BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Kearifan Lokal Tradisi Bertani Padi Pada Masyarakat Batak Toba Di Baktiraja: Kajian Antropolinguistik

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Kepustakaan Yang Relevan
Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan

masalah dalam suatu penelitian. Paparan atau konsep-konsep tersebut bersumber dari
pendapat para ahli, pengalaman penelitian, dokumentasi, dan nalar peneliti yang berhubungan
dengan masalah yang diteliti.
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku yang relevan. Buku yang
digunakan dalam pengkajian ini adalah buku-buku tentang, “Kearifan Lokal peran, dan
metode tradisi lisan,” (Sibarani,2014). Buku ini menjelaskan tentang tradisi lisan yang ada di
etnik di Indonesia yang berisi nilai dan norma budaya. Dalam hal ini tradisi lisan menjadi
sumber kearifan lokal.
Kearifan lokal dapat dimanfaatkan sebagai sumber pembentukan karakter bangsa.
Karakter bangsa berasal dari kearifan lokal kita sendiri sebagai norma warisan leluhur
bangsa. Karakter dalam kearifan lokal dapat diperdayakan dalam menciptakan kedamaian
dan menjaga warisan leluhur kita yang sudah ada sejak dahulu.
Buku selanjutnya yaitu “Kearifan Lokal Gotong-royong Pada Upacara Adat Etnik

Batak Toba,” (Sibarani,2014). Buku ini menjelaskan tahapan dan konsep gotong royong.
Konsep gotong-royong mencakup nilai saling mendukung, saling menyetujui, saling
membantu, saling bekerja sama, bersama-sama bekerja, dan saling memahami.
Kemudian dalam laporan hasil penelitian Sibarani, dkk, 2014 yang berjudul ”Pola
Gotong-royong dan Model Revitalisasinya Pada Masyarakat Batak Toba,” gotong royong
merupakan pekerjaan atau aktivitas yang harus kompak, serempak, dam bersama-sama begitu
juga dalam hal nya menanam padi pada masyarakat Batak Toba di desa Baktiraja.

Universitas Sumatera Utara

2.1.1

Pengertian Kearifan Lokal
Kearifan lokal, terdiri dari dua kata yaitu kearifan (wisdom) atau kebijaksanaan dan

lokal (local) atau setempat. Jadi kearifan lokal adalah gagasan setempat yang bersifat
bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota
masyarakatnya.
Sibarani (2014:180) menyatakan bahwa, kearifan lokal adalah kebijaksanaan dan
pengetahuan asli suatu masyarakat yang berasal dari nilai luhur tradisi budaya untuk

mengatur tatanan kehidupan masyarakat. Dalam hal ini kearifan lokal itu bukan hanya nilai
budaya, tetapi nilai budaya dapat dimanfaatkan untuk menata kehidupan masyarakat dalam
mencapai peningkatan kesejahtraan dan pembentukan kedamaian.
Menurut Sibarani dan Balitbangsos Depsos RI, (Sibarani,2014:5) “Kearifan lokal
(lokal wisdom) dapat dipahami sebagai nilai-nilai budaya, gagasan-gagasan tradisional, dan
pengetahuan setempat yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, dan berbudi
luhur yang dimiliki oleh anggota masyarakat dalam menata kehidupan sosial mereka”.
Kearifan lokal itu diperoleh dari tradisi budaya atau tradisi lisan karena kearifan lokal
merupakan kandungan tradisi lisan atau tradisi budaya yang secara turun menurun diwariskan
dan dimanfaatkan menata kehidupan sosial masyarakat dalam segala bidang kehidupannya.
Kearifan lokal adalah nilai budaya lokal yang dapat dimanfaatkan untuk mengatur tatanan
kehidupan masyarakat secara arif dan bijaksanan.
Nilai tradisi untuk menselaraskan kehidupan manusia dengan cara menghargai,
memelihara dan melestarikan alam lingkungan. Hal ini dapat dilihat bahwa semakin adanya
penyempurnaan arti dan saling mendukung, yang intinya adalah memahami bakat dan potensi
alam tempatnya hidup; dan diwujudkannya sebagai tradisi.
Definisi kearifan lokal secara bebas dapat diartikan nilai-nilai budaya yang baik yang
ada di dalam suatu masyarakat. Hal ini berarti, untuk mengetahui suatu kearifan lokal di suatu
wilayah maka kita harus bisa memahami nilai-nilai budaya yang baik yang ada di dalam
wilayah tersebut.Sebenarnya nilai-nilai kearifan lokal ini sudah diajarkan secara turun

