Makalah Di Pidana Internasional Internation

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Perkembangan teknologi dan globalisasi saat ini telah memberikan berbagai macam

kemudahan dalam kerjasama dan hubungan internasional antar negara-negara di dunia, baik
dalam bidang ekonomi dan perdagangan, sosial budaya serta pertahanan dan keamanan. Namun
di sisi lain juga telah mempermudah jalan bagi para pelaku kejahatan untuk memperluas aksinya.
Dewasa ini perkembangan kejahatan tidak lagi berada di dalam lingkup wilayah suatu negara
saja, akan tetapi telah melampaui batas-batas wilayah negara-negara lainnya. Beberapa bulan
terakhir kita tentu tidak asing dengan nama Nasaruddin dan Nunun Nurbaetie yang menjadi
headline di beberapa media massa di Indonesia karena mereka menjadi buronan KPK dan
melarikan diri ke luar negeri, meskipun pada akhirnya mereka dapat ditangkap berkat bantuan
interpol asing.
Dalam beberapa tahun terakhir, muncul kejahatan-kejahatan yang beraspek internasional
yang disebut sebagai kejahatan transnasional. Istilah transnasional sendiri dalam kepustakaan
hukum internasional pertama sekali diperkenalkan oleh Philip C. Jessup. Jessup menjelaskan
bahwa selain istilah hukum internasional atau international law, digunakan pula istilah hukum

transnasional atau transnational law yang dirumuskan, semua hukum yang mengatur semua
tindakan atau kejadian yang melampaui batas teritorial suatu negara. 1 kejahatan transnasional
merupakan bagian dari kejahatan internasional yang mempunyai dampak melewati batas
territorial suatu negara, kejahatan

transnasional dapat dilakukan secara individual dan/atau

kelompok atau terorganisir. Kejahatan transnasional yang terorganisir diatur dalam Convention
of Transnational Organized Crime 2000 atau yang biasa disebut dengan Konvensi Palermo
2000.2
1

Romli Atmasasmita, Tindak Pidana Narkotika Transnasional dalam Sistem Hukum Pidana
Indonesia, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1997, hal 27.
2
Nuswantoro Dwiwarno, Materi Perkuliahan Hukum Pidana Internasional, UNDIP, Semarang.

1

Karena modus serta akibat dari kejahatan-kejahatan telah melampaui lebih dari satu

wilayah negara, maka dari itu dibentuklah suatu organisasi antar kepolisian antar negara yang
disebut dengan International Criminal Police Organization (ICPO). ICPO merupakan suatu
organisasi internasional yang bergerak dalam bidang penanggulangan kejahatan internasional.
ICPO sendiri lebih dikenal dengan nama Interpol, namun Interpol bukan merupakan singkatan
dari International Police karena memang tidak ada yang namanya Polisi Internasional atau Polisi
Dunia dalam hukum internasional sejauh ini. ICPO sendiri saat ini telah bermarkas di Lyon
(Prancis) dan telah beranggotakan 190 negara sampai saat ini.
Untuk untuk pencarian dan penangkapan pelaku kejahatan yang melarikan diri ke luar
negeri, selama ini dilakukan oleh Polri dan Kejaksaan melalui kerjasama ICPO. Apabila buronan
tersebut tertangkap di negara lain maka untuk pengembaliannya ke Indonesia harus ditempuh
melalui proses ekstradisi.
Ekstradisi adalah penyerahan oleh suatu negara kepada negara yang meminta penyerahan
seseorang yang disangka atau dipidana karena melakukan suatu kejahatan di luar wilayah negara
yang menyerahkan dan di dalam yurisdiksi wilayah negara yang meminta penyerahan tersebut,
karena berwenang untuk mengadili dan memidananya.3 Penyerahan atau ekstradisi pelaku
kejahatan dari negara yang diminta kepada negara peminta sering mengalami kendala atau tidak
dapat dilakukan karena alasan belum ada perjanjian ekstradisi. Banyak negara, terutama negaranegara Eropa, sesuai dengan undang-undang nasional negara mereka, ekstradisi hanya dapat
dilakukan jika negara peminta dan negara mereka telah mempunyai perjanjian ekstradisi.

1.1. Rumusan Masalah

3

Pasal 1 Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi.

2

A. Bagaimanakah kedudukan ICPO dalam hukum internasional ?
B. Apa tujuan dari dibentuknya ICPO dan fungsi ICPO bagi masyarakat internasional ?
C. Bagaimana peranan ICPO dalam ekstradisi ?

