GANGGUAN KEPRIBADIAN menggunakan pembangunan aplikasi
GANGGUAN KEPRIBADIAN
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Psikologi Abnormal”
Dosen Pengampu :
Widyastuti, M.Psi, Psikolog
Disusun Oleh :
Machrozah Eka W.
J91214115
Rilla Fauzia Nur A.
J71214072
Rizqa Familia O.
J01214023
Ucik Nurul N.
J91214125
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI & KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2015
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah penulis ucapkan atas kehadirat Allah Swt. Yang telah
memberikan rahmat dan kuasa-Nya hingga penulis mampu menyelesaikan tugas
ini dengan tepat waktu, yaitu berupa makalah dengan judul Gangguan
Kepribadian..
Makalah ini diajukan dalam rangka memenuhi tugas untuk mata kuliah
Psikologi Abnormal. Dalam penyusunan makalah ini, penulis menghaturkan
banyak terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Moh. Sholeh, M.Pd, PNI, selaku Dekan Fakultas Psikologi.
Terima kasih atas fasilitas yang diberikan.
2. Widyastuti, M.Psi, Psikolog selaku Dosen pengampu mata kuliah
Psikologi Abnormal. Terima kasih atas bimbingannya dalam menyelesaikan tugas
makalah ini.
3. Teman-teman kelas G4 program studi Psikologi yang telah memberikan
banyak dukungan dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih sangat banyak
kekurangan juga kesalahan baik dalam penyampaian maupun dalam penulisan
kata. Oleh karena itu, penulis mohon masukan dari pembaca agar dapat membantu
membenahi makalah ini.
Surabaya, 16 Oktober 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah........................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................... 1
1.3. Tujuan dan Manfaat Penulisan ................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Gangguan Kepribadian ......................................................... 3
2.1.1. Faktor Penyebab Munculnya Gangguan Kepribadian ................. 3
2.1.2. Gejala Umum Gangguan Kepribadian ......................................... 5
2.2 Klasifikasi Gangguan Kepribadian ........................................................ 6
2.2.1. Gangguan Kepribadian Paranoid.................................................. 6
2.2.2. Gangguan Kepribadian Schizoid................................................... 9
2.2.3. Gangguan Kepribadian Schizotypal........................................... 12
2.2.4. Gangguan Kepribadian Antisocial.............................................. 15
2.2.5. Gangguan Kepribadian Borderline............................................. 20
2.2.6. Gangguan Kepribadian Histrionic.............................................. 23
2.2.7. Gangguan Kepribadian Narcissistic............................................ 26
2.2.8. Gangguan Kepribadian Avoidant................................................ 30
2.2.9. Gangguan Kepribadian Dependent............................................. 33
2.2.10. Gangguan Kepribadian Obssesive-Compulsive....................... 36
2.3. Sudut Pandang Teoritis Gangguan Kepribadian................................... 40
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan .................................................................................... 43
3.2. Saran .................................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 44
LAMPIRAN........................................................................................................ 45
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kita semua memiliki gaya berperilaku dan cara tertentu dalam
berhubungan dengan orang lain. Beberapa dari kita adalah tipe teratur, yang lain
ceroboh. Beberapa dari kita lebih memilih mengerjakan tugas sendiri, yang lain
lebih social. Beberapa dari kita tipe pengikut , yang lain pemimpin. Beberapa dari
kita terlihat kebal terhadap penolakan dari orang lain, sementara yang lain
menghindari insiatif social karena takut dikecewakan. Saat pola perilaku menjadi
begitu tidak fleksibel atau maladaptive sehingga dapat menyebabkan distress
personal yang signifikan atau mengganggu fungsi social dan pekerjaan, maka pola
perilaku tersebut dapat didiagnosis sebagai gangguan kepribadian.
Kepribadian dapat didefinisikan sebagai gabungan emosi dan tingkah laku
yang membuat individu memiliki karakteristik tertentu untuk menghadapi
kehidupan sehari-hari. Kepribadian individu relatif stabil dan memungkinan oarng
lain untuk memprediksi pola pikir atau tindakan yang akan diambilnya.
Individu dikatakan mengalami gangguan kepribadian apabila ciri
kepribadiannya menampakkan pola perilaku maladaptif dan telah berlangsung
untuk jangka waktu yang lama. Pola tersebut muncul pada setiap situasi serta
menganggu fungsi kehidupannya sehari-hari.
Pada individu ini, ciri kepribadian maladaptif itu tampak begitu melekat
pada dirinya. Biasanya mereka menolak untuk mendapatkan pertolongan dari
terapis dan menolak atau menyangkal bahwa dirinya memiliki suatu masalah.
Individu dengan gangguan kepribadian lebih tidak menyadari masalah mereka,
mereka tidak merasa cemas tentang perilakunya yang maladaptif sehingga mereka
pun tidak memiliki motivasi untuk mencari pertolongan dan sulit sekali untuk
mendapatkan perbaikan atau kesembuhan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan gangguan kepribadian ?
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan kepribadian ?
3. Bagaimana gejala umum gangguan kepribadian ?
4.Bagaimana pengklasifikasian gangguan kepribadian sesuai dengan
klasternya ?
5.Bagaimana
pengertian
dan
diskripsi
macam-macam
gangguan
kepribadian dari masing-masing klaster ?
6. Bagaimana penanganan bagi penderita gangguan kepribadian ?
7. Bagaimana sudut pandang teoritis mengenai gangguan kepribadian ?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu pengertian dari gangguan kepribadian.
2. Mengetahui faktor penyebab timbulnya gangguan kepribadian
3. Mengetahui gejala-gejala umum gangguan kepribadian.
4. Mengetahui macam – macam bentuk gangguan kepribadian sesuai
dengan klasternya.
5. Mengetahui pengertian dan diskripsi macam-macam gangguan
kepribadian dari masing-masing klaster.
6. Mengetahui penangganan atau treatment bagi penderita gangguan
kepribadian.
7. Mengetahui gangguan kepribadian ditinjau dari susut pandang teoritis.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Gangguan Kepribadian
Gangguan kepribadian menurut Rusdi Malim (2013) yang merujuk pada
PPGDJ-III (Pedoman Penggolongan diagnose Gangguan Jiwa III) adalah
paranoid, schizoid, emosional tak stabil tipe implusif dan borderline, historic,
anankastik, cemas (menghindar), dependen, khas lainnya yang tidak tergolongkan.
Sedangkan gangguan kepribadian menurut Kaplan dan Saddock adalah
suatu varian dari sifat karakter tersebut yang diluar rentang yang ditemukan pada
sebagian besar orang. Hanya jika sifat kepribadian tidak fleksibel dan maladaptif
dan dapat menyebabkan gangguan fungsional yang bermakna atau penderitaan
subyektif maka dimasukkan sebagai kelas gangguan kepribadian.
Gangguan kepribadian adalah gangguan yang sangat heterogen, diberi
kode pada Aksis
II dalam DSM dan dianggap sebagai pola perilaku dan
pengalaman internal yang bertahan lama, pervasif, dan tidak fleksibel yang
menyimpang dari ekspetasi budaya orang yang bersangkutan dan menyebabkan
hendaya dalam keberfungsian sosial dan pekerjaan (Gerald,2004).
2.1.1 Faktor Penyebab Munculnya Gangguan Kepribadian
1. Faktor Genetika
Salah satu bukti bahwa faktor genetic berpengaruh terhadap munculnya
gangguan kepribadian berasal dari penelitian gangguan psikiatrik pada
15.000 pasangan kembar di Amerika Serikat. Diantara kembar
monozigotik, angka kesesuaian untuk gangguan kepribadian adalah
beberapa kali lebih tinggi dibandingkan kembar dizigotik. Selain itu
menurut suatu penelitian, tentang penilaian multiple kepribadian dan
temperamen, minat okupasional dan waktu luang, dan sikap social, kembar
monozigotik yang dibesarkan terpisah adalah kira-kira sama dengan
kembar monozigotik yang dibesarkan bersama-sama.
2. Faktor Temperamental
Faktor temperamental yang diidentifikasi pada masa anak-anak mungkin
berhubungan
dengan
gangguan
kepribadian
pada
masa
dewasa.
Contohnya, anak-anak yang secara temperamental ketakutan mungkin
mengalami kepribadian menghindar.
3. Faktor Biologis
- Hormon
Orang yang menunjukkan sifat impulsive seringkali juga
menunukkan peningkatan kadar testosterone, 17-estradiol dan estrone.
-
Neurotransmitter
Penilaian sifat kepribadian dan system dopaminergik dan
serotonergik, menyatakaan suatu fungsi mengaktivasi kesadaran dari
neurotransmitter tersebut. Meningkatkan kadaar serotonin dengan obat
seretonergik tertentu seperti fluoxetine dapat menghasilkan perubahan
dramatik pada beberapa karakteristik kepribadian. Serotonin menurunkan
depresi, impulsivitas.
-
Elektrofisiologi
Perubahan konduktansi elektrik pada elektroensefalogram telah
ditemukaan pada beberaapa pasien dengan gangguan kepribadian, paling
sering pada tipe antisocial dan borderline, dimana ditemukan aktivitas
gelombang lambat.
4. Faktor Psikoanalitik
Sigmund Freud menyatakan bahwa sifat kepribadian berhubungan dengan
fiksasi pada salah satu stadium perkembangan psikoseksual. Fiksasi pada
stadium anal, yaitu anakyang berlebihan atau kurang pada pemuasan anal
dapat menimbulkan sifat keras kepala, kikir dan sangat teliti.
2.1.2 Gejala Umum Gangguan Kepribadian
Individu dengan gangguan kepribadian memiliki berbagai pengalaman
konflik dan ketidakstabilan dalam beberapa aspek dalam kehidupan mereka.
Gejala secara umum gangguan kepribadian berdasarkan kriteria dalam setiap
kategori yang ada. Secara umum gangguan ini klasifikasikan berdasarkan :
1. Pengalaman dan perilaku individu yang menyimpang dari social
expectation. Penyimpangan pola tersebut pada satu atau lebih:
- cara berpikir (kognisi) termasuk perubahan persepsi dan interpretasi
-
terhadap dirinya, orang lain dan waktu
afeksi (respon emosional terhadap terhadap diri sendiri, labil, intensitas
dan cakupan)
- fungsi-fungsi interpersonal
- dan kontrol terhadap impuls
2. Gangguan-gangguan tersebut bersifat menetap dalam diri pribadi individu
dan berpengaruh pada situasi sosial.
3. Gangguan kepribadian yang terbentuk berhubungan erat dengan
pembentukan distress atau memburuknya hubungan sosial, permasalahan
kerja atau fungsi-fungsi sosial penting lainnya.
4. Pola gangguan bersifat stabil dengan durasi lama dan gangguan tersebut
dapat muncul dan memuncak menjelang memasuki dewasa dan tidak
terbatas pada episode penyakit jiwa.
5. Gangguan pola kepribadian tidak disebabkan oleh efek-efek psikologis
yang muncul yang disebabkan oleh kondisi medis seperti luka di kepala.
Gangguan kepribadian tidak didiagnosa pada pada individu yang berusia
dibawah 18 tahun, dengan pertimbangan bahwa pada usia dibawah 18 tahun
sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan pada remaja awal, bila pun
adanya simtom-simtom tertentu yang tampak, haruslah simtom tersebut menetap
setidaknya 1 tahun lamanya, namun tidak semua gejala yang ada dapat didiagnosa
sebagai bentuk gangguan kepribadian.
2.2. Klasifikasi Gangguan Kepribadian
Gangguan kepribadian digolongkan menjadi tiga kelompok dalam DSMIV-TR sebagai berikut:
1. Para individu dalam kelompok A adalah individu yang aneh atau
eksentrik. Gangguan kepribadian yang termasuk kelompok A yaitu
paranoid, Schizoid, dan Schizotypal.
2. Mereka yang berada dalam kelompok B adalah individu yang
dramatis, emosional, atau eratik. Gangguan kepribadian yang termasuk
dalam kelompok B yaitu Anti Social, borderline, Histrionic, dan
narsistik.
3. Mereka yang berada dalam kelompok C adalah individu yang
pencemas atau ketakutan. Gangguan kepribadian yang termasuk dalam
kelompok C yaitu avoidant, dependent, dan Obsessive-Compulsive.
2.2.1. Gangguan Kepribadian Paraniod
2.2.1.1 Pengertian Gangguan Kepribadian Paranoid
Individu yang didiagnosis dalam gangguan kepribadian ini akan
dipenuhi keraguan yang tidak beralasan terhadap kesetiaan orang lain dan
akan selalu mencurigainya. Gangguan kepribadian ini paling banyak
terjadi pada laki-laki dan sebagian besar dialami bersamaan dengan
gangguan kepribadian Schizotypal, borderline dan menghindar (Berntein,
1993; Morey, 1988). Prevalensinya berkisar 2 persen (Torgersen, Kringlen,
& Cramer, 2001).
Beberapa penelitian mengenai sejarah keluarga menunjukkan
bahwa paranoid personality disorder sedikit lebih umum dalam keluarga
dengan orang-orang yang mengalami skizofrenia dibandingkan dengan
keluarga dengan orang-orang yang sehat. Dalam Wiramihardja (2010) ahli
teori psikoanalisa berpendapat bahwa paranoid personality disorder adalah
hasil dari kebutuhan orang-oran yang menolak perasaan yang sebenarnya
dan memproyeksikan perasaan tersebut kedalam diri orang lain (Freud,
1958; Shapiro, 1965).
2.2.1.2 Kriteria Diagnostik Gangguan Kepribadian Paranoid
Kriteria Diagnostik Gangguan Kepribadian Paranoid dalam DSM IV-TR
yaitu:
1. Ketidakpercayaan dan kecurigaan yang pervasif (menyebar) kepada
orang lain sehingga motif mereka dianggap sebagai berhati dengki,
dimulai pada masa dewasa awal dan tampak dalam konteks, seperti yang
ditunjukkan empat (atau lebih) berikut:
- menduga tanpa dasar yang cukup, bahwa orang lain memanfaatkan,
membahayakan atau mengkhianati dirinya.
- preokupasi dengan keraguan yang tidak pada tempatnya tentang loyalitas
atau kejujuran teman atau rekan kerja.
- enggan untuk menceritakan rahasia orang lain karena takut yang tidak
perlu bahwa informasi akan digunakan secara jahat melawan dirinya.
