Chapter II Analisis Tingkat Pemahaman Masyarakat Kabupaten Tapanuli Utara Terhadap Penggunaan Pembayaran Non Tunai

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemahaman
2.1.1.Definisi Pemahaman
Secara umum pemahaman adalah usaha konsumen untuk mengartikan atau
menginterpretasikan stimulus. Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia
pemahaman adalah sesuatu hal yang kita pahami dan kita mengerti dengan benar.
Pemahaman berasal dari kata paham yang artinya (1) pengertian; pengetahuan
yang banyak, (2) pendapat, pikiran, (3) aliran; pandangan, (4) mengerti benar
(akan); tahu benar (akan); (5) pandai dan mengerti benar. Apabila mendapat
imbuhan me- i menjadi memahami, berarti: (1) mengerti benar (akan); mengetahui
benar, (2) memaklumi. Dan jika mendapat imbuhan pe- an menjadi pemahaman,
artinya (1) proses, (2) perbuatan, (3) cara memahami atau memahamkan
(mempelajari baik-baik supaya paham dan pengetahuan banyak.
Pemahaman memiliki arti yang lebih tinggi dari pengetahuan. Nana
Sudjana, 1992: 24) menyatakan bahwa pemahaman dapat dibedakan kedalam 3
kategori, yaitu: (1) tingkat terendah adalah pemahaman terjemahan, mulai dari
menerjemahkan dalam arti yang sebenarnya, mengartikan dan menerapkan
prinsip-prinsip, (2)


tingkat

kedua

adalah pemahaman penafsiran yaitu

menghubungkan bagian-bagian terendah dengan yang diketahui berikutnya atau
menghubungkan beberapa bagian grafik dengan kejadian, membedakan yang

Universitas Sumatera Utara

pokok dengan yang tidak pokok dan (3) tingkat ketiga merupakan tingkat
pemaknaan ekstrapolasi.
Memiliki pemahaman tingkat ekstrapolasi berarti seseorang mampu melihat
dibalik yang tertulis, dapat membuat estimasi, prediksi berdasarkan pada
pengertian dan kondisi yang diterangkan dalam ide-ide atau simbol, serta
kemampuan membuat kesimpulan yang dihubungkan dengan implikasi dan
konsekuensinya. Sejalan dengan pendapat diatas, (Suke Silversius, 1991: 43-44)
menyatakan bahwa
pemahaman dapat dijabarkan menjadi tiga, yaitu: (1) menerjemahkan

(translation), pengertian menerjemahkan disini bukan saja pengalihan
(translation), arti dari bahasa yang satu kedalam bahasa yang lain, dapat
juga dari konsepsi abstrak menjadi suatu model, yaitu model simbolik
untuk mempermudah orang mempelajarinya. Pengalihan konsep yang
dirumuskan dengan kata-kata kedalam gambar grafik dapat dimasukkan
kategori menerjemahkan, (2) menginterpretasi (interpretation),
kemampuan ini lebih luas daripada menerjemahkan yaitu kemampuan
untuk mengenal dan memahami ide utama suatu komunikasi, (3)
mengekstrapolasi (extrapolation), agak lain dari menerjemahkan dan
menafsirkan, tetapi lebih tinggi sifatnya. Ia menuntut kemampuan
intelektual yang lebih tinggi.

2.1.2.Indikator-indikator Pemahaman
Menurut J. Paul Peter dan Jerry C. Olson dalam bukunya “ Comsumer
Behavior ” tahun 2000, indikator yang menunjukkan pemahaman seseorang

terhadap barang atau jasa adalah pengetahuan dalam ingatan, keterlibatan, dan
lingkungan. Hal tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
1.


Pengetahuan Produk
Meliputi pengetahuan konsumen tentang ciri: berupa bentuk, ukuran, warna,
dan ciri khas lainnya.

Universitas Sumatera Utara

2.

Pemahaman Arti dan Fungsi
Dalam hal keterlibatan konsumen memiliki pengaruh besar terhadap
motivasi memahami informasi dan pengetahuan konsumen tentang arti,
fungsi, manfaat, dimana, serta pada saat kapan suatu produk digunakan.

3.

Pemahaman Cara Menggunakan
Dimana konsumen harus paham bagaimana prosedur penggunaan suatu
produk.

4.


Pemahaman tentang Resiko
Konsumen juga harus mengerti tentang resiko penggunaan suatu produk.
Artinya konsumen harus mengetahui sistem keamanan produk, penggunaan
yang salah akan dapat merugikan konsumen dan produsen.

2.1.3.Aspek-aspek yang Mempengaruhi Pemahaman Konsumen
Aspek-aspek yang dapat mempengaruhi pemahaman konsumen terhadap
suatu produk atau jasa diperoleh dari hasil pembelajaran sebagai berikut:
a.

Pembelajaran Kognitif (Cognitive learning)
Didefinisikan sebagai proses dimana orang membentuk asosiasi diantara
konsep,

belajar

urutan

konsep


(seperti,

menghapalkan

daftar),

menyelesaikan masalah, dan mendapatkan masukan. Pembelajaran seperti
ini melibatkan hipotesis intuisi – proses pembangkitan dimana orang
mengadaptasi kepercayaan mereka untuk membuat data baru menjadi masuk
akal. Jadi, pembelajaran kognitif adalah sebuah proses aktif dimana orang
berusaha untuk mengendalikan informasi yang mereka dapatkan.

Universitas Sumatera Utara

b.

Pembelajaran Melalui Pendidikan (Learning throught education)
Pembelajaran melalui pendidikan melibatkan perolehan informasi dari
perusahaan melalui iklan, wiraniaga, dan usaha konsumen sendiri dalam

mencari data.

c.