1.2. Tujuan Penulisan
A. Untuk mengetahui kedudukan ICPO dalam hukum internasional.
B. Untuk mengetahui tujuan dibentuknya ICPO serta fungsi ICPO dalam masyarakat
internasional.
C. Untuk mengetahui peranan ICPO dalam ekstradisi.

BAB II
PEMBAHASAN
3


.1.

Kedudukan ICPO dalam Hukum Internasional

Mengingat modus operandi kejahatan yang telah berkembang, dimana seorang tersangka
setelah melakukan kejahatan di suatu negara tertentu, dapat melarikan diri melampaui batas
wilayah negara sehingga sulit untuk melakukan penangkapan. Untuk mengatasi permasalahan
tersebut, perlu dilakukan kerjasama dengan negara lain. Melihat banyaknya permasalahan yang
timbul, kita menyadari betapa sangat pentingnya kerjasama antar negara atau kerjasama antar
kepolisian dalam penyidikan kejahatan. Alasan inilah yang menjadi titik tolak lahirnya organisasi
internasional yang bergerak dalam upaya penanggulangan kejahatan internasional, yaitu dengan
lahirnya ICPO.
International Criminal Police Organization atau yang lebih dikenal dengan alamat
telegraf listriknya, Interpol, adalah organisasi yang dibentuk untuk mengkoordinasikan
kerjasama antar kepolisian di seluruh dunia. Jadi, Interpol bukan merupakan singkatan dari
International Police, tetapi merupakan kata sandi yang dipergunakan dalam komunikasi
internasional antar anggota.
Sebagai titik tolak, perlu diteliti apakah ICPO itu adalah “Polisi Internasional” atau
“Polisi Dunia”, untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka kita tinjau dari 3 (tiga) aspek, yaitu:
a. Arti istilah ‘Polisi”

Sebagaimana diketahui arti istilah polisi harus dibedakan antara “polisi sebagai fungsi”
dan “polisi sebagai “organ”. Polisi sebagai tugas pada pokoknya menunjuk pada tugas untuk
menjamin ditaatinya norma-norma yang berlaku dalam masyarakat sehingga dapat dipelihara dan
dijamin keamanan dan ketertiban dalam masyarakat tersebut. Sedangkan polisi sebagai organ,
menunjuk pada organ di dalam masyarakat atau negara yang mempunyai tugas sebagaimana
disebut di atas, yang di dalam hal-hal tertentu diberi wewenang untuk melakukan tindakantindakan yang bersifat memaksa. Dari gambaran tersebut, kiranya jelas tidak dapat dipisahkan
antara polisi sebagai tugas maupun sebagai organ dengan masyarakat atau dengan perkataan lain
tidak mungkin adanya masyarakat tanpa polisi.
4

b. Karakteristik Masyarakat Internasional
Berdasarkan hukum internasional terdapat 2 (dua) teori tentang masyarakat internasional,
yakni :4
1) Teori Universalisme, bahwa masyarakat internasional adalah suatu masyarakat
yang terdiri dari individu-individu yang mendiami permukaan bumi, karena itu
sebagai umat manusia merupakan satu kesatuan. Teori ini menitikberatkan kepada
hal-hal yang sama yang memiliki individu-individu dan karenanya menjadi dasar
dari ikatan-ikatan yang menghubungkan mereka satu sama lain.
2) Karena di atas individu-individu banyak organisasi dimana setiap individu pasti
menjadi anggotanya dan dalam perkembangan modern ini, organisasi yang paling

tinggi tingkatannya adalah negara, maka timbul teori yang kedua yang
menyatakan bahwa masyarakat internasional adalah masyarakat yang terdiri dari
negara-negara.
Dalam hubungan dengan teori-teori tersebut di atas yang pada umumnya merupakan
pendapat para sarjana hukum internasional mengenai karakteristik masyarakat internasional
antara lain dapat ditonjolkan :5
1) Bahwa dalam masyarakat internasional tidak ada kekuasaan (politik) yang
tertinggi yang dapat melakukan tindakan-tindakan yang bersifat memaksa
terhadap subjek-subjek hukum internasional lainnya.
2) Bahwa

dalam

masyarakat

internasional,

negara-negara

melaksanakan


kedaulatannya sesuai dengan kepentingan masing-masing.
3) Bahwa dalam masyarakat internasional, amsing-masing negara mempunyai
angkatan bersenjata, melaksanakan perang sebagai tindakan hukum terhadap
negara-negara yang dianggap bersalah.
c. Karakteristik Hukum Internasional
4

Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional , Bandung : PT Alumni, 2003,
hal. 36.
5
Jawahir Thontowi & Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, Bandung : Refka
Aditama, 2007, hal. 42.