- membaca arti merendahkan atau mengancam yang tersembunyi dari
ucapan atau kejadian yang biasa.
- secara persisten menanggung dendam yaitu tidak memaafkan kerugian,
cedera atau kelalaian.
- merasakan serangan terhadap karakter atau reputasinya yang tidak
tampak bagi orang lain dan dengan cepat bereaksi secara marah atau balas
menyerang.
- memiliki kecurigaan yang berulang, tanpa pertimbangan, tentang
kesetiaan atau mitra seksual.
2. Tidak terjadi semata-mata selama perjalanan skozfrenia, suatu gangguan
mood dengan ciri psikotik, atau gangguan psikotik lain dan bukan karena
efek fisiologis langsung dari kondisi medis umum.
Catatan: jika kriteria terpenuhi sebelum onset skizofrenia, tambahkan
“pramorbid”, misalnya “gangguan kepribadian paranoid (pramorbid)”.
2.2.1.3 Diagnosis Banding Gangguan Kepribadian Paranoid
Gangguan delusional → pada paranoid tidak ditemukan waham yang
terpaku
Skizofrenia paranoid → pada paranoid tidak ditemukan halusinasi dan
pikiran formal
Gangguan kepribadian borderline → pada paranoid, mereka jarang mampu
terlibat secara berlebihan dan rusuh dalam persahabatan dengan orang lain
Gangguan kepribadian Anti Social → pada paranoid tidak ditemukan
karakter Anti Social sepanjang riwayat perilaku Anti Social yang muncul
Gangguan kepribadian Schizoid → mereka menarik diri dan menjauhkan
diri dari orang lain tapi tidak memiliki gagasan paranoid
2.2.1.4. Contoh Kasus Gangguan Kepribadian Paranoid
Seorang pensiunan pengusaha berusia 85 tahun diwawancarai oleh
pekerja sosial untuk menentukan kebutuhan perawatan kesehatan bagi
dirinya serta istrinya yang sakit dan lemah. Pria ini tidak memiliki
sejarah penanganan
gangguan mental.
Ia terlihat sehat dan waspada
secara mental. Ia dan istrinya telah menikah selama 60 tahun dan
tampak bahwa istrinya adalah satu-satunya orang yang ia percaya. Dia
selalu curiga pada orang lain. Ia tidak akan mengungkapkan informasi
pribadi pada siapapun kecuali pada istrinya. Ia yakin bahwa orang lain
akan mengambil keuntungan darinya. Ia menolak tawaran bantuan dari
kenalannya karena ia curiga dengan motif mereka. Saat menerima telepon
ia akan menolak untuk menyebutkan namanya sampai ia tahu maksud si
penelepon. Ia meluangkan waktu yang cukup banyak untuk memonitor
investasinya dan pernah bertengkar dengan pialangnya saat terjadi
kesalahan dalam rekening bulanannya yang membuatnya curiga bahwa
pialangnya tersebut berusaha menutupi transaksi yang curang. (Sumber
data: http://www.slideshare.net/syafrina_arifin/gangguan kepribadian)
2.2.1.5 Penanganan Gangguan Kepribadian Paranoid
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam menangani
gangguan kepribadian paranoid. Adapun cara tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Terapi Cognitive behavioral therapy (CBT): Terapi
ini
dapat
membantu individu mengenal sikap dan perilaku yang tidak sehat,
kepercayaan dan pikiran negatif dan mengembalikannya secara positif.
2. Psikoterapi: bila diminta bantuan, maka dalam bimbingan dititikberatkan pada pengalaman subjektif dalam pribadinya dan pada
interaksi dengan dokter.
3. Farmakoterapi: berguna dalam menghadapi agitasi dan kecemasan.
Pada sebagian besar kasus suatu obat antiansietas seperti diazepam
(Valium) adalah memadai. Tetapi mungkin perlu untuk menggunakan
suatu antipsikotik, seperti thioridazine (Mellaril) atau haloperidol
(Haldol),dalam dosis kecil dan dalam periode singkat untuk
menangani agitasi parah atau pikiran yang sangat delusional.
2.2.2 Gangguan Kepribadian Schizoid
2.2.2.1. Pengertian Gangguan Kepribadian Schizoid
Individu yang mengalami gangguan ini tidak menginginkan atau
menikmati hubungan sosial dengan orang lain dan biasanya tidak memiliki
teman akrab. Selain itu, individu tersebut adalah seorang penyendiri yang
menyukai
berbagai
aktivitas
yang
dilakukan
dalam
kesendirian.
Prevalensinya sedikit lebih kecil pada kaum perempuan dibanding pada
kaum laki-laki (Torgersen, Kringlen, & Cramer, 2001).
Dalam Wiramihardja (2010) menyebutkan bahwa ahli teori
psikoanalisis berpendapat bahwa schizoid personality disorder dibangun
melalui hubungan ibu dan anak yang terganggu, dimana anak tidak pernah
belajar untuk memberi atau menerima kasih sayang (Blueler,1942; Klein,
1952). Anak yang menunjukkan hubungan dan emosi sebagai hal yang
berbahaya, selanjutnya mereka berdua tetap jauh dari orang lain dan juga
perasaan mereka sendiri.
2.2.2.2. Kriteria Diagnostik Kepribadian Schizoid
Kriteria gangguan kepribadian Schizoid dalam DSM IV-TR,
terdapat empat atau lebih dari ciri-ciri berikut ini yang tidak muncul secara
eksklusif
dalam perjalanan penyakit
skizofrenia,
depresi psikotik,
atau sebagai bagian dari gangguan perkembangan pervasif; juga tidak
disebabkan oleh kondisi medis umum. Adapun gejalanya adalah sebagai
berikut:
-
Kurang berminat atau kurang menyukai hubungan dekat
Hampir secara eksklusif lebih menyukai kesendirian
Kurangnya minat untuk berhubungan seks
Hanya sedikit, jika ada, mengalami kesenangan
Kurang memiliki teman
Bersikap masa bodoh terhadap pujian atau kritik dari orang lain
Afek datar, ketidaklekatan emosional
2.2.2.3. Diagnosis Banding Gangguan Kepribadian Schizoid
Skizofrenia → pasien Schizoid tidak memiliki sanak saudara skizofrenik,
dan mereka memiliki riwayat pekerjaan yang berhasil. Pasien juga tidak
memiliki waham atau halusinasi.
Paranoid → pasien paranoid lebih menunjukkan keterlibatan sosial,
riwayat perilaku agresif verbal & cenderung melakukan proyeksi atas
perasaan mereka.
OCPD → pasien OCPD memiliki riwayat hubungan objek yang lebih
banyak di masa lalu dan tidak terlibat lamunan autistik.
Schizotypal → pasien ini lebih mirip dengan pasien skizofrenik dalam hal
keanehan persepsi, pikiran, perilaku dan komunikasi.
Avoidant → sama-sama terisolasi, tapi pasien memiliki masih minat sosial.
2.2.2.4. Contoh Kasus Gangguan Kepribadian Schizoid
John, seorang pensiunan polisi berusia 50 th, mengalami gangguan
psikologis sejak anjing kesayangannya mati ditabrak mobil. Sejak itu ia
merasa sedih dan lelah. Ia menjadi sulit konsentrasi dan sulit tidur. Ia
tinggal sendiri dan lebih senang menyendiri. Membatasi kontak dengan
orang lain hanya dengan menyapa “Halo” atau “Apakabar?”, sambil terus
berlalu. Ia merasa bahwa percakapan sosial hanya membuang- buang
waktu dan merasa canggung jika ada orang lain yang mencoba membina
hubungan persahabatan. Ia tidak memiliki minat sosial yang nyata,
meskipun ia gemar membaca atau melihat berita di tv. Satu- satunya
hubungan
yang
ia
miliki
adalah
dengan
anjingnya.
(Sumber:
http://www.slideshare.net/syafrina_arifin/gangguan-kepribadian)
2.2.2.5. Penanganan Gangguan Kepribadian Schizoid
Adapun cara yang dapat dilakukan dalam menangani gangguan
kepribadian Schizoid adalah sebagai berikut :
-
Diberikan
berupa
melakukan
kegiatan
untuk
meningkatkan
-
sosialisasi dari pasien itu sendiri
Hindari pengisolasian dan perawatan secara institusional
Libatkan pasien dalam terapi okupasi dan terapi
-
berkelompok
Tingkatkan fungsi klien dalam masyarakat
Bantu klien untuk mendapatkan manajer kasus
Psikoterapi : psikoterapi suportif, bimbingan dalam cara hidup, anjuran
secara
untuk mengambil bagian dalam kegiatan sosial dan hubungan antar
-
manusia
Farmakologi terapi : farmakoterapi dengan antipsikotik dosis kecil,
antidepresan dan psikostimulan telah efektif pada beberapa pasien.
2.2.3. Gangguan Kepribadian Schizotypal
2.2.3.1. Pengertian Gangguan Kepribadian Schizotypal
Merupakan pola berpikir yang khas (dalam arti tidak baik) dalam
bicara dan dalam persepsi tidak aktual, sehingga merusak komunikasi dan
interaksi
sosial.
Kognisi
ganjil
dari
orang-orang
penderita
schizotypal personality disorder terbagi menjadi empat kategori, yaitu:
-
Kategori pertama adalah paranoia atau spiciousness (bersifat paranoid
dan selalu mencurigai). Orang-orang dalam kategori ini selalu
-
menganggap orang lain sangat curang dan memusuhi.
Kategori kedua adalah “referensi ide” (idea of
reference).
Meyakini bahwa kejadian-kejadian acak yang ada di sekitarnya
-
berkaitan dengan mereka.
Kategori ketiga adalah odd beliefs and magical thinking yaitu
-
keyakinan aneh dan pemikiran magis.
Kategori keempat adalah illusions yang merupakan halusinasi yang
singkat. Sejarah keluarga, adopsi (pengangkatan anak) dan penelitian
mengenai anak kembar, seluruhnya memberikan pendapat bahwa
Schizotypal Personality Disorder merupakan gangguan yang ditularkan
atau disebarkan secara genetis (Nigg & Goldsmith, 1994; Siever
dkk.,1998). Orang-orang dengan schizotypal personality disorder
menunjukkan abnormalitasnya dalam struktur otak mereka yang mirip
dengan apa yang tampak pada orang-orang schizophrenia (Dickey,
McCarley, & Shenton, 2002; Downhill dkk., 2001).
2.2.3.2 Kriteria Diagnostik Kepribadian Schizotypal
Kriteria gangguan kepribadian Schizotypal dalam DSM IV-TR
yaitu sebagai berikut:
1. Pola pervasif defisit sosial dan interpersonal yang ditandai oleh
ketidaksenangan akut dengan, dan penurunan kapasitas untuk, hubungan
erat dan juga oleh penyimpangan kognitif atau persepsi dan perilaku
eksentrik, dimulai pada masa dewasa awal dan tampak dalam berbagai
konteks, seperti yang ditunjukkan oleh lima (atau lebih) berikut:
- gagasan yang menyangkut diri sendiri (ideas of reference)
(kecuali waham yang menyangkut diri sendiri)
- keyakinan aneh atau pikiran magis yang mempengaruhi perilaku
dan tidak konsisten dengan norma kultural (misalnya, percaya
takhyul, percaya dapat melihat apa yang akan terjadi, telepati,
indera keenam, pada anak-anak dan remaja, khayalan atau
preokupasi yang kacau)
- pengalaman persepsi yang tidak lazim, termasuk ilusi tubuh
- pikiran dan bicara yang aneh (misalnya samar-samar,
sirkumstansialitas, metaforik, terlalu berbelit-belit atau stereotipik)
- kecurigaan atau ide paranoid
- afek yang tidak sesuai atau terbatas
- perilaku atau penampilan yang aneh, eksentrik atau janggal
- tidak memiliki teman akrab atau orang yang dipercaya selain
sanak saudara derajat pertama
- kecemasan sosial yang berlebihan yang tidak menghilang dengan
keakraban dan cenderung disertai dengan ketakutan paranoid
ketimbang pertimbangan negatif tentang diri sendiri
2. Tidak terjadi semata-mata selama perjalanan skozfrenia, suatu gangguan
mood dengan ciri psikotik, atau gangguan psikotik lain atau suatu
gangguan perkembangan pervasif.
Catatan: jika kriteria terpenuhi sebelum onset skizofrenia, tambahkan
“pramorbid”, misalnya “gangguan kepribadian Schizotypal (pramorbid)”.
2.2.3.3. Diagnosis Banding Gangguan Kepribadian Schizotypal
- Schizoid → pasien Schizotypal memiliki keanehan dalam perilaku,
pikiran, persepsi dan komunikasi dan memiliki riwayat keluarga
skizofrenik
- Skizofrenia → pasien Schizotypal tidak memiliki ciri-ciri psikosis
- Paranoid → pasien paranoid memiliki tanda kecurigaan tetapi tidak
memiliki perilaku aneh
2.2.3.4. Contoh Kasus Gangguan Kepribadian Schizotypal
Jonathan, mekanik, pria 27 tahun, memiliki sedikit teman dan lebih
memilih membaca novel fiksi ilmiah dibandingkan bersosialisasi dengan
orang lain. Ia jarang bergabung dalam percakapan dengan oranglain. Suatu
saat ia tampak seperti hanyut dalam pikirannya sendiri. Ia sering
menunjukkan ekspresi ganjil di wajahnya. Mungkin ciri perilaku yang
paling tidak umum adalah ia melaporkan
sewaktu-waktu
pengalaman
yang
datang
akan perasaan bahwa almarhum ibunya berdiri di
dekatnya. Keyakinan ini menenangkan baginya dan ia menantikan
terjadinya peristiwa itu kembali. Jonathan menyadari hal tersebut tidak
nyata. Ia tidak pernah mencoba untuk menyentuh ruh tersebut. Perasaan
berada didekat
ruh
ibunya
merupakan
pengalaman
yang
cukup
menenangkan katanya.
2.2.3.5 Penanganan Gangguan Kepribadian Schizotypal
- Kembangkan keterampilan perawatan diri (klien) dan keterampilan social
serta perbaikan fungsi masyarakat, klien didorong untuk melakukan
kegiatan rutin sehari-hari dan membantu klien untuk memutuskan kapan
tugas hygiene dan berhias diperlukan. Dan juga dapat membantu dengan
meminta klien untuk membuat daftar orang-orang di masyarakat yang
harus ia hubungi untuk kemudian dapat memperbaiki keterampilan social
klien untuk berbicara jelas kepada orang lain dan mengurangi
perbincangan aneh.
