantor swasta dan pemerintah.
Contoh

musyawarah

mengutamakan

kepentingan

bersama

misalnya dalam pemilihan kepala desa kita harus memilih kepala desa
berdasarkan keputusan bersama, tanpa menguntungkan satu pihak atau
golongan tertentu