5

Dapat dikemukakan bahwa berdasarkan Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah
Internasional, maka sumber hukum internasional terdiri dari :6
1) Perjanjian-perjanjian internasional (international treaties).
2) Kebiasaan internasional, yang terbukti dari praktek umum yang telah diterima

sebagai hukum.
3) Prinsip-prinsip umum hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab.
4) Keputusan-keputusan pengadilan dan ajaran para sarjana yang terkemuka dari
berbagai negara sebagai sumber tambahan untuk menetapkan aturan dan kaidah
hukum.
Selanjutnya gagasan-gagasan tentang dasar-dasar berlakunya hukum internasional
mengarah pada 2 (dua) teori sebagai berikut :
1) Teori Voluntaris yang pada dasarnya berusaha menerangkan bahwa hukum
internasional mengikat negara-negara atas dasar kehendak dari negara-negara
tersebut.
2) Teori Objektivitas yang pada dasarnya berusaha untuk membuktikan bahwa dasar
hukum internasional terlepas dari kehendak negara-negara.
Dilihat dari uraian tersebut di atas, maka jelas ada perbedaan dalam pengertian dan
hubungannya antara hukum dan masyarakat serta hukum internasional, sehingga jelas dalam
skala internasional tidak mungkin ada “polisi internasional”. Dengan demikian ICPO tidak dapat
diartikan sebagai polisi internasional atau polisi dunia.7

1.

ICPO sebagai Organisasi Internasional

Leroy Bennet, mengemukakan ada 5 ciri-ciri yang dimiliki oleh organisasi internasional

sebagai pembatasan apa yang dimaksud dengan organisasi internasional, yaitu :8
1) Organisasi permanen untuk melaksanakan fungsi-fungsi yang berkesinambungan;
6

7
8

J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, Sinar Grafka, Jakarta, 1989, hal. 43.
Sardjono, Kerjasama Internasional di Bidang Kepolisian, NCB Indonesia, Jakarta, 1996, hal. 4.
Ibid.hal.52

6

2) Keanggotaan yang sukarela dari pihak-pihak yang memenuhi syarat;
3) Anggaran dasar yang berisi tujuan, struktur dan cara-cara bertindak;
4) Badan perwakilan, konsultatif dan perundingan yang bersifat luas;
5) Sekretariat permanen untuk melaksanakan fungsi administratif, penelitian dan
informasi yang berkesinambungan.

Sama hal sebagai subjek hukum internasional, sama seperti negara, tidak semua negara
dapat menjadi subjek hukum internasional. Demikian juga dengan organisasi internasional.
Tidak semua organisasi internasional dapat menjadi subjek hukum internasional. Untuk menjadi
subjek hukum internasional, suatu organisasi internasional haruslah memenuhi persyaratan
tertentu, yaitu : 9
1) Harus dapat dibuktikan bahwa organisasi internasional tersebut mempunyai hak dan
kewajiban menurut hukum internasional yang dapat dilihat dari perjanjian yang
menjadi dasar terbentuknya organisasi tersebut;
2) Harus dilihat perkembangan organisasi tersebut dalam masyarakat internasional;
3) Bentuk atau susunan organisasi internasional tersebut apakah memiliki sekretariat
jenderal dan lain-lain;
4) Organisasi internasional tersebut tidak boleh bertentangan dengan piagam PBB.
Setelah melihat uraian tentang ciri-ciri dari organisasi internasional di atas, maka dapat
dikatakan bahwa ICPO adalah salah satu organisasi internasional. Kedudukan ICPO sebagai
organisasi internasional telah diakui oleh masyarakat internasional. ICPO merupakan organisasi
internasional terbesar kedua setelah PBB dengan 188 negara anggota. Sesuai dengan persyaratan
yang dikemukakan oleh Leroy Bennet, maka ICPO adalah organisasi internasional yang bersifat
permanen, dibentuk oleh negara-negara secara sukarela yang memiliki anggaran dasar atau
konstitusi yang memuat mengenai tujuan dan struktur organisasi tersebut. ICPO juga memiliki
badan perwakilan dan sekretariat permanen yang melaksanakan fungsi administratif , penelitian

dan informasi yang berkesinambungan.

2.
9

Struktur Organisasi ICPO

Bowett, D.W., Hukum Organisasi Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 1991, hal 5.

7

Kekuasaan tertinggi dalam organisasi ICPO terletak pada Majelis Umum dan Komite
Eksekutif, organ ini memberikan pertimbangan dan mempunyai kekuasaan untuk mengambil
keputusan dan melaksanakan pengawasan. Selain itu juga mengadakan pertemuan secara
berkala. Departemen-departemen terdapat pada Sekretariat Jenderal yang bertanggung jawab
untuk melaksanakan keputusan-keputusan dan rekomendasi yang telah disahkan oleh organ
tertinggi tersebut serta mempunyai hubungan yang erat dengan masing-masing NCB dari negara
anggota dalam rangka melaksanakan kerjasama kepolisian. NCB merupakan badan nasional
yang bertanggung jawab sebagai penghubung antara negara anggota dan Sekretariat Jenderal.
Berdasarkan Pasal 5 Anggaran Dasar ICPO, maka struktur organisasi ICPO adalah
sebagai berikut :
1) Majelis Umum (General Assembly)
Majelis Umum terdiri dari delegasi-delegasi yang ditunjuk oleh pemerintah negaranegara anggota. Majelis umum adalah badan tertinggi dari Interpol yang mengambil keputusankeputusan utama seperti kebijaksanaan umum, sumber daya yang diperlukan untuk kerjasama
internasional, metode kerja, keuangan dan program kegiatan. Majelis umum juga memilih
pejabat-pejabat organisasi. Secara umum, Majelis Umum mengambil keputusan melalui
mayoritas sederhana dalam bentuk rekomendasi atau resolusi. Setiap negara anggota memiliki
satu suara. Untuk lebih memahami fungsi dari Majelis Umum, maka dapat kita lihat dalam Pasal
8 Anggaran Dasar ICPO-Interpol , yaitu :10

a. Untuk melaksanakan tugas-tugas yang ditetapkan dalam konstitusi;
b. Untuk menentukan prinsip-prinsip dan langkah-langkah umum yang sesuai untuk
mencapai tujuan organisasi seperti yang tercantum dalam Pasal 2 Anggaran Dasar;
c. Untuk memeriksa dan menyetujui program umum kegiatan yang disiapkan oleh
Sekretariat Jenderal untuk tahun mendatang;
d. Untuk menentukan peraturan lain yang dianggap perlu;

10

,Constitution and General Regulations , diakses pada tanggal 13 April 2017.

8

e. Untuk memilih pejabat dalam melaksanakan tujuan seperti yang disebutkan dalam
konstitusi;
f. Untuk mengambil keputusan dan membuat rekomendasi kepada negara-negara
anggota tentang hal-hal yang merupakan fungsi dari organisasi;
g. Untuk memeriksa dan menyetujui setiap perjanjian yang dibuat dengan organisasi
lain.
2) Komite Eksekutif ( Executive Committee )
Komite eksekutif memiliki 13 anggota yang dipilih oleh Majelis Umum dari para delegasi
negara-negara anggota. Presiden dari organisasi dipilih untuk masa jabatan 4 tahun. Ia
memimpin Majelis Umum dan sidang Komite Eksekutif, menjamin pelaksanaan keputusan yang
telah diambil oleh organisasi dan melaksanakan hubungan yang erat dengan Sekretariat Jenderal.
3 orang wakil presiden dan 9 anggota luar biasa, yang dipilih untuk masa jabatan 3 tahun. Ketiga
belas anggota Komite Eksekutif tersebut dipilih berdasarkan keseimbangan geografi dan harus
dari negara yang berbeda-beda. Komite Eksekutif mengadakan pertemuan 3 kali setahun untuk
menjamin pelaksanaan keputusan organisasi, menyusun agenda sidang umum, menyetujui
program kegiatan dan rencana anggaran sebelum diajukan kepada Majelis Umum dan
mengadakan pengawasan terhadap manajemen Sekretariat Jenderal.

3) Sekretariat Jenderal ( General Secretariat )
Sekretariat Jenderal adalah badan administratif dan teknik yang bersifat tetap dan melalui
badan-badan inilah kegiatan Interpol dilaksanakan. Badan ini melaksanakan keputusan yang
diambil dalam sidang umum dan Komite Eksekutif melaksanakan dan mengkoordinasikan
kegiatan dalam rangka penanggulangan kejahatan internasional, membangun pusat informasi
tentang penjahat dan kejahatan serta melaksanakan hubungan dengan lembaga-lembaga baik
nasional maupun internasional. Sekretariat Jenderal dipimpin oleh sekretaris jenderal dan dibantu
oleh personil bidang teknik dan administratif, yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan
organisasi.

9

4) Biro Pusat Nasional (National Central Bureau)
Pengalaman memperlihatkan bahwa ada 3 faktor utama yang cenderung menghambat
kerjasama internasional. Hambatan utama adalah perbedaan struktur kepolisian, yang sering
mempersulit negara lain untuk mengetahui departemen manakah yang bertanggung jawab untuk
memberikan informasi mengenai suatu kasus. Kedua, adanya perbedaan bahasa yang digunakan
oleh tiap-tiap negara. Hambatan yang ketiga adalah sistem-sistem resmi prosedur yang beraneka
ragam.
Dalam usaha memecahkan masalah-masalah ini diputuskan bahwa pemerintah dari tiaptiap negara anggota harus mengangkat suatu lembaga kepolisian permanen untuk bertindak
sebagai NCB-Interpol untuk melaksanakan kerjasama internasional. Pengangkatan NCB di setiap
negara anggota ditentukan dalam konstitusi ICPO yang terdapat pada Pasal 31-33. Tugas utama
dari NCB adalah menjamin pertukaran informasi secara internasional dalam rangka pencegahan
dan penyidikan kejahatan. Dalam banyak kasus, lembaga yang dipilih adalah lembaga tingkat
tinggi dengan kekuasaan luas yang mampu menjawab setiap permintaan dari Sekjen atau dari
NCB lain. Staf NCB adalah anggota polisi dari masing-masing negara atau pegawai pemerintah
yang melaksanakan tugasnya sesuai dengan undang-undang negara yang bersangkutan.
Kegiatan-kegiatan NCB dapat dirinci sebagai berikut :
a. Mengumpulkan dokumen dan intelijen kriminal yang memiliki hubungan langsung
dengan kerjasama kepolisian internasional dari sumber-sumber negara mereka dan
mengedarkannya kepada Sekjen dan NCB lainnya;
b. Menjamin bahwa tindakan-tindakan ataupun operasi-operasi yang diminta oleh NCB
negara lain dijalankan di negara tersebut;
c. Menerima permintaan-permintaan informasi, pengecekan dan lain-lain dari NCB negara
lain serta menjawab permintaan-permintaan tersebut;
d. Mengirimkan permintaan kerjasama internasional atas keputusan pengadilan atau atas
permintaan kepolisian negara yang bersangkutan kepada NCB negara lainnya;
e. Kepala-kepala NCB menghadiri Sidang Umum Interpol sebagai delegasi dari negaranya
dan menjamin bahwa keputusan-keputusan sidang dijalankan di negaranya.

10

5) Penasehat ( Advisers)
Untuk membantu kasus-kasus khusus, Interpol dapat berkonsultasi dengan para penasehat
yang diangkat oleh Komite Eksekutif. Para penasehat ini bertugas selama 3 tahun dan merupakan
orang-orang yang ahli dalam bidangnya masing-masing yang dapat berguna bagi kepentingan
organisasi.
6) Komisi Pengawasan Data-data Interpol (The Commission for the Control of
INTERPOL’s Files).
Komisi ini merupakan badan yang independen yang bertugas untuk :11
a.

Memastikan bahwa pengambilan informasi pribadi oleh Interpol sesuai dengan
ketentuan dari organisasi;

b.

Memberikan nasehat kepada Interpol atas setiap kegiatan atau operasi, seperangkat
aturan atau hal lain yang melibatkan pengolahan data-data pribadi;

c.

2.2.

Memproses permintaan atas informasi yang terdapat dalam data Interpo

Tujuan dan Fungsi ICPO

Dalam Pasal 2 Anggaran Dasar Internasional Criminal Police Organization, tujuan
ICPO adalah :12
a.

