Makalah PAI Maulid Nabi di sekolah

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Maulid Nabi atau hari kelahiran Nabi Muhammad SAW pada
mulanya diperingati untuk membangkitkan semangat umat Islam. Sebab
waktu itu umat Islam sedang berjuang keras mempertahankan diri dari
serangan tentara salib Eropa, yakni dari Prancis, Jerman, dan Inggris. Kita
mengenal musim itu sebagai Perang Salib atau The Crusade. Pada tahun
1099 M tentara salib telah berhasil merebut Yerusalem dan menyulap
Masjidil Aqsa menjadi gereja. Umat Islam saat itu kehilangan semangat
perjuangan dan persaudaraan ukhuwah. Secara politis memang umat Islam
terpecah-belah dalam banyak kerajaan dan kesultanan. Meskipun ada satu
khalifah tetap satu dari Dinasti Bani Abbas di kota Baghdad sana, namun
hanya sebagai lambang persatuan spiritual.
Adalah Sultan Salahuddin Al-Ayyubi –orang Eropa menyebutnya
Saladin, seorang pemimpin yang pandai mengena hati rakyat jelata.
Salahuddin memerintah para tahun 1174-1193 M atau 570-590 H pada
Dinasti Bani Ayyub –katakanlah dia setingkat Gubernur. Pusat
kesultanannya berada di kota Qahirah (Kairo), Mesir, dan daerah
kekuasaannya membentang dari Mesir sampai Suriah dan Semenanjung
Arabia. Kata Salahuddin, semangat juang umat Islam harus dihidupkan

kembali dengan cara mempertebal kecintaan umat kepada Nabi mereka.
Salahuddin mengimbau umat Islam di seluruh dunia agar hari lahir Nabi
Muhammad SAW, 12 Rabiul Awal kalender Hijriyah, yang setiap tahun
berlalu begitu saja tanpa diperingati, kini harus dirayakan secara massal.
Ketika Salahuddin meminta persetujuan dari khalifah di Baghdad
yakni An-Nashir, ternyata khalifah setuju. Maka pada musim ibadah haji
bulan Dzulhijjah 579 H (1183 Masehi), Salahuddin sebagai penguasa

1

haramain (dua tanah suci, Mekah dan Madinah) mengeluarkan instruksi
kepada seluruh jemaah haji, agar jika kembali ke kampung halaman
masing-masing segera menyosialkan kepada masyarakat Islam di mana
saja berada, bahwa mulai tahun 580 Hijriah (1184 M) tanggal 12 RabiulAwal dirayakan sebagai hari Maulid Nabi dengan berbagai kegiatan yang
membangkitkan semangat umat Islam.
Salahuddin ditentang oleh para ulama. Sebab sejak zaman Nabi
peringatan seperti itu tidak pernah ada. Lagi pula hari raya resmi menurut
ajaran agama cuma ada dua, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Akan tetapi
Salahuddin kemudian menegaskan bahwa perayaan Maulid Nabi hanyalah
kegiatan yang menyemarakkan syiar agama, bukan perayaan yang bersifat

ritual, sehingga tidak dapat dikategorikan bid`ah yang terlarang.
Salah satu kegiatan yang diadakan oleh Sultan Salahuddin pada
peringatan Maulid Nabi yang pertama kali tahun 1184 (580 H) adalah
menyelenggarakan sayembara penulisan riwayat Nabi beserta puji-pujian
bagi Nabi dengan bahasa yang seindah mungkin. Seluruh ulama dan
sastrawan diundang untuk mengikuti kompetisi tersebut. Pemenang yang
menjadi juara pertama adalah Syaikh Ja`far Al-Barzanji. Karyanya yang
dikenal sebagai Kitab Barzanji sampai sekarang sering dibaca masyarakat
di kampung-kampung pada peringatan Maulid Nabi.
Barzanji bertutur tentang kehidupan Muhammad, mencakup
silsilah keturunannya, masa kanak-kanak, remaja, pemuda, hingga
diangkat menjadi rasul. Karya itu juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang
dimiliki Nabi Muhammad, serta berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan
umat manusia. Nama Barzanji diambil dari nama pengarang naskah
tersebut yakni Syekh Ja’far al-Barzanji bin Husin bin Abdul Karim.
Barzanji berasal dari nama sebuah tempat di Kurdistan, Barzinj. Karya
tulis tersebut sebenarnya berjudul ‘Iqd Al-Jawahir (artinya kalung
permata) yang disusun untuk meningkatkan kecintaan kepada Nabi
Muhammad SAW. Tapi kemudian lebih terkenal dengan nama penulisnya.