temurun oleh orang tua kita kepada kita selaku anak-anaknya. Budaya gotong royong, saling
menghormati.
Dari definisi-definisi itu, kita dapat memahami bahwa kearifan lokal adalah
pengetahuan yang dikembangkan oleh para leluhur dalam mensiasati lingkungan hidup
sekitar mereka, menjadikan pengetahuan itu sebagai bagian dari budaya dan memperkenalkan
serta meneruskan itu dari generasi ke generasi. Beberapa bentuk pengetahuan tradisional itu

Universitas Sumatera Utara

muncul lewat cerita-cerita, legenda-legenda, nyanyian-nyanyian, ritual-ritual, dan juga aturan
atau hukum setempat.
Kearifan lokal menjadi penting dan bermanfaat hanya ketika masyarakat lokal yang
mewarisi sistem pengetahuan itu mau menerima dan mengklaim hal itu sebagai bagian dari
kehidupan mereka. Dengan cara itulah, kearifan lokal dapat disebut sebagai jiwa dari budaya
lokal. Hal itu dapat dilihat dari ekspresi kearifan lokal dalam kehidupan setiap hari karena
telah terinternalisasi dengan sangat baik. Tiap bagian dari kehidupan masyarakat lokal
diarahkan secara arif berdasarkan sistem pengetahuan mereka, dimana tidak hanya
bermanfaat dalam aktifitas keseharian dan interaksi dengan sesama saja, tetapi juga dalam
situasi-situasi yang tidak terduga seperti bencana yang datang tiba-tiba.
Kearifan lokal yang terdapat pada masyarakat banyak mengandung nilai luhur budaya

bangsa, yang masih kuat menjadi identitas karakter warga masyarakatnya. Namun disisi lain,
nilai kearifan lokal sering kali dinegasikan atau diabaikan, karena tidak sesuai dengan
perkembangan zamannya. Padahal dari nilai kearifan lokal tersebut dapat dipromosikan nilainilai luhur yang bisa dijadikan model dalam pengembangan budaya bangsa Indonesia. Dalam
konteks ini, masyarakat adat yang masih tetap memelihara dan eksis dalam kearifan lokal nya
menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam pengembangan pendidikan karakter. Masih
banyak masyarakat yang masih tetap memelihara kearifan lokalnya misalnya masyarakat
Baktiraja di Humbang Hasundutan yang tetap melaksanaan Tradisi Bertani Padi.

Universitas Sumatera Utara

2.1.2. Kearifan Lokal Bertani Padi
Pada umumnya masyarakat Batak bercocok tanam padi di sawah dan ladang. Lahan
didapat dari pembagian yang didasarkan marga. Setiap keluarga mendapat tanah tetapi tidak
boleh menjualnya. Perternakan juga salah satu mata pencaharian suku batak antara lain
perternakan kerbau, sapi, babi, kambing, ayam, dan bebek. Penangkapan ikan dilakukan
sebagian penduduk disekitar Danau Toba.Eme atau padi merupakan tanaman budidaya
masyaraat Batak, baik di hauma (persawahan atau perladangan menanam padi), balian
(sawah).
Masyarakat tradisional Batak Toba bercocok tanam padi di sawah dan juga mengolah
ladang. Pengelolaan tanaman padi di sawah banyak terdapat di pinggiranDanau Toba. Hal ini