Menjamin serta memajukan kerjasama yang seerat-eratnya dalam lapangan maupun
antar semua badan-badan kepolisian kriminal dari negara-negara di dunia yang

11
12

www.interpol.int , Interpol’s Structure, diakses pada tanggal 13 April 2017.
Nuswantoro Dwiwarno, Materi Perkuliahan Hukum Pidana Internasional, UNDIP, Semarang.

11

menjadi anggota dalam lingkungan batas-batas masing-masing negara, dengan
semangat “Pernyataan bersama tentang Hak–hak asasi manusia” (Unversal
Declaration of Human Rights )
b.

Mendirikan atau memperkembangkan semua badan-badan yang efektif akan dapat
membantu mencegah dan memberantas kejahatan.

Sesuai dengan pendirian keorganisasian ICPO, maka fungsi ICPO dapat dibedakan dalam
dua fungsi yaitu :13
1.

Fungsi Pemberantasan Kejahatan Internasional;

2.

Fungsi Kerjasama Internasional.

Fungsi Pemberantasan Kejahatan Internasional
Bidang pemberantasan kejahatan internasional dilakukan dalam tiga bidang yang berlainan
namun ketiganya saling melengkapi satu sama lainnya, yaitu :
a. Pertukaran keterangan polisi
Keterangan polisi ini harus ditafsirkan secara luas yaitu menyangkut keterangan
polisi baik yang bersifat preventif dan represi
b. Penangkapan terhadap Orang yang dimintakan ekstradisi
Penangkapan penjahat-penjahat internasional merupakan segi yang menarik
perhatian dalam bidang pemberantasan kejahatan internasional.
Peranan Interpol / ICPO dalam ekstradisi ini secara tegas juga diatur dalam perjanjian
ekstradisi antara Indonesia dengan Australia l994, sebagaimana diatur dalam Pasal 10 sebagai
berikut :
1.

Dalam keadaan mendesak Negara Pihak dapat menggunakan saluran Internasional
Criminal Police Organization untuk melakukan penahanan sementara atas seseorang

13

Nuswantoro Dwiwarno, Materi Perkuliahan Hukum Pidana Internasional, UNDIP, Semarang.

12

yang dicari, sementara menunggu disampaikannya permintaan ekstradisi melalui
saluran diplomatik. “
2.

Permintaan tersebut harus memuat uraian tentang orang yang dicari, pernyataan yang
menyatakan bahwa permintaan ekstradisi akan disampaikan melalui saluran
diplomatik, pernyataan mengenai adanya salah satu dokumen yang disebutkan dalam
ayat 2 Pasal 1 yang memberikan wewenangan untuk menahan orang tersebut,
pernyataan mengenai hukuman yang dapat dijatuhkan atau yang telah dijatuhkan atas
kejahatan itu, jika diminta oleh Negara diminta, pernyataan singkat mengenai
perbuatan atau kealpaan yang diduga merupakan kejahatan;

3.

Setelah menerima permintaan tersebut Negara yang Diminta wajib mengambil
tindakan tindakan yang diperlukan untuk menjamin penahanan orang yang dicari dan
Negara Peminta secepatnya akan diberitahu mengenai hasil permintaan tersebut;

4.

Seseorang yang ditahan berdasarkan permintaan tersebut dapat dibebaskan sesudah
waktu 45 hari terhitung sejak tanggal penahannya jika permintaan ekstradisi yang
dilengkapi dokumen yang ditentukan Pasal 11 belum diterima;

5.

Ayat 4 Pasal ini tidak akan menghalangi dilaksanakannya tata cara untuk
mengekstradisi orang yang dicari itu jika permintaan diterima sesudah itu.

Pasal 10 ayat 1 perjanjian ekstradisi Indonesia-Australia l99414 menegaskan bahwa
dalam keadaan mendesak kedua pihak dapat menggunakan saluran

ICPO/ Interpol untuk

melakukan penahanan sementara, sambil menunggu permintaan ekstradisi melalui saluran
diplomatik.
Fungsi Kerjasama Internasional
Dalam bidang kerjama internasional peranan Interpol ICPO antara lain untuk melakukan
pertukaran informasi, sebab interpol sebenarnya bukan merupakan badan yang bertugas
melakukan penahanan atau penyidikan terjhadap orang yang melakukan kejahatan. Pelaksanaan
tugas interpol dilakukan dengan tata cara sebagai berikut :

14

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1994

13

a.

