Penjernihan Air Sungai Menjadi Air Bersih dengan Elektrokoagulasi di Desa Air Hitam Kabupaten Labuhan Batu Utara.
PENJERNIHAN AIR SUNGAI MENJADI AIR BERSIH DENGAN
ELEKTROKOAGULASI DI DESA AIR HITAM KABUPATEN
LABUHAN BATU UTARA
SKRIPSI
JURIAH
070801011
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
(2)
PENJERNIHAN AIR SUNGAI MENJADI AIR BERSIH DENGAN ELEKTROKOAGULASI DI DESA AIR HITAM KABUPATEN LABUHAN
BATU UTARA
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar sarjana
JURIAH 070801011
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2011
(3)
PERSETUJUAN
Judul : PENJERNIHAN AIR SUNGAI MENJADI AIR
BERSIH DENGAN ELEKTROKOAGULASI
DI DESA AIR HITAM KABUPATEN
LABUHAN BATU UTARA
Kategori : SKRIPSI
Nama : JURIAH
Nomor Induk Mahasiswa : 070801011
Program Studi : SARJANA (S1) FISIKA
Departemen : FISIKA
Fakultas :MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di Medan, Juli 2011
Komisi Pembimbing :
Pembimbing 2 Pembimbing 1
Dr. Hamonangan Nainggolan, M.Sc Dr. Susilawati, M.Si NIP. 195606241983031002 NIP. 197412072000122001
Diketahui/Disetujui oleh
Departemen Fisika FMIPA USU Ketua,
Dr. Marhaposan Situmorang NIP. 1955103019800331003
(4)
PERNYATAAN
PENJERNIHAN AIR SUNGAI MENJADI AIR BERSIH DENGAN
ELEKTROKOAGULASI DI DESA AIR HITAM KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juni 2011
JURIAH 070801011
(5)
PENGHARGAAN
Alhamdulillah, Puji dan syukur penulis persembahkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan kasih sayang serta karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penjernihan Air Sungai Menjadi Air Bersih dengan Elektrokoagulasi di Desa Air Hitam Kabupaten Labuhan Batu Utara” ini dengan baik dan tepat pada waktu yang telah ditetapkan. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan yang baik di muka bumi.
Dengan selesainya skripsi ini, penulis sangat ingin menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada komisi pembimbing Dr. Susilawati, M.Si dan Dr. Hamonangan Nainggolan, M.Sc, yang telah menyumbangkan pikiran dan saran serta meluangkan waktu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Dan dengan penuh kesabaran mendorong, memotivasi dan mengarahkan penulis sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan.
Ungkapan terima kasih yang sama juga penulis ajukan kepada Ketua dan Sekretaris Departemen Fisika Dr. Marhaposan Situmorang dan Dra. Justinon, M.Si, Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, seluruh staf pengajar dan seluruh staf pegawai terutama kak Tini dan kak Yuspa di Departemen Fisika FMIPA USU.
Terima kasih yang tak terhingga juga penulis sampaikan kepada Dr. Diana Alemin Barus, M.Sc, Dr. Ferdinan Sinuhaji, MS dan Dr. Mester Sitepu, M.Sc, M.Phill selaku Dosen Penguji beserta Dr. Nasruddin, M.Eng,Sc, yang telah memberikan bantuan, saran dan motivasi kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.
Terima kasih terbesar penulis persembahkan buat Ayahanda Alm. Zullaili dan Ibunda Musirah yang selalu mengalirkan kasih sayang, do’a, semangat, motivasi dan inspirasi yang akhirnya penulis berhasil menyelesaikan studi di Universitas Sumatera Utara. Kepada kakak dan abang yang penulis sayangi dan cintai: Juliyati, Musliyani, Muslianto, Musliadi, Juliana dan Muslidar, terima kasih kak, bang…adikmu selalu membutuhkan motivasi dan nasehat dari kalian.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada kakak-kakak seperguruan yang selalu memberi semangat, motivasi dan bantuan pada penulis terutama: Kak Tika, Kak Aisyah Siregar, Kak Mastura, Kak Muti, Kak Linda Butarbutar, Kak Eva dan Kak Linda Siregar. Terima kasih yang paralel penulis sampaikan kepada teman-teman seperjuangan yang tidak pernah penulis lupakan yaitu: Isma, Siska, Lena, Lia, Rahma, Mora, dan seluruh teman-teman angkatan 2007 Departemen Fisika yang penulis sayangi.
(6)
Akhirnya sekali lagi penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada mereka yang penulis sebutkan sebelumnya semoga Tuhan Yang maha Esa selalu memberikan perlindungan, kesehatan, limpahan rahmat dan membalas semua kebaikan-kebaikan mereka.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaanya. Akhir kata, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas apa yang dikehendaki-Nya.
(7)
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian untuk menjernihkan air sungai Aek Leidong dengan menggunakan metode elektrokoagulasi. Sampel air sungai diambil dari Desa Air Hitam Kecamatan Kualuh Leidong Kabupaten Labuhan Batu Utara. Penelitian dilakukan dalam skala laboratorium dengan menggunakan beaker glass dan aquarium berukuran 30 cm x 20 cm x 15 cm (9 liter). Hal ini bertujuan untuk mengetahui parameter-parameter yang optimum baik dari segi volume sampel, tegangan, jarak elektroda dan waktu elektrokoagulasi. Untuk mempercepat terjadinya koagulasi dan flokulasi pada sampel ditambahkan larutan Aluminium Sulfat (tawas 17 %) dengan variasi jumlah tawas (10.000 ppm) ke dalam air sungai. Sebagai elektroda digunakan plat Aluminium dengan jumlah plat 4 buah (2 katoda dan 2 anoda) yang telah diteliti dengan jarak optimum 2.5 cm. Hasil penjernihan menunjukkan bahwa terdapat suhu air mecapai suhu kamar (27.40C), perubahan pH mendekati netral (dari 5.6 menjadi 6.9) serta penurunan warna (553 CTU menjadi 24.7 CTU), kekeruhan (8 NTU menjadi 3 NTU) dan kadar Aluminium (0.39007 mg/L menjadi 0.11538 mg/L) yang cukup signifikan. Sedangkan Daya Hantar Listrik (DHL) 52.9 µmho/cm menjadi 52.63 µmho/cm dan parameter-parameter tersebut mencapai standard yang ditetapkan (PERMENKES RI No.416/MENKES/PER/IX/1990 tanggal 3 September 1990).
(8)
PURIFICATION OF RIVER WATER INTO CLEAN WATER BY ELECTROCOAGULATION METHOD IN DESA AIR HITAM KECAMATAN
KUALUH LEIDONG KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA
ABSTRACT
Studies have been conducted to clarify Aek Leidong river waterusing electrocoagulation. River water samples taken from the village Air Hitam Kecamatan Kualuh Leidong Kabupaten Labuhan Batu Utara. The study was conducted in a laboratory scale by using a beaker glass and tank measuring 30 cm x 20 cm x 15 cm (9 liters). It aims to determine the optimum parameters in terms of sample volume, voltage, electrode distance and time electrocoagulation. To speed up the coagulation and flocculation in the sample is added a solution of Aluminum Sulfate (alum 17%) with a variation of the amount of alum (10.000 ppm) in river water. Aluminum is used as an electrode plate with the number plate 4 pieces (2cathode and two anode) which has been observed with an optimum distance of 2.5 cm. Purification results indicate that there is water temperaturemecapai room temperature (27.40C), changes in pH near neutral (from 5.6 to 6.9) and a decrease in color (553 CTU to 24.07 CTU), turbidity ( 8 NTU to 3 NTU) and Aluminum levels (0.39007 mg / L to 0.11538 mg / L) is quite significant. While the electrical conductivity (EC) of 52.9 µmho / cm to 52.63µmho / cm and these parameters to achieve the specified standard (RI Permenkes No. 416/MENKES/PER/IX/1990 September 3, 1990).
(9)
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan ii
Pernyataan iii
Penghargaan iv
Abstrak vi
Abstract vii
Daftar Isi viii
Daftar Tabel x
Daftar Gambar xi
Daftar xii
Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 3
1.2.1 Identifikasi masalah 4
1.2.2 Batasan Masalah 4
1.3 Tujuan Penelitian 4
1.4 Manfaat Penelitian 5
1.5 Tempat Penelitian 5
1.6 Sistematika Penelitian 6
Bab 2 Tinjauan Pustaka
2.1 Air Sungai 7
2.1.1 Sumber Air baku 8
2.1.2 Kualitas air Baku 8
2.1.3 Dampak pencemaran air terhadap kesehatan manusia 9
2.1.4 Pengolahan air sungai 9
2.1.5 Alternatif pengolahan Air Sungai 10
2.1.5.1 Proses Oksidasi 10
2.1.5.2 Proses Adsorpsi 11
2.1.5.3 Proses Koagulasi – Flokulasi 12
2.2 Tahanan Jenis, Tahanan dan Hukum Ohm 12
2.2.1 Larutan logam dalam sampel 14
2.2.2 Impedansi Sistem 15
2.3 Elektrokoagulasi (EC) 16
2.3.1 Proses Elektrokoagulasi 16
2.2.2 Mekanisme dalam elektrokoagulasi 17
2.3.3 Proses Flokulasi 20
2.3.4 Kelebihan dan Kelemahan Elektrokoagulasi 21
2.4 Tawas 22
2.5 Warna Air 23
2.5.1 Warna Sejati (True Color) 24
2.5.2 Warna Semu (Apparent Color) 25
(10)
2.7 Suhu 26
2.8 Derajat Keasaman (PH) 27
2.9 Daya Hantar Listrik (DHL)/ konduktivitas 28
Bab 3 Metode Penelitian
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 31
3.1.1 Waktu 31
3.1.2 Lokasi penelitian 31
3.2 Peralatan dan Bahan Penelitian 32
3.2.1 Peralatan 32
3.2.2 Bahan 32
3.3 Diagram Alir (Flow Chart) Penelitian 33
3.4 Prosedur Penelitian 35
Bab 4 Hasil dan Pembahasan
4.1 Umum 38
4.2 Pengaruh Tegangan Dan Jarak Elektroda pada Pengolahan 39 Air Sungai Aek Leidong dengan Proses Elektrokoagulasi
4.3 Penjernihan Air Sungai Aek Leidong dengan Menggunakan 43 Proses Elektrokoagulasi
4.4 Penjernihan Air Sungai Aek Leidong Dengan Menggunakan 45 Larutan Tawas
4.5 Elektrokoagulasi Dengan Penambahan Larutan Tawas Pada 46 Penjernihan Air Sungai Aek Leidong
4.6 Proses Penjernihan Dalam Skala Aquarium 47
4.7 Karakteristik Air Sungai Aek Leidong Sebelum dan Sesudah 48 Proses Elektrokoagulasi Dengan Penambahan Larutan Tawas
Bab 5 Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan 51
5.2 Saran 52
Daftar Pustaka 53
(11)
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 4.1 Pengaruh jarak elektroda terhadap elektrokoagulasi 40
pada penjernihan air sungai Aek Leidong dengan tegangan awal yang tetap
Tabel 4.2 Penjernihan air sungai Aek Leidong dengan menggunakan 43 proses elektrokoagulasi
Tabel 4.3 Proses penjernihan air sungai Aek Leidong dengan menggunakan 45 larutan tawas
Tabel 4.4 Elektrokoagulasi air sungai Aek Leidong dengan penambahan 46 larutan tawas
Tabel 4.5 Proses elektrokoagulasi dengan penambahan larutan tawas 48
dalam skala aquarium
Tabel 4.6 Karakteristik Air Sungai Aek Leidong, sebelum dan sesudah 50 diolah dengan metode elektrokoagulasi dengan penambahan
(12)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Prinsip proses elektrokoagulasi 17
Gambar 2.2 Mekanisme dalam Elektrokoagulasi 18
(13)
DAFTAR GRAFIK
Halaman
(14)
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian untuk menjernihkan air sungai Aek Leidong dengan menggunakan metode elektrokoagulasi. Sampel air sungai diambil dari Desa Air Hitam Kecamatan Kualuh Leidong Kabupaten Labuhan Batu Utara. Penelitian dilakukan dalam skala laboratorium dengan menggunakan beaker glass dan aquarium berukuran 30 cm x 20 cm x 15 cm (9 liter). Hal ini bertujuan untuk mengetahui parameter-parameter yang optimum baik dari segi volume sampel, tegangan, jarak elektroda dan waktu elektrokoagulasi. Untuk mempercepat terjadinya koagulasi dan flokulasi pada sampel ditambahkan larutan Aluminium Sulfat (tawas 17 %) dengan variasi jumlah tawas (10.000 ppm) ke dalam air sungai. Sebagai elektroda digunakan plat Aluminium dengan jumlah plat 4 buah (2 katoda dan 2 anoda) yang telah diteliti dengan jarak optimum 2.5 cm. Hasil penjernihan menunjukkan bahwa terdapat suhu air mecapai suhu kamar (27.40C), perubahan pH mendekati netral (dari 5.6 menjadi 6.9) serta penurunan warna (553 CTU menjadi 24.7 CTU), kekeruhan (8 NTU menjadi 3 NTU) dan kadar Aluminium (0.39007 mg/L menjadi 0.11538 mg/L) yang cukup signifikan. Sedangkan Daya Hantar Listrik (DHL) 52.9 µmho/cm menjadi 52.63 µmho/cm dan parameter-parameter tersebut mencapai standard yang ditetapkan (PERMENKES RI No.416/MENKES/PER/IX/1990 tanggal 3 September 1990).
