Final Draft Pedoman Kapasitas Jalan Indo

Kapasitas Jalan Perkotaan

Prakata

Pedoman kapasitas Jalan perkotaan ini merupakan bagian dari pedoman kapasitas jalan Indonesia 2014 (PKJI'14), diharapkan dapat memandu dan menjadi acuan teknis bagi para penyelenggara jalan, penyelenggara lalu lintas dan angkutan jalan, pengajar, praktisi baik di tingkat pusat maupun di daerah dalam melakukan perencanaan dan evaluasi kapasitas Jalan perkotaan.

Pedoman ini dipersiapkan oleh panitia teknis 91-01 Bahan Konstruksi dan Rekayasa Sipil pada Subpanitia Teknis Rekayasa (subpantek) Jalan dan Jembatan 91-01/S2 melalui Gugus Kerja Teknik Lalu Lintas dan Lingkungan Jalan.

Tata cara penulisan disusun mengikuti Pedoman Standardisasi Nasional (PSN) 08:2007 dan dibahas dalam forum rapat teknis yang diselenggarakan pada tanggal ………. di Bandung, oleh subpantek Jalan dan Jembatan yang melibatkan para narasumber, pakar, dan lembaga terkait.

Pendahuluan

Pedoman ini disusun dalam upaya memutakhirkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 (MKJI'97) yang telah digunakan lebih dari 12 tahun sejak diterbitkan. Beberapa pertimbangan yang disimpulkan dari pendapat dan masukan para pakar rekayasa lalu lintas dan transportasi, serta workshop permasalahan MKJI'97 pada tahun 2009 adalah:

1) sejak MKJI’97 diterbitkan sampai saat ini, banyak perubahan dalam kondisi perlalulintasan dan jalan, diantaranya adalah populasi kendaraan, komposisi kendaraan, teknologi kendaraan, panjang jalan, dan regulasi tentang lalu lintas, sehingga perlu dikaji dampaknya terhadap kapasitas jalan;

2) khususnya sepeda motor, terjadinya kenaikan porsi sepeda motor dalam arus lalu lintas yang signifikan;

3) terdapat indikasi ketidakakuratan estimasi MKJI 1997 terhadap kenyataannya;

4) MKJI’97 telah menjadi acuan baik dalam penyelenggaraan jalan maupun dalam penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan sehingga perlu untuk secara periodik dimutakhirkan dan ditingkatkan akurasinya.

Indonesia tidak memakai langsung manual-manual kapasitas jalan yang telah ada seperti dari Britania Raya, Amerika Serikat, Australia, Jepang, sebagaimana diungkapkan dalam Laporan MKJI tahap I, tahun 1993. Hal ini disebabkan terutama oleh:

1) komposisi lalu lintas di Indonesia yang memiliki porsi sepeda motor yang tinggi dan dewasa ini semakin meningkat,

2) aturan “right of way” di Simpang dan titik-titik konflik yang lain yang tidak jelas sekalipun Indonesia memiliki regulasi prioritas.

Pedoman ini merupakan pemutakhiran kapasitas jalan dari MKJI'97 tentang Jalan Perkotaan yang selanjutnya disebut Pedoman Kapasitas Jalan perkotaan sebagai bagian dari Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia 2014 (PKJI'14). PKJI’14 keseluruhan melingkupi:

1) Pendahuluan

2) Kapasitas Jalan Antar Kota

3) Kapasitas Jalan perkotaan

4) Kapasitas Jalan Bebas Hambatan

5) Kapasitas Simpang APILL

6) Kapasitas Simpang

7) Kapasitas Jalinan dan Bundaran

8) Perangkat lunak kapasitas jalan yang akan dikemas dalam publikasi terpisah-pisah sesuai kemajuan pemutakhiran.

Pemutakhiran ini, pada umumnya terfokus pada nilai-nilai ekivalen mobil penumpang (emp) atau ekivalen kendaraan ringan (ekr), kapasitas dasar (C 0 ), dan cara penulisan. Nilai ekr mengecil sebagai akibat dari meningkatnya proporsi sepeda motor dalam arus lalu lintas

yang juga mempengaruhi nilai C 0 .

Pemutakhiran perangkat lunak kapasitas jalan tidak dilakukan, tetapi otomatisasi perhitungan terkait contoh-contoh (Lihat Lampiran D) dilakukan dalam bentuk spreadsheet

Excell (dipublikasikan terpisah). Sejauh tipe persoalannya sama dengan contoh, spreadsheet tersebut dapat digunakan dengan cara mengubah data masukannya.

Pedoman ini dapat dipakai untuk menganalisis Jalan perkotaan untuk desain jalan yang baru, peningkatan jalan yang sudah lama dioperasikan, dan evaluasi kinerja lalu lintas jalan.

Kapasitas Jalan perkotaan

1 Ruang lingkup

Pedoman ini menetapkan ketentuan mengenai perhitungan kapasitas untuk perencanaan dan evaluasi kinerja lalu lintas Jalan perkotaan, meliputi kapasitas jalan (C) dan kinerja lalu lintas jalan yang diukur oleh derajat kejenuhan (D J ), kecepatan tempuh (V T ), dan waktu tempuh (T T ). Pedoman ini dapat digunakan pada ruas-ruas umum yang berada di lingkungan perkotaan dengan tipe jalan 2/2TT, 4/2TT, dan Jalan Raya tipe 4/2T serta 6/2T.

2 Acuan normatif

Undang-Undang Republik Indonesia No. 38 Tahun 2004, Jalan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 2009, Lalu lintas dan angkutan jalan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 34 Tahun 2006, Jalan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 32 Tahun 2011, Manajemen dan Rekayasa,

Analisis Dampak, serta Menejemen Kebutuhan Lalu lintas Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.19 Tahun 2011, Persyaratan Teknis Jalan dan

Kriteria Perencanaan Teknis Jalan

3 Istilah dan definisi

Untuk tujuan penggunaan dalam Pedoman ini, istilah dan definisi berikut ini digunakan:

3.1 arus lalu lintas (Q)

Jumlah kendaraan bermotor yang melalui suatu titik pada suatu penggal jalan per satuan waktu yang dinyatakan dalam satuan kend/jam (Q kend ), atau skr/jam (Q skr ), atau skr/hari (LHRT).