Pembelajaran Melalui Pengalaman (Learning throught experience )
Adalah memperoleh pengetahuan melalui kontak nyata dengan produk.
Pembelajaran melalui pengalaman umumnya merupakan sarana yang lebih
efektif untuk mendapatkan pengetahuan bagi konsumen. Pembelajaran ini
mempromosikan pencarian kembali dan pengingatan yang lebih baik karena
konsumen terlibat dalam pengalaman pembelajaran, dan informasi yang
diperoleh lebih jelas, konkret, dan penting.

2.1.4.Variasi Pemahaman
Menurut J. Paul Peter dan Jerry C. Olson dalam bukunya “ Consumer
Behavior ” tahun 2000, proses pemahaman konsumen dapat berbeda dalam empat

hal yang penting: (1) pemahaman dapat terjadi secara otomatis atau terkontrol, (2)
dapat menghasilkan sedikit atau banyak arti, dan (4) dapat menciptakan ingatan
yang lebih lemah atau lebih kuat.
a.


Pemrosesan Otomatis (Automatic Processing )
Proses pemahaman yang sederhana cenderung terjadi secara otomatis.

Misalnya, sebagian besar konsumen di seluruh dunia yang melihat kaleng CocaCola atau sebuah restoran McDonald dengan segera akan berpikir tentang “Coke”
atau “McDonald”. Kita dapat berpikir bahwa pengenalan langsung produk yang

Universitas Sumatera Utara

telah akrab sebagai suatu proses pemahaman sederhana dalam hal eksposur pada
rangsangan yang telah akrab secara otomatis mengaktifkan arti yang relevan dari
ingatan. Mungkin namanya atau pengetahuan lain yang terkait. Oleh karena itu,
orang tersebut “mengenali” rangsangan yang datang.
Sebaliknya, pemahaman rangsangan yang kurang dikenali biasanya
membutuhkan pikiran yang lebih jernih dan adanya kontrol. Karena konsumen
tidak memiliki struktur pengetahuan yang telah berkembang dengan baik untuk
suatu objek atau kejadian yang kurang akrab, mereka harus lebih jernih dalam
membangun arti informasi tersebut (atau dengan sadar mengabaikannya).
Eksposur pada rangsangan yang benar-benar tidak dikenali cenderung
mengaktifkan struktur pengetahuan yang paling maksimal, hanya relevan sebagian

saja. Dalam kasus tersebut, pemahaman cenderung menjadi sangat disadari dan
terkontrol serta membutuhkan kapasitas kognitif yang besar. Interpretasi
cenderung sulit dan tidak pasti.
b.

Tingkat (Level)
Arti khusus yang dibangun konsumen untuk mewakili produk dan informasi

pemasaran lain dalam lingkungan tergantung pada tingkat pemahaman yang
muncul selama interpretasi. Pemahaman dapat beragam di sepanjang garis
kontinum dari dangkal hingga dalam. Pemahaman yang dangkal menghasilkan
arti pada tingkat yang nyata dan berbentuk. Misalnya, seorang konsumen harus
menerjemahkan suatu produk dalam konteks ciri-cirinya yang nyata (sepatu lari
ini warnanya hitam, berukuran 10, dan terbuat dari kulit serta nilon).

Universitas Sumatera Utara

Sebaliknya, pemahaman yang dalam menciptakan arti yang lebih abstrak
yang mewakili konsep yang kurang nyata, lebih subjektif, dan lebih simbolis.
Misalnya, pemahaman yang mendalam terhadap informasi produk dapat

menciptakan arti tentang konsekuensi fungsional penggunaan produk tersebut
(“Saya dapat lari lebih cepat dengan sepatu ini”) atau konsekuensi psikososial atau
nilai (“Saya merasa percaya diri ketika mengenakan sepatu itu”). Dari sudut
pandang arti-akhir, proses pemahaman yang lebih dalam menciptakan arti yang
terkait pada produk yang lebih relevan secara pribadi, sementara proses
pemahaman yang dangkal cenderung menciptakan arti tenteng ciri yang nyata.
c.

Perincian (Elaboration)
Proses pemahaman juga beragam dalam perinciannya. Tingkat perincian

selama proses pemahaman menentukan jumlah pengetahuan atau arti yang
dihasilkan, disamping tingkat kerumitan hubungan antar-arti tersebut. Pemahaman
dengan sedikit rincian (sederhana) menghasilkan arti yang relatif sedikit dan
hanya membutuhkan sedikit upaya kognitif, kontrol, dan kapasitas kognitif.
Pemahaman terinci membutuhkan kapasitas kognitif lebih besar, upaya, dan
kontrol pada proses berpikir. Pemahaman yang terinci menghasilkan jumlah arti
yang lebih banyak dan cenderung diorganisasi sebagai struktur pengetahuan yang
lebih rumit (skema atau tulisan).
d.


Keteringatan (Memorability)
Tingkat dan perincian proses pemahaman mempengaruhi kemampuan

konsumen untuk mengingat arti yang diciptakan pada saat pemahaman terjadi.
Proses pemahaman yang lebih dalam menciptakan lebih banyak abstraksi, lebih

Universitas Sumatera Utara

banyak arti berelevansi pribadi yang cenderung diingat dengan lebih baik (tingkat
ingatan dan pengenalan yang lebih tinggi) ketimbang arti lebi nyata yang
dihasilkan oleh proses pemahaman yang dangkal. Proses pemahaman terinci
menciptakan jumlah arti yang lebih besar dan cenderung disalinghubungkan
dalam struktur pengetahuan. Ingatan diperkuat karena pengaktifan suatu arti dapat
menyebar pada arti yang berhubungan dan membawanya pada suatu kesadaran.
Dengan demikian, strategi pemasaran yang mendorong konsumen untuk
melakukan proses pemahaman yang lebih dalam serta lebih rinci cenderung
menciptakan arti dan pengetahuan yang diingat secara lebih baik oleh konsumen.

