Makna Kekuasaan Membentuk Undang Undang
Makna Kekuasaan Membentuk Undang-Undang Oleh
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan Menurut UndangUndang Dasar 1945
Disusun Oleh
Sarah Maratussholichah
1111111449
Fakultas Hukum
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (UNTIRTA)
Serang – Banten
2014-2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai
wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung dari pada individu
atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat itu. Masyarakat adalah suatu
kelompok manusia yang hidup dan
bekerjasama
untuk
mencapai
terkabulnya
keinginan-keinginan mereka. Masyarakat merupakan negara yang jika cara hidup yang
harus ditaati baik oleh individu maupun oleh asosiasi-asosiasi ditentukan oleh suatu
wewenang yang bersifat memaksa dan mengikat. 1 Pembentukan peraturan perundang
undangan sebagai wujud konkret pelaksanaan fungsi legislasi merupakan upaya
merealisasikan tujuan tertentu (keadilan, ketertiban, dan kepastian hukum), dalam arti
mengarahkan, mempengaruhi, pengaturan perilaku dalam konteks kemasyarakatan yang
dilakukan melalui dan dengan bersaranakan kaidah-kaidah hukum yang diarahkan
kepada perilaku warga masyarakat atau badan pemerintahan.
Bangsa Indonesia beranggapan bahwa terjadinya negara merupakan suatu
proses yang berkesinambungan. Secara ringkas, proses tersebut sebagai berikut :2
1) Perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia.
2) Proklamasi atau pintu gerbang kemerdekaan.
3) Keadaan bernegara yang nilai-nilai dasarnya adalah merdeka,
bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Dan terbentuknya negara antara lain yaitu kekuasaan tertinggi, adanya wilayah
dan adanya warga negara atau masyarakat, adanya pengakuan dari negara lain.
Negara Indonesia adalah salah satu negara yang terbentuk secara politis,
jadi
memang pada dasarnya kekuatan atau naluri politis telah mengilhami lahirnya
1
.J. Van Schmid, Ahli-Ahli Pikir Besar Tentang Negara dan Hukum, Pustaka
Sarjana, Jakarta, 1980, Hlm. 105
2
Niken Octa Silviana, Teori-teori Terbentuknya Negara, Bandung, 2010, Hlm. 7
negara ini. Paham mengenai negara ini tumbuh di Indonesia dikarenakan adanya
hubungan dengan dunia Barat melalui perdagangan yang kemudian berubah
menjadi hubungan kolonisasi. Berdasarkan hal tersebut menjadi dasar bahwa
negara Indonesia mendapat dorongan dari luar.3
Indonesia sendiri yang berdasarkan pada Pasal 1 ayat (3) UndangUndang
Dasar 1945 menegaskan bahwa, “Negara Indonesia adalah negara hukum”.
Artinya
bahwa
Negara
Kesatuan
Republik
Indonesia adalah
negara
yang
berdasar pada hukum (rechtstaat), tidak berdasar atas kekuasaan (machtstaat), dan
pemerintahan berdasarkan pada sistem konstitusi
(hukum
dasar),
bukan
absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Sebagai konsekuensi dari Pasal 1
ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, terdapat 3 (tiga) prinsip dasar wajib yang
harus dijunjung oleh setiap warga negara, yaitu supremasi hukum, kesetaraan di
hadapan hukum, dan penegakan hukum dengan cara-cara yang tidak bertentangan
dengan hukum.
Dasar negara merupakan hal yang amat penting bagi suatu negara, sebab dari
dasar negara itulah kemudian di susun UUD maupun konvensi serta peraturan
perundang-undangan lainnya sehingga setiap bentuk kegiatan dari negara itulah
haruslah selalu bersumber dari dasar negara, philosofische grondslag ,ideologi negara
atau staatside.4
Sistem pemerintahan merupakan sistem yang di miliki di suatu negara, dalam
pembentukan suatu negara pastilah memiliki sistem ,karena sistem yang mengatur
bagaimana jalannya suatu negara, negara merupakan organisasi kekuasaan dari
sekelompok manusia yang mendiami suatu wilayah, dalam wilayah tersebut terdapat
sistem pemerintahan, dimana sistem pemerintahan menunjukan bagaimana suatu
kondisi negara. Sistem pemerintahan memiliki tujuan untuk menjaga stabilitas suatu
negara. Tujuan pemerintahan negara pada umumnya didasarkan pada cita-cita atau
tujuan negara. Misalnya, tujuan pemerintahan negara Indonesia adalah melindungi
segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
3
Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perubahan Sosial, Publishing, Yogyakarta, 2009, Hlm.
179
4
Mahfud MD, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta,2001, Hlm. 3.
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Lembaga-lembaga yang berada
dalam satu sistem pemerintahan Indonesia bekerja secara bersama dan saling
menunjang untuk terwujudnya tujuan dari pemerintahan di negara Indonesia.
Sistem pemerintahan suatu negara tedapat 4 klasifikasi yakni Sistem
Presidensial, Sistem Parlementer, Sistem Quasi dan Sistem Referendum Pada
umumnya negara-negara didunia menganut salah satu dari sistem pemerintahan
tersebut. Klasifikasi sistem pemerintahan presidensial dan parlementer didasarkan
pada hubungan antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. Sistem pemerintahan disebut
parlementer apabila badan eksekutif sebagai pelaksana kekuasaan eksekutif mendapat
pengawasan langsung dari badan legislatif. Sistem pemerintahan disebut presidensial
apabila badan eksekutif berada di luar pengawasan langsung badan legislatif. Sistem
pemerintahan negara Republik Indonesia mengalami beberapa kali perubahan seiring
dengan berubahnya konstitusi yang digunakan di Indonesia.
Sekarang ini sistem pemerintahan kita menganut sistem presidensial, tetapi pada
kenyataannya dalam prakteknya sistem tersebut masih belum diimplementasikan
secara murni dan konsekuen bahwa sistem negara ini benar-benar menerapkan sistem
pemerintahan presidensial dengan presiden sebagai kepala negara dan juga sekaligus
kepala pemerintahan (dalam sistem parlementer, kepala pemerintahan dipegang oleh
perdana menteri). Dalam sistem presidensial negara Indonesia terlihat bahwa masih
belum bisa membuat pembatas yang jelas antara posisi kewenangan eksekutif dan
legislatif. Dalam konstitusi negara yang kita anut, dalam hal UUD 1945, terdapat
aturan tentang apa-apa yang menjadi kewenangan presiden, masih sering bertabrakan
dengan kekuasaan atau kewenangan yang dimiliki oleh DPR. Indonesia
adalah
negara kesatuan dengan bentuk pemerintahan republik dan menganut sistem
pemerintahan
presidensial
dimana Presiden
Negara
Republik
Indonesia
memegang kekuasaan sebagai kepala negara (head of state) dan sekaligus sebagai
kepala pemerintahan (head
of
government)
dan
mengangkat
serta
memberhentikan para menteri yang bertanggungjawab kepadanya sebagaimana yang
tercantum dalam Pasal 4 dan Pasal 17 Undang-Undang Dasar 1945.5
5
Lihat Pasal 4 dan Pasal 17 Undang-Undang Dasar 1945
Dalam sistem pemerintahan suatu negara terdapat teori pembagian dan
pemisahaan kekuasaan antara eksekutif, legislatif,dan yudikatif itu bertujuan untuk
meciptakan tata pemerintahan yang baik. Berdasarkan uraian diatas maka penulis
tertarik untuk menyusun makalah dengan judul “ Makna Kekuasaan Membentuk
Undang-Undang Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Menurut UndangUndang Dasar 1945.”
“.
1.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut diatas, maka
dirumuskanlah beberapa masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat di Indonesia dalam
Pembentukan Undang-Undang ?
2. Apakah Undang-Undang Dasar Memberikan Kekuasaan Penuh kepada DPR
untuk membentuk Undang-Undang dan Teori apa yang di gunakan dalam hal
ini ?
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian menurut
penulis adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan makna kekuasaan menbentuk
Undang-Undang oleh DPR dalam menjalankan pemerintahan.
2. Untuk
mengetahui
dan
menjelaskan
bagaimana
Undang-Undang
memberikan kekuasaan penuh kepada DPR dalam membentuk UndangUndang.
1.3 Manfaat Penelitian
Nilai suatu penelitian ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat diambil
dari penelitian tersebut. Adapun manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan suatu wacana yang diharapkan dapat berguna sebagai
pemikiran dalam mengembangkan ilmu hukum pada umumnya dan
khususnya dalam Hukum Tata Negara.
b. Bermanfaat
bagi
penulis
dalam
bidang
khususnya terutama ilmu Hukum Tata Negara.
2. Manfaat Praktek
Ilmu
Hukum
pada
Hasil penelitian ini dapat membantu memberikan pemahaman
mengenai makna kekuasaan lembaga negara dalam menjalankan
pemerintahan.
1.4 Kerangka Pemikiran
Pemerintahan berasal dari kata perintah, dimana kata perintah tersebut
mempunyai empat unsur yaitu ada dua pihak yang terkandung, yang kedua pihak
tersebut saling terkait atau memiliki hubungan, pihak yang memerintah memiliki
wewenang, dan pihak yang diperintah memiliki ketaatan.6 Apabila dalam suatu
negara kekuasaan pemerintahan, dibagi atau dipisahkan maka terdapat perbedaan
antara pemerintahan dalam arti luas dan
Pemerintahan
dalam
arti
pemerintahan
dalam
arti
sempit.
sempit hanya meliputi lembaga yang mengurusi
pelaksanaan roda pemerintahan (disebut eksekutif), sedangkan pemerintahan dalam
arti yang luas selain eksekutif, termasuk lembaga yang membuat peraturan
perundang undangan (disebut legislatif), dan yang melaksanakan peradilan (disebut
yudikatif).7
Menurut Undang-Undang Dasar 1945, Presiden di samping berkedudukan
sebagai “Kepala Negara” berkedudukan pula sebagai “Kepala Pemerintahan”.