(15)
PURIFICATION OF RIVER WATER INTO CLEAN WATER BY ELECTROCOAGULATION METHOD IN DESA AIR HITAM KECAMATAN
KUALUH LEIDONG KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA
ABSTRACT
Studies have been conducted to clarify Aek Leidong river waterusing electrocoagulation. River water samples taken from the village Air Hitam Kecamatan Kualuh Leidong Kabupaten Labuhan Batu Utara. The study was conducted in a laboratory scale by using a beaker glass and tank measuring 30 cm x 20 cm x 15 cm (9 liters). It aims to determine the optimum parameters in terms of sample volume, voltage, electrode distance and time electrocoagulation. To speed up the coagulation and flocculation in the sample is added a solution of Aluminum Sulfate (alum 17%) with a variation of the amount of alum (10.000 ppm) in river water. Aluminum is used as an electrode plate with the number plate 4 pieces (2cathode and two anode) which has been observed with an optimum distance of 2.5 cm. Purification results indicate that there is water temperaturemecapai room temperature (27.40C), changes in pH near neutral (from 5.6 to 6.9) and a decrease in color (553 CTU to 24.07 CTU), turbidity ( 8 NTU to 3 NTU) and Aluminum levels (0.39007 mg / L to 0.11538 mg / L) is quite significant. While the electrical conductivity (EC) of 52.9 µmho / cm to 52.63µmho / cm and these parameters to achieve the specified standard (RI Permenkes No. 416/MENKES/PER/IX/1990 September 3, 1990).
(16)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air di permukaan bumi ini terdiri atas 97% air asin di lautan, 2% masih berupa es, 0,0009% berupa danau, 0,00009% merupakan air tawar di sungai dan sisanya merupakan air permukaan yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup manusia, tumbuhan dan hewan yang hidup di daratan. Oleh sebab itu air merupakan barang langka yang paling dominan dibutuhkan di permukaan bumi ini. Air merupakan materi esensial yang sangat dibutuhkan bagi kelangsungan hidup makhluk hidup. Sejalan dengan makin meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan semakin banyaknya aktivitas manusia menyebabkan timbulnya krisis untuk memperoleh air yang memenuhi kualitas tertentu bagi kepentingan manusia (Nugroho, 2006).
Air sebagai sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Air sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia, yang berarti besar sekali peranannya dalam kesehatan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu memerlukan air terutama untuk minum, memasak, mandi, mencuci dan sebagainya. Pemenuhan kebutuhan air bersih sudah menjadi masalah yang sangat umum dan belum diatasi di sebagian besar wilayah Negara Indonesia umumnya di daerah pedesaan dan daerah terpencil.
Penduduk pedesaan yang tinggal di daerah dataran rendah dan primitif seperti di desa Air Hitam Kecamatan Kualuh Leidong Kabupaten Labuhan Batu Utara khususnya menghadapi kesulitan dalam memperoleh air bersih untuk keperluan rumah tangga terutama air minum pada saat musim kemarau. Hal ini karena sumber air di daerah tersebut adalah air sungai yang secara visual berwarna merah kecoklatan dan
(17)
yang distandardkan oleh Departemen Kesehatan RI melalui PERMENKES NO.416/MENKES/PER/IX/1990. Penduduk di daerah tersebut menggunakan air sungai ini untuk kebutuhan sehari-hari tanpa pengolahan terlebih dahulu bahkan digunakan sebagai air minum.
Sungai Aek Leidong Desa Air Hitam Kecamatan Kualuh Leidong Kabupaten Labuhan Batu Utara bermuara ke Selat sumatera (Selat Malaka). Air sungai Aek Leidong ini banyak dipengaruhi oleh anak-anak sungai yang berasal dari daerah rawa dan berlahan gambut serta industri-industri di sekitarnya sehingga air tersebut berwarna merah kecoklatan seperti air gambut dan memiliki tingkat keasaman yang tinggi. Sungai Aek leidong di Desa Air Hitam ini memiliki kedalaman kira-kira 6 meter dan lebar 10 meter serta dipengaruhi oleh pasang surut. Pada saat air sungai pasang ketinggian air bisa mencapai permukaan lereng namun pada saat air sungai tersebut surut maka kedalaman air kira-kira hanya 2 meter yang berarti jarak antara permukaan air dengan permukaan lereng mencapai 4 meter.
Hingga tahun 2001 daerah ini sudah memiliki jalan darat menuju kota-kota besar sehingga air sungai hanya digunakan untuk mandi, mencuci dan terkadang jika musim kemarau penduduk juga menggunakannya untuk memasak serta air minum (yang pada umumnya untuk masak dan air minum menggunakan air hujan yang ditampung langsung dari atap rumah mereka). Namun, sebelum masa itu air sungai juga digunakan sebagai jalur transportasi.
Sampai saat ini penduduk masih sangat sulit untuk mendapatkan air bersih terutama untuk dikonsumsi. Memang air sungai di daerah ini secara kuantitatif sangat potensial untuk dikelola sebagai sumber daya air yang dapat diolah menjadi air bersih atau air minum, namun kenyataannya secara kualitas, air sungai dalam penggunaannya masih banyak mengalami kendala.
Air sungai yang berwarna merah kecoklatan ini disebabkan oleh anak-anak sungai yang berasal dari daerah berawa dan lahan gambut yang memiliki kandungan organik yang merupakan partikel koloid bermuatan negatif dan sulit dipisahkan dari
(18)
cairannya karena ukurannya sangat kecil dan mempunyai sifat muatan listrik pada permukaannya yang menyebabkan partikel stabil. Salah satu cara pendestabilisasian partikel koloid ini yaitu melalui proses koagulasi dengan bantuan garam-garam ion-ion logam bervalensi tiga, seperti besi dan aluminium sebagai koagulan, sehingga proses pengolahan air (air limbah, sungai maupun air gambut) ini dapat dilakukan dengan cara elektrolisa yang disebut dengan elektrokoagulasi (Ghernaout et al., 2009).
Elektrokoagulasi adalah proses pengumpulan dan pengendapan partikel-partikel halus dalam air menggunakan energi listrik (Ni’am, 2007). Proses elektrokoagulasi ini dilakukan dengan cara memasukkan elektroda dari lempeng logam Aluminium (Al) ke dalam larutan elektrolit (sampel) pada suatu becker glass. Lempeng Aluminium tersebut disusun secara paralel dengan suatu jarak tertentu dan dialiri listrik arus searah, dengan adanya arus listrik tersebut, aluminium akan dipisahkan dari anoda dan sedikit demi sedikit akan larut ke dalam air membentuk ion Al3+ yang akan bereaksi dengan air (hidrolisa) sebelum terjadi pembentukan Al(OH)3
sedangkan pada katoda terbentuk gas hidrogen.
Dari kendala yang ada maka pada penelitian ini akan dicoba mengolah air sungai Aek Leidong yang ada di Desa Air Hitam dengan menggunakan metode elektrokoagulasi (EC). Sehingga diharapkan setelah proses elektrokoagulasi tersebut dihasilkan air bersih yang akan di analisis beberapa parameternya sehinga memenuhi standar yang ditetapkan dan dapat digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.
1.2 Permasalahan
Sumber air bersih sangat riskan di Desa Air Hitam Kecamatan Kualuh Leidong Kabupaten Labuhan Batu Utara karena air sungai dipengaruhi oleh anak-anak sungai yang bersumber dari lahan gambut dan juga industri-industri di sekitarnya.
(19)
1.2.1 Identifikasi Masalah
a. Bagaimana mendapatkan air bersih yang sesuai dengan persyaratan kualitas air bersih berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI, NO.416/MENKES/PER/IX/1990 tanggal 3 September 1990, dengan sumber air baku dari air sungai Aek Leidong Desa Air Hitam.
b. Apakah hasil analisis dari parameter-parameter ( pH, suhu, warna, kekeruhan dan DHL) telah memenuhi standar yang telah ditentukan.
c. Apakah proses EC dapat digunakan untuk menjernihkan air sungai aek Leidong Desa Air Hitam.
d. Bagaimana pengaruh besarnya tegangan, jarak elektroda dan waktu yang sesuai untuk penurunan warna dan kekeruhan air sungai Aek Leidong.
1.2.2 Batasan Masalah
a. Sampel diambil dari air sungai Aek Leidong Desa Air Hitam Kecamatan Kualuh Leidong Kabupaten Labuhan Batu Utara.
b. Analisis parameter meliputi: pH (keasaman), suhu (T), warna, kekeruhan, DHL dan kandungan logam Aluminium (Al).
c. Analisis sampel (air sungai Aek Leidong Desa Air Hitam) dilakukan sebelum dan sesudah proses elektrokoagulasi.
(20)
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui efektifitas penggunaan elektrokoagulasi (EC) dalam penjernihan air sungai Aek Leidong.
2. Mengetahui pengaruh tegangan, jarak elektroda, volume larutan tawas dan waktu pada proses EC untuk penjernihan air.
3. Menganalisis beberapa parameter air bersih yang dihasilkan (pH , suhu, warna, kekeruhan, DHL dan kandungan logam Al).
4. Mendapatkan air bersih yang memenuhi standar Peraturan Menteri Kesehatan RI, NO.416/MENKES/PER/IX/1990, Tanggal 3 September 1990.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Memberikan informasi bahwa air sungai Aek Leidong Desa Air Hitam dapat diolah menjadi air bersih dengan proses elektrokoagulasi.
2. Membantu masyarakat di Desa Air Hitam Kecamatan Kualuh Leidong Kabupaten Labuhan Batu Utara untuk mendapatkan air bersih.
1.5 Tempat Penelitian
Pengambilan sampel dilakukan di Desa Air Hitam Kecamatan Kualuh Leidong Kabupaten Labuhan Batu Utara, Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Dasar (LIDA) Universitas Sumatera Utara dan analisis sampel dilakukan di DEPKES RI
(21)
Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BTKL & PPM) Medan.
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada masing-masing bab adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Bab ini mencakup latar belakang penelitian, batasan masalah yang akan diteliti, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tempat penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka
Bab ini membahas tentang landasan teori yang menjadi acuan untuk proses pengambilan data, analisa data serta pembahasan.
Bab III Metodologi Penelitian
Bab ini membahas tentang peralatan dan bahan penelitian, diagram alir penelitian dan prosedur penelitian.
Bab IV Hasil dan Pembahasan
Bab ini membahas tentang data hasil penelitian dan analisa data yang diperoleh dari penelitian.
Bab V Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisikan tentang kesimpulan yang diperoleh dari penelitian dan memberikan saran untuk penelitian yang lebih lanjut.
(22)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air Sungai
Air sungai Aek Leidong di Desa Air Hitam adalah air sungai yang memiliki siklus pasang surut dan memiliki banyak anak sungai yang berasal dari daerah berawa, lahan gambut serta industri-industri di sekitarnya.
Adapun air sungai tersebut mempunyai ciri-ciri: Intensitas warna yang tinggi (berwarna coklat kemerahan), pH rendah (pH = 5) dan Bila didiamkan dalam suatu wadah air memiliki endapan. Air sungai yang sudah diendapkan dalam suatu wadah maka ia tampak lebih jernih tetapi warna dan rasa tidak berubah.
Air sungai merupakan air baku yang umum digunakan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di Indonesia. Untuk menjadi air baku air minum, air sungai tersebut harus memenuhi parameter baku mutu yang berlaku. Keberhasilan proses pengolahan air minum berkaitan erat dengan penurunan kekeruhan dan kontaminan lain yang terkandung di dalam air baku. Air yang memenuhi standar atau persyaratan kesehatan adalah air yang tidak berbau, berwarna dan berasa serta memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 907/MENKES/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum (Rindang dan Fadli, 2010).
Pengolahan air sungai menjadi air bersih bisa digunakan di daerah rawa seperti di Desa Air Hitam yang mengandung gambut. Untuk itu diperlukan suatu cara pengolahan air sungai yang sederhana dan terjangkau oleh masyarakat di daerah tersebut.
(23)
Air baku yang digunakan masyarakat Desa Air Hitam Kecamatan Kualuh Leidong Kabupaten Labuhan Batu Utara diambil dari 3 sumber, yaitu: air hujan, air sumur dan air sugai Aek Leidong. Penduduk yang bertempat tinggal minimal 200 m dari sungai menggali sumur dengan kedalaman ± 3 meter. Penduduk tersebut menggunakan air sungai atau air sumur untuk keperluan MCK (Mandi Cuci Kakus) sedangkan untuk memasak dan air minum menggunakan air hujan yang ditampung langsung dari atap rumah mereka. Dengan dua musim yang terjadi di daerah ini maka persediaan air sumur dan air hujan terbatas sehingga jika musim kemarau penduduk terpaksa menggunakan air sungai Aek Leidong untuk kebutuhan sehari-hari tanpa pengolahan terlebih dahulu.
2.1.2 Kualitas Air Baku
Suyono (2008) menyatakan bahwa pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga dicapai kualitas yang diinginkan sesuai dengan peruntukannya untuk menjamin agar kualitas air tetap dalam kondisi ilmiahnya. Sedangkan pengendalian pencemaran air adalah upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta pemulihan sehingga menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air. Kemudian mutu air adalah kondisi dan kualitas air yang diuji dengan parameter-parameter dan metode tertentu sesuai berdasarkan peraturan yang berlaku sementara baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi atau komponen yang ada atau harus ada atau unsur pencemar yang ditoleransi keberadaannya di dalam air.
Sumber air di Desa Air Hitam secara visual berwarna cokelat kemerahan dan memiliki endapan yang berdasarkan parameter baku mutu air tidak memenuhi persyaratan kualitas air bersih yang distandardkan oleh Departemen Kesehatan RI melalui PERMENKES NO.416/MENKES/PER/IX/1990.
(24)
Kontaminan utama pada air adalah zat padat dengan mineral-mineral yang terikut didalamnya, selain itu apabila aliran air melalui permukaan tanah dengan tingkat organik tinggi seperti tanah gambut, maka kandungan organik akan tinggi, demikian dengan sumber-sumber air lainnya. Pada umunya penampakan karakteristik air dan metode pengolahannya tergantung dari tingkat kekeruhannya atau karakteristik air baku. Selain masalah air baku perlu dipertimbangkan juga karakteristik air yang akan dihasilkan, biaya investasi, biaya oprasional dan biaya pemeliharaan serta ketersediaan lahan (Suyono, 2008).
2.1.3 Dampak pencemaran air terhadap kesehatan manusia
Pencemaran lingkungan berakibat terhadap kesehatan manusia, tata kehidupan, pertumbuhan flora dan fauna yang berada dalam jangkauan pencemaran. Gejala pencemaran dapat dilihat pada jangka waktu singkat maupun panjang, yaitu pada tingkah laku dan pertumbuhan. Pencemaran pada waktu relative singkat, terjadi seminggu sampai dengan setahun sedangkan pencemaran dalam jangka panjangterjadi setelah masa 20 tahun atau lebih. Gejala pencemaran yang terjadi dalam waktu singkat dapat diatasi dengan melihat sumber pencemaran lalu mengendalikannya (Totok Sutrisno. 2004).
Peran air sebagai sebagai penyakit menular bermacam-macam: 1. Air sebagai media untuk hidup mikroba pathogen
2. Air sebagai sarang insekta penyebar penyakit 3. Jumlah air bersih yang tersedia tidak cukup
4. Air sebagai media untuk hidup vector penyebar penyakit
2.1.4 Pengolahan Air Sungai
Berdasarkan ciri-ciri air sungai yang telah sebutkan di atas menunjukkan bahwa air sungai Aek leidong tidak layak untuk dijadikan air minum bagi masyarakat. Namun
(25)
karena air sungai tersebut satu-satunya sumber air yang ada pada saat musim kemarau di daerah tersebut maka harus bisa menjadi alternatif sumber air minum masyarakat. Kondisi yang kurang menguntungkan dari segi kesehatan adalah sebagai berikut:
1. Kadar keasaman pH yang rendah dapat menyebabkan kerusakan gigi dan sakit perut (Wagner, 2001).
2. Ikatannya yang kuat dengan logam menyebabkan kandungan logam dalam air tinggi dan dapat menimbulkan kematian jika dikonsumsi terus menerus (Wagner, 2001).
Dengan mempertimbangkan sebagian besar pengolahan air di Indonesia masih menggunakan system konvensional. Cara pengolahan air secara konvensional atau pengolahan lengkap (koagulasi – flokulasi – sedimentasi – filtrasi – netralisasi dan desinfektan) dapat digunakan untuk menghilangkan warna terutama pembentuk warna semu sekitar 80 %, efisiensi penghilangan warna akan lebih efektif jika dilakukan modifikasi dan tambahan proses seperti aplikasi karbon aktif, reaksi redoks dan koagulan – flokulan aid (Pararaja, 2007).
2.1.5 Alternatif Proses Pengolahan Air Sungai
Dengan diketahuinya penyebab dan kandungan warna pada air sungai Aek Leidong, maka proses dan metode pengolahan yang dapat diterapkan untuk mengolah jenis air berwarna alami adalah: Proses Oksidasi, Proses Adsorpsi, Proses Koagulasi – Flokulasi dan proses Elektrokoagulasi.
2.1.5.1 Proses oksidasi
Proses oksidasi untuk pegolahan air berwarna (yang mengandung senyawa organik) yang dapat dianjurkan adalah dengan ozon atau peroksida, karena tidak menghasilkan suatu ikatan atau senyawa yang berbahaya (dapat menguraikannya sehingga mudah
(26)
terurai dan menguap). Ozon atau peroksida dikenal sebagai oksidator yang kuat yang dapat digunakan dalam pengolahan air sehingga ikatan polimer dan monomernya akan terputus dan akan membentuk CO2 dan H2O apabila oksodasinya sempurna. Namun
dalam aplikasinya biaya operasi relatif mahal, dan perlu digunakan unit penghasil ozon.
2.1.5.2 Proses adsorpsi
Menurut Schnitzer (1992) dalam disertasi Susilawati (2010) adsorbsi merupakan fenomena fisika di mana molekul-molekul bahan yang diadsorbsi tertarik pada permukaan bidang padat yang bertindak sebagai adsorban. Dengan demikian jelas bahwa adsorbsi merupakan fenomena bidang batas, yang efisiensinya makin tinggi apabila luas bidang permukaan adsorban makin besar.
Ditinjau dari segi derajat adsorbsi pada suatu jenis adsorban secara umum mengikuti aturan sebagai berikut (Cahyana, 2009):
a. Adsorpsi berlangsung sedikit terhadap semua senyawa organic, kecuali senyawa berhalogen (F, Br dan Cl).
b. Adsorpsi berlangsung baik pada semua senyawa halogen dan senyawa alifatik.
c. Adsorpsi berlangsung sangat baik terhadap semua senyawa aromatic, makin banyak kandungan inti benzennya makin baik adsorpsinya.
Berdasarkan kriteria di atas maka, pengolahan air bewarna ( air sungai maupun air gambut) dapat dilakukan dengan cara adsorpsi karena asam humus mempunyai gugus senyawa aromatik. Namun secara umum proses inipun masih mahal.
Dalam proses pengolahan air sungai dengan proses adsorpsi pada prinsipnya adalah menarik molekul asam-asam humus ke permukaan suatu adsoeben. Contoh
(27)
adsorben yang diasa digunakan adalah karbon aktif (charcoal), zeolit, resin dan tanah liat dari lokasi sumber air sungai.
2.1.5.3 Proses Koagulasi – Flokulasi
Koagulasi merupakan suatu proses pengolahan air dengan menggunakan sistem pengadukan cepat sehingga dapat mereaksikan bahan kimia (koagulan) secara seragam ke seluruh bagian air di dalam suatu reaktor. Flokulasi merupakan suatu proses pengolahan air dengan menggunakan sistem pengadukan lambat sehingga dapat membentuk flok-flok yang berukuran lebih besar dan dapat diendapkan diproses sedimentasi (Reynold, 1997 dalam Rindang, 2010). Pada koagulasi kimiawi, bahan kimia yang ditambahkan sebagai koagulan yang berbentuk garam (aluminium sulfat) di dalam larutan akan membuat air menjadi asam.
Flok-flok yang terbentuk pada umumnya juga mempunyai kemampuan adsorpsi yang cukup besar. Sehingga pada saat yang bersamaan dengan pembentukan dan penggabungan mikroflok akan terjadi proses adsorpsi dan pemerangkapan bahan-bahan terlarut dalam air, dan akan ikut tersisih dalam proses pengendapan dan penyaringan. Sedangkan pada air alami seperti air gambut maupun air sungai konsentrasi bahan koloid atau partikel tersuspensi lainnya umumnya sangat rendah. Sehingga ada pendapat mengatakan bahwa sesungguhnya proses koagulasi dan flokulasi yang dilaksanakan pada air berwarna tidak lain adalah melaksanakan proses adsorpsi dengan bantuan tambahan bahan kimia.
2.2 Tahanan Jenis (resistivity), Tahanan dan Hukum Ohm
Arus I dalam suatu penghantar yang tertentu tergantung dari intensitas listrik E di dalam penghantar. Di dalam logam murni, arus itu berbanding langsung dengan intensitas listrik. Untuk logam-logam lain, hubungan antara I dan E lebih sulit. Sifat penghantar yang disebut tahanan jenisnya ρ, sebagai perbandingan intensitas listrik dengan arus per satuan luas penampang:
(28)
ρ = A I
E
/ ( 2.1)
R = A
L
R=
I V I V = A L I= VA L E= L V
Misalkan Va dan Vb ialah tegangan-tegangan pada dua titik pada suatu
penghantar yang dipisahkan oleh jarak L. Intensitas listrik E di dalam penghantar sama dengan gradien potensial (Va - Vb)/L. Jadi kita dapat menuliskan persamaan
(2.1) sebagai ρ = A IL / Vb -Va I = A L / Vb -Va Atau R = A L ; I V = A L I= L VA
I= L A
V
/
(2.2)
Hubungan antara penghantaran listrik dan penghantaran panas tidak hanya persamaan matematik saja. Electron-elektron bebas yang merupakan
(29)
pembawa-pembawa muatan dalam penghantaran listrik juga memegang peran yang penting dalam penghantaran panas. Adalah merupakan kenyataan bahwa penghantar-penghantar listrik yang baik misalnya logam-logam, juga merupakan penghantar-penghantar panas yang baik, sedangkan penghantar-penghantar listrik yang jelek juga merupakan penghantar-penghantar panas yang jelek.
Tahanan jenis merupakan konstanta, tahanan R juga merupakan konstanta, tidak bergantung pada I dan E. untuk penghantar seperti ini, arus I adalah berbanding langsung dengan perbedaan tegangan Vab. Perbandingan langsung ini antara arus di dalam suatu penghantar logam dengan perbedaan teagangan antara ujung-ujungnya dikenal sebagai hokum Ohm.
V = I . R (2.3) (Sears dan Zemansky. 1954)
2.2.1 Larutan Logam dalam Sampel
Dalam tahun 1833, Michel Faraday mengamati bahwa air murni hampir merupakan isolator yang sempurna dan larutan dari sesuatu bahan menghantar listrik. Jika dua elektroda dari logam, misalnya platina, dimasukkan dalam bejana diisi air yang didestilisasikan, yang satu dihubungkan dengan ujung positif dari sumber arus searah, yang lainnya dengan ujungnya yang negatif, maka tidak ada terdapat arus sama sekali. Jika sedikit asam misalnya asam sulfat (H2SO4), atau sodium hydroxide
(NaOH), atau Aluminium Sulfat (Al2SO4), atau garam, maka larutan ini tahanannya
cukup rendah sehingga arus dapat mengalir. Tahanan larutan itu tergantung pada konsentrasi dan pada temperatur.
Larutan yang menghantar arus listrik disebut elektrolit, fenomena penghantaran yang dibarengi oleh efek-efek kimia disebut elektrolisa. Bejana dimana elektrolit dan elektroda-elektroda itu disebut sel elektrolit. Elektroda-elektroda platina di dalam larutan asam, zat air akan dibentuk sebagai gelembung-gelembung gas pada
(30)
elektroda negative dan zat asam dibentuk dan dibebaskan sebagai gelembung-gelembung gas pada elektroda positif.
Hukum faraday mengenai elektrolisa ini ialah: jumlah gram berat ekivalen dari zat yang menempel, dibebaskan, larut, atau bereaksi pada suatu elektroda sama dengan jumlah faraday (96.500 coul) dari muatan listrik yang dipindahkan melalui elektrolit. Jadi hu kum Faraday dapat dirumuskan sebagai berikut:
F It M mZ
(2.4)
Dimana
m = berat aluminium yang larut (g) Z = valensi Aluminium, yaitu 3 I = kuat arus yang digunakan (A) t = waktu deteksi (detik)
M = berat molekul Aluminium, yaitu 27g mol F = konstanta Faraday, 96.500 C/mol
2.2.2 Impedansi Sistem
Impedansi (disebut juga hambatan dalam, Z) adalah nilai resistansi yang terukur pada kutub kutub sinyal jack alat elektronik. Semakin besar hambatan/impedansi, makin besar tegangan yang dibutuhkan. Impedansi tidak dapat dikatan sebagai hambatan secara spontan. Karena terdapat perbedaan yang mendasar dari keduanya. Beberapa sumber mengatakan bahwa impedansi merupakan hasil reaksi hambatan (R, resistensi) dan kapasitas elektron (C, capacitance) secara bersamaan. Daya merupakan tegangan kuadratnya dibagi impedansinya:
P = V2 / Z (2.5)
(31)
P = daya (watt) V = tegangan (volt) Z = impedansi (Ω)
Peningkatan / penurunan daya tidak selalu sebesar peningkatan atau penurunan impedansinya. Peningkatan dan penurunan daya bergantung pada :
besarnya tegangan sumber (Vt)
hambatan dalam sumber tegangan (R1) besarnya impedansi yang disusun seri (R2) (R dianggap sebagai impedansi)
Impedansi sistem sangat mempengaruhi besarnya arus gangguan hubung singkat yang mungkin terjadi pada suatu sistem. Sehingga perhitungan yang akurat tentang impedansi sistem yang akan diproteksi menjadi hal yang sangat penting.
2.3 Elektrokoagulasi (EC)
Elektrokoagulasi merupakan proses koagulasi atau penggumpalan dengan tenaga listrik melalui proses elektrolisa untuk mengurangi atau menurunkan ion-ion logam dan partikel-partikel di dalam air. Prinsip dasar dari elektrokoagulasi ini merupakan reaksi reduksi dan oksidasi (redoks). Dalam suatu sel elektrokoagulasi, peristiwa oksidasi terjadi di elektroda (+) yaitu anoda dan sekaligus berfungsi sebagai koagulan, sedangkan reduksi dan pengendapan terjadi di elektroda (-) yaitu katoda. Yang terlibat reaksi dalam elektrokoagulasi selain elektroda adalah air yang diolah yang berfungsi sebagai larutan elektrolit. Untuk proses elektrokoagulasi digunakan elektroda yang dibuat dari aluminium (Al), karena logam ini mempunyai sifat sebagai koagulan yang baik (fitri dan Ismawati, 2007). Sedangkan menurut Mollah (2004), elektrokoagulasi adalah sebuah proses kompleks yang melibatkan fenomena kimia dan fisik dengan
(32)
menggunakan elektroda untuk menghasilkan ion yang digunakan untuk mengolah air limbah.
2.3.1 Proses Elektrokoagulasi
Proses elektrokoagulasi dilakukan pada bejana elektrolisis yang di dalamnya terdapat dua atau lebih penghantar arus listrik searah yang disebut elektroda, yang tercelup dalam larutan air sungai sebagai elektrolit. Dari reaksi tersebut, pada anoda akan dihasilkan gas, buih dan flok. Selanjutnya flok yang terbentuk akan mengikat logam yang ada di dalam air sungai, sehingga flok akan memiliki kecenderungan mengendap. Selanjutnya flok yang telah mengikat tersebut diendapkan pada wadah sedimentasi dan sisa buih akan terpisahkan pada unit filtrasi. Karena dalam proses elektrokoagulasi ini menghasilkan gelembung-gelembung gas, maka kotoran-kotoran yang terbentuk yang ada dalam air akan terangkat ke atas permukaan air. Flok-flok terbentuk ternyata mempunyai ukuran yang relatif kecil sehingga flok-flok yang terbentuk tadi lama-kelamaan akan bertambah besar ukurannya.
Gambar 2.1 Prinsip proses elektrokoagulasi (sumber: Purwaningsih. 2009)
(33)
Berikut ini adalah gambar yang dapat menunjukkan interaksi/mekanisme yang terjadi di dalam reaktor elektrokoagulasi.
Gambar 2.2 Mekanisme dalam elektrokoagulasi (Holt, P., 2006)
Reaktor elektrokimia merupakan sebua sel elektrokimia dimana kutub anoda yang berupa logam (biasanya aluminium atau terkadang besi) dimana ion logam yang terlepas berfungsi sebagai agen koagulan. Dan secara simultan terjadi gelembung gas hydrogen di kutub katoda.
Elektrokoagulasi mempunyai kemampuan untuk mengolah berbagai macam polutan termasuk padatan tersuspensi, logam berat, tinta, bahan organik, minyak dan lemak, ion dan radionuklida. Kemampuan elektrokoagulasi untuk mengolah berbagai macam polutan menarik minat industry untum menggunakannya. Gambar 2.2 memperlihatkan proses elektrokoagulasi yang sangat kompleks. Dimana koagulan dan produk hidrolisis saling berinteraksi dengan polutan atau dengan ion yang lain atau dengan gas hidrogen.
Menurut Molah (2004) mekanisme penyisihan yang umum terjadi di dalam elektrokoagulasi terbagi dalam tiga factor utama, yaitu:
1. Terbentuknya koagulan akibat proses oksidasi elektrolisis pada elektroda, 2. Destabilisasi kontaminan, partikel tersuspensi dan pemecahan emulsi, dan 3. Agregatisasi dari hasil destabilisasi untuk membentuk flok.
(34)
Sedangkan proses destabilisasi kontaminan, partikel tersuspensi dan pemecahan emulsi terjadi dalam tahapan sebagai berikut:
1. Kompresi dari lapisan ganda (double layer), difusi yang terjadi disekeliling spesies bermuatan yang disebabkan interaksi dengan ion yang terbntuk darioksidasi di elektroda.
2. Netralisasi ion kontaminan dalam air limbah dengan menambahkan ion berlawanan yang dihasilkan dari elektroda. Dengan adanya ion tersebut menyebabkan berkurangnya gaya tolak menolak antar partikel dalam air limbah (gaya Van der Waals) sehingga proses elektrokoagulasi bisa berlangsung.
3. Terbentuknya flok,, dimana flok ini terbentuk akibat proses elektrokoagulasi sehingga terbentuk sludge yang mampu menjebak dan menjembatani partikel koloid yang masih ada di air limbah.
Bila elektroda sel elektrokoagulasi dialiri listrik arus searah, akan terjadi kemungkinan reaksi kimia sebagai berikut (Fitri dan Ismawati, 2007) :
a. Reaksi pada Katoda
Pada katoda akan terjadi reaksi-reaksi reduksi terhadap kation, yang termasuk dalam kation ini adalah ion H+ dan ion-ion logam.
1. Ion H+ dari suatu asam akan direduksi menjadi gas hidrogen yang akan bebas sebagai gelembung-gelembung gas.
Reaksi : 2H+ + 2e → H2 (2.6)
2. Jika larutan mengandung ion-ion logam alkali, alkali tanah, maka ion-ion ini tidak dapat direduksi dari larutan yang mengalami reduksi adalah pelarut (air) dan terbentuk gas hidrogen (H2) pada katoda.
(35)
3. Jika larutan mengandung ion-ion logam lain, maka ion-ion logam akan direduksi menjadi logamnya dan terdapat pada batang katoda.
Reaksi: Al2+ + 2e → Al (2.8)
b. Reaksi pada Anoda
1. Anoda terbuat dari logam stainles steel akan teroksidasi:
Reaksi : Al3+ + 3H2O → Al(OH)3 + 3H- +3e (2.9)
2. Ion OH- dari basa akan mengalami oksidasi membentuk gas oksigen (O2): Reaksi : 4OH- → 2H2O + O2 +4e (2.10)
3. Anion-anion lain (SO4-, SO3-) tidak dapat dioksidasi dari larutan, yang akan mengalami oksidasi adalah pelarutnya (H2O) membentuk gas oksigen (O2) pada
anoda:
Reaksi : 2H2O → 4H- + O2 +4e (2.11)
Dari reaksi-reaksi yang terjadi dalam proses elektrokoagulasi, maka pada katoda akan dihasilkan gas hidrogen dan reaksi ion logamnya. Sedangkan pada anoda akan dihasilkan gas halogen dan pengendapan flok-flok yang terbentuk.
2.3.3 Proses Flokulasi
Flokulasi adalah penyisihan kekeruhan air dengan cara penggumpalan partikel untuk dijadikan partikel yang lebih besar. Gaya antar molekul yang diperoleh dari agitasi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap laju terbentuknya partikel flok (Sucianda, 2009).
Zat-zat kimia yang digunakan untuk mendestabilkan partikel koloid disebut dengan koagulan. Koagulan yang paling sering digunakan adalah alumunium sulfat.
(36)
Jika senyawa ini dimasukkan ke dalam air akan terionisasi membentuk Al3+ dan SO4
2-yang dapat menetralkan muatan koloid. Al2(SO4)3 → 2 Al3+ + 3SO4
H2O → H + + OH-
2Al3+ + 6 OH- → 2 Al(OH)3
Efisiensi dari proses flokulasi pada prakteknya sering kali dapat dilihat dari kualitas air setelah dilakukan pemisahan flok secara mekanik. Dengan demikian, cara pemisahan zat padat atau flok sangat penting dan sangat dipengaruhi oleh bentuk flok yang ada, misalnya untuk melakukan flotasi diperlukan bentuk flok yang lain berbeda dengan flok untuk sedimentasi. Jika dipakai sedimentasi diperlukan flok dengan berat jenis dan diameter yang besar. Pada proses flotasi dibutuhkan flok yang lebih kecil dan mempunya berat jenis yang lebih ringan tetapi mempunyai sifat untuk bergabung dengan gelembung udara. Untuk filtrasi dibutuhkan flok yang kompak yang cukup homogen dengan strukturyang kuat terhadap abrasi dan dengan sifat mudah melekat di atas partikel media penyaring (filter) untuk menjamin pemisahan yang efisien dan operasional penyaringan yang ekonomis (Sucianda, 2009).
2.3.4 Kelebihan dan Kelemahan Elektrokoagulasi
Proses elektrokoagulasi memiliki kelebihan dan kekurangan dalam mengolah air (air limbah, sungai, maupun air gambut).
a. Kelebihan Elektrokoagulasi
1. Elektrokoagulasi memerlukan peralatan sederhana dan mudah untuk dioperasikan.
2. Elektrokoagulasi lebih cepat mereduksi kandungan koloid/partikel yang paling kecil, hal ini disebabkan pengaplikasian listrik kedalam air akan mempercepat pergerakan mereka didalam air dengan demikian akan memudahkan proses.
(37)
3. Gelembung-gelembung gas yang dihasilkan pada proses elektrokoagulasi ini dapat membawa polutan ke atas air sehingga dapat dengan mudah dihilangkan.
4. Dapat memberikan efisiensi proses yang cukup tinggi untuk berbagai kondisi, dikarenakan tidak dipengaruhi temperatur.
5. Tidak diperlukan pengaturan pH.
6. tanpa menggunakan bahan kimia tambahan.
b. Kelemahan Elektrokoagulasi
Adapun kekurangan dari proses elektrokoagulasi ini adalah:
1. Tidak dapat digunakan untuk mengolah cairan yang mempunyai sifat elektrolit cukup tinggi dikarenakan akan terjadi hubungan singkat antar elektroda.
2. Besarnya reduksi logam berat dalam cairan dipengaruhi oleh besar kecilnya arus voltase listrik searah pada elektroda, luas sempitnya bidang kontak elektroda dan jarak antar elektroda.
3. Penggunaan listrik yang mungkin mahal.
2.4 Tawas (Alum)
Tawas (alum) adalah sejenis koagulan dengan rumus kimia Al2SO4 11 H2O atau 14
H2O atau 18 H2O, umumnya yang digunakan adalah 18 H2O. Tawas merupakan bahan
koagulan yang paling banyak digunakan, karena bahan ini paling ekonomis , mudah diperoleh di pasaran dan mudah penyimpanannya. Bahan ini dapat berfungsi efektif pada pH antara 4 – 8. Jumlah pemakaian tawas tergantung kepada turbidity
(38)
(kekeruhan) air baku. Semakin tinggi turbidity air baku semakin besar jumlah tawas yang dibutuhkan. Pemakaian tawas juga tidak terlepas dari sifat-sifat kimia yang terkandung oleh air baku tersebut. Semakin banyak dosis tawas yang dibutuhkan maka pH akan semakin turun, karena dihasilkan asam sulfat sehingga perlu dicari dosis tawas yang efektif antara 5.8 – 7.4.
Koagulan yang berbasis aluminium seperti aluminium sulfat digunakan pada pengolahan air minum untuk memperkuat penghilangan materi partikulat, koloidal dan bahan-bahan terlarut lainnya melalui proses koagulasi. Pemakaian alum sebagai koagulan dalam pengolahan air, sering menimbulkan konsentrasi aluminium yang lebih tinggi dalam air yang diolah daripada dalam air mentah itu sendiri (Susilawati, 2010).
2.5 Warna Air
Warna adalah sensasi yang diciptakan sistem visual kita karena adanya eksitasi radiasi elektromagnetik yang dikenal sebagai cahaya.
Secara estetika warna dalam air minum dapat mengganggu. Penyebab air berwarna ini biasanya disebabkan oleh kandungan zat organik sehingga membuat air menjadi berwarna. Selain itu kemungkinan zat organik atau kekeruhan penyebab air berwarna dapat berupa senyawa yang dapat membahayakan kesehatan para pemakainya.
Air yang berwarna berarti mengandung bahan-bahan lain berbahaya bagi kesehatan, misalnya pada air rawa berwarna kuning, air buangan dari pabrik, selokan, air sumur yang tercemar dan lain-lain.
Warna coklat kemerahan pada air merupakan akibat dari tingginya kandungan zat-zat organik dalam air tersebut yang berasal dari dekomposisi bahan organik seperti daun, pohon, dan kayu. Zat-zat organik ini dalam keadaan terlarut serta memiliki sifat sangat tahan terhadap mikroorganisme dalam waktu
(39)
yang timbul pada perairan yang disebabkan oleh buangan industri di hulu sungai atau dapat juga berasal dari bahan hancuran sisa-sisa tumbuhan yang cukup lama.
Banyak air permukaan terutama yang berasal dari daerah rawa, seringkali berwarna sehingga tidak dapat diterima oleh masyarakat baik untuk keperluan rumah tangga maupun untuk keperluan industri.
Zat warna merupakan suatu senyawa yang kompleks yang dapat dipertahankan di dalam jaringan molekul-molekul. Zat warna merupakan gabungan dari zat organik yang tidak jauh, sehingga zat warna harus terdiri dari chromogen sebagai pembawa warna dan Auxochrome sebagai pengikat antara warna dan serat (Wardhana, 1995 dalam Purwaningsih, 2008). Jenis zat warna ada dua, yaitu:
a. Zat Warna Alam
Zat warna alam adalah zat warna yang berasal dari alam, baik yang berasal dari tanaman, hewan, maupun bahan metal.
b. Zat warna yang berasal dari hewan
Jenis hewan yang biasa dijadikan zat warna antara lain: Kerang (Tyran purple), Insekta (Ceochikal), dan Insekta warna merah .
Karena air sungai merupakan air berwarna alami maka salah satu proses pengolahannya dapat dilakukan dengan adsorpsi atau penyerapan. Adsorpsi adalah proses penyerapan pada permukaan partikel koloid oleh adanya gaya adhesi zat-zat lain. Daya adsorpsi koloid sangat besar karena permukaan zat padat dengan jumlah yang sama. Adsorpsi ini merupakan fenomena fisika dimana partikel-partikel bahan yang diadsorpsi tertarik pada permukaan fase padat yang bertindak sebagai adsorben. Warna didalam air terbagi menjadi dua (2) yaitu warna sejati dan warna semu.
(40)
2.5.1 Warna sejati (true color)
Warna yang yang berasal dari penguraian zat organik alami yaitu zat humus (asam humus dan asam flufik), lignin, dimana merupakan sekelompok senyawa yang mempunyai sifat-sifat yang mirip. Senyawa ini menyebabkan warna didalam air yang sukar dihilangkan terutama jika konsentrasinya tinggi dan memerlukan pengolahan dengan kondisi operasional yang khusus/berbeda dengan penghilangan warna semu. Karakteristik warna sejati pada air adalah:
1. Air berwarna kuning terang sampai coklat-merah 2. Air relatif jernih.
3. pH air relatif rendah , dibawah 6 (rata-rata 3 – 5) oleh karena itu air dengan pH < 4,5 tidak mengandung alkalinitas.
2.5.2 Warna semu (Apparent color)
Warna semu adalah warna yang disebabkan oleh:
1. Partikel partikel penyebab kekeruhan (tanah, pasir dll.)
Zat ini lebih mudah dihilangkan dibandingkan dengan penyebab warna lainnya, biasanya didalam air berbentuk koloid.
2. Partikel/dispersi halus besi dan mangan
Zat-zat ini pada konsentrasi yang sangat rendah, tidak dapat diterima didalam penyediaan air untuk perumahan maupun industri. Sedikit besi dan mangan dapat menyebabkan warna kecoklatan dalam air yang diproduksi.
3. Partikel-partikel mikroorganisme (algae/lumut)
Warna didalam air yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti algae pembentuk warna (seperti blue – green algae), Trichodesmium erythraeum, Oscillatoria rubescens, golongan Cyanobacteria seperti Hammatoidea,
(41)
Heterohormogonium, Albrightia, Scytonematopsis, Thalopophila, Myxocarcina dan Colteronem, golongan nitrat (nitrisomonas sp), bakteri besi (Crenothrix dan Sphaerotilus), bakteri belerang (Chromatium dan Thiobacillus).
4. Warna yang berasal dari pemakaian zat warna oleh industri (tekstil, pengrajin batik, pabrik kertas, dll.), seperti bahan pencelup, cat, pewarna makanan dll.
Dalam proses pengolahan air, warna merupakan salah satu parameter fisika yang digunakan sebagai persyaratan kualitas baik untuk air minum maupun air bersih. Prinsip yang berlaku dalam penentuan parameter ini adalah memisahkan terlebih dahulu zat atau bahan-bahan yang terlarut yang menyebabkan kekeruhan.
2.6 Kekeruhan
Rumus kimia air dalam lingkungan laboratorium adalah H2O. Tetapi kenyataannya di
alam, rumus tersebut menjadi H2O + X, dimana X berbentuk karakteristika biologik (bersifat hidup) ataupun berbentuk karakteristika non biologik (bersifat mati). Pengotor yang ada dalam air yang akan diolah sebelum digunakan dalam industri dapat bermacam – macam diantaranya adalah kekeruhan (turbidity).
Kekeruhan adalah ukuran yang menggunakan efek cahaya sebagai dasar untuk mengukur keadaan air baku dengan skala NTU (Nephelo Metrix Turbidity Unit) atau JTU (Jackson Turbidity Unit) atau FTU (Formazin Turbidity Unit), kekeruhan ini disebabkan oleh adanya benda tercampur atau benda koloid di dalam air. Hal ini membuat perbedaan nyata dari segi estetika maupun dari segi kualitas air itu sendiri (Admin, 2008).
Kekeruhan pada air biasanya disebabkan oleh adanya butir-butir tanah liat yang sangat halus. Semakin keruh menunjukkan semakin banyak butir-butir tanah dan kotoran yang terkandung di dalamnya.
(42)
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan makhluk hidup. Suhu dapat memberikan pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung.
Komposisi dan warna tanah juga dapat mempengaruhi suhu, makin terang warna tanah makin banyak panas yang dipantulkan, makin gelap warna tanah makin banyak panas yang diserap. Asap dan gas yang terdapat di udara sering mereduksi radiasi. Partikel- partikel debu yang melayang di udara merupakan inti dari uap air dalam proses kondensasinya uap air inilah yang bersifat aktif dalam mengurangi pengaruh radiasi matahari.
Suhu air adalah parameter fisika yang dipengaruhi oleh kecerahan dan kedalaman. Air yang dangkal dan daya tembus cahaya matahari yang tinggi dapat meningkatkan suhu perairan. Peningkatan suhu akan meningkatkan kecepatan gerak partikel dalam sistem sehingga semakin banyak tumbukan antar partikel yang dapat terjadi yang akhirnya mempercepat terbentuknya.
Kenaikan suhu air yang mengandung zat organik akan menaikkan kelarutan dari koagulan, sehingga ion aquometalik lebih cepat terbentuk, dan partikel-partikel koloid lebih cepat ternetralisir membentuk flok seiring dengan kenaikan suhu. Namun, saat suhu optimum telah tercapai, peningkatan suhu tidak lagi memperbesar ukuran flok, karena kelarutan flok meningkat seiring dengan peningkatan suhu. Sehingga kenaikan suhu akan menurunkan % efektifitas koagulasi karena flok-flok yang sudah jenuh tadi akan melarut kembali (Fathul, 2008).
2.8 Derajat keasaman (pH)
Salah satu pengukuran yang sangat penting dalam berbagai cairan proses (industri, farmasi, manufaktur, produksi makanan dan sebagainya) adalah pH, yaitu pengukuran ion hidrogen dalam suatu larutan. Larutan dengan harga pH rendah dinamakan ”asam”
(43)
sedangkan yang harga pH-nya tinggi dinamakan ”basa”. Skala pH terentang dari 0 (asam kuat) sampai 14 (basa kuat) dengan 7 adalah harga tengah mewakili air murni (netral) (Setyowati, 2009).
pH atau derajat keasaman digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman (atau ke basaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Yang dimaksudkan "keasaman" di sini adalah konsentrasi ion hydrogen (H+) dalam pelarut air.
pH larutan dapat diukur dengan beberapa cara. Secara kualitatif pH dapat diperkirakan dengan kertas Lakmus (Litmus) atau suatu indikator (kertas indikator pH) atau pH meter. Seraca kuantitatif pengukuran pH dapat digunakan elektroda potensiometrik. Elektroda ini memonitor perubahan voltase yang disebabkan oleh perubahan aktifitas ion hidrogen (H+) dalam larutan.
Derajat keasaman (pH) yeng netral sekitar 6,5 – 8,5 . Air yang pHnya rendah akan terasa asam, sedangkan bila pHnya tinggi terasa pahit. Contoh air alam yang terasa asam adalah air gambut (rawa).
pH air dapat mempengaruhi kelarutan dari suatu koagulan. Koagulan memiliki kelarutan yang besar pada rentang pH 5-7. Semakin mudah larut suatu koagulan, maka semakin mudah terbentuknya ion aquometalik yang akhirnya semakin cepatnya partikel koloid ternetralisasi membentuk flok. Semakin besar pH, maka kelarutan dari koagualan semakin kecil, sehingga ion aquometalik semakin sulit terbentuk, yang akhirnya mengurangi jumlah partikel koloid yang dapat ternetralisasi membentuk flok (Fathul, 2008).
Derajat keasaman atau pH merupakan parameter kimia yang menunjukkan konsentrasi ion hidrogen pada perairan. Konsentrasi ion hidrogen tersebut dapat mempengaruhi reaksi kimia yang terjadi di lingkungan perairan.
pH merupakan salah satu parameter yang diukur dalam penelitian ini karena dalam pengolahan air parameter ini penting dalam penentuan kelayakan sebagai air minum. pH dalam air akan mempengaruhi rasa, korosifitas air dan efisiensi klorinasi.
(44)
2.9 Daya Hantar Listrik (DHL) / Konduktifitas
Konduktivitas adalah sifat menghantarkan listrik dalam air. Sifat ini dipengaruhi dengan jumlah kandungan apa yang disebut sebagai ion bebas (Amrih, 2005). Perbedaan konduktivitas ini dipengaruhi oleh komposisi, jumlah ion terlarut dan salinitas suhu. Tinggi rendahnya daya hantar listrik pada air dapat menunjukkan banyaknya jumlah logam yang terlarut dalam air.
Daya hantar listrik atau DHL adalah gambaran numerik dari kemampuan air untuk meneruskan aliran listrik. Oleh karena itu, semakin banyak garam-garan terlarut terionisasi, semakin tinggi pula nilai DHL. Asam, basa dan garam merupakan penghantar listrik yang baik sedangkan bahan organic merupakan penghantar listrik yang buruk.
Parameter yang menggambarkan karakteristik kimia dari air adalah konduktivitas. Konduktivitas larutan adalah ukuran kemampuan larutan tersebut untuk menghantarkan arus listrik. Arus listrik dialirkan oleh ion-ion dalam larutan, oleh karena itu konduktivitas meningkat apabila konsentrasi ion meningkat.
Rumus untuk menghitung besarnya daya hantar (konduktivitas) suatu material adalah:
= 1/ρ
R = A
L
R =
A L
= RA
L
(2.9)
Dimana:
ρ = Resistivitas (Ω)
(45)
Air murni adalah air yang bebas kandungan ion bebas sehingga tidak menghantarkan listrik. Namun, pengertian untuk air yang layak konsumsi bagi kita manusia justru bukan air murni, tapi air murni dengan sifat konduktifitas pada taraf wajar. Karena sifat konduktifitas wajar ini diperlukan bagi metabolisme tubuh kita (Amrih, 2005).
a. Nilai daya hantar listrik untuk berbagai jenis air (Sucianda, 2009).
a. Air destilasi ( aquades ) 0,5 -5,0 µmho/cm b. Air hujan 5,0- 30 µmho/cm
c. Air tanah segar 30-200 µmho/cm d. Air laut 1500- 5500 µmho/cm e. Air garam >100.000 µmho/cm
Berdasarkan daya hantar listrik, larutan terbagi menjadi 2 (dua) golongan : 1. Larutan elektrolit :
a. Dapat menghantarkan daya listrik b. Terjadi proses ionisasi
c. Lampu menyala dengan terang
2. Larutan non- elektrolit :
a. Tidak dapat menghantar arus listrik b. Tidak terjadi ionisasi
c. Lampu menyala redup
b. Manfaat Kehantaran Daya Listrik (DHL) / Konduktifitas
Daya Hantar Listrik (DHL) dapat dipakai sebagai indikator tingkat pencemaran parameter inorganik (terutama mineral terlarut). DHL juga merupakan parameter yang menunjukkan tingkat salinitas dari suatu badan air yang berpengaruh terhadap kehidupan makhluk hidup, pemanfaatan air baku, dan korosifitas.
(46)
BAB III
METODE PENELITIAN
Penjernihan air sungai menjadi air bersih dilakukan dalam skala laboratorium yaitu menggunakan beaker glass dan aquarium. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik peneliti mencoba untuk melakukan penjernihan hanya dengan proses elektrokoagulasi, hanya dengan larutan Aluminium Sulfat (tawas 17%) dan proses elektrokoagulasi dengan penambahan larutan tawas. Tahap awal untuk mengetahui jarak optimum penelitian dilakukan dengan menggunakan aquarium. Hal ini dikarenakan jarak antar elektroda dengan mudah dapat divariasikan. Sedangkan parameter-parameter lain, baik dari segi volume sampel, volume tawas dan waktu untuk elektrokoagulasi dilakukan pada beaker glass. Dari hasil yang diperoleh maka tahap selanjutnya penjernihan air sungai Aek Leidong dilakukan dengan menggunakan aquarium sehingga menghasilkan air yang jernih.
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
3.1.1 Waktu
Waktu penelitian dilakukan dari bulan Pebruari 2011 – April 2011.
3.1.2 Lokasi Penelitian
Sampel diambil dari sungai Aek Leidong Desa Air Hitam Kecamatan Kualuh Leidong Kabupaten Labuhan Batu Utara. Penelitian dilakukan di Laboratorium Ilmu Dasar (LIDA) Universitas Sumatera Utara Medan. Analisis pH, warna, kekeruhan, suhu dan
(47)
DHL di DEPKES RI Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BTKL & PPM) Medan.
3.2 Peralatan dan Bahan Penelitian
3.2.1 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1. pH meter
2. Termometer 3. Konduktivitimeter 4. Turbidimeter 5. Spektrofotometer 6. Power suplay 7. Multimeter digital 8. Kabel penghubung
9. Akuarium ukuran 30 x 20 x 15 cm 10. Beake glass 500 ml
11. Stopwatch
3.2.2 Bahan
1. Air sungai Aek Leidong Desa Air Hitam 2. Plat Aluminium 13 cm x 15 cm (aquarium)
Jumlah 4 (2 Katoda & 2 Anoda)
Tebal 0.6 mm
3. Plat Aluminium 3.5 cm x 10 cm (beaker glass)
Jumlah 2 ( 1 Katoda & 1 Anoda)
Tebal 0.6 mm 4. Tawas 17 % (Al2(SO4)3
(48)
3.3 Diagram alir(flow Chart) penelitian
Penelitian dilakukan untuk mengolah air sungai Aek Leidong menjadi air bersih yang dapat diaplikasikan ke lingkungan Masyarakat Desa Air Hitam agar memperoleh air bersih sesuai standar PERMENKES RI, Nomor: 416/MENKES/PER/IX/1990, Tanggal 3 September 1990.
Percobaan mengolah air sungai menjadi air bersih dilakukan dengan menggunakan metode elektrokoagulasi, yaitu dalam skala laboratorium dan dibantu dengan penambahan larutan tawas, untuk mengetahui pengaruh tegangan, waktu, jarak elektroda, volume sampel dan volume tawas agar memperoleh air bersih yang memenuhi standar kualitas air bersih. Diagram alir penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.1.
(49)
Pengambilan sampel (air sungai Aek leidong)
Analisa air sungai sebelum proses EC (pH, suhu, kekeruhan, warna, DHL dan logam Al)
Penentuan tegangan dan jarak elektroda yang optimum
Mulai
Standard air bersih
Analisa air jernih setelah proses EC (pH, suhu, kekeruhan, warna, DHL dan logam Al)
Selesai
Tidak
Ya Air jernih?
Penambahan larutan tawas
Parameter-perameter optimum (waktu, tegangan dan jarak elektroda)
Proses EC (variasi waktu)
(50)
3.4 Prosedur Penelitian
Sebelum melakukan percobaan, sampel air sungai Aek Leidong terlebih dahulu dianalisis parameter-parameternya, yaitu: pH, Warna, Kekeruhan, Suhu, DHL dan kadar logam Aluminium.
3.4.1 Untuk Mengetahui Pengaruh Jarak Dan Tegangan Terhadap Elektrokoa-gulasi Pada Air Sungai Aek Leidong
1. Pengaturan alat sesuai dengan rancangan percobaan.
2. Memasukkan air sungai Aek Leidong ke dalam aquarium sebanyak 5000 ml 3. Dimasukkan 2 pasang (2 Katoda & 2 Anoda) elektroda ke dalam aquarium 4. Diatur jarak antarelektroda sejauh 2.5 cm
5. Elektroda dialiri arus listrik dengan tegangan sebesar 12 volt
6. Diukur tegangan pada elektroda dengan multimeter digital dan dicatat hasilnya 7. Diulangi langakah 4, 5 dan 6 untuk jarak 5 cm, 7,5 cm, 10 cm dan 12.5 cm.
3.4.2 Untuk Mengetahui Pengaruh Elektrokoagulasi Terhadap Penjernihan Air Sungai Aek Leidong
1. Pengaturan alat sesuai dengan rancangan percobaan.
2. Memasukkan air sungai Aek Leidong ke dalam beaker glass sebanyak 500 ml 3. Dimasukkan sepasang (1 Katoda & 1 Anoda) elektroda ke dalam beaker glass 4. Diatur jarak antarelektroda sesuai hasil optimum dari percobaan 3.4.1
5. Elektroda dialiri arus listrik secara bersaman dengan menghidupkan stopwatch 6. Diamati perubahan warna mulai 20 menit sampai 60 menit dengan interval
(51)
3.4.3 Untuk Mengetahui Pengaruh Larutan Aluminium Sulfat (Tawas 17 %) Pada Penjernihan Air Sungai Aek Leidong
1. Dimasukkan air sungai Aek Leidong ke dalam beaker glass sebanyak 500 ml 2. Dicampurkan 5 ml larutan tawas dengan kadar 10.000 ppm ke dalam sampel 3. Diamati perubahan warna selama 60 menit dan dicatat hasilnya
4. Diulangi langkah 2 dan 3 untuk volume larutan tawas 10 ml, 15 ml, 20 ml dan 25 ml.
4.4.4 Untuk Mengetahui Pengaruh Elektrokoagulasi Dengan Penambahan Larutan Tawas Pada Penjernihan Air Sungai Aek Leidong
1. Pengaturan alat sesuai dengan rancangan percobaan
2. Memasukkan air sungai Aek Leidong ke dalam beaker glass sebanyak 500 ml 3. Dicampurkan larutan tawas sebanyak 5 ml
4. Dimasukkan sepasang elektroda ke dalam beaker glass yang berisi sampel 5. Diatur jarak antar elektroda sesuai dengan hasil optimum yang diperoleh 6. Elektroda dialiri arus listrik dengan tegangan 12 volt
7. Dicatat waktu yang dibutuhkan sampai air jernih
8. Diulangi langkah 2 sampai dengan 6 untuk volume larutan tawas pada percobaan 3.4.3
4.4.5 Untuk Mengetahui Hasil Efektif Pada Penjernihan Air Sungai Aek Leidong
1. Pengaturan alat sesuai dengan rancangan percobaan
2. Memasukkan air sungai Aek Leidong ke dalam aquarium sebanyak 8000 ml 3. Dicampurkan larutan tawas sebanyak jumlah optimum yang diperoleh pada
percobaan 4.4.4 dan dikalikan dengan banyaknya sampel
(52)
5. Diatur jarak antarelektroda sesuai hasil optimum yang diperoleh 6. Elektroda dialiri arus listrik dengan tegangan 12 volt
7. Diamati perubahan warna sampai air jernih 8. Dicatat waktu optimum yang diperoleh
Setelah dilakukan pengendapan selama 15 menit maka air yang jernih dianalisis parameter-parameternya, yaitu: pH, Warna, Kekeruhan, Suhu, DHL dan kadar logam Aluminium.
(53)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Umum
Pada bab ini akan dijabarkan hasil penelititan dan pembahasan tentang hasil eksperimen yang telah dilakukan dalam skala laboratorium. Adapun eksperimen dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
a. Pengaruh tegangan dan jarak elektroda pada pengolahan air sungai Aek Leidong dengan proses elektrokoagulasi
b. Penjernihan air sungai Aek Leidong dengan menggunakan proses elektrokoagulasi
c. Penjernihan air sungai Aek Leidong dengan menggunakan larutan tawas
d. Proses elektrokoagulasi dengan penambahan larutan tawas pada penjernihan air sungai Aek Leidong
e. Penjernihan dalam skala aquarium
f. Karakteristik air sungai Aek Leidong sebelum dan sesudah proses elektrokoagulasi dengan penambahan larutan tawas
(54)
4.2 Pengaruh Tegangan Dan Jarak Elektroda pada Pengolahan Air Sungai Aek Leidong dengan Proses Elektrokoagulasi
Elektrokoagulasi merupakan suatu proses koagulasi kontiniu menggunakan arus listrik searah melalui peristiwa elektrokimia yaitu gejala dekomposisi elektrolit, dimana salah satu elektrodanya terbuat dari Aluminium. Dalam proses ini akan terjadi proses reaksi reduksi oksidasi, yaitu air sungai Aek Leidong yang mengandung logam-logam akan direduksi dan diendapkan di kutub negatif (katoda) sedangkan elektroda positif (anoda) akan teroksidasi menjadi [Al(OH)3] yang berfungsi sebagai koagulan.
Pada percobaan elektrokoagulasi, plat logam yang digunakan selalu dihubungkan dengan sumber arus DC. Jumlah logam yang larut tergantung pada jumlah arus listrik yang mengalir pada elektroda tersebut. Mengenai proses ini (proses elektrolisa) Faraday mengatakan (hukum Faraday): jumlah gram berat ekivalen dari zat yang menempel, dibebaskan, larut, atau bereaksi pada suatu elektroda sama dengan jumlah faraday (96.500 coul) dari muatan listrik yang dipindahkan melalui elektrolit. Jadi hu kum Faraday dapat dirumuskan sebagai berikut:
F It M mZ
(2.4)
Dimana
m = berat aluminium yang larut (g) Z = valensi Aluminium, yaitu 3 I = kuat arus yang digunakan (A) t = waktu deteksi (detik)
M = berat molekul Aluminium, yaitu 27g mol F = konstanta Faraday, 96.500 C/mol
Arus listrik yang menghasilkan perubahan kimia mengalir melalui medium (logam atau elektrolit) disebabkan adanya beda potensial, karena tahanan listrik pada medium lebih besar dari logam, maka yang perlu diperhatikan adalah mediumnya dan
(55)
batas antar logam dengan medium. Besarnya jarak antar elektroda juga mempengaruhi besarnya hambatan elektrolit, semakin besar jaraknya semakin besar hambatannya, sehingga semakin kecil arus yang mengalir.
Pelat aluminium setebal 0,6 mm dengan ukuran 13 cm x 15 cm digunakan sebagai elektroda. Elektroda tersebut diberi tegangan dan jarak antarelektroda yang bervariasi. Uji coba ini bertujuan untuk mengetahui jarak dan tegangan yang optimum dalam proses penjernihan yang akan dilakukan oleh peneliti. Hasil yang diperoleh ditunjukkan pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Pengaruh jarak elektroda terhadap elektrokoagulasi pada penjernihan air sungai Aek Leidong dengan tegangan awal yang tetap
No. Volume Sampel (ml)
Jarak Elektroda(cm)
Vin (PSA)
(V)
Vout (Elektroda)
(V)
1 5000 2.5 12.81 12.76
2 5000 5 12.81 12.75
3 5000 7.5 12.81 12.63
4 5000 10 12.81 12.45
5 5000 12.5 12.81 12.33
Dapat dilihat dari hukum Ohm yang berlaku
V = I x R karena
R =
A L
;
I V
= A
L
maka
I= L VA
I= L A
V /
(56)
Dari data dan persamaan di atas maka diperoleh hasil sebagai berikut:
V(volt) R (kΩ) I (m Ampere)
12.76 12.75 12.63 12.45 12.33
52.78 105.5 158.33 211.11 263.89
0.24 0.12 0.08 0.06 0.047 (Sumber : lampiran hal. 56)
Data diatas menunjukkan bahwa tegangan optimum pada Vout 12.76 vol
dengan Vin = 12.81 volt. Jarak optimum d = 2.5 cm dengan arus 0.24 mA dan hambatan 52.78 kΩ. sedangkan pada jarak 5 cm, 7.5 cm, 10 cm dan 12.5 cm dengan tegangan awal yang sama Vout semakin menurun yaitu 12.75, 12.63, 12.45 hingga
12.33 yang berarti hambatan semakin besar dan mengakibatkan arus yang mengalir berkurang. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin dekat jarak antar elektroda maka hambatan semakin kecil sehingga tegangan dan arus semakin besar. Semakin kecil hambatan semakin cepat pula proses pembentukan flok-flok yang terjadi pada sampel air sungai Aek Leidong.
Sedangkan daya yang terpakai adalah:
P = V2 / R Maka diperoleh
V (volt) P (mWatt)
12.76 12.75 12.63 12.45 12.33
3.08 1.54 1.02 0.73 0.58 (Sumber: lampiran hal. 57)
(57)
Peningkatan / penurunan daya tidak selalu sebesar peningkatan atau penurunan impedansinya. Peningkatan dan penurunan daya bergantung pada :
besarnya tegangan sumber (Vt)
hambatan dalam sumber tegangan (R1) besarnya impedansi yang disusun seri (R2) (R dianggap sebagai impedansi)
Arus adalah elektron yang mengalir, sehingga jika arus diperbesar maka jumlah elektron yang mengalir dalam sel elektrolit (dari anoda ke katoda) semakin meningkat. Peningkatan jumlah elektron meningkatkan jumlah OH- dan gelembung gas H2.
Pada katoda terjadi reaksi
2H+ + 2e → H2
Setelah larutan terbentuk gas hydrogen maka
2H2O + 2e → 2OH- + H2
dan pada anoda terjadi reaksi
Al3+ + 3H2O → Al(OH)3 + 3H- +3e
OH- akan bergabung dengan Al3+ (dari anoda) membentuk senyawa kompleks yang dapat mengikat polutan dan kemudian membentuk flok. Semakin banyak jumlah OH -yang terbentuk maka flok -yang terbentuk semakin banyak. Semakin banyaknya gelembung gas H2 yang terbentuk menyebabkan semakin mudahnya proses
pengangkatan flok yang dihasilkan ke permukaan. Hal ini sesuai dengan dasar teori yang menyatakan bahwa tegangan merupakan salah satu factor yang dapat mempengaruhi proses elektrokoagulasi.
(58)
4.3 Penjernihan Air Sungai Aek Leidong dengan Menggunakan Proses Elektrokoagulasi
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada sub bab 4.2, maka proses elektrokoagulasi dilakukan peneliti untuk menjernihkan air sungai Aek Leidong jarak elektroda sejauh 2.5 cm. Waktu penjernihan divariasikan dari 20 menit sampai 60 menit dengan interval 10 menit. Eksperimen ini dilakukan dengan menggunakan beaker glass bertujuan untuk mendapatkan waktu optimum yang dibutuhkan pada proses penjernihan dan bagaimana perubahan warna air sungai secara visual yang pada awalnya adalah coklat kemerahan. Hasil eksperimen ditunjukkan pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Penjernihan air sungai Aek Leidong dengan menggunakan proses elektrokoagulasi No. Volume Sampel (ml) Jarak elektroda (cm) Tegangan (V) Waktu (menit) Pengamatan Warna (secara visual)
1 500 2.5 12 20 Cokelat kemerahan
2 500 2.5 12 30 Cokelat kemerahan
3 500 2.5 12 40 Cokelat terang
4 500 2.5 12 50 Cokelat terang
5 500 2.5 12 60 Cokelat terang
Secara matematis dapat dihitung dengan persamaan (2.4):
F It M mZ F Z M t I m . . . Dimana
m = berat aluminium yang larut (g) Z = valensi Aluminium, yaitu 3 I = kuat arus yang digunakan (A) t = waktu deteksi (detik)
M = berat molekul Aluminium, yaitu 27g mol F = konstanta Faraday, 96.500 C/mol
(59)
Maka diperoleh banyak Aluminium yang terlarut dalam interval waktu sebagai berikut:
t (menit) m (mgr)
20 30 40 50 60
0.027 0.04 0.053 0.067 0.08 (Sumber: lampiran hal. 58)
Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa penjernihan air sungai Aek Leidong dengan elektrokoagulasi saja selama 60 menit (3600 s) jumlah Aluminium yang terlarut sebesar 0.08 mgr, namun dengan jumlah Aluminium yang terlarut tersebut flok yang tebentuk (AlO3) tidak mampu untuk mereduksi logam-logam lain yang terkandung di
dalam sampel (air sungai Aek Leidong), karena hasil eksperimen menunjukkan bahwa selama 60 menit air masih berwarna coklat terang (pengamatan secara visual. Hal ini disebabkan oleh banyaknya zat organik yang terkandung di dalam air sungai Aek Leidong tersebut.
(60)
4.4 Penjernihan Air Sungai Aek Leidong Dengan Menggunakan Larutan Tawas
Pada sub bab 4.3 diperoleh bahwa penjernihan air hanya dengan proses elektrokoagulasi berjalan lambat. Oleh sebab itu, peneliti mencoba menjernihkan air sungai tersebut dengan menggunakan larutan Aluminium Sulfat (tawas 17%) dengan kadar 10.000 ppm. Hal ini untuk melihat pengaruh volume larutan tawas terhadap perubahan warna atau kejernihan air. Hasil eksperimen ditunjukkan pada tabel 4.3.
Tabel 4.3 Proses penjernihan air sungai Aek Leidong dengan menggunakan larutan tawas
No Volume Air Sungai (ml)
Volume Lar. Tawas (ml)
Waktu (menit)
Pengamatan warna (secara visual)
1 500 5 60 Cokelat terang
2 500 10 60 Cokelat terang
3 500 15 60 Cokelat terang
4 500 20 60 Cokelat terang
5 500 25 60 Cokelat terang
Dari data di atas, diperoleh bahwa proses penjernihan dengan volume larutan tawas yang bervariasi masih belum mampu untuk menjernihkan sampel. Setelah 60 menit, proses pembentukan koagulan masih sangat lambat. Hal ini ditunjukkan dengan pengamatan secara visual, penurunan warna masih cokelat terang.
4.5 Elektrokoagulasi Dengan Penambahan Larutan Tawas Pada Penjernihan Air Sungai Aek Leidong
Pengolahan air sungai Aek Leidong untuk mendapatkan air bersih yang dilakukan hanya dengan metode elektrokoagulasi maupun hanya dengan penambahan larutan
(61)
tawas tidak dapat memberikan pengaruh yang signifikan, (hasil uji coba dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3). Hal ini disebabkan karena air sungai Aek Leidong mengandung senyawa organik yang lebih dominan daripada senyawa-senyawa anorganik.
Untuk optimalisasi hasil, penjernihan sampel dilakukan dengan elektrokoagulasi disertai penambahan larutan tawas. Sampel yang akan dielektrokoagulasi ditambahkan larutan tawas dengan volume yang bervariasi mulai dari 5 ml sampai 25 ml dengan interval 5 ml. Jarak elektroda dibuat tetap, 2.5 cm sesuai hasil pada sub bab 4.2, volume sampel 500 ml dan waktu pengamatan mulai 20 menit sampai 45 menit dengan interval 5 menit. Hasil yang diperoleh ditunjukkan pada tabel 4.4 berikut:
Tabel 4.4 Elektrokoagulasi air sungai Aek Leidong dengan penambahan larutan tawas
No. Volume Air Sungai
(ml)
Volume Lar. Tawas
(ml)
Tegangan (V)
Jarak elektroda
(cm)
Waktu (menit)
Pengamatan warna (secara visual)
1 500 5 12 2.5 45 Jernih
2 500 10 12 2.5 35 Jernih
3 500 15 12 2.5 30 Jernih
4 500 20 12 2.5 25 Jernih
5 500 25 12 2.5 20 Jernih
Penambahan larutan tawas ke dalam air sungai yang kemudian dielektrokoagulasi ternyata lebih baik digunakan dalam penjernihan air sungai Aek Leidong (Tabel 4.3). Hal ini disebabkan larutan tawas dapat bertindak sebagai sumber ion elektrolit dalam proses elektrokoagulasi yang kemudian diikuti oleh proses flokulasi yang membentuk flok-flok yang lebih besar berupa Al(OH)3. Dengan
terbentuknya flok-flok tersebut maka terjadi penurunan konsentrasi logam dan partikel-partikel lain yang larut di dalam sampel air sungai sehingga warna dan
(62)
kekeruhan menurun. Dalam proses ini, larutan tawas berfungsi sebagai pembuat koligatif larutan sehingga air sungai akan mempunyai larutan elektrolit di dalamnya (Susilawati, 2010).
Optimalisasi penggunaan larutan tawas yang baik di dalam penjernihan air sungai Aek Leidong adalah 10 ml/l air sungai dengan tawas 17% (kadar 10.000 ppm) dan waktu eletrokoagulasi 45 menit disertai pengendapan 15 menit. Jika larutan tawas kurang dari 10 ml/l maka proses elektrokoagulasi berlangsung lambat dan jika larutan tawas lebih dari 10 ml/l maka proses elektrokoagulasi berlangsung cepat tetapi akan mempengaruhi naiknya kadar aluminium di dalam air sungai.
4.6 Proses Penjernihan Dalam Skala Aquarium
Untuk lebih mengetahui efektifitas metode elektrokoagulasi disertai penambahan larutan tawas, maka penjernihan air sungai Aek Leidong dilakukan dengan volume sampel yang lebih besar yaitu 8000 ml dalam skala aquarium. Volume larutan tawas yang ditambahkan adalah 80 ml, sesuai perbandingan volumenya yaitu 10 ml larutan tawas untu setiap l liter air sungai. Penjernihan dalam skala aquarium dilakukan dengan tegangan sebesar 12 V dan jarak antar elektroda 2.5 cm. Data yang diambil diiperoleh dengan pengamatan secara visual setiap 5 menit setelah penjernihan berlangsung 20 menit sampai air mulai terlihat jernih. Hasil pengamatan yang diperoleh ditunjukkan pada tabel 4.5 berikut, dimana diperoleh waktu optimum elektrokoagulasi adalah 45 menit.
(63)
Tabel 4.5 Proses elektrokoagulasi dengan penambahan larutan tawas dalam skala aquarium
No Vol. Sampel
(ml)
Vol. Lar. Tawas
(ml)
Tegangan (V)
Waktu (menit)
Jarak Elektroda
Pengamatan Warna (secara visual)
1 8000 80 12 20 2.5 Cokelat terang
2 8000 80 12 25 2.5 Cokelat terang
3 8000 80 12 30 2.5 kuning
4 8000 80 12 35 2.5 Kuning pucat
5 8000 80 12 40 2.5 Kuning pucat
6 8000 80 12 45 2.5 jernih
Aluminium sulfat dimasukkan ke dalam air kemudian akan terionisasi membentuk Al3+ dan SO42- yang dapat menetralkan muatan koloid.
Al2(SO4)3 → 2 Al3+ + 3SO42-
H2O → H + + OH-
2Al3+ + 6 OH- → 2 Al(OH)3
Jumlah logam yang larut tergantung pada jumlah arus listrik yang mengalir pada elektroda tersebut. Hukum Faraday membuat hubungan antara kuat arus (I) yang mengalir dengan jumlah massa yang terlepas ke larutan, hal ini merupakan pendekatan teoritis untuk menghitung jumlah aluminium yang terlepas ke larutan.
Dengan adanya penambahan larutan tawas 17% (Al2SO4) ke dalam sampel (air
sungai Aek Leidong) maka pada waktu 45 menit terlarut 0.36009 mgr dan dilihat secara visual warna air menjadi jernih. Hal ini disebabkan oleh flok yang terbentuk
(1)
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor : 416/MENKES/PER/IX/1990 Tanggal : 3 September 1990 DAFTAR PERSYARATAN KUALITAS AIR BERSIH
No. Parameter Satuan Kadar Maksimum yang Diperbolehkan Keterangan A 1 2 3 4 5 6 FISIKA Bau
Jumlah Zat Padat Terlarut (TDS) Kekeruhan Rasa Suhu Warna - mg/L Skala NTU - o C Skala TCU - 1.500 25 -
Suhu udara ± 3 oC 50 Tidak Berbau - - Tidak Berasa - - B 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 KIMIA Air Raksa Arsen Besi Fluoride Kadmium Kesadahan Klorida
Kromium, Valensi 6 Mangan
Nitrat sebagai N Nitrit sebagai N pH Selenium Seng Sianida Sulfat Timbal mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L - mg/L mg/L mg/L mg/L 0.001 0.05 1.0 1.5 0.005 500 600 0.05 0.5 10 1.0 6.5-9 0.01 15 0.1 400 0.05 Merupakan batas min. dan maks. Khusus air hujan pH min. 5.5
(2)
LAMPIRAN 4
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN RI Nomor : 907/MENKES/SK/VII/2002
Tanggal 29 Juli 2002
PERSYARATAN KUALITAS AIR MINUM
2. KIMIA
B. Bahan-bahan inorganik (yang kemungkinan dapat menimbulkan keluhan konsumen)
Parameter Satuan Kadar Maksimum
Yang Diperbolehkan
Keterangan
1 2 3 4
Ammonia Aluminium Klorida Copper Kesadahan Hidrogen Sulfida Besi Mangan pH Sodium Sulfat Total Padatan Terlarut Seng mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L - mg/L mg/L mg/L mg/L 1.5 0.2 250 1 500 0.005 0.3 0.1 6.5-8.5 200 250 1000 3
(3)
Yang Diperbolehkan
1 2 3 4
Parameter Fisik Warna
Rasa dan Bau Temperatur Kekeruhan
TCU -
o
C NTU
15 -
Suhu udara ± 3oC 5
Tidak berbau dan berasa
MENTERI KESEHATAN RI, Dr. ACHMAD SUJUDI
(4)
LAMPIRAN 5
Dokumentasi (foto-foto) lokasi pengambilan sampel dan perangkat pengolahan air sungai Aek leidong Desa Air Hitam Kecamatan Kualuh Leidong Kabupaten Labuhan Batu Utara
(a)
(b)
(5)
Gambar 3. Proses penjernihan dimulai
(6)
Gambar 5. Proses pengendapan
Gambar 6. Perubahan warna