PEMROSESAN OTOMATIS

Sangat Otomatis Kurang
disadari

Lebih terkontrol
Kesadaran yang tinggi

TINGKAT
Dangkal:
Fokus pada arti yang nyata
dan berbentuk

Dalam:
Fokus pada arti yang lebih
abstrak

PERINCIAN
Kurang dirinci;
arti lebih sedikit

Lebih rinci;
arti lebih banyak

KETERINGATAN
Sulit diingat;
Daya ingat lemah

Mudah diingat
Daya ingat kuat

Gambar 2.1 Variasi Pemahaman

Universitas Sumatera Utara

2.1.5.Kesimpulan Pada Saat Pemahaman
Ketika konsumen terlibat dalam proses pemahaman yang dalam dan rinci,
mereka menciptakan kesimpulan. Kesimpulan adalah pengetahuan atau
kepercayaan yang tidak didasarkan pada informasi eksplisit di lingkungan.
Kesimpulan adalah penerjemahan yang selalu melampaui informasi yang
diberikan. Penyimpulan memiliki peran yang besar dalam penyusunan rantai artiakhir. Dengan melakukan penyimpulan selama pemahaman, konsumen dapat
menghubungkan arti ciri fisik suatu produk dengan arti yang lebih abstrak tentang
konsekuensi fungsionalnya, dan bahkan mungkin konsekuensi psikososial serta
nilai dari penggunaan produk.
Penyimpulan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan yang ada dalam ingatan
konsumen saat ini. Jika diaktifkan selama pemahaman, pengetahuan yang relevan
dapat menjadi dasar untuk membentuk kesimpulan. Konsumen sering
menggunakan ciri produk yang nyata dan berbentuk sebagai arahan dalam
membuat kesimpulan tentang ciri, konsekuensi, dan nilai yang lebih abstrak.
Dalam situasi yang akrab, penyimpulan dapat dibuat secara otomatis tanpa
membuat kesadaran penuh. Pemasar terkadang mencoba mendorong konsumen
untuk segera membentuk kesimpulan pada saat proses pemahaman.

Universitas Sumatera Utara

2.2. Sistem Pembayaran Non Tunai
Alat pembayaran non tunai dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yakni
alat pembayaran untuk credit transfer dan alat pembayaran untuk debit transfer .
Perbedaan antara credit transfer dan debit transfer terletak pada perintah
pengiriman uang. Berdasarkan terminologi yang dibuat oleh Bank for
International Settlement (BIS), credit transfer adalah perintah pembayaran untuk
tujuan penempatan dana dari pengirim ke penerima melalui jalur transfer dana
dari bank pengirim ke bank penerima dan dimungkinkan melalui bank lain
sebagai perantara.
Sedangkan debit transfer adalah sistem transfer dana dimana perintah
transfer dibuat atau diotorisasi oleh pihak yang memiliki dana dan akan
melakukan pengiriman dana tersebut kepada pihak lain. Perintah transfer tersebut
disampaikan kepada pihak yang akan menerima dana untuk kemudian dicairkan.
Selanjutnya, bank tersebut mengkliringkan perintah transfer debit tersebut di
lembaga kliring, untuk menagihkan dana ke bank pengirim. Alat pembayaran
yang digunakan saat ini adalah cek, bilyet giro, dan nota debet.
Ragam dari kedua jenis transfer ini bermacam-macam. Ada yang
berbasiskan kertas/paper based : dulu ada nota kredit, berbasis kartu/card based
misalnya kartu ATM, kartu debet, kartu kredit, kartu prabayar ( e-money) dan
berbasis elektronik/electronic based.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1 Contoh Perbandingan Alat Pembayaran
Credit transfer
Card based
Electronic based
- Kartu ATM
- Transfer kredit
via RTGS dan
- Kartu ATM dan
SKNBI
debet
- Server based e- Kartu kredit
money
- Kartu prabayar (emoney)
Sumber : Aulia Pohan, Sistem pembayaran: Strategi dan
Indonesia, 2011
Paper based
Dulu ada nota
kredit
(sebelum
diterapkan
SKNBI)

Debit transfer
Paper based
- Cek
- BG
- Nota debit
lain

Implementasi Di

Perkembangan sistem pembayaran non tunai diawali dengan instrumen
pembayaran yang bersifat paper based seperti cek, bilyet giro, dan warkat lainnya.
Sejak perbankan mendorong penggunaan sistem elektronik serta penggunaan alat
pembayaran menggunakan kartu dengan segala bentuknya, berangsur-angsur
pertumbuhan penggunaan alat pembayaran yang paper based semakin menurun.
Apalagi sejak sistem elektronik, seperti transfer dan sistem kliring mulai banyak
digunakan.
Selanjutnya berkembangnya instrumen pembayaran yang berbasis kartu
sejalan dengan perkembangan teknologi. Saat ini, instrumen pembayaran berbasis
kartu yang telah berkembang dengan berbagai variannya. Mulai dari kartu kredit,
kartu ATM, kartu debit, dan berbagai jenis uang elektronik.

2.3. Jenis-jenis Alat Pembayaran Non Tunai
Alat pembayaran non tunai yang ada saat ini terdiri dari berbagai jenis,
berikut uraian masing-masing :

Universitas Sumatera Utara

a.