Presiden memegang kekuasaan pemerintahan yang tertinggi di bawah Majelis
Permusyawaratan Rakyat. Presiden adalah “ Mandataris Majelis Permusyawaratan
Rakyat”. Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di
dalam ketatanegaraan Republik Indonesia, Presiden sebagai kepala pemerintahan, di
dalam menyelenggarakan tugasnya sehari-hari, dibantu oleh menteri-menteri sebagai
pembantu Presiden, Menteri-Menteri ini tidak bertanggung jawab kepada Dewan
Perwakilan Rakyat, sebagai pembantu Presiden Menteri-Menteri diangkat dan di
berhentikan atas kehendak Presiden sendiri.8
Menurut Montesquieu dengan ajaran Trias Politica bahwa kekuasaan
negara dipisahkan menjadi tiga yakni eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang
masing-masingkekuasaan itu dilaksanakan oleh suatu badan yang berdiri sendiri,
maka hal ini akan menghilangkan kemungkinan timbulnya tindakan sewenang6
S. Pamuji, Perbandingan Pemerintahan, Bina Aksara, Jakarta, 1988, hlm. 3.
Inu Kencana Syafiie, Pengantar Ilmu Pemerintahan, cetakan ketiga, Refika
Aditama, Bandung, 2005, hlm. 21-22.
8
Joeniarto, Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta, 1996, Hlm. 41-42
7
wenang dari seorang penguasa. Ketiga badan tersebut harus ada dalam suatu
negara, dengan parlemen/legislatif sebagai perwakilan rakyat dan sebagai pelaksana
kedaulatan rakyat.
BAB II
Kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat di Indonesia dalam
Pembentukan Undang-Undang
2.1 Dewan Perwakilan Rakyat dan Kekuasannya dalam Pembentukan UU
Dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 secara tegas dinyatakan bahwa negara
Republik Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum. Itu berarti, hukum
bukanlah sekedar produk yang dibentuk oleh lembaga tertinggi dan/atau lembaga
tinggi negara saja, tetapi hukum juga yang mendasari dan mengarahkan tindakantindakan lembaga-lembaga tersebut. Hukum adalah dasar dan pemberi petunjuk bagi
semua aspek kegiatan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan. Lembaga
legislatif adalah parlemen yang merupakan pembuat undang-undang sesuai dengan
kehendak rakyat. Di dalam negara demokrasi, rakyatlah yang menentukan hukum
melalui wakil-wakilnya di parlemen yang dipilih langsung oleh rakyat sendiri.
Kehendak mayoritas rakyat di dalam negara demokrasi menjadi kehendak negara,
bahkan bisa menjadi hukum negara tanpa harus dipersoalkan baik buruknya Jadi
kehendak rakyat menjadi sumber hukum yang mengikat Pengembangan ilmu di bidang
perundangundangan dapat mendorong fungsi pembentukan peraturan perundangundangan yang sangat diperlukan kehadirannya, oleh karena di dalam negara yang
berdasar atas hukum modern (verzorgingsstaat), tujuan utama dari pembentukan
undang-undang bukan lagi untuk menciptakan kodifikasi bagi norma-norma dan
nilai-nilai kehidupan yang sudah mengendap dalam masyarakat, akan tetapi untuk
menciptakan modifikasi atau perubahan dalam kehidupan masyarakat9
Dewan perwakilan rakyat atau DPR termasuk ke dalam cabang kekuasaan
Legislatif yaitu memiliki fungsi sebagai pengatur, dimana dalam pengaturan kekuasaan
legislatif ini merupakan cerminan kedaulatan rakyat. Kewenangan dalam menetapkan
suatu aturan pertama diberikan kepada lembaga perwakilan rakyat atau parlemen atau
lembaga legislatif. Dalam hal ini ada 3 hal penting yang harus diatur oleh para wakil
rakyat melalui parlemen yaitu : 10
9
Wahyu Nugroho, Menyusun Undang-Undang yang Responsif dan Partisipatif
Berdasarkan Cita Hukum Pancasila, Jurnal Legislasi Indonesia Vol. 10 No. 3,2013.
10
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Rajawali Pers, Jakarta,2012, Hlm.299.
a. Pengaturan yang dapat mengurangi hak dan kebebasan warga negara.
b. Pengaturan yang dapat membebani harta kekayaan warga negara.
c. Pengaturan mengenai pengeluaran-pengeluaran oleh penyelenggara
negara.
Pengaturan mengenai ketiga hal tersebut harus dilakukan dengan persetujuan
warga negaranya sendiri dengan cara melalui perantara wakil-wakil mereka di
parlemen sebagai wakil rakyat.
Fungsi pengaturan ini terwujud dalam fungsi pembuatan undang-undang,
fungsi pengaturan ini berkenaan dengan kewenangan untuk menentukan peraturan
yang mengikat warga negara dengan norma-norma hukum yang mengikat dan
membatasi, dengan demikian kewenangan ini utamanya hanya dapat dilakukan
sepanjang rakyat sendiri menyetujui untuk di ikat dengan norma hukum yang di
maksud sebab cabang kekuasaan di anggap berhak mengatur pada dasarnya adalah
lembaga perwakilan rakyat, maka peraturan yang paling tinggi di bawah undangundang dasar haruslah dibuat dan di tetapkan oleh parlemen dengan persetujuan
bersama dengan eksekutif.11 Dalam sistem UUD 1945, peraturan inilah yang
dinamakan undang-undang yang di bentuk oleh DPR atas persetujuan bersama dengan
Presiden.
Selain itu, fungsi legislatif juga menyangkut empat bentuk kegiatan yaitu :12
a. Prakarsa pembuatan undang-undang (Legislative intiation).
b. Pembahasan rancangan undang-undang (Law making process).
c. Persetujuan atas pengesahan rancangan undang-undang (Law enactment
approval).
d. Pemberian persetujuan pengikatan atau ratifikasi atas perjanjian atau
persetujuan internasional dari dokumen-dokumen hukum yang mengikat
lainnya (Binding decision making on international aggrement and treaties
or other legal binding documents).
Dalam hal pembentukan UU apakah UUD 1945 memberikan hak penuh
terhadap lembaga legislatif yaitu DPR dalam pembentukan UU jawabannya adalah
Undang-undang dasar tidak memberikan hak penuh kepada DPR dalam pembuatan
11
12
Ibid.,
Ibid.,
Undang-undang, dalam UUD di sebutkan bahwa Presiden sebagai lembaga eksekutif
berperan juga terhadap pembuatan rancangan Undang-undang yang akan di buat,
tugas Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan yaitu mengesahkan
dan di mintai persetujuan bersama DPR, apabila dalam pembuatan Undang-undang
tidak ada persetujuan dari salah satu pihak semisalnya Presiden maka Undang-undang
tidak dapat di sahkan atau batal demi hukum.
2.2 Teori Pembagian dan Teori Pemisahan Kekuasaan
Pemerintahan berasal dari kata perintah, dimana kata perintah tersebut
mempunyai empat unsur yaitu ada dua pihak yang terkandung, yang kedua pihak
tersebut saling terkait atau memiliki hubungan, pihak yang memerintah memiliki
wewenang, dan pihak yang diperintah memiliki ketaatan.13 Apabila dalam suatu
negara kekuasaan pemerintahan, dibagi atau dipisahkan maka terdapat perbedaan
antara pemerintahan dalam arti luas dan
Pemerintahan
dalam
arti
pemerintahan
dalam
arti
sempit.
sempit hanya meliputi lembaga yang mengurusi
pelaksanaan roda pemerintahan (disebut eksekutif), sedangkan pemerintahan dalam
arti yang luas selain eksekutif, termasuk lembaga
yang membuat peraturan
perundangundangan (disebut legislatif), dan yang melaksanakan peradilan (disebut
yudikatif).14
Menurut
C.F. Strong dalam bukunya
Modern Political Constitution
mengatakan: 15
Government in the broader sense, is changed with the maintenance of the
peace and security of state with in and with out. It must therefore, have first
military power or the control of armed forces, secondly legislative power or the
means of making law, thirdly financial power of the ability to extract sufficient
money from the community to defray the cost of defending of state and of enforcing
the law it makes on the state behalf. Maksudnya pemerintahan dalam arti luas
mempunyai kewenangan untuk memelihara kedamaian dan keamanan negara, ke
dalam dan keluar. Oleh karena itu, pertama harus mempunyai kekuatan militer
13
S. Pamuji, Op.,Cit hlm. 3.
Inu Kencana Syafiie., Op.,Cit., Hlm 21-22
15
Ibid, hal. 22.
14
atau kemampuan untuk mengendalikan angkatan perang, yang kedua, harus
mempunyai kekuatan legislatif atau dalam arti pembuatan undang-undang, yang
ketiga, harus mempunyai kekuatan finansial atau kemampuan untuk mencukupi
keuangan masyarakat dalam rangka membiayai biaya keberadaan negara dalam
menyelenggarakan
peraturan,
hal
tersebut
dalam
rangka penyelenggaraan
kepentingan negara.
Berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 Indonesia adalah negara yang
menerapkan sistem pemerintahan presidensial. Namun dalam perjalannannya,
Indonesia pernah menerapkan sistem pemerintahan parlementer karena kondisi dan
alasan yang ada pada masa itu. Sistem ketatanegaraan Republik Indonesia menurut
Undang-Undang Dasar 1945, tidak menganut suatu sistem dari negara manapun,
tetapi adalah suatu sistem khas yang menurut kepribadian Bangsa Indonesia. Dapat
terlihat dari waktu perencanaan, penetapan, dan pengesahan Undang-Undang Dasar.
Menurut Undang-Undang Dasar 1945, Presiden di samping berkedudukan
sebagai “Kepala Negara” berkedudukan pula sebagai “Kepala Pemerintahan”.
Presiden memegang kekuasaan pemerintahan yang tertinggi di bawah Majelis
Permusyawaratan Rakyat. Presiden adalah “ Mandataris Majelis Permusyawaratan
Rakyat”. Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di
dalam ketatanegaraan Republik Indonesia, Presiden sebagai kepala pemerintahan, di
dalam menyelenggarakan tugasnya sehari-hari, dibantu oleh menteri-menteri sebagai
pembantu Presiden, Menteri-Menteri ini tidak bertanggung jawab kepada Dewan
Perwakilan Rakyat, sebagai pembantu Presiden Menteri-Menteri diangkat dan di
berhentikan atas kehendak Presiden sendiri.16
Dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat menurut sistem ketatanegaraan UUD
1945 memberikan persetujuan kepada Presiden di dalam membuat UUD,selain dari
pada itu Presiden sebagai Kepala Pemerintahan,di dalam menjalankan kekuasaan
Pemerintahan harus bertunduk kepada ketentuan-ketentuan UUD dan harus pula
tertunduk kepada keputusan dari Majelis Permusyawaratan Rakyat. Dan dalam
pemerintahan
ini
Dewan
Perwakilan
Rakyat
tidak
dapat
meminta
pertanggungjawaban kepada Presiden dan Menteri-Menterinya. Apabila Presiden
melanggar ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Dasar maka Majelis
16
Joeniarto, Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta, 1996, Hlm. 41-42
Permusyawaratan Rakyat dapat meminta untuk di adakannya sidang MPR untuk di
minta pertanggungjawaban Presiden.
Dari teori sistem pemerintahan terdapat teori pembagian dan pemisahan
kekuasaan, kekuasaan itu adalah ciptaan sekumpulan orang yang paling kuat dan
berkuasa, permasalahan pembatasan kekuasaan (limitation of power) berkaitan erat
dengan teori pemisahan (separation of power) dan teori pembagian kekuasaan
(division of power atau distribution of power). Penggunaan istilah, division of power,
separation of power, distribution of power, dan allocation of power, memiliki nuansa
yang sebanding dengan pembagian kekuasaan, pemisahan kekuasaan, pemilihan
kekuasaan ,dan distribusi kekuasaan. Pada umumnya doktrin pemisahan kekuasaan
(separation of power) atau pembagian kekuasaan dianggap berasal dari Montesquieu
dengan trias politica-nya.17 Konsep trias politica yang membagi kekuasaan negara
dalam tiga cabang kekuasaan, yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif, padangan
Montesquieu inilah yang kemudian dijadikan rujukan doktrin separation of power
dizaman sesudahnya. Istilah “pemisahan kekuasaan” dalam bahasa Indonesia
merupakan terjemahan perkataan separation of power berdasarkan teori trias politica
atau tiga fungsi kekuasaan, yang dalam pandangannya montesqieu harus dibedakan
dan dipisahkan secara struktural dalam organ-organ yang tidak saling mencampuri
urusan masing-masing.18
Dalam pengalaman ketatanegaraan Indonesia, Istilah “pemisahan kekuasaan”
(separation of power) itu sendiri cenderung dikonotasikan dengan pendapat
Montesquieu secara absolut. Konsep pemisahan kekuasaan tersebut dibedakan secara
diamentral dari konsep pembagian kekuasaan (division of power) yang dikaitkan
dengan sistem supremasi MPR yang secara mutlak menolak ide pemisahan kekuasaan
ala trias politica Montesquieu.19
BAB III
17
Jimly Asshiddiqie, Op,Cit, Hlm.284-285.
Ibid.,Hlm 285.
19
Ibid., Hlm 290.
18
Pengaturan Mengenai Kekuasaan DPR dalam
Pembentukan UU
Terkait dalam pembahasan ini ada dasar-dasar hukum mengenai bagaimana
kekuasaan DPR dalam pembentukan undang-undang terdapat dalam Pasal 20 ayat 1
yang berbunyi “ Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk
Undang-Undang” dan dalam Pasal 20 ayat 2 berbunyi “ Setiap rancangan undangundang di bahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat
persetujuan bersama”. Dalam pasal lain juga menyebutkan selain DPR yang
mempunyai kekuasaan dalam pembentukan Undang-Undang ternyata Presiden juga
memiliki hak dalam membuat rancangan Undang-undang seperti yang tercantum
dalam Bab III tentang kekuasaan pemerintah negara Pasal 5 ayat 1 yang berbunyi
“Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan
Rakyat”
BAB IV
Makna Kekuasaan Membentuk Undang-Undang Oleh
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan Menurut Undang-Undang Dasar 1945
4.1 Analisis Teoritis
Dalam hal ini pembagian kekuasaan ada yang bersifat horizontal dan
vertikal, penggunaan istilah pembagian dan pemisahan kekuasaan itu dalam
dua konteks yang berbeda, yaitu konteks hubungan kekuasaan bersifat vertikal
dan horizontal dalam konteks vertikal pemisahan kekuasaan atau pembagian
kekuasaan di maksudkan untuk membedakan antara kekuasaan pemerintah
atasan dan kekuasaan pemerintah bawahan, yaitu antara pemerintahan federal
dan negara bagian dalam negara federal atau di antara pemerintah pusat atau
pemerintah provinsi dalam negara kesatuan. Perspektif vertikal dan horizontal
ini juga dapat di pakai untuk membedakan antara konsep pembagian
kekuasaan yang di anut di indonesia,sebelum perubahan UUD 1945 yaitu
bahwa kedaulatan atau kekuasaan tertinggi di anggap berada ditangan rakyat
dan di jelmakan dalam MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Sistem yang di
anut oleh UUD 1945 sebelum perubahan itu dapat dianggap sebagai
pembagian kekuasaan dalam konteks pengertian yang bersifat vertikal
sedangkan sekarang setelah perubahan ke 4 sistem yang di anut oleh UUD
1945 adalah sistem pemisahan kekuasaan berdasarkan prinsip check and
balance.20
Berbicara mengenai makna kekuasaan lembaga legislatif dalam
pembentukan undang-undang pasti berkaitan dengan lembaga eksekutif dan
sistem pemerintahan di negara ini, Diketahui bersama bahwa secara teori
sistem pemerintahan terbagi menjadi 2 (dua), yaitu sistem pemerintahan
parlementer (parliamentary system) dan sistem pemerintahan presidensial
(presidential system ). Walaupun dalam tatanan implementasinya ada sistem
pemerintahan yang bersifat campuran (hybrid system). Pada prinsipnya sistem
pemerintahan itu mengacu pada bentuk hubungan antara lembaga legislatif
20
Jimly Asshiddiqie, Op.,Cit., Hlm 289
dengan lembaga eksekutif. Pemberlakuan sistem pemerintahan terhadap suatu
negara tergantung pada kebutuhan, faktor sejarah dan kondisi sosio-politik
suatu negara.Sistem parlementer adalah sistem yang menekankan parlemen
sebagai subjek pemerintahan, sementara sistem presidensial menekankan
peran presiden (eksekutif) sebagai subjek pemerintahan.21Keduanya memiliki
latar belakang berbeda yang menyebabkan berbeda pula dalam norma dan
tatacara
penyelenggaraan
pemerintahannya.
Karakter
pemerintahan
parlementer adalah pada dasarnya dominannya posisi parlemen terhadap
eksekutif. sementara karakter sistem presidensial adalah pada dominannya
peran presiden dalam sistem ketatanegaraan. Sistem parlementer dan sistem
presidensial adalah dua hal yang berbeda, bukan merupakan tesis ataupun
antitesa yang melahirkan sintesa.22
Namun demikian sekarang setelah UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan,
dapat dikatakan bahwa sistem konstitusi kita telah menganut doktrin pemisahan
kekuasaan secara nyata dan beberapa bukti mengenai hal ini antara lain : 23
1) Adanya pergeseran kekuasaan legislatif dari tangan presiden ke DPR.
Bandingkan antara ketentuan pasal 5 ayat (1) UUD 1945 sebelum
perubahan dengan pasal 5 ayat (1) dan pasal 20 ayat (1) UUD 1945 setelah
perubahan.
Kekuasaan
untuk
membentuk
undang-undang
yang
sebelumnya berada di tangan Presiden, sekarang beralih ke Dewan
Perwakilan Rakyat.
2) Di adopsikannya sistem pengujian konstitusional atas undang-undang
sebagai produk legislatif oleh Mahkamah Konstitusi.sebelumnya tidak di
kenal adanya mekanisme semacam itu karena pada pokoknya undangundang tidak dapat di ganggu gugat dimana hakim di anggap hanya dapat
menerapkan undang-undang dan tidak boleh menilai undang-undang.
3) Di akuinya bahwa lembaga pelaku kedaulatan rakyat itu tidak hanya
terbatas pada MPR, melainkan semua lembaga negara baik secara
langsung atau tidak langsung merupakan penjelmaan kedaulatan rakyat.