disebabkan oleh daerah tersebut adalah dataran yang landai dan terbuka sehingga
memungkinkan untuk bercocok tanam padi di sawah. Sedangkan ladang banyak terdapat di
daerah sebelah Utara (Karo, Simalungun, Pakpak, dan Dairi). Kawasan ini berhutan lebat dan
tertutup serta berupa dataran tinggi yang sejuk sehingga mengakibatkan lahan ini lebih
memungkinkan untuk pengolahan ladang. Jika anda mendengar daerah Karo sebagai
penghasil sayuran dan buah yang potensial, ini adalah salah satu dampak positif yang
dihasilkan oleh keberadaan bentuk lahan tersebut.
Dalam hal bercocok tanam atau pertanian yang terdiri dari bersawah dan berkebun
pada masyarat Batak diusahakan di lembah-lembah celah atau bukit yang dapat diairi. Supaya
tanahnya subur, lahannya diberi pupuk atau dalam bahasa Batak disebut takkal.Penggunaan
Takkal (pupuk) dalam mengusahakan lahan persawahan dapat menghasilkan beras sebagai
bahan makanan utama.
Pertanian dan bagaian mengolahlahan pertanian merupakan hasil dari suatu
kebudayaan yang sudah diturunkan selama puluhan tahun. Bahkan, sampai ratusan tahun
kepada generasi berikutnya yang berasal dari nenek moyang mereka. Pertanian suku Batak
juga tidak akan lepas dari kebiasaan bekerjasama yang disebut Marsiurupan. Masyarakat
akan bekerja sama untuk mengolah lahan pertanian penduduk yang satu, dan sebaliknya.
Biasanya kerja sama akan dilakukan ketika musim menanam, mengola tanaman, dan musim
panen.
Sebelum teknologi pengolahan pangan mencapai daerah tanahBatak, hasil pengolahan

tanaman padi di sawah hanya dapat menghasilkan panen satu kali dalam satu tahun. Hal ini
disebabkan oleh pengolahan tanah yang tidak begitu baik, irigasi yang terbatas dan juga tanpa

Universitas Sumatera Utara

penanganan tanaman yang terampil. Demikian halnya dengan hasil pengolahan tanaman di
ladang, hanya dapat menghasilkan panen satu hingga dua kali saja lalu kemudian lahan tidak
dapat digunakan lagi. Kemudian ladang tersebut akan ditinggalkan dan berpindah ke ladang
yang baru.
Pembukaan ladang yang baru dimulai dengan pemilihan lahan melalui ritual bersama
seorang datu (dukun) yang disebut parma-mang. Lahan yang biasanya dijadikan ladang
adalah lahan yang tidak ditempati atau kawasan hutan alami yang belum dijamah oleh
manusia. Kemudian lahan tersebut dibersihkan dengan cara dibakar. Upacara selanjutnya
adalah memberikan sesaji kepada penunggu lahan agar tidak mengganggu pengolah ladang
dan juga sekaligus sebagai upacara pemilihan hari baik untuk mulai menanam. Selama
musim pembukaan lahan ini, masyarakat kampung dilarang untuk keluar-masuk kampung.
Hal ini dilakukan untuk menghindari mala petaka dan bahaya yang mungkin terjadi karena
penunggu lahan yang merasa terusik. Sekarang keberadaan datu ini sudah tidak menjadi
dominan


lagi,

akan

tetapi

kebiasaan

membuka

lahan

baru

ini

masih

ada.


Tanaman yang sering ditanam di ladang ini adalah padi, tebu, tanaman obat, ubi, sayursayuran dan mentimun..
Bercocok tanam sudah lama dikenal di daerah Batak Toba, khususnya bersawah dan
berladang, yang mana makanan penduduk utamanya adalah beras. Disamping itu padi/beras
sangat berfungsi dalam upacara adat. Dari survei awal pada masyarakat Batak Toba di desa
Baktiraja, melaksanakan bermacam-macam upacara untuk bercocok tanam dimulai dari masa
menanam padi, masa mengolah padi dan, masa memanen padi.
Upacara ini dilakukan untuk menyatakan terima kasih kepada Tuhan maupun
penguasa alam agar tanaman-tanaman subur dan banyak hasilnya. Tetapi juga dapat
dilaksanakan dengan pengharapan agar apapun dikerjakan di ladang maupun sawah mendapat
hasil yang berlimpah ruah.Beralih kepada masa pengaruh perkembangan ekonomi terhadap
pertanian di tanah Batak. Pengaruh perkembangan perekonomian tersebut mulai terlihat
ketika penjajah memasuki daerah Tanah Toba.
Salah satu upacara adat menanam padi pada masyarakat Batak Toba di Baktiraja
berhubungan dengan Batu Siungkap-ungkapon. Konon Batu Siungkap-ungkapon ini adalah
Batu yang bertuah yang memiliki kekuatan spiritual masa itu. Pada waktu jaman dahulu
pekerjaan masyarakat mayoritas adalah bertani padi, dimana masyarakat sangat percaya jika