Cek dan Bilyet Giro
Instrumen pembayaran non tunai dalam bentuk cek dan bilyet giro

merupakan instrumen pembayaran yang sudah lama digunakan oleh masyarakat
untuk bertransaksi. Walaupun dalam kurun waktu lima tahun ini telah muncul
beragam instrumen pembayaran baru yang lebih praktis dan efisien, terlihat masih
terdapat segmen tertentu dalam masyarakat yang masih memilih untuk
menggunakan cek dan bilyet giro. Hal ini terlihat dari peningkatan penggunaan
cek dan bilyet giro. Sebagai contoh, di Indonesia pada periode 2007-2008,
penggunaan cek dan bilyet giro meningkat 6,1 %. Jumlahnya naik dari 39 juta
transaksi menjadi 42 juta transaksi. Dari sisi nilai, juga melonjak 23,9 %, dari Rp.
900 triliun menjadi Rp. 1.200 triliun.
Dari jumlah tersebut, porsi cek sebesar 12,4 % dan sisanya adalah bilyet
giro. Adapun dilihat dari pertumbuhannya, dibanding tahun sebelumnya
pertumbuhan cek lebih tinggi dibanding bilyet giro. Volume cek yang
dikliringkan mencapai 3,6 juta transaksi dengan nilai Rp. 153,7 triliun, atau
meningkat 8,8 % (volume), dan 25,1 % (nilai). Sementara itu disisi bilyet giro,
volume yang dikliringkan mencapai 38,2 juta transaksi dengan nilai sebesar Rp.
1.077,9 triliun, atau mengalami peningkatan 5,9 % disisi volume dan 23,9 % disisi
nominal.
b.

Kartu Kredit
Kartu kredit merupakan salah satu transaksi non tunai yang dananya berasal

dari kredit perbankan. Jenis alat transaksi ini berkembang cukup pesat. Di
Indonesia kartu kredit mulai berkembang sejak dekade 90-an. Kartu kredit

Universitas Sumatera Utara

umumnya dimiliki oleh kalangan menengah ke atas. Selain menawarkan
keuntungan yang tinggi, segmen penggunanya merupakan kalangan atas dimana
eksposur risiko gagal bayar dianggap relatif kecil. Hal ini semakin menarik minat
banyak bank untuk masuk dalam industri kartu kredit tersebut.
Industri kartu kredit berkembang pesat seiring dengan banyaknya bank yang
menjadi penerbit kartu kredit. Bank-bank yang semula tidak terjun ke kredit
konsumsi retail mulai ikut merambah ke bisnis kartu kredit. Iming-iming potensi
keuntungan yang besar walaupun sebenarnya hal tersebut untuk meng-cover risiko
yang sangat tinggi, tidak menyurutkan minat bank untuk menjadi penerbit kartu
kredit. Bahkan beberapa bank yang fokus bisnisnya sebagai corporate banking
atau UMKM mulai mencari celah di pangsa kredit retail khususnya kredit
konsumsi ini.
Dorongan bank untuk memasuki industri kartu kredit juga disebabkan oleh
pangsa pasar di Indonesia yang masih terbuka untuk pengembangan kartu kredit.
Salah satu faktor untuk melihat potensi pasar tersebut adalah perbandingan antara
jumlah penduduk usia produktif dengan jumlah pemegang kartu kredit. Data
Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa dari 230 juta penduduk Indonesia
terdapat 127 juta penduduk yang tergolong dalam usia produktif (usia 20-50
tahun). Sementara itu, jumlah kartu kredit per Desember 2008 mencapai 11,5 juta
kartu. Asumsi, 1 orang memiliki 2 kartu kredit, maka saat ini jumlah pemegang
kartu kredit di Indonesia dibandingkan dengan potensi pasar yang ada (jumlah
penduduk usia produktif) baru mencapai 4,5 %. Berdasarkan kondisi tersebut,
pasar di Indonesia tentunya masih menarik untuk bisnis kartu kredit.

Universitas Sumatera Utara

Potensi pengembangan bisnis kartu kredit juga dipengaruhi oleh faktor lain
seperti gaya hidup dan tuntutan kemudahan serta kenyamanan dalam bertransaksi.
Image memiliki status yang tinggi bagi pemegang kartu kredit turut mendorong

masyarakat untuk memiliki uang plastik ini. Fenomena gaya hidup uang plastik
ini dengan cepat menjadi trigger bagi berbagai lapisan masyarakat untuk memiliki
kartu kredit. Selain itu, upaya marketing yang gencar dan iming-iming hadiah atau
promosi apabila seseorang memiliki kartu kredit baru juga sangat berperan dalam
mendorong diterimanya kartu kredit sebagai alternatif instrumen pembayaran oleh
masyarakat. Saat ini bila kita ke pusat perbelanjaan banyak sekali dijumpai tenaga
pemasaran penerbit kartu kredit yang gigih menawarkan produknya.
Pesatnya pertumbuhan kartu kredit tercermin pada trend peningkatan jumlah
kartu beredar tiap tahunnya. Pada tahun 2003 jumlah kartu baru sekitar 4,5 juta
kartu, saat ini telah mencapai 11,5 juta kartu, atau rata-rata pertumbuhan per tahun
waktu 5 tahun tersebut turut pula mendorong peningkatan penggunaannya. Disisi
volume pertumbuhan per tahun mencapai 20,7 %, sementaraitu disisi nilai
mencapai 30,5 %.
c.

Account Based Card (Kartu ATM dan Debet)

Account based card adalah alat pembayaran menggunakan kartu yang

dananya berasal dari rekening (account) nasabah. Jenis kartu yang masuk dalam
kategori ini adalah kartu ATM, kartu debet atau perpaduan ATM dan debet. Pada
awalnya perkembangannya, jenis account based card, yang banyak dipakai adalah
murni kartu ATM. Ini karena tujuan awal teknologi ATM hanya sebagai
pengganti fungsi teller untuk meningkatkan efisiensi overhead cost, seperti