Presiden, anggota DPR, dan DPD sama-sama dipilih secara langsungoleh
21
Endarman Ranadideksa, Arsitektur konstitusi demokratik mengapa ada negara yang gagal melaksanakan
demokrasi, Fokusmedia, Jakarta, 2007, Hlm.100
22
Ibid.,Hlm 101.
23
Ibid., Hlm 291.
rakyat dan karena itu sama-sama merupakan pelaksana langsung prinsip
kedaulatan rakyat.
4) Dengan demikian, MPR juga tidak berstatus sebagai lembaga tertinggi
negara, melainkan merupakan lembaga (tinggi) negara yang sama
derajatnya dengan lembaga-lembaga (tinggi) negara lainnya,seperti
Presiden, DPR,DPD,MK,MA.
5) Hubungan-hubungan antarlembaga (tinggi) negara itu bersifat saling
mengendalikan satu sama lain sesuai dengan prinsip checks and balance.
Dari ke 5 ciri tersebut di ata, dapat di ketahui bahwa UUD 1945 tidak lagi
dapat di katakan menganut prinsip pembagian kekuasaan yang bersifat vertikal,tetapi
juga tidak menganut paham trias politica Montesqieu yang memisahkan cabangcabang kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif secara mutlak tanpa diiringi oleh
hubungan saling mengendalikan satu sama lain.24
Terkait dalam pasal 20 ayat 1 mengenai pembentukan undang-undang oleh
DPR terdapat suatu nilai konstitusi, dimana nilai konstitusi terbagi menjadi 3 yaitu
nilai semantik suatu konstitusi mempunyai nilai semantik jika konstitusi tersebut
secara hukum tetap berlaku, namun dalam kenyataannya adalah sekedar untuk
memberikan bentuk dari tempat yang telah ada, dan dipergunakan untuk
melaksanakan kekuasaan politik. Jadi, konstitusi hanyalah sekedar istilah saja
sedangkan pelaksanaannya hanya dimaksudkan untuk kepentingan pihak penguasa,
lalu ada nilai nominal konstitusi yang mempunyai nilai nominal berarti secara hukum
konstitusi itu berlaku, tetapi kenyataannya kurang sempurna, sebab pasal-pasal
tertentu dari konstitusi tersebut dalam kenyataannya tidak berlaku, dan ada nilai
Normatif suatu konstitusi yang telah resmi diterima oleh suatu bangsa dan bagi
mereka konstitusi tersebut bukan hanya berlaku dalam arti hukum, akan tetapi juga
merupakan suatu kenyataan yang hidup dalam arti sepenuhnya diperlukan dan efektif.
Dengan kata lain, konstitusi itu dilaksanakn secara murni dan konsekuen. Dan Pasal
20 ayat 1 tersebut termasuk kedalam nilai konstitusi bersifat nominal karena di sebut
berkuasa namun dalam prakteknya tidak, Indonesia menganut sistem pemerintahan
Presidensil namun dalam UU Pasal 20 ayat 2 menyebutkan ada campur tangan
Presiden sebagai lembaga eksekutif dalam pembuatan undang-undang dan hal
tersebut termasuk kedalam ciri sistem pemerintahan Parlementer.
24
Ibid.,Hlm 292.
Indonesia tidak sepenuhnya menganut sistem pemerintaha Presidensil karena
eksekutif masih masuk ke dalam legislatif dan hal tersebut merupakan ciri dari sistem
pemerintahan parlementer.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori sistem pemerintahan terdapat teori pembagian dan pemisahan
kekuasaan, kekuasaan itun adalah ciptaan sekumpulan orang yang paling kuat dan
berkuasa, permasalahan pembatasan kekuasaan (limitation of power) berkaitan erat
dengan teori pemisahan (separation of power) dan teori pembagian kekuasaan
(division of power atau distribution of power). Secara teori sistem pemerintahan
terbagi menjadi 2 (dua), yaitu sistem pemerintahan parlementer (parliamentary
system) dan sistem pemerintahan presidensial (presidential system ). Walaupun dalam
tatanan implementasinya ada sistem pemerintahan yang bersifat campuran (hybrid
system). Pada prinsipnya sistem pemerintahan itu mengacu pada bentuk hubungan
antara
lembaga
legislatif
denganlembaga
eksekutif.Pemberlakuan
sistem
pemerintahan terhadap suatu negara tergantung pada kebutuhan, faktor sejarah dan
kondisi sosio-politik suatu negara.
Fungsi legislasi merupakan fungsi pembentukan undang-undang. Dengan
doktrin pemisahan kekuasaan, kekuasaan legislatif dan eksekutif dipisahkan secara
tegas antara fungsi dan lembaganya.Namun praktek di beberapa negara, pemisahan
seperti itu tidak mutlak diterapkan.Dalam sistem presidensil, seperti di Indonesia
dan
Amerika
keterlibatan
terdapat
Presiden
ketatanegaraan
perbedaan yang
dalam
sangat
pembentukan
Indonesia, bahwa
pemegang
mencolok
terutama
undangundang. Dalam
fungsi
legislasi
dalam
struktur
adalah Dewan
Perwakilan Rakyat yang dilakukan secara bersama-sama dengan Presiden untuk
mendapatkan persetujuan bersama.Apabila tidak mendapatkan persetujuan bersama
maka RUU tersebut tidak dapat menjadi undang undang.
Sekarang ini sistem pemerintahan kita menganut sistem presidensial, tetapi
pada kenyataannya dalam prakteknya sistem tersebut masih belum diimplementasikan
secara murni dan konsekuen bahwa sistem negara ini benar-benar menerapkan sistem
pemerintahan presidensial dengan presiden sebagai kepala negara dan juga sekaligus
kepala pemerintahan (dalam sistem parlementer, kepala pemerintahan dipegang oleh
perdana menteri). Dalam sistem presidensial negara Indonesia terlihat bahwa masih
belum bisa membuat pembatas yang jelas antara posisi kewenangan eksekutif dan
legislatif. Dalam konstitusi negara yang kita anut, dalam hal UUD 1945, terdapat
aturan tentang apa-apa yang menjadi kewenangan presiden, masih sering bertabrakan
dengan kekuasaan atau kewenangan yang dimiliki oleh DPR. Indonesia
adalah
negara kesatuan dengan bentuk pemerintahan republik dan menganut sistem
pemerintahan
presidensial
dimana Presiden
Negara
Republik
Indonesia
memegang kekuasaan sebagai kepala negara (head of state) dan sekaligus sebagai
kepala pemerintahan (head
of
government)
dan
mengangkat
serta
memberhentikan para menteri yang bertanggungjawab kepadanya sebagaimana yang
tercantum dalam Pasal 4 dan Pasal 17 Undang-Undang Dasar 1945.
B. Saran
Sistem pemerintahan parlementer tetap dianut di indonesia kalau kita melihat
UUD RI Tahun 1945 dalam perspektif teori Montesqieu bahwa antar legeslatif yakni
DPR dan Eksekutif yakni Presiden tidak ada pemisahan yang tegas antara keduanya.
tetapi kita tidak dapat berkesimpulan bahwa sistem pemerintahan indonesia menganut
sistem parlementer karena banyaknya Pasal-pasal dalam UUD RI Tahun 1945 yang
membenarkan bahwa besarnya kedudukan dan kewenangan Presiden sebagai Subjek
Pemerintahan yang kuat dalam Konstitusi indonesia. kita juga tidak dapat mengatakan
bahwa sistem pemerintahan indonesia menganut sistem campuran, karena menurut
saya bahwa setiap negara mempunyai ciri khas masing-masing dalam praktek
katatanegaraannya. Dan indonesia mempunyai ciri tersendiri dalam sistem
pemerintahannya yang bersifat presidensial dan demikian juga negara lain. Jadi
sampai saat ini sistem Pemerintahan indonesia lebih cenderung kepada Sistem
Pemerintahan Presidensial. Dan terlebih lagi harus ada kejelasan dalam UUD
bagaimana peran kepala negara agar tugas dan wewenangnya tidak tumpang tindih
oleh tugas dan weweang DPR.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
.J. Van Schmid, 1980, Ahli-Ahli Pikir Besar Tentang Negara dan Hukum,
Pustaka
Sarjana, Jakarta.
Niken Octa Silviana, 2010, Teori-teori Terbentuknya Negara, Bandung,.
Satjipto Rahardjo, 2009, Hukum dan Perubahan Sosial, Publishing, Yogyakarta.
Mahfud MD, 2001,Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Rineka Cipta,
Jakarta.
S. Pamuji, 1988, Perbandingan Pemerintahan, Bina Aksara, Jakarta.
Inu Kencana Syafiie, 2005, Pengantar Ilmu Pemerintahan, cetakan ketiga,
Refika
Aditama, Bandung.
Joeniarto, 1996,Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta.
Jimly Asshiddiqie, 2007, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca
Reformasi,
PT. Buana Ilmu Populer, Jakarta.
Endarman Ranadideksa, 2007, Arsitektur konstitusi demokratik mengapa ada negara
yang gagal melaksanakan demokrasi, Fokusmedia, Jakarta.
Jimly Asshiddiqie,2012, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Rajawali Pers,
Jakarta.
WebSite :
Sofian Effendi, Mencari Sistem Pemerintahan
Negara, http://sofian.staff.ugm.ac.id/artikel/Effendi—Mencari-Sistem-PemerintahanNegara.pdf , dikunjungi tanggal 29/11/2014.