3.2 arus lalu lintas jam desain (Q JP )

arus lalu lintas dalam satuan kend/jam,yang digunakan untuk desain

3.3 derajat kejenuhan (D J )

rasio antara arus lalu lintas terhadap kapasitas

3.4 ekivalen kendaraan ringan (ekr)

faktor penyeragaman satuan dari beberapa tipe kendaraan dibandingkan terhadap KR se- hubungan dengan pengaruhnya kepada karakteristik arus campuran (untuk mobil pe- numpang dan/atau kendaraan ringan yang sama sasisnya memiliki ekr = 1,0)

3.5 faktor k (k)

faktor pengubah LHRT menjadi arus lalu lintas jam puncak

3.6 faktor penyesuaian kapasitas akibat hambatan samping (FC HS )

angka untuk mengoreksi nilai kapasitas dasar sebagai akibat dari kegiatan samping jalan yang menghambat kelancaran arus lalu lintas

3.7 faktor penyesuaian kapasitas akibat pemisahan arah lalu lintas (FC PA )

angka untuk mengoreksi kapasitas dasar sebagai akibat dari pemisahan arus per arah yang tidak sama dan hanya berlaku untuk jalan dua arah tak terbagi

3.8 faktor penyesuaian kapasitas akibat perbedaan lebar jalur lalu lintas (FC L )

angka untuk mengoreksi kapasitas dasar sebagai akibat dari perbedaan lebar jalur lalu lintas dari lebar jalur lalu lintas ideal

3.9 faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota (FC UK )

angka untuk mengoreksi kapasitas dasar sebagai akibat perbedaan ukuran kota dari ukuran kota yang ideal

3.10 faktor penyesuaian kecepatan akibat hambatan samping (FV HS )

angka untuk mengoreksi kecepatan arus bebas dasar sebagai akibat dari adanya hambatan samping

3.11 faktor penyesuaian kecepatan akibat lebar jalur lalu lintas (FV L )

angka untuk mengoreksi kecepatan arus bebas dasar sebagai akibat dari perbedaaan lebar jalur jalan yang tidak ideal

3.12 faktor penyesuaian kecepatan untuk ukuran kota (FV UK )

angka untuk mengoreksi kecepatan arus bebas dasar sebagai akibat dari ukuran kota yang tidak ideal

3.13 faktor skr (F skr )

angka untuk mengubah besaran arus lalu lintas dalam kendaraan campuran dari satuan kendaraan menjadi skr

3.14 hambatan samping

kegiatan di samping segmen jalan yang berpengaruh terhadap kinerja lalu lintas

3.15 jalur lalu lintas

bagian jalan yang didesain khusus untuk kendaraan bermotor bergerak

3.16 jarak kereb ke penghalang (L KP )

jarak dari kereb ke objek penghalang di trotoar, misalnya pohon atau tiang lampu

3.17 jumlah lajur

jumlah lajur di lapangan ditentukan dari tanda marka lajur atau diperoleh dari pembagian lebar jalur lalu lintas oleh lebar lajur jalan.

3.18 kapasitas (C)

arus lalu lintas maksimum dalam satuan ekr/jam yang dapat dipertahankan sepanjang segmen jalan tertentu dalam kondisi tertentu, yaitu yang melingkupi geometrik, lingkungan, dan lalu lintas

kapasitas dasar (C 0 )

kemampuan suatu segmen jalan menyalurkan kendaraan yang dinyatakan dalam satuan skr/jam untuk suatu kondisi jalan tertentu mencakup geometrik, pola arus lalu lintas, dan faktor lingkungan

kecepatan arus bebas (V B )

Kecepatan suatu kendaraan yang tidak terpengaruh oleh kehadiran kendaraan lain, yaitu kecepatan dimana pengemudi merasa nyaman untuk bergerak pada kondisi geometrik, lingkungan dan pengendalian lalu lintas yang ada pada suatu segmen jalan tanpa lalu lintas lain (km/jam)

kecepatan arus bebas dasar (V BD )

kecepatan arus bebas suatu segmen jalan untuk suatu kondisi geometrik, pola arus lalu lintas dan faktor lingkungan tertentu (km/jam)

3.22 kecepatan tempuh (V)

kecepatan rata-rata ruang (space mean speed) kendaraan sepanjang segmen jalan

3.23 kendaraan (kend.)

unsur lalu lintas yang bergerak menggunakan roda

3.24 kendaraan berat (KB)

kendaraan bermotor dengan dua sumbu atau lebih, beroda 6 atau lebih, panjang kendaraan 12,0m atau lebih dengan lebar sampai dengan 2,5m, meliputi Bus besar, truk besar 2 atau 3 sumbu (tandem), truk tempelan, dan truk gandengan (lihat foto tipikal jenis KB dalam Lampiran E)

3.25 kendaraan ringan (KR)

kendaraan bermotor dengan dua gandar beroda empat, panjang kendaraan tidak lebih dari 5,5m dengan lebar sampai dengan 2,1m, meliputi sedan, minibus (termasuk angkot), mikrobis (termasuk mikrolet, oplet, metromini), pick-up, dan truk kecil lihat foto tipikal jenis KR dalam Lampiran E)

3.26 kendaraan tak bermotor (KTB) 3.26 kendaraan tak bermotor (KTB)

3.27 kereb

batas yang ditinggikan berupa bahan kaku dan keras, biasanya terbuat dari beton atau batu yang terletak diantara tepi luar badan jalan dan trotoar.

3.28 lalu lintas harian rata-rata tahunan (LHRT)

volume lalu lintas harian rata-rata tahunan (kend./hari), dihitung dari jumlah arus lalu lintas yang dihitung selama satu tahun penuh dibagi jumlah hari dalam tahun tersebut

3.29 lajur lalu lintas

bagian dari jalur lalu lintas yang digunakan oleh kendaraan untuk bergerak dalam satu iringan yang searah.

3.30 lebar bahu (L B )

bagian di samping jalur jalan yang didesain sebagai ruang untuk kendaraan yang berhenti sementara dan dapat digunakan oleh kendaraan lambat, namun bukan untuk pejalan kaki, m

lebar bahu efektif (L BE )

lebar bahu yang benar-benar dapat dipakai setelah dikurangi penghalang seperti pohon atau kios samping jalan, m

3.32 lebar jalur (L J )

lebar jalur jalan yang dilewati arus lalu lintas, tidak termasuk bahu, m

3.33 lebar jalur efektif (L JE )

lebar jalur jalan yang tersedia, untuk gerakan lalu lintas setelah dikurangi akibat parkir atau penghalang sementara lain, yang menutupi jalur lalu lintas (bahu yang diperkeras kadang- kadang dianggap bagian dari lebar jalur efektif), m

3.34 median

bangunan yang terletak dalam ruang jalan yang berfungsi memisahkan arah arus lalu lintas yang berlawanan

3.35 panjang jalan (L)

panjang segmen jalan atau ruas jalan, Km

3.36 pemisahan arah (PA)

Pembagian arah arus pada jalan dua arah yang dinyatakan sebagai persentase dari arus total pada masing-masing arah, sebagai contoh 60:40

3.37 rasio (R) 3.37 rasio (R)

3.38 ruas jalan

sepenggal jalan dengan panjang jalan tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan sebagai penggalan jalan yang harus dikelola oleh manajer jalan.