Universitas Sumatera Utara

penyediaan kantor cabang baru dan penambahan penggunaan sumber daya
manusia. Fitur yang ada pada waktu itu pun baru sekadar untuk tarik tunai, cek
saldo, dan transfer antar rekening pada bank yang sama.
Dalam perkembangannya, infrastruktur jaringan ATM makin diperluas
penggunaannya. Bank yang memiliki basis teknologi relatif maju mulai menjajagi
pengembangan kartu debet sekaligus membuat perusahaan yang menangani
infrastruktur switching transfer dana antar bank. Mulailah muncul bank yang
menawarkan metode pembayaran di merchant dengan menggunakan kartu ATM
yang notabene telah ditambahkan fungsi sebagai kartu debet. Pada awalnya
perkembangan kartu debet tidak sepesat kartu ATM, karena waktu itu merchant
yang bisa menerima pembayaran dengan kartu debet masih terbatas. Selain itum
penggunaan kartu debet memerlukan investasi tambahan berupa penyediaan
mesin pembaca atau Electronic Data Capture (EDC) di setiap merchant, yang
pada saat itu nilainya cukup mahal. Awareness masyarakat akan kemudahan yang
ditawarkan dan kepercayaan masyarakat terhadap uang plastik ini pun masih
kurang sehingga pada waktu itu masyarakat masih lebih memilih menggunakan
uang tunai sebagai alat bayar.
Penggunaan kartu debet mulai masif digunakan semenjak munculnya
beberapa perusahaan penyedia jasa switching. Bank yang hanya memiliki sedikit
mesin ATM dapat bersinergi untuk sharing penggunaan infrasrukturnya bersamasama dan diintegrasikan ke jariangan antar bank yang disediakan oleh perusahaan
switching tadi. Keuntungan dari sinergi tersebut adalah efisiensi biaya investasi

dan peningkatan image bagi bank yang bisa menyediakan kartu debet dan fitur

Universitas Sumatera Utara

tambahan di ATM khususnya untuk transfer dana dan fasilitas pembayaran di
berbagai merchant.
Perkembangan penggunaan kartu account based semakin meningkat lagi
ketika jumlah bank yang menjadi acquiring semakin banyak menyediakan
infrastruktur EDC di merchant. Perkembangan tersebut ikut mendorong account
based card memiliki pertumbuhan paling tinggi diantara jenis instrumen

pembayaran lainnya. Dalam kurun waktu lima tahun saja, rata-rata pertumbuhan
jumlah kartu per tahun mencapai 16,1 %, sedangkan disisi nilai tumbuh lebih
tinggi lagi yaitu 60,3 % dan disisi volume mencapai 22,9 %. Jumlah tersebut
masih dimungkinkan untuk tumbuh lebih pesat lagi mengingat persentasi kartu
per penduduk produktif masih 31,5 %.
Ada tiga faktor yang menyebabkan pertumbuhan account based card ini
lebih tinggi dari istrumen pembayaran lain. Pertama , dari tahun ke tahun terjadi
peningkatan jumlah penabung yang signifikan. Kondisi ini selain didukung oleh
upaya perbankan dalam memasarkan produknya juga ditunjang oleh awareness
masyarakat yang semakin baik.
Kedua , semakin beragamnya fitur atau manfaat yang ditawarkan kepada

pemegang kartu. Mesin ATM yang dulu hanya sebagai pengganti teller , saat ini
telah menawarkan kemudahan transfer dana antar rekening bahkan antar rekening
pada bank yang berbeda, pembayaran berbagai kebutuhan rutin seperti telepon,
listrik, air, kartu kredit, dan lain sebagainya. Masyarakat tidak perlu lagi
mengantri di bank atau tempat-tempat pembayaran yang tersebar di lokasi

Universitas Sumatera Utara

berbeda, mereka cukup datang ke satu ATM dan melakukan kebutuhan
pembayaran rutinnya melalui mesin ATM. Selain itu, penyebaran infrastruktur
seperti penempatan mesin ATM juga sudah semakin merata di seluruh wilayah
Indonesia.
Ketiga , fungsi kartu account based untuk pembayaran di merchant semakin

meningkat. Selain karena jumlah EDC dan merchant semakin bertambah banyak,
dari survey yang dilakukan pada Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran
tahun 2005 menunjukkan bahwa baik masyarakat maupun merchant lebih
memiliki preferensi untuk menggunakan kartu ini dibanding jenis instrumen lain
untuk melakukan pembayaran. Masyarakat menilai instrumen ini lebih aman dan
nyaman karena tidak perlu membawa uang secara tunai. Selain itu, dari sisi biaya,
penggunaan instrumen ini dipandang lebih murah karena pemegang tidak
dikenakan biaya pada saat bertransaksi di merchant dan biaya lainya seperti
annual fee pada kartu kredit. Sementara disisi merchant pun lebih menyukai

menerima pembayaran dengan account based card karena selain aman, dapat
efektif pada hari yang sama.
Pola

penggunaan

account

based

card

juga

dapat

menunjukkan

perkembangan tingkat awareness masyarakat akan istrumen pembayaran non
tunai, atau dengan kata lain dapat menunjukkan perkembangan less cash di
masyarakat. Hal ini dilihat dari porsi penggunaan kartu sebagai alat bayar dan
transfer sebagai indikator less cash dibandingkan dengan porsi penarikan tunai
melalui melalui ATM.

Universitas Sumatera Utara

Disisi volume, porsi penarikan tunai masih jauh lebih besar, yakni selama
kurun waktu lima tahun terakhir selalu diatas 70 %. Namun demikian, apabila
dilihat perkembangannya, porsi tersebut semakin menurun dari tahun ke tahun.
Apabila tahun 2004 porsi penarikan tunai masih sebesar 74,8 %. Kondisi yang
sama terlihat pula pada sisi nilai dimana pada tahun 2004 porsi penarikan tunai
mencapai 52,7 % dan porsi tersebut selalu menurun hingga mencapai 33,9 % pada
tahun 2008. Penurunan transaksi penarikan tunai mengindikasikan bahwa tingkat
kenyamanan dan kepercayaan masyarakat terhadap alat pembayaran non tunai
semakin meninngkat, artinya upaya Bank Indonesia dalam mendorong less cash
society mulai menunjukkan hasilnya.

d.