Wahyu Nugroho, Menyusun Undang-Undang yang Responsif dan
Partisipatif Berdasarkan Cita Hukum Pancasila, Jurnal Legislasi
Indonesia Vol. 10 No. 3,2013.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan Menurut UndangUndang Dasar 1945
Disusun Oleh
Sarah Maratussholichah
1111111449
Fakultas Hukum
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (UNTIRTA)
Serang – Banten
2014-2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai
wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung dari pada individu
atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat itu. Masyarakat adalah suatu
kelompok manusia yang hidup dan
bekerjasama
untuk
mencapai
terkabulnya
keinginan-keinginan mereka. Masyarakat merupakan negara yang jika cara hidup yang
harus ditaati baik oleh individu maupun oleh asosiasi-asosiasi ditentukan oleh suatu
wewenang yang bersifat memaksa dan mengikat. 1 Pembentukan peraturan perundang
undangan sebagai wujud konkret pelaksanaan fungsi legislasi merupakan upaya
merealisasikan tujuan tertentu (keadilan, ketertiban, dan kepastian hukum), dalam arti
mengarahkan, mempengaruhi, pengaturan perilaku dalam konteks kemasyarakatan yang
dilakukan melalui dan dengan bersaranakan kaidah-kaidah hukum yang diarahkan
kepada perilaku warga masyarakat atau badan pemerintahan.
Bangsa Indonesia beranggapan bahwa terjadinya negara merupakan suatu
proses yang berkesinambungan. Secara ringkas, proses tersebut sebagai berikut :2
1) Perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia.
2) Proklamasi atau pintu gerbang kemerdekaan.
3) Keadaan bernegara yang nilai-nilai dasarnya adalah merdeka,
bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Dan terbentuknya negara antara lain yaitu kekuasaan tertinggi, adanya wilayah
dan adanya warga negara atau masyarakat, adanya pengakuan dari negara lain.
Negara Indonesia adalah salah satu negara yang terbentuk secara politis,
jadi
memang pada dasarnya kekuatan atau naluri politis telah mengilhami lahirnya
1
.J. Van Schmid, Ahli-Ahli Pikir Besar Tentang Negara dan Hukum, Pustaka
Sarjana, Jakarta, 1980, Hlm. 105
2
Niken Octa Silviana, Teori-teori Terbentuknya Negara, Bandung, 2010, Hlm. 7
negara ini. Paham mengenai negara ini tumbuh di Indonesia dikarenakan adanya
hubungan dengan dunia Barat melalui perdagangan yang kemudian berubah
menjadi hubungan kolonisasi. Berdasarkan hal tersebut menjadi dasar bahwa
negara Indonesia mendapat dorongan dari luar.3
Indonesia sendiri yang berdasarkan pada Pasal 1 ayat (3) UndangUndang
Dasar 1945 menegaskan bahwa, “Negara Indonesia adalah negara hukum”.
Artinya
bahwa
Negara
Kesatuan
Republik
Indonesia adalah
negara
yang
berdasar pada hukum (rechtstaat), tidak berdasar atas kekuasaan (machtstaat), dan
pemerintahan berdasarkan pada sistem konstitusi
(hukum
dasar),
bukan
absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Sebagai konsekuensi dari Pasal 1
ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, terdapat 3 (tiga) prinsip dasar wajib yang
harus dijunjung oleh setiap warga negara, yaitu supremasi hukum, kesetaraan di
hadapan hukum, dan penegakan hukum dengan cara-cara yang tidak bertentangan
dengan hukum.
Dasar negara merupakan hal yang amat penting bagi suatu negara, sebab dari
dasar negara itulah kemudian di susun UUD maupun konvensi serta peraturan
perundang-undangan lainnya sehingga setiap bentuk kegiatan dari negara itulah
haruslah selalu bersumber dari dasar negara, philosofische grondslag ,ideologi negara
atau staatside.4
Sistem pemerintahan merupakan sistem yang di miliki di suatu negara, dalam
pembentukan suatu negara pastilah memiliki sistem ,karena sistem yang mengatur
bagaimana jalannya suatu negara, negara merupakan organisasi kekuasaan dari
sekelompok manusia yang mendiami suatu wilayah, dalam wilayah tersebut terdapat
sistem pemerintahan, dimana sistem pemerintahan menunjukan bagaimana suatu
kondisi negara. Sistem pemerintahan memiliki tujuan untuk menjaga stabilitas suatu
negara. Tujuan pemerintahan negara pada umumnya didasarkan pada cita-cita atau
tujuan negara. Misalnya, tujuan pemerintahan negara Indonesia adalah melindungi
segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
3
Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perubahan Sosial, Publishing, Yogyakarta, 2009, Hlm.
179
4
Mahfud MD, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta,2001, Hlm. 3.
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Lembaga-lembaga yang berada
dalam satu sistem pemerintahan Indonesia bekerja secara bersama dan saling
menunjang untuk terwujudnya tujuan dari pemerintahan di negara Indonesia.
Sistem pemerintahan suatu negara tedapat 4 klasifikasi yakni Sistem
Presidensial, Sistem Parlementer, Sistem Quasi dan Sistem Referendum Pada
umumnya negara-negara didunia menganut salah satu dari sistem pemerintahan
tersebut. Klasifikasi sistem pemerintahan presidensial dan parlementer didasarkan
pada hubungan antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. Sistem pemerintahan disebut
parlementer apabila badan eksekutif sebagai pelaksana kekuasaan eksekutif mendapat
pengawasan langsung dari badan legislatif. Sistem pemerintahan disebut presidensial
apabila badan eksekutif berada di luar pengawasan langsung badan legislatif. Sistem
pemerintahan negara Republik Indonesia mengalami beberapa kali perubahan seiring
dengan berubahnya konstitusi yang digunakan di Indonesia.
Sekarang ini sistem pemerintahan kita menganut sistem presidensial, tetapi pada
kenyataannya dalam prakteknya sistem tersebut masih belum diimplementasikan
secara murni dan konsekuen bahwa sistem negara ini benar-benar menerapkan sistem
pemerintahan presidensial dengan presiden sebagai kepala negara dan juga sekaligus
kepala pemerintahan (dalam sistem parlementer, kepala pemerintahan dipegang oleh
perdana menteri). Dalam sistem presidensial negara Indonesia terlihat bahwa masih
belum bisa membuat pembatas yang jelas antara posisi kewenangan eksekutif dan
legislatif. Dalam konstitusi negara yang kita anut, dalam hal UUD 1945, terdapat
aturan tentang apa-apa yang menjadi kewenangan presiden, masih sering bertabrakan
dengan kekuasaan atau kewenangan yang dimiliki oleh DPR. Indonesia
adalah
negara kesatuan dengan bentuk pemerintahan republik dan menganut sistem
pemerintahan
presidensial
dimana Presiden
Negara
Republik
Indonesia
memegang kekuasaan sebagai kepala negara (head of state) dan sekaligus sebagai
kepala pemerintahan (head
of
government)
dan
mengangkat
serta
memberhentikan para menteri yang bertanggungjawab kepadanya sebagaimana yang
tercantum dalam Pasal 4 dan Pasal 17 Undang-Undang Dasar 1945.5
5
Lihat Pasal 4 dan Pasal 17 Undang-Undang Dasar 1945
Dalam sistem pemerintahan suatu negara terdapat teori pembagian dan
pemisahaan kekuasaan antara eksekutif, legislatif,dan yudikatif itu bertujuan untuk
meciptakan tata pemerintahan yang baik. Berdasarkan uraian diatas maka penulis
tertarik untuk menyusun makalah dengan judul “ Makna Kekuasaan Membentuk
Undang-Undang Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Menurut UndangUndang Dasar 1945.”
“.
1.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut diatas, maka
dirumuskanlah beberapa masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat di Indonesia dalam
Pembentukan Undang-Undang ?
2. Apakah Undang-Undang Dasar Memberikan Kekuasaan Penuh kepada DPR
untuk membentuk Undang-Undang dan Teori apa yang di gunakan dalam hal
ini ?
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian menurut
penulis adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan makna kekuasaan menbentuk
Undang-Undang oleh DPR dalam menjalankan pemerintahan.
2. Untuk
mengetahui
dan
menjelaskan
bagaimana
Undang-Undang
memberikan kekuasaan penuh kepada DPR dalam membentuk UndangUndang.
1.3 Manfaat Penelitian
Nilai suatu penelitian ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat diambil
dari penelitian tersebut. Adapun manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan suatu wacana yang diharapkan dapat berguna sebagai
pemikiran dalam mengembangkan ilmu hukum pada umumnya dan
khususnya dalam Hukum Tata Negara.
b. Bermanfaat
bagi
penulis
dalam
bidang
khususnya terutama ilmu Hukum Tata Negara.
2. Manfaat Praktek
Ilmu
Hukum
pada
Hasil penelitian ini dapat membantu memberikan pemahaman
mengenai makna kekuasaan lembaga negara dalam menjalankan
pemerintahan.
1.4 Kerangka Pemikiran
Pemerintahan berasal dari kata perintah, dimana kata perintah tersebut
mempunyai empat unsur yaitu ada dua pihak yang terkandung, yang kedua pihak
tersebut saling terkait atau memiliki hubungan, pihak yang memerintah memiliki
wewenang, dan pihak yang diperintah memiliki ketaatan.6 Apabila dalam suatu
negara kekuasaan pemerintahan, dibagi atau dipisahkan maka terdapat perbedaan
antara pemerintahan dalam arti luas dan
Pemerintahan
dalam
arti
pemerintahan
dalam
arti
sempit.
sempit hanya meliputi lembaga yang mengurusi
pelaksanaan roda pemerintahan (disebut eksekutif), sedangkan pemerintahan dalam
arti yang luas selain eksekutif, termasuk lembaga yang membuat peraturan
perundang undangan (disebut legislatif), dan yang melaksanakan peradilan (disebut
yudikatif).7
Menurut Undang-Undang Dasar 1945, Presiden di samping berkedudukan
sebagai “Kepala Negara” berkedudukan pula sebagai “Kepala Pemerintahan”.