3.39 segmen jalan

bagian ruas jalan, yang mempunyai karakteristik lalu lintas dan geometrik yang tidak berbeda secara signifikan (homogen)

3.40 segmen jalan antar kota

segmen jalan tanpa perkembangan yang menerus pada kedua sisinya, meskipun ada perkembangan permanen tetapi sangat sedikit, seperti rumah makan, pabrik, atau perkampungan (kios kecil dan kedai di sisi jalan tidak dianggap sebagai perkembangan yang permanen)

3.41 segmen jalan perkotaan

segmen jalan yang mempunyai perkembangan permanen dan menerus di sepanjang atau hampir seluruh segmen jalan, minimal pada satu sisinya, berupa pengembangan koridor, berada dalam atau dekat pusat perkotaan yang berpenduduk lebih dari 100.000 jiwa, atau dalam daerah perkotaan dengan penduduk kurang dari 100.000 jiwa tetapi mempunyai perkembangan di sisi jalannya yang permanen dan menerus

3.42 sepeda motor (SM)

kendaraan bermotor dengan dua atau tiga roda (lihat foto tipikal jenis KTB dalam Lampiran E)

3.43 tingkat pelayanan (Q P )

besarnya arus lalu lintas yang dapat dilewatkan oleh segmen tertentu dengan mempertahankan tingkat kecepatan atau derajat kejenuhan tertentu

3.44 tipe jalan

konfigurasi jumlah lajur dan arah jalan, misal tipe jalan 2 lajur 2 arah tak terbagi (2/2TT)

3.45 trotoar

bagian jalan yang disediakan untuk pejalan kaki, yang biasanya sejajar dengan jalan dan dipisahkan dari jalur jalan oleh kereb

3.46 ukuran kota (UK)

ukuran kota ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk di dalam kota yang bersangkutan, yang dinyatakan dalam juta jiwa

3.47 unsur lalu lintas 3.47 unsur lalu lintas

3.48 waktu tempuh (T T )

Waktu total yang diperlukan oleh suatu kendaraan untuk melalui suatu segmen jalan tertentu, termasuk seluruh waktu tundaan dan waktu berhenti (jam, menit, atau detik)

4 Ketentuan

4.1 Ketentuan umum

4.1.1 Prinsip

1) Segmen jalan perkotaan melingkupi empat tipe jalan, yaitu: - Jalan sedang tipe 2/2TT; - Jalan raya tipe 4/2T; - Jalan raya tipe 6/2T; - Jalan satu-arah tipe 1/1, 2/1, dan 3/1.

Analisis kapasitas tipe jalan tak terbagi (2/2TT) dilakukan untuk kedua arah lalu lintas, untuk tipe jalan terbagi (4/2T dan 6/2T) analisis kapasitasnya dilakukan per lajur, masing-masing arah lalu lintas, dan untuk tipe jalan dengan tipe jalan satu arah pergerakan lalu lintas, analisis kapasitasnya sama dengan pendekatan pada tipe jalan terbagi, yaitu per lajur untuk satu arah lalu lintas. Untuk tipe jalan yang jumlah lajurnya lebih dari enam dapat dianalisis menggunakan ketentuan-ketentuan untuk tipe jalan 4/2T.

2) Suatu segmen jalan perkotaan ditentukan sebagai bagian jalan antara dua Simpang APILL dan/atau Simpang utama dengan kondisi arus lalu lintas yang relatif sama di sepanjang segmen dan tidak dipengaruhi oleh kinerja simpang-simpang tersebut (adanya macet atau antrian), memiliki aktivitas samping jalan yang relatif sama di sepanjang segmen, serta mempunyai karakteristik geometrik yang hampir sama sepanjang segmen jalan.

Jika karakteristik jalan pada suatu titik praktis berubah, maka titik tersebut menjadi batas segmen walaupun tidak ada simpang di dekatnya. Perubahan kecil geometrik jalan atau hanya sebagian kecil saja tidak merubah batas segmen, misalnya jika perbedaan lebar jalur lalu lintas yang kurang dari 0,5m.

Jalan penghubung dari jalan Bebas Hambatan di wilayah perkotaan dapat dianalisis menggunakan pedoman ini.

3) Apabila suatu segmen jalan kinerja lalu lintasnya disebabkan oleh Simpang, Simpang APILL, dan/atau bagian jalinan (termasuk bundaran), maka pengukuran kinerja lalu lintasnya berdasarkan kapasitas jaringan jalan, bukan ruas jalan.

Perlu dipertimbangkan bahwa kapasitas jaringan jalan tergantung pada kapasitas persimpangan dan/atau bagian jalinan, bukan pada kapasitas segmen jalan. Tetapi, jika kapasitas jaringan jalan di pusat kota diperlukan, maka untuk itu, paling tidak Perlu dipertimbangkan bahwa kapasitas jaringan jalan tergantung pada kapasitas persimpangan dan/atau bagian jalinan, bukan pada kapasitas segmen jalan. Tetapi, jika kapasitas jaringan jalan di pusat kota diperlukan, maka untuk itu, paling tidak

a) Hitung waktu tempuh tak terganggu, yaitu waktu tempuh pada segmen jalan dengan menganggap tidak ada gangguan dari persimpangan atau daerah jalinan. Analisis seolah-olah dilakukan tidak ada persimpangan dan/atau tidak ada bagian jalinan;

b) Hitung tundaan untuk setiap simpang atau bagian jalinan pada jaringan jalan;

c) Tambahkan tundaan simpang dan/atau jalinan kepada waktu tempuh tak terganggu, untuk memperoleh waktu tempuh keseluruhan.

4) Tipe alinemen jalan yang dapat dianalisis menggunakan pedoman ini meliputi alinemen dengan kondisi sebagai berikut:

a. Tipe alinemen datar atau hampir datar

b. Alinemen horisontal yang lurus atau hampir lurus

c. Pada segmen jalan yang tidak dipengaruhi oleh antrian akibat adanya persimpangan atau arus iringan kendaraan yang tinggi dari simpang bersinyal

5) Karakteristik utama segmen jalan yang mempengaruhi kapasitas dan kinerja jalan ada lima, yaitu: 1) geometrik jalan, 2) komposisi arus lalu lintas dan pemisah arah, 3) pengaturan lalu lintas, 4) aktivitas samping jalan, dan 5) perilaku pengemudi. Uraian untuk masing-masing karakteristik diuraikan sebagai berikut.

a) Geometrik Geometrik jalan yang mempengaruhi terhadap kapasitas dan kinerja jalan, yaitu tipe jalan yang menentukan perbedaan pembebanan lalu lintas, lebar jalur lalu lintas yang dapat mempengaruhi nilai kecepatan arus bebas dan kapasitas, kereb dan bahu jalan yang berdampak pada hambatan samping di sisi jalan, median yang mempengaruhi pada arah pergerakan lalu lintas, dan nilai alinemen jalan tertentu yang dapat menurunkan kecepatan arus bebas, kendati begitu, alinemen jalan yang terdapat di Jalan Perkotaan dianggap bertopografi datar, maka pengaruh alinemen jalan ini dapat diabaikan.

b) Pemisahan arah dan komposisi lalu lintas Kapasitas paling besar terjadi pada saat arus kedua arah pada tipe jalan 2/2TT sama besar (50%-50%), oleh karenanya pemisahan arah ini perlu ditentukan dalam penentuan nilai kapasitas yang ingin dicapai. Sedangkan komposisi lalu lintas berpengaruh pada saat pengkonversian kendaraan menjadi KR, yang menjadi satuan yang dipakai dalam analisis kapasitas dan kinerja lalu lintas (skr/jam).

c) Pengaturan lalu lintas Pengaturan lalu lintas yang banyak berpengaruh terhadap kapasitas adalah batas kecepatan yang diberikan melalui rambu, pembatasan aktivitas parkir, pembatasan berhenti, pembatasan akses dari Simpang, pembatasan akses dari dari lahan samping jalan, dan akses untuk jenis kendaraan tertentu, misalnya angkutan kota (angkot). Di jalan perkotaan, rambu batas kecepatan jarang diberlakukan langsung dengan rambu. Adapun ketentuan umum kecepatan maksimum di perkotaan adalah 40km/jam. Batas kecepatan hanya berpengaruh sedikit pada kecepatan arus bebas, sehingga pengaruh rambu-rambu tersebut tidak dimasukkan dalam perhitungan kapasitas.

