Efektivitas Elektroda Tembaga (Cu) Pada Proses Elektrokoagulasi Dalam Penjernihan Air Sungai Di Desa Air Hitam Kabupaten Labuhan Batu Utara

  

LAPORAN AKHIR

PELAKSANAAN PENELITIAN DESENTRALISASI

SKIM FUNDAMENTAL

Efektivitas Elektroda Tembaga (Cu) Pada Proses Elektrokoagulasi Dalam Penjernihan

Air Sungai Di Desa Air Hitam Kabupaten Labuhan Batu Utara

  

Tahun ke 1 dari rencana 1 tahun

Dr. Susilawati, S.Si., M.Si. (0007127402)

Dr. Nasrudin MN., M.Eng.Sc. (0006075505)

Dr. Hamonangan Nainggolan, M.Sc. (0024065606)

  Nomor Kontrak Penelitian : 4268/UN5.1.R/KEU/2013

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DESEMBER 2013

  

RINGKASAN

  Telah dilakukan penjernihan air sungai dengan metode elektrokoagulasi. Elektrokoagulasi adalah proses penggumpalan dan pengendapan partikel

  • – partikel halus dalam air menggunakan energi listrik. Sampel air sungai diambil dari Sungai di Desa Air Hitam Kabupaten Labuhan Batu Utara yang penduduknya tidak mendapatkan pelayanan air bersih. Air Sungai tersebut memiliki karakteristik yang hampir sama dengan air gambut. Proses Elektrokoagulasi dilakukan dengan menggunakan plat elektroda (anoda dan katoda) yang disusun secara paralel dan kemudian dialiri tegangan dari power suplay sebesar 12,7 Volt. Elektroda yang digunakan adalah plat Tembaga (Cu) yang memiliki nilai

  7 -1. -1

  konduktivitas cukup baik yaitu 6,0 x 10 m bila dibandingkan dengan plat Aluminium Ω

  7 -1. -1

  dengan nilai konduktivitas 3,8 x 10 m yang juga digunakan sebagai elektroda Ω pembanding pada penelitian ini. Penelitian akan dilakukan dalam dua tahap. Penelitian tahap pertama dilakukan dalam kapasitas laboratorium dengan menggunakan aquarium yang berukuran 30 cm x 20 cm x15 cm untuk mengetahui parameter-parameter yang optimum, baik dari segi volume sampel, jumlah dan jarak elektroda serta waktu untuk elektrokoagulasi. Penelitian tahap kedua dilakukan dengan menambahkan magnet (jenis NdFeB) kedalam sampel, dengan variasi medan magnet 0.001 T, 0.002 T, 0.003 T, 0.004 T, 0.005 T, 0.006 T dan 0.007 T. Posisi magnet divariasikan dengan posisi di luar bak proses dan di dalam bak proses. Untuk mengetahui pengaruh medan magnet pada proses elektrokoagulasi dan air bersih hasil pengolahan dilakukan pengujian terhadap air bersih yang dihasilkan.

  Parameter yang dianalisa adalah pH, suhu, Bau/Rasa, warna, kekeruhan, DHL, kadar logam Al, Cd, dan Fe. Kandungan logam Cu dalam air hasil pengolahan untuk setiap jumlah elektroda yang digunakan (1 pasang, 2 pasang, 3 pasang, 4 pasang, dan 5 pasang) juga telah diuji. Hasil pengujian terhadap kandungan logam Cu dalam air jernih yang dihasilkan telah memenuhi standar kualitas air bersih maupun air minum yang ditetapkan.

  Kata Kunci : Air Sungai, Elektroda Cu, Elektrokoagulasi, dan Magnet.

  

PRAKATA

  Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, peneliti mulai menyusun laporan kemajuan pe nelitian dengan judul “Efektivitas Elektroda Tembaga (Cu) Pada Proses

  Elektrokoagulasi Dalam Penjernihan Air Sungai Di Desa Air Hitam Kabupaten Labuhan Batu Utara”, dengan maksud menyebarkan/menginformasikan hasil penelitian kepada seluruh pembaca akan suatu proses yang dapat digunakan untuk penjernihan air.

  Penelitian ini sebenarnya merupakan penelitian lanjutan dari penelitian yang telah peneliti lakukan sebelumnya yaitu proses elektrokoagulasi dengan menggunakan elektroda Al, dengan menggunakan sampel air gambut. Sebagai upaya untuk mengefektivkan proses elektrokoagulasi dari segi waktu maka peneliti mencoba menggunakan elektroda lain selain elektroda Al dan juga elektroda Fe yang pernah digunakan sebagai elektroda pada proses elektrokoagulasi. Elektroda Tembaga (Cu) merupakan elektroda alternatif yang bisa digunakan sebagai elektroda pada proses elektrokoagulasi karena nilai konduktivitas dari logam Cu lebih tinggi bila dibandingkan dengan elektroda Al dan Juga Fe. Peneliti yakin dengan menggunakan elektroda Cu proses elektrokoagulasi akan lebih efektiv dari segi waktu dan tentunya air jernih yang dihasilkan juga masih memenuhi standar baik itu standar air bersih maupun standar air minum yang telah ditetapkan.