Universitas Sumatera Utara

hasil tanaman padi subur dan panen melimpah adalah tanah yang mereka garap di berkati

oleh Oppu Mula Jadi Na Bolon (Tuhan)/ pencipta langit dan bumi beserta isinya..
Setelah beberapa hari setelah upacara dilakukan muncullah semut merah atau semut
bertelur putih dari Batu Siungkap-ungkapon. Jika hanya semut merah saja keluar dari Batu
Siungkap-ungkapon tersebut bertanda sebagaian tanah tidak akan menghasilkan panen yang
baik. Jika semut merah bertelur putih bertanda bahwa tanaman tidak akan diserang oleh hama
tanaman dan hasil panen melimpah. Petunjuk keluarnya semut merah inilah pemimpin akan
mengumumkan kepada masyarakat kapan waktu yang tepat untuk bercocok tanam.

2.2

Teori yang Digunakan
Berdasarkan judul penelitian ini, secara umum teori yang digunakan penulis untuk

mendeskripsikan judul “Kearifan Lokal Bertani Padi Pada Masyarakat Batak Toba di Desa
Baktiraja,” menggunakan teori tradisi lisan dan Antropolinguistik.

2.2.1

Tradisi Lisan
Tradisi menurut etimologi adalah kata yang mengacuh pada adat atau kebiasaan yang


turun menurun, atau peraturan yang dijalankan masyarakat. Tradisi merupakan sinonim dari
kata “budaya” di mana keduanya adalah hasil karya masyarakat yang dapat membawa
pengaruh pada masyarakat tersebut karena kedua kata ini dapat dikatakan makna dari hukum
tidak tertulis dan ini menjadi patokan norma dalam masyarakat yang dianggap baik dan benar
adanya. Tradisi berasal dari bahasa Latin traditio (diteruskan) atau kebiasaan yang telah
dilakukan dengan cukup lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok
masyarakat. Hal yang paling mendasar dari tradisi yaitu adanya tradisiyaitu adanya informasi
yang diteruskan dari generasi kegenerasi baik tertulis maupun lisan. Dalam pengertian lain
tradisi ialah adat-istiadat atau kebiasaan turun-menurun yang masih dijalankan dimasyarakat.
Nilai dan norma tradisi lisan dapat dimanfaatkan untuk mendidik anak-anak
memperkuat identitas dan karakter mereka dalam menghadapi masa depan sebagai generasi
penerus bangsa. Tradisi lisan merupakan kegiatan masa lalu yang berkaitan dengan keadaan
masa kini dan perlu diwariskan pada masa mendatang untuk mempersiapkan masa depan
generasi mendatang.

Universitas Sumatera Utara

Tradisi lisan adalah salah satu cara masyarakat untuk menyampaikan sejarah lisan
melalui tutur/lisan dari generasi ke generasi berikutnya. Tradisi lisan berusaha menggali,