6) Terdapat karakteristik lainnya yang mempengaruhi nilai kapasitas ruas jalan, selain segmen jalan. Karakteristik tersebut yaitu hambatan samping dan ukuran kota.

Aktivitas di samping jalan sering menimbulkan konflik yang mempengaruhi arus lalu lintas. Aktivitas tersebut, dalam sudut pandang analisis kapasitas jalan disebut dengan hambatan samping. Hambatan samping yang dipandang berpengaruh terhadap kapasitas dan kinerja jalan ada empat, yaitu:

a) Pejalan kaki;

b) Angkutan umum dan kendaraan lain yang berhenti;

c) Kendaraan lambat;

d) Kendaraan masuk dan keluar dari lahan di samping jalan. Sementara itu, perbedaan tingkat perkembangan perkotaan, keanekaragaman

kendaraan, populasi kendaraan (umur, tenaga dan kondisi kendaraan, komposisi kendaraan) menunjukkan keberagaman perilaku pengemudi. Karakteristik ini diperhitungkan dalam analisis secara tidak langsung melalui ukuran kota. Kota yang lebih kecil menunjukkan perilaku pengemudi yang kurang gesit dan kendararan yang kurang responsif sehingga menyebabkan kapasitas dan kecepatan lebih rendah pada arus tertentu. Ketentuan penetapan ukuran kota dalam pedoman ini ditunjukkan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Kelas ukuran kota

Ukuran kota Kelas ukuran kota (Juta Jiwa)

Sangat kecil

Sangat besar

4.1.2 Pelaksanaan perencanaan Jalan Perkotaan

Analisis kapasitas Jalan Perkotaan eksisting atau yang akan ditingkatkan harus selalu mempertahankan D J ≤0,85. Disamping itu, desain harus mempertimbangkan standar jalan yang berlaku di Indonesia, nilai ekonomi, serta pengaturan lalu lintas terhadap keselamatan lalu lintas dan emisi kendaraan. Pemilihan tipe dan penampang melintang jalan harus:

1) Memenuhi standar jalan Indonesia yang merujuk kepada Peraturan Pekerjaan Umum nomor 19 Tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan sebagai turunan dari Peraturan Pemerintah nomor 34 Tahun 2006 tentang jalan. Untuk jalan baru, ketentuannya tergantung dari fungsi jalan (Arteri, Kolektor, lokal), dan kelas jalan (I, II, III, dan kelas khusus). Untuk setiap kelas jalan, lebar jalur lalu lintas, lebar bahu, dan parameter alinemen jalan ditetapkan dengan rentang tertentu, namun tidak secara eksplisit mengkaitkan tipe jalan dengan fungsi dan kelas jalan.

2) Paling ekonomis. Ambang arus lalu lintas tahun ke-1 untuk desain yang paling ekonomis dari jalan perkotaan yang baru berdasarkan analisis BSH diberikan pada Tabel 2. sebagai fungsi dari KHS untuk dua kondisi yang berbeda:

 untuk konstruksi baru, anggapan umur desain 20 tahun;  untuk peningkatan jalan eksisting (pelebaran jalan) dengan dua anggapan, yaitu 1)

jalan akan diperlebar secara bertahap, masing-masing segera setelah layak secara ekonomis, dan 2) umur desain 10 tahun.

Rentang ambang arus lalu lintas tahun ke-1 untuk lebar jalur lalu lintas tertentu dan BSH terendah ditunjukkan pada Tabel 2, untuk ukuran kota 1juta sampai dengan 3juta jiwa. Nilai ambang sedikit lebih rendah untuk kota yang lebih kecil, dan sedikit lebih tinggi untuk kota yang lebih besar.

Tabel 2. Rentang ambang arus lalu lintas tahun ke-1 untuk pemilihan tipe jalan, ukuran kota 1- 3juta

Konstruksi jalan baru

Rentang ambang arus lalu lintas tahun ke 1, kend/jam Tipe Jalan

Lebar Jalur Lalu lintas, m

KHS Rendah

> 2000 KHS Tinggi

Peningkatan jalan (Pelebaran)

Rentang ambang arus lalu lintas tahun ke 1, kend/jam Tipe Jalan

Lebar Jalur Lalu lintas, m

KHS Rendah

4000 KHS Tinggi

3) Memiliki kinerja lalu lintas yang optimum. Tujuan umum pada analisis desain dan analisis operasional jalan eksisting adalah membuat dan memperbaiki geometrik agar dapat mempertahankan kinerja lalu lintas yang diinginkan. Gambar 1, menunjukkan hubungan antara kecepatan tempuh rata-rata (km/jam) KR dengan arus lalu lintas total kedua arah pada berbagai tipe jalan perkotaan dengan KHS rendah dan tinggi. Hubungan tersebut menunjukkan rentang arus lalu lintas masing-masing tipe jalan, dan dapat digunakan sebagai sasaran desain atau alternatif anggapan, misalnya dalam analisis desain dan operasional untuk meningkatkan suatu ruas jalan. Dalam hal ini, agar derajat kejenuhan pada jam puncak tahun desain tidak melebihi 0,85.

Gambar 1. Kinerja lalu lintas pada Jalan Perkotaan (catatan: DS=D J ; LV=KR)

4) Mempertimbangkan keselamatan lalu lintas. Tabel 3. dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan.

Tabel 3. Pengaruh rencana geometrik terhadap tingkat kecelakaan

No. Tipe/Jenis desain Keterangan

1 Pelebaran lajur Menurunkan tingkat kecelakaan 2-15% per meter pelebaran

2 Pelebaran dan perbaikan kondisi Menaikkan tingkat keselamatan lalu permukaan bahu

lintas, walaupun dengan derajat yang lebih kecil dibandingkan pelebaran jalan

3 median Menurunkan hingga 30%

4 Median penghalang Mengurangi kecelakaan fatal, tapi menaikkan kecelakaan rugi-material

5 Batas kecepatan Menurunkan sesuai dengan faktor (

5) Mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan. Emisi gas buang kendaraan dan kebisingan berkaitan erat dengan arus lalu lintas dan kecepatan. Pada arus lalu lintas yang konstan, emisi ini berkurang selaras dengan pengurangan kecepatan selama jalan tidak mengalami kemacetan. Jika arus lalu lintas mendekati kapasitas (D J >0,85) atau kepadatan arus sudah melampaui kepadatan kapasitas, maka kondisi arus menjadi tidak stabil, arus sangat sensitif terhadap berhenti dan berjalan, sering macet, dan akan menaikan emisi gas buang serta kebisingan jika dibandingkan dengan kondisi lalu lintas yang stabil.

6) Mempertimbangkan hal-hal teknis, sebagaimana tercantum dalam Tabel 4. dalam melaksanakan desain teknis rinci.

Tabel 4. Detail Teknis yang harus menjadi pertimbangan dalam desain teknis rinci

No

Detail teknis

1 Standar jalan harus dipertahankan tetap sepanjang segmen jalan

2 Bahu jalan harus diperkeras dengan perkerasan berpenutup dan rata sama tinggi dengan jalur lalu lintas sehingga dapat digunakan oleh kendaraan yang berhenti sementara

3 Halangan seperti tiang listrik, pohon, dll. tidak boleh terletak di bahu jalan, lebih baik jika terletak jauh di luar bahu untuk kepentingan keselamatan

7) Berdasarkan LHRT yang dihitung dengan metode perhitungan yang benar. Secara ideal, LHRT didasarkan atas perhitungan lalu lintas menerus selama satu tahun. Jika diperkirakan, maka cara perkiraan LHRT harus didasarkan atas perhitungan lalu lintas yang

atau yang dapat dipertanggungjawabkan. Misal perhitungan lalu lintas selama 7hari atau 40jam, perlu mengacu kepada ketentuan yang berlaku sehingga diperoleh validitas dan akurasi yang memadai.