  Jika dari segi waktu penggunaan elektroda Cu menjadikan proses menjadi lebih efektiv, namun dari segi kualitas terhadap air yang dijernihkan masih ada kekhawatiran akan kandungan logam Cu dalam air yang dijernihkan, mengingat logam Cu adalah salah satu logam berat yang jika dikonsumsi di atas batas yang ditentukan akan membahayakan kesehatan. Untuk mengatasi kekhawatiran ini peneliti mencoba menggabungkan proses elektrokoagulasi menggunakan elektroda Cu dengan medan magnet. Penggabungan proses elektrokoagulasi dengan medan magnet ini tentu punya alasan. Proses elektrokoagulasi adalah proses penjernihan air dengan menggunakan energi listrik, jadi proses sangat bergantung pada besar listrik yang dialirkan. Secara teori kita tahu bahwa medan magnet akan menimbulkan arus listrik, bagaimana hubungan antara medan magnet dengan arus listrik bisa kita jabarkan dari hukum Biot-Savart, dimana medan magnet B berbanding lurus dengan arus listrik dan berbanding terbalik dengan jarak. Sehingga semakin besar medan magnet maka arus listrik juga akan semakin besar artinya akan semakin banyak elektron-elektron yang akan dialirkan ke elektroda.

  Pada penelitian ini digunakan magnet permanen jenis NdFeB. Medan magnet hasil magnet permanen diproduksi oleh masing-masing atom dalam magnet. Tingkat atom medan magnet inilah yang menghasilkan sebagian besar dari spin dan gerakan orbital elektron. Semakin kuat medan magnet, semakin besar jumlah dipol menunjuk ke arah lapangan (air). Di bawah pengaruh medan magnet yang diberikan, pengisi daya memisahkan polutan-polutan sehingga menghasilkan pengikatan flok yang bervariasi besarnya dari satu jenis molekul ke yang lain dengan perbedaan proporsi perpindahan yang dihasilkan oleh bidang tertentu. Penjelasan ilmiah ini kiranya cukup menjadi dasar bahwa medan magnet mempengaruhi air.

  Hasil penelitian ini kiranya dapat memberikan cara-cara pengolahan/penjernihan air untuk berbagai jenis air (air sungai, air limbah, air sumur, maupun air gambut) yang sederhana dan murah namun keefektivannya tidak diragukan.

  Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik secara moril maupun materil dalam penyelesaian penelitian ini. Peneliti tetap berupaya melakukan penyempurnaan terhadap hasil penelitian yang telah diperoleh.

DAFTAR ISI

  HALAMAN PENGESAHAN i RINGKASAN ii PRAKATA iii DAFTAR ISI v DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR viii DAFTAR LAMPIRAN ix

  BAB 1 PENDAHULUAN 1

  1.1 Latar Belakang 1

  1.2 Permasalahan 2

  1.3 Batasan Masalah 3

  BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4

  2.1 Air Sungai 4

  2.2 Prospek Pengolahan Air Sungai 5

  2.3 Proses Elektrokoagulasi 6

  2.4 Mekanisme Dalam Elektrokoagulasi 7

  2.5 Elektroda Cu 8

  2.5.1 Reaksi Di Elektroda 8

  2.5.2 Pelarutan Logam Di Larutan 9

  2.5.3 Arus Dan Tegangan Elektroda 9

  2.6 Magnet (Magnet Tetap) 10

  2.6.1 Medan Magnet 11

  2.6.2 Hubungan Arus Listrik Dan Medan Magnet 12

  2.7 Penjernihan Air Dengan Medan Magnet 12

  BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 14

  3.1 Tujuan Penelitian 14

  3.2 Manfaat Penelitian 14

  BAB 4. METODE PENELITIAN 16

  4.1 Waktu Dan Tempat Penelitian 16

  4.2 Bahan Dan Alat 16

  4.3 Tahapan Penelitian 17

  4.4 Diagram Alir Penelitian 20

  5.9 Proses Elektrokoagulasi Dengan Variasi Jumlah Elektroda (Pengambilan Sampel II) 32

  6.1 Kesimpulan 45

  BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 45

  5.13 Proses Elektrokoagulasi Dengan Variasi Medan Magnet (Didalam) 41

  5.12 Perbandingan Proses Elektrokoagulasi Dengan Proses Elektrokoagulasi Yang Dikombinasikan Dengan Medan Magnet 40

  5.11 Proses Elektrokoagulasi Dengan Variasi Medan Magnet (Diluar) 35

  5.10 Karakteristik Air Jernih yang dihasilkan (Pengambilan Sampel II) 32

  5.8 Karakteristik Air Sungai Sebelum Diolah (Pengambilan Sampel II) 31

  BAB 5 HASIL YANG DICAPAI 24

  5.7 Karakteristik Air Jernih Yang Dihasilkan 29

  5.6 Proses Elektrokoagulasi Dengan Variasi Jumlah Elektroda 28

  5.5 Proses Elektrokoagulasi Dengan Variasi Volume Sampel Air Sungai 27

  5.4 Proses Elektrokoagulasi Dengan Variasi Jarak Elektroda Cu 26

  5.3 Proses Elektrokoagulasi Dengan Elektroda Cu 25

  5.2 Proses Elektrokoagulasi Dengan Elektroda Al 25

  5.1 Karakteristik Air Sungai Sebelum Pengolahan/Penjernihan 24

  6.2 Saran 46 DAFTAR PUSTAKA 47 LAMPIRAN 49

  

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Hal.