2

Ternyata peringatan Maulid Nabi yang diselenggarakan Sultan
Salahuddin itu membuahkan hasil yang positif. Semangat umat Islam
menghadapi Perang Salib bergelora kembali. Salahuddin berhasil
menghimpun kekuatan, sehingga pada tahun 1187 (583 H) Yerusalem
direbut oleh Salahuddin dari tangan bangsa Eropa, dan Masjidil Aqsa
menjadi masjid kembali, sampai hari ini.
Dalam sejarah penyebaran Islam di Nusantara, perayaan Maulid
Nabi atau Muludan dimanfaatkan oleh Wali Songo untuk sarana dakwah
dengan berbagai kegiatan yang menarik masyarakat agar mengucapkan
syahadatain (dua kalimat syahadat) sebagai pertanda memeluk Islam.
Itulah sebabnya perayaan Maulid Nabi disebut Perayaan Syahadatain,
yang oleh lidah Jawa diucapkan Sekaten.
Dua kalimat syahadat itu dilambangkan dengan dua buah gamelan
ciptaan Sunan Kalijaga bernama Gamelan Kiai Nogowilogo dan Kiai
Gunturmadu, yang ditabuh di halaman Masjid Demak pada waktu
perayaan Maulid Nabi. Sebelum menabuh dua gamelan tersebut, orangorang yang baru masuk Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat
terlebih dulu memasuki pintu gerbang “pengampunan” yang disebut
gapura (dari bahasa Arab ghafura, artinya Dia mengampuni).

Pada zaman kesultanan Mataram, perayaan Maulid Nabi disebut
Gerebeg Mulud. Kata “gerebeg” artinya mengikuti, yaitu mengikuti sultan
dan para pembesar keluar dari keraton menuju masjid untuk mengikuti
perayaan Maulid Nabi, lengkap dengan sarana upacara, seperti nasi
gunungan dan sebagainya. Di samping Gerebeg Mulud, ada juga perayaan
Gerebeg Poso (menyambut Idul Fitri) dan Gerebeg Besar (menyambut Idul
Adha).
Kini peringatan Maulid Nabi sangat lekat dengan kehidupan warga
Nahdlatul Ulama (NU). Hari Senin tanggal 12 Rabi’ul Awal (Mulud),
sudah dihapal luar kepala oleh anak-anak NU. Acara yang disuguhkan
dalam peringatan hari kelahiran Nabi ini amat variatif, dan kadang
3

diselenggarakan sampai hari-hari bulan berikutnya, bulan Rabius Tsany
(Bakdo Mulud). Ada yang hanya mengirimkan masakan-masakan spesial
untuk dikirimkan ke beberapa tetangga kanan dan kiri, ada yang
menyelenggarakan upacara sederhana di rumah masing-masing, ada yang
agak besar seperti yang diselenggarakan di mushala dan masjid-masjid,
bahkan ada juga yang menyelenggarakan secara besar-besaran, dihadiri
puluhan ribu umat Islam.

Ada yang hanya membaca Barzanji atau Diba’ (kitab sejenis
Barzanji). Bisa juga ditambah dengan berbagai kegiatan keagamaan,
seperti penampilan kesenian hadhrah, pengumuman hasil berbagai lomba,
dan lain-lain, dan puncaknya ialah mau’izhah hasanah dari para muballigh
kondang.
Para ulama NU memandang peringatan Maulid Nabi ini
sebagaibid’ah atau perbuatan yang di zaman Nabi tidak ada, namun
termasukbid’ah hasanah (bid’ah yang baik) yang diperbolehkan dalam
Islam. Banyak memang amalan seorang muslim yang pada zaman Nabi
tidak ada namun sekarang dilakukan umat Islam, antara lain: berzanjen,
diba’an, yasinan, tahlilan (bacaan Tahlilnya, misalnya, tidak bid’ah sebab
Rasulullah sendiri sering membacanya), mau’izhah hasanah pada acara
temanten dan Muludan.
Dalam Madarirushu’ud Syarhul Barzanji dikisahkan, Rasulullah
SAW bersabda: “Siapa menghormati hari lahirku, tentu aku berikan
syafa’at kepadanya di Hari Kiamat.” Sahabat Umar bin Khattab secara
bersemangat mengatakan: “Siapa yang menghormati hari lahir Rasulullah
sama artinya dengan menghidupkan Islam!”