8) Berdasarkan nilai q jp yang dihitung menggunakan nilai faktor k yang berlaku.

4.2 Ketentuan teknis

4.2.1 Data masukan lalu lintas

Data masukan lalu lintas yang diperlukan terdiri dari dua, yaitu pertama data arus lalu lintas eksisting dan kedua data arus lalu lintas rencana. Data lalu lintas eksisting digunakan untuk melakukan evaluasi kinerja lalu lintas, berupa arus lalu lintas per jam eksisting pada jam-jam tertentu yang dievaluasi, misalnya arus lalu lintas pada jam sibuk pagi atau arus lalu lintas pada jam sibuk sore. Data arus lalu lintas rencana digunakan sebagai dasar untuk menetapkan lebar jalur lalu lintas atau jumlah lajur lalu lintas, berupa arus lalu lintas jam desain (q JP ) yang ditetapkan dari LHRT, menggunakan faktor k.

Keterangan:

LHRT adalah volume lalu lintas rata-rata tahunan yang ditetapkan dari survei perhitungan lalu lintas selama satu tahun penuh dibagi jumlah hari dalam tahun tersebut, dinyatakan dalam skr/hari.

k adalah faktor jam rencana, ditetapkan dari kajian fluktuasi arus lalu lintas jam-jaman selama satu tahun. Nilai k yang dapat digunakan untuk jalan perkotaan berkisar antara 7% sampai dengan 12%.

LHRT dapat ditaksir menggunakan data survei perhitungan lalu lintas selama beberapa hari tertentu sesuai dengan pedoman survei perhitungan lalu lintas yang berlaku (DJBM, 1992).

Dalam survei perhitungan lalu lintas, kendaraan diklasifikasikan menjadi beberapa kelas sesuai dengan ketentuan yang berlaku, seperti klasifikasi dilingkungan DJBM (1992) baik yang dirumuskan pada tahun 1992 maupun yang sesuai dengan klasifikasi Integrated Road Management System (IRMS) (Tabel 1). Untuk tujuan praktis, tabel 4 dapat digunakan untuk mengkonversikan data lalu dari klasifikasi IRMS atau DJBM (1992) menjadi data lalu lintas dengan klasifikasi MKJI’97. Klasifikasi MKJI’97, dalam pedoman ini masih juga digunakan.

Dengan demikian, data yang dikumpulkan melalui prosedur survei yang dilaksanakan sesuai klasifikasi IRMS maupun DJBM 1992, dapat juga digunakan untuk perhitungan kapasitas.

Tabel 5. Padanan klasifikasi jenis kendaraan

1. Sepeda motor, Skuter,

1. SM: Kendaraan bermotor Kendaraan roda tiga

1. Sepeda motor, Skuter,

Sepeda kumbang, dan

roda 2 dan 3 dengan

Sepeda roda tiga

panjang tidak lebih dari 2,5m

2. Sedan, Jeep, Station

2. KR: Mobil penumpang wagon

2. Sedan, Jeep, Station

wagon

(Sedan, Jeep, Station

3. Opelet, Pickup-opelet,

wagon, Opelet, Minibus, Suburban, Kombi, dan

3. Opelet, Pickup-opelet,

Mikrobus), Pickup,Truk Minibus

Suburban, Kombi, dan

Minibus

Kecil, dengan panjang

4. Pikup, Mikro-truk, dan

tidak lebih dari atau sama Mobil hantaran

4. Pikup, Mikro-truk, dan

dengan 5,5m 5a. Bus Kecil

Mobil hantaran

3. KS: Bus dan Truk 2 sumbu, dengan panjang 5b. Bus Besar

5. Bus

tidak lebih dari atau sama

dengan 12,0m 7a. Truk 3 sumbu

6. Truk 2 sumbu

6. Truk 2 sumbu

4. KB: Truk 3 sumbu dan 7b. Truk Gandengan

7. Truk 3 sumbu atau lebih

Truk kombinasi (Truk 7c. Truk Tempelan (Semi

dan Gandengan

Gandengan dan Truk trailer)

Tempelan), dengan panjang lebih dari 12,0m.

5. KTB: Sepeda, Beca, Sepeda, Beca, Dokar,

8. KTB:

8. KTB:

Dokar, Keretek, Andong. Keretek, Andong.

Sepeda, Beca, Dokar,

Keretek, Andong.

4.2.2 Kriteria kelas hambatan samping

KHS ditetapkan dari jumlah total nilai frekuensi kejadian setiap jenis hambatan samping yang diperhitungkan yang masing-masing telah dikalikan dengan bobotnya. Frekuensi kejadian hambatan samping dihitung berdasarkan pengamatan di lapangan untuk periode waktu satu jam di sepanjang segmen yang diamati. Bobot jenis hambatan samping ditetapkan dari Tabel A.1, dan kriteria KHS berdasarkan frekuensi kejadian ini ditetapkan sesuai dengan Tabel A.2. dalam Lampiran B.

4.2.3 Ekivalen kendaraan ringan (ekr)

Ekr untuk kendaraan ringan adalah satu dan ekr untuk kendaraan berat dan sepeda motor ditetapkan sesuai dengan yang ditunjukkan dalam Tabel A.3. dan Tabel A.4. dalam Lampiran B.

4.2.4 Kecepatan arus bebas (V B )

Nilai V B jenis KR ditetapkan sebagai kriteria dasar untuk kinerja segmen jalan, nilai V B untuk KB dan SM ditetapkan hanya sebagai referensi. V B untuk KR biasanya 10-15% lebih tinggi

dari tipe kendaraan lainnya. V B dihitung menggunakan persamaan 2:

………………………………………………….2) Keterangan:

V B adalah kecepatan arus bebas untuk KR pada kondisi lapangan (km/jam)

V BD adalah kecepatan arus bebas dasar untuk KR (lihat Tabel A.5. Lampiran B)

V BL adalah nilai penyesuaian kecepatan akibat lebar jalan (km/jam, lihat Tabel A.6.) FV BHS adalah faktor penyesuaian kecepatan bebas akibat hambatan samping pada jalan yang memiliki bahu atau jalan yang dilengkapi kereb/trotoar dengan jarak kereb ke penghalang terdekat (lihat Tabel A.7, dan Tabel A.8.).

FV BUK adalah faktor penyesuaian kecepatan bebas untuk ukuran kota (lihat Tabel A.9.) Jika kondisi eksisting sama dengan kondisi dasar (ideal), maka semua faktor penyesuaian

menjadi 1,0 dan V B menjadi sama dengan V BD .

Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk jalan enam-lajur dapat ditentukan dengan menggunakan nilai FV HS untuk jalan 4/2T yang disesuaikan menggunakan persamaan 3.

{ ( )} ……………………………………………………...3) Keterangan:

FV 6HS adalah faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk jalan 6/2T; FV 4HS adalah faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk jalan 4/2T.