Uang Elektronik
Meskipun kehadiran uang elektronik masih relatif baru namun uang digital

ini cukup mendapat tempat di masyarakat. Selama kurang lebih satu setengah
tahun sejak pertama terbit pada April 2007, jumlah uang elektronik telah
mencapai 430.000. Berbeda pada awal penerbitannya, uang elektronik saat ini
tidak hanya diterbitkan dalam bentuk chip yang tertanam pada kartu atau media
lainnya (chip based), namun juga telah diterbitkan dalam media lain yaitu suatu
media yang saat digunakan untuk bertransaksi akan terkoneksi terlebih dulu
dengan server penerbit (server based). Begitu pula dari sisi penggunaannya,
hampir dari seluruh uang elektronik yang diterbitkan tidak lagi bersifat single
purpose namun sudah multi purpose sehingga dapat diterima di banyak merchant

yang berbeda.

Universitas Sumatera Utara

Aktivitas pengguaan uang elektronik pada tahun 2008 mencapai 2,5 juta
transaksi atau meningkat 77,1 % dari tahun sebelumnya dengan nilai transaksi
sebesar Rp. 76,7 miliar atau meningkat 93,1 % dari tahun sebelumnya.
Bertambahnya penerbit uang elektronik telah mendorong pesatnya perkembangan
transaksi instrumen pembayaran ini. Hingga akhir 2008, terdapat sembilan
penerbit uang elektronik yang telah mendapatkan izin. Berharap trend ini terus
berlanjut, sehingga pertumbuhan uang elektronik yang semakin luas akan
mengurangi penggunaan uang tunai untuk bertransaksi. Dalam skala yang lebih
besar, diyakini

penggunaan uang elktronik secara luas di masyarakat akan

meningkatkan efisiensi biaya transaksi ritel, terutama dalam mengurangi biaya
cash handling.

Sebagai alat pembayaran, perolehan dan penggunaan uang elektronik pun
cukup mudah. Calon pemegang hanya perlu menyetorkan sejumlah uang kepada
penerbit atau melalui agen-agen penerbit dan nilai uang tersebut secara digital
disimpan dalam media uang elektronik. Untuk chip based, pemegang dapat
bertransaksi secara off-line melalui uang elektronik tersebut (dalam bentuk kartu
atau bentuk lainnya). Sedangkan pada server based, pemegang akan diberi sarana
untuk dapat akses ke “virtual account” melaui handphone (sms), kartu akses, atau
sarana lainnya, sehingga transaksi diproses secara on-line. Transaksi melalui uang
elektronik khususnya transaksi yang diproses secara off-line sangat cepat hanya
memerlukan waktu kurang lebih 2-4 detik. Pada tahap awal ini nilai uang yang
dapat disimpan dalam uang elektronik dibatasi tidak lebih dari Rp. 1 juta, karena

Universitas Sumatera Utara

fungsinya memang ditujukan sebagai alat pembayaran untuk transaksi yang
bernilai kecil.
Namun batasan tersebut nantinya dapat saja disesuaikan dengan melihat
perkembangan dan kebutuhan industri. Dalam mekanisme uang elektronik,
apabila pemegang tidak lagi berminat menggunakan uang elektronik atau ingin
mengakhiri penggunaan elektronik, nilai uang yang ada pada uang elektronik
dapat di-reedeem sesuai tata cara yang diatur oleh masing-masing penerbit.
Reedem adalah penarikan seluruh nilai uang yang ada di media uang elektronik, biasanya
reedem ini dipakai apabila orang tidak akan menggunakan uang elektronik tersebut.

e.

Interbank Transfer

Sistem ini merupakan sistem transfer dana non tunai yang bisa dikatakan
paling lama. Ini karena sudah ada sejak mekanisme transfer antar nasabah dalam
suatu bank. Adapun sistem yang dianut tergantung teknologi di tiap-tiap bank.
Bagi bank yang memiliki sistem core banking terintegrasi di seluruh kantor
cabang sehingga seluruh database nasabah dapat diakses, mekanisme transfer
dananya pastilah sudah online real time . Untuk bank yang sudah memiliki
teknologi tersebut ada dua macam, yaitu yang memungkinkan nasabah untuk
melakukan sendiri perpindahan dananya atau dalam istilah sistem biasa disebut
strait trough processing (STP) atau yang masih memerlukan campur tangan

pegawai bank untuk melakukan proses tertentu dalam melaksanakan pemindahan
dana, biasanya teller .
Sementara itu, beberapa bank yang teknologi core banking-nya belum maju
atau belum terintegrasi di seluruh kantor cabangnya, proses pemindahan dana

Universitas Sumatera Utara

antar nasabah mereka dilakukan secara off-line, biasanya menggunakan faks atau
telepon. Namun demikian, dengan pesatnya perkembangan teknologi perbankan
saat ini, yang tentunya juga semakin murah, bank tipe ini sudah mulai
meninggalkan teknologi core banking secara off-line. Disamping tidak efisien baik
disisi sumber daya maupun waktu, sudah barang tentu secara pencitraan akan
mempengaruhi preferensi nasabah untuk memilih jenis bank ini.
f.

Sistem Host to Host
Sistem pembayaran non tunai untuk jenis host to host transaction juga

semakin meningkat. Host to host disini dapat diartikan sebagai sistem pembayaran
non tunai yang menghubungkan dua atau beberapa host/server langsung dengan
core banking system. Biasanya jenis transaksi yang menggunakan sistem host to
host adalah untuk pembayaran rutin dan bersifat gabungan (bulk), seperti listrik,

telepon, air, dan pembayaran sejenis lainnya. Perusahaan yang memiliki
konsumen dengan jenis pembayarab rutin biasanya juga memiliki sistem internal
untuk mencatatkan penagihannya.
Dengan teknologi host to host tersebut, sistem penagihan tersebut dapat
dihubungkan ke core banking bank. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan
tersebut tidak perlu membuat perjanjian dengan banyak bank untuk menerima
pembayaran

nasabah

mereka

pada

masing-masing

bank.