4


2. Tujuan
“Kaum muslimin tidak boleh mengadakan perayaan maulid Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pada malam 12 Robi’ul Awwal dan juga
pada waktu yang lain, sebagaimana mereka juga tidak boleh merayakan
hari kelahiran selain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, karena
perayaan hari-hari kelahiran termasuk bid’ah yang diada-adakan dalam
agama, lebih dari itu, Rasulullah sendiri tidak pernah merayakan hari
kelahirannya semasa hidup beliau, beliau adalah penebar agama Islam dan
pembuat syari’at mewakili Robb-Nya, itupun beliau tidak memerintahkan
untuk melakukan perayaan tersebut, demikian pula para kholifah dan
sahabat beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, dan para pengikut beliau
yang baik di masa generasi yang utama, sehingga jelaslah, bahwa hal ini
adalah

bid’ah…”

(“Majmu’

fatawa


wa

Maqolaat

al-

Mutanawwi’ah”(4/289).)

5

BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Maulid Nabi Muhammad SAW
Maulid Nabi Muhammad SAW terkadang Maulid Nabi atau
Maulud saja (bahasa Arab: ‫ مولد النبي‬،‫)مولد‬, adalah peringatan hari lahir Nabi
Muhammad SAW, yang dalam tahun Hijriyah jatuh pada tanggal 12
Rabiul Awal. Kata maulid atau milad adalah dalam bahasa Arab
berartihari lahir. Perayaan Maulid Nabi merupakan tradisi yang

berkembang di masyarakat Islam jauh setelah Nabi Muhammad SAW
wafat. Secara subtansi, peringatan ini adalah ekspresi kegembiraan dan
penghormatan kepada Rasulullah Muhammad SAW.

2. Sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW
Perayaan Maulid Nabi diperkirakan pertama kali diperkenalkan
oleh Abu Said al-Qakburi, seorang gubernur Irbil, di Irak, pada masa
pemerintahan Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (1138-1193). Adapula yang
berpendapat bahwa idenya sendiri justru berasal dari Sultan Salahuddin
sendiri. Tujuannya adalah untuk membangkitkan kecintaan kepada Nabi
Muhammad SAW, serta meningkatkan semangat juang kaum muslimin
saat itu, yang sedang terlibat dalam Perang Salibmelawan pasukan Kristen
Eropa dalam upaya memperebutkan kotaYerusalem.

6

3.

Hukum Memperigati Maulid Nabi Muhammad SAW
Syaikh Muhammad bin Shaleh Al ‘Utsaimin rahimahullah –

semoga Allah membalas jerih payahnya terhadap Islam dan kaum
muslimin dengan sebaik-baik balasan- , beliau pernah ditanya tentang
hukumnya memperingati maulid Nabi ?
Maka Syaikh Muhammad bin Shaleh Al ‘Utsaimin rahimahullah
menjawab:
1. Malam kelahiran Rasulullah tidak diketahui secara qath’i (pasti),
bahkan

sebagian ulama kontemporer menguatkan pendapat yang

mengatakan bahwasannya ia terjadi pada malam ke 9 (sembilan)
Rabi’ul Awwal dan bukan malam ke 12 (dua belas). Jika demikian
maka peringatan maulid Nabi Muhammad yang biasa diperingati pada
malam ke 12 (dua belas) Rabi’ul Awwal tidak ada dasarnya, bila dilihat
dari sisi sejarahnya.
2. Di lihat dari sisi syar’i, maka peringatan maulid Nabi juga tidak ada
dasarnya. Jika sekiranya acara peringatan maulid Nabi disyari’atkan
dalam agama kita, maka pastilah acara maulid ini telah di adakan oleh
Nabi atau sudah barang tentu telah beliau anjurkan kepada ummatnya.
Dan jika sekiranya telah beliau laksanakan atau telah beliau anjurkan