4.2.5 Penetapan Kapasitas (C)

Untuk tipe jalan 2/2TT, C ditentukan untuk total arus dua arah. Untuk jalan dengan tipe 4/2T, 6/2T, dan 8/2T, arus ditentukan secara terpisah per arah dan kapasitas ditentukan per lajur. Kapasitas segmen dapat dihitung menggunakan persamaan 4.

………………………………………………..4) Keterangan:

C adalah kapasitas, skr/jam

C 0 adalah kapasitas dasar, skr/jam FC LJ adalah faktor penyesuaian kapasitas terkait lebar lajur atau jalur lalu lintas

FC PA adalah faktor penyesuaian kapasitas terkait pemisahan arah, hanya pada jalan tak terbagi FC HS adalah faktor penyesuaian kapasitas terkait KHS pada jalan berbahu atau berkereb FC UK adalah faktor penyesuaian kapasitas terkait ukuran kota

4.2.5.1 Kapasitas dasar (C 0 )

C 0 ditetapkan secara empiris dari kondisi Segmen Jalan yang ideal, yaitu Jalan dengan kondisi geometrik lurus, sepanjang 300m, dengan lebar lajur rata-rata 2,75m, memiliki kereb atau bahu berpenutup, ukuran kota 1-3Juta jiwa, dan Hambatan Samping sedang. C 0 Jalan Perkotaan ditunjukkan dalam Tabel A.10.

4.2.5.2 Faktor penyesuaian (FC)

Nilai C 0 disesuaikan dengan perbedaan lebar lajur atau jalur lalu lintas (FC LJ ), pemisahan arah (FC PA ), Kelas hambatan samping pada jalan berbahu (FC HS ), dan ukuran kota (FC UK ). Besar nilai masing-masing FC ditunjukkan dalam Tabel A.11 hingga Tabel A.15.

Untuk segmen ruas jalan eksisting, jika kondisinya sama dengan kondisi dasar (ideal), maka semua faktor penyesuaian menjadi 1,0 dan kapasitas menjadi sama dengan kapasitas dasar. FC HS untuk jalan 6-lajur dapat ditentukan dengan menggunakan nilai FC HS untuk jalan 4/2T yang dihitung menggunakan persamaan 5.

{ ( )} ……………………………………………………...5) keterangan:

FC 6HS adalah faktor penyesuaian kapasitas untuk jalan enam-lajur FC 4HS adalah faktor penyesuaian kapasitas untuk jalan empat-lajur

4.2.6 Derajat kejenuhan (D J )

D J adalah ukuran utama yang digunakan untuk menentukan tingkat kinerja segmen jalan. Nilai D J menunjukkan kualitas kinerja arus lalu lintas dan bervariasi antara nol sampai dengan satu. Nilai yang mendekati nol menunjukkan arus yang tidak jenuh yaitu kondisi arus yang lengang dimana kehadiran kendaraan lain tidak mempengaruhi kendaraan yang lainnya. Nilai yang mendekati 1 menunjukkan kondisi arus pada kondisi kapasitas, kepadatan arus sedang dengan kecepatan arus tertentu yang dapat dipertahankan selama paling tidak satu jam. D J dihitung menggunakan persamaan 6).

………………………………………………………………………………………..6) keterangan:

D J adalah derajat kejenuhan Q

adalah arus lalu lintas, skr/jam

C adalah kapasitas,skr/jam

4.2.7 Kecepatan tempuh (V T )

Kecepatan tempuh (V T ) merupakan kecepatan aktual kendaraan yang besarannya ditentukan berdasarkan fungsi dari D J dan V B yang telah ditentukan dalam bagian 4.2.6 dan

4.2.4. Penentuan besar nilai VT dilakukan dengan menggunakan diagram dalam Gambar

A.1 untuk jalan sedang dan Gambar A.2 untuk jalan raya atau jalan satu arah, Lampiran A)

4.2.8 Waktu tempuh (W T )

Waktu tempuh (W T ) dapat diketahui berdasarkan nilai V T dalam menempuh segmen ruas jalan yang dianalisis sepanjang L, persamaan 7) menggambarkan hubungan antara W T , L dan V T .

......................................................................................................................7) keterangan: W T adalah waktu tempuh rata-rata kendaraan ringan, jam

L adalah panjang segmen, km

V T adalah kecepatan tempuh kendaraan ringan atau kecepatan rata-rata ruang kendaraan ringan (space mean speed, sms), km/jam

4.2.9 Kinerja lalu lintas jalan

Kriteria kinerja lalu lintas dapat ditentukan berdasarkan nilai D J atau V T pada suatu kondisi jalan tertentu terkait dengan geometrik, arus lalu lintas, dan lingkungan jalan baik untuk kondisi eksisting maupun untuk kondisi desain. Semakin besar nilai D J atau semakin tinggi

V T menunjukkan semakin baik kinerja lalu lintas. Untuk memenuhi kinerja lalu lintas yang diharapkan, diperlukan beberapa alternatif

perbaikan atau perubahan jalan terutama geometrik. Persyaratan teknis jalan menetapkan bahwa untuk jalan arteri dan kolektor, jika D J sudah mencapai 0,85, maka segmen jalan tersebut sudah harus dipertimbangkan untuk ditingkatkan kapasitasnya, misalnya dengan menambah lajur jalan. Untuk jalan lokal, jika D J sudah mencapai 0,90, maka segmen jalan tersebut sudah harus dipertimbangkan untuk ditingkatkan kapasitasnya.

Cara lain untuk menilai kinerja lalu lintas adalah dengan melihat D J eksisting yang dibandingkan dengan D J desain sesuai umur pelayanan yang diinginkan. Jika D J desain terlampaui oleh D J eksisting, maka perlu untuk merubah dimensi penampang melintang jalan untuk meningkatkan kapasitasnya.

Perlu diperhatikan bahwa untuk jalan terbagi, penilaian kinerja harus dikerjakan setelah mengevaluasi setiap arah, kemudian barulah dievaluasi secara keseluruhan.

Untuk tujuan praktis dan didasarkan pada anggapan jalan memenuhi kondisi dasar (ideal) sesuai Tabel 5, maka dapat disusun Tabel 6 untuk membantu menganalisis kinerja jalan secara cepat. Tabel 6 membantu menghitung D J dan V T yang diturunkan dari empat data masukan, yaitu 1) ukuran kota; 2) Tipe jalan; 3) LHRT; dan 4) faktor-k.