  5.1 Karakteristik Air Sungai Sebelum diolah Dengan Metode Elektrokoagulasi 21

  5.2 Proses Elektrokoagulasi Dengan Menggunakan Elektroda Al 22

  5.3 Proses Elektrokoagulasi Dengan Menggunakan Elektroda Cu 22

  5.4 Proses Elektrokoagulasi Dengan Volume Sampel 5000 ml 25

  5.5 Proses Elektrokoagulasi Dengan Volume Sampel 6000 ml 25

  5.6 Proses Elektrokoagulasi Dengan Volume Sampel 7000 ml 25

  5.7 Karakteristik Air Sungai Setelah Dijernihkan Dengan Jumlah Elektroda 4 pasang 26

  5.8 Karakteristik Air Sungai Setelah Dijernihkan Dengan Jumlah Elektroda 5 pasang 27

  5.9 Karakteristik Air Sungai Sebelum Diolah/Dijernihkan Dengan Metode Elektrokoagulasi 28

  5.10 Karakteristik Air Sungai Setelah Dijernihkan Dengan Jumlah Elektroda 4 Pasang 30

  5.11 Karakteristik Air Sungai Setelah Dijernihkan Dengan Jumlah Elektroda 5 Pasang 30

  5.12 Pengujian Sampel Air Sungai Sebelum Penjernihan 32

  5.13 Proses Penjernihan Air Sungai Dengan Proses Elektrokoagulasi Tanpa Magnet 32

  5.14 Perbandingan Hasil Penjernihan Air dengan Proses EC tanpa Magnet Dan Proses EC dengan Magnet. 37

  5.15 Pengujian Sampel Air Sungai Sebelum Penjernihan 38

  5.16 Hasil Pengujian Air Sungai Setelah Penjernihan 39

  5.17 Perbandingan Proses EC dengan Posisi Magnet di Luar dan di Dalam Bak Proses 40

  

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Hal.

  2.1 Perinsip Proses Elektrokoagulasi 6

  2.2 Mekanisme Dalam Elektrokoagulasi 7

  4.1 Diagram Alir Penelitian Skala Laboratorium 20

  4.2 Diagram Alir Penelitian Tahap I 21

  4.3 Diagram Alir Penelitian Tahap II 22

  4.4 Rangkaian Eksperimen Tahap I 23

  4.5 Rangkaian Eksperimen Tahap II 23

  5.1 Pengaruh Jarak Terhadap Tegangan 26

  5.2 Pengaruh Jumlah Elektroda Terhadap Waktu Penjernihan 27

  5.3 Pengaruh Jumlah Elektroda Terhadap Kadar Logam Cu Dalam Air 30

  5.4 Pengaruh Jumlah Elektroda Terhadap Waktu Penjernihan 32

  5.5 Pengaruh Jumlah Elektroda Terhadap Kadar Logam Cu 35

  5.6 Pengaruh Waktu Terhadap Hasil Penjernihan Tanpa Medan Magnet Dengan Elektroda 1 Pasang 37

  5.7 Grafik Hubungan Antara Kadar Logam Cu Dengan Besar Medan Magnet 38

  5.8 Grafik Hubungan Antara Kekeruhan dengan Besar Medan Magnet 40

  5.9 Grafik Hubungan Antara Penurunan Warna dengan Besar Medan Magnet 41

  5.10 Pengaruh Medan Magnet Terhadap Hasil Penjernihan (Magnet diletakkan Dalam Bak Proses) 43

  

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Hal.

  1 Data Hasil Pengujian (Pengambilan Sampel I) 49

  2 Data Hasil Pengujian Sampel (Pengambilan Sampel II) 57

  3 Data Hasil Pengujian Sampel (Pengambilan Sampel III) 72

  4 Dokumentasi Hasil Penelitian (Air Jernih Yang Dihasilkan) 79

  5 Personalia Tenaga Peneliti beserta Kualifikasinya 81

  6 Formulir Evaluasi Atas Capaian Luaran 91

  7 Artikel Jurnal Nasional (Sudah Diterima) 96

  8 Prosiding Nasional 105

  9 Sertifikat Pemakalah Pada Seminar Nasional 113

  10 Draft Artikel Jurnal Internasional 115

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang diperoleh dari berbagai sumber, tergantung pada kondisi daerah setempat. Kondisi sumber air pada setiap daerah berbeda-beda, tergantung pada keadaan alam dan kegiatan manusia yang terdapat di daerah tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu memerlukan air terutama untuk minum, masak, mandi, mencuci dan sebagainya. Pada saat ini persentase penduduk Indonesia yang sudah mendapat pelayanan air bersih dari badan atau perusahaan air minum masih sangat kecil yaitu untuk daerah perkotaan 45% sedangkan untuk daerah pedesaan baru sekitar 36% (Idaman dan Dwi, 1999).

  Di daerah-daerah yang belum mendapatkan pelayanan air bersih, penduduk biasanya menggunakan air sumur galian, air sungai yang kadang-kadang bahkan seringkali air yang digunakan kurang memenuhi standar air minum yang sehat. Bahkan untuk daerah yang sangat buruk kualitas air tanah maupun air sungainya, misalnya di Desa Air Hitam Kabupaten Labuhan Batu Utara. Penduduk di Desa air Hitam Kabupaten Labuhan Batu Utara mengalami kesulitan untuk memperoleh air bersih pada saat musim kemarau, sumur-sumur di rumah penduduk mengalami kekeringan, sehingga para penduduk desa tersebut mempergunakan air sungai yang berwarna kecokelatan untuk kebutuhan sehari-hari tanpa melalui proses pengolahan terlebih dahulu.

  Sungai di daerah tersebut banyak dipengaruhi oleh anak-anak sungai yang berasal dari daerah rawa yang berlahan gambut serta lahan-lahan industri disekitarnya sehingga air tersebut berwarna kecokelatan seperti air gambut yang mempunyai derajat keasaman yang tinggi. Air sungai yang berwarna kecokelatan ini disebabkan adanya kandungan organik yang berupa partikel yang berukuran sangat kecil dan mempunyai muatan listrik pada permukaannya yang menyebabkan partikel tersebut stabil. Salah satu cara pendestabilisasian partikel ini yaitu melalui proses koagulasi dengan bantuan garam-garam yang mengandung ion-ion logam bervalensi tiga, seperti besi dan aluminium sebagai koagulan, sehingga proses pengolahan air sungai ini dapat dilakukan dengan cara elektrolisa yang disebut dengan elektrokoagulasi (D. Ghernaout et al., 2009). Proses elektrokoagulasi dapat dipakai sebagai salah satu alternatif untuk memperbaiki kualitas air sungai karena dapat menurunkan kandungan organik, kekeruhan dan warna.