kepada ummatnya, niscaya ajarannya tetap terpelihara hingga hari ini,
karena Allah ta’ala berfirman :
“Sesungguhnya Kami-lah yang telah menurunkan Al Qur’an dan
sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”. Q.S; Al Hijr : 9 .
Dikarenakan acara peringatan maulid Nabi tidak terbukti
ajarannya hingga sekarang ini, maka jelaslah bahwa ia bukan
termasuk dari ajaran agama. Dan jika ia bukan termasuk dari ajaran
agama, berarti kita tidak diperbolehkan untuk beribadah kepada Allah

7

dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan acaraperingatan maulid
Nabi tersebut.
Allah telah menentukan jalan yang harus ditempuh agar dapat
sampai

kepada-Nya,

yaitu


jalan

yang

telah

dilalui

oleh

Rasulullah , maka bagaimana mungkin kita sebagai seorang hamba
menempuh jalan lain dari jalan Allah, agar kita bisa sampai kepada
Allah?. Hal ini jelas merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak
Allah, karena kita telah membuat syari’at baru pada agama-Nya yang
tidak ada perintah dari-Nya. Dan ini pun termasuk bentuk pendustaan
terhadap firman Allah ta’ala :
“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu dan
telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Ku-ridha’i islam
itu jadi agama bagimu“. Q.S; Al-Maidah : 3.
Maka kita perjelas lagi, jika sekiranya acara peringatan maulid
Nabi termasuk bagian dari kesempurnaan dien (agama), niscaya ia
telah dirayakan sebelum Rasulullah meninggal dunia.Dan jika ia
bukan bagian dari kesempurnaan dien (agama), maka berarti ia bukan
dari ajaran agama, karena Allah ta’ala berfirman: “Pada hari ini telah
Ku sempurnakan untuk kamu agamamu“.
Maka barang siapa yang menganggap bahwa ia termasuk
bagian dari kesempurnaan dien (agama), berarti ia telah membuat
perkara

baru

dalam

agama

(bid’ah)

sesudah

wafatnya

Rasulullah , dan pada perkataannya terkandung pendustaan terhadap
ayat Allah yang mulia ini (Q.S; Al-Maidah : 3) .
Maka tidak diragukan lagi, bahwa orang-orang yang
mengadakan

acara

peringatan

maulid

Nabi , pada

hakekatnya

bertujuan untuk memuliakan (mengagungkan) dan mengungkapkan
kecintaan terhadap Rasulullah SAW, serta menumbuhkan ghirah
(semangat) dalam beribadah yang di peroleh dari acara peringatan

8

maulid Nabi tersebut. Dan ini semua termasuk dari ibadah. Cinta
kepada Rasulullah termasuk ibadah, dimana keimanan seseorang
tidaklah sempurna hingga ia mencintai Nabi melebihi kecintaannya
terhadap dirinya sendiri, anak-anaknya, orang tuanya dan seluruh
manusia. Demikian

pula

bahwa

memuliakan

(mengagungkan)

Rasulullah termasuk dari ibadah. Dan juga yang termasuk kedalam
kategori ibadah adalah menumbuhkan ghirah (semangat) dalam
mengamalkan syari’at Nabinya .

