ANALISIS MULTI SKENARIO DAMPAK TSUNAMI D (1)
ANALISIS MULTI-SKENARIO DAMPAK TSUNAMI DI
KAWASAN PESISIR KABUPATEN KULON PROGO,
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Dhoni Wicaksono1, Fiqri Ardiansyah2, Gilang Adi Nugroho3, Cut Ayu Tiara S.4
1,2)
Program Studi Ilmu Lingkungan, Minat Studi Geo-Informasi Untuk Manajemen Bencana,
Sekolah Pasca Sarjana UGM, Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55281
3)
Program Studi Pembangunan Wilayah, Fakultas Geografi UGM, Bulaksumur, Yogyakarta,
55281
4)
Program Studi Geografi dan Ilmu Lingkungan, Fakultas Geografi UGM, Bulaksumur,
Yogyakarta, 55281
1,2)
Program Beasiswa Unggulan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
email : [email protected]
Abstrak
Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta
yang memiliki kawasan pesisir yang rawan akan bencana tsunami. Sementara itu, proyekproyek besar direncanakan akan dibangun di Kabupaten Kulon Progo seperti
pembangunan bandara, pembangunan pelabuhan dan penambangan biji besi berlokasi di
sepanjang kawasan pesisir selatan. Pertumbuhan kawasan pesisir tersebut membuat kajian
kerawanan bencana tsunami menjadi penting, tsunami dapat mengakibatkan kerugian
material dan korban jiwa sehingga perlu antisipasi dini untuk mengurangi dampaknya.
Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi dan menganalisis dampak tsunami melalui
berbagai skenario ketinggian gelombang tsunami sehingga dapat dilakukan langkahlangkah pencegahan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini berbasis pada
pengolahan data spasial dengan bantuan analisis Geography Information System (GIS).
Pemodelan area terdampak tsunami menggunakan formulasi yang dikembangkan oleh
Barryman (2006) dengan mempertimbangkan tiga parameter utama, yaitu elevasi,
koefisien kekasaran permukaan, dan ketinggian gelombang. Parameter elevasi
menggunakan peta DEM dari citra SRTM 30m (Shuttle Radar Topography Mission),
sedangkan koefisien kekasaran diperoleh dari analisis penutup dan penggunaan lahan
yang bersumber dari Peta RBI yang diperbaharui dengan citra Quickbird tahun 2014.
Penelitian ini menggunakan empat skenario tinggi gelombang tsunami (run-up) , skenario
1 (5m), skenario 2 (10m), scenario 3 (15m) dan skenario 4 (20m). berdasarkan pemodelan
tiga skenario ketinggian genangan, diperoleh hasil bahwa pada skenario 1 luas wilayah
terdampak mencapai 251,39 ha mencakup 10 desa, scenario 2 luas wilayah terdampak
mencapai 4144.9 ha mencakup 20 desa, skenario 3 luas wilayah terdampak mencapai
6609.9 ha mencakup 26 desa dan skenario 4 luas wilayah terdampak mencapai 8755.0 ha
mencakup 34 desa.
Kata kunci : tsunami, run-up, GIS, multi-skenario
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia terletak diantara tiga lempeng tektonik aktif, yaitu lempeng Eurasia,
Lempeng Pasifik dan lempeng indo-australia. Konsekuensi dari kondisi tersebut adalah
kawasan pesisir yang terletak dekat dengan zona pertemuan lempeng (Subduction)
menjadi rawan akan gempa dan tsunami. Gambar 1 menunjukkan wilayah yang rawan
akan gempa dan Tsunami di Indonesia. Dapat terlihat disana, bahwa seluruh pantai barat
Sumatera, pantai selatan Jawa-Nusa Tenggara Timur, pantai timur Kalimantan, pantai
utara-barat Sulawesi, pantai utara Maluku dan pantai utara Papua memiliki potensi
terlanda gempa bumi dan tsunami.
Pesisir Kulon Progo
Gambar 1. Kawasan Rawan Gempa dan Tsunami di Indonesia
(Sumber : Tsunami Hazard, http://www.gitews.org/tsunami-kit/index_en.html)
Tsunami adalah gelombang, atau rangkaian beberapa gelombang yang diciptakan
oleh gerakan tiba-tiba dari perpindahan masa air secara vertical (Bryant, 2008).
Perpindahan masa air tersebut dapat disebabkan oleh berbagai macam factor, baik berupa
proses endogen, eksogen maupun proses ekstraterestrial. Mayoritas tsunami disebabkan
oleh gangguan akibat aktivitas seismic di lautan. Perpindahan bagian kecil dari kerak
bumi menyebabkan perpindahan masa air diatasnya dengan jumlah yang lebih besar
akibat besarnya energi yang terlepaskan.
Tsunami merupakan kejadian yang langka, tidak semua aktivitas kegempaan di
dasar lautan dapat menyebabkan tsunami (Weigel, 1964, Lida, 1963 dan Bryant, 2005
dalam Bryant, 2008). Selama periode 1861-1948 tercapat 124 kejadian tsunami yang
ditimbulkan dari 15000 kejadian gempa di dasar laut (Bryant, 2008).
GITEWS (2015) menjelaskan bahwa dari periode 1992-2012 tercatat 21 kejadian
gempa besar dan 17 kejadian gempa bumi dan tsunami di Indonesia. Kejadian gempa dan
tsunami terbesar terjadi di Aceh (26 Desember, 2004) dan Jawa Barat (17 Juli, 2006)
dengan jumlah korban jiwa mencapai 128645 jiwa untuk tsunami Aceh (Rofi, dkk 2005)
dan 653 jiwa untuk tsunami Jawa Barat (Cipta Karya PU, 2015). Fakta tersebut
membuktikan bahwa gempa dan tsunami merupakan ancaman yang cukup nyata di
wilayah Indonesia. Meskipun tsunami memiliki kala ulang yang cukup lama dan jarang
terjadi, namun tingkat kerusakan yang dapat ditimbulkan sangat tinggi.
Hanifa dkk (2014) menjelaskan bahwa pergerakan penunjaman lempeng tektonik
di Jawa Bagian selatan cukup tinggi, yaitu 48-56 mm/tahun di daerah Pelabuhan RatuJawa Barat dan 48-55 mm/tahun untuk wilayah Pangandaran. Aktivitas tektonik yang
tinggi ini berpotensi besar dalam menyebabkan bencana gempa bumi dan tsunami di
masa depan.
Gambar 2. Lokasi Gempa dan Tsunami di Indonesia Periode (1992-2012)
(Sumber : Tsunami Hazard, http://www.gitews.org/tsunami-kit/index_en.html)
Wilayah pesisir selatan Jawa merupakan wilayah yang kurang berkembang jika
dibandingkan dengan wilayah pesisir utara Jawa. Aktivitas umum yang dapat ditemui
didominasi oleh aktivitas agraris dan pariwisata, hanya sebagian kecil wilayah saja yang
memiliki perkembangan cukup pesat seperti Kota Cilacap dan Kota Pacitan. Kondisi ini
dibuktikan dengan adanya perkembangan infrastruktur dan perekonomian antara bagian
utara dan selatan Pulau Jawa. Berdasarkan nilai PDRB per-kapita wilayah, daerah di
bagian utara Pulau Jawa jauh lebih tinggi dibandingkan dengan bagian selatan, kontribusi
rata-rata seluruh sector ekonomi wilayah selatan hanya mencapai 0-13% (Widjojono,
2008).Namun demikian, kini wilayah selatan memiliki potensi perkembangan yang cukup
besar dimana rencana pembangunan JJLS (jalan jalur lintas selatan) akan menjadi magnet
pertumbungan kawasan di pesisir selatan Jawa.
Widjojono (2008) menjelaskan bahwa JJLS nantinya akan berfungsi sebagai jalur
penghubung lima provinsi di Pulau Jawa, yaitu Provinsi Banten, Provinsi Jawa Barat,
Provinsi Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Provinsi Jawa Timur sepanjang
kurang lebih 1556km. Di daerah istimewa Yogyakarta, JJLS akan melintasi tiga
kabupaten, yaitu Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung
Kidul. Kondisi pesisir di ketiga wilayah tersebut dodominasi oleh kegiatan di sector
agraris dan sector pariwisata. Khusus untuk wilayah Kabupaten Kulon Progo, kegiatan
pertanian dan kegiatan pariwisata cukup berkembang, sehingga aktivitas produktif di
wilayah pesisisr menjadi semakin tinggi. Sementara itu setidaknya terdapat empat
kegiatan besar yang direncanakan akan diadakan di pesisir selatan, yaitu pembangunan
Bandara Internasional Yogyakarta, pembangunan Pelabuhan Tanjung Adikarta, kawasan
pertambangan pasir besi dan kawasan industry baja hulu.
Perkembangan aktivitas pertanian, wisata dan rencana pembangunan mega proyek
di kawasan pantai selatan Kabupaten Kulon Progo menjadi topic yang layak untuk dikaji,
terutama dalam aspek kebencanaan. Bencana tsunami merupakan salah satu aspek yang
layak untuk dilakukan kajian, mengingat wilayah tersebut memiliki potensi kerawanan
yang cukup tinggi. Adanya pertumbuhan mega proyek dapat memicu pertumbuhan
penduduk secara cepat dan juga alihfungsi lahan di kawasan pesisir menjadi semakin
intensif. Akibatnya akan semakin banyak orang yang beraktivitas di wilayah pesisir yang
sesungguhnya memiliki potensi tinggi terhadap bencana tsunami. Atas dasar urgensi
permasalahan perkembangan kawasan pesisir dan potensi bencana tsunami di Kabupaten
Kulon Progo, maka perlu adanya penelitian yang mampu memberian gambaran mengenai
dampak tsunami yang dapat ditimbulkan melalui berbagai scenario ketinggian
gekombang tsunami. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk : 1) membuat peta bahaya
tsunami melalui empat scenario ketinggian gelombang tsunami (5m, 10m, 15m dan 20m),
2) mengetahui elemen berisiko yang ada di kawasan pesisir, 3) menganalisis dampak
yang dapat ditimbulkan oleh bencana tsunami di kawasan pesisir Kabupaten Kulon
Progo.
METODE
Metode yang digunakan dalam analisis tsunami multi-skenario adalah modifikasi
metode Berryman (2006). Metode Berryman menggunakan 3 variable dalam perhitungan
bahaya tsunami, antara lain yaitu elevasi, kekasaran permukaan, dan ketinggian
gelombang.
1. Elevasi
Data elevasi diperoleh dari citra SRTM 30 meter yang diklasifikasi kembali
menjadi peta kelas kelerengan. Elevasi digunakan untuk memerhitungkan area yang
akan tergenang oleh genangan gelombang tsunami dan area yang berpotensi
terjangkau oleh gelombang tsunami.
2. Kekasaran permukaan
Kekasaran permukaan adalah system pemberian nilai koefisien yang didasarkan
pada tipe jenis penggunaan/penutupan lahan. Kekasaran permukaan disertakan dalam
penentuan zona bahaya tsunami karena setiap jenis penggunaan lahan yang berada di
area pesisir memiliki tingkat ketahanan yang berbeda terhadap tekanan gelombang
tsunami yang masuk menuju daratan. Perbedaan spesifik pada kekasaran permukaan
terletak pada area terbangun, vegetasi, dan area terbuka. Kekasaran permukaan
disajikan dalam indeks oleh Berryman (2006) pada Tabel 1.
Tabel 1. Indeks Kekasaran permukaan oleh Berryman (2006)
Jenis Penggunaan/Penutupan Lahan Nilai Koefisien Kekasaran
Badan air
0,007
Belukar/Semak
0,040
Hutan
0,079
Kebun/Perkebunan
0,035
Lahan kosong/Terbuka
0,015
Lahan Pertanian
0,025
Pemukiman/Lahan Terbangun
0,045
Mangrove
0,025
Tambak/Empang
0,010
3. Ketinggian gelombang
Ketinggian gelombang adalah dasar penentuan multi-skenario dalam analisis
bahaya tsunami. Ketinggian gelombang adalah multi-skenario probabilitas kejadian
gelombang tsunami pada ketinggian gelombang tertentu. Ketinggian gelombang
tsunami yang diperhitungkan adalah ketinggian gelombang pada garis pantai.
Ketinggian gelombang tsunami ditentukan berdasarkan data historis kejadian tsunami
di pantai selatan pulau Jawa-Bali. Ketinggian tsunami tertinggi yang pernah tercatat
pada data historis di selatan pulau jawa adalah 15.7 meter pada kejadian tsunami di
Pangandaran yang diakibatkan oleh gempa bermagnitudo 7.7 skala richter dengan
kedalaman 225 km dari pangandaran (Lavigne et all, 2007). Pada studi multi-skenario
ini, bahaya tsunami diperhitungkan pada kejadian tsunami dengan ketinggian 5 meter,
10 meter, 15 meter dan 20 meter. Setiap scenario ketinggian gelombang tsunami
diperhitungkan menjadi satu set scenario kejadian tsunami dengan dampak resiko
tersendiri.
Penentuan zona bahaya tsunami multi-skenario, digunakan beberapa data yaitu
data tutupan lahan, citra SRTM 30 meter, garis pantai, dan batas administrasi. Pada
analisis multi-skenario tsunami ini, elemen resiko yaitu pemukiman warga dan gedunggedung fasilitas public serta fasilitas kritis diidentifikasi dengan menggunakan citra
resolusi tinggi quickbird tahun 2014. Elemen resiko ini dipilih karena pada kejadian
bahaya tsunami yang umumnya didahului dengan gempa bumi, memiliki tingkat exposure
yang tinggi. Elemen resiko terdampak diidentifikasi dengan teknik overlay dan system
tabulasi menggunakan software GIS (Arc Map 10.1 ESRI). Elemen resiko yang telah
teridentifikasi pada setiap scenario bahaya tsunami dianalisis dengan menggunakan data
pendukung statistic untuk memperhitungkan potensi resiko yang diakibatkan gelombang
tsunami pada skenario yang disusun.
Data statistik yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Badan Pusat
Statistik Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2014. Data administrasi dan
garis pantai yang digunakan dalam penentuan zona bahaya tsunami multi-skenario
diperoleh dari Dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah, Badan Perencanaan dan
Pembangunan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Gambar 3. Alur analisis potensi resiko areal terdampak bahaya tsunami
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Morfologi Wilayah Pesisir Kulon Progo
Morfologi daerah penelitian ditunjukkan pada Gambar 1. Morfologi tersebut
direpresentasikan berdasarkan beda tinggi kenampakan profil. Profil A, Profil B, Profil C
dan Profil D menunjukkan variasi morfologi pesisir yang berbeda (Gambar 4). Secara
umum, kondisi topografi di wlayah pesisir Kulon Progo didominasi oleh dataran, dengan
elevasi 5-10 5mdpal di kawasan pantai dan beting gisik dan berangsur naik kea rah utara.
Jarak Bukit terdekat sekitar 4-5 km dari garis pantai, sehingga secara fisik kawasan
pesisir memang memiliki kerawanan terhadap tsunami.
Konfigurasi penggunaan lahan dari garis pantai rata-rata didominasi oleh lahan
kosong/padang rumput , kemudian tegalan, perkebunan dan permukiman. Konfigurasi
penggunaan lahan ini penting dalam kaitannya dengan kerawanan tsunami, karena
masing-masing penggunaan lahan memiliki koefisien kekasaran permukaan spesifik
terhadap laju tsunami. Kondisi di kawasan pesisir Kulon Progo menunjukkan adanya
kerawanan secara fisik, dimana dapat dikatakan hampir tidak ada penghalang yang berarti
untuk menahan laju gelombang tsunami. Hanya perkebunan dengan koefisien kekasaran
0,035 yang paling berpotensi dalam menahan laju tsunami. Dengan demikian maka perlu
adanya penghijauan pada kawasan pesisir sebagai upaya mitigasi structural alami sebagai
penghalang jika terjadi tsunami.
Gambar 4. Kondisi Morfologi Wilayah Pesisir Kulon Progo
Skenario Tsunami
Ketinggian tempat merupakan suatu informasi untuk mengetahui potensi suatu
tempat tergenang. Gambar 5 menunjukkan ketinggian genangan akibat tsunami dengan
skenario yang berbeda yaitu 5m, 10m, 15m dan 20m. Berdasarkan 4 skenario, terjadi
perubahan luas area terdampak yang signifikan dari scenario tinggi tsunami 5m dan 10m.
kondisi ini terkait dengan aspek topografi dan penggunaan lahan, eksistensi beting gisik
(elevasi 5-10m) berfungsi menahan laju gelombang, namun demikian ketika elevasi
tersebut terlampaui, maka dampaknya akan signifikan. Terdapat pula area yang memiliki
penetrasi run-up tsunami relative lebih jauh, yaitu di kawasan Pantai Galah dan Pantai
Trisik. Eksistensi Sungai menjadi jalur luapan dan propagasi tsunami hingga dapat lebih
jauh masuk kedalam daratan.
Gambar 5. Peta Ketinggian Genangan Tsunami Skenario 5m, 10m, 15m dan 20m
Dampak Fisik Tsunami
Adanya genangan merupakan suatu indikasi dalam penentuan kerugian akibat
tsunami (Zaitunah, dkk, 2012). Analisis kerugian dapat dilihat berdasarkan luas
penggunaan lahan terdampak. Gambar 6 menunjukkan luas penggunaan lahan terdampak
pada beberapa skenario yaitu 5m, 10m, 15m dan 20m. Penggunaan lahan terdampak pada
setiap skenario 5m, 10m,15m dan 20m berturut-turut didominasi sawah irigasi, tegalan,
kebun dan kebun .
Gambar 6. Luas Penggunaan Lahan Terdampak (Ha) Skenario 5m, 10m, 15m dan 20m
Analisis mengenai jumlah bangunan terdampak penting dilakukan karena tsunami
menimbulkan risiko kehancuran dan kerusakan serta keselamatan penduduk.Gambar 7
menunjukkan jumlah bangunan terdampak berdasarkan skenario 5m, 10m, 15m dan 20m.
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa jumlah total bangunan terdampak pada
skenario 5m berjumlah 355 bangunan, skenario 10m berjumlah 4.168 bangunan, skenario
15m berjumlah 10.300 bangunan dan skenario 20m berjumlah 15.100 bangunan. Adanya
kerugian besar yang ditimbulkan akibat tsunami dapat menjadi landasan pelaksanaan
upaya mitigasi bencana untuk memperkecil dampak kerugian.
Gambar 7. Jumlah Bangunan terdampak Skenario 5m, 10m, 15m dan 20m
Dampak Sosial dan Ekonomi
Indikator yang digunakan untuk memprediksi dampak secara sosial ekonomi
adalah jumlah, kepadatan penduduk dan lahan pertanian terdampak. Data kependudukan
akan mencerminkan seberapa banyak penduduk yang diprediksikan terdampak tsunami
dengan beberapa skenario. Tsunami skenario 5 meter diprediksikan berdampak terhadap
10 desa di 4 Kecamatan Wates, Temon, Galur, dan Panjatan. Desa-desa tersebut memiliki
kepadatan penduduk < 500 jiwa/km2 dan 500-1.000 jiwa/km2. Daerah yang harus menjadi
perhatian lebih adalah Sindutan dan Palihan di Kecamatan Temon, Bugel dan Pleret di
Kecamatan Panjatan serta Karang Sewu dan Banaran di Kecamatan Galur. Desa-desa
tersebut memiliki kepadatan penduduk sedang (500-1.000 jiwa/km2) Desa Karangsewu
memiliki kepadatan tertinggi diantara yang terdampak, yaitu 792 jiwa/km2. Jumlah
penduduk di 10 desa tersebut mencapai 35.981 jiwa. Gambar 8 menunjukkan daerah yang
terdampak tsunami skenario 5 meter.
Tsunami dengan skenario 10 meter diprediksikan akan berdampak terhadap 21
desa di 4 kecamatan. Hal yang harus menjadi perhatian adalah, desa-desa yang memiliki
kepadatan penduduk relatif tinggi ( > 1.000 jiwa/Km2) diprediksikan akan terkena
dampak. Desa-desa tersebut antara lain Kedundang (1.326 jiwa/km2), Demen (1.346
jiwa/km2), Kulwaru (1.039 jiwa/km2), Bojong (1.022 jiwa/km2), Nomporejo (1.094
jiwa/km2), dan Kranggan (1.112 jiwa/km2). Hal ini akan memperparah dampak yang akan
terjadi karena semakin banyak warga terancam bahaya tsunami. Jumlah penduduk 21
desa yang diprediksikan akan terdampak mencapai 57.021 jiwa. Gambar menunjukkan
peta daerah yang terdampak tsunami skenario 5 meter.
27 desa akan merasakan dampak apabila tsunami terjadi setinggi 15 meter, 9
diantaranya memiliki kepadatan relatif tinggi. 2 ibukota kecamatan, yaitu Brosot di
Kecamatan Galur dan Temon Kulon di Kecamatan Temon, diprediksikan terdampak.
Kepadatan penduduk di Brosot sebanyak (1.521 jiwa/km2) dan Temon Kulon sebesar
(916 jiwa/km2). Kondisi tersebut dapat mempengaruhi kegiatan administrasi dan ekonomi
dalam lingkup kecamatan. Jumlah penduduk 27 desa yang diprediksikan akan terdampak
mencapai 70.058 jiwa. Gambar menunjukkan peta daerah yang terdampak tsunami
skenario 15 meter.
Tsunami dengan skenario 20 meter dimungkinkan akan berdampak kepada 32
desa/kelurahan di 4 kecamatan. 12 desa/kelurahan memiliki kepadatan tinggi, 16 desa
kepadatan sedang dan 4 desa kepadatan rendah. Jumlah penduduk 32 desa yang
diprediksikan akan terdampak mencapai 90.655 jiwa. Tsunami skenario 20 meter
dampaknya diprediksikan hampir mencapai ibukota kabupaten, yaitu Kelurahan Wates.
Hanya saja, hampir 50% wilayah Kecamatan Wates diprediksikan akan terdampak dari
bahaya tsunami. Kecamatan Wates merupakan pusat kegiatan di Kabupaten Kulon Progo,
baik pusat pemerintahan, ekonomi, perdagangan, kesehatan maupun pendidikan. Hal ini
akan mengganggu aktivitas di Kabupaten Kulon Progo, karena kecamatan ini mempunyai
peran yang penting. Fasilitas-fasilitas penting terletak di Kecamatan Wates, seperti
kompleks pemerintahan, RSUD, Bank, pasar dan sebagainya. Gambar menunjukkan peta
daerah yang terdampak tsunami skenario 20 meter.
Gambar 8. Peta Kepadatan Penduduk Pada Desa Terdampak Tsunami Skenario 5m, 10m, 15m
dan 20m.
Pertanian merupakan salah satu sektor andalan bagi ekonomi Kabupaten Kulon
Progo. 44 % masyarakat Kulon Progo bekerja di sektor pertanian dan 23,48 % PDRB di
sumbang oleh sektor pertanian. Bencana tsunami yang terjadi diprediksikan akan merusak
semua apa yang dilewati, termasuk lahan pertanian. Hasil analisis menunjukkan bahwa
68,33 hektar sawah irigasi akan terdampak apabila tsunami dengan skenario 5 meter.
Tsunami skenario 10 meter akan merusak sawah irigasi seluas 745,6 Ha, skenario 15
meter akan merusak 1.493,16 Ha, dan 2.331,22 Ha akan rusak apabila tsunami dengan
skenario 20 meter. Kebun warga juga akan terkena dampak dari bencana tsunami, 15,8
hektar apabila dengan skenario 5 meter. 913, 15 hektar kebun diperkirakan akan
terdampak tsunami scenario 10 meter, tsunami skenario 15 meter akan merusak 1.848
hektar dan 2.591 hektar kebun diperkirakan akan rusak apabila ketinggian tsunami 20
meter.
Peta penggunaan lahan menunjukkan bahwa persebaran lokasi sebagian besar
sawah irigasi terletak di 2 Kecamatan yaitu Kecamatan Temon dan Galur. Pesisir selatan
merupakan lumbung padi bagi Kabupaten Kulon Progo, karena kondisi geografisnya
yang cocok untuk komoditas pangan. Berbeda dengan wilayah utara yang berbukit
sehingga sulit untuk dikembangkan pertanian komoditas pangan. Rata-rata produksi
komoditas ,di 4 kecamatan yang terdampak, diatas rata-rata produksi DIY. Rata-rata
produksi komoditas padi sawah DIY hanya 5,6 ton tiap hektar sedangkan di pesisir
selatan dapat mencapai 19,1 ton per hektar Hal tersebut juga terjadi di komoditas jagung.
Rata-rata produksi komoditas jagung DIY hanya 3,98 ton tiap hektar sedangkan di pesisir
selatan dapat mencapai 17,44 ton per hektar. Gambar 9 menunjukkan grafik perbandingan
rata-rata produksi padi sawah dan jagung DIY dengan pesisir selatan Kulon Progo.
Gambar 9. Produktivitas Tanaman Padi dan Padi Gogo Kabupaten Kulon Progo
Luas sawah irigasi di 4 kecamatan tersebut mencapai 41 % dari total luas sawah
irigasi seluruh Kabupaten Kulon Progo. Hal ini menunjukkan peran penting 4 kecamatan
tersebut dalam memenuhi kebutuhan pangan di Kabupaten Kulon Progo. Hal ini harus
menjadi perhatian, apabila terkena dampak tsunami maka hampir 50 % sumber pangan di
Kabupaten Kulon Progo akan hilang. Produksi padi sawah 4 kecamatan di tahun 2013,
tersebut mencapai 48.928 ton atau 43 % dari total keseluruhan. Tanaman lain yang
dibudidayakan oleh masyarakat pesisir selatan antara lain padi gogo, jagung, ketela
pohon, ketela rambat, kacang tanah dan kedelai. Kecamatan Galur, Panjatan, dan Temon
memiliki potensi lain, yaitu komoditas melon dan semangka. Potensi ekonomi diatas akan
terganggu apabila lahan pertanian rusak akibat bencana tsunami. Masyarakat Kulon
Progo sangat bergantung kepada sektor pertanian sebagai mata pencaharian. Kontribusi
sektor pertanian dalam PDRB dimungkinkan akan menurun karena pesisir selatan
memiliki peran penting dalam sektor pertanian di kabupaten ini, terutama komoditas
pangan dan buah-buahan.
KESIMPULAN
Secara fisik wilayah pesisir Kulon Progo memiliki kerawanan yang cukup tinggi.
Kondisi tersebut nampak dari topografis dan penggunaan lahannya. Kondisi topografi
berupa dataran dengan elevasi 5-10 m, meliputi dataran pantai dan beting gisik.
Semenatra itu konfigurasi penggunaan lahan didominasi oleh lahan kosong/padang
rumput, tegalan, kebun dan permukiman, hal tersebut menunjukkan tidak adanya
penghalang yang berarti dari arah laut ke daratan, sehingga kerawanan tsunami cukup
tinggi. Beberapa sungai yang bermuara di pesisir selatan Kulon Progo berpotensi sebagai
jalur propagasi masuknya gelombang tsunami, sehingga di area tersebut jarak run-up
tsunami kemungkinan akan relative jauh kearah daratan. Melalui empat scenario tsunami,
dapat diamati bahwa pada terjadi perubahan luas area terdampak yang cukup signifikan
pada scenario 5m dan 10m. Dari aspek social-ekonomi, dampak tsunami diperkirakan
cukup besar, mengingat kepadatan penduduk termasuk kelas sedang dan eksistensi asset
berupa lahan pertanian produktif yang memiliki nilai ekonomi tinggi.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada keluarga besar Geo-Informasi Untuk
Manajemen Bencana UGM Batch 10 atas sharing data dan bantuan teknis dalam
pengolahan data.
REFERENSI
Bryant, E. 2008. Tsunami, The Underrated Hazard (Second Edition). New York : Springer-Praxis
Books in Geophysical Science.
Bidang Cipta Karya, Dinas PU-ESDM. Rehabilitasi Bencana Alam Gempa Bumi dan Tsunami di
Selatan Pulau Jawa . Diakses 16 April 2015 dari :
http://ciptakarya.pu.go.id/dok/tsunami_jawa/index.htm
Rofi, A., Doocy, S. and Robinson, C. 2006. Tsunami Mortality and Displacement in Aceh
Province, Indonesia. Journal Compilation of Disaster , 2006, 30 (3) : 340-350. Overseas
Development Institude.
Widjojono, T. 2008. Menunggu Jalur Lintas Selatan Pulau Jawa Menjadi Kenyataan . Diakses 17
April 2015 dari : http://penataanruang.pu.go.id/bulletin/index.asp?mod=_fullart&idart=136
Yulianto, E., Kusmayanto, F., Supriyatna, N. dan Dirhamsyah. Selamat dari Bencana Tsunami,
Pembelajaran dari Tsunami Aceh dan Pangandaran . Diakses Dari :
http://www.gitews.org/tsunamikit/id/E5/sumber_lainnya/Selamat%20dari%20bencana%20tsunami.pdf.
Hanifa, N.R., Sagiya, T., Kimata, F., Efendi, J., Abidin, H.Z. and Meilano, I. 2014. Interprete
Coupling Model of The Southwestern Coast of Java, Indonesia, Based on Continuous GPS
Data in 2008-2010. Earth and Planetary Science Letters 401 (2014) 159-171.
Yunus, R., Seniarwan & Sufwandika, M., 2014. Prosedur Penyusunan Peta Bahaya. In: Modul
Teknis Prosedur Penyusunan Peta Bahaya . Jakarta: s.n., pp. 1-30.
Zaitunah, A., Kusmana, C., Jaya, I. N. S., dan Haridjaja, O. Kajian Potensi Daerah Genangan
Akibat Tsunami di Pantai Ciamis Jawa Barat (Study on the Potential of Inundation area by
tsunami in Ciamis Coastal of West Java). FORESTA Indonesian Journal of Forestry I (1):
1-6
BPS Kabupaten Kulon Progo.2011, 2012, 2013 dan 2014. Kabupaten Kulon Progo Dalam Angka .
Wates : Badan Pusat Statistik.
F. Lavigne, C. Gonez, M. Giffo, P. Wassmer, C. Hoebreck, D. Mardiatno, J. Priyono, and R. Paris.
2007. Field Observations of The 17 July 2006 Tsunami in Java . Natural Hazards and Earth
System Sciences, pp. 177-183.
GITEWS. Tsunami Hazard. Diakses 15 April 2015 dari : http://www.gitews.org/tsunamikit/index_en.html
KAWASAN PESISIR KABUPATEN KULON PROGO,
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Dhoni Wicaksono1, Fiqri Ardiansyah2, Gilang Adi Nugroho3, Cut Ayu Tiara S.4
1,2)
Program Studi Ilmu Lingkungan, Minat Studi Geo-Informasi Untuk Manajemen Bencana,
Sekolah Pasca Sarjana UGM, Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55281
3)
Program Studi Pembangunan Wilayah, Fakultas Geografi UGM, Bulaksumur, Yogyakarta,
55281
4)
Program Studi Geografi dan Ilmu Lingkungan, Fakultas Geografi UGM, Bulaksumur,
Yogyakarta, 55281
1,2)
Program Beasiswa Unggulan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
email : [email protected]
Abstrak
Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta
yang memiliki kawasan pesisir yang rawan akan bencana tsunami. Sementara itu, proyekproyek besar direncanakan akan dibangun di Kabupaten Kulon Progo seperti
pembangunan bandara, pembangunan pelabuhan dan penambangan biji besi berlokasi di
sepanjang kawasan pesisir selatan. Pertumbuhan kawasan pesisir tersebut membuat kajian
kerawanan bencana tsunami menjadi penting, tsunami dapat mengakibatkan kerugian
material dan korban jiwa sehingga perlu antisipasi dini untuk mengurangi dampaknya.
Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi dan menganalisis dampak tsunami melalui
berbagai skenario ketinggian gelombang tsunami sehingga dapat dilakukan langkahlangkah pencegahan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini berbasis pada
pengolahan data spasial dengan bantuan analisis Geography Information System (GIS).
Pemodelan area terdampak tsunami menggunakan formulasi yang dikembangkan oleh
Barryman (2006) dengan mempertimbangkan tiga parameter utama, yaitu elevasi,
koefisien kekasaran permukaan, dan ketinggian gelombang. Parameter elevasi
menggunakan peta DEM dari citra SRTM 30m (Shuttle Radar Topography Mission),
sedangkan koefisien kekasaran diperoleh dari analisis penutup dan penggunaan lahan
yang bersumber dari Peta RBI yang diperbaharui dengan citra Quickbird tahun 2014.
Penelitian ini menggunakan empat skenario tinggi gelombang tsunami (run-up) , skenario
1 (5m), skenario 2 (10m), scenario 3 (15m) dan skenario 4 (20m). berdasarkan pemodelan
tiga skenario ketinggian genangan, diperoleh hasil bahwa pada skenario 1 luas wilayah
terdampak mencapai 251,39 ha mencakup 10 desa, scenario 2 luas wilayah terdampak
mencapai 4144.9 ha mencakup 20 desa, skenario 3 luas wilayah terdampak mencapai
6609.9 ha mencakup 26 desa dan skenario 4 luas wilayah terdampak mencapai 8755.0 ha
mencakup 34 desa.
Kata kunci : tsunami, run-up, GIS, multi-skenario
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia terletak diantara tiga lempeng tektonik aktif, yaitu lempeng Eurasia,
Lempeng Pasifik dan lempeng indo-australia. Konsekuensi dari kondisi tersebut adalah
kawasan pesisir yang terletak dekat dengan zona pertemuan lempeng (Subduction)
menjadi rawan akan gempa dan tsunami. Gambar 1 menunjukkan wilayah yang rawan
akan gempa dan Tsunami di Indonesia. Dapat terlihat disana, bahwa seluruh pantai barat
Sumatera, pantai selatan Jawa-Nusa Tenggara Timur, pantai timur Kalimantan, pantai
utara-barat Sulawesi, pantai utara Maluku dan pantai utara Papua memiliki potensi
terlanda gempa bumi dan tsunami.
Pesisir Kulon Progo
Gambar 1. Kawasan Rawan Gempa dan Tsunami di Indonesia
(Sumber : Tsunami Hazard, http://www.gitews.org/tsunami-kit/index_en.html)
Tsunami adalah gelombang, atau rangkaian beberapa gelombang yang diciptakan
oleh gerakan tiba-tiba dari perpindahan masa air secara vertical (Bryant, 2008).
Perpindahan masa air tersebut dapat disebabkan oleh berbagai macam factor, baik berupa
proses endogen, eksogen maupun proses ekstraterestrial. Mayoritas tsunami disebabkan
oleh gangguan akibat aktivitas seismic di lautan. Perpindahan bagian kecil dari kerak
bumi menyebabkan perpindahan masa air diatasnya dengan jumlah yang lebih besar
akibat besarnya energi yang terlepaskan.
Tsunami merupakan kejadian yang langka, tidak semua aktivitas kegempaan di
dasar lautan dapat menyebabkan tsunami (Weigel, 1964, Lida, 1963 dan Bryant, 2005
dalam Bryant, 2008). Selama periode 1861-1948 tercapat 124 kejadian tsunami yang
ditimbulkan dari 15000 kejadian gempa di dasar laut (Bryant, 2008).
GITEWS (2015) menjelaskan bahwa dari periode 1992-2012 tercatat 21 kejadian
gempa besar dan 17 kejadian gempa bumi dan tsunami di Indonesia. Kejadian gempa dan
tsunami terbesar terjadi di Aceh (26 Desember, 2004) dan Jawa Barat (17 Juli, 2006)
dengan jumlah korban jiwa mencapai 128645 jiwa untuk tsunami Aceh (Rofi, dkk 2005)
dan 653 jiwa untuk tsunami Jawa Barat (Cipta Karya PU, 2015). Fakta tersebut
membuktikan bahwa gempa dan tsunami merupakan ancaman yang cukup nyata di
wilayah Indonesia. Meskipun tsunami memiliki kala ulang yang cukup lama dan jarang
terjadi, namun tingkat kerusakan yang dapat ditimbulkan sangat tinggi.
Hanifa dkk (2014) menjelaskan bahwa pergerakan penunjaman lempeng tektonik
di Jawa Bagian selatan cukup tinggi, yaitu 48-56 mm/tahun di daerah Pelabuhan RatuJawa Barat dan 48-55 mm/tahun untuk wilayah Pangandaran. Aktivitas tektonik yang
tinggi ini berpotensi besar dalam menyebabkan bencana gempa bumi dan tsunami di
masa depan.
Gambar 2. Lokasi Gempa dan Tsunami di Indonesia Periode (1992-2012)
(Sumber : Tsunami Hazard, http://www.gitews.org/tsunami-kit/index_en.html)
Wilayah pesisir selatan Jawa merupakan wilayah yang kurang berkembang jika
dibandingkan dengan wilayah pesisir utara Jawa. Aktivitas umum yang dapat ditemui
didominasi oleh aktivitas agraris dan pariwisata, hanya sebagian kecil wilayah saja yang
memiliki perkembangan cukup pesat seperti Kota Cilacap dan Kota Pacitan. Kondisi ini
dibuktikan dengan adanya perkembangan infrastruktur dan perekonomian antara bagian
utara dan selatan Pulau Jawa. Berdasarkan nilai PDRB per-kapita wilayah, daerah di
bagian utara Pulau Jawa jauh lebih tinggi dibandingkan dengan bagian selatan, kontribusi
rata-rata seluruh sector ekonomi wilayah selatan hanya mencapai 0-13% (Widjojono,
2008).Namun demikian, kini wilayah selatan memiliki potensi perkembangan yang cukup
besar dimana rencana pembangunan JJLS (jalan jalur lintas selatan) akan menjadi magnet
pertumbungan kawasan di pesisir selatan Jawa.
Widjojono (2008) menjelaskan bahwa JJLS nantinya akan berfungsi sebagai jalur
penghubung lima provinsi di Pulau Jawa, yaitu Provinsi Banten, Provinsi Jawa Barat,
Provinsi Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Provinsi Jawa Timur sepanjang
kurang lebih 1556km. Di daerah istimewa Yogyakarta, JJLS akan melintasi tiga
kabupaten, yaitu Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung
Kidul. Kondisi pesisir di ketiga wilayah tersebut dodominasi oleh kegiatan di sector
agraris dan sector pariwisata. Khusus untuk wilayah Kabupaten Kulon Progo, kegiatan
pertanian dan kegiatan pariwisata cukup berkembang, sehingga aktivitas produktif di
wilayah pesisisr menjadi semakin tinggi. Sementara itu setidaknya terdapat empat
kegiatan besar yang direncanakan akan diadakan di pesisir selatan, yaitu pembangunan
Bandara Internasional Yogyakarta, pembangunan Pelabuhan Tanjung Adikarta, kawasan
pertambangan pasir besi dan kawasan industry baja hulu.
Perkembangan aktivitas pertanian, wisata dan rencana pembangunan mega proyek
di kawasan pantai selatan Kabupaten Kulon Progo menjadi topic yang layak untuk dikaji,
terutama dalam aspek kebencanaan. Bencana tsunami merupakan salah satu aspek yang
layak untuk dilakukan kajian, mengingat wilayah tersebut memiliki potensi kerawanan
yang cukup tinggi. Adanya pertumbuhan mega proyek dapat memicu pertumbuhan
penduduk secara cepat dan juga alihfungsi lahan di kawasan pesisir menjadi semakin
intensif. Akibatnya akan semakin banyak orang yang beraktivitas di wilayah pesisir yang
sesungguhnya memiliki potensi tinggi terhadap bencana tsunami. Atas dasar urgensi
permasalahan perkembangan kawasan pesisir dan potensi bencana tsunami di Kabupaten
Kulon Progo, maka perlu adanya penelitian yang mampu memberian gambaran mengenai
dampak tsunami yang dapat ditimbulkan melalui berbagai scenario ketinggian
gekombang tsunami. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk : 1) membuat peta bahaya
tsunami melalui empat scenario ketinggian gelombang tsunami (5m, 10m, 15m dan 20m),
2) mengetahui elemen berisiko yang ada di kawasan pesisir, 3) menganalisis dampak
yang dapat ditimbulkan oleh bencana tsunami di kawasan pesisir Kabupaten Kulon
Progo.
METODE
Metode yang digunakan dalam analisis tsunami multi-skenario adalah modifikasi
metode Berryman (2006). Metode Berryman menggunakan 3 variable dalam perhitungan
bahaya tsunami, antara lain yaitu elevasi, kekasaran permukaan, dan ketinggian
gelombang.
1. Elevasi
Data elevasi diperoleh dari citra SRTM 30 meter yang diklasifikasi kembali
menjadi peta kelas kelerengan. Elevasi digunakan untuk memerhitungkan area yang
akan tergenang oleh genangan gelombang tsunami dan area yang berpotensi
terjangkau oleh gelombang tsunami.
2. Kekasaran permukaan
Kekasaran permukaan adalah system pemberian nilai koefisien yang didasarkan
pada tipe jenis penggunaan/penutupan lahan. Kekasaran permukaan disertakan dalam
penentuan zona bahaya tsunami karena setiap jenis penggunaan lahan yang berada di
area pesisir memiliki tingkat ketahanan yang berbeda terhadap tekanan gelombang
tsunami yang masuk menuju daratan. Perbedaan spesifik pada kekasaran permukaan
terletak pada area terbangun, vegetasi, dan area terbuka. Kekasaran permukaan
disajikan dalam indeks oleh Berryman (2006) pada Tabel 1.
Tabel 1. Indeks Kekasaran permukaan oleh Berryman (2006)
Jenis Penggunaan/Penutupan Lahan Nilai Koefisien Kekasaran
Badan air
0,007
Belukar/Semak
0,040
Hutan
0,079
Kebun/Perkebunan
0,035
Lahan kosong/Terbuka
0,015
Lahan Pertanian
0,025
Pemukiman/Lahan Terbangun
0,045
Mangrove
0,025
Tambak/Empang
0,010
3. Ketinggian gelombang
Ketinggian gelombang adalah dasar penentuan multi-skenario dalam analisis
bahaya tsunami. Ketinggian gelombang adalah multi-skenario probabilitas kejadian
gelombang tsunami pada ketinggian gelombang tertentu. Ketinggian gelombang
tsunami yang diperhitungkan adalah ketinggian gelombang pada garis pantai.
Ketinggian gelombang tsunami ditentukan berdasarkan data historis kejadian tsunami
di pantai selatan pulau Jawa-Bali. Ketinggian tsunami tertinggi yang pernah tercatat
pada data historis di selatan pulau jawa adalah 15.7 meter pada kejadian tsunami di
Pangandaran yang diakibatkan oleh gempa bermagnitudo 7.7 skala richter dengan
kedalaman 225 km dari pangandaran (Lavigne et all, 2007). Pada studi multi-skenario
ini, bahaya tsunami diperhitungkan pada kejadian tsunami dengan ketinggian 5 meter,
10 meter, 15 meter dan 20 meter. Setiap scenario ketinggian gelombang tsunami
diperhitungkan menjadi satu set scenario kejadian tsunami dengan dampak resiko
tersendiri.
Penentuan zona bahaya tsunami multi-skenario, digunakan beberapa data yaitu
data tutupan lahan, citra SRTM 30 meter, garis pantai, dan batas administrasi. Pada
analisis multi-skenario tsunami ini, elemen resiko yaitu pemukiman warga dan gedunggedung fasilitas public serta fasilitas kritis diidentifikasi dengan menggunakan citra
resolusi tinggi quickbird tahun 2014. Elemen resiko ini dipilih karena pada kejadian
bahaya tsunami yang umumnya didahului dengan gempa bumi, memiliki tingkat exposure
yang tinggi. Elemen resiko terdampak diidentifikasi dengan teknik overlay dan system
tabulasi menggunakan software GIS (Arc Map 10.1 ESRI). Elemen resiko yang telah
teridentifikasi pada setiap scenario bahaya tsunami dianalisis dengan menggunakan data
pendukung statistic untuk memperhitungkan potensi resiko yang diakibatkan gelombang
tsunami pada skenario yang disusun.
Data statistik yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Badan Pusat
Statistik Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2014. Data administrasi dan
garis pantai yang digunakan dalam penentuan zona bahaya tsunami multi-skenario
diperoleh dari Dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah, Badan Perencanaan dan
Pembangunan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Gambar 3. Alur analisis potensi resiko areal terdampak bahaya tsunami
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Morfologi Wilayah Pesisir Kulon Progo
Morfologi daerah penelitian ditunjukkan pada Gambar 1. Morfologi tersebut
direpresentasikan berdasarkan beda tinggi kenampakan profil. Profil A, Profil B, Profil C
dan Profil D menunjukkan variasi morfologi pesisir yang berbeda (Gambar 4). Secara
umum, kondisi topografi di wlayah pesisir Kulon Progo didominasi oleh dataran, dengan
elevasi 5-10 5mdpal di kawasan pantai dan beting gisik dan berangsur naik kea rah utara.
Jarak Bukit terdekat sekitar 4-5 km dari garis pantai, sehingga secara fisik kawasan
pesisir memang memiliki kerawanan terhadap tsunami.
Konfigurasi penggunaan lahan dari garis pantai rata-rata didominasi oleh lahan
kosong/padang rumput , kemudian tegalan, perkebunan dan permukiman. Konfigurasi
penggunaan lahan ini penting dalam kaitannya dengan kerawanan tsunami, karena
masing-masing penggunaan lahan memiliki koefisien kekasaran permukaan spesifik
terhadap laju tsunami. Kondisi di kawasan pesisir Kulon Progo menunjukkan adanya
kerawanan secara fisik, dimana dapat dikatakan hampir tidak ada penghalang yang berarti
untuk menahan laju gelombang tsunami. Hanya perkebunan dengan koefisien kekasaran
0,035 yang paling berpotensi dalam menahan laju tsunami. Dengan demikian maka perlu
adanya penghijauan pada kawasan pesisir sebagai upaya mitigasi structural alami sebagai
penghalang jika terjadi tsunami.
Gambar 4. Kondisi Morfologi Wilayah Pesisir Kulon Progo
Skenario Tsunami
Ketinggian tempat merupakan suatu informasi untuk mengetahui potensi suatu
tempat tergenang. Gambar 5 menunjukkan ketinggian genangan akibat tsunami dengan
skenario yang berbeda yaitu 5m, 10m, 15m dan 20m. Berdasarkan 4 skenario, terjadi
perubahan luas area terdampak yang signifikan dari scenario tinggi tsunami 5m dan 10m.
kondisi ini terkait dengan aspek topografi dan penggunaan lahan, eksistensi beting gisik
(elevasi 5-10m) berfungsi menahan laju gelombang, namun demikian ketika elevasi
tersebut terlampaui, maka dampaknya akan signifikan. Terdapat pula area yang memiliki
penetrasi run-up tsunami relative lebih jauh, yaitu di kawasan Pantai Galah dan Pantai
Trisik. Eksistensi Sungai menjadi jalur luapan dan propagasi tsunami hingga dapat lebih
jauh masuk kedalam daratan.
Gambar 5. Peta Ketinggian Genangan Tsunami Skenario 5m, 10m, 15m dan 20m
Dampak Fisik Tsunami
Adanya genangan merupakan suatu indikasi dalam penentuan kerugian akibat
tsunami (Zaitunah, dkk, 2012). Analisis kerugian dapat dilihat berdasarkan luas
penggunaan lahan terdampak. Gambar 6 menunjukkan luas penggunaan lahan terdampak
pada beberapa skenario yaitu 5m, 10m, 15m dan 20m. Penggunaan lahan terdampak pada
setiap skenario 5m, 10m,15m dan 20m berturut-turut didominasi sawah irigasi, tegalan,
kebun dan kebun .
Gambar 6. Luas Penggunaan Lahan Terdampak (Ha) Skenario 5m, 10m, 15m dan 20m
Analisis mengenai jumlah bangunan terdampak penting dilakukan karena tsunami
menimbulkan risiko kehancuran dan kerusakan serta keselamatan penduduk.Gambar 7
menunjukkan jumlah bangunan terdampak berdasarkan skenario 5m, 10m, 15m dan 20m.
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa jumlah total bangunan terdampak pada
skenario 5m berjumlah 355 bangunan, skenario 10m berjumlah 4.168 bangunan, skenario
15m berjumlah 10.300 bangunan dan skenario 20m berjumlah 15.100 bangunan. Adanya
kerugian besar yang ditimbulkan akibat tsunami dapat menjadi landasan pelaksanaan
upaya mitigasi bencana untuk memperkecil dampak kerugian.
Gambar 7. Jumlah Bangunan terdampak Skenario 5m, 10m, 15m dan 20m
Dampak Sosial dan Ekonomi
Indikator yang digunakan untuk memprediksi dampak secara sosial ekonomi
adalah jumlah, kepadatan penduduk dan lahan pertanian terdampak. Data kependudukan
akan mencerminkan seberapa banyak penduduk yang diprediksikan terdampak tsunami
dengan beberapa skenario. Tsunami skenario 5 meter diprediksikan berdampak terhadap
10 desa di 4 Kecamatan Wates, Temon, Galur, dan Panjatan. Desa-desa tersebut memiliki
kepadatan penduduk < 500 jiwa/km2 dan 500-1.000 jiwa/km2. Daerah yang harus menjadi
perhatian lebih adalah Sindutan dan Palihan di Kecamatan Temon, Bugel dan Pleret di
Kecamatan Panjatan serta Karang Sewu dan Banaran di Kecamatan Galur. Desa-desa
tersebut memiliki kepadatan penduduk sedang (500-1.000 jiwa/km2) Desa Karangsewu
memiliki kepadatan tertinggi diantara yang terdampak, yaitu 792 jiwa/km2. Jumlah
penduduk di 10 desa tersebut mencapai 35.981 jiwa. Gambar 8 menunjukkan daerah yang
terdampak tsunami skenario 5 meter.
Tsunami dengan skenario 10 meter diprediksikan akan berdampak terhadap 21
desa di 4 kecamatan. Hal yang harus menjadi perhatian adalah, desa-desa yang memiliki
kepadatan penduduk relatif tinggi ( > 1.000 jiwa/Km2) diprediksikan akan terkena
dampak. Desa-desa tersebut antara lain Kedundang (1.326 jiwa/km2), Demen (1.346
jiwa/km2), Kulwaru (1.039 jiwa/km2), Bojong (1.022 jiwa/km2), Nomporejo (1.094
jiwa/km2), dan Kranggan (1.112 jiwa/km2). Hal ini akan memperparah dampak yang akan
terjadi karena semakin banyak warga terancam bahaya tsunami. Jumlah penduduk 21
desa yang diprediksikan akan terdampak mencapai 57.021 jiwa. Gambar menunjukkan
peta daerah yang terdampak tsunami skenario 5 meter.
27 desa akan merasakan dampak apabila tsunami terjadi setinggi 15 meter, 9
diantaranya memiliki kepadatan relatif tinggi. 2 ibukota kecamatan, yaitu Brosot di
Kecamatan Galur dan Temon Kulon di Kecamatan Temon, diprediksikan terdampak.
Kepadatan penduduk di Brosot sebanyak (1.521 jiwa/km2) dan Temon Kulon sebesar
(916 jiwa/km2). Kondisi tersebut dapat mempengaruhi kegiatan administrasi dan ekonomi
dalam lingkup kecamatan. Jumlah penduduk 27 desa yang diprediksikan akan terdampak
mencapai 70.058 jiwa. Gambar menunjukkan peta daerah yang terdampak tsunami
skenario 15 meter.
Tsunami dengan skenario 20 meter dimungkinkan akan berdampak kepada 32
desa/kelurahan di 4 kecamatan. 12 desa/kelurahan memiliki kepadatan tinggi, 16 desa
kepadatan sedang dan 4 desa kepadatan rendah. Jumlah penduduk 32 desa yang
diprediksikan akan terdampak mencapai 90.655 jiwa. Tsunami skenario 20 meter
dampaknya diprediksikan hampir mencapai ibukota kabupaten, yaitu Kelurahan Wates.
Hanya saja, hampir 50% wilayah Kecamatan Wates diprediksikan akan terdampak dari
bahaya tsunami. Kecamatan Wates merupakan pusat kegiatan di Kabupaten Kulon Progo,
baik pusat pemerintahan, ekonomi, perdagangan, kesehatan maupun pendidikan. Hal ini
akan mengganggu aktivitas di Kabupaten Kulon Progo, karena kecamatan ini mempunyai
peran yang penting. Fasilitas-fasilitas penting terletak di Kecamatan Wates, seperti
kompleks pemerintahan, RSUD, Bank, pasar dan sebagainya. Gambar menunjukkan peta
daerah yang terdampak tsunami skenario 20 meter.
Gambar 8. Peta Kepadatan Penduduk Pada Desa Terdampak Tsunami Skenario 5m, 10m, 15m
dan 20m.
Pertanian merupakan salah satu sektor andalan bagi ekonomi Kabupaten Kulon
Progo. 44 % masyarakat Kulon Progo bekerja di sektor pertanian dan 23,48 % PDRB di
sumbang oleh sektor pertanian. Bencana tsunami yang terjadi diprediksikan akan merusak
semua apa yang dilewati, termasuk lahan pertanian. Hasil analisis menunjukkan bahwa
68,33 hektar sawah irigasi akan terdampak apabila tsunami dengan skenario 5 meter.
Tsunami skenario 10 meter akan merusak sawah irigasi seluas 745,6 Ha, skenario 15
meter akan merusak 1.493,16 Ha, dan 2.331,22 Ha akan rusak apabila tsunami dengan
skenario 20 meter. Kebun warga juga akan terkena dampak dari bencana tsunami, 15,8
hektar apabila dengan skenario 5 meter. 913, 15 hektar kebun diperkirakan akan
terdampak tsunami scenario 10 meter, tsunami skenario 15 meter akan merusak 1.848
hektar dan 2.591 hektar kebun diperkirakan akan rusak apabila ketinggian tsunami 20
meter.
Peta penggunaan lahan menunjukkan bahwa persebaran lokasi sebagian besar
sawah irigasi terletak di 2 Kecamatan yaitu Kecamatan Temon dan Galur. Pesisir selatan
merupakan lumbung padi bagi Kabupaten Kulon Progo, karena kondisi geografisnya
yang cocok untuk komoditas pangan. Berbeda dengan wilayah utara yang berbukit
sehingga sulit untuk dikembangkan pertanian komoditas pangan. Rata-rata produksi
komoditas ,di 4 kecamatan yang terdampak, diatas rata-rata produksi DIY. Rata-rata
produksi komoditas padi sawah DIY hanya 5,6 ton tiap hektar sedangkan di pesisir
selatan dapat mencapai 19,1 ton per hektar Hal tersebut juga terjadi di komoditas jagung.
Rata-rata produksi komoditas jagung DIY hanya 3,98 ton tiap hektar sedangkan di pesisir
selatan dapat mencapai 17,44 ton per hektar. Gambar 9 menunjukkan grafik perbandingan
rata-rata produksi padi sawah dan jagung DIY dengan pesisir selatan Kulon Progo.
Gambar 9. Produktivitas Tanaman Padi dan Padi Gogo Kabupaten Kulon Progo
Luas sawah irigasi di 4 kecamatan tersebut mencapai 41 % dari total luas sawah
irigasi seluruh Kabupaten Kulon Progo. Hal ini menunjukkan peran penting 4 kecamatan
tersebut dalam memenuhi kebutuhan pangan di Kabupaten Kulon Progo. Hal ini harus
menjadi perhatian, apabila terkena dampak tsunami maka hampir 50 % sumber pangan di
Kabupaten Kulon Progo akan hilang. Produksi padi sawah 4 kecamatan di tahun 2013,
tersebut mencapai 48.928 ton atau 43 % dari total keseluruhan. Tanaman lain yang
dibudidayakan oleh masyarakat pesisir selatan antara lain padi gogo, jagung, ketela
pohon, ketela rambat, kacang tanah dan kedelai. Kecamatan Galur, Panjatan, dan Temon
memiliki potensi lain, yaitu komoditas melon dan semangka. Potensi ekonomi diatas akan
terganggu apabila lahan pertanian rusak akibat bencana tsunami. Masyarakat Kulon
Progo sangat bergantung kepada sektor pertanian sebagai mata pencaharian. Kontribusi
sektor pertanian dalam PDRB dimungkinkan akan menurun karena pesisir selatan
memiliki peran penting dalam sektor pertanian di kabupaten ini, terutama komoditas
pangan dan buah-buahan.
KESIMPULAN
Secara fisik wilayah pesisir Kulon Progo memiliki kerawanan yang cukup tinggi.
Kondisi tersebut nampak dari topografis dan penggunaan lahannya. Kondisi topografi
berupa dataran dengan elevasi 5-10 m, meliputi dataran pantai dan beting gisik.
Semenatra itu konfigurasi penggunaan lahan didominasi oleh lahan kosong/padang
rumput, tegalan, kebun dan permukiman, hal tersebut menunjukkan tidak adanya
penghalang yang berarti dari arah laut ke daratan, sehingga kerawanan tsunami cukup
tinggi. Beberapa sungai yang bermuara di pesisir selatan Kulon Progo berpotensi sebagai
jalur propagasi masuknya gelombang tsunami, sehingga di area tersebut jarak run-up
tsunami kemungkinan akan relative jauh kearah daratan. Melalui empat scenario tsunami,
dapat diamati bahwa pada terjadi perubahan luas area terdampak yang cukup signifikan
pada scenario 5m dan 10m. Dari aspek social-ekonomi, dampak tsunami diperkirakan
cukup besar, mengingat kepadatan penduduk termasuk kelas sedang dan eksistensi asset
berupa lahan pertanian produktif yang memiliki nilai ekonomi tinggi.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada keluarga besar Geo-Informasi Untuk
Manajemen Bencana UGM Batch 10 atas sharing data dan bantuan teknis dalam
pengolahan data.
REFERENSI
Bryant, E. 2008. Tsunami, The Underrated Hazard (Second Edition). New York : Springer-Praxis
Books in Geophysical Science.
Bidang Cipta Karya, Dinas PU-ESDM. Rehabilitasi Bencana Alam Gempa Bumi dan Tsunami di
Selatan Pulau Jawa . Diakses 16 April 2015 dari :
http://ciptakarya.pu.go.id/dok/tsunami_jawa/index.htm
Rofi, A., Doocy, S. and Robinson, C. 2006. Tsunami Mortality and Displacement in Aceh
Province, Indonesia. Journal Compilation of Disaster , 2006, 30 (3) : 340-350. Overseas
Development Institude.
Widjojono, T. 2008. Menunggu Jalur Lintas Selatan Pulau Jawa Menjadi Kenyataan . Diakses 17
April 2015 dari : http://penataanruang.pu.go.id/bulletin/index.asp?mod=_fullart&idart=136
Yulianto, E., Kusmayanto, F., Supriyatna, N. dan Dirhamsyah. Selamat dari Bencana Tsunami,
Pembelajaran dari Tsunami Aceh dan Pangandaran . Diakses Dari :
http://www.gitews.org/tsunamikit/id/E5/sumber_lainnya/Selamat%20dari%20bencana%20tsunami.pdf.
Hanifa, N.R., Sagiya, T., Kimata, F., Efendi, J., Abidin, H.Z. and Meilano, I. 2014. Interprete
Coupling Model of The Southwestern Coast of Java, Indonesia, Based on Continuous GPS
Data in 2008-2010. Earth and Planetary Science Letters 401 (2014) 159-171.
Yunus, R., Seniarwan & Sufwandika, M., 2014. Prosedur Penyusunan Peta Bahaya. In: Modul
Teknis Prosedur Penyusunan Peta Bahaya . Jakarta: s.n., pp. 1-30.
Zaitunah, A., Kusmana, C., Jaya, I. N. S., dan Haridjaja, O. Kajian Potensi Daerah Genangan
Akibat Tsunami di Pantai Ciamis Jawa Barat (Study on the Potential of Inundation area by
tsunami in Ciamis Coastal of West Java). FORESTA Indonesian Journal of Forestry I (1):
1-6
BPS Kabupaten Kulon Progo.2011, 2012, 2013 dan 2014. Kabupaten Kulon Progo Dalam Angka .
Wates : Badan Pusat Statistik.
F. Lavigne, C. Gonez, M. Giffo, P. Wassmer, C. Hoebreck, D. Mardiatno, J. Priyono, and R. Paris.
2007. Field Observations of The 17 July 2006 Tsunami in Java . Natural Hazards and Earth
System Sciences, pp. 177-183.
GITEWS. Tsunami Hazard. Diakses 15 April 2015 dari : http://www.gitews.org/tsunamikit/index_en.html