  Pada penelitian ini elektroda yang digunakan pada proses elektrokoagulasi adalah elektroda tembaga (Cu). Penulis menggunakan elektroda tembaga (Cu) karena selain harganya ekonomis logam tembaga (Cu) juga mempunyai sifat daya hantar listrik (konduktivitas) yang cukup baik dibandingkan dengan logam aluminium yang biasanya digunakan dan memungkinkan agar proses elektrokoagulasi lebih cepat. Sehingga diharapkan proses elektrokoagulasi dengan menggunakan elektroda tembaga (Cu) ini dapat menjadi suatu alternatif dalam menghasilkan air bersih yang parameternya memenuhi standar yang telah ditetapkan sehingga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari - hari.

  Penggunaan Cu sebagai elektroda pada proses elektrokoagulasi menyebabkan kandungan logam Cu yang terlarut dalam air bersih hasil pengolahan lebih besar dibandingkan dengan air sebelum diolah. Untuk mengurangi kandungan logam Cu pada air hasil pengolahan pada penelitian ini proses elektrokoagulasi dikombinasikan dengan medan magnet. Magnet adalah elemen inti dari sistem yang lengkap untuk menghilangkan fosfat, logam berat dan polutan lainnya dari air limbah (

  Ni’am, et al., 2006). Teknologi gabungan antara proses elektrokoagulasi dan medan magnet ini diharapkan dapat mereduksi kandungan logam Cu dan juga kontaminan-kontaminan lain dalam air sehingga air jernih yang dihasilkan dapat memenuhi standar kualitas air bersih maupun air minum yang ditetapkan.

  Sebagai suatu alternatif pengganti proses yang ketergantungan terhadap bahan kimia, maka proses elektrokoagulasi ini perlu direncanakan dengan baik agar memberikan hasil yang optimum dan lebih efektif dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi elektroda yang akan menentukan pemakaian daya listrik, yaitu : variabel elektroda, meliputi : jenis, jumlah, dan jarak antar elektroda. Dan variabel listrik, meliputi : arus, dan tegangan.

1.2 Permasalahan

  Penduduk di Desa Air Hitam Kecamatan Aek Ledong Kabupaten Labuhan Batu Utara mengalami kesulitan untuk memperoleh air bersih, hal ini karena sumber air yang tersedia adalah air sungai yang memiliki karakteristik yang hampir sama dengan air gambut. Air sungai yang berwarna kuning, merah kecoklatan dan hitam disebabkan oleh senyawa- senyawa organik. Senyawa organik tersebut bersifat asam sehingga umumnya logam-logam terlarut dalam bentuk mikroelement di dalam air sungai.

  Berdasarkan identifikasi masalah diatas maka permasalahan dalam penelitian ini adalah:

  1. Bagaimana mendapatkan air bersih dari air sungai di Desa Air Hitam yang sesuai dengan persyaratan kualitas air bersih berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI, Nomor : 492/MENKES/PER/IV/2010 dengan sumber air baku dari air sungai yang memiliki karakteristik hampir sama dengan air gambut, untuk parameter-parameter yang diuji.

  2. Apakah proses elektrokoagulasi bisa digunakan untuk menjernihkan air sungai di Desa Air Hitam Kabupaten Labuhan Batu Utara sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang persyaratan air bersih dan Keputusan Menteri Kesehatan RI, Nomor: 907/MENKES/SK/ VII/2002 Tanggal 29 Juli 2002 tentang persyaratan kualitas air minum, untuk parameter-parameter yang diuji.

  3. Apakah dengan menggunakan elektroda tembaga (Cu) proses elektrokoagulasi akan lebih efektif dan efisien dalam menghasilkan air bersih.

  4. Bagaimana pengaruh jarak elektroda, jumlah elektroda, tegangan, dan waktu terhadap proses elektrokoagulasi.

  5. Bagaimana pengaruh medan magnet terhadap proses elektrokoagulasi dalam mengolah air untuk menghasilkan air bersih.

  6. Barapa besar medan magnet optimum yang dibutuhkan untuk mereduksi kadar logam dan kontaminan

  • – kontaminan yang terdapat dalam air hasil pengolahan.

1.3 Batasan Masalah

  1. Sampel yang digunakan adalah sampel air sungai yang diambil Desa Air Hitam Kecamatan Aek Ledong Kabupaten Labuhan Batu Utara.

  2. Elektroda yang digunakan adalah Elektroda Tembaga (Cu)

  3. Jenis magnet yang digunakan adalah magnet NdFeB (magnet Neodynium)

  4. Variasi medan magnet yang digunakan adalah 0.001 T, 0.002 T, 0.003 T, 0.0004 T, dan 0.005 T, 0.006 T dan 0.007 T.

  5. Magnet diposisikan di luar dan di dalam bak proses.

  6. Parameter yang diuji dan dianalisa yaitu pH, suhu, bau/rasa, warna, kekeruhan, DHL (konduktivitas), logam Cu, Cd, Al, dan Fe.

  7. Pengujian dilakukan sebelum dan sesudah proses elektrokoagulasi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air Sungai

  Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, limpasan bawah tanah, dan di beberapa negara tertentu air sungai juga berasal dari lelehan es / salju. Selain air, sungai juga mengalirkan sedimen dan polutan. Sayangnya air sungai dibeberapa tempat sudah tercemar. Indikasi pencemaran air sungai dapat diketahui baik secara visual maupun pengujian:

  1. Perubahan pH (tingkat keasaman/ konsentrasi ion hidrogen) air normal yang

  • – memenuhi syarat untuk suatu kehidupan memiliki pH netral dengan kisaran nilai 6,5 7,5. Air sungai yang pH
  • – nya di luar dari pH netral, akan menganggu kehidupan masyarakat yang mengkonsumsinya.