4. Sejarah Munculnya Maulid Nabi Muhammad SAW
Sesungguhnya penyelenggaraan perayaan yang memperingati
peristiwa-perisiwa Islam tertentu yang kemudian dijadikan sebagai
perantara untuk mendapat berkah itu, pada mulanya hanya dikenal oleh
kelompok kebatinan yang buruk. Mereka adalah Bani Ubaid Al Qaddah
yang menamakan dirinya sebagai Fatimiyyun.1
Upacara maulid adalah termasuk perbuatan yang dicontohkan oleh
para ahli penyimpangan dan kesesatan, sesungguhnya orang yang pertama
yang memunculkan perayaan upacara maulid adalah orang-orang dari Bani
Fatimiyyun dari golongan Ubaidiyyun yang hidup dikurun waktu ke-4
Hijriyah.
Mereka ini sengaja mengklaim dirinya sebagai pengikut Fathimah
radhiallahu anha secara dzalim dan untuk mencemarkan nama baiknya
padahal sebenarnya mereka adalah sekelompok orang-orang Yahudi atau
ada yang mensinyalir bahwa mereka dari orang Majusi (penyembah api)
bahkan ada yang mengatakan mereka berasal dari kelompok Atheis.2
Pendapat lain, seperti Imam As Suyuthi dalam Husnul Maqshud fi
Amal Al Maulid menegaskan:

9

“Orang yang pertama kali mengadakan peringatan hari Maulid
Nabi adalah penduduk Irbal, Raja Agung Abu Sa’id Kau Kaburi 3 bin
Zainuddin Ali bin Bakitkin, seorang raja negeri Amjad.4
Dan ini diikuti oleh Syaikh Muhammad bin Abu Ibrahim Alu Syaikh:
“Bid’ah peringatan Maulid Nabi ini, pertama kali diadakan oleh
Abu Sa’id Kau Kaburi pada abad ke-6 H”
Syaikh Hamud Tuwaijiri:
“Upacara peringatan maulid adalah bid’ah dalam Islam yang
diadakan oleh sulthan Irbal pada akhir abd ke-6H atau pada awal abad ke7H.”
Al Ubaidiyyun memasuki Mesir 362H dan raja terakhirnya Al Adhid
meninggal 567H, sedangkan penguasa Irbal dilahirkan 549H dan meninggal
630H, ini menjadi bukti bahwa kelompok Ubadiyyun lebih dahulu daripada
penguasa Irbal -Al Malik Al Mudzaffar- dalam mengadakan upacara
peringatan maulid Nabi.
Bukan tidak sah mengatakan bahwa penguasa Irbal adalah orang
yang pertama kali mengadakan Maulid Nabi di Maushil, karena yang
dilakukan Al Ubaidiyyun diadakan di negeri sendiri -Mesir, seperti yang
dijelaskan dalam buku-buku sejarah. Wallahu a’lam.5

5. Maulid Nabi tidak di bolehkan
Jutaan umat Islam di seluruh belahan dunia memperingati tanggal
12 Rabi’ul Awwal setiap tahun, memperingati hari kelahiran Rasulullah
saw. Kaum muslimin saling memberi ucapan selamat, hadiah, dan aneka
hidangan yang dipersiapkan untuk peringatan tersebut, bahkan penjual

10

aneka makanan mendapatkan pesanan yang beragam dan melimpah, sesuai
kebiasaan dan tradisi khas tempat masing-masing.
Waktu berjalan, peringatan maulid Nabi berkembang secara resmi
di kalangan pejabat, raja dan pemimpin umat Islam dengan saling memberi
ucapan selamat, do’a-do’a keberkahan, bagi-bagi hadiah untuk penghafal
Al Qur’an, orasi dan pidato politik.
Pertanyaannya adalah, Kapan peringatan maulid Nabi bermula ?
Apakah

peringatan

maulid

Nabi

di

benarkan

dalam

Islam

?

Apa hukumnya secara syariah memperingati maulid ini?
Pertanyaan-pertanyaan yang terus terulang saat ada peringatan
maulid setiap tahunnya. Bersamaan dengan itu, masih ada perdebatan
seputar hukum memperingati maulid, meskipun Rasulullah saw sendiri
tidak pernah memperingati hari kelahirannya, begitu juga dengan para
sahabat dan tabi’in yang merupakan generasi pilihan.