Biro Pusat Nasional (National Central Bureau) atau NCB yang bertugas khusus
penyelenggara hubungan dengan badan-badan lain yang serupa di masing-masing
negara. NCB di suatu negara bertugas membantu Polri dalam pelacakan terhadap
orang yang dicari ;

b.

Sekretaris Jendral sebagai badan yang menampung semua informasi dari NCB-NCB
di masing-masing negara yang kemudian menginformasikan pada semua anggotaanggotanya di setiap negara.

Sedangkan tugas dari NCB-Interpol Indonesia sendiri secara khusus adalah sebagai
penyelenggara kerjasama/ koordinasi melalui wadah ICPO Interpol dalam rangka mendukung
upaya penanggulangan kejahatan internasional/ transnasional dan kegiatan ”peace keeping
operation” dibawah bendera PBB serta menyelenggarakan kerjasama internasional/ antar negara
dalam rangka mendukung pengembangan Polri. Dalam melaksanakan tugas tersebut, maka Set
NCB-Interpol Indonesia mempunyai fungsi sebagai berikut :15
1.

Sebagai perumusan/pengembangan petunjuk-petunjuk serta prosedur hubungan/kerja
sama luar negeri.

2.

Pelaksanaan kerja sama dengan negara-negara anggota ICPO-Interpol dan organisasi
internasional lainnya dalam rangka penanggulangan kejahatan internasional/
transnational crime.

3.

Pembinaan perwira penghubung/ Liaison Officer (LO) Polri di luar negeri.

BAB III
PENUTUP

15

http//:www.interpol.go.id, Tugas dan Fungsi NCB-Interpol Indonesia, Diakses pada 13 April
2017

14

.1.

Kesimpulan
Dari beberapa penjelasan yang sudah di paparkan kita dapat mengambil poin dan kesimpulan

penting yaitu sebagai berikut :
1. ICPO adalah sebuah organisasi internasioanal dan bukanlah merupakan polisi
internasional atau Polisi Dunia.
2. Bahwa fungsi utama ICPO adalah mengamankan jaringan komunikasi global kepolisian,
memberikan dukungan pelayanan data operasional kepolisian, memberikan dukungan
terhadap pelayanan kepolisian dan memberikan pendidikan dan pelatihan kepolisian.
Kerjasama melalui ICPO ini mempermudah kepolisian dari setiap negara anggotanya
untuk memberantas kejahatan transnasional. Kerjasama dalam ICPO dilakukan melalui
pertukaran informasi, penerbitan notices, investigasi bersama, pelatihan staff kepolisian
serta kerjasama dalam proses pra ekstradisi pelaku.
3. Peranan ICPO dalam ekstradisi sangatlah penting, karena setiap negara dibatasi oleh
kedaulatan negara lain sehingga tidak dapat keluar masuk wilayah negara lain untuk
mengejar seorang atau beberapa buronan dari negara yang dirugikan oleh pelaku tindak
pidana tersebut sehingga memerlukan ICPO untuk bertukar informasi dengan ICPO lain.

.2.

Saran
Penulis menyadari bahwa, dalam tulisan ini terdapat banyak kekurangan. Dengan

demikian, kiranya ke depan ada studi lanjut yang dapat memaparkan kembali pengetahuan
mengenai ICPO.

DAFTAR PUSTAKA

Buku
15

Agusman, Damos Dumoli, Hukum Perjanjian Internasional Kajian Teori & Praktik Indonesia,
Bandung : Refika Aditama, 2010.
Atmasasmita, Romli, Pengantar Hukum Pidana Internasional, Bandung : Refika Aditama, 2000.
Atmasasmita, Romli, Tindak Pidana Narkotika Transnasional dalam Sistem Hukum Pidana
Indonesia, Bandung : Citra Adtya Bakti, 1997.
Bowett, D.W., Hukum Organisasi Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 1991.
Kusumaatmadja, Mochtar, Pengantar Hukum Internasional , Bandung : PT Alumni, 2003.
Nuswantoro Dwiwarno, Materi Perkuliahan Hukum Pidana Internasional, UNDIP, Semarang,
Sardjono, Kerjasama Internasional di Bidang Kepolisian, Jakarta: National Central Bureau
Indonesia, 1996.
Starke, J.G, Pengantar Hukum Internasional, Jilid I Edisi Kesepuluh, Jakarta : Sinar Grafika,
1989.
Thontowi, Jawahir & Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, Bandung : Refika
Aditama, 2007.

Internet
http//:www.interpol.go.id
http://www. interpol.int

16