  2. Perubahan warna, bau dan rasa air normal dan air bersih tidak akan berwarna, sehingga tampak bening dan jernih. Bila kondisi air warnanya berubah maka hal tersebut merupakan salah satu indikasi bahwa air sungai telah tercemar. Timbulnya bau pada air lingkungan sungai merupakan indikasi kuat bahwa air sungai telah tercemar. Air yang bau dapat berasal dari limbah industri.

  3. Timbulnya endapan, koloid dan bahan terlarut endapan, koloid dan bahan terlarut berasal dari adanya limbah industri yang berbentuk padat, bila tidak larut sempurna akan mengendap di dasar sungai, dan yang larut sebagian akan menjadi koloid dan akan menghalangi bahan

  • – bahan organik yang sulit diukur melalui uji BOD karena sulit didegresi melalui reaksi biokimia, namun dapat diukur melalui uji COD (Ahadiana Sari, 2006). Melalui penyediaan air bersih, baik dari segi kualitas dan kuantitasnya di suatu daerah, diharapkan dapat menghambat penyebaran penyakit menular. Agar air yang masuk ke dalam tubuh manusia baik berupa minuman atau makanan tidak mengandung bibit penyakit, maka pengolahan air yang berasal dari sumber air misalnya sungai adalah sangat diperlukan.

  Air sungai juga merupakan air baku yang umum digunakan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di Indonesia. Untuk menjadi air baku air minum, air sungai tersebut harus memenuhi parameter baku mutu yang berlaku. Keberhasilan proses pengolahan air minum berkaitan dengan penurunan kekeruhan dan kontaminan lain yang terkandung di dalam air baku. Air yang memenuhi standar atau persyaratan kesehatan adalah air yang tidak berbau, berwarna, berasa serta memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan sesuai dengan peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia No. 907/MENKES/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum dan keputusan mentri kesehatan RI, nomor : 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air bersih.

  Air Sungai Aek Leidong di Desa Air Hitam adalah air sungai yang memiliki siklus pasang surut dan memiliki banyak anak sungai yang berasal dari daerah berawa, lahan gambut serta industri-industri disekitarnya. Air sungai tersebut mempunyai ciri-ciri : Intensitas warna yang tinggi (berwarna merah kecokelatan), pH rendah dan bila didiamkan dalam suatu wadah air memiliki endapan tetapi warna dan rasa tidak berubah. Dan apabila digunakan langsung dapat menimbulkan beberapa dampak negatif bagi para penduduk setempat. Untuk dapat digunakan air sungai yang memiliki karakteristik yang sama dengan air gambut tersebut harus diolah terlebih dahulu.

2.2 Prospek Pengolahan Air Sungai

  Karakteristik air sungai seperti yang telah disebutkan di atas menunjukkan bahwa air sungai kurang menguntungkan untuk dijadikanair bersih dan air minum bagi masyarakat di Desa Air Hitam. Namun karena air sungai tersebut merupakan salah satu sumber air baku dan dominan di daerah tersebut maka harus bisa menjadi alternatif sumber air bersih maupun air minum masyarakat. Kondisi yang kurang menguntungkan dari segi kesehatan adalah sebagai berikut, (Wagner, 2001) :

  1. Kadar keasaman pH yang rendah dapat menyebabkan kerusakan gigi dan sakit perut.

  2. Kandungan organik yang tinggi dapat menjadi sumber makanan bagi mikroorganisma dalam air, sehingga dapat menimbulkan bau apabila bahan organik tersebut terurai secara biologi.

  3. Apabila dalam pengolahan air sungai tersebut digunakan klor sebagai desinfektan, akan terbentuk trihalometan (THM’S) seperti senyawa argonoklor yang dapat bersifat karsinogenik (kelarutan logam dalam air semakin tinggi bila pH semakin rendah).

  4. Ikatannya yang kuat dengan logam (Besi dan Mangan) menyebabkan kandungan logam dalam air tinggi dan dapat menimbulkan kematian jika dikonsumsi secara terus menerus.

  Berdasarkan pada pengetahuan tentang penyebab dan kandungan warna pada air sungai dan sifat-sifatnya, maka proses dan metode pengolahan yang dapat diterapkan untuk mengolah jenis air berwarna alami adalah : Proses oksidasi, Proses adsorpsi, Proses Koagulasi - Flokulasi, dan Proses elektrokoagulasi.

2.3 Proses Elektrokoagulasi

  Elektrokoagulasi merupakan metode pengolahan air secara elektrokimia dimana pada anoda terjadi pelepasan koagulan aktif berupa ion logam (biasanya alumunium atau besi) ke dalam larutan, sedangkan pada katoda terjadi reaksi elektrolisis berupa pelepasan gas Hidrogen (Holt et al., 2004). Menurut Mollah (2004), elektrokoagulasi adalah proses kompleks yang melibatkan fenomena kimia dan fisika dengan menggunakan elektroda untuk menghasilkan ion yang digunakan untuk mengolah air limbah. Sedangkan elektrokoagulasi menurut Ni’am (2007), adalah proses penggumpalan dan pengendapan partikel-partikel halus dalam air menggunakan energi listrik.

Gambar 2.1 Peri nsip proses elektrokoagulasi (Ni’am, 2007)

  Proses elektrokoagulasi dilakukan pada bejana elektrolisis yang didalamnya terdapat dua penghantar arus listrik searah yang disebut elektroda, yang tercelup dalam larutan elektrolit (Gambar 2.1). Proses elektrokoagulasi terbentuk melalui pelarutan logam dari anoda yang kemudian berinteraksi secara simultan dengan ion hidroksi dan gas hidrogen yang dihasilkan dari katoda. Hidroksi mengflokulasi dan mengkoagulasi partikel tersuspensi sehingga terjadi proses pemisahan zat padat dari air limbah atau air sungai.