menjelaskan, menginterpretasi secara ilmiah warisan-warisan budaya leluhur pada masa lalu
dan membentuk karakter generasi masa kini demi mempersiapkan kehidupan yang damai dan
sejahtera untuk generasi berikutnya (Sibarani,2014:2-3).
Menurut Sibarani (2014 :251-252), “Tradisi lisan dapat dikaji dari latar belakang ilmu
sastra. Semua stuktur seperti latar, alur, gaya bahasa, penokohan dan unsur estetika lain sejak
dulu menjadi fokus penting dalam kajian sastra”. Apabila hanya mengkaji teks tradisi lisan
dari segi ilmu sastra, kajian itu hanya kajian sastra, bukan kajian tradisi lisan dari latar
belakang ilmu sastra.
Tradisi budaya atau tradisi lisan masa lalu tidak akan mungkin dapat lagi dihadirkan
pada masa kini persis seperti dahulu karena telah mengalami transformasi sedemikian rupa
bahkan mungkin telah ” mati” karena sudah tidak hidup lagi pada komunitasnya, tetapi nilai
dan normanya dapat diaktualisasikan pada masa sekarang. Hal yang paling mendasar dari
tradisi lisan yaitu adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis
maupun lisan, karena tanpa adanya ini suatu tradisi bisa punah. Dalam pengertian lain tradisi
ialah adat istiadat atau kebiasaan turun menurun yang masih dijalankan di masyarakat.
Pesan atau amanat sebagai kandungan tradisi lisan dari sudut ilmu sastra menjadi
sangat penting diungkapkan, tetapi amanat atau pesan itu mesti dikaitkan dengan konteks
tradisi. Penelitian tradisi lisan dapat mengungkapkan kebenaran bentuk dan isi suatu tradisi
lisan. Dengan demikian, diperlukan kajian ilmu sastra yang relevan untuk mengkaji tradisi
lisan dengan tetap mempertimbangkan bentuk seperti :
1. Teks
Merupakan unsurverbal baik berupa bahasa yang tersusun ketat seperti bahasa serta
maupun bahasa naratif yang mengantarkan tradisi lisan nonverbal seperti teks
pengantar sebuah performasi.
2. Ko-teks
Merupakan keseluruhan unsur yang mendampingi teks seperti unsur yang
mendampingi teks seperti unsur paralinguistik, proksemik, kinisek, dan unsur material
lainnya, yang terdapat dalam tradisi lisan.

Universitas Sumatera Utara

3. Konteks
Merupakan kondisi yang berkenaan dengan budaya, sosial, stuasi, dan idiologi tradisi
lisan.
Isi yang terdapat dalam tradisi lisan yakni, isi tradisi yang berupa nilai dan norma
yang pada umumnya menjelaskan tentang makna, maksud, peran, dan fungsi. Nilai dan
norma tradisi lisan yang dapat digunakan untuk membentuk kehidupan sosial itu disebut
dengan kearifan lokal. Dalam hal ini isi dapat dipilih jadi beberapa pembentuknya, pertama
isi adalah makna dan fungsi atau peran. Kedua adalah nilai atau norma, yang dapat
diinferensikan dari makna atau maksud dan fungsi atau peran dengan adanya keyakinan
terhadap nilai atau norma itu. Ketiga adalah kearifan lokal yang merupakan penggunaan nilai
dan norma budaya dalam menata kehidupan sosial secara arif.
Contoh objek kajian tradisi lisan dalam bentuk bertani padi, (di rujuk dari Sibarani,
2012:248).

Bertani Padi

Bentuk

Isi

Struktur Bertani Padi
a) Menanam
b) Mengolah

a) Makna dan fungsi
b) Nilai dan norma
c) Kearifan lokal

c) memanen

Dari makna dan fungsi bagian-bagian tradisi lisan serta makna dan fungsi keseluruhan
tradisi lisan sebagai wacana yang lengkap akan dapat diungkapkan nilai dan norma sebuah
tradisi lisan atau tradisi budaya melalui proses interpretasi yang dikaitkan dengan konteksnya.

Universitas Sumatera Utara

Nilai dan norma budaya yang dapat diterapkan atau yang masih dimanfaatkan oleh komunitas
untuk menata kehidupan sosial secara arif dan perlu digali serta dilestarikan.

2.2.2 Antropolinguistik
Istilah Antropolinguistik sering dibedakan dengan Linguistik Antropologi. Yang
pertama lebih menekankan pemahaman antropologi dibanding linguistik, sementara yang
kedua lebih menitikberatkan linguistik daripada antropologi.
Hubungan bahasa dengan kebudayaan erat sekali. Bahasa adalah bagian kebudayaan.
Hal ini saling mempengaruhi, saling mengisi, dan berjalan berdampingan. Oleh karena itu
yang mendasari hubungan bahasa dengan kebudayaan dan kebudayaan dapat dipelajari
melalui bahasa.
Antropolinguistik adalah ilmu yang mempelajari manusia dan kebudayaan secara
menyeluruh. Di satu pihak manusia adalah pencipta kebudayaan, dipihak lain kebudayaan
yang “menciptakan” manusia sesuai dengan lingkungannya. Dengan demikian terjalin
hubungan timbal balik yang sangat erat dan padu antara manusia dan kebudayaan.
Dalam kebudayaan bahasa menduduki tempat yang unik dan terhormat. Selain
sebagai unsur kebudayaan, bahasa juga berfungsi sebagai sarana terpenting dalam pewarisan,
pengembangan dan penyebarluasan kebudayaan.
Cakupan kajian yang berkaitan dengan bahasa sangat luas karena bahasa mencakup
hampir semua aktifitas manusia. Hingga akhirnya linguistik memperlihatkan adanya
pergerakan menuju kajian yang bersifat multidisiplin, salah satunya adalah antropologi
linguistik. Antropologi linguistik biasa juga disebut etnolinguistik menelaah bukan hanya dari
strukturnya semata tapi lebih pada fungsi dan pemakaiannya dalam konteks situasi sosial
budaya. Kajian antropologi linguistik antara lain menelaah struktur dan hubungan
kekeluargaan melalui istilah kekerabatan, menelaah bagaimana anggota masyarakat saling
berkomunikasi pada situasi tertentu seperti pada upacara adat, lalu menghubungkannya
dengan konsep kebudayaannya.
Sebagai bidang interdisipliner, ada tiga bidang kajian antropolinguistik, yakni studi
mengenai bahasa, studi mengenai budaya, dan studi mengenai aspek lain dari kehidupan
manusia, yang ketiga bidang tersebut dipelajari dari kerangka kerja linguistik dan

Universitas Sumatera Utara

antropologi. Kerangka kerja linguistik didasarkan pada kajian bahasa dan kerangka kerja
antropologi didasarkan pada kajian seluk-beluk kehidupan manusia.
Antropolinguistik adalah cabang linguistik yang mempelajari variasi dan penggunaan
bahasa dalam hubungannya dengan perkembangan waktu, perbedaan tempat komunikasi,
sistem kekerabatan, pola-pola kebudayaan lain dari suatu suku bangsa. Antropolinguistik
menitikberatkan pada hubungan antara bahasa dan kebudayaan di dalam suatu masyarakat
seperti peranan bahasa di dalam mempelajari bagaimana hubungan keluarga diekspresikan
dalam terminologi budaya, bagaimana cara seseorang berkomunikasi dengan orang lain
dalam kegiatan sosial dan budaya tertentu, dan bagaimana cara seseorang berkomunikasi
dengan orang dari budaya lain, bagaimana cara seseorang berkomunikasi dengan orang lain
secara tepat sesuai dengan konteks budayanya, dan bagaimana bahasa masyarakat dahulu
sesuai dengan perkembangan budayanya; (Sibarani 2004: 50).
Dengan mendengar istilah antropolinguistik, paling sedikit ada tiga relasi penting
yang perlu diperhatikan. Pertama, hubungan antara satu bahasa dengan satu budaya yang
bersangkutan. Yang berarti bahwa ketika mempelajari suatu budaya, kita juga harus
mempelajari bahasanya, dan ketika kita mempelajari bahasanya kita juga harus mempelajari
budayanya. Kedua, hubungan bahasa dengan budaya secara umum yang berarti bahwa setiap
ada satu bahasa dalam suatu masyarakat, maka ada satu budaya dalam masyarakat itu. Bahasa
mengindikasikan budaya, perbedaan bahasa berarti perbedaan budaya atau sebaliknya.
Ketiga, hubungan antara linguistik sebagai ilmu bahasa dengan antropologi sebagai ilmu
budaya; (Sibarani 2004:51).
Kajian Antropolinguistik terhadap tradisi lisan dimulai dari unsur-unsur non-verbal.
Struktur dan formula unsur verbal dan non verbal tradisi lisan dapat dijelaskan melalui
pemahaman struktur teks dan konteksnya sehingga pemahaman bentuk juga menjadi
pemahaman performansi tradisi lisan. Dengan kata lain, antropolinguistik mempelajari teks
dan performansi tradisi lisan dalam kerangka kerja antropologi, mempelajari konteks budaya,
konteks ideologi, konteks sosial, dan konteks situasi tradisi lisan dalam kerangka kerja
linguistik. Disamping bertujuan menemukan formula yang dirumuskan dari struktur teks dan
konteks (bentuk) tradisi lisan, antropolinguistik menggali nilai, norma, dan kearifan lokal (isi)
tradisi lisan serta berupaya merumuskan model penghidupan kembali, pengelolaan, dan
proses pewarisan (revitalisasi) tradisi lisan. Nilai dan norma budaya tradisi lisan dan
ditemukan makna dan fungsinya. Dari makna dan fungsi bagian-bagian tradisi lisan serta

Universitas Sumatera Utara

makna dan fungsi keseluruhan tradisi lisan sebagai wacana yang lengkap akan dapat
diungkapkan nilai dan norma sebuah tradisi lisan melalui proses interpretasi yang dikaitkan
dengan konteksnya;. (Sibarani 2012:305).
Kajian Antropolinguistik terhadap tradisi lisan dimulai dari unsur-unsur non-verbal.
Struktur dan formula unsur verbal dan non verbal tradisi lisan dapat dijelaskan melalui
pemahaman struktur teks dan konteksnya sehingga pemahaman bentuk juga menjadi
pemahaman performansi tradisi lisan.
Dengan kata lain, antropolinguistik mempelajari teks dan performansi tradisi lisan
dalam kerangka kerja antropologi, mempelajari konteks budaya, konteks ideologi, konteks
sosial, dan konteks situasi tradisi lisan dalam kerangka kerja linguistik. Disamping bertujuan
menemukan formula yang dirumuskan dari struktur teks dan konteks (bentuk) tradisi lisan,
antropolinguistik menggali nilai, norma, dan kearifan lokal (isi) tradisi lisan serta berupaya
merumuskan model penghidupan kembali, pengelolaan, dan proses pewarisan (revitalisasi)
tradisi lisan. Nilai dan norma budaya tradisi lisan dikristalisasi dan ditemukan makna dan
fungsinya. Dari makna dan fungsi bagian-bagian tradisi lisan serta makna dan fungsi
keseluruhan tradisi lisan sebagai wacana yang lengkap akan dapat diungkapkan nilai dan
norma sebuah tradisi lisan melalui proses interpretasi yang dikaitkan dengan konteksnya;
(Sibarani 2012:305).
Parameter

antropolinguistik

harus

diterapkan,

yakni

(1)

keterhubungan

(interconnection),(2) kebernilaian (cultural values), dan (3) keberlanjutan (continuty).
Keterhubungan itu mungkin hubungan linier yang secara vertikal atau hubungan normal yang
secara horizontal. Hubungan formal berkenaan dengan struktur bahasa atau teks dengan
konyeks (stuasi, budaya, sosial, ideologi) dan ko-teks (paralinguistik, gerak-isyarat, unsurunsur material) yang berkenaan dengan stuktur alur seperti performansi. Kebernilaian
memperlihatkan makna dan fungsi, sampai kenilai atau norma, serta akhirnya sampai pada
kearifan lokal aspek-aspek yang diteliti. Keberlanjutan memperlihatkan keadaan objek yang
diteliti dan pewarisnya pada generasi berikutnya (Sibarani, 2004: 64).
Nilai dan norma budaya yang dapat diterapkan atau yang masih dimanfaatkan oleh
komunitas untuk menata kehidupan sosial secara arif perlu digali, dilestarikan, dan bahkan
direvitalisasi. Antropolinguistik berupaya menggali dan mengkaji kearifan lokal berdasarkan
hubungan struktur teks, ko-teks, dan konteks dalam suatu peristiwa atau performansi tradisi
lisan atau tradisi budaya. Nilai dan norma budaya yang dirumuskan dari hubungan struktur

Universitas Sumatera Utara

teks, ko-teks, dan konteks dalam suatu peristiwa atau performansi mengindikasikan bahwa
nilai dan norma budaya tradisi lisan sebagai cerminan realitas sosial. Kearifan lokal sebagai
praktik budaya merupakan cerminan realitas (Duranti, 1997:25) dan (Folley, 1997:16).
Bahasa akan dapat menggambarkan cara berpikir sebagai cerminan realitas sosial.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MENANGANI KELUHAN PELANGGAN SPEEDY ( Studi Pada Public Relations PT Telkom Madiun)

32 284 52

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65