Hal

tersebut

menyebabkan perusahaan-perusahaan tersebut harus mengadopsi berbagai jenis
standar dan aturan, selain tentunya masalah besarnya biaya.

Universitas Sumatera Utara

g.

Delivery Channel

Kemajuan teknologi informasi semakin mendorong kemudahan pelaksanaan
transfer dana. Teknologi seperti internet, mobile phone maupun telepon dapat
dimanfaatkan menjadi saluran pembayaran yang menghubungkan jalur sistem
pembayaran yang ada. Misalnya ketika akan melakukan transfer dana, media
konvensional yang digunakan adalah melalui perantara teller di bank, atau lebih
modern lagi dengan menggunakan mesin ATM. Sekarang dengan kemajuan
teknologi, kita tidak perlu datang antri ke bank ataupun gerai ATM untuk
melakukan instruksi transfer, cek saldo, atau melakukan pembayaran karena saat
ini semua transaksi tersebut dapat dilakukan melalui internet, mobile phone atau
telepon tanpa harus pergi ke suatu tempat tertentu.
Disisi perbankan, penggunaan teknologi ini dapat dimanfaatkan sebagai
salah satu penggalian sumber dana murah terutama untuk keperluan intermediasi.
Apabila masyarakat merasakan manfaat yang besar dari kemudahan transaksi,
maka mereka akan terdorong untuk berhubungan atau selalu berhubungan dengan
perbankan. Hal ini tentunya akan meningkatkan penghimpunan dana masyarakat
pada perbankan yang notabene merupakan dana murah bagi perbankan.
Selanjutnya, bank juga memperoleh fee based income yang akhir-akhir ini
menjadi andalan perbankan untuk memperoleh laba.
Memang pada awalnya upaya ini memerlukan investasi yang lumayan besar,
tapi apabila perputaran transaksinya tinggi, bukan tidak mungkin biaya investasi
tersebut akan tertutup oleh fee based income yang diperoleh. Keuntungan lain
adalah berkurangnya biaya overhead yang harus ditanggung. Bayangkan apabila

Universitas Sumatera Utara

50 % nasabah tidak lagi menggunakan jalur konvensional untuk datang ke kantor
kas, maka bank tidak harus membuka jaringan kantor cabang lebih banyak lagi,
dan pada gilirannya tidak perlu pula menyediakan biaya sumber daya manusia dan
operasional lain yang lebih besar.
Selain perkembangan berbagai instrumen pembayaran diatas, peningkatan
aktivitas pembayaran non tunai juga dapat diindikasikan oleh rasio nilai konsumsi
swasta terhadap uang kartal yang diedarkan di masyarakat yang menunjukkan
perkembangan meningkat. Hasil penelitian Bank Indonesia mengenai Peranan
Pembayaran Non tunai dalam Perekonomian dan Kebijakan Moneter tahun 2005 tahun

2005 menunjukkan bahwa besarnya rasio tersebut cenderung meningkat dari 14
pada 1997 menjadi 17 pada 2005. Hal ini mengindikasikan tren semakin
menurunnya penggunaan uang tunai dalam mendukung aktivitas konsumsi
masyarakat.
Indikator lain yang dapat digunakan untuk menggambarkan perkembangan
pembayaran non tunai adalah rasio uang kartal terhadap giro dan transaksi
pembayaran berbasis kartu. Dalam periode 2000 – 2006, perkembangan rasio
uang kartal terhadap giro dan pembayaran berbasis kartu di Indonesia cenderung
turun dari 0,6 pada tahun 2000 menjadi 0,4 pada 2005. Pengunaan transaksi
pembayaran berbasis kartu pada perhitungan rasio ini dimaksudkan agar dapat
memberikan gambaran perkembangan pembayaran non tunai yang lebih baik.
Dari sisi teknis perhitungan, rasio ini memiliki kelemahan karena digunakannya
jenis data yang berbeda yakni data flow pada transaksi pembayaran dan jenis data
stok pada giro dan depositi. Namun demikian, hal tersebut diperkirakan hanya

Universitas Sumatera Utara

akan berpengaruh pada perbedaan besaran (magnitude) rasio yang dihasilkan.
Sementara arah dari perkembangan rasio tersebut masih dapat digunakan untuk
memberikan gambaran perkembangan pembayaran non tunai. Semakin kecil rasio
tersebut mengindikasikan semakin tingginya aktivitas pembayaran non tunai.
Kondisi ini sejalan dengan perkembangan beberapa indikator lainnya yang
menggambarkan tren peningkatan preferensi masyarakat terhadap pembayaran
non tunai.

2.4. Perkembangan Sistem Pembayaran Non tunai
Perkembangan sistem pembayaran non tunai sebenarnya didorong oleh
beberapa hal. Pertama , ini yang paling berperan adalah teknologi. Perkembangan
teknologi, khususnya di bidang telekomunikasi dan informasi mendorong
penggunaan berbagai alat pembayaran. Salah satu contoh dalam transaksi dengan
menggunakan cek atau bilyet giro. Bisa kita bayangkan bila sekarang belum
dikenal reader sorter dan pay in slip atau alat pembaca kode, dapat dipastikan
penyelesaian warkat kliring akan membutuhkan waktu yang sangat lama.
Apabila kita merujuk pada peraturan transaksi di wilayah Jakarta, dengan
rata-rata per hari mencapai sekitar 150.000 warkat saja, paling tidak personel yang
ditugasi mengurusi kliring menjadi sangat besar kalau tidak ingin lembur setiap
hari. Enabler lain yang paling signifikan mendorong penggunaan instrumen non
tunai tidak lain adalah pemanfaatan teknologi informasi dengan segala variannya
oleh masyarakat. Sebagian masyarakat yang sudah menjadi nasabah bank sadar
ataupun tidak pastilah sudah memanfaatkan teknologi informasi dalam melakukan

Universitas Sumatera Utara

aktivitas ekonominya, minimal dalam melihat atau menanyakan jumlah saldo
rekeningnya atau bisa juga pada saat kita menarik uang tunai dari anjungan tunai
mandiri. Pemanfaatan teknologi yang lebih maju lagi pada saat kita melakukan
transfer dana atau pada saat kita melakukan pembayaran.