2.4 Mekanisme Dalam Elektrokoagulasi

  Menurut Holt et al. (2006) ada berbagai kemungkinan mekanisme yang terjadi dalam elektrokoagulasi (interaksi dalam larutan) yaitu : (1) Migrasi ke muatan elektroda yang berlawanan (electrophoresis) dan agregatisasi netralisasi muatan, (2) Kation atau ion OH

  • membentuk suatu presipitasi dengan polutan, (3) Interaksi kation logam dengan OH untuk membentuk suatu hidroksida yang mempunyai sifat-sifat adsorpsi yang tinggi sekaligus mengikat polutan, (4) Hidroksida membentuk struktur seperti kisi yang lebih besar dan sweep coagulation, (5) Oksidasi polutan-polutan, dan (6) Pemindahan oleh elektroflotasi dan adhesi ke gelembung. Gambar (2.2) memperlihatkan proses elektrokoagulasi yang sangat kompleks. Dimana koagulan dan produk hidrolisis saling berinteraksi dengan polutan atau dengan ion yang lain atau dengan gas hidrogen. Pada anoda terjadi pelepasan koagulan aktif

  3+

  berupa ion Al , sedangkan pada katoda terjadi peristiwa elektrolisis berupa pelepasan gas hidrogen.

  Menurut Mollah (2004) mekanisme penyisihan yang umum terjadi di dalam elektrokoagulasi terbagi dalam tiga faktor utama yaitu : (a) terbentuknya koagulan akibat proses oksidasi elektrolisis pada elektroda, (b) destabilisasi kontaminan, partikel tersuspensi, dan pemecahan emulsi, dan (c) agregatisasi dari hasil destabilisasi untuk membentuk flok.

Gambar 2.2 Mekanisme dalam elektrokoagulasi (Holt, 2006)Gambar 2.2 Mekanisme dalam elektrokoagulasi (Holt, 2006)

2.5 Elektroda Cu

  Sebuah elektroda dalam sebuah sel elektrokimia dapat disebut sebagai anoda atau katoda. Anoda ini didefinisikan sebagai elektroda di mana elektron datang dari sel dan oksidasi terjadi, dan katoda didefinisikan sebagai elektroda di mana elektron memasuki sel dan reduksi terjadi. Setiap elektroda dapat menjadi sebuah anoda atau katoda tergantung dari voltase yang diberikan ke sel. Sebuah elektroda bipolar adalah sebuah elektroda yang berfungsi sebagai anoda dari sebuah sel dan katoda bagi sel lainnya (A. Fitri dan Dwi Ismawati, 2007).

  Sebuah elektroda adalah sebuah konduktor berupa logam yang digunakan untuk bersentuhan dengan larutan elektrolit dalam sebuah sirkuit. Bahan elektroda yang ideal untuk banyak proses ialah stabil dalam medium elektrokoagulasi dan diperoleh hasil reaksi yang dikehendaki dengan efisiensi arus pada overpotential rendah. Bahan yang baik seringkali mahal dan yang lebih umum adalah bahan aktif yang dilapiskan pada bahan yang murah atau bahan inert. Untuk proses penelitian ini digunakan elektroda yang dibuat dari tembaga (Cu), karena Pada saat ini, logam Cu mempunyai nilai konduktivitas cukup baik dibandingkan dengan penghantar lainnya (Al dan Fe).

  Logam Tembaga adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Cu dan nomor atom 29. Tembaga memiliki warna kemerah-merahan. Unsur ini sangat mudah dibentuk, lunak, dan merupakan konduktor yang bagus untuk aliran elektron (kedua setelah perak dalam hal ini). Logam ini mempunyai sifat sebagai koagulan yang baik. Massa Jenis :

  3 6 -1 -1

  8.96 g/cm Massa Atom : 63.546, konduktivitas listrik : 60.7 x 10 ohm cm . Logam Cu tersebut merupakan salah satu logam berat yang akan bersifat racun bagi tubuh apabila larut secara berlebihan di dalam air yang akan dikonsumsi.

2.5.1 Reaksi Pada Elektroda

  • dan ion logam.

  Pada katoda akan terjadi reaksi

  • – reaksi reduksi terhadap kation yaitu H – ion
    • dari suatu asam akan direduksi menjadi gas hidrogen yaitu berupa gas.

   Ion H

  • Reaksi : 2H + 2e H

  2 (2.1)

   Jika larutan mengandung ion logam alkali, alkali tanah maka ion

  • – ion tersebut tidak dapat direduksi dari larutan, yang mengalami reduksi adalah pelarut dan akan terbentuk gas hidrogen pada plat katoda.
  • Reaksi : 2H

  2 O + 2e 2OH + H 2 (2.2)

   Jika larutan mengandung logam lain, maka ion

  • – ion logam akan direduksi menjadi logamnya dan terdapat pada batang katoda.