- Psikoterapi : pikiran yang aneh dan ganjil dari pasien gangguan
kepribadian Schizotypal harus ditangani dengan berhati-hati. Beberapa
pasien terlibat dalam pemujaan, praktek religius yang aneh, dan okulitis.
Ahli terapi tidak boleh menertawakan aktivitas tersebut atau mengadili
kepercayaan atau aktivitas mereka.
- Farmakoterapi : Medikasi antipsikotik berguna untuk mengatasi gagasan
mengenai diri sendiri, waham, dan gejala lain dari gangguan dan dapat
digunakan bersama-sama dengan psikoterapi. Hasil yang positif telah
dilaporkan dengan haloperidol. Anti depresan digunakan jika ditemukan
suatu komponen depresif dari kepribadian.
2.2.4. Gangguan Kepribadian Antisocial
2.2.4.1. Pengertian Gangguan Kepribadian Antisocial
Gangguan kepribadian antisocial dan psikopati yang kadang
disebut dengan sosiopati seringkali digunakan bergantian. Perilaku
antisocial yang melanggar hukum, merupakan komponen penting
keduanya. Pada gangguan kepribadian Anti Social ini, individu tidak
memerhatikan hak orang lain, aturan, dan hukum.
Hasil dari penelitian yang dilakukan Shannon dkk. (2014),
mengenai apakah narapidana yang melakukan tindakan kekerasan
teridentifikasi memiliki gejala gangguan kepribadian Anti Social (ASPD).
Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tidak adanya dorongan atau
dukungan yang menyatakan diagnosa gejala gangguan kepribadian Anti
Social (ASPD) pada narapidana yang menggunakan kekerasan dalam
penjara.
Berdasarkan suatu kajian literature, bahwa kurangnya afeksi dan
penolakan berat oleh orang tua merupakan penyebab utama perilaku
psikopatik (McCord dan McCord, 1964). Perilaku psikopatik berkaitan
dengan tidak konsistennya orang tua dalam mendisiplinkan anak-anak
mereka dan dalam mengajarkan tanggung jawab terhadap orang lain,
penyiksaan fisik, dan kehilangan orang tua (Marshall & Cooke, 1999;
Johnson dkk., 1999).
Korelasi Genetik GKA – Gangguan Kepribadian Anti Social.
Dalam sebuah penelitian menunjukkan bahwa kriminalitas dan gangguan
kepribadian Anti Social memiliki komponen keturunan, namun belum
dilakukan penelitian perilaku-genetik mengenai konsep psikopati yang
dikembangkan oleh Cleckley dan Hare. Tingkat konflik yang tinggi dan
negasivitas serta kadar kehangatan orang tua yang rendah memprediksi
perilaku antisocial dalam sebuah studio orang kembar yang dilakukan
Reiss dkk, (1995).
Pada sebuah studi klasik berdasarkan observasi klinis Cleckley,
Lykken (1957) menguji pemikiran bahwa psikopat hanya memiliki
hambatan untuk melakukan tindakan antisocial karena mereka sangat
sedikit
mengalami
kecemasan.
Penelitian
Lykken
mendukung
pemikiran bahwa psikopat memiliki kadar kecemasan rendah, kemampuan
mereka menghindari kejut lebih rendah dari kelompok control.
2.2.4.2 Kriteria Diagnostik Gangguan Kepribadian Antisocial
Karakteristik Gangguan Kepribadian Anti Social dalam DSM IVTR yaitu sebagai berikut:
1. Terdapat pola pervasif tidak menghargai dan melanggar hak orang lain
yang terjadi sejak usia 15 tahun,seperti yang ditunjukkan oleh tiga (atau
lebih) berikut:
- gagal untuk mematuhi norma sosial dengna menghormati
perilaku sesuai hukum seperti yang ditunjukkan dengan berulang
kali melakukan tindakan yang menjadi dasar penahanan
- ketidakjujuran, seperti yang ditunjukkan oleh berulang kali
berbohong, menggunakan nama samaran, atau menipu orang lain
untuk mendapatkan keuntungan atau kesenangan pribadi
- impulsivitas atau tidak dapat merencanakan masa depan
- iritabilitas dan agresivitas, seperti yang ditunjukkan oleh
perkelahian fisik atau penyerangan yang berulang
- secara sembrono mengabaikan keselamatan diri sendiri atau
orang lain
- terus menerus tidak bertanggung jawab, seperti ditunjukkan oleh
kegagalan berulang kali untuk mempertahankan perilaku kerja atau
menghormati kewajiban finansial
- tidak adanya penyesalan, seperti yang ditunjukkan oleh acuh tak
acuh terhadap atau mencari-cari alasan telah disakiti, dianiaya atau
dicuri oleh orang lain
2. Individu sekurang-kurangnya berusia 18 tahun
3. Terdapat tanda-tanda gangguan konduksi dengan onset sebelum usia 15
tahun
4. Terjadinya perilaku Anti Social tidak semata-mata selama perjalanan
skizofrenia atau suatu episode manik
2.2.4.3. Diagnosis Banding Gangguan Kepribadian Antisocial
- Gangguan kepribadian Anti Social dapat dibedakan dari perilaku ilegal
dimana gangguan kepribadian Anti Social melibatkan banyak bidang
dalam kehidupan seseorang.
- Dalam mendiagnosis gangguan kepribadian Anti Social, klinisi harus
mempertimbangkan efek yang mengganggu dari status sosioekonomi, latar
belakang kultural, dan jenis kelamin pada manifestasinya, selain itu
diagnosis gangguan kepribadian Anti Social tidak diperlukan jika retardasi
mental, skizofrenia, atau mania dapat menjelaskan gejala.
2.2.4.4. Contoh Kasus Gangguan Kepribadian Antisocial
Jakarta - Mujianto alias Menthok alias Genthong (24), tersangka
pembunuhan di Nganjuk, Jawa Timur, diduga memiliki kecenderungan
Anti Social dan psikopat. Sebagai seorang psikopat, Mujianto dinilai
tidak mempunyai rasa empati. "Secara teoritis kasus pembunuhan ini,
pelaku memiliki kecenderungan Anti Social dan psikopat," ujar ahli
Psikologi Forensik Universitas Surabaya, Yusti Probowati, saat berbincang
dengan detikcom, Kamis (16/2/2012).
Dalam teori psikologi, seorang yang masuk dalam ketegori
psikopat cenderung tidak mengikuti aturan yang ada dan memiliki
egosenteris yang sangat tinggi. "Pasti ada yang salah dari masa kecil dia
(Mujianto) sehingga aturan itu tidak dipahami scara baik," kata Yusti. Sifat
egosentris yang dimiliki oleh Mujianto membuat dirinya sering merasa
tergangggu dengan kondisi yang tidak cocok dengan dirinya, termasuk
dengan
rasa
cemburu
yang
besar.
"Egosentrisnya
tinggi
yang
menyebabkan dia melakukan hal yang di luar batas. Itu yang terjadi,"
ucapnya.
Yusti menyebut masalah yang dihadapi oleh Mujianto berada pada
dirinya sendiri, bukan dari lingkungannya. "Yang intinya dia sendiri agak
sulit menerima yang melukai dirinya," kata Lita. Mujianto dalam
pengakuannya ke polisi telah meracuni 15 orang, namun
yang baru
terungkap 6 orang. Kasus ini terungkap setelah dua korban selamat,
Muhammad Fais (28) dan Sumartono (47), melapor ke polisi. Pelaku
dibekuk di rumah J, Desa Sonopatik, Kecamatan Berbek, Kabupaten
Nganjuk. Di tempat itu, pelaku pernah bekerja sebagai pembantu dan
merangkap sebagai pasangan homo J.
(Sumber:http://news.detik.com/read/2012/02/16/091055/1843730/10/muji
anto-punya-kecenderungan-psikopat-Anti Social?9911012)
2.2.4.5. Penangganan Gangguan Kepribadian Antisocial
Adapun penanganan yang dapat dilakukan pada gangguan
kepribadian Anti Social ini adalah sebagai berikut :
-
Meningkatkan perilaku bertanggung jawab. Penetapan batasan,
mengidentifikasi konsekuensi melanggar batasan dan perilaku yang
diharapkan atau yang dapat diterima. Menjelaskan perilaku bermasalah
dan mempertahankan klien tetap focus pada dirinya.
-
Membantu klien menyelesaikan masalah dan mengendalikan emosi.
Ajarkan individu (klien) untuk menyelesaikan masalah secara efektif
-
dan mengatasi emosi marah atau frustasi.
Meningkatkan performa peran, mengidentifikasi hambatan untuk
menjalankan peran, dan mnegurangi atau mengehentikan penggunaan
-
obat – obatan dan alkohol.
Psikoterapi : belum diketahui pengobatan yang optimal tetapi dokter
dapat membantu penderita dan keluarganya mengambil keputusan
tentang penanganan. Bila perlu dapat diadakan institusionalisasi untuk
sementara waktu. Pada umumnya dapat dianjurkan kedua-duanya baik
terapi individual maupun terapi kelompok. Kadang-kadang terjadi
perbaikan terutama pada umur 30 dan 40 tahun. Perbaikan ini tidak
harus disertai dengan penyesuaian diri yang baik. Banyak penderita
yang masih terus memperlihatkan kesukaran hubungan antar manusia,
iritabilitas, rasa permusuhan terhadap suami atau istri, tetangga dan
agama. Alasan yang sering diberikan oleh penderita tentang perbaikan
ini adalah kematangan, perkawinan, takut dipenjarakan dan tanggung
-
jawab yang bertambah.
Farmakoterapi : digunakan
untuk
menghadapi
gejala
yang
diperkirakan akan timbul – seperti kecemasan, penyerangan, dan
depresi – tetapi, karena pasien seringkali merupakan penyalahgunaan
zat, obat harus digunakan secara bijaksana. Jika pasien menunjukkan
bukti-bukti
adaya
gangguan
defisit-atensi
hiperaktivitas,
psikostimulan, seperti methylphenidate (Ritalin), mungkin digunakan.
Harus dilakukan usaha untuk mengubah metabolisme katekolamin
dengan obat-obatan dan untuk mengendalikan perilaku impulsif
dengan obat antiepileptik, khususnya jika bentuk gelombang abnormal
ditemukan pada EEG.
2.2.5 Gangguan Kepribadian Borderline
2.2.5.1 Pengertian Gangguan Kepribadian Borderline
Gangguan kepribadian Borderline atau biasa disebut dengan
gangguan kepribadian ambang adalah gangguan kepribadian yang
mempunyai ciri-ciri utama berupa impulsivitas dan ketidakstabilan
hubungannya dengan orang lain dan mood (Sanislow, Grilo, &
McGlashan, 2000). Gangguan borderline ini pada umumnya bermula pada
masa remaja atau dewasa awal dan lebih sering terjadi kepada wanita
daripada kepada pria dengan prevalensi 1 persen (Swartz dkk, 1990;
Torgesen, Kringlen, & Cramer, 2001).
Secara biologis Para pasien borderline memiliki neurotisisme
tinggi,
suatu
trait
yang
diturunkan
secara
genetik
(Nigg
&
Goldsmith,1994). Teori objek-hubungan Otto Kernberg mengemukakan
bahwa pengalaman masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan
menyebabkan anak-anak mengembangkan ego yang tidak merasa aman.
Teori diathesis-stres dari Linehan. Linehan berpendapat bahwa gangguan
kepribadian borderline terjadi bila orang yang memiliki kemungkinan
genetik (diathesis biologis) berupa kesulitan mengendalikan emosi
dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang tidak mempertimbangkan
dan menghargai keinginan/perasaan seseorang serta upaya untuk
mengomunikasikan perasaan tidak diterima bahkan dihukum.
2.2.5.2 Kriteria Diagnostik Gangguan Kepribadian Borderline
Kriteria Gangguan Kepribadian Borderline dalam DSM IV-TR yaitu:
1. Pola pervasif ketidakstabilan hubungan interpersonal, citra diri dan afek
dan impulsivitas yang jelas pada masa dewasa awal dan ditemukan dalam
berbagai konteks, seperti yang ditunjukkan oleh lima (atau lebih) berikut:
- usaha mati-matian untuk menghindari ketinggalan yang nyata
atau khayalan.Catatan:tidak termasuk perilaku bunuh diri atau
mutilasi diri yang ditemukan dalam kriteria 5
- pola hubungan interpersonal yang tidak stabil dan kuat yang
ditandai oleh perubahan antara ekstrim-ekstrim idealisasi dan
devaluasi
- gangguan identitas:citra diri atau perasaan diri sendiri yang tidak
stabil secara jelas dan persisten
- impulsivitas pada sekurangnya dua bidang yang membahayakan
diri sendiri (misalnya berbelanja,seks,penyalahgunaan zat,ngebut
gila-gilaan,pesta makan).Catatan:tidak termasuk perilaku bunuh
diri atau mutilasi diri yang ditemukan dalam kriteria 5
- perilaku,isyarat atau ancaman bunuh diri yang berulangkali, atau
perilaku mutilasi diri
- ketidakstabilan afektif karena reaktivitas mood yang jelas
(misalnya
disforia
episodik
kuat,iritabilitas,atau
kecemasan
biasanya berlangsung beberapa jam dan jarang lebih dari beberapa
hari)
- perasaan kosong yang kronis
- kemarahan yang kuat dan tidak pada tempatnya atau kesulitan
dalam mengendalikan kemarahan (misalnya sering menunjukkan
temper,marah terus menerus,perkelahian fisik berulangkali)
- ide paranoid yang transien dan berhubungan dengan stres, atau
gejala disosiatif yang parah
2.2.5.3 Diagnosis Banding Gangguan Kepribadian Borderline
- Skizofrenia → BPD tidak ada episode psikotik, gangguan pikiran dan
-
tanda skizofrenik lain yang berkepanjangan
Schizotypal → BPD tidak menunjukkan gagasan yang aneh, dan
pikiran yang sangat aneh
2.2.5.4 Contoh Kasus Gangguan Kepribadian Borderline
Klien : “Saya menahan kemarahan dalam diri saya, yang terjadi
adalah..saya tidak dapat merasakannya, saya mendapat serangan
panik. Saya menjadi sangat gugup, merokok terlalu banyak. Jadi
apa yang terjadi pada saya, saya adalah cenderung „meledak?.