Tabel 6. Kondisi dasar untuk menetapkan kecepatan arus bebas dasar dan kapasitas dasar

Spesifikasi penyediaan prasarana jalan No

Uraian

Jalan Sedang

Jalan Raya

Jalan Raya Jalan Satu- arah tipe

tipe 2/2TT

tipe 4/2T

tipe 6/2T 1/1, 2/1, 3/1

1 Lebar Jalur

lalu

6x3,5 2x3,5 lintas, m

7,0

4x3,5

2 Lebar Bahu efektif di Tanpa bahu, tetapi dilengkapi

2,0 kedua sisi, m

1,5

kereb di kedua sisinya

3 Jarak terdekat kereb ke penghalang, m

Tidak ada

Ada, tanpa

Ada, tanpa -

bukaan

bukaan

5 Pemisahan arah, %

6 Kelas Hambatan

Rendah Rendah Samping

Rendah

Rendah

7 Ukuran kota, Juta

1,0-3,0 1,0-3,0 jiwa

1,0-3,0

1,0-3,0

8 Tipe alinemen jalan

Datar

Datar

Datar Datar

9 Komposisi 60%:8%:32% 60%:8%:32% 60%:8%:32% 60%:8%:32% KR:KB:SM

10 Faktor-k

0,08

0,08

0,08

Tabel 7. Kinerja lalu lintas sebagai fungsi dari ukuran kota, tipe jalan, dan LHRT

UKURAN TIPE LHRT 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 30.000 35.000 40.000 45.000 50.000 60.000 70.000 80.000 90.000 100.000 120.000 140.000 160.000 KOTA

9000 10800 12600 14400 2/2-TT,

JALAN Q R 450

2/2-TT, D J

4/2-T, D J

juta 4/2-T, D J

6/2-T, D J

6/2-T, D J

2/2-TT, D J

2/2-TT, D J

4/2-T, D J

1,0-3,0 berbahu

V T 69 68 68 67 66 65 64 63 62 61 59 57 54 51 47

juta 4/2-T, D J

6/2-T, D J

6/2-T, D J

2/2-TT, D J

2/2-TT, D J

4/2-T, D J

0,5-1,0 berbahu

V T 66 65 64 63 62 62 61 60 59 58 56 53 51 48 44

juta 4/2-T, D J

6/2-T, D J

6/2-T, D J

2/2-TT, D J

2/2-TT, D J

4/2-T, D J

0,1-5,0 berbahu

juta 4/2-T, D J

6/2-T, D J

6/2-T, D J

2/2-TT, D J

Q R /C 0,16

4/2-T, D J

juta 4/2-T, D J

6/2-T, D J

6/2-T, D J

Catatan: LHRT adalah Lalu Lintas Harian Rata-rata Tahunan dalam satuan Kend./Hari Q R adalah Arus Lalu lintas Rencana dalam satuan Kend./Jam Q R /C adalah rasio Arus Lalu lintas Rencana terhadap kapasitas tanpa satuan

V KR adalah kecepatan arus kendaraan ringan dalam satuan Km/Jam Faktor-K = 9%

Tabel 6 dapat digunakan untuk:

1) Memperkirakan kinerja lalu lintas pada berbagai tipe jalan dengan LHRT atau q JP tertentu. Interpolasi linier dapat dilakukan untuk nilai arus yang terletak di antara dua nilai.

2) Memperkirakan arus lalu lintas yang dapat ditampung oleh berbagai tipe jalan dalam batas derajat kejenuhan dan kecepatan yang diijinkan.

Jika anggapan dasar mengenai faktor-k dan komposisi lalu lintas tidak sesuai dengan kondisi yang diamati, maka Tabel 6 masih dapat digunakan dengan menghitung q JP yang disesuaikan. Langkah perhitungan yang diperlukan adalah sebagai berikut:

1. Hitung q JP berdasarkan persamaan 1)

2. Hitung Faktor skr untuk mengubah kend/jam menjadi skr/jam dengan menggunakan komposisi lalu lintas dan ekr sebagai berikut:

Kondisi eksisting:

………………………………………………..7) Anggapan kondisi standar:

……………………………………………8) keterangan:

P ek ,P as adalah prosentase komposisi kendaraan eksisting dan anggapan, KR ek , KB ek , SM ek

adalah prosentase arus KR eksisting, KB eksisting, dan SM eksisting, % KR as , KB as , SM as adalah prosentase arus KR anggapan, KB anggapan, dan SM anggapan, %

3. Hitung arus lalu lintas jam desain yang disesuaikan (q JP -disesuaikan ) dalam kend/jam:

(kend/jam) ………………………………….9)

4. Gunakan nilai q JP -disesuaikan untuk perhitungan kinerja lalu lintas dan gunakan Tabel 6. Jika kondisi aktual sangat berbeda dari kondisi anggapan dasar, maka nilai dasar yang

diperlukan untuk dapat menggunakan Tabel 6 adalah mengubah LHRT menjadi q JP . Tipikal perbedaan dalam analisis operasional adalah:

1. jika arus lalu lintas yang diperkirakan sangat berbeda dengan anggapan ideal, misalnya karena nilai faktor k yang berbeda, komposisi arus lalu lintas yang berlainan, atau pemisahan arah yang berlainan.

2. jika lebar jalur lalu lintas untuk segmen yang dianalisis sangat berbeda dengan anggapan kondisi dasar.

3. jika hambatan samping berbeda lebih dari satu kelas dengan anggapan kondisi dasar.

5 Prosedur perhitungan

Prosedur perhitungan kapasitas dan penentuan kinerja lalu lintas Jalan Perkotaan ditunjukkan dalam bagan alir analisis Jalan Perkotaan pada Gambar 2. Terdapat empat langkah utama, yaitu Langkah A: Data Masukan, Langkah B: Kecepatan arus bebas, Langkah C: Kapasitas, dan Langkah D: Kinerja lalu lintas. Untuk desain Jalan, baik desain Jalan baru maupun desain peningkatan Jalan lama dan evaluasi kinerja lalu lintas Jalan, prosedur tersebut secara umum sama. Perbedaannya adalah dalam penyediaan data masukan. Untuk desain, perlu ditetapkan kriteria desain (contoh, D J maksimum yang harus dipenuhi, V T dengan nilai tertentu untuk mencapai T T tertentu pula) dan data lalu lintas rencana. Untuk evaluasi kinerja lalu lintas Jalan, diperlukan data geometrik dan lalu lintas eksisting.

Sasaran utama dalam mendesain Jalan baru adalah menentukan lebar jalan yang diperlukan untuk mempertahankan perilaku lalu lintas sesuai dengan LHRT atau q JP , seperti lebar jalur lalu lintas, maupun jumlah lajur dengan kriteria desain tertentu. Data masukan pada Langkah

A dipergunakan untuk mengetahui rentang ambang batas arus lalu lintas tahun ke-1 sebagai ketentuan pemilihan tipe jalan sesuai dengan Tabel 2, baik untuk konstruksi jalan baru, maupun untuk peningkatan jalan. yang dapat dipertimbangkan pada awal perencanaan sebagai penentuan tipe jalan. Tipe jalan yang didapat berdasarkan Tabel 2. tersebut maka nilai kecepatan arus bebas dasar (dalam Langkah B) dan kapasitas dasar (dalam Langkah

C) dapat ditetapkan. Pemilihan tipe jalan awal, harus disesuaikan dengan kriteria desain yang ingin dicapai, misalnya D J pada akhir tahun pelayanan harus ≤0,85. Langkah berikutnya yaitu menghitung nilai kecepatan arus bebas (Langkah B) dan kapasitas (Langkah C) dan menganalisis awal kinerja lalu lintas Tipe Jalan awal ini (Langkah D). ikuti prosedur perhitungan sebagaimana diuraikan dalam 5.2 hingga 5.4.

Jika yang diperlukan hanya perhitungan kapasitas, maka hasil hitungan kapasitas adalah luarannya (pada Gambar 2 ditandai dengan garis terputus-putus satu titik). Jika yang diperlukan evaluasi kinerja jalan maka lakukan Langkah D dan hasilnya adalah luaran Langkah D (pada Gambar 2 ditandai dengan garis terputus-putus dua titik). Jika yang diperlukan adalah perencanaan, setelah Langkah D maka lanjutkan dengan langkah-langkah berikutnya.