  2+

  Reaksi : Cu + 2e Cu (2.3) Pada Anoda akan terjadi reaksi oksidasi yaitu sebagai berikut.  Plat anoda akan teroksidasi:

  2+ -

  Reaksi : Cu +2H

  2 O Cu(OH) 2 + 2H + 2e (2.4)

  • akan teroksidasi membentuk gas oksigen

   Ion OH

  • Reaksi : 4OH

  2H

  2 O + O 2 + 4e (2.5)

   Anion

  • – anion lain yang tidak dapat teroksidasi yang akan mengalami oksidasi adalah pelarutnya (air) membentuk gas oksigen.
    • Reaksi : 2H

  2 O 4H + O 2 + 4e (2.6)

  2.5.2 Pelarutan Logam di Larutan

  Pada percobaan elektrokoagulasi, elektroda yang digunakan adalah selalu dihubungkan dengan sumber arus DC. Jumlah logam yang larut tergantung pada jumlah arus listrik yang mengalir pada elektroda tersebut. Hukum Faraday membuat hubungan antara kuat arus (I) yang mengalir dengan jumlah massa yang terlepas ke larutan, hal ini merupakan pendekatan secara teoritis untuk menghitung jumlah elektroda yang terlepas pada larutan. Adapun rumus dari hukum Faraday adalah sebagai berikut :

  (2.1) dengan : w = massa elektroda yang larut (gram), i = kuat arus yang digunakan (Ampere), t = lamanya arus mengalir (detik), m = berat molekul plat elektroda / berat atom, z = valensi logam, dan F = konstanta Faraday (96500 C/mol).

  2.5.3 Arus Dan Tegangan Elektroda

  Arus listrik adalah banyaknya muatan listrik yang mengalir tiap satuan waktu. Muatan listrik bisa mengalir melalui kabel atau penghantar listrik lainnya. Sedangkan tegangan elektroda menentukan terbentuknya reaksi perpindahan elektron dan kecepatan reaksi. Tegangan atau rapat arus merupakan faktor utama pengontrol efisiensi arus dan mutu hasil. Tegangan listrik (kadang disebut sebagai Voltase) adalah perbedaan potensi listrik antara dua titik dalam rangkaian listrik, dinyatakan dalam satuan volt. Besaran ini mengukur energi potensial sebuah medan listrik untuk menyebabkan aliran listrik dalam sebuah konduktor listrik. Tergantung pada perbedaan potensi listrik satu tegangan listrik dapat dikatakan sebagai ekstra rendah, rendah, tinggi atau ekstra tinggi.

  Pada dasarnya sebuah rangkaian listrik terjadi ketika sebuah penghantar mampu dialiri elektron bebas secara terus menerus. Aliran yang terus-menerus ini yang disebut dengan arus, dan sering juga disebut dengan aliran, sama halnya dengan air yang mengalir pada sebuah pipa. Elektron bebas cenderung bergerak melewati konduktor dengan beberapa derajat pergesekan, atau bergerak berlawanan. Gerak berlawanan ini yang biasanya disebut dengan hambatan. Besarnya arus didalam rangkaian adalah jumlah dari energi yang ada untuk mendorong elektron, dan juga jumlah dari hambatan dalam sebuah rangkaian untuk menghambat lajunya arus. Prinsip hukum ohm adalah besarnya arus listrik yang mengalir melalui sebuah penghantar metal pada rangkaian, ohm menemukan sebuah persamaan yang simple, menjelaskan bagaimana hubungan antara tegangan, arus, dan hambatan yang saling berhubungan dinyatakan secara matematis sebagai berikut,

  (2.2) dengan : I = arus listrik (Ampere), V = tegangan (Volt), dan R : Resistansi (Ohm) Menurut hukum ohm nilai resistansi R akan bergantung (berbanding lurus) pada panjang suatu bahan dan hambatan jenis dan berbanding terbalik dengan luas penampang bahan tersebut. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut,

  (2.3) dengan: R = Resistansi (Ohm), ρ = Hambatan jenis (Ohm.meter), l = Panjang bahan

  2 (meter), dan A = Luas penampang (meter ).

2.6 Magnet (Magnet Tetap)

  Magnet tetap (permanen) tidak memerlukan tenaga atau bantuan dari luar untuk menghasilkan daya magnet (berelektromagnetik). Jenis magnet tetap selama ini yang diketahui adalah Ceramic or Ferrite, Alnico, Samarium Cobalt (SmCo), dan Neodymium Iron Boron (NdFeB). Pada penelitian ini magnet yang digunakan adalah magnet tetap NdFeB (Neodymium). Magnet neodymium, merupakan magnet tetap yang paling kuat. Magnet neodymium (juga dikenal sebagai NdFeB, NIB, atau magnet Neo), merupakan sejenis magnet tanah jarang, terbuat dari campuran logam neodymium. Jenis magnet ini dikenal juga dengan sebutan "King Of Magnet" yaitu raja dari segala magnet permanen yang kita sebut tadi baik dari segi kekuatan magnet, daya terapi, harga, dan manfaat dalam membantu memulihkan kesehatan tubuh manusia. Magnet ini sangat terkenal di berbagai bidang kesehatan baik secara fisiotherapy dan pengobatan alternatif, juga digunakan oleh rumah sakit - rumah sakit, dan terapi magnet dalam pakar fisiotherapy. Magnet ini sangat dianjurkan untuk kebutuhan terapi karena memiliki energi yang sangat kuat.

2.6.1 Medan Magnet

  Fenomena kemagnetan yang mula-mula diamati adalah bahwa magnet alam berupa batu- batu (magnet) tertentu akan menarik potongan besi kecil. Magnet alami yang lain adalah bumi yang pengaruhnya terhadap jarum kompas sudah dikenal sejak zaman dahulu (sekitar abad 11). Pada tahun 1819, H.C. Oersted menemukan bahwa arus dapat menghasilkan efek magnet. Selanjutnya pada tahun 1831, Michael Faraday dan Joseph Henry menunjukkan bahwa arus dapat ditimbulkan dengan menggerakkan magnet. Medan magnet didefinisikan sebagai ruang di sekitar sebuah magnet atau di sekitar muatan yang bergerak. Jika menggunakan analogi untuk medan listrik, maka untuk sebuah kawat berarus sebagai sumber khas medan magnet, dapat diterapkan secara skematis yang menyarankan bahwa :