Berurai air mata atau menyakiti diri atau apapun..karena saya
tidak tahu bagaimana caranya untuk mengatasi semua perasaan
yang campur aduk ini.
Konselor : “Apa contoh terbaru dari „ledakan? itu?”
Klien : “Beberapa bulan yang lalu saya sendirian di rumah, saya
ketakutan! Saya mencoba mengontak pacar saya dan saya tidak
bisa melakukannya. Saya tidak tahu dimana dia berada. Semua
teman saya tampak sibuk malam itu dan saya tidak punya siapasiapa untuk diajak bicara..saya makin dan semakin gugup dan
makin dan semakin kacau.
Klien : “…Akhirnya..dor!...saya ambil rokok dan menyalakannya dan
menancapkannya di lengan saya. Saya tidak tahu mengapa saya
melakukan hal itu karena saya tidak peduli pada hal itu. Saya
kira pada waktu
itu
saya
merasa
bahwa
saya
harus
melakukan sesuatu yang dramatis….”.
(Sumber: http://www.slideshare.net/syafrina_arifin/gangguan-kepribadian)
2.2.5.5 Penanganan Gangguan Kepribadian Borderline
Adapun penanganan yang dapat dilakukan gangguan kepribadian
borderline adalah sebagai berikut :
-
Tingkatkan keamanan
Bantu klien mengatasi dan mengendalikan emosi
Teknik restrukturisasi kognitif
Dekatastrofe situasi
Berbicara positif dengan diri sendiri
Membuat daftar aktivitas untuk menghilangkan kebosanan
Ajarkan keterampilan sosial
Harapan realistis dari hubungan
-
Psikoterapi : interaksi dengan anggota staf yang terlatih dari berbagai
-
disiplin dan dibekali dengan terapi kerja, rekreasional, dan kejuruan.
Farmakoterapi : antidepresan memperbaiki mood yang terdepresi yang
sering ditemukan pada pasien. MAOI adalah efektif dalam
memodulasi perilaku impulsif pada beberapa pasien. Benzodiazepin,
khususnya alprazolam, membantu kecemasan dan depresi, tetapi
beberapa pasien menunjukkan disinhibisi dengan kelas obat tersebut.
Antikonvulsan seperti karbamazepin, padat meningkatkan fungsi
global pada beberapa pasien. Obat serotonergik, seperti fluoxetine,
adalah membantu pada beberapa kasus.
2.2.6 Gangguan Kepribadian Histrionic
2.2.6.1 Pengertian Gangguan Kepribadian Histrionic
Gangguan Histrionic ini diperuntukkan bagi orang-orang yang
terlalu dramatis dan mencari perhatian. Gangguan kepribadian ini
cenderung terjadi di kalangan orang-orang yang mengalami perpisahan
dengan pasangannya dan dihubungkan dengan depresi serta kesehatan
fisik yang buruk (Nestadt dkk, 1990). Gangguan ini lebih banyak terjadi
pada wanita daripada pria dengan prevalensi 2 persen.
Teori
psikoanalisa
berpendapat
bahwa
emosionalitas
dan
ketidaksenonohan perilaku secara seksual didorong oleh ketidaksenonohan
orangtua, terutama ayah kepada anak perempuannya. Sedangkan ekspresi
emosi yang berlebihan dipandang sebagai simtom- simtom
konflik
tersembunyi tersebut dan kebutuhan untuk menjadi pusat perhatian
dipandang sebagai cara untuk mempertahankan diri dari perasaan yang
sebenarnya yaitu harga diri yang rendah (Apt & Hurlbert, 1994; Stone,
1993).
2.2.6.2 Kriteria Diagnostik Gangguan Kepribadian Histrionic
Kriteria gangguan kepribadian Histrionic dalam DSM IV-TR.
Terdapat Pola pervasif emosionalitas dan mencari perhatian yang
berlebihan, dimulai pada masa dewasa awal dan tampak dalam berbagai
konteks, seperti yang ditunjukkan pada lima (atau lebih) berikut:
- tidak merasa nyaman dalam situasi dimana ia tidak merupakan
pusat perhatian
- interaksi dengan orang lain seringkali ditandai oleh godaan
seksual yang tidak pada tempatnya atau perilaku provokatif
- menunjukkan pergeseran emosi yang cepat dan ekspresi emosi
yang dangkal
- secara terus menerus menggunakan penampilan fisik untuk
menarik perhatian kepada dirinya
- memiliki gaya bicara yang sangat impresionistik dan tidak
memiliki perincian
- menunjukkan dramatisasi diri, teatrikal dan ekspresi emosi yang
berlebihan
- mudah disugesti yaitu mudah dipengaruhi oleh orang lain dan
situasi
- menganggap hubungan menjadi lebih intim ketimbang keadaan
sebenarnya
2.2.6.3 Diagnosis Banding Gangguan Kepribadian Histrionic
BPD → sulit dibedakan dengan Histrionic, cuma pada BPD lebih sering
ditemukan usaha bunuh diri, difusi identitas dan episode psikotik singkat
Somatisasi → bisa terjadi bersama-sama dengan Histrionic
Gangg.Psikotik singkat dan disosiatif → mungkin perlu mendapatkan
diagnosis penyerta gangg.kepr.Histrionic
2.2.6.4 Contoh Kasus Gangguan Kepribadian Histrionic
Film
A
Streetcar
Named
Desire
menceritakan
kisah
Blanche DuBois, seorang wanita, yang menarik muda genit tapi
bermasalah, yang pindah ke New Orleans untuk tinggal bersama
kakaknya, Stella dan suaminya, Stanley Kowalski setelah kematian
suaminya.
Blanche kurang dari jujur tentang dirinya sendiri. Dia mencoba
untuk
menggunakan
pesonanya
untuk
memanipulasi orang dan
menutupi masa lalunya, termasuk bunuh diri suaminya, hubungan
sementara dengan laki-laki, alkoholisme nya, kehilangan rumah dan
bahwa dia dipecat sebagai guru karena berselingkuh dengan seorang
mahasiswa.
Suami Stella, Stanley, memainkan peran seorang narsisis yang
kasar, yang dominasi dan kontrol ditantang oleh kedatangan Blanche.
Blanche mencoba untuk mengekspos, menghadapi dan mengeksploitasi
kerentanan nya. Marah dengan hal ini dan akhirnya menemukan
kesempatan,
Stanley
serangan
brutal Blanche, pertama pada tingkat
emosional, maka pada satu fisik. Pada akhirnya, dia membagi-bagikan-nya
dingin ke fasilitas psikiatri, sehingga dirinya kembali ke posisi dominasi.
Blanche adik, Stella, memainkan peran enabler kodependen, mencoba
untuk menenangkan Stanley dan Blanche.
(Sumber:http://psikologiabnormal.wikispaces.com/Histrionic+Personality
+Disorder)
2.2.6.5 Penanganan Gangguan Kepribadian Histrionic
Adapun langkah yang dapat dilakukan dalam menghadapi
gangguan kepribadian Histrionic adalah sebagai berikut :
-
Ajarkan keterampilan sosial
Berikan umpan balik faktual tentang perilaku
Psikoterapi : dokter harus waspada bila pada permulaan pengobatan
sudah kelihatan ada perbaikan, karena ini mungkin hanya untuk
menyenangkannya. Karena kemampuan komunikasinya kurang, maka
-
yang dibimbing adalah perilaku yang nyata saja.
Farmakoterapi : dapat ditambahkan jika gejala adalah menjadi
sasarannya (seperti penggunaan antidepresan untuk depresi dan
keluhan somatik, obat antiansietas untuk kecemasan dan antipsikotik
untuk derealisasi dan ilusi).
2.2.7 Gangguan Kepribadian Narsisitik
2.2.7.1 Pengertian Gangguan Kepribadian Narcissistic
Orang-orang yang memiliki gangguan kepribadian Narcissistic
akan memiliki pandangan yang berlebihan mengenai keunikan dan
kemampuan yang mereka miliki. Mereka akan terokupasi (terpaku) pada
pikiran-pikiran mengenai pentingnya diri mereka (self-importance) dan
dengan fantasi-fantasi mengenai kekuatan (power) dan keberhasilan
(succes) dan memandang diri mereka sendiri sebagai orang yang lebih
superior (berkuasa) atas banyak orang.
Menurut Heinz Kohut, diri muncul di awal kehidupan sebagai
suatu struktur bipolar dengan grandiose yang tidak matang di satu ktub
dan idealisasi berlebihan terhadap orang lain yang bersifat tergantung di
kutub lainnya. Kegagalan untuk mengembangkan harga diri yang sehat
terjadi bila orang tua tidak merespon dengan baik kompetensi yang di
tunjukkan anak-anak mereka, yaitu si anak tidak dihargai berdasarkan
makna dirinya sendiri, namun dihargai sebagai alat untuk membangun
harga diri orang tua.
2.2.7.2 Kriteria Diagnostik Gangguan Kepribadian Narcissistic
Kriteria Diagnostik GAngguan Kepribadian Narcissistic dalam
DSM IV-TR menunjukkan pola pervasif kebesaran (dalam khayalan atau
perilaku), membutuhkan kebanggan, dan tidak ada empati, dimulai pada
dewasa awal dan tampak dalam berbagai konteks, seperti yang
ditunjukkan oleh lima (atau lebih) berikut:
- memiliki rasa kepentingan diri yang besar (misalnya pencapaian dan
bakat yang dilebih-lebihkan, berharap terkenal sebagai superior tanpa
usaha yang sepadan)
- preokupasi dengan khayalan akan keberhasilan, kekuatan, kecerdasan,
kecantiakn atau cinta ideal yang tidak terbatas
- yakin bahwa ia adalah “khusus” dan unik dan dapat dimengerti hanya
oleh atau harus berhubungan dengan orang lain (atau insitusi) yang khusus
atau memiliki status tinggi
- membutuhkan kebanggaan yang berlebihan
- memiliki perasaan bernama besar yaitu harapan yang tidak beralasan
akan perlakuan khusus atau kepatuhan otomatis sesuai harapannya
- eksploitatif secara interpersonal yaitu mengambil keuntungan dari orang
lain untuk mencapai tujuannya sendiri
- tidak memiliki empati:tidak mau mengenali atau mengetahui perasaan
dan kebutuhan orang lain
- sering merasa iri dengan orang lain atau yakin bahwa orang lain iri
kepada dirinya
- menunjukkan perilaku yang congkak atau sombong
2.2.7.3 Diagnosis banding Kepribadian Narcissistic
Gangg.Kepr.Borderline, Histrionic dan Anti Social seringkali
ditemukan bersama-sama Narisisistik.
BPD → pasien memiliki kecemasan yang lebih tinggi dan kehidupannya
lebih kacau disertai usaha bunuh diri, sedangkan Narcissistic cenderung
lebih terarah pikiran dan perilakunya
Anti Social → memiliki riwayat perilaku impulsif, seringkali ditandai
dengan penyalahgunaan obat dan berurusan dengan hukum
Histrionic → menunjukkan ciri-ciri ekshibisionisme dan manipulatif yang
mirip, namun Narcissistic cenderung lebih membanggakan diri mereka
dan kurang mendramatisir keadaan
2.2.7.4 Contoh Kasus Gangguan Kepribadian Narcissistic
David berprofesi sebagai pengacara dan berusia awal 40an. Dia
pertama kali datang mengunjungi psikolog untuk mengatasi mood
negatifnya. Sejak awal pertemuan tampak bahwa David sangat menaruh
perhatian pada penampilannya. Dia secara khusus menanyakan pendapat
terapis mengenai baju setelan model terbaru yang dikenakannya dan juga
sepetu barunya.
David juga bertanya kepada terapis tentang mobil yang digunakan
dan berapa banyak klien kelas atas yang ditangani oleh terapis tersebut.
David sangat ingin memastikan bahwa dia sedang berhubungan dengan
seseorang yang terbaik bidangnya. David bercerita tentang kesuksesannya
dalam bidang akademis dan olahraga, tanpa mampu memberikan bukti
apapun yang memastikan
keberhasilannya.
Selama
bersekolah
di
sekolah hukum, dia adalah seorang work- aholic, penuh akan fantasi akan
keberhasilannya hingga tidak memiliki waktu untuk isterintya. Setelah
anak mereka lahir, David semakin sedikit menghabiskan waktu dengan
keluarganya.
Tidak lama setelah dia memliki pekerjaan yang mapan, David
menceraikan isterinya karena tidak lagi membutuhkan bantuan ekonomi
dari sang istri. Setelah perceraian tersebut, David memutuskan bahwa dia
benar-benar bebas untuk menikmati hidupnya.
Dia
menghabiskan
misalnya
menghias
uang
untuk
apaartemennya
dirinya sendiri,
sangat
suka
dengan
dengan berbagai benda-benda yang sangat
menarik perhatian. Dia juga seringkali
wanita yang sangat menarik.
berhubungan
dengan
wanita-
Dalam pergaulannya, David merasa nyaman apabila dirinya
menjadi pusat perhatian semua orang. Dia pun merasa nyaman ketika
dia berfantasi mengenai kepopuleran yang akan diraihnya, mendapatkan
suatu
penghargaan,
ataupun
memiliki
kekayaan
berlimpah.
http://nurawlia.wordpress.com/2009/11/21/gangguan-kepribadiannarsistik-2/ (sumber : Barlow & Durant, 1995).
2.2.7.5 Penanganan Gangguan Kepribadian Narcissistic
- Pendekatan yang dilakukan untuk klien
narsistik
yang
ialah
diperlukan
pendekatan
ialah
sesuai
kerjasama
fakta.
dan
yang mengalami gangguan
Dalam melakukan terapi
ajarkan klien keterampilan
perawatan diri sesuai kebutuhannya.
- Psikoterapi : dokter psikiatrik seperti Otto Kernberg dan Heinz Kohut
menganjurkan pamakaian pendekatan psikoanalitik untuk mendapatkan
perubahan; tetapi banyak penelitian yang diperlukan untuk mengabsahkan
diagnosis dan untuk menentukan terapi yang terbaik.