Jika kriteria desain telah terpenuhi, maka Tipe Jalan awal adalah desain Jalan yang menjadi sasaran. Jika kriteria desain belum terpenuhi, maka desain awal harus diubah, misalnya dengan memperlebar jalur lalu lintas, meningkatkan Tipe Jalan. Hitung ulang kapasitas Jalan dan kinerja lalu lintasnya untuk desain Jalan yang telah diubah ini sesuai dengan Langkah B, Langkah C, dan Langkah D. hasilnya agar dievaluasi terhadap kriteria desain yang ditetapkan. Ulangi (iterasi) langkah-langkah tersebut sampai kriteria desain Jalan tercapai.

Sasaran utama untuk peningkatan Jalan yang sudah ada adalah menetapkan Tipe Jalan yang memenuhi kriteria desain Jalan yang ditetapkan, misal DJ<0,85 dengan waktu tempuh tertentu untuk melalui satu segmen jalan. Data masukan untuk Langkah A adalah data geometrik eksisting, pengaturan lalu lintas eksisting, data arus lalu lintas, data lingkungan jalan, dan umur rencana peningkatan untuk menghitung q JP pada akhir umur rencana. Langkah berikutnya adalah menghitung kecepatan arus bebas, kapasitas, dan kinerja lalu lintas Jalan eksisting sesuai dengan Langkah B, Langkah C, dan Langkah D. bandingkan kinerja lalu lintas eksisting dengan kriteria desain. Umumnya, kinerja lalu lintas eksisting tidak memenuhi kriteria desain yang mana hal ini menjadi alasan untuk melakukan peningkatan. Perubahan desain ini misalnya dengan menerapkan manajemen lalu lintas pelarangan jenis kendaraan tertentu atau mengubah Tipe Jalan. Untuk desain Jalan yang sudah diubah ini, hitung ulang kecepatan arus bebas dan kapasitas, kemudian analisis kinerja lalu lintasnya, dan bandingkan hasilnya dengan kriteria desain. Jika kriteria desain telah terpenuhi, maka Tipe Jalan peningkatan terebut adalah desain Jalan yang menjadi Sasaran utama untuk peningkatan Jalan yang sudah ada adalah menetapkan Tipe Jalan yang memenuhi kriteria desain Jalan yang ditetapkan, misal DJ<0,85 dengan waktu tempuh tertentu untuk melalui satu segmen jalan. Data masukan untuk Langkah A adalah data geometrik eksisting, pengaturan lalu lintas eksisting, data arus lalu lintas, data lingkungan jalan, dan umur rencana peningkatan untuk menghitung q JP pada akhir umur rencana. Langkah berikutnya adalah menghitung kecepatan arus bebas, kapasitas, dan kinerja lalu lintas Jalan eksisting sesuai dengan Langkah B, Langkah C, dan Langkah D. bandingkan kinerja lalu lintas eksisting dengan kriteria desain. Umumnya, kinerja lalu lintas eksisting tidak memenuhi kriteria desain yang mana hal ini menjadi alasan untuk melakukan peningkatan. Perubahan desain ini misalnya dengan menerapkan manajemen lalu lintas pelarangan jenis kendaraan tertentu atau mengubah Tipe Jalan. Untuk desain Jalan yang sudah diubah ini, hitung ulang kecepatan arus bebas dan kapasitas, kemudian analisis kinerja lalu lintasnya, dan bandingkan hasilnya dengan kriteria desain. Jika kriteria desain telah terpenuhi, maka Tipe Jalan peningkatan terebut adalah desain Jalan yang menjadi

Sasaran utama dalam melakukan evaluasi kinerja lalu lintas Jalan yang telah dioperasikan adalah menghitung dan menilai D J ,V T , dan T T yang menjadi dasar analisis kinerja lalu lintas Jalan. Data utamanya adalah data geometrik, data lalu lintas, dan kondisi lingkungan eksisting. Lakukan Langkah B, Langkah C, dan Langkah D sesuai prosedur yang diuraikan dalam 5.2. hingga 5.4., kemudian buat deskripsi kinerja lalu lintas berdasarkan D J ,V T , dan T T yang diperoleh.

Disediakan tiga Formulir kerja untuk memudahkan pelaksanaan perhitungan dan analisis yang dilampirkan dalam Lampiran D, yaitu:

1) Formulir JK-I untuk penyiapan data geometrik, dan pengaturan lalu lintas.

2) Formulir JK-II untuk penyiapan data arus lalu lintas, dan penentuan kelas hambatan samping.

3) Formulir JK-III untuk menghitung kecepatan arus bebas dasar, Kapasitas Jalan, dan analisis kinerja lalu lintas Jalan.

Gambar 2. Bagan alir analisis kapasitas jalan

5.1 Langkah A: Menetapkan data masukan

Data masukan terdiri dari data umum (A-1), data kondisi geometrik (A-2), data arus dan komposisi lalu lintas (A-3), serta data kondisi hambatan samping jalan (A-4).

5.1.1 Langkah A-1: Data umum

Gunakan Formulir JK-I, lengkapi data dengan tanggal, bulan, tahun, nama provinsi, nama dan ukuran kota (diukur dari jumlah penduduk), nomor ruas/nama jalan, segmen antara (misal, antara simpang tertentu, antara km X sampai km Y), kode dan panjang segmen, periode waktu, tipe daerah (Komersial, Permukiman, Sekolah, Perkantoran), tipe jalan, serta nama personil yang menangani dan memeriksa kasus ini.

5.1.2 Langkah A-2: Data kondisi geometrik

Masih dalam Formulir JK-I, buat sketsa segmen jalan yang diamati, pada kotak kosong di bawah kolom isian data umum, beri arah utara dengan gambar anak panah, beri patok kilometer atau objek lain sebagai referensi, alinemen horisontal sepanjang segmen jalan, anak panah untuk identitas arah lalu lintas 1 dan arah lalu lintas 2, nama tempat yang dilalui atau dihubungkan oleh segmen jalan yang bersangkutan, bangunan utama dan tata guna lahan di samping jalan, persimpangan dan tempat keluar-masuk lahan samping jalan, marka jalan (marka garis tengah, marka batas lajur, marka garis tepi, dan marka lainnya yang dianggap perlu), dan rambu lalu lintas eksisting.

Buat sketsa tipikal penampang melintang segmen jalan, beri ukuran pada sketsa tersebut meliputi lebar jalur lalu lintas (L J ), lebar median (L M ), kereb dengan atau tanpa trotoar (jika

ada), lebar bahu luar (L BL ), lebar bahu dalam (L BD , jika ada median), jarak dari kereb ke penghalang samping jalan (L KP , misal pohon, selokan, tiang rambu, dll.), dan pada sisi kiri dan kanan, tentukan garis referensi penampang melintang (misal dinding bangunan, warung, pagar, dsb.).

Kemudian, isikan pada tabel di bawahnya data lebar jalur lalu lintas kedua sisi jalan (penentuan L J untuk kondisi jalan dengan kereb berbeda dengan bahu), keterangan kondisi menggunakan kereb atau bahu, jarak rata-rata dari kereb ke penghalang pada trotoar, lebar