6. Tradisi Fathimiyyah
Sumber-sumber sejarah menceritakan bahwa, di Mesir ada
sekelompok pendukung Fathimah putri Nabi, mereka disebut Fathimiyyin,
mereka lah pertama kali yang mengadakan peringatan hari kelahiran Nabi
Muhammad. Mereka mengadakan peringatan secara besar-besaran, mereka
membagi-bagikan aneka makanan. Di samping memperingati kelahiran
Nabi, mereka juga memperingati hari-hari kelahiran keluarga “ahlul bait”
Nabi saw.
Inilah kenyataan sejarah yang menjadikan sebagian ulama fiqh
menolak mutlak peringatan Nabi, dan memasukkan katagori bid’ah dalam
urusan agama yang tidak ada dasar hukumnya. Rasulullah saw tidak
pernah memperingati hari kelahirannya sepanjang hidupnya, begitu juga
para sahabat dan tabi’in.
11

‫ “من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد‬:‫”وهو القائل صل ل عليه وسلم‬
“Barangsiapa yang membuat hal baru dalam urusan agama kami yang
tidak ada dasar hukumnya, maka ia tertolak.” Artinya tidak termasuk dari
ajaran Islam.
Para penentang perayaan maulid juga bersandar para praktek
perayaan maulid ketika masa Fathimiyyin yang lebih cenderung berlebihan
dalam menyebarkan ajaran syi’ah. Tujuan dari peringatan ini, sebagaimana
yang dilihat oleh ahli fiqh sekaligus da’i, Abdul Karim Al Hamdan, adalah
penyebaran aqidah syi’ah dengan kedok cinta keluarga Nabi dan disertai
dengan praktek-praktek yang tidak diperbolehkan hukum, seperti
berlebihan di dalam menghormati pemimpin dengan cara-cara sufiestik
yang sudah menjerus pada kultus individu, berdo’a kepada selain Allah,
bernadzar kepada selain Allah swt. Inilah bentuk-bentuk peringatan maulid
Nabi semenjak kelomopk Fathimiyyin sampai sekarang, baik di Mesir atau
di belahan dunia lainnya.

7. Mengapa Kita Tidak Memperingati ?
Dalam sudut pandang yang berbeda, Dr. Muhammad ‘Alawi Al
Maliki Al Husni, seorang ahli fiqh, memandang bolehnya memperingati
maulid Nabi dengan diisi kegiatan yang bertujuan mendengarkan sejarah
perjalanan hidup Nabi saw dan memperdengarkan

pujian-pujian

terhadapnya. Ada kegiatan memberi makan, menyenangkan dan memberi
kegembiraan terhadap umat Islam. Meskipun ia menekankan tidak adanya
pengkhususan peringatan pada malam hari tertentu, karena itu termasuk
katagori bid’ah yang tidak ada dasarnya dalam agama.
Riwayat dari Rasulullah saw, bahwa beliau mengagungkan hari
kelahirannya, beliau bersyukur kepada Allah pada hari itu, atas nikmat
diciptakan dirinya dimuka bumi dengan membawa misi rahamatan

12

lil’alalmin, mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya. Ketika
Rasulullah saw ditanya tentang sebab beliau berpuasa pada hari Senin
dalam setiap pekan, beliau bersabda sebagaimana yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhari dan Muslim, (‫)ذلك يوم فيه ولدت‬. “Itu hari, saya dilahirkan.”
Terkait bahwa para sahabat dan tabi’in tidak melaksanakan maulid,
Dr Al Husni mengatakan, “Apa yang tidak dikerjakan oleh salafus shaleh
generasi awal Islam, tidak otomatis menjadi bid’ah yang tidak boleh
dikerjakan. Justru perlu dikembalikan kepada persoalan aslinya, yaitu
sesuatu yang membawa mashlahat secara syar’i menjadi wajib hukumnya,
sebaliknya sesuatu yang menjerumuskan kepada haram, maka hukumnya
haram.”
Menurut padangan Dr. Al Husni, jika memperingati maulid Nabi
membawa mashlahat secara syar’i, maka hukumnya dianjurkan, karena di
dalamnya ada kegiatan dzikir, sedekah, memuji Rasul, memberi makan
fakir-miskin, dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena membawa
manfaat.

8. Tergantung Kegiatan
Sebagian ulama mengingkari peringatan maulid, karena di
dalamnya bercampur dengan bid’ah dan kemungkaran yang terjadi
sebelum abad Sembilan Hijriyah, dengan bersandar pada hukum asli, yaitu
“Menolak kerusakan lebih di dahulukan dari pada meraih mashalahat.”
Ulama ahli Fiqh dari madzhab Maliki, Tajuddin Al Fakihani juga
membolehkan. Sebagian ada yang malah menganjurkan, seperti Imam
Jalaluddi As Suyuthi dan Ibnu Hajar Al Asqalani, namun mereka
mengingkari praktek-praktek bid’ah. Pendapat mereka ini bersandar pada
firman Allah swt, {‫“ }وذكرهم بأيام ل‬Dan ingatkanlah mereka dengan
hari-hari Allah.”
13

Sejumlah ulama Al Azhar, terutama Syaikh ‘Athiyyah Shaqr
rahimahullah, telah berfatwa tentang dibolehkannya memperingati maulid
Nabi dengan syarat.
Fatwa itu tertuang sebagai berikut, “Rasulullah saw telah
menetapkan bahwa hari di mana beliau dilahirkan memiliki keutamaan
dibanding

dengan

hari-hari

lainnya.

Setiap

mukmin

hendaknya

bersungguh-sungguh dalam meraih keagungan pahala, mengutamakan
amal. Itulah alasan memperingati hari ini. Dan bersyukur kepada Allah swt
atas pemberian-Nya yang sangat besar, berupa kelahiran Nabi akhir zaman
yang memberi petunjuk kepada kita menuju syari’at-Nya yang membawa
kelestarian. Namun dengan syarat tidak membuatkan gambar-gambarnya
secara khusus. Bahkan dengan lebih mendekatkan diri kepada Allah swt
atas apa yang disyariatkan, mengenalkan manusia keutamaan dan
keagungan pribadi Rasul, tidak keluar dari koridor syariat dan berubah
menjadi hal yang diharamkan secara hukum, seperti ikhthilat atau campur
baur laki-laki dan perempuan, cenderung kepada kegiatan yang tidak ada
gunanya dan hura-hura, tidak menghormati baitullah, dan termasuk yang
dikatagorikan bid’ah adalah tawasul terhadap kuburan, sesuatu yang tidak
sesuai dengan ajaran agama dan bertentangan dengan adab.
Jika yang dominan adalah kegiatan-kegiatan seperti di atas, maka
yang diutamakan adalah mencegah kerusakan sebagaimana kaidah ushul.
“Mencegah kerusakan lebih didahulukan dari pada meraih maslahat.”
Namun jika hal-hal positif lebih dominan dan manfaat secara syar’i
didapatkan, maka tidak ada larangan memperingati maulid Nabi dengan
tetap mengantisipasi hal-hal negatif sesuai kemampuan.” Allahu ‘ala.

BAB III
PENUTUP

14

1. Kesimpulan
Kesimpulannya adalah bahwa mengadakan peringatan maulid
Nabi dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah ta’ala, dan
pengagungan terhadap Rasulullah termasuk dari ibadah. Jika ia termasuk
ibadah maka kita tidak diperbolehkan untuk mengadakan perkara baru
pada agama Allah (bid’ah) yang bukan syari’at-Nya. Oleh karena itu
peringatan maulid Nabi termasuk bid’ah dalam agama dan termasuk yang
diharamkan.
Kemudian kita mendengar informasi bahwasannya pada acara
peringatan maulid Nabir terdapat kemunkaran-kemunkaran yang besar,
yang tidak dibenarkan syar’i, indera maupun akal. Dimana mereka
mensenandungkan qashidah yang didalamnya mengandung pengkultusan
terhadap

Nabi , hingga

terjadi

pengagungan

yang

melebihi

pengagungannya kepada Allah ta’ala–kita berlindung kepada Allah dari
hal ini-.
Dan juga kita mendengar informasi tentang kebodohan sebagian
orang yang mengikuti acara peringatan maulid Nabi tersebut , dimana
ketika dibacakan kisah maulid (kelahiran)beliau, lalu ketika sampai pada
perkataan (dan lahirlah Musthafa r), maka mereka semua serentak berdiri.
Mereka mengatakan bahwa ruh Rasulullah telah datang, maka kami berdiri
sebagai penghormatan terhadap kedatangan ruhnya. Dan ini jelas suatu
kebodohan.
Dan bukan merupakan adab bila mereka berdiri untuk
menghormati kedatangan ruh Nabir, karena Rasulullah merasa enggan
(tidak senang) apabila ada sahabat yang berdiri untuk menghormatinya.
Padahal

kecintaan

dan

pengagungan

para

sahabat

terhadap

Rasulullah melebihi yang lainnya, akan tetapi mereka tidak berdiri untuk
memuliakan dan mengagungkannya, ketika mereka melihat keengganan
Rasulullah dengan perbuatan tersebut. Jika hal ini tidak mereka lakukan

15

pada saat Rasulullah masih hidup, lalu bagaimana hal tersebut bisa
dilakukan oleh manusia setelah beliau meninggal dunia?.
Bid’ah ini, maksudnya adalah bid’ah maulid, terjadi setelah
berlalunya 3 (tiga) kurun waktu yang terbaik (masa sahabat, tabi’in dan
tabi’ut tabi’in). sesungguhnya Peringatan maulid Nabi telah menodai
kesucian aqidah dan juga mengundang terjadinya ikhtilath (bercampurbaurnya antara laki-laki dan wanita) serta menimbulkan perkara-perkara
munkar yang lainnya.

2. Saran – saran
Implementasi dari syahadat Laa Ilaa illalloh adalah tauhid yaitu
menunggalkan (mentauhidkan) Alloh di dalam peribadatan dan tidak
mensekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, baik di dalam Rububiyah,
Uluhiyah an asma’ wa shifat-Nya. Adapun konsekuensi dari syahadat
Muhammad Rasulullah adalah, mentauhidkan Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa Sallam di dalam ittiba’ (peneladanan) dan tidaklah
mengamalkan suatu ibadah melainkan sebagaimana yang dituntunkan oleh
beliau

‘alaihis

Sholatu

was

Salam.

Rasulullah sendiri menyatakan bahwa amalan bid’ah itu tertolak,
walaupun yang mengamalkannya ikhlas lillahi Ta’ala, dan setiap bid’ah itu
adalah sesat. Sebagian salaf bahkan mengatakan, bahwa amalan bid’ah itu
lebih dicintai syaithan daripada maksiat, karena orang yang bermaksiat dia
faham bahwa dirinya dalam kesalahan sehingga diharapkan ia dapat
bertaubat. Sedangkan orang yang mengamalkan bid’ah, menganggap apa
yg

ia

lakukan

adalah

baik

sehingga

sulit

baginya

bertaubat.

Islam itu agama sempurna dan wajib atas kita mengamalkannya secara
kaafah. Kita wajib mengingkari kesyirikan, kebid’ahan dan kemaksiatan
seluruhnya. Bukannya kita hanya mengingkari kemaksiatan, namun ridha
dan mendiamkan dosa yang lebih besar, yaitu syirik (yg tidak diampuni
Alloh)

dan

bid’ah

(yang

dinyatakan

sesat

oleh

Rasulullah).
16

Ummat Islam akan maju apabila umat ini mau kembali kepada agama
sebagaimana yang dibawa oleh para pendahulu mereka yang shalih.
Sebagaimana ucapan Imam Malik rahimahullahu, “Tidak akan sukses
keadaan ummat ini melainkan kembali sebagaimana suksesnya salaf shalih
terdahulu”.

DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.cybermq.com/index.php?pustaka/detail/12/1/pustaka-172.htm

17

2. http://www.box.net/encoded/6870461/67171703/226a37b841e29f599bfb2

3. Al-Hukmul Haqqu fil Ihtifal bi maulid Sayyidil Khalqi Shallallahu ‘alaihi
wa Sallam, tulisan dari syaikh kami Ali bin Hasan al-Halabi –
hafidhahullah –
4. Al-Qaulul Fashlu fi Hukmil Ihtifal bi maulidi Khoirir Rasul Shallallahu
‘alaihi wa Sallam, tulisan al-‘Allamah Ismail al-Anshariy.
5. Al-Maurid fi ‘Amalil maulid, tulisan dari syaikh al-‘Allamah al-Fakihany.

18