- Farmakoterapi : lithium telah digunakan pada pasien yang memiliki
pergeseran mood sebagai bagian dari gambaran klinis. Karena pasien
gangguan kepribadian narsistik mentoleransi penolakan secara buruk dan
adalah rentan terhadap depresi, suatu anti
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Psikologi Abnormal”
Dosen Pengampu :
Widyastuti, M.Psi, Psikolog
Disusun Oleh :
Machrozah Eka W.
J91214115
Rilla Fauzia Nur A.
J71214072
Rizqa Familia O.
J01214023
Ucik Nurul N.
J91214125
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI & KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2015
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah penulis ucapkan atas kehadirat Allah Swt. Yang telah
memberikan rahmat dan kuasa-Nya hingga penulis mampu menyelesaikan tugas
ini dengan tepat waktu, yaitu berupa makalah dengan judul Gangguan
Kepribadian..
Makalah ini diajukan dalam rangka memenuhi tugas untuk mata kuliah
Psikologi Abnormal. Dalam penyusunan makalah ini, penulis menghaturkan
banyak terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Moh. Sholeh, M.Pd, PNI, selaku Dekan Fakultas Psikologi.
Terima kasih atas fasilitas yang diberikan.
2. Widyastuti, M.Psi, Psikolog selaku Dosen pengampu mata kuliah
Psikologi Abnormal. Terima kasih atas bimbingannya dalam menyelesaikan tugas
makalah ini.
3. Teman-teman kelas G4 program studi Psikologi yang telah memberikan
banyak dukungan dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih sangat banyak
kekurangan juga kesalahan baik dalam penyampaian maupun dalam penulisan
kata. Oleh karena itu, penulis mohon masukan dari pembaca agar dapat membantu
membenahi makalah ini.
Surabaya, 16 Oktober 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah........................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................... 1
1.3. Tujuan dan Manfaat Penulisan ................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Gangguan Kepribadian ......................................................... 3
2.1.1. Faktor Penyebab Munculnya Gangguan Kepribadian ................. 3
2.1.2. Gejala Umum Gangguan Kepribadian ......................................... 5
2.2 Klasifikasi Gangguan Kepribadian ........................................................ 6
2.2.1. Gangguan Kepribadian Paranoid.................................................. 6
2.2.2. Gangguan Kepribadian Schizoid................................................... 9
2.2.3. Gangguan Kepribadian Schizotypal........................................... 12
2.2.4. Gangguan Kepribadian Antisocial.............................................. 15
2.2.5. Gangguan Kepribadian Borderline............................................. 20
2.2.6. Gangguan Kepribadian Histrionic.............................................. 23
2.2.7. Gangguan Kepribadian Narcissistic............................................ 26
2.2.8. Gangguan Kepribadian Avoidant................................................ 30
2.2.9. Gangguan Kepribadian Dependent............................................. 33
2.2.10. Gangguan Kepribadian Obssesive-Compulsive....................... 36
2.3. Sudut Pandang Teoritis Gangguan Kepribadian................................... 40
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan .................................................................................... 43
3.2. Saran .................................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 44
LAMPIRAN........................................................................................................ 45
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kita semua memiliki gaya berperilaku dan cara tertentu dalam
berhubungan dengan orang lain. Beberapa dari kita adalah tipe teratur, yang lain
ceroboh. Beberapa dari kita lebih memilih mengerjakan tugas sendiri, yang lain
lebih social. Beberapa dari kita tipe pengikut , yang lain pemimpin. Beberapa dari
kita terlihat kebal terhadap penolakan dari orang lain, sementara yang lain
menghindari insiatif social karena takut dikecewakan. Saat pola perilaku menjadi
begitu tidak fleksibel atau maladaptive sehingga dapat menyebabkan distress
personal yang signifikan atau mengganggu fungsi social dan pekerjaan, maka pola
perilaku tersebut dapat didiagnosis sebagai gangguan kepribadian.
Kepribadian dapat didefinisikan sebagai gabungan emosi dan tingkah laku
yang membuat individu memiliki karakteristik tertentu untuk menghadapi
kehidupan sehari-hari. Kepribadian individu relatif stabil dan memungkinan oarng
lain untuk memprediksi pola pikir atau tindakan yang akan diambilnya.
Individu dikatakan mengalami gangguan kepribadian apabila ciri
kepribadiannya menampakkan pola perilaku maladaptif dan telah berlangsung
untuk jangka waktu yang lama. Pola tersebut muncul pada setiap situasi serta
menganggu fungsi kehidupannya sehari-hari.
Pada individu ini, ciri kepribadian maladaptif itu tampak begitu melekat
pada dirinya. Biasanya mereka menolak untuk mendapatkan pertolongan dari
terapis dan menolak atau menyangkal bahwa dirinya memiliki suatu masalah.
Individu dengan gangguan kepribadian lebih tidak menyadari masalah mereka,
mereka tidak merasa cemas tentang perilakunya yang maladaptif sehingga mereka
pun tidak memiliki motivasi untuk mencari pertolongan dan sulit sekali untuk
mendapatkan perbaikan atau kesembuhan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan gangguan kepribadian ?
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan kepribadian ?
3. Bagaimana gejala umum gangguan kepribadian ?
4.Bagaimana pengklasifikasian gangguan kepribadian sesuai dengan
klasternya ?
5.Bagaimana
pengertian
dan
diskripsi
macam-macam
gangguan
kepribadian dari masing-masing klaster ?
6. Bagaimana penanganan bagi penderita gangguan kepribadian ?
7. Bagaimana sudut pandang teoritis mengenai gangguan kepribadian ?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu pengertian dari gangguan kepribadian.
2. Mengetahui faktor penyebab timbulnya gangguan kepribadian
3. Mengetahui gejala-gejala umum gangguan kepribadian.
4. Mengetahui macam – macam bentuk gangguan kepribadian sesuai
dengan klasternya.
5. Mengetahui pengertian dan diskripsi macam-macam gangguan
kepribadian dari masing-masing klaster.
6. Mengetahui penangganan atau treatment bagi penderita gangguan
kepribadian.
7. Mengetahui gangguan kepribadian ditinjau dari susut pandang teoritis.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Gangguan Kepribadian
Gangguan kepribadian menurut Rusdi Malim (2013) yang merujuk pada
PPGDJ-III (Pedoman Penggolongan diagnose Gangguan Jiwa III) adalah
paranoid, schizoid, emosional tak stabil tipe implusif dan borderline, historic,
anankastik, cemas (menghindar), dependen, khas lainnya yang tidak tergolongkan.
Sedangkan gangguan kepribadian menurut Kaplan dan Saddock adalah
suatu varian dari sifat karakter tersebut yang diluar rentang yang ditemukan pada
sebagian besar orang. Hanya jika sifat kepribadian tidak fleksibel dan maladaptif
dan dapat menyebabkan gangguan fungsional yang bermakna atau penderitaan
subyektif maka dimasukkan sebagai kelas gangguan kepribadian.
Gangguan kepribadian adalah gangguan yang sangat heterogen, diberi
kode pada Aksis
II dalam DSM dan dianggap sebagai pola perilaku dan
pengalaman internal yang bertahan lama, pervasif, dan tidak fleksibel yang
menyimpang dari ekspetasi budaya orang yang bersangkutan dan menyebabkan
hendaya dalam keberfungsian sosial dan pekerjaan (Gerald,2004).
2.1.1 Faktor Penyebab Munculnya Gangguan Kepribadian
1. Faktor Genetika
Salah satu bukti bahwa faktor genetic berpengaruh terhadap munculnya
gangguan kepribadian berasal dari penelitian gangguan psikiatrik pada
15.000 pasangan kembar di Amerika Serikat. Diantara kembar
monozigotik, angka kesesuaian untuk gangguan kepribadian adalah
beberapa kali lebih tinggi dibandingkan kembar dizigotik. Selain itu
menurut suatu penelitian, tentang penilaian multiple kepribadian dan
temperamen, minat okupasional dan waktu luang, dan sikap social, kembar
monozigotik yang dibesarkan terpisah adalah kira-kira sama dengan
kembar monozigotik yang dibesarkan bersama-sama.
2. Faktor Temperamental
Faktor temperamental yang diidentifikasi pada masa anak-anak mungkin
berhubungan
dengan
gangguan
kepribadian
pada
masa
dewasa.
Contohnya, anak-anak yang secara temperamental ketakutan mungkin
mengalami kepribadian menghindar.
3. Faktor Biologis
- Hormon
Orang yang menunjukkan sifat impulsive seringkali juga
menunukkan peningkatan kadar testosterone, 17-estradiol dan estrone.
-
Neurotransmitter
Penilaian sifat kepribadian dan system dopaminergik dan
serotonergik, menyatakaan suatu fungsi mengaktivasi kesadaran dari
neurotransmitter tersebut. Meningkatkan kadaar serotonin dengan obat
seretonergik tertentu seperti fluoxetine dapat menghasilkan perubahan
dramatik pada beberapa karakteristik kepribadian. Serotonin menurunkan
depresi, impulsivitas.
-
Elektrofisiologi
Perubahan konduktansi elektrik pada elektroensefalogram telah
ditemukaan pada beberaapa pasien dengan gangguan kepribadian, paling
sering pada tipe antisocial dan borderline, dimana ditemukan aktivitas
gelombang lambat.
4. Faktor Psikoanalitik
Sigmund Freud menyatakan bahwa sifat kepribadian berhubungan dengan
fiksasi pada salah satu stadium perkembangan psikoseksual. Fiksasi pada
stadium anal, yaitu anakyang berlebihan atau kurang pada pemuasan anal
dapat menimbulkan sifat keras kepala, kikir dan sangat teliti.
2.1.2 Gejala Umum Gangguan Kepribadian
Individu dengan gangguan kepribadian memiliki berbagai pengalaman
konflik dan ketidakstabilan dalam beberapa aspek dalam kehidupan mereka.
Gejala secara umum gangguan kepribadian berdasarkan kriteria dalam setiap
kategori yang ada. Secara umum gangguan ini klasifikasikan berdasarkan :
1. Pengalaman dan perilaku individu yang menyimpang dari social
expectation. Penyimpangan pola tersebut pada satu atau lebih:
- cara berpikir (kognisi) termasuk perubahan persepsi dan interpretasi
-
terhadap dirinya, orang lain dan waktu
afeksi (respon emosional terhadap terhadap diri sendiri, labil, intensitas
dan cakupan)
- fungsi-fungsi interpersonal
- dan kontrol terhadap impuls
2. Gangguan-gangguan tersebut bersifat menetap dalam diri pribadi individu
dan berpengaruh pada situasi sosial.
3. Gangguan kepribadian yang terbentuk berhubungan erat dengan
pembentukan distress atau memburuknya hubungan sosial, permasalahan
kerja atau fungsi-fungsi sosial penting lainnya.
4. Pola gangguan bersifat stabil dengan durasi lama dan gangguan tersebut
dapat muncul dan memuncak menjelang memasuki dewasa dan tidak
terbatas pada episode penyakit jiwa.
5. Gangguan pola kepribadian tidak disebabkan oleh efek-efek psikologis
yang muncul yang disebabkan oleh kondisi medis seperti luka di kepala.
Gangguan kepribadian tidak didiagnosa pada pada individu yang berusia
dibawah 18 tahun, dengan pertimbangan bahwa pada usia dibawah 18 tahun
sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan pada remaja awal, bila pun
adanya simtom-simtom tertentu yang tampak, haruslah simtom tersebut menetap
setidaknya 1 tahun lamanya, namun tidak semua gejala yang ada dapat didiagnosa
sebagai bentuk gangguan kepribadian.
2.2. Klasifikasi Gangguan Kepribadian
Gangguan kepribadian digolongkan menjadi tiga kelompok dalam DSMIV-TR sebagai berikut:
1. Para individu dalam kelompok A adalah individu yang aneh atau
eksentrik. Gangguan kepribadian yang termasuk kelompok A yaitu
paranoid, Schizoid, dan Schizotypal.
2. Mereka yang berada dalam kelompok B adalah individu yang
dramatis, emosional, atau eratik. Gangguan kepribadian yang termasuk
dalam kelompok B yaitu Anti Social, borderline, Histrionic, dan
narsistik.
3. Mereka yang berada dalam kelompok C adalah individu yang
pencemas atau ketakutan. Gangguan kepribadian yang termasuk dalam
kelompok C yaitu avoidant, dependent, dan Obsessive-Compulsive.
2.2.1. Gangguan Kepribadian Paraniod
2.2.1.1 Pengertian Gangguan Kepribadian Paranoid
Individu yang didiagnosis dalam gangguan kepribadian ini akan
dipenuhi keraguan yang tidak beralasan terhadap kesetiaan orang lain dan
akan selalu mencurigainya. Gangguan kepribadian ini paling banyak
terjadi pada laki-laki dan sebagian besar dialami bersamaan dengan
gangguan kepribadian Schizotypal, borderline dan menghindar (Berntein,
1993; Morey, 1988). Prevalensinya berkisar 2 persen (Torgersen, Kringlen,
& Cramer, 2001).
Beberapa penelitian mengenai sejarah keluarga menunjukkan
bahwa paranoid personality disorder sedikit lebih umum dalam keluarga
dengan orang-orang yang mengalami skizofrenia dibandingkan dengan
keluarga dengan orang-orang yang sehat. Dalam Wiramihardja (2010) ahli
teori psikoanalisa berpendapat bahwa paranoid personality disorder adalah
hasil dari kebutuhan orang-oran yang menolak perasaan yang sebenarnya
dan memproyeksikan perasaan tersebut kedalam diri orang lain (Freud,
1958; Shapiro, 1965).
2.2.1.2 Kriteria Diagnostik Gangguan Kepribadian Paranoid
Kriteria Diagnostik Gangguan Kepribadian Paranoid dalam DSM IV-TR
yaitu:
1. Ketidakpercayaan dan kecurigaan yang pervasif (menyebar) kepada
orang lain sehingga motif mereka dianggap sebagai berhati dengki,
dimulai pada masa dewasa awal dan tampak dalam konteks, seperti yang
ditunjukkan empat (atau lebih) berikut:
- menduga tanpa dasar yang cukup, bahwa orang lain memanfaatkan,
membahayakan atau mengkhianati dirinya.
- preokupasi dengan keraguan yang tidak pada tempatnya tentang loyalitas
atau kejujuran teman atau rekan kerja.
- enggan untuk menceritakan rahasia orang lain karena takut yang tidak
perlu bahwa informasi akan digunakan secara jahat melawan dirinya.
- membaca arti merendahkan atau mengancam yang tersembunyi dari
ucapan atau kejadian yang biasa.
- secara persisten menanggung dendam yaitu tidak memaafkan kerugian,
cedera atau kelalaian.
- merasakan serangan terhadap karakter atau reputasinya yang tidak
tampak bagi orang lain dan dengan cepat bereaksi secara marah atau balas
menyerang.
- memiliki kecurigaan yang berulang, tanpa pertimbangan, tentang
kesetiaan atau mitra seksual.
2. Tidak terjadi semata-mata selama perjalanan skozfrenia, suatu gangguan
mood dengan ciri psikotik, atau gangguan psikotik lain dan bukan karena
efek fisiologis langsung dari kondisi medis umum.
Catatan: jika kriteria terpenuhi sebelum onset skizofrenia, tambahkan
“pramorbid”, misalnya “gangguan kepribadian paranoid (pramorbid)”.
2.2.1.3 Diagnosis Banding Gangguan Kepribadian Paranoid
Gangguan delusional → pada paranoid tidak ditemukan waham yang
terpaku
Skizofrenia paranoid → pada paranoid tidak ditemukan halusinasi dan
pikiran formal
Gangguan kepribadian borderline → pada paranoid, mereka jarang mampu
terlibat secara berlebihan dan rusuh dalam persahabatan dengan orang lain
Gangguan kepribadian Anti Social → pada paranoid tidak ditemukan
karakter Anti Social sepanjang riwayat perilaku Anti Social yang muncul
Gangguan kepribadian Schizoid → mereka menarik diri dan menjauhkan
diri dari orang lain tapi tidak memiliki gagasan paranoid
2.2.1.4. Contoh Kasus Gangguan Kepribadian Paranoid
Seorang pensiunan pengusaha berusia 85 tahun diwawancarai oleh
pekerja sosial untuk menentukan kebutuhan perawatan kesehatan bagi
dirinya serta istrinya yang sakit dan lemah. Pria ini tidak memiliki
sejarah penanganan
gangguan mental.
Ia terlihat sehat dan waspada
secara mental. Ia dan istrinya telah menikah selama 60 tahun dan
tampak bahwa istrinya adalah satu-satunya orang yang ia percaya. Dia
selalu curiga pada orang lain. Ia tidak akan mengungkapkan informasi
pribadi pada siapapun kecuali pada istrinya. Ia yakin bahwa orang lain
akan mengambil keuntungan darinya. Ia menolak tawaran bantuan dari
kenalannya karena ia curiga dengan motif mereka. Saat menerima telepon
ia akan menolak untuk menyebutkan namanya sampai ia tahu maksud si
penelepon. Ia meluangkan waktu yang cukup banyak untuk memonitor
investasinya dan pernah bertengkar dengan pialangnya saat terjadi
kesalahan dalam rekening bulanannya yang membuatnya curiga bahwa
pialangnya tersebut berusaha menutupi transaksi yang curang. (Sumber
data: http://www.slideshare.net/syafrina_arifin/gangguan kepribadian)
2.2.1.5 Penanganan Gangguan Kepribadian Paranoid
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam menangani
gangguan kepribadian paranoid. Adapun cara tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Terapi Cognitive behavioral therapy (CBT): Terapi
ini
dapat
membantu individu mengenal sikap dan perilaku yang tidak sehat,
kepercayaan dan pikiran negatif dan mengembalikannya secara positif.
2. Psikoterapi: bila diminta bantuan, maka dalam bimbingan dititikberatkan pada pengalaman subjektif dalam pribadinya dan pada
interaksi dengan dokter.
3. Farmakoterapi: berguna dalam menghadapi agitasi dan kecemasan.
Pada sebagian besar kasus suatu obat antiansietas seperti diazepam
(Valium) adalah memadai. Tetapi mungkin perlu untuk menggunakan
suatu antipsikotik, seperti thioridazine (Mellaril) atau haloperidol
(Haldol),dalam dosis kecil dan dalam periode singkat untuk
menangani agitasi parah atau pikiran yang sangat delusional.
2.2.2 Gangguan Kepribadian Schizoid
2.2.2.1. Pengertian Gangguan Kepribadian Schizoid
Individu yang mengalami gangguan ini tidak menginginkan atau
menikmati hubungan sosial dengan orang lain dan biasanya tidak memiliki
teman akrab. Selain itu, individu tersebut adalah seorang penyendiri yang
menyukai
berbagai
aktivitas
yang
dilakukan
dalam
kesendirian.
Prevalensinya sedikit lebih kecil pada kaum perempuan dibanding pada
kaum laki-laki (Torgersen, Kringlen, & Cramer, 2001).
Dalam Wiramihardja (2010) menyebutkan bahwa ahli teori
psikoanalisis berpendapat bahwa schizoid personality disorder dibangun
melalui hubungan ibu dan anak yang terganggu, dimana anak tidak pernah
belajar untuk memberi atau menerima kasih sayang (Blueler,1942; Klein,
1952). Anak yang menunjukkan hubungan dan emosi sebagai hal yang
berbahaya, selanjutnya mereka berdua tetap jauh dari orang lain dan juga
perasaan mereka sendiri.
2.2.2.2. Kriteria Diagnostik Kepribadian Schizoid
Kriteria gangguan kepribadian Schizoid dalam DSM IV-TR,
terdapat empat atau lebih dari ciri-ciri berikut ini yang tidak muncul secara
eksklusif
dalam perjalanan penyakit
skizofrenia,
depresi psikotik,
atau sebagai bagian dari gangguan perkembangan pervasif; juga tidak
disebabkan oleh kondisi medis umum. Adapun gejalanya adalah sebagai
berikut:
-
Kurang berminat atau kurang menyukai hubungan dekat
Hampir secara eksklusif lebih menyukai kesendirian
Kurangnya minat untuk berhubungan seks
Hanya sedikit, jika ada, mengalami kesenangan
Kurang memiliki teman
Bersikap masa bodoh terhadap pujian atau kritik dari orang lain
Afek datar, ketidaklekatan emosional
2.2.2.3. Diagnosis Banding Gangguan Kepribadian Schizoid
Skizofrenia → pasien Schizoid tidak memiliki sanak saudara skizofrenik,
dan mereka memiliki riwayat pekerjaan yang berhasil. Pasien juga tidak
memiliki waham atau halusinasi.
Paranoid → pasien paranoid lebih menunjukkan keterlibatan sosial,
riwayat perilaku agresif verbal & cenderung melakukan proyeksi atas
perasaan mereka.
OCPD → pasien OCPD memiliki riwayat hubungan objek yang lebih
banyak di masa lalu dan tidak terlibat lamunan autistik.
Schizotypal → pasien ini lebih mirip dengan pasien skizofrenik dalam hal
keanehan persepsi, pikiran, perilaku dan komunikasi.
Avoidant → sama-sama terisolasi, tapi pasien memiliki masih minat sosial.
2.2.2.4. Contoh Kasus Gangguan Kepribadian Schizoid
John, seorang pensiunan polisi berusia 50 th, mengalami gangguan
psikologis sejak anjing kesayangannya mati ditabrak mobil. Sejak itu ia
merasa sedih dan lelah. Ia menjadi sulit konsentrasi dan sulit tidur. Ia
tinggal sendiri dan lebih senang menyendiri. Membatasi kontak dengan
orang lain hanya dengan menyapa “Halo” atau “Apakabar?”, sambil terus
berlalu. Ia merasa bahwa percakapan sosial hanya membuang- buang
waktu dan merasa canggung jika ada orang lain yang mencoba membina
hubungan persahabatan. Ia tidak memiliki minat sosial yang nyata,
meskipun ia gemar membaca atau melihat berita di tv. Satu- satunya
hubungan
yang
ia
miliki
adalah
dengan
anjingnya.
(Sumber:
http://www.slideshare.net/syafrina_arifin/gangguan-kepribadian)
2.2.2.5. Penanganan Gangguan Kepribadian Schizoid
Adapun cara yang dapat dilakukan dalam menangani gangguan
kepribadian Schizoid adalah sebagai berikut :
-
Diberikan
berupa
melakukan
kegiatan
untuk
meningkatkan
-
sosialisasi dari pasien itu sendiri
Hindari pengisolasian dan perawatan secara institusional
Libatkan pasien dalam terapi okupasi dan terapi
-
berkelompok
Tingkatkan fungsi klien dalam masyarakat
Bantu klien untuk mendapatkan manajer kasus
Psikoterapi : psikoterapi suportif, bimbingan dalam cara hidup, anjuran
secara
untuk mengambil bagian dalam kegiatan sosial dan hubungan antar
-
manusia
Farmakologi terapi : farmakoterapi dengan antipsikotik dosis kecil,
antidepresan dan psikostimulan telah efektif pada beberapa pasien.
2.2.3. Gangguan Kepribadian Schizotypal
2.2.3.1. Pengertian Gangguan Kepribadian Schizotypal
Merupakan pola berpikir yang khas (dalam arti tidak baik) dalam
bicara dan dalam persepsi tidak aktual, sehingga merusak komunikasi dan
interaksi
sosial.
Kognisi
ganjil
dari
orang-orang
penderita
schizotypal personality disorder terbagi menjadi empat kategori, yaitu:
-
Kategori pertama adalah paranoia atau spiciousness (bersifat paranoid
dan selalu mencurigai). Orang-orang dalam kategori ini selalu
-
menganggap orang lain sangat curang dan memusuhi.
Kategori kedua adalah “referensi ide” (idea of
reference).
Meyakini bahwa kejadian-kejadian acak yang ada di sekitarnya
-
berkaitan dengan mereka.
Kategori ketiga adalah odd beliefs and magical thinking yaitu
-
keyakinan aneh dan pemikiran magis.
Kategori keempat adalah illusions yang merupakan halusinasi yang
singkat. Sejarah keluarga, adopsi (pengangkatan anak) dan penelitian
mengenai anak kembar, seluruhnya memberikan pendapat bahwa
Schizotypal Personality Disorder merupakan gangguan yang ditularkan
atau disebarkan secara genetis (Nigg & Goldsmith, 1994; Siever
dkk.,1998). Orang-orang dengan schizotypal personality disorder
menunjukkan abnormalitasnya dalam struktur otak mereka yang mirip
dengan apa yang tampak pada orang-orang schizophrenia (Dickey,
McCarley, & Shenton, 2002; Downhill dkk., 2001).
2.2.3.2 Kriteria Diagnostik Kepribadian Schizotypal
Kriteria gangguan kepribadian Schizotypal dalam DSM IV-TR
yaitu sebagai berikut:
1. Pola pervasif defisit sosial dan interpersonal yang ditandai oleh
ketidaksenangan akut dengan, dan penurunan kapasitas untuk, hubungan
erat dan juga oleh penyimpangan kognitif atau persepsi dan perilaku
eksentrik, dimulai pada masa dewasa awal dan tampak dalam berbagai
konteks, seperti yang ditunjukkan oleh lima (atau lebih) berikut:
- gagasan yang menyangkut diri sendiri (ideas of reference)
(kecuali waham yang menyangkut diri sendiri)
- keyakinan aneh atau pikiran magis yang mempengaruhi perilaku
dan tidak konsisten dengan norma kultural (misalnya, percaya
takhyul, percaya dapat melihat apa yang akan terjadi, telepati,
indera keenam, pada anak-anak dan remaja, khayalan atau
preokupasi yang kacau)
- pengalaman persepsi yang tidak lazim, termasuk ilusi tubuh
- pikiran dan bicara yang aneh (misalnya samar-samar,
sirkumstansialitas, metaforik, terlalu berbelit-belit atau stereotipik)
- kecurigaan atau ide paranoid
- afek yang tidak sesuai atau terbatas
- perilaku atau penampilan yang aneh, eksentrik atau janggal
- tidak memiliki teman akrab atau orang yang dipercaya selain
sanak saudara derajat pertama
- kecemasan sosial yang berlebihan yang tidak menghilang dengan
keakraban dan cenderung disertai dengan ketakutan paranoid
ketimbang pertimbangan negatif tentang diri sendiri
2. Tidak terjadi semata-mata selama perjalanan skozfrenia, suatu gangguan
mood dengan ciri psikotik, atau gangguan psikotik lain atau suatu
gangguan perkembangan pervasif.
Catatan: jika kriteria terpenuhi sebelum onset skizofrenia, tambahkan
“pramorbid”, misalnya “gangguan kepribadian Schizotypal (pramorbid)”.
2.2.3.3. Diagnosis Banding Gangguan Kepribadian Schizotypal
- Schizoid → pasien Schizotypal memiliki keanehan dalam perilaku,
pikiran, persepsi dan komunikasi dan memiliki riwayat keluarga
skizofrenik
- Skizofrenia → pasien Schizotypal tidak memiliki ciri-ciri psikosis
- Paranoid → pasien paranoid memiliki tanda kecurigaan tetapi tidak
memiliki perilaku aneh
2.2.3.4. Contoh Kasus Gangguan Kepribadian Schizotypal
Jonathan, mekanik, pria 27 tahun, memiliki sedikit teman dan lebih
memilih membaca novel fiksi ilmiah dibandingkan bersosialisasi dengan
orang lain. Ia jarang bergabung dalam percakapan dengan oranglain. Suatu
saat ia tampak seperti hanyut dalam pikirannya sendiri. Ia sering
menunjukkan ekspresi ganjil di wajahnya. Mungkin ciri perilaku yang
paling tidak umum adalah ia melaporkan
sewaktu-waktu
pengalaman
yang
datang
akan perasaan bahwa almarhum ibunya berdiri di
dekatnya. Keyakinan ini menenangkan baginya dan ia menantikan
terjadinya peristiwa itu kembali. Jonathan menyadari hal tersebut tidak
nyata. Ia tidak pernah mencoba untuk menyentuh ruh tersebut. Perasaan
berada didekat
ruh
ibunya
merupakan
pengalaman
yang
cukup
menenangkan katanya.
2.2.3.5 Penanganan Gangguan Kepribadian Schizotypal
- Kembangkan keterampilan perawatan diri (klien) dan keterampilan social
serta perbaikan fungsi masyarakat, klien didorong untuk melakukan
kegiatan rutin sehari-hari dan membantu klien untuk memutuskan kapan
tugas hygiene dan berhias diperlukan. Dan juga dapat membantu dengan
meminta klien untuk membuat daftar orang-orang di masyarakat yang
harus ia hubungi untuk kemudian dapat memperbaiki keterampilan social
klien untuk berbicara jelas kepada orang lain dan mengurangi
perbincangan aneh.
- Psikoterapi : pikiran yang aneh dan ganjil dari pasien gangguan
kepribadian Schizotypal harus ditangani dengan berhati-hati. Beberapa
pasien terlibat dalam pemujaan, praktek religius yang aneh, dan okulitis.
Ahli terapi tidak boleh menertawakan aktivitas tersebut atau mengadili
kepercayaan atau aktivitas mereka.
- Farmakoterapi : Medikasi antipsikotik berguna untuk mengatasi gagasan
mengenai diri sendiri, waham, dan gejala lain dari gangguan dan dapat
digunakan bersama-sama dengan psikoterapi. Hasil yang positif telah
dilaporkan dengan haloperidol. Anti depresan digunakan jika ditemukan
suatu komponen depresif dari kepribadian.
2.2.4. Gangguan Kepribadian Antisocial
2.2.4.1. Pengertian Gangguan Kepribadian Antisocial
Gangguan kepribadian antisocial dan psikopati yang kadang
disebut dengan sosiopati seringkali digunakan bergantian. Perilaku
antisocial yang melanggar hukum, merupakan komponen penting
keduanya. Pada gangguan kepribadian Anti Social ini, individu tidak
memerhatikan hak orang lain, aturan, dan hukum.
Hasil dari penelitian yang dilakukan Shannon dkk. (2014),
mengenai apakah narapidana yang melakukan tindakan kekerasan
teridentifikasi memiliki gejala gangguan kepribadian Anti Social (ASPD).
Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tidak adanya dorongan atau
dukungan yang menyatakan diagnosa gejala gangguan kepribadian Anti
Social (ASPD) pada narapidana yang menggunakan kekerasan dalam
penjara.
Berdasarkan suatu kajian literature, bahwa kurangnya afeksi dan
penolakan berat oleh orang tua merupakan penyebab utama perilaku
psikopatik (McCord dan McCord, 1964). Perilaku psikopatik berkaitan
dengan tidak konsistennya orang tua dalam mendisiplinkan anak-anak
mereka dan dalam mengajarkan tanggung jawab terhadap orang lain,
penyiksaan fisik, dan kehilangan orang tua (Marshall & Cooke, 1999;
Johnson dkk., 1999).
Korelasi Genetik GKA – Gangguan Kepribadian Anti Social.
Dalam sebuah penelitian menunjukkan bahwa kriminalitas dan gangguan
kepribadian Anti Social memiliki komponen keturunan, namun belum
dilakukan penelitian perilaku-genetik mengenai konsep psikopati yang
dikembangkan oleh Cleckley dan Hare. Tingkat konflik yang tinggi dan
negasivitas serta kadar kehangatan orang tua yang rendah memprediksi
perilaku antisocial dalam sebuah studio orang kembar yang dilakukan
Reiss dkk, (1995).
Pada sebuah studi klasik berdasarkan observasi klinis Cleckley,
Lykken (1957) menguji pemikiran bahwa psikopat hanya memiliki
hambatan untuk melakukan tindakan antisocial karena mereka sangat
sedikit
mengalami
kecemasan.
Penelitian
Lykken
mendukung
pemikiran bahwa psikopat memiliki kadar kecemasan rendah, kemampuan
mereka menghindari kejut lebih rendah dari kelompok control.
2.2.4.2 Kriteria Diagnostik Gangguan Kepribadian Antisocial
Karakteristik Gangguan Kepribadian Anti Social dalam DSM IVTR yaitu sebagai berikut:
1. Terdapat pola pervasif tidak menghargai dan melanggar hak orang lain
yang terjadi sejak usia 15 tahun,seperti yang ditunjukkan oleh tiga (atau
lebih) berikut:
- gagal untuk mematuhi norma sosial dengna menghormati
perilaku sesuai hukum seperti yang ditunjukkan dengan berulang
kali melakukan tindakan yang menjadi dasar penahanan
- ketidakjujuran, seperti yang ditunjukkan oleh berulang kali
berbohong, menggunakan nama samaran, atau menipu orang lain
untuk mendapatkan keuntungan atau kesenangan pribadi
- impulsivitas atau tidak dapat merencanakan masa depan
- iritabilitas dan agresivitas, seperti yang ditunjukkan oleh
perkelahian fisik atau penyerangan yang berulang
- secara sembrono mengabaikan keselamatan diri sendiri atau
orang lain
- terus menerus tidak bertanggung jawab, seperti ditunjukkan oleh
kegagalan berulang kali untuk mempertahankan perilaku kerja atau
menghormati kewajiban finansial
- tidak adanya penyesalan, seperti yang ditunjukkan oleh acuh tak
acuh terhadap atau mencari-cari alasan telah disakiti, dianiaya atau
dicuri oleh orang lain
2. Individu sekurang-kurangnya berusia 18 tahun
3. Terdapat tanda-tanda gangguan konduksi dengan onset sebelum usia 15
tahun
4. Terjadinya perilaku Anti Social tidak semata-mata selama perjalanan
skizofrenia atau suatu episode manik
2.2.4.3. Diagnosis Banding Gangguan Kepribadian Antisocial
- Gangguan kepribadian Anti Social dapat dibedakan dari perilaku ilegal
dimana gangguan kepribadian Anti Social melibatkan banyak bidang
dalam kehidupan seseorang.
- Dalam mendiagnosis gangguan kepribadian Anti Social, klinisi harus
mempertimbangkan efek yang mengganggu dari status sosioekonomi, latar
belakang kultural, dan jenis kelamin pada manifestasinya, selain itu
diagnosis gangguan kepribadian Anti Social tidak diperlukan jika retardasi
mental, skizofrenia, atau mania dapat menjelaskan gejala.
2.2.4.4. Contoh Kasus Gangguan Kepribadian Antisocial
Jakarta - Mujianto alias Menthok alias Genthong (24), tersangka
pembunuhan di Nganjuk, Jawa Timur, diduga memiliki kecenderungan
Anti Social dan psikopat. Sebagai seorang psikopat, Mujianto dinilai
tidak mempunyai rasa empati. "Secara teoritis kasus pembunuhan ini,
pelaku memiliki kecenderungan Anti Social dan psikopat," ujar ahli
Psikologi Forensik Universitas Surabaya, Yusti Probowati, saat berbincang
dengan detikcom, Kamis (16/2/2012).
Dalam teori psikologi, seorang yang masuk dalam ketegori
psikopat cenderung tidak mengikuti aturan yang ada dan memiliki
egosenteris yang sangat tinggi. "Pasti ada yang salah dari masa kecil dia
(Mujianto) sehingga aturan itu tidak dipahami scara baik," kata Yusti. Sifat
egosentris yang dimiliki oleh Mujianto membuat dirinya sering merasa
tergangggu dengan kondisi yang tidak cocok dengan dirinya, termasuk
dengan
rasa
cemburu
yang
besar.
"Egosentrisnya
tinggi
yang
menyebabkan dia melakukan hal yang di luar batas. Itu yang terjadi,"
ucapnya.
Yusti menyebut masalah yang dihadapi oleh Mujianto berada pada
dirinya sendiri, bukan dari lingkungannya. "Yang intinya dia sendiri agak
sulit menerima yang melukai dirinya," kata Lita. Mujianto dalam
pengakuannya ke polisi telah meracuni 15 orang, namun
yang baru
terungkap 6 orang. Kasus ini terungkap setelah dua korban selamat,
Muhammad Fais (28) dan Sumartono (47), melapor ke polisi. Pelaku
dibekuk di rumah J, Desa Sonopatik, Kecamatan Berbek, Kabupaten
Nganjuk. Di tempat itu, pelaku pernah bekerja sebagai pembantu dan
merangkap sebagai pasangan homo J.
(Sumber:http://news.detik.com/read/2012/02/16/091055/1843730/10/muji
anto-punya-kecenderungan-psikopat-Anti Social?9911012)
2.2.4.5. Penangganan Gangguan Kepribadian Antisocial
Adapun penanganan yang dapat dilakukan pada gangguan
kepribadian Anti Social ini adalah sebagai berikut :
-
Meningkatkan perilaku bertanggung jawab. Penetapan batasan,
mengidentifikasi konsekuensi melanggar batasan dan perilaku yang
diharapkan atau yang dapat diterima. Menjelaskan perilaku bermasalah
dan mempertahankan klien tetap focus pada dirinya.
-
Membantu klien menyelesaikan masalah dan mengendalikan emosi.
Ajarkan individu (klien) untuk menyelesaikan masalah secara efektif
-
dan mengatasi emosi marah atau frustasi.
Meningkatkan performa peran, mengidentifikasi hambatan untuk
menjalankan peran, dan mnegurangi atau mengehentikan penggunaan
-
obat – obatan dan alkohol.
Psikoterapi : belum diketahui pengobatan yang optimal tetapi dokter
dapat membantu penderita dan keluarganya mengambil keputusan
tentang penanganan. Bila perlu dapat diadakan institusionalisasi untuk
sementara waktu. Pada umumnya dapat dianjurkan kedua-duanya baik
terapi individual maupun terapi kelompok. Kadang-kadang terjadi
perbaikan terutama pada umur 30 dan 40 tahun. Perbaikan ini tidak
harus disertai dengan penyesuaian diri yang baik. Banyak penderita
yang masih terus memperlihatkan kesukaran hubungan antar manusia,
iritabilitas, rasa permusuhan terhadap suami atau istri, tetangga dan
agama. Alasan yang sering diberikan oleh penderita tentang perbaikan
ini adalah kematangan, perkawinan, takut dipenjarakan dan tanggung
-
jawab yang bertambah.
Farmakoterapi : digunakan
untuk
menghadapi
gejala
yang
diperkirakan akan timbul – seperti kecemasan, penyerangan, dan
depresi – tetapi, karena pasien seringkali merupakan penyalahgunaan
zat, obat harus digunakan secara bijaksana. Jika pasien menunjukkan
bukti-bukti
adaya
gangguan
defisit-atensi
hiperaktivitas,
psikostimulan, seperti methylphenidate (Ritalin), mungkin digunakan.
Harus dilakukan usaha untuk mengubah metabolisme katekolamin
dengan obat-obatan dan untuk mengendalikan perilaku impulsif
dengan obat antiepileptik, khususnya jika bentuk gelombang abnormal
ditemukan pada EEG.
2.2.5 Gangguan Kepribadian Borderline
2.2.5.1 Pengertian Gangguan Kepribadian Borderline
Gangguan kepribadian Borderline atau biasa disebut dengan
gangguan kepribadian ambang adalah gangguan kepribadian yang
mempunyai ciri-ciri utama berupa impulsivitas dan ketidakstabilan
hubungannya dengan orang lain dan mood (Sanislow, Grilo, &
McGlashan, 2000). Gangguan borderline ini pada umumnya bermula pada
masa remaja atau dewasa awal dan lebih sering terjadi kepada wanita
daripada kepada pria dengan prevalensi 1 persen (Swartz dkk, 1990;
Torgesen, Kringlen, & Cramer, 2001).
Secara biologis Para pasien borderline memiliki neurotisisme
tinggi,
suatu
trait
yang
diturunkan
secara
genetik
(Nigg
&
Goldsmith,1994). Teori objek-hubungan Otto Kernberg mengemukakan
bahwa pengalaman masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan
menyebabkan anak-anak mengembangkan ego yang tidak merasa aman.
Teori diathesis-stres dari Linehan. Linehan berpendapat bahwa gangguan
kepribadian borderline terjadi bila orang yang memiliki kemungkinan
genetik (diathesis biologis) berupa kesulitan mengendalikan emosi
dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang tidak mempertimbangkan
dan menghargai keinginan/perasaan seseorang serta upaya untuk
mengomunikasikan perasaan tidak diterima bahkan dihukum.
2.2.5.2 Kriteria Diagnostik Gangguan Kepribadian Borderline
Kriteria Gangguan Kepribadian Borderline dalam DSM IV-TR yaitu:
1. Pola pervasif ketidakstabilan hubungan interpersonal, citra diri dan afek
dan impulsivitas yang jelas pada masa dewasa awal dan ditemukan dalam
berbagai konteks, seperti yang ditunjukkan oleh lima (atau lebih) berikut:
- usaha mati-matian untuk menghindari ketinggalan yang nyata
atau khayalan.Catatan:tidak termasuk perilaku bunuh diri atau
mutilasi diri yang ditemukan dalam kriteria 5
- pola hubungan interpersonal yang tidak stabil dan kuat yang
ditandai oleh perubahan antara ekstrim-ekstrim idealisasi dan
devaluasi
- gangguan identitas:citra diri atau perasaan diri sendiri yang tidak
stabil secara jelas dan persisten
- impulsivitas pada sekurangnya dua bidang yang membahayakan
diri sendiri (misalnya berbelanja,seks,penyalahgunaan zat,ngebut
gila-gilaan,pesta makan).Catatan:tidak termasuk perilaku bunuh
diri atau mutilasi diri yang ditemukan dalam kriteria 5
- perilaku,isyarat atau ancaman bunuh diri yang berulangkali, atau
perilaku mutilasi diri
- ketidakstabilan afektif karena reaktivitas mood yang jelas
(misalnya
disforia
episodik
kuat,iritabilitas,atau
kecemasan
biasanya berlangsung beberapa jam dan jarang lebih dari beberapa
hari)
- perasaan kosong yang kronis
- kemarahan yang kuat dan tidak pada tempatnya atau kesulitan
dalam mengendalikan kemarahan (misalnya sering menunjukkan
temper,marah terus menerus,perkelahian fisik berulangkali)
- ide paranoid yang transien dan berhubungan dengan stres, atau
gejala disosiatif yang parah
2.2.5.3 Diagnosis Banding Gangguan Kepribadian Borderline
- Skizofrenia → BPD tidak ada episode psikotik, gangguan pikiran dan
-
tanda skizofrenik lain yang berkepanjangan
Schizotypal → BPD tidak menunjukkan gagasan yang aneh, dan
pikiran yang sangat aneh
2.2.5.4 Contoh Kasus Gangguan Kepribadian Borderline
Klien : “Saya menahan kemarahan dalam diri saya, yang terjadi
adalah..saya tidak dapat merasakannya, saya mendapat serangan
panik. Saya menjadi sangat gugup, merokok terlalu banyak. Jadi
apa yang terjadi pada saya, saya adalah cenderung „meledak?.
Berurai air mata atau menyakiti diri atau apapun..karena saya
tidak tahu bagaimana caranya untuk mengatasi semua perasaan
yang campur aduk ini.
Konselor : “Apa contoh terbaru dari „ledakan? itu?”
Klien : “Beberapa bulan yang lalu saya sendirian di rumah, saya
ketakutan! Saya mencoba mengontak pacar saya dan saya tidak
bisa melakukannya. Saya tidak tahu dimana dia berada. Semua
teman saya tampak sibuk malam itu dan saya tidak punya siapasiapa untuk diajak bicara..saya makin dan semakin gugup dan
makin dan semakin kacau.
Klien : “…Akhirnya..dor!...saya ambil rokok dan menyalakannya dan
menancapkannya di lengan saya. Saya tidak tahu mengapa saya
melakukan hal itu karena saya tidak peduli pada hal itu. Saya
kira pada waktu
itu
saya
merasa
bahwa
saya
harus
melakukan sesuatu yang dramatis….”.
(Sumber: http://www.slideshare.net/syafrina_arifin/gangguan-kepribadian)
2.2.5.5 Penanganan Gangguan Kepribadian Borderline
Adapun penanganan yang dapat dilakukan gangguan kepribadian
borderline adalah sebagai berikut :
-
Tingkatkan keamanan
Bantu klien mengatasi dan mengendalikan emosi
Teknik restrukturisasi kognitif
Dekatastrofe situasi
Berbicara positif dengan diri sendiri
Membuat daftar aktivitas untuk menghilangkan kebosanan
Ajarkan keterampilan sosial
Harapan realistis dari hubungan
-
Psikoterapi : interaksi dengan anggota staf yang terlatih dari berbagai
-
disiplin dan dibekali dengan terapi kerja, rekreasional, dan kejuruan.
Farmakoterapi : antidepresan memperbaiki mood yang terdepresi yang
sering ditemukan pada pasien. MAOI adalah efektif dalam
memodulasi perilaku impulsif pada beberapa pasien. Benzodiazepin,
khususnya alprazolam, membantu kecemasan dan depresi, tetapi
beberapa pasien menunjukkan disinhibisi dengan kelas obat tersebut.
Antikonvulsan seperti karbamazepin, padat meningkatkan fungsi
global pada beberapa pasien. Obat serotonergik, seperti fluoxetine,
adalah membantu pada beberapa kasus.
2.2.6 Gangguan Kepribadian Histrionic
2.2.6.1 Pengertian Gangguan Kepribadian Histrionic
Gangguan Histrionic ini diperuntukkan bagi orang-orang yang
terlalu dramatis dan mencari perhatian. Gangguan kepribadian ini
cenderung terjadi di kalangan orang-orang yang mengalami perpisahan
dengan pasangannya dan dihubungkan dengan depresi serta kesehatan
fisik yang buruk (Nestadt dkk, 1990). Gangguan ini lebih banyak terjadi
pada wanita daripada pria dengan prevalensi 2 persen.
Teori
psikoanalisa
berpendapat
bahwa
emosionalitas
dan
ketidaksenonohan perilaku secara seksual didorong oleh ketidaksenonohan
orangtua, terutama ayah kepada anak perempuannya. Sedangkan ekspresi
emosi yang berlebihan dipandang sebagai simtom- simtom
konflik
tersembunyi tersebut dan kebutuhan untuk menjadi pusat perhatian
dipandang sebagai cara untuk mempertahankan diri dari perasaan yang
sebenarnya yaitu harga diri yang rendah (Apt & Hurlbert, 1994; Stone,
1993).
2.2.6.2 Kriteria Diagnostik Gangguan Kepribadian Histrionic
Kriteria gangguan kepribadian Histrionic dalam DSM IV-TR.
Terdapat Pola pervasif emosionalitas dan mencari perhatian yang
berlebihan, dimulai pada masa dewasa awal dan tampak dalam berbagai
konteks, seperti yang ditunjukkan pada lima (atau lebih) berikut:
- tidak merasa nyaman dalam situasi dimana ia tidak merupakan
pusat perhatian
- interaksi dengan orang lain seringkali ditandai oleh godaan
seksual yang tidak pada tempatnya atau perilaku provokatif
- menunjukkan pergeseran emosi yang cepat dan ekspresi emosi
yang dangkal
- secara terus menerus menggunakan penampilan fisik untuk
menarik perhatian kepada dirinya
- memiliki gaya bicara yang sangat impresionistik dan tidak
memiliki perincian
- menunjukkan dramatisasi diri, teatrikal dan ekspresi emosi yang
berlebihan
- mudah disugesti yaitu mudah dipengaruhi oleh orang lain dan
situasi
- menganggap hubungan menjadi lebih intim ketimbang keadaan
sebenarnya
2.2.6.3 Diagnosis Banding Gangguan Kepribadian Histrionic
BPD → sulit dibedakan dengan Histrionic, cuma pada BPD lebih sering
ditemukan usaha bunuh diri, difusi identitas dan episode psikotik singkat
Somatisasi → bisa terjadi bersama-sama dengan Histrionic
Gangg.Psikotik singkat dan disosiatif → mungkin perlu mendapatkan
diagnosis penyerta gangg.kepr.Histrionic
2.2.6.4 Contoh Kasus Gangguan Kepribadian Histrionic
Film
A
Streetcar
Named
Desire
menceritakan
kisah
Blanche DuBois, seorang wanita, yang menarik muda genit tapi
bermasalah, yang pindah ke New Orleans untuk tinggal bersama
kakaknya, Stella dan suaminya, Stanley Kowalski setelah kematian
suaminya.
Blanche kurang dari jujur tentang dirinya sendiri. Dia mencoba
untuk
menggunakan
pesonanya
untuk
memanipulasi orang dan
menutupi masa lalunya, termasuk bunuh diri suaminya, hubungan
sementara dengan laki-laki, alkoholisme nya, kehilangan rumah dan
bahwa dia dipecat sebagai guru karena berselingkuh dengan seorang
mahasiswa.
Suami Stella, Stanley, memainkan peran seorang narsisis yang
kasar, yang dominasi dan kontrol ditantang oleh kedatangan Blanche.
Blanche mencoba untuk mengekspos, menghadapi dan mengeksploitasi
kerentanan nya. Marah dengan hal ini dan akhirnya menemukan
kesempatan,
Stanley
serangan
brutal Blanche, pertama pada tingkat
emosional, maka pada satu fisik. Pada akhirnya, dia membagi-bagikan-nya
dingin ke fasilitas psikiatri, sehingga dirinya kembali ke posisi dominasi.
Blanche adik, Stella, memainkan peran enabler kodependen, mencoba
untuk menenangkan Stanley dan Blanche.
(Sumber:http://psikologiabnormal.wikispaces.com/Histrionic+Personality
+Disorder)
2.2.6.5 Penanganan Gangguan Kepribadian Histrionic
Adapun langkah yang dapat dilakukan dalam menghadapi
gangguan kepribadian Histrionic adalah sebagai berikut :
-
Ajarkan keterampilan sosial
Berikan umpan balik faktual tentang perilaku
Psikoterapi : dokter harus waspada bila pada permulaan pengobatan
sudah kelihatan ada perbaikan, karena ini mungkin hanya untuk
menyenangkannya. Karena kemampuan komunikasinya kurang, maka
-
yang dibimbing adalah perilaku yang nyata saja.
Farmakoterapi : dapat ditambahkan jika gejala adalah menjadi
sasarannya (seperti penggunaan antidepresan untuk depresi dan
keluhan somatik, obat antiansietas untuk kecemasan dan antipsikotik
untuk derealisasi dan ilusi).
2.2.7 Gangguan Kepribadian Narsisitik
2.2.7.1 Pengertian Gangguan Kepribadian Narcissistic
Orang-orang yang memiliki gangguan kepribadian Narcissistic
akan memiliki pandangan yang berlebihan mengenai keunikan dan
kemampuan yang mereka miliki. Mereka akan terokupasi (terpaku) pada
pikiran-pikiran mengenai pentingnya diri mereka (self-importance) dan
dengan fantasi-fantasi mengenai kekuatan (power) dan keberhasilan
(succes) dan memandang diri mereka sendiri sebagai orang yang lebih
superior (berkuasa) atas banyak orang.
Menurut Heinz Kohut, diri muncul di awal kehidupan sebagai
suatu struktur bipolar dengan grandiose yang tidak matang di satu ktub
dan idealisasi berlebihan terhadap orang lain yang bersifat tergantung di
kutub lainnya. Kegagalan untuk mengembangkan harga diri yang sehat
terjadi bila orang tua tidak merespon dengan baik kompetensi yang di
tunjukkan anak-anak mereka, yaitu si anak tidak dihargai berdasarkan
makna dirinya sendiri, namun dihargai sebagai alat untuk membangun
harga diri orang tua.
2.2.7.2 Kriteria Diagnostik Gangguan Kepribadian Narcissistic
Kriteria Diagnostik GAngguan Kepribadian Narcissistic dalam
DSM IV-TR menunjukkan pola pervasif kebesaran (dalam khayalan atau
perilaku), membutuhkan kebanggan, dan tidak ada empati, dimulai pada
dewasa awal dan tampak dalam berbagai konteks, seperti yang
ditunjukkan oleh lima (atau lebih) berikut:
- memiliki rasa kepentingan diri yang besar (misalnya pencapaian dan
bakat yang dilebih-lebihkan, berharap terkenal sebagai superior tanpa
usaha yang sepadan)
- preokupasi dengan khayalan akan keberhasilan, kekuatan, kecerdasan,
kecantiakn atau cinta ideal yang tidak terbatas
- yakin bahwa ia adalah “khusus” dan unik dan dapat dimengerti hanya
oleh atau harus berhubungan dengan orang lain (atau insitusi) yang khusus
atau memiliki status tinggi
- membutuhkan kebanggaan yang berlebihan
- memiliki perasaan bernama besar yaitu harapan yang tidak beralasan
akan perlakuan khusus atau kepatuhan otomatis sesuai harapannya
- eksploitatif secara interpersonal yaitu mengambil keuntungan dari orang
lain untuk mencapai tujuannya sendiri
- tidak memiliki empati:tidak mau mengenali atau mengetahui perasaan
dan kebutuhan orang lain
- sering merasa iri dengan orang lain atau yakin bahwa orang lain iri
kepada dirinya
- menunjukkan perilaku yang congkak atau sombong
2.2.7.3 Diagnosis banding Kepribadian Narcissistic
Gangg.Kepr.Borderline, Histrionic dan Anti Social seringkali
ditemukan bersama-sama Narisisistik.
BPD → pasien memiliki kecemasan yang lebih tinggi dan kehidupannya
lebih kacau disertai usaha bunuh diri, sedangkan Narcissistic cenderung
lebih terarah pikiran dan perilakunya
Anti Social → memiliki riwayat perilaku impulsif, seringkali ditandai
dengan penyalahgunaan obat dan berurusan dengan hukum
Histrionic → menunjukkan ciri-ciri ekshibisionisme dan manipulatif yang
mirip, namun Narcissistic cenderung lebih membanggakan diri mereka
dan kurang mendramatisir keadaan
2.2.7.4 Contoh Kasus Gangguan Kepribadian Narcissistic
David berprofesi sebagai pengacara dan berusia awal 40an. Dia
pertama kali datang mengunjungi psikolog untuk mengatasi mood
negatifnya. Sejak awal pertemuan tampak bahwa David sangat menaruh
perhatian pada penampilannya. Dia secara khusus menanyakan pendapat
terapis mengenai baju setelan model terbaru yang dikenakannya dan juga
sepetu barunya.
David juga bertanya kepada terapis tentang mobil yang digunakan
dan berapa banyak klien kelas atas yang ditangani oleh terapis tersebut.
David sangat ingin memastikan bahwa dia sedang berhubungan dengan
seseorang yang terbaik bidangnya. David bercerita tentang kesuksesannya
dalam bidang akademis dan olahraga, tanpa mampu memberikan bukti
apapun yang memastikan
keberhasilannya.
Selama
bersekolah
di
sekolah hukum, dia adalah seorang work- aholic, penuh akan fantasi akan
keberhasilannya hingga tidak memiliki waktu untuk isterintya. Setelah
anak mereka lahir, David semakin sedikit menghabiskan waktu dengan
keluarganya.
Tidak lama setelah dia memliki pekerjaan yang mapan, David
menceraikan isterinya karena tidak lagi membutuhkan bantuan ekonomi
dari sang istri. Setelah perceraian tersebut, David memutuskan bahwa dia
benar-benar bebas untuk menikmati hidupnya.
Dia
menghabiskan
misalnya
menghias
uang
untuk
apaartemennya
dirinya sendiri,
sangat
suka
dengan
dengan berbagai benda-benda yang sangat
menarik perhatian. Dia juga seringkali
wanita yang sangat menarik.
berhubungan
dengan
wanita-
Dalam pergaulannya, David merasa nyaman apabila dirinya
menjadi pusat perhatian semua orang. Dia pun merasa nyaman ketika
dia berfantasi mengenai kepopuleran yang akan diraihnya, mendapatkan
suatu
penghargaan,
ataupun
memiliki
kekayaan
berlimpah.
http://nurawlia.wordpress.com/2009/11/21/gangguan-kepribadiannarsistik-2/ (sumber : Barlow & Durant, 1995).
2.2.7.5 Penanganan Gangguan Kepribadian Narcissistic
- Pendekatan yang dilakukan untuk klien
narsistik
yang
ialah
diperlukan
pendekatan
ialah
sesuai
kerjasama
fakta.
dan
yang mengalami gangguan
Dalam melakukan terapi
ajarkan klien keterampilan
perawatan diri sesuai kebutuhannya.
- Psikoterapi : dokter psikiatrik seperti Otto Kernberg dan Heinz Kohut
menganjurkan pamakaian pendekatan psikoanalitik untuk mendapatkan
perubahan; tetapi banyak penelitian yang diperlukan untuk mengabsahkan
diagnosis dan untuk menentukan terapi yang terbaik.
- Farmakoterapi : lithium telah digunakan pada pasien yang memiliki
pergeseran mood sebagai bagian dari gambaran klinis. Karena pasien
gangguan kepribadian narsistik mentoleransi penolakan secara buruk dan
adalah rentan terhadap depresi, suatu anti