  (a) arus menghasilkan medan magnet dan (b) medan magnet mengerahkan gaya pada arus arus

  ⇔ medan ( B) ⇔ arus Medan magnet adalah medan vektor. Salah satu besaran untuk memberikan medan magnet adalah induksi magnet . Induksi magnet adalah kuat medan magnet akibat adanya arus listrik yang mengalir dalam konduktor. Adanya kuat medan magnetik di sekitar konduktor berarus listrik diselidiki pertama kali oleh Hans Christian (Denmark, 1774 - 1851), jika jarum kompas diletakkan sejajar dengan konduktor itu dialiri arus listrik. Bila arah arus dibalik, maka penyimpangannya juga berbalik. Selanjutnya, secara teoritis laplace (1749 - 1827) menyatakan bahwa kuat medan magnet atau induksi magnet di sekitar arus listrik sebagai berikut :

  1. Berbanding lurus dengan arus listrik

  2. Berbanding lurus dengan panjang kawat penghantar

  3. Berbanding terbalik dengan kuadrat jarak suatu titik dari kawat penghantar itu

  4. Arah induksi magnet tersebut tegak lurus dengan bidang yang dilalui arus listrik. Garis medan induksi disebut garis induksi. Hubungan antara induksi magnet dengan garis induksi adalah arah garis singgung pada garis induksi menyatakan arah induksi magnet dan banyaknya garis induksi per satuan luas (yang tegak lurus pada garis), adalah sebanding dengan besarnya induksi magnet. Dari hubungan tersebut, induksi magnet disebut juga

  2

  2

  4 rapat fluks. Satuan induksi magnet weber/m = Tesla ( T) dimana 1 Wb/m = 1 T =10 Gauss.

2.6.2 Hubungan Arus Listrik dan Medan Magnet

  Dengan hukum Biot-Savart kita dapat menghitung B yang dihasilkan oleh arus listrik, tetapi perhitungannya sering sulit dilakukan dan membutuhkan banyak tenaga. Untuk bentuk-bentuk tertentu akan lebih mudah dengan menggunakan hukum Ampere, yaitu :

  Bdl   (2.4)

  I

  Hukum Ampere di atas berlaku umum tidak peduli bentuk kawat yang dialiri arus ataupun bentuk lengkungan integrasi C. Baik hukum Biot-Savart maupun hukum Ampere diperoleh dari dua eksperimen terpisah. Dalam teori listrik magnet, hukum Ampere yang bentuknya diubah dalam bentuk diferensial, merupakan bagian dari persamaan Maxwell yang merupakan hukum dasar elektromagnet. Hubungan antara muatan listrik dan medan magnet dapat dituliskan sebagai berikut :

  I B  (2.5) r

  Lebih persisnya 

  I B (2.6) 

  

  2 r

  • 7

  dengan : µ T m/A, I = kuat arus, dan r = jarak

  = permeabilitas = 4 π x 10

2.7 Penjernihan Air Dengan Medan Magnet

  Efisiensi dan efektivitas pengolahan air magnetik sangat dipengaruhi oleh sifat kimia air, dengan kekuatan medan magnet dan oleh karakteristik aliran fluida. air disebut sebagai pelarut universal karena kemampuannya untuk melarutkan, sampai batas tertentu. Hampir semua zat organik dan anorganik dengan jumlah besar yang datang ke kontak bagian positif dari molekul air menarik partikel negatif atau akhir negatif dari partikel polar lainnya dengan bagian negatif menarik partikel positif atau akhir positif dari partikel kutub lainnya.

  Medan magnet dihasilkan oleh gerakan partikel bermuatan. Misalnya, elektron mengalir dalam kawat menghasilkan medan magnet di sekitar kawat. Medan magnet hadir hanya ketika arus listrik dilewatkan melalui kumparan kawat. Namun untuk Magnet permanen tidak menggunakan diterapkannya arus listrik. Sebaliknya, medan magnet hasil magnet permanen dari keselarasan bersama oleh medan magnet yang sangat kecil diproduksi oleh masing-masing atom dalam magnet. Tingkat atom medan magnet inilah yang menghasilkan sebagian besar dari spin dan gerakan orbital elektron. Kekuatan magnet diberikan oleh kerapatan fluks magnet, yang diukur dalam satuan Gauss.

  Medan magnet dapat diproduksi dengan menyelaraskan positif dan negatif ke ujung berlawanan dari berbagai bahan magnetik. Bahan yang digunakan dan jenis peralatan yang digunakan akan menentukan kekuatan medan magnet. Semakin kuat medan magnet, semakin besar jumlah dipol menunjuk ke arah lapangan. Di bawah pengaruh medan magnet yang diberikan, pengisi daya memisahkan polutan-polutan sehingga menghasilkan pengikatan flok yang bervariasi besarnya dari satu jenis molekul ke yang lain dengan perbedaan proporsi perpindahan yang dihasilkan oleh bidang tertentu.

  Penjelasan ilmiah dari pengolahan air magnet telah menjadi subyek dari investigasi oleh peneliti Inggris, Rusia dan Amerika. Studi ini melibatkan pembentukan skala dan metode untuk pencegahannya. Penjernihan air dengan magnet pertama kali dipatenkan oleh Vermeiren di Belgia pada tahun 1945, dan ia diakui sebagai penemu dari kenyataan bahwa medan magnet mempengaruhi air.

  Peneliti lain Vanvelsen et al (1990), juga telah mengembangkan magnet yang sangat efisien untuk pengolahan air limbah . Magnet adalah elemen inti dari sistem yang lengkap untuk menghilangkan fosfat, logam berat dan polutan lainnya dari air limbah (

  Ni’am, et al., 2006).

BAB 3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

  3.1 Tujuan Penelitian

  Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: