Perda Tentang Penanggulangan Kemiskinan. docx
Nama :
Hani Nuanza Uemenina
Tugas :
Final
Tentang
PERATURAN DAERAH KHUSUS IBU KOTA TENTANG
PENANGGULANGAN KEMISKINAN
Lecturer:
Mr. Yance
PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
NOMOR 6 TAHUN 2015
TENTANG
Penanggulangan Kemiskinan
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,
Menimbang :
a. bahwa kemiskinan merupakan permasalahan bangsa yang mendesak dan memerlukan
langkah-langkah penanganan dan pendekatan yang sistematik, terpadu dan menyeluruh,
dalam rangka mengurangi beban dan memenuhi hak-hak dasar warga negara secara layak
melalui pembangunan inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan untuk mewujudkan
kehidupan yang bermartabat dan dalam rangka menanggulangi kemiskiskinan pihak PEMDA
bersama SATPOL PP menertralkan jalan-jalan di Ibu Kota dari Orang yang mencari nafkah di
lampu merah dan di jalan-jalan hingga ke trotoar jalan agar jalan di jakarta tidak macet dan
rapi.
b. bahwa penyelenggaraan penanggulangan kemiskinan ini berupaya untuk menertibkan
dan menetralkan agar jalan-jalan ibu kota tidak macet .
c. bahwa dalam upaya meningkatkan efektifitas dan efisiensi program percepatan
penanggulangan kemiskinan perlu dilakukan upaya-upaya penajaman program perlindungan
sosial;
d. bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut pada huruf a dan huruf c, dipandang perlu
menetapkan Peraturan Presiden tentang Program Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.:
Mengingat:
1. Peratruran Presiden Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
antara Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara RI Tahun 2007 Nomor 82);
2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2012 tentang Penanganan Fakir Miskin di Daerah DKI
Jakarta;
3.Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaran Jaminan sosial
untuk Rakyat Miskin yang ada di ibu kota DKI Jakarta;
4. Peraturan Daerah kota DKI Jakarta Nomor 11 tahun 2003 tentang visi,misi dan strategi
Kebijakan untuk mengatasi Fakir Miskin yang berkerja di DKI Jakarta sebagai
pengemis,pengamen,dan sebagai Pemulung Tahun 2003-2015;
5.Peraturan Daerah Kota DKI Jakarta Nomor 13 Tahun 2004 tentang Pokok-Pokok
Pengelolaan Keuangan Daerah DKI Jakarta;
6.Peraturan Daerah Kota DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2007 tentang Urusan Pemerintahan
yang menjadi kewenangan Pemerintah Kota DKI Jakarta untuk mengatasi Kemiskinan di Ibu
Kota
7.Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2012 tentang Sistem Pendidikan di Wilayah DKI Jakarta
(Lembaran Daerah khusus Ibu Kota DKI Jakarta Tahun 2012 Nomor 19 );
8. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2005 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Rumah susun di DKI Jakarta(Lembaran daerah kusus DKI Jakarta Tahun 2005 Nomor 26 );
9. Undang-undang Nomor 08 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Anak-anak Jalanan yang ada
di Ibu kota DKI jakarta;
10. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2012 Tentang Perlindungan Perempuan bagi
Perempuan Miskin di DKI Jakarta;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN DAERAH IBU KOTA DKI JAKARTA TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini , yang dimaksud dengan:
1. Penanggulangan Kemiskinan adalah kebijakan dan program pemerintah daerah khusu Ibu
Kota harus dilakukan secara sistematis, terencana, dan bersinergi dengan dunia usaha dan
masyarakat untuk mengurangi jumlah penduduk miskin dalam rangka meningkatkan
Kesetaraan Masyarakat Ibu Kota Jakarta agar saling menghargai satu sama lain antar
masyarakat DKI Jakarta.
2. Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah
daerah dalam dunia dunia usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha
ekonomi mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi.
3. Program penanggulangan kemiskinan bertujuan agar masyarakat miskin di DKI Jakarta
tidak lagi di injak-injak oleh Masyarakat yang mampu dan agar Masyarakat miskin juga bisa
mendapatkan kesejahteraan sosial dan pendidikan dari pemerintah.
BAB II
Tujuan,Ruang lingkup,Dan Asas
Pasal 2
Penanggulangan kemiskinan bertujuan untuk :
a. menjamin perlindungan dan pemenuhan hak–hak dasar warga miskin;
b. mempercepat penurunan jumlah warga miskin;
c. meningkatkan partisipasi masyarakat; dan
d. menjamin konsistensi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi dalam penanggulangan
kemiskinan.
e. meningkatkan mutu pendidikan di Daerah DKI Jakarta.
Ruang Lingkup
Pasal 3
Ruang lingkup penanggulangan kemiskinan meliputi :
a. identifikasi warga miskin;
b. hak dan kewajiban warga miskin;
c. penyusunan strategi dan program;
d. pelaksanaan dan pengawasan; dan
e. peran serta masyarakat.
f. peran serta dari Pemerintah Kota Provinsi DKI Jakarta.
BAB III
Azaz dan Tujuan
Pasal 4
Penanggulangan kemiskinan di Daerah dilakukan berdasarkan asas:
a. keadilan;
b. tertib hukum;
c. kemitraan;
d. pemberdayaan;
e. koordinasi;
f. Profesional;
g. kredibilitas;
h. keterpaduan;
i. transparansi;
j. bebas KKN;
k. responsif;
l.
akuntabel; dan
m. partisipati
BAB IV
Asas
Pasal 5
Penanggulangan kemiskinan berdasarkan asas adil dan merata, partisipatif, demokratis,
koordinatif/keterpaduan, tertib hukum, dan saling percaya yang menciptakan rasa aman
bagi masyarakat DKI Jakarta itu sendiri.
IDENTIFIKASI WARGA MISKIN
Pasal 6
Identifikasi warga miskin dilakukan melalui pendataan dan penetapan warga miskin.
Pasal 7
(1) Pendataan warga miskin dilakukan melalui survey berdasarkan kriteria yang mengacu
pada hak-hak dasar warga miskin yang tinggal di DKI Jakarta.
(2) Kriteria warga miskin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Peraturan Gubernur dan Walikota DKI Jakarta agar memiliki hubungan yang bersinambungan
.
(3) Survey sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setiap 2 (dua) tahun.
(4) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikecualikan apabila terjadi situasi
dan kondisi tertentu yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi
kemiskinan.
(5) Hasil survey sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sebelum ditetapkan diumumkan
pada tempat pengumuman di masing-masing Kelurahan untuk memperoleh masukan dari
masyarakat.
(6) Hasil survey sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan dengan Keputusan
Walikota dan ditempatkan dalam sistem informasi penanggulangan kemiskinan.
BAB V
HAK WARGA MISKIN
Pasal 8
Setiap warga miskin mempunyai hak:
a. hak atas kebutuhan pangan;
b. hak atas pelayanan kesehatan;
c. hak atas pelayanan pendidikan;
d. hak atas pekerjaan dan berusaha;
e. hak atas perumahan;
f. hak atas air bersih dan sanitasi yang baik;
g. hak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat;
h. hak atas rasa aman dari perlakuan atau ancaman dan tindak kekerasan; dan
i. hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial ekonomi dan politik.
Pasal 9
Pemenuhan atas hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 disesuaikan dengan kemampuan
BAB VI
KEWAJIBAN WARGA MISKIN
Pasal 10
(1 ) Warga miskin berkewajiban mengusahakan peningkatan taraf kesejahteraannya untuk
memenuhi hak-hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 serta berperan aktif dalam upaya
penanggulangan kemiskinan.
(2) Dalam memenuhi hak dasarnya warga miskin berkewajiban mentaati norma, estetika
dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 11
(1) Pemerintah Daerah, masyarakat dan keluarga berkewajiban turut serta bertanggung
jawab terhadap pemenuhan hak warga miskin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
(2) Pemerintah Daerah berkewajiban menanggulangi kemiskinan secara berkelanjutan.
(3) Masyarakat berkewajiban untuk berpartisipasi dalam peningkatan kesejahteraan, dan
kepedulian terhadap warga miskin di lingkungannya.
(4) Keluarga berkewajiban terhadap pemenuhan kebutuhan dasar dan peningkatan
kesejahteraan anggota keluarganya.
Bagian Pertama
Pelayanan Jaminan Ketersediaan Pangan
Pasal 12
Program pelayanan jaminan ketersediaan pangan bagi Penduduk Miskin dan Keluarga Miskin
dilakukan melalui kemudahan dalam pemenuhan kecukupan bahan pangan yang layak
konsumsi dan terjangkau agar dapat meningkatkan gizi masyarakat miskin.
Pasal 13
(1) Program pelayanan jaminan ketersediaan pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
dilaksanakan melalui:
a. pemberian subsidi pembelian bahan pangan layak konsumsi;
b. penyertaan Keluarga Miskin dalam program pengentasan kemiskinan;dan
c. pemberian tambahan asupan gizi bagi Keluarga Miskin.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara, persyaratan dan pelaksanaan program
pelayanan jaminan ketersediaan pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Gubernur DKI Jakarta.
Bagian Kedua
Pelayanan Kesehatan
Pasal 13
Program pelayanan kesehatan diselenggarakan dengan tujuan untuk memenuhi hak dasar
Penduduk Miskin dan Keluarga Miskin atas pelayanan kesehatan yang terkendali mutu dan
biayanya.
Pasal 14
(1) Program pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dilaksanakan
melalui :
a. penyelenggaraan jaminan layanan kesehatan secara menyeluruh, terstruktur dan
berjenjang sesuai dengan standard pelayanan kesehatan;
b. peningkatan kualitas kesehatan ibu hamil, bayi dan balita;
c. penanggulangan penyakit menular dan tidak menular;
d. perbaikan gizi keluarga dengan pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil dan
balita.
(2) Apabila terdapat Penduduk dan Keluarga Rentan Miskin yang tidak mampu memenuhi
kebutuhan kesehatan, Pemerintah Daerah menyediakan program bantuan layanan
kesehatan bagi Penduduk dan Keluarga Rentan Miskin tersebut agar tidak menjadi miskin
karena ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan kesehatan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara, persyaratan dan pelaksanaan program
pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Ke Tiga
Pelayanan Pendidikan
Pasal 15
Program pelayanan pendidikan dilakukan dengan memberikan jaminan hak atas pendidikan
bagi Penduduk Miskin dan Keluarga Miskin yang bermutu dan terjangkau sehingga dapat
terwujud penguatan sumber daya manusia dan peningkatan daya saing tenaga kerja yang
memiliki kemampuan untuk bertahan.
Pasal 16
(1) Program pelayanan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dilaksanakan
melalui :
a. pemberian jaminan pendidikan dari TK , SD, SMP, SMA/SMK;
b. pemberian akses pendidikan di sekolah negeri yang ada di DKI Jakarta;
c. pengarahan orientasi peserta didik lulusan SMP masuk ke kelompok pendidikan SMK.
(2) Apabila terdapat Penduduk dan Keluarga Rentan Miskin yang tidak mampu memenuhi
kebutuhan pendidikan, Pemerintah Daerah menyediakan program bantuan layanan
pendidikan bagi penduduk dan keluarga Rentan Miskin tersebut agar tidak menjadi miskin
karena ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan pendidikan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara, persyaratan dan pelaksanaan program
pelayanan pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Gubernur DKI Jakarta.
BAB VIII
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 33
(1) Pemerintah Daerah wajib melibatkan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan
program penanggulangan kemiskinan.
(2) Dalam pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan, Pemerintah Daerah wajib
memberikan kemudahan akses data penanggulangan kemiskinan kepada masyarakat.
(3) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan mulai dari proses
perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi yang partisipatif.
Pasal 34
Dalam hal masyarakat berperan aktif untuk pelaksanaan program penanggulangan
kemiskinan, kegiatan yang dilakukan harus diselaraskan dengan strategi dan program
penanggulangan kemiskinan Pemerintah Daerah, serta harus dilakukan secara terkoordinasi
dengan TKPKD dalam forum koordinasi penanggulangan kemiskinan.
Pasal 35
Dunia usaha dan dunia industri harus berperan serta menyediakan bantuan dana, barang,
dan/atau jasa, dalam rangka penanggulangan kemiskinan di Daerah sebagai wujud tanggung
jawab sosialnya.
Pasal 36
Lembaga sosial dan lembaga swadaya masyarakat turut berpartisipasi dalam program
penanggulangan kemiskinan dalam bentuk pendampingan dan kemitraan.
Pasal 37
Ketentuan lebih lanjut mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 34, Pasal 35, dan Pasal 36 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.
BAB IX
PEMBIAYAAN
Pasal 38
(1) Pembiayaan program kegiatan penanggulangan kemiskinan disediakan melalui Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah dan sumber dana lainnya yang sah dan tidak mengikat.
(2) Besarnya dana untuk kegiatan penanggulangan kemiskinan diintegrasikan ke dalam
anggaran kegiatan Rencana Aksi Daerah dari SKPD terkait.
BAB X
PENGAWASAN
Pasal 39
Dalam rangka pengawasan pelaksanaan penanggulangan kemiskinan, Pemerintah Daerah
membangun sistem monitoring dan evaluasi secara terpadu dengan memperhatikan prinsipprinsip :
a. objektif dan profesional;
b. transparan;
c. partisipatif;
d. pemberdayaan;
e. transformatif;
f. akuntabel;
g. tepat waktu;
h. berkesinambungan;
i.
berbasis indikator kinerja;
j. kemitraan; dan
k. solutif.
Pasal 40
Pengawasan terhadap penyelenggaraan penanggulangan kemiskinan dilakukan oleh TKPKD
Daerah dengan dibantu oleh masyarakat.
Pasal 41
Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur pengawasan terhadap penyelenggaraan
penanggulangan kemiskinan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.
BAB XI
LARANGAN
Pasal 42
(1) Setiap penduduk miskin dan keluarga miskin serta pengurus RT/RW dalam pelaksanaan
penanggulangan kemiskinan dilarang untuk :
a. secara sengaja memberikan keterangan dan informasi yang tidak sesuai dengan
kondisi yang sebenarnya;
b. melakukan pemalsuan data;
c. menghalangi program dan kegiatan dalam penanggulangan kemiskinan.
(2) Setiap petugas yang ditunjuk dalam pelaksanaan penanggulangan kemiskinan dilarang
untuk :
a. melakukan penyalahgunaan wewenang;
b. melakukan pemalsuan data;
c. menghalangi program dan kegiatan dalam penanggulangan kemiskinan.
BAB XII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 43
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 42 ayat (1) diancam
pidana kurungan paling lama 5 (lima)bulan atau denda paling tinggi Rp. 70.000.000,- (tujuh
puluh juta rupiah).
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 42 ayat (2) dikenakan
sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah Pelanggaran.
(4) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masuk ke Kas Daerah.
BAB XIII
PENYIDIKAN
Pasal 44
Selain penyidik umum, penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43
Peraturan Daerah ini dilaksanakan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan
Pemerintah Daerah.
Pasal 45
Dalam melaksanakan tugas penyidikan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 44 berwenang :
a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan
dengan tindak pidana;
b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan
tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana;
c. meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan
tindak pidana;
d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen lain berkenaan dengan tindak
pidana;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang bukti pembukuan, pencatatan dan
dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana;
g. menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat
pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang
dibawa sebagaimana dimaksud dalam huruf (e);
h. mengambil sidik jari dan memotret seseorang berkaitan dengan tindak pidana;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
BAB XIV
KETENTUAN LAIN- LAIN
Pasal 46
(1) Terhadap orang miskin selain penduduk Daerah, akan ditangani melalui pola khusus
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Secara teknis penanganan orang miskin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.
BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 47
Pada saat Peraturan Daerah ini berlaku, kegiatan program penanggulangan kemiskinan yang
telah berjalan, tetap berlangsung sesuai dengan program yang telah disusun dengan
ketentuan
dalam jangka waktu paling lama 8 (delapan) bulan wajib disesuaikan dengan Peraturan
Daerah ini.
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 48
Pembentukan TKPKD sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini paling lama 8
(delapan) bulan sejak Peraturan Daerah ini mulai berlaku.
Pasal 49
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, semua peraturan tentang penanggulangan
kemiskinan yang ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum
diganti dengan yang baru berdasarkan Peraturan Daerah ini.
Pasal 50
Peraturan Daerah ini berlaku 6 (enam) bulan sejak diundangkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota DKI Jakarta
Ditetapkan di DKI Jakarta
pada tanggal 16 Oktober 2010
Gubernur DKI Jakarta,
ttd
Basuki Tjahja Purnama
Diundangkan di DKI Jakarta
pada tanggal
13 Oktober 2010
SEKRETARIS DAERAH KOTA YOGYAKARTA,
ttd
H. RAPINGUN
LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2009 NOMOR 134
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KOTA DKI Jakarta NOMOR 23 TAHUN 2010
TENTANG
PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KOTA YOGYAKARTA
1. UMUM
Dalam Rencana pembangunan daerah di DKI Jakartan perlunya peran dari masyrakat untuk
membangun DKI Jakarta yang lebih baik lagi dan jauh dari omongan Negara lain dan Daerah
lagi tentang masyarakat DKI Jakarta yang kebanyakan Masyarakat Miskin. Agar tidak terjadi
masalah itu perlu adanya penanggulangan masyarakat miskin dari Walikota dan Pemerintah
setempat dan perlu adanya pendekatan yang terpadu, dilaksanakan secara bertahap,
terencana, dan berkesinambungan, serta menuntut keterlibatan semua pihak baik
Pemerintah daerah, dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan,
pemangku kepentingan maupun warga miskin itu sendiri, sebagaimana yang diatur dalam
Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2009 tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan.
Dengan adanya pola pendekatan seperti ini, perbaikan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya,
serta peningkatan kesejahteraan warga miskin dapat dilakukan secara cepat dan
efektif.Pengaturan yang dikehendaki dalam peraturan ini mengarah pada upaya
pembudayaan dan perubahan pola pikir masyarakat melalui program-program
pendampingan yang dilakukan. Pengaturan penanggulangan masalah kemiskinan yang
berlaku selama ini di Kota Jakarta berupa Keputusan Walikota Dan Pemerintah Daerah DKI
Jakarta yang hanya mengikat instansi terkait. Pengaturan ini perlu ditingkatkan dalam
bentuk produk hukum yang lebih kuat yaitu Peraturan Daerah. Pembentukan Peraturan
Daerah dapat mengikat semua pihak yang harus terlibat dalam proses penanggulangan
kemiskinan, sehingga akan dapat lebih terjamin penghormatan, perlindungan, dan
pemenuhan hak-hak dasar warga miskin, dan percepatan perwujudan kesejahteraan rakyat.
Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, maka perlu membentuk Peraturan Daerah
Kota DKI Jakarta tentang Penanggulangan Kemiskinan di Kota DKI Jakarta.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
: Cukup jelas
Pasal 2 huruf a : Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah penyelenggaraan
program dan kegiatan dalam penanggulangan kemiskinan tidak membedakan-bedakan fisik
suku, agama, ras, dan jenis kelamin,serta materi agar masyarakat miskin tidak mersakan
diperlakuankan tidak adil oleh Permerintah Daerah dan Gubernur Daerah DKI Jakarta.
huruf b
: Yang dimaksud dengan ”asas tertib hukum” adalah pelaksanaan
penanggulangan kemiskinan didasarkan pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
huruf c : Yang dimaksud dengan “asas kemitraan” adalah dalam upaya
penanggulangan kemiskinan, dapat mengembangkan hubungan
kerja sama lokal, regional, nasional, dan internasional.
huruf d : Yang dimaksud dengan “asas pemberdayaan” adalah upaya
pemanfaatan potensi sesuai kebutuhan masyarakat terkait dengan
pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan.
huruf e : Yang dimaksud dengan “asas koordinasi” adalah pelaksanaan
penanggulangan kemiskinan dilakukan melalui koordinasi dengan
SKPD terkait, dunia usaha, perguruan tinggi, dan lembaga
kemasyarakatan sehingga tidak terjadi tumpang tindih dalam
pelaksanaan program dan kegiatan.
huruf f : Yang dimaksud dengan “asas profesional” adalah pelaksanaan
penanggulangan kemiskinan dilakukan secara disiplin dan sadar
akan tugas , wewenang dan tanggungjawab yang sedang
diemban.
huruf g : Yang dimaksud dengan “asas kredibilitas” adalah pelaksanaan
penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan semangat
pengabdian kepada masyarakat dalam mengentaskan kemiskinan.
huruf h : Yang dimaksud dengan “asas keterpaduan” adalah pelaksanaan
penanggulangan kemiskinan dilakukan secara terpadu dengan
SKPD Pemerintah Daerah, dunia usaha, perguruan tinggi, dan
lembaga kemasyarakatan sehingga penanggulangan dapat
dilaksanakan secara menyeluruh.
huruf i : Yang dimaksud dengan “asas transparansi” adalah adanya
keterbukaan dalam pelaksanaan penanggulangan kemiskinan.
huruf j : Yang dimaksud dengan “asas bebas KKN” adalah pelaksanaan
penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan prinsip harus
mampu membebaskan diri dari praktek korupsi, kolusi dan
nepotisme.
huruf k : Yang dimaksud dengan “asas responsif” adalah pelaksanaan
penanggulangan kemiskinan dilakukan secara peka dan tanggap
terhadap kepentingan dan aspirasi rakyat.
huruf l : Yang dimaksud dengan “asas akuntabel” adalah pelaksanaan
penanggulangan kemiskinan dapat dipertanggungjawabkan.
huruf m : Yang dimaksud dengan “asas partisipatif” adalah adanya keterlibatan peran serta
setiap warga miskin, masyarakat, dan pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan.
Pasal 3 huruf a : Yang dimaksud “bertahap” adalah dilakukan secara berkelanjutan sesuai
dengan kemampuan sumber daya daerah. huruf b s/d huruf d : Cukup jelas
Pasal 4 ayat (1)
: Cukup jelas
ayat (2) : Yang dimaksud secara partisipatif adalah adanya keterlibatan
berbagai elemen dan dapat dipertanggungjawabkan secara
akademis
ayat (3) dan ayat (4) : Cukup jelas
Pasal 5 ayat (1) dan
ayat (2) : Cukup jelas
ayat (3)
: Yang dimaksud dengan “Pihak Ketiga” adalah Perguruan Tinggi
atau Lembaga Swadaya Masyarakat
ayat (4)
: Yang dimaksud keadaan “darurat” misalnya ketika terjadi kondisi
bencana alam
ayat (5)
: Cukup jelas
Pasal 6 ayat (1)
huruf a : Yang dimaksud dengan “fakir miskin” adalah kondisi kemiskinan
yang disebabkan ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi
hak-hak dasarnya yang masuk pada tahapan darurat sehingga
membahayakan kelangsungan hidupnya.
huruf b
: Yang dimaksud dengan “miskin” adalah kondisi keluarga yang
memiliki keterbatasan dalam pendapatan dan aset, dalam
pemenuhan kebutuhan pangan, pemenuhan kebutuhan layanan
kesehatan, pemenuhan layanan pendidikan, kondisi tempat tinggal
dan sanitasi yang tidak sehat dan layak, serta terbatasnya
pemenuhan air bersih.
ayat (2) dan ayat (3) : Cukup jelas
Pasal 7
Pasal 8 huruf a
: Cukup jelas
: Cukup jelas
huruf b : Yang dimaksud dengan “hak dasar” adalah hak atas pangan, tempat tinggal,
pakaian, pendidikan dan kesehatan. huruf c s/d
huruf e : Cukup jelas
Pasal 9
: Cukup jelas
Pasal 10
: Cukup jelas
Pasal 11
: Cukup jelas
Pasal 12
: Cukup jelas
Pasal 13
: Cukup jelas
Pasal 14
: Cukup jelas
Pasal 15
: Cukup jelas
Pasal 16 ayat (1)
huruf a : Pemberian jaminan tersebut adalah berupa pemberian bea siswa
secara penuh
huruf b : Yang dimaksud dengan pemberian akses adalah kemudahan bagi
Penduduk Miskin dan Keluarga Miskin untuk bersekolah di
Sekolah Negeri
huruf c
: Cukup jelas
ayat (2) dan
ayat (3) : Cukup jelas
Pasal 17
: Cukup jelas
Pasal 18
: Cukup jelas
Pasal 19
: Cukup jelas
Pasal 20
: Cukup jelas
Pasal 21 huruf a
: Yang dimaksud dengan kelompok usaha atau paguyuban adalah
sebuah kelompok masyarakat yang melakukan satu jenis usaha
secara bersama-sama.
huruf b
: Cukup jelas
Pasal 22
: Cukup jelas
Pasal 23
: Cukup jelas
Pasal 24
: Cukup jelas
Pasal 25
: Cukup jelas
Pasal 26
: Cukup jelas
Pasal 27
: Cukup jelas
Pasal 28
: Cukup jelas
Pasal 29 ayat (1)
ayat (2)
: Cukup jelas
: Yang dimaksud dengan “Rencana Aksi Daerah” adalah dokumen
perencanaan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah dalam rangka
penanggulangan kemiskinan.
Pasal 30 ayat (1)
ayat (2)
: Cukup jelas
: Pendampingan harus dilakukan sampai adanya peningkatan
kondisi penduduk miskin.
ayat (3)
: Cukup jelas
ayat (4)
: Yang dimaksud “mulai terarah menuju golongan keluarga Tidak
Miskin” merupakan kondisi penduduk dalam kondisi yang rentan
miskin.
Pasal 31
: Cukup jelas
Pasal 32
: Cukup jelas
Pasal 33 ayat (1) : Yang dimaksud dengan “masyarakat” meliputi perorangan,
keluarga, kelompok, organisasi sosial, yayasan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi
profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan.
ayat (2)
ayat (3)
: Cukup jelas
: Yang dimaksud dengan “perencanaan” adalah peran serta
masyarakat dalam penyusunan kegiatan yang akan dilakukan
dalam rangka pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan.
Yang dimaksud dengan “pelaksanaan” adalah peran serta
masyarakat dalam menjalankan kegiatan yang berpedoman pada
perencanaan kegiatan penanggulangan kemiskinan.
Yang dimaksud dengan “monitoring” adalah peran serta
masyarakat dalam mengawasi pelaksanaan kegiatan
penanggulangan kemiskinan.
Yang dimaksud dengan “evaluasi” adalah peran serta masyarakat
dalam mengukur dan menilai pelaksanaan kegiatan
penanggulangan kemiskinan.
Pasal 34
: Cukup jelas
Pasal 35
: Yang dimaksud dengan tanggung jawab sosial adalah tanggung
jawab dunia usaha untuk peduli terhadap masyarakat miskin dan
kelompok rentan.
Pasal 36 : Yang dimaksud dengan lembaga sosial adalah lembaga amil
zakat, lembaga donasi atau lembaga sosial lain yang mempunyai
program penanggulangan kemiskinan
Pasal 37
: Cukup jelas
Pasal 38
: Cukup jelas
Pasal 39 huruf a : Yang dimaksud dengan prinsip “obyektif dan profesional” adalah
pelaksanaan monitoring dan evaluasi dilakukan secara profesional berdasarkan analisis data
yang lengkap dan akurat agar menghasilkan penilaian secara obyektif dan masukan yang
tepat terhadap pelaksanaan kebijakan penanggulangan kimiskinan.
huruf b
: Yang dimaksud dengan prinsip “transparan” adalah pelaksanaan
monitoring dan evaluasi dilakukan secara terbuka dan dilaporkan secara luas melalui
berbagai media yang ada agar semua stakeholder dapat mengakses dengan mudah tentang
informasi dan hasil kegiatan penanggulangan kemiskinan.
huruf c : Yang dimaksud dengan prinsip “partisipatif” adalah pelaksanaan kegiatan
monitoring dan evaluasi dilakukan dengan melibatkan secara aktif dan interaktif peran serta
masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan.
huruf d
: Cukup jelas
huruf e : Yang dimaksud dengan prinsip “transformatif” adalah pelaksanaan
kegiatan monitoring dan evaluasi yang memberikan perubahan
positif bukan untuk mencari kesalahan dan keburukan tetapi untuk
mengevaluasi.
huruf f : Yang dimaksud dengan prinsip “akuntabel” adalah pelaksanaan
kegiatan monitoring dan evaluasi dapat dipertanggungjawabkan
secara internal dan eksternal.
huruf g : Yang dimaksud dengan prinsip “tepat waktu” adalah pelaksanaan
kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan sesuai dengan waktu
yang dijadwalkan.
huruf h : Yang dimaksud dengan prinsip “berkesinambungan” adalah
pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan secara
berkelanjutan agar dapat dimanfaatkan sebagai umpan balik bagi
penyempurnaan kebijakan.
huruf i : Yang dimaksud dengan prinsip “berbasis indikator kinerja” adalah
pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan
berdasarkan kriteria atau indikator kinerja, baik indikator masukan,
proses, keluaran, manfaat maupun dampak.
huruf j
: Cukup jelas.
huruf k : Yang dimaksud dengan prinsip “solutif” adalah pelaksanaan
kegiatan monitoring dan evaluasi bertumpu pada niat untuk
mencari jalan keluar/
way out
, bukan memperkeruh masalah.
Pasal 40
: Cukup jelas.
Pasal 41
: Cukup jelas.
Pasal 42
: Cukup jelas.
Pasal 43
: Cukup jelas.
Pasal 44
: Cukup jelas.
Pasal 45
: Cukup jelas.
Pasal 46
: Cukup jelas.
Pasal 47
: Cukup jelas.
Pasal 48
: Cukup jelas.
Pasal 49
: Cukup jelas.
Pasal 50
: Cukup jelas.
Hani Nuanza Uemenina
Tugas :
Final
Tentang
PERATURAN DAERAH KHUSUS IBU KOTA TENTANG
PENANGGULANGAN KEMISKINAN
Lecturer:
Mr. Yance
PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
NOMOR 6 TAHUN 2015
TENTANG
Penanggulangan Kemiskinan
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,
Menimbang :
a. bahwa kemiskinan merupakan permasalahan bangsa yang mendesak dan memerlukan
langkah-langkah penanganan dan pendekatan yang sistematik, terpadu dan menyeluruh,
dalam rangka mengurangi beban dan memenuhi hak-hak dasar warga negara secara layak
melalui pembangunan inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan untuk mewujudkan
kehidupan yang bermartabat dan dalam rangka menanggulangi kemiskiskinan pihak PEMDA
bersama SATPOL PP menertralkan jalan-jalan di Ibu Kota dari Orang yang mencari nafkah di
lampu merah dan di jalan-jalan hingga ke trotoar jalan agar jalan di jakarta tidak macet dan
rapi.
b. bahwa penyelenggaraan penanggulangan kemiskinan ini berupaya untuk menertibkan
dan menetralkan agar jalan-jalan ibu kota tidak macet .
c. bahwa dalam upaya meningkatkan efektifitas dan efisiensi program percepatan
penanggulangan kemiskinan perlu dilakukan upaya-upaya penajaman program perlindungan
sosial;
d. bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut pada huruf a dan huruf c, dipandang perlu
menetapkan Peraturan Presiden tentang Program Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.:
Mengingat:
1. Peratruran Presiden Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
antara Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara RI Tahun 2007 Nomor 82);
2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2012 tentang Penanganan Fakir Miskin di Daerah DKI
Jakarta;
3.Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaran Jaminan sosial
untuk Rakyat Miskin yang ada di ibu kota DKI Jakarta;
4. Peraturan Daerah kota DKI Jakarta Nomor 11 tahun 2003 tentang visi,misi dan strategi
Kebijakan untuk mengatasi Fakir Miskin yang berkerja di DKI Jakarta sebagai
pengemis,pengamen,dan sebagai Pemulung Tahun 2003-2015;
5.Peraturan Daerah Kota DKI Jakarta Nomor 13 Tahun 2004 tentang Pokok-Pokok
Pengelolaan Keuangan Daerah DKI Jakarta;
6.Peraturan Daerah Kota DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2007 tentang Urusan Pemerintahan
yang menjadi kewenangan Pemerintah Kota DKI Jakarta untuk mengatasi Kemiskinan di Ibu
Kota
7.Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2012 tentang Sistem Pendidikan di Wilayah DKI Jakarta
(Lembaran Daerah khusus Ibu Kota DKI Jakarta Tahun 2012 Nomor 19 );
8. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2005 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Rumah susun di DKI Jakarta(Lembaran daerah kusus DKI Jakarta Tahun 2005 Nomor 26 );
9. Undang-undang Nomor 08 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Anak-anak Jalanan yang ada
di Ibu kota DKI jakarta;
10. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2012 Tentang Perlindungan Perempuan bagi
Perempuan Miskin di DKI Jakarta;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN DAERAH IBU KOTA DKI JAKARTA TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini , yang dimaksud dengan:
1. Penanggulangan Kemiskinan adalah kebijakan dan program pemerintah daerah khusu Ibu
Kota harus dilakukan secara sistematis, terencana, dan bersinergi dengan dunia usaha dan
masyarakat untuk mengurangi jumlah penduduk miskin dalam rangka meningkatkan
Kesetaraan Masyarakat Ibu Kota Jakarta agar saling menghargai satu sama lain antar
masyarakat DKI Jakarta.
2. Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah
daerah dalam dunia dunia usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha
ekonomi mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi.
3. Program penanggulangan kemiskinan bertujuan agar masyarakat miskin di DKI Jakarta
tidak lagi di injak-injak oleh Masyarakat yang mampu dan agar Masyarakat miskin juga bisa
mendapatkan kesejahteraan sosial dan pendidikan dari pemerintah.
BAB II
Tujuan,Ruang lingkup,Dan Asas
Pasal 2
Penanggulangan kemiskinan bertujuan untuk :
a. menjamin perlindungan dan pemenuhan hak–hak dasar warga miskin;
b. mempercepat penurunan jumlah warga miskin;
c. meningkatkan partisipasi masyarakat; dan
d. menjamin konsistensi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi dalam penanggulangan
kemiskinan.
e. meningkatkan mutu pendidikan di Daerah DKI Jakarta.
Ruang Lingkup
Pasal 3
Ruang lingkup penanggulangan kemiskinan meliputi :
a. identifikasi warga miskin;
b. hak dan kewajiban warga miskin;
c. penyusunan strategi dan program;
d. pelaksanaan dan pengawasan; dan
e. peran serta masyarakat.
f. peran serta dari Pemerintah Kota Provinsi DKI Jakarta.
BAB III
Azaz dan Tujuan
Pasal 4
Penanggulangan kemiskinan di Daerah dilakukan berdasarkan asas:
a. keadilan;
b. tertib hukum;
c. kemitraan;
d. pemberdayaan;
e. koordinasi;
f. Profesional;
g. kredibilitas;
h. keterpaduan;
i. transparansi;
j. bebas KKN;
k. responsif;
l.
akuntabel; dan
m. partisipati
BAB IV
Asas
Pasal 5
Penanggulangan kemiskinan berdasarkan asas adil dan merata, partisipatif, demokratis,
koordinatif/keterpaduan, tertib hukum, dan saling percaya yang menciptakan rasa aman
bagi masyarakat DKI Jakarta itu sendiri.
IDENTIFIKASI WARGA MISKIN
Pasal 6
Identifikasi warga miskin dilakukan melalui pendataan dan penetapan warga miskin.
Pasal 7
(1) Pendataan warga miskin dilakukan melalui survey berdasarkan kriteria yang mengacu
pada hak-hak dasar warga miskin yang tinggal di DKI Jakarta.
(2) Kriteria warga miskin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Peraturan Gubernur dan Walikota DKI Jakarta agar memiliki hubungan yang bersinambungan
.
(3) Survey sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setiap 2 (dua) tahun.
(4) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikecualikan apabila terjadi situasi
dan kondisi tertentu yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi
kemiskinan.
(5) Hasil survey sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sebelum ditetapkan diumumkan
pada tempat pengumuman di masing-masing Kelurahan untuk memperoleh masukan dari
masyarakat.
(6) Hasil survey sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan dengan Keputusan
Walikota dan ditempatkan dalam sistem informasi penanggulangan kemiskinan.
BAB V
HAK WARGA MISKIN
Pasal 8
Setiap warga miskin mempunyai hak:
a. hak atas kebutuhan pangan;
b. hak atas pelayanan kesehatan;
c. hak atas pelayanan pendidikan;
d. hak atas pekerjaan dan berusaha;
e. hak atas perumahan;
f. hak atas air bersih dan sanitasi yang baik;
g. hak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat;
h. hak atas rasa aman dari perlakuan atau ancaman dan tindak kekerasan; dan
i. hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial ekonomi dan politik.
Pasal 9
Pemenuhan atas hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 disesuaikan dengan kemampuan
BAB VI
KEWAJIBAN WARGA MISKIN
Pasal 10
(1 ) Warga miskin berkewajiban mengusahakan peningkatan taraf kesejahteraannya untuk
memenuhi hak-hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 serta berperan aktif dalam upaya
penanggulangan kemiskinan.
(2) Dalam memenuhi hak dasarnya warga miskin berkewajiban mentaati norma, estetika
dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 11
(1) Pemerintah Daerah, masyarakat dan keluarga berkewajiban turut serta bertanggung
jawab terhadap pemenuhan hak warga miskin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
(2) Pemerintah Daerah berkewajiban menanggulangi kemiskinan secara berkelanjutan.
(3) Masyarakat berkewajiban untuk berpartisipasi dalam peningkatan kesejahteraan, dan
kepedulian terhadap warga miskin di lingkungannya.
(4) Keluarga berkewajiban terhadap pemenuhan kebutuhan dasar dan peningkatan
kesejahteraan anggota keluarganya.
Bagian Pertama
Pelayanan Jaminan Ketersediaan Pangan
Pasal 12
Program pelayanan jaminan ketersediaan pangan bagi Penduduk Miskin dan Keluarga Miskin
dilakukan melalui kemudahan dalam pemenuhan kecukupan bahan pangan yang layak
konsumsi dan terjangkau agar dapat meningkatkan gizi masyarakat miskin.
Pasal 13
(1) Program pelayanan jaminan ketersediaan pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
dilaksanakan melalui:
a. pemberian subsidi pembelian bahan pangan layak konsumsi;
b. penyertaan Keluarga Miskin dalam program pengentasan kemiskinan;dan
c. pemberian tambahan asupan gizi bagi Keluarga Miskin.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara, persyaratan dan pelaksanaan program
pelayanan jaminan ketersediaan pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Gubernur DKI Jakarta.
Bagian Kedua
Pelayanan Kesehatan
Pasal 13
Program pelayanan kesehatan diselenggarakan dengan tujuan untuk memenuhi hak dasar
Penduduk Miskin dan Keluarga Miskin atas pelayanan kesehatan yang terkendali mutu dan
biayanya.
Pasal 14
(1) Program pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dilaksanakan
melalui :
a. penyelenggaraan jaminan layanan kesehatan secara menyeluruh, terstruktur dan
berjenjang sesuai dengan standard pelayanan kesehatan;
b. peningkatan kualitas kesehatan ibu hamil, bayi dan balita;
c. penanggulangan penyakit menular dan tidak menular;
d. perbaikan gizi keluarga dengan pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil dan
balita.
(2) Apabila terdapat Penduduk dan Keluarga Rentan Miskin yang tidak mampu memenuhi
kebutuhan kesehatan, Pemerintah Daerah menyediakan program bantuan layanan
kesehatan bagi Penduduk dan Keluarga Rentan Miskin tersebut agar tidak menjadi miskin
karena ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan kesehatan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara, persyaratan dan pelaksanaan program
pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Ke Tiga
Pelayanan Pendidikan
Pasal 15
Program pelayanan pendidikan dilakukan dengan memberikan jaminan hak atas pendidikan
bagi Penduduk Miskin dan Keluarga Miskin yang bermutu dan terjangkau sehingga dapat
terwujud penguatan sumber daya manusia dan peningkatan daya saing tenaga kerja yang
memiliki kemampuan untuk bertahan.
Pasal 16
(1) Program pelayanan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dilaksanakan
melalui :
a. pemberian jaminan pendidikan dari TK , SD, SMP, SMA/SMK;
b. pemberian akses pendidikan di sekolah negeri yang ada di DKI Jakarta;
c. pengarahan orientasi peserta didik lulusan SMP masuk ke kelompok pendidikan SMK.
(2) Apabila terdapat Penduduk dan Keluarga Rentan Miskin yang tidak mampu memenuhi
kebutuhan pendidikan, Pemerintah Daerah menyediakan program bantuan layanan
pendidikan bagi penduduk dan keluarga Rentan Miskin tersebut agar tidak menjadi miskin
karena ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan pendidikan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara, persyaratan dan pelaksanaan program
pelayanan pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Gubernur DKI Jakarta.
BAB VIII
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 33
(1) Pemerintah Daerah wajib melibatkan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan
program penanggulangan kemiskinan.
(2) Dalam pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan, Pemerintah Daerah wajib
memberikan kemudahan akses data penanggulangan kemiskinan kepada masyarakat.
(3) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan mulai dari proses
perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi yang partisipatif.
Pasal 34
Dalam hal masyarakat berperan aktif untuk pelaksanaan program penanggulangan
kemiskinan, kegiatan yang dilakukan harus diselaraskan dengan strategi dan program
penanggulangan kemiskinan Pemerintah Daerah, serta harus dilakukan secara terkoordinasi
dengan TKPKD dalam forum koordinasi penanggulangan kemiskinan.
Pasal 35
Dunia usaha dan dunia industri harus berperan serta menyediakan bantuan dana, barang,
dan/atau jasa, dalam rangka penanggulangan kemiskinan di Daerah sebagai wujud tanggung
jawab sosialnya.
Pasal 36
Lembaga sosial dan lembaga swadaya masyarakat turut berpartisipasi dalam program
penanggulangan kemiskinan dalam bentuk pendampingan dan kemitraan.
Pasal 37
Ketentuan lebih lanjut mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 34, Pasal 35, dan Pasal 36 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.
BAB IX
PEMBIAYAAN
Pasal 38
(1) Pembiayaan program kegiatan penanggulangan kemiskinan disediakan melalui Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah dan sumber dana lainnya yang sah dan tidak mengikat.
(2) Besarnya dana untuk kegiatan penanggulangan kemiskinan diintegrasikan ke dalam
anggaran kegiatan Rencana Aksi Daerah dari SKPD terkait.
BAB X
PENGAWASAN
Pasal 39
Dalam rangka pengawasan pelaksanaan penanggulangan kemiskinan, Pemerintah Daerah
membangun sistem monitoring dan evaluasi secara terpadu dengan memperhatikan prinsipprinsip :
a. objektif dan profesional;
b. transparan;
c. partisipatif;
d. pemberdayaan;
e. transformatif;
f. akuntabel;
g. tepat waktu;
h. berkesinambungan;
i.
berbasis indikator kinerja;
j. kemitraan; dan
k. solutif.
Pasal 40
Pengawasan terhadap penyelenggaraan penanggulangan kemiskinan dilakukan oleh TKPKD
Daerah dengan dibantu oleh masyarakat.
Pasal 41
Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur pengawasan terhadap penyelenggaraan
penanggulangan kemiskinan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.
BAB XI
LARANGAN
Pasal 42
(1) Setiap penduduk miskin dan keluarga miskin serta pengurus RT/RW dalam pelaksanaan
penanggulangan kemiskinan dilarang untuk :
a. secara sengaja memberikan keterangan dan informasi yang tidak sesuai dengan
kondisi yang sebenarnya;
b. melakukan pemalsuan data;
c. menghalangi program dan kegiatan dalam penanggulangan kemiskinan.
(2) Setiap petugas yang ditunjuk dalam pelaksanaan penanggulangan kemiskinan dilarang
untuk :
a. melakukan penyalahgunaan wewenang;
b. melakukan pemalsuan data;
c. menghalangi program dan kegiatan dalam penanggulangan kemiskinan.
BAB XII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 43
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 42 ayat (1) diancam
pidana kurungan paling lama 5 (lima)bulan atau denda paling tinggi Rp. 70.000.000,- (tujuh
puluh juta rupiah).
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 42 ayat (2) dikenakan
sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah Pelanggaran.
(4) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masuk ke Kas Daerah.
BAB XIII
PENYIDIKAN
Pasal 44
Selain penyidik umum, penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43
Peraturan Daerah ini dilaksanakan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan
Pemerintah Daerah.
Pasal 45
Dalam melaksanakan tugas penyidikan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 44 berwenang :
a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan
dengan tindak pidana;
b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan
tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana;
c. meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan
tindak pidana;
d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen lain berkenaan dengan tindak
pidana;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang bukti pembukuan, pencatatan dan
dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana;
g. menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat
pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang
dibawa sebagaimana dimaksud dalam huruf (e);
h. mengambil sidik jari dan memotret seseorang berkaitan dengan tindak pidana;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
BAB XIV
KETENTUAN LAIN- LAIN
Pasal 46
(1) Terhadap orang miskin selain penduduk Daerah, akan ditangani melalui pola khusus
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Secara teknis penanganan orang miskin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.
BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 47
Pada saat Peraturan Daerah ini berlaku, kegiatan program penanggulangan kemiskinan yang
telah berjalan, tetap berlangsung sesuai dengan program yang telah disusun dengan
ketentuan
dalam jangka waktu paling lama 8 (delapan) bulan wajib disesuaikan dengan Peraturan
Daerah ini.
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 48
Pembentukan TKPKD sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini paling lama 8
(delapan) bulan sejak Peraturan Daerah ini mulai berlaku.
Pasal 49
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, semua peraturan tentang penanggulangan
kemiskinan yang ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum
diganti dengan yang baru berdasarkan Peraturan Daerah ini.
Pasal 50
Peraturan Daerah ini berlaku 6 (enam) bulan sejak diundangkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota DKI Jakarta
Ditetapkan di DKI Jakarta
pada tanggal 16 Oktober 2010
Gubernur DKI Jakarta,
ttd
Basuki Tjahja Purnama
Diundangkan di DKI Jakarta
pada tanggal
13 Oktober 2010
SEKRETARIS DAERAH KOTA YOGYAKARTA,
ttd
H. RAPINGUN
LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2009 NOMOR 134
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KOTA DKI Jakarta NOMOR 23 TAHUN 2010
TENTANG
PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KOTA YOGYAKARTA
1. UMUM
Dalam Rencana pembangunan daerah di DKI Jakartan perlunya peran dari masyrakat untuk
membangun DKI Jakarta yang lebih baik lagi dan jauh dari omongan Negara lain dan Daerah
lagi tentang masyarakat DKI Jakarta yang kebanyakan Masyarakat Miskin. Agar tidak terjadi
masalah itu perlu adanya penanggulangan masyarakat miskin dari Walikota dan Pemerintah
setempat dan perlu adanya pendekatan yang terpadu, dilaksanakan secara bertahap,
terencana, dan berkesinambungan, serta menuntut keterlibatan semua pihak baik
Pemerintah daerah, dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan,
pemangku kepentingan maupun warga miskin itu sendiri, sebagaimana yang diatur dalam
Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2009 tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan.
Dengan adanya pola pendekatan seperti ini, perbaikan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya,
serta peningkatan kesejahteraan warga miskin dapat dilakukan secara cepat dan
efektif.Pengaturan yang dikehendaki dalam peraturan ini mengarah pada upaya
pembudayaan dan perubahan pola pikir masyarakat melalui program-program
pendampingan yang dilakukan. Pengaturan penanggulangan masalah kemiskinan yang
berlaku selama ini di Kota Jakarta berupa Keputusan Walikota Dan Pemerintah Daerah DKI
Jakarta yang hanya mengikat instansi terkait. Pengaturan ini perlu ditingkatkan dalam
bentuk produk hukum yang lebih kuat yaitu Peraturan Daerah. Pembentukan Peraturan
Daerah dapat mengikat semua pihak yang harus terlibat dalam proses penanggulangan
kemiskinan, sehingga akan dapat lebih terjamin penghormatan, perlindungan, dan
pemenuhan hak-hak dasar warga miskin, dan percepatan perwujudan kesejahteraan rakyat.
Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, maka perlu membentuk Peraturan Daerah
Kota DKI Jakarta tentang Penanggulangan Kemiskinan di Kota DKI Jakarta.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
: Cukup jelas
Pasal 2 huruf a : Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah penyelenggaraan
program dan kegiatan dalam penanggulangan kemiskinan tidak membedakan-bedakan fisik
suku, agama, ras, dan jenis kelamin,serta materi agar masyarakat miskin tidak mersakan
diperlakuankan tidak adil oleh Permerintah Daerah dan Gubernur Daerah DKI Jakarta.
huruf b
: Yang dimaksud dengan ”asas tertib hukum” adalah pelaksanaan
penanggulangan kemiskinan didasarkan pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
huruf c : Yang dimaksud dengan “asas kemitraan” adalah dalam upaya
penanggulangan kemiskinan, dapat mengembangkan hubungan
kerja sama lokal, regional, nasional, dan internasional.
huruf d : Yang dimaksud dengan “asas pemberdayaan” adalah upaya
pemanfaatan potensi sesuai kebutuhan masyarakat terkait dengan
pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan.
huruf e : Yang dimaksud dengan “asas koordinasi” adalah pelaksanaan
penanggulangan kemiskinan dilakukan melalui koordinasi dengan
SKPD terkait, dunia usaha, perguruan tinggi, dan lembaga
kemasyarakatan sehingga tidak terjadi tumpang tindih dalam
pelaksanaan program dan kegiatan.
huruf f : Yang dimaksud dengan “asas profesional” adalah pelaksanaan
penanggulangan kemiskinan dilakukan secara disiplin dan sadar
akan tugas , wewenang dan tanggungjawab yang sedang
diemban.
huruf g : Yang dimaksud dengan “asas kredibilitas” adalah pelaksanaan
penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan semangat
pengabdian kepada masyarakat dalam mengentaskan kemiskinan.
huruf h : Yang dimaksud dengan “asas keterpaduan” adalah pelaksanaan
penanggulangan kemiskinan dilakukan secara terpadu dengan
SKPD Pemerintah Daerah, dunia usaha, perguruan tinggi, dan
lembaga kemasyarakatan sehingga penanggulangan dapat
dilaksanakan secara menyeluruh.
huruf i : Yang dimaksud dengan “asas transparansi” adalah adanya
keterbukaan dalam pelaksanaan penanggulangan kemiskinan.
huruf j : Yang dimaksud dengan “asas bebas KKN” adalah pelaksanaan
penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan prinsip harus
mampu membebaskan diri dari praktek korupsi, kolusi dan
nepotisme.
huruf k : Yang dimaksud dengan “asas responsif” adalah pelaksanaan
penanggulangan kemiskinan dilakukan secara peka dan tanggap
terhadap kepentingan dan aspirasi rakyat.
huruf l : Yang dimaksud dengan “asas akuntabel” adalah pelaksanaan
penanggulangan kemiskinan dapat dipertanggungjawabkan.
huruf m : Yang dimaksud dengan “asas partisipatif” adalah adanya keterlibatan peran serta
setiap warga miskin, masyarakat, dan pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan.
Pasal 3 huruf a : Yang dimaksud “bertahap” adalah dilakukan secara berkelanjutan sesuai
dengan kemampuan sumber daya daerah. huruf b s/d huruf d : Cukup jelas
Pasal 4 ayat (1)
: Cukup jelas
ayat (2) : Yang dimaksud secara partisipatif adalah adanya keterlibatan
berbagai elemen dan dapat dipertanggungjawabkan secara
akademis
ayat (3) dan ayat (4) : Cukup jelas
Pasal 5 ayat (1) dan
ayat (2) : Cukup jelas
ayat (3)
: Yang dimaksud dengan “Pihak Ketiga” adalah Perguruan Tinggi
atau Lembaga Swadaya Masyarakat
ayat (4)
: Yang dimaksud keadaan “darurat” misalnya ketika terjadi kondisi
bencana alam
ayat (5)
: Cukup jelas
Pasal 6 ayat (1)
huruf a : Yang dimaksud dengan “fakir miskin” adalah kondisi kemiskinan
yang disebabkan ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi
hak-hak dasarnya yang masuk pada tahapan darurat sehingga
membahayakan kelangsungan hidupnya.
huruf b
: Yang dimaksud dengan “miskin” adalah kondisi keluarga yang
memiliki keterbatasan dalam pendapatan dan aset, dalam
pemenuhan kebutuhan pangan, pemenuhan kebutuhan layanan
kesehatan, pemenuhan layanan pendidikan, kondisi tempat tinggal
dan sanitasi yang tidak sehat dan layak, serta terbatasnya
pemenuhan air bersih.
ayat (2) dan ayat (3) : Cukup jelas
Pasal 7
Pasal 8 huruf a
: Cukup jelas
: Cukup jelas
huruf b : Yang dimaksud dengan “hak dasar” adalah hak atas pangan, tempat tinggal,
pakaian, pendidikan dan kesehatan. huruf c s/d
huruf e : Cukup jelas
Pasal 9
: Cukup jelas
Pasal 10
: Cukup jelas
Pasal 11
: Cukup jelas
Pasal 12
: Cukup jelas
Pasal 13
: Cukup jelas
Pasal 14
: Cukup jelas
Pasal 15
: Cukup jelas
Pasal 16 ayat (1)
huruf a : Pemberian jaminan tersebut adalah berupa pemberian bea siswa
secara penuh
huruf b : Yang dimaksud dengan pemberian akses adalah kemudahan bagi
Penduduk Miskin dan Keluarga Miskin untuk bersekolah di
Sekolah Negeri
huruf c
: Cukup jelas
ayat (2) dan
ayat (3) : Cukup jelas
Pasal 17
: Cukup jelas
Pasal 18
: Cukup jelas
Pasal 19
: Cukup jelas
Pasal 20
: Cukup jelas
Pasal 21 huruf a
: Yang dimaksud dengan kelompok usaha atau paguyuban adalah
sebuah kelompok masyarakat yang melakukan satu jenis usaha
secara bersama-sama.
huruf b
: Cukup jelas
Pasal 22
: Cukup jelas
Pasal 23
: Cukup jelas
Pasal 24
: Cukup jelas
Pasal 25
: Cukup jelas
Pasal 26
: Cukup jelas
Pasal 27
: Cukup jelas
Pasal 28
: Cukup jelas
Pasal 29 ayat (1)
ayat (2)
: Cukup jelas
: Yang dimaksud dengan “Rencana Aksi Daerah” adalah dokumen
perencanaan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah dalam rangka
penanggulangan kemiskinan.
Pasal 30 ayat (1)
ayat (2)
: Cukup jelas
: Pendampingan harus dilakukan sampai adanya peningkatan
kondisi penduduk miskin.
ayat (3)
: Cukup jelas
ayat (4)
: Yang dimaksud “mulai terarah menuju golongan keluarga Tidak
Miskin” merupakan kondisi penduduk dalam kondisi yang rentan
miskin.
Pasal 31
: Cukup jelas
Pasal 32
: Cukup jelas
Pasal 33 ayat (1) : Yang dimaksud dengan “masyarakat” meliputi perorangan,
keluarga, kelompok, organisasi sosial, yayasan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi
profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan.
ayat (2)
ayat (3)
: Cukup jelas
: Yang dimaksud dengan “perencanaan” adalah peran serta
masyarakat dalam penyusunan kegiatan yang akan dilakukan
dalam rangka pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan.
Yang dimaksud dengan “pelaksanaan” adalah peran serta
masyarakat dalam menjalankan kegiatan yang berpedoman pada
perencanaan kegiatan penanggulangan kemiskinan.
Yang dimaksud dengan “monitoring” adalah peran serta
masyarakat dalam mengawasi pelaksanaan kegiatan
penanggulangan kemiskinan.
Yang dimaksud dengan “evaluasi” adalah peran serta masyarakat
dalam mengukur dan menilai pelaksanaan kegiatan
penanggulangan kemiskinan.
Pasal 34
: Cukup jelas
Pasal 35
: Yang dimaksud dengan tanggung jawab sosial adalah tanggung
jawab dunia usaha untuk peduli terhadap masyarakat miskin dan
kelompok rentan.
Pasal 36 : Yang dimaksud dengan lembaga sosial adalah lembaga amil
zakat, lembaga donasi atau lembaga sosial lain yang mempunyai
program penanggulangan kemiskinan
Pasal 37
: Cukup jelas
Pasal 38
: Cukup jelas
Pasal 39 huruf a : Yang dimaksud dengan prinsip “obyektif dan profesional” adalah
pelaksanaan monitoring dan evaluasi dilakukan secara profesional berdasarkan analisis data
yang lengkap dan akurat agar menghasilkan penilaian secara obyektif dan masukan yang
tepat terhadap pelaksanaan kebijakan penanggulangan kimiskinan.
huruf b
: Yang dimaksud dengan prinsip “transparan” adalah pelaksanaan
monitoring dan evaluasi dilakukan secara terbuka dan dilaporkan secara luas melalui
berbagai media yang ada agar semua stakeholder dapat mengakses dengan mudah tentang
informasi dan hasil kegiatan penanggulangan kemiskinan.
huruf c : Yang dimaksud dengan prinsip “partisipatif” adalah pelaksanaan kegiatan
monitoring dan evaluasi dilakukan dengan melibatkan secara aktif dan interaktif peran serta
masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan.
huruf d
: Cukup jelas
huruf e : Yang dimaksud dengan prinsip “transformatif” adalah pelaksanaan
kegiatan monitoring dan evaluasi yang memberikan perubahan
positif bukan untuk mencari kesalahan dan keburukan tetapi untuk
mengevaluasi.
huruf f : Yang dimaksud dengan prinsip “akuntabel” adalah pelaksanaan
kegiatan monitoring dan evaluasi dapat dipertanggungjawabkan
secara internal dan eksternal.
huruf g : Yang dimaksud dengan prinsip “tepat waktu” adalah pelaksanaan
kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan sesuai dengan waktu
yang dijadwalkan.
huruf h : Yang dimaksud dengan prinsip “berkesinambungan” adalah
pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan secara
berkelanjutan agar dapat dimanfaatkan sebagai umpan balik bagi
penyempurnaan kebijakan.
huruf i : Yang dimaksud dengan prinsip “berbasis indikator kinerja” adalah
pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan
berdasarkan kriteria atau indikator kinerja, baik indikator masukan,
proses, keluaran, manfaat maupun dampak.
huruf j
: Cukup jelas.
huruf k : Yang dimaksud dengan prinsip “solutif” adalah pelaksanaan
kegiatan monitoring dan evaluasi bertumpu pada niat untuk
mencari jalan keluar/
way out
, bukan memperkeruh masalah.
Pasal 40
: Cukup jelas.
Pasal 41
: Cukup jelas.
Pasal 42
: Cukup jelas.
Pasal 43
: Cukup jelas.
Pasal 44
: Cukup jelas.
Pasal 45
: Cukup jelas.
Pasal 46
: Cukup jelas.
Pasal 47
: Cukup jelas.
Pasal 48
: Cukup jelas.
Pasal 49
: Cukup jelas.
Pasal 50
: Cukup jelas.