Presiden memegang kekuasaan pemerintahan yang tertinggi di bawah Majelis
Permusyawaratan Rakyat. Presiden adalah “ Mandataris Majelis Permusyawaratan
Rakyat”. Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di
dalam ketatanegaraan Republik Indonesia, Presiden sebagai kepala pemerintahan, di
dalam menyelenggarakan tugasnya sehari-hari, dibantu oleh menteri-menteri sebagai
pembantu Presiden, Menteri-Menteri ini tidak bertanggung jawab kepada Dewan
Perwakilan Rakyat, sebagai pembantu Presiden Menteri-Menteri diangkat dan di
berhentikan atas kehendak Presiden sendiri.8
Menurut Montesquieu dengan ajaran Trias Politica bahwa kekuasaan
negara dipisahkan menjadi tiga yakni eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang
masing-masingkekuasaan itu dilaksanakan oleh suatu badan yang berdiri sendiri,
maka hal ini akan menghilangkan kemungkinan timbulnya tindakan sewenang6
S. Pamuji, Perbandingan Pemerintahan, Bina Aksara, Jakarta, 1988, hlm. 3.
Inu Kencana Syafiie, Pengantar Ilmu Pemerintahan, cetakan ketiga, Refika
Aditama, Bandung, 2005, hlm. 21-22.
8
Joeniarto, Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta, 1996, Hlm. 41-42
7
wenang dari seorang penguasa. Ketiga badan tersebut harus ada dalam suatu
negara, dengan parlemen/legislatif sebagai perwakilan rakyat dan sebagai pelaksana
kedaulatan rakyat.
BAB II
Kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat di Indonesia dalam
Pembentukan Undang-Undang
2.1 Dewan Perwakilan Rakyat dan Kekuasannya dalam Pembentukan UU
Dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 secara tegas dinyatakan bahwa negara
Republik Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum. Itu berarti, hukum
bukanlah sekedar produk yang dibentuk oleh lembaga tertinggi dan/atau lembaga
tinggi negara saja, tetapi hukum juga yang mendasari dan mengarahkan tindakantindakan lembaga-lembaga tersebut. Hukum adalah dasar dan pemberi petunjuk bagi
semua aspek kegiatan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan. Lembaga
legislatif adalah parlemen yang merupakan pembuat undang-undang sesuai dengan
kehendak rakyat. Di dalam negara demokrasi, rakyatlah yang menentukan hukum
melalui wakil-wakilnya di parlemen yang dipilih langsung oleh rakyat sendiri.
Kehendak mayoritas rakyat di dalam negara demokrasi menjadi kehendak negara,
bahkan bisa menjadi hukum negara tanpa harus dipersoalkan baik buruknya Jadi
kehendak rakyat menjadi sumber hukum yang mengikat Pengembangan ilmu di bidang
perundangundangan dapat mendorong fungsi pembentukan peraturan perundangundangan yang sangat diperlukan kehadirannya, oleh karena di dalam negara yang
berdasar atas hukum modern (verzorgingsstaat), tujuan utama dari pembentukan
undang-undang bukan lagi untuk menciptakan kodifikasi bagi norma-norma dan
nilai-nilai kehidupan yang sudah mengendap dalam masyarakat, akan tetapi untuk
menciptakan modifikasi atau perubahan dalam kehidupan masyarakat9
Dewan perwakilan rakyat atau DPR termasuk ke dalam cabang kekuasaan
Legislatif yaitu memiliki fungsi sebagai pengatur, dimana dalam pengaturan kekuasaan
legislatif ini merupakan cerminan kedaulatan rakyat. Kewenangan dalam menetapkan
suatu aturan pertama diberikan kepada lembaga perwakilan rakyat atau parlemen atau
lembaga legislatif. Dalam hal ini ada 3 hal penting yang harus diatur oleh para wakil
rakyat melalui parlemen yaitu : 10
9
Wahyu Nugroho, Menyusun Undang-Undang yang Responsif dan Partisipatif
Berdasarkan Cita Hukum Pancasila, Jurnal Legislasi Indonesia Vol. 10 No. 3,2013.
10
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Rajawali Pers, Jakarta,2012, Hlm.299.
a. Pengaturan yang dapat mengurangi hak dan kebebasan warga negara.
b. Pengaturan yang dapat membebani harta kekayaan warga negara.
c. Pengaturan mengenai pengeluaran-pengeluaran oleh penyelenggara
negara.
Pengaturan mengenai ketiga hal tersebut harus dilakukan dengan persetujuan
warga negaranya sendiri dengan cara melalui perantara wakil-wakil mereka di
parlemen sebagai wakil rakyat.
Fungsi pengaturan ini terwujud dalam fungsi pembuatan undang-undang,
fungsi pengaturan ini berkenaan dengan kewenangan untuk menentukan peraturan
yang mengikat warga negara dengan norma-norma hukum yang mengikat dan
membatasi, dengan demikian kewenangan ini utamanya hanya dapat dilakukan
sepanjang rakyat sendiri menyetujui untuk di ikat dengan norma hukum yang di
maksud sebab cabang kekuasaan di anggap berhak mengatur pada dasarnya adalah
lembaga perwakilan rakyat, maka peraturan yang paling tinggi di bawah undangundang dasar haruslah dibuat dan di tetapkan oleh parlemen dengan persetujuan
bersama dengan eksekutif.11 Dalam sistem UUD 1945, peraturan inilah yang
dinamakan undang-undang yang di bentuk oleh DPR atas persetujuan bersama dengan
Presiden.
Selain itu, fungsi legislatif juga menyangkut empat bentuk kegiatan yaitu :12
a. Prakarsa pembuatan undang-undang (Legislative intiation).
b. Pembahasan rancangan undang-undang (Law making process).
c. Persetujuan atas pengesahan rancangan undang-undang (Law enactment
approval).
d. Pemberian persetujuan pengikatan atau ratifikasi atas perjanjian atau
persetujuan internasional dari dokumen-dokumen hukum yang mengikat
lainnya (Binding decision making on international aggrement and treaties
or other legal binding documents).
Dalam hal pembentukan UU apakah UUD 1945 memberikan hak penuh
terhadap lembaga legislatif yaitu DPR dalam pembentukan UU jawabannya adalah
Undang-undang dasar tidak memberikan hak penuh kepada DPR dalam pembuatan
11
12
Ibid.,
Ibid.,
Undang-undang, dalam UUD di sebutkan bahwa Presiden sebagai lembaga eksekutif
berperan juga terhadap pembuatan rancangan Undang-undang yang akan di buat,
tugas Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan yaitu mengesahkan
dan di mintai persetujuan bersama DPR, apabila dalam pembuatan Undang-undang
tidak ada persetujuan dari salah satu pihak semisalnya Presiden maka Undang-undang
tidak dapat di sahkan atau batal demi hukum.
2.2 Teori Pembagian dan Teori Pemisahan Kekuasaan
Pemerintahan berasal dari kata perintah, dimana kata perintah tersebut
mempunyai empat unsur yaitu ada dua pihak yang terkandung, yang kedua pihak
tersebut saling terkait atau memiliki hubungan, pihak yang memerintah memiliki
wewenang, dan pihak yang diperintah memiliki ketaatan.13 Apabila dalam suatu
negara kekuasaan pemerintahan, dibagi atau dipisahkan maka terdapat perbedaan
antara pemerintahan dalam arti luas dan
Pemerintahan
dalam
arti
pemerintahan
dalam
arti
sempit.
sempit hanya meliputi lembaga yang mengurusi
pelaksanaan roda pemerintahan (disebut eksekutif), sedangkan pemerintahan dalam
arti yang luas selain eksekutif, termasuk lembaga
yang membuat peraturan
perundangundangan (disebut legislatif), dan yang melaksanakan peradilan (disebut
yudikatif).14
Menurut
C.F. Strong dalam bukunya
Modern Political Constitution
mengatakan: 15
Government in the broader sense, is changed with the maintenance of the
peace and security of state with in and with out. It must therefore, have first
military power or the control of armed forces, secondly legislative power or the
means of making law, thirdly financial power of the ability to extract sufficient
money from the community to defray the cost of defending of state and of enforcing
the law it makes on the state behalf. Maksudnya pemerintahan dalam arti luas
mempunyai kewenangan untuk memelihara kedamaian dan keamanan negara, ke
dalam dan keluar. Oleh karena itu, pertama harus mempunyai kekuatan militer
13
S. Pamuji, Op.,Cit hlm. 3.
Inu Kencana Syafiie., Op.,Cit., Hlm 21-22
15
Ibid, hal. 22.
14
atau kemampuan untuk mengendalikan angkatan perang, yang kedua, harus
mempunyai kekuatan legislatif atau dalam arti pembuatan undang-undang, yang
ketiga, harus mempunyai kekuatan finansial atau kemampuan untuk mencukupi
keuangan masyarakat dalam rangka membiayai biaya keberadaan negara dalam
menyelenggarakan
peraturan,
hal
tersebut
dalam
rangka penyelenggaraan
kepentingan negara.
Berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 Indonesia adalah negara yang
menerapkan sistem pemerintahan presidensial. Namun dalam perjalannannya,
Indonesia pernah menerapkan sistem pemerintahan parlementer karena kondisi dan
alasan yang ada pada masa itu. Sistem ketatanegaraan Republik Indonesia menurut
Undang-Undang Dasar 1945, tidak menganut suatu sistem dari negara manapun,
tetapi adalah suatu sistem khas yang menurut kepribadian Bangsa Indonesia. Dapat
terlihat dari waktu perencanaan, penetapan, dan pengesahan Undang-Undang Dasar.
Menurut Undang-Undang Dasar 1945, Presiden di samping berkedudukan
sebagai “Kepala Negara” berkedudukan pula sebagai “Kepala Pemerintahan”.
Presiden memegang kekuasaan pemerintahan yang tertinggi di bawah Majelis
Permusyawaratan Rakyat. Presiden adalah “ Mandataris Majelis Permusyawaratan
Rakyat”. Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di
dalam ketatanegaraan Republik Indonesia, Presiden sebagai kepala pemerintahan, di
dalam menyelenggarakan tugasnya sehari-hari, dibantu oleh menteri-menteri sebagai
pembantu Presiden, Menteri-Menteri ini tidak bertanggung jawab kepada Dewan
Perwakilan Rakyat, sebagai pembantu Presiden Menteri-Menteri diangkat dan di
berhentikan atas kehendak Presiden sendiri.16
Dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat menurut sistem ketatanegaraan UUD
1945 memberikan persetujuan kepada Presiden di dalam membuat UUD,selain dari
pada itu Presiden sebagai Kepala Pemerintahan,di dalam menjalankan kekuasaan
Pemerintahan harus bertunduk kepada ketentuan-ketentuan UUD dan harus pula
tertunduk kepada keputusan dari Majelis Permusyawaratan Rakyat. Dan dalam
pemerintahan
ini
Dewan
Perwakilan
Rakyat
tidak
dapat
meminta
pertanggungjawaban kepada Presiden dan Menteri-Menterinya. Apabila Presiden
melanggar ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Dasar maka Majelis
16
Joeniarto, Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta, 1996, Hlm. 41-42
Permusyawaratan Rakyat dapat meminta untuk di adakannya sidang MPR untuk di
minta pertanggungjawaban Presiden.
Dari teori sistem pemerintahan terdapat teori pembagian dan pemisahan
kekuasaan, kekuasaan itu adalah ciptaan sekumpulan orang yang paling kuat dan
berkuasa, permasalahan pembatasan kekuasaan (limitation of power) berkaitan erat
dengan teori pemisahan (separation of power) dan teori pembagian kekuasaan
(division of power atau distribution of power). Penggunaan istilah, division of power,
separation of power, distribution of power, dan allocation of power, memiliki nuansa
yang sebanding dengan pembagian kekuasaan, pemisahan kekuasaan, pemilihan
kekuasaan ,dan distribusi kekuasaan. Pada umumnya doktrin pemisahan kekuasaan
(separation of power) atau pembagian kekuasaan dianggap berasal dari Montesquieu
dengan trias politica-nya.17 Konsep trias politica yang membagi kekuasaan negara
dalam tiga cabang kekuasaan, yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif, padangan
Montesquieu inilah yang kemudian dijadikan rujukan doktrin separation of power
dizaman sesudahnya. Istilah “pemisahan kekuasaan” dalam bahasa Indonesia
merupakan terjemahan perkataan separation of power berdasarkan teori trias politica
atau tiga fungsi kekuasaan, yang dalam pandangannya montesqieu harus dibedakan
dan dipisahkan secara struktural dalam organ-organ yang tidak saling mencampuri
urusan masing-masing.18
Dalam pengalaman ketatanegaraan Indonesia, Istilah “pemisahan kekuasaan”
(separation of power) itu sendiri cenderung dikonotasikan dengan pendapat
Montesquieu secara absolut. Konsep pemisahan kekuasaan tersebut dibedakan secara
diamentral dari konsep pembagian kekuasaan (division of power) yang dikaitkan
dengan sistem supremasi MPR yang secara mutlak menolak ide pemisahan kekuasaan
ala trias politica Montesquieu.19
BAB III
17
Jimly Asshiddiqie, Op,Cit, Hlm.284-285.
Ibid.,Hlm 285.
19
Ibid., Hlm 290.
18
Pengaturan Mengenai Kekuasaan DPR dalam
Pembentukan UU
Terkait dalam pembahasan ini ada dasar-dasar hukum mengenai bagaimana
kekuasaan DPR dalam pembentukan undang-undang terdapat dalam Pasal 20 ayat 1
yang berbunyi “ Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk
Undang-Undang” dan dalam Pasal 20 ayat 2 berbunyi “ Setiap rancangan undangundang di bahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat
persetujuan bersama”. Dalam pasal lain juga menyebutkan selain DPR yang
mempunyai kekuasaan dalam pembentukan Undang-Undang ternyata Presiden juga
memiliki hak dalam membuat rancangan Undang-undang seperti yang tercantum
dalam Bab III tentang kekuasaan pemerintah negara Pasal 5 ayat 1 yang berbunyi
“Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan
Rakyat”
BAB IV
Makna Kekuasaan Membentuk Undang-Undang Oleh
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan Menurut Undang-Undang Dasar 1945
4.1 Analisis Teoritis
Dalam hal ini pembagian kekuasaan ada yang bersifat horizontal dan
vertikal, penggunaan istilah pembagian dan pemisahan kekuasaan itu dalam
dua konteks yang berbeda, yaitu konteks hubungan kekuasaan bersifat vertikal
dan horizontal dalam konteks vertikal pemisahan kekuasaan atau pembagian
kekuasaan di maksudkan untuk membedakan antara kekuasaan pemerintah
atasan dan kekuasaan pemerintah bawahan, yaitu antara pemerintahan federal
dan negara bagian dalam negara federal atau di antara pemerintah pusat atau
pemerintah provinsi dalam negara kesatuan. Perspektif vertikal dan horizontal
ini juga dapat di pakai untuk membedakan antara konsep pembagian
kekuasaan yang di anut di indonesia,sebelum perubahan UUD 1945 yaitu
bahwa kedaulatan atau kekuasaan tertinggi di anggap berada ditangan rakyat
dan di jelmakan dalam MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Sistem yang di
anut oleh UUD 1945 sebelum perubahan itu dapat dianggap sebagai
pembagian kekuasaan dalam konteks pengertian yang bersifat vertikal
sedangkan sekarang setelah perubahan ke 4 sistem yang di anut oleh UUD
1945 adalah sistem pemisahan kekuasaan berdasarkan prinsip check and
balance.20
Berbicara mengenai makna kekuasaan lembaga legislatif dalam
pembentukan undang-undang pasti berkaitan dengan lembaga eksekutif dan
sistem pemerintahan di negara ini, Diketahui bersama bahwa secara teori
sistem pemerintahan terbagi menjadi 2 (dua), yaitu sistem pemerintahan
parlementer (parliamentary system) dan sistem pemerintahan presidensial
(presidential system ). Walaupun dalam tatanan implementasinya ada sistem
pemerintahan yang bersifat campuran (hybrid system). Pada prinsipnya sistem
pemerintahan itu mengacu pada bentuk hubungan antara lembaga legislatif
20
Jimly Asshiddiqie, Op.,Cit., Hlm 289
dengan lembaga eksekutif. Pemberlakuan sistem pemerintahan terhadap suatu
negara tergantung pada kebutuhan, faktor sejarah dan kondisi sosio-politik
suatu negara.Sistem parlementer adalah sistem yang menekankan parlemen
sebagai subjek pemerintahan, sementara sistem presidensial menekankan
peran presiden (eksekutif) sebagai subjek pemerintahan.21Keduanya memiliki
latar belakang berbeda yang menyebabkan berbeda pula dalam norma dan
tatacara
penyelenggaraan
pemerintahannya.
Karakter
pemerintahan
parlementer adalah pada dasarnya dominannya posisi parlemen terhadap
eksekutif. sementara karakter sistem presidensial adalah pada dominannya
peran presiden dalam sistem ketatanegaraan. Sistem parlementer dan sistem
presidensial adalah dua hal yang berbeda, bukan merupakan tesis ataupun
antitesa yang melahirkan sintesa.22
Namun demikian sekarang setelah UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan,
dapat dikatakan bahwa sistem konstitusi kita telah menganut doktrin pemisahan
kekuasaan secara nyata dan beberapa bukti mengenai hal ini antara lain : 23
1) Adanya pergeseran kekuasaan legislatif dari tangan presiden ke DPR.
Bandingkan antara ketentuan pasal 5 ayat (1) UUD 1945 sebelum
perubahan dengan pasal 5 ayat (1) dan pasal 20 ayat (1) UUD 1945 setelah
perubahan.
Kekuasaan
untuk
membentuk
undang-undang
yang
sebelumnya berada di tangan Presiden, sekarang beralih ke Dewan
Perwakilan Rakyat.
2) Di adopsikannya sistem pengujian konstitusional atas undang-undang
sebagai produk legislatif oleh Mahkamah Konstitusi.sebelumnya tidak di
kenal adanya mekanisme semacam itu karena pada pokoknya undangundang tidak dapat di ganggu gugat dimana hakim di anggap hanya dapat
menerapkan undang-undang dan tidak boleh menilai undang-undang.
3) Di akuinya bahwa lembaga pelaku kedaulatan rakyat itu tidak hanya
terbatas pada MPR, melainkan semua lembaga negara baik secara
langsung atau tidak langsung merupakan penjelmaan kedaulatan rakyat.
Presiden, anggota DPR, dan DPD sama-sama dipilih secara langsungoleh
21
Endarman Ranadideksa, Arsitektur konstitusi demokratik mengapa ada negara yang gagal melaksanakan
demokrasi, Fokusmedia, Jakarta, 2007, Hlm.100
22
Ibid.,Hlm 101.
23
Ibid., Hlm 291.
rakyat dan karena itu sama-sama merupakan pelaksana langsung prinsip
kedaulatan rakyat.
4) Dengan demikian, MPR juga tidak berstatus sebagai lembaga tertinggi
negara, melainkan merupakan lembaga (tinggi) negara yang sama
derajatnya dengan lembaga-lembaga (tinggi) negara lainnya,seperti
Presiden, DPR,DPD,MK,MA.
5) Hubungan-hubungan antarlembaga (tinggi) negara itu bersifat saling
mengendalikan satu sama lain sesuai dengan prinsip checks and balance.
Dari ke 5 ciri tersebut di ata, dapat di ketahui bahwa UUD 1945 tidak lagi
dapat di katakan menganut prinsip pembagian kekuasaan yang bersifat vertikal,tetapi
juga tidak menganut paham trias politica Montesqieu yang memisahkan cabangcabang kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif secara mutlak tanpa diiringi oleh
hubungan saling mengendalikan satu sama lain.24
Terkait dalam pasal 20 ayat 1 mengenai pembentukan undang-undang oleh
DPR terdapat suatu nilai konstitusi, dimana nilai konstitusi terbagi menjadi 3 yaitu
nilai semantik suatu konstitusi mempunyai nilai semantik jika konstitusi tersebut
secara hukum tetap berlaku, namun dalam kenyataannya adalah sekedar untuk
memberikan bentuk dari tempat yang telah ada, dan dipergunakan untuk
melaksanakan kekuasaan politik. Jadi, konstitusi hanyalah sekedar istilah saja
sedangkan pelaksanaannya hanya dimaksudkan untuk kepentingan pihak penguasa,
lalu ada nilai nominal konstitusi yang mempunyai nilai nominal berarti secara hukum
konstitusi itu berlaku, tetapi kenyataannya kurang sempurna, sebab pasal-pasal
tertentu dari konstitusi tersebut dalam kenyataannya tidak berlaku, dan ada nilai
Normatif suatu konstitusi yang telah resmi diterima oleh suatu bangsa dan bagi
mereka konstitusi tersebut bukan hanya berlaku dalam arti hukum, akan tetapi juga
merupakan suatu kenyataan yang hidup dalam arti sepenuhnya diperlukan dan efektif.
Dengan kata lain, konstitusi itu dilaksanakn secara murni dan konsekuen. Dan Pasal
20 ayat 1 tersebut termasuk kedalam nilai konstitusi bersifat nominal karena di sebut
berkuasa namun dalam prakteknya tidak, Indonesia menganut sistem pemerintahan
Presidensil namun dalam UU Pasal 20 ayat 2 menyebutkan ada campur tangan
Presiden sebagai lembaga eksekutif dalam pembuatan undang-undang dan hal
tersebut termasuk kedalam ciri sistem pemerintahan Parlementer.
24
Ibid.,Hlm 292.
Indonesia tidak sepenuhnya menganut sistem pemerintaha Presidensil karena
eksekutif masih masuk ke dalam legislatif dan hal tersebut merupakan ciri dari sistem
pemerintahan parlementer.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori sistem pemerintahan terdapat teori pembagian dan pemisahan
kekuasaan, kekuasaan itun adalah ciptaan sekumpulan orang yang paling kuat dan
berkuasa, permasalahan pembatasan kekuasaan (limitation of power) berkaitan erat
dengan teori pemisahan (separation of power) dan teori pembagian kekuasaan
(division of power atau distribution of power). Secara teori sistem pemerintahan
terbagi menjadi 2 (dua), yaitu sistem pemerintahan parlementer (parliamentary
system) dan sistem pemerintahan presidensial (presidential system ). Walaupun dalam
tatanan implementasinya ada sistem pemerintahan yang bersifat campuran (hybrid
system). Pada prinsipnya sistem pemerintahan itu mengacu pada bentuk hubungan
antara
lembaga
legislatif
denganlembaga
eksekutif.Pemberlakuan
sistem
pemerintahan terhadap suatu negara tergantung pada kebutuhan, faktor sejarah dan
kondisi sosio-politik suatu negara.
Fungsi legislasi merupakan fungsi pembentukan undang-undang. Dengan
doktrin pemisahan kekuasaan, kekuasaan legislatif dan eksekutif dipisahkan secara
tegas antara fungsi dan lembaganya.Namun praktek di beberapa negara, pemisahan
seperti itu tidak mutlak diterapkan.Dalam sistem presidensil, seperti di Indonesia
dan
Amerika
keterlibatan
terdapat
Presiden
ketatanegaraan
perbedaan yang
dalam
sangat
pembentukan
Indonesia, bahwa
pemegang
mencolok
terutama
undangundang. Dalam
fungsi
legislasi
dalam
struktur
adalah Dewan
Perwakilan Rakyat yang dilakukan secara bersama-sama dengan Presiden untuk
mendapatkan persetujuan bersama.Apabila tidak mendapatkan persetujuan bersama
maka RUU tersebut tidak dapat menjadi undang undang.
Sekarang ini sistem pemerintahan kita menganut sistem presidensial, tetapi
pada kenyataannya dalam prakteknya sistem tersebut masih belum diimplementasikan
secara murni dan konsekuen bahwa sistem negara ini benar-benar menerapkan sistem
pemerintahan presidensial dengan presiden sebagai kepala negara dan juga sekaligus
kepala pemerintahan (dalam sistem parlementer, kepala pemerintahan dipegang oleh
perdana menteri). Dalam sistem presidensial negara Indonesia terlihat bahwa masih
belum bisa membuat pembatas yang jelas antara posisi kewenangan eksekutif dan
legislatif. Dalam konstitusi negara yang kita anut, dalam hal UUD 1945, terdapat
aturan tentang apa-apa yang menjadi kewenangan presiden, masih sering bertabrakan
dengan kekuasaan atau kewenangan yang dimiliki oleh DPR. Indonesia
adalah
negara kesatuan dengan bentuk pemerintahan republik dan menganut sistem
pemerintahan
presidensial
dimana Presiden
Negara
Republik
Indonesia
memegang kekuasaan sebagai kepala negara (head of state) dan sekaligus sebagai
kepala pemerintahan (head
of
government)
dan
mengangkat
serta
memberhentikan para menteri yang bertanggungjawab kepadanya sebagaimana yang
tercantum dalam Pasal 4 dan Pasal 17 Undang-Undang Dasar 1945.
B. Saran
Sistem pemerintahan parlementer tetap dianut di indonesia kalau kita melihat
UUD RI Tahun 1945 dalam perspektif teori Montesqieu bahwa antar legeslatif yakni
DPR dan Eksekutif yakni Presiden tidak ada pemisahan yang tegas antara keduanya.
tetapi kita tidak dapat berkesimpulan bahwa sistem pemerintahan indonesia menganut
sistem parlementer karena banyaknya Pasal-pasal dalam UUD RI Tahun 1945 yang
membenarkan bahwa besarnya kedudukan dan kewenangan Presiden sebagai Subjek
Pemerintahan yang kuat dalam Konstitusi indonesia. kita juga tidak dapat mengatakan
bahwa sistem pemerintahan indonesia menganut sistem campuran, karena menurut
saya bahwa setiap negara mempunyai ciri khas masing-masing dalam praktek
katatanegaraannya. Dan indonesia mempunyai ciri tersendiri dalam sistem
pemerintahannya yang bersifat presidensial dan demikian juga negara lain. Jadi
sampai saat ini sistem Pemerintahan indonesia lebih cenderung kepada Sistem
Pemerintahan Presidensial. Dan terlebih lagi harus ada kejelasan dalam UUD
bagaimana peran kepala negara agar tugas dan wewenangnya tidak tumpang tindih
oleh tugas dan weweang DPR.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
.J. Van Schmid, 1980, Ahli-Ahli Pikir Besar Tentang Negara dan Hukum,
Pustaka
Sarjana, Jakarta.
Niken Octa Silviana, 2010, Teori-teori Terbentuknya Negara, Bandung,.
Satjipto Rahardjo, 2009, Hukum dan Perubahan Sosial, Publishing, Yogyakarta.
Mahfud MD, 2001,Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Rineka Cipta,
Jakarta.
S. Pamuji, 1988, Perbandingan Pemerintahan, Bina Aksara, Jakarta.
Inu Kencana Syafiie, 2005, Pengantar Ilmu Pemerintahan, cetakan ketiga,
Refika
Aditama, Bandung.
Joeniarto, 1996,Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta.
Jimly Asshiddiqie, 2007, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca
Reformasi,
PT. Buana Ilmu Populer, Jakarta.
Endarman Ranadideksa, 2007, Arsitektur konstitusi demokratik mengapa ada negara
yang gagal melaksanakan demokrasi, Fokusmedia, Jakarta.
Jimly Asshiddiqie,2012, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Rajawali Pers,
Jakarta.
WebSite :
Sofian Effendi, Mencari Sistem Pemerintahan
Negara, http://sofian.staff.ugm.ac.id/artikel/Effendi—Mencari-Sistem-PemerintahanNegara.pdf , dikunjungi tanggal 29/11/2014.
Wahyu Nugroho, Menyusun Undang-Undang yang Responsif dan
Partisipatif Berdasarkan Cita Hukum Pancasila, Jurnal Legislasi
Indonesia Vol. 10 No. 3,2013.