2.5. Penelitian Terdahulu
Nama
Peneliti
Bank
Indonesia
(BI)
Tahun
2006

Bambang
Pramono,
dkk
Tahun
2006

Judul
Penelitian
Persepsi,
Preferensi dan
Perilaku
Masyarakat
dan Lembaga
Penyedia Jasa
Terhadap
Pembayaran
Non Tunai

Objek yang
Diteliti
Meneliti
tentang pola
persepsi,
preferensi, dan
perilaku jasa
instrumen
pembayaran
non
tunai,
serta menguji
hubungan
antara variabel
potensi
dengan
variabel sosial
ekonomi
Dampak
Melakukan uji
Pembayaran
empiris,
Non
Tunai pemantauan,
Terhadap
dan
Perekonomian penyusunan
dan Kebijakan database
Moneter
indikator
perkembangan
alat
pembayaran
non tunai

Hasil Penelitian
Hasil penelitian
mamperlihatkan
bahwa tingginya
animo publik dan
dunia usaha untuk
memakai
alat
pembayaran non
tunai

Hasil penelitian
memperlihatkan
bahwa kehadiran
alat pembayaran
non tunai bagi
perekonomian
memberikan
manfaat
peningkatan
efisiensi
dan
produktifitas
keuangan
yang
mendorong
aktivitas sektor
riil

Metode
Penelitian
Metode
bilpot,
metode
logit,
dan
metode
importance
performance
analysis

Metode
estimasi
dengan uji
stasioneritas
dan
uji
kointegrasi

Universitas Sumatera Utara

Ikaputera
Waspada
Tahun
2012

Percepatan
Adopsi Sistem
Transaksi
Teknologi
Informasi
untuk
Meningkatkan
Aksesibilitas
Layanan Jasa
Perbankan

Menguji
pengaruh
manfaat,
kemudahan,
persepsi
kesenangan
bertransaksi,
kecukupan
informasi,
keamanan dan
privasi dalam
bertransaksi
terhadap
frekuensi
penggunaan emoney

Afrizal
Analisis
Meneliti
Yudhistira Faktor
yang tentang faktor
P., dkk
Mempengaruhi yang mungkin
Preferensi dan mempengaruhi
Aksesibilitas
preferensi dan
Terhadap
aksesibilitas
Penggunaan
kartu
Kartu
pembayaran
Pembayaran
elektronik
Elektronik

Rahman
Helmi,
dkk

Analisis faktor
yang
Mempengaruhi
Masyarakat
Kalimantan
Selatan
Terhadap
Penggunaan
Pembayaran
Non Tunai

Meneliti
tentang faktor
yang mungkin
mempengaruhi
masyarakat
Kalimantan
Selatan
terhadap
penggunaan
pembayaran
non tunai

Hasil penelitian
mengemukakan
bahwa e-money
sebagai instrumen
pembayaran non
tunai dipengaruhi
oleh
persepsi
manfaat,
kemudahan
bertransaksi,
kecukupan
informasi, tingkat
keamanan
dan
privasi,
serta
kesenangan
bertransaksi
masih dirasakan
rendah
Hasil penelitian
menunjukkan
bahwa
faktor
terbesar
yang
mempengaruhi
preferensi
responden
terhadap
penggunaan kartu
pembayaran
elektronik adalah
manfaat
yang
diperoleh dalam
penggunaan kartu
pembayaran
elektronik
Menyatakan
sebagian
besar
(93%) responden
sudah
pernah
memanfaatkan
sistem
pembayaran non
tunai, dan hanya
sebagian
kecil
saja (7%) yang
belum
pernah
memanfaatkannya

Metode
deskriptif
verifikatif

Analisis
deskriptif
frekuensi

Metode
penelitian
analisis
deskriptif,
metode rank
order , dan
regresi
logistik

Universitas Sumatera Utara

2.6. Kerangka Konseptual
Perbankan adalah lembaga intermediasi yang merupakan tempat dimana
transaksi pembayaran dilakukan baik tunai maupun non tunai, tetapi seiring
perkembangan zaman yang semakin maju maka kinerja bank dituntut untuk
mengikuti kemajuan tersebut. Sehingga penggunaan pembayaran tunai semakin
bergeser ke pembayaran non tunai. Jenis-jenis pembayaran non tunai yang ada
saat ini antara lain cek dan bilyet giro, kartu kredit, kartu ATM dan debet, uang
elektronik, interbank transfer , sistem host to host, serta mobile phone. Tujuan dari
penggunaan pembayaran non tunai ini adalah untuk meningkatkan efisiensi,
efektifitas, keamanan, dan menghemat waktu.

Tingkat Pemahaman Masyarakat
Terhadap Pembayaran Non Tunai

Instrumen Pembayaran Non Tunai

Cek &
BG

Kartu
Kredit

ATM &
Debet

e-money

Interbank
Transfer

Host to
Host

Mobile
Phone

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual
Perbankan mempromosikan dan memperkenalkan instrumen pembayaran
non tunai ini kepada masyarakat. Sedangkan masyarakat sendiri memerlukan
suatu proses untuk dapat mengambil keputusan, apakah masyarakat akan
menggunakan pembayaran non tunai. Dalam proses tersebut masyarakat mulai
mencari informasi tentang penggunaan pembayaran non tunai. Tentunya setelah

Universitas Sumatera Utara

masyarakat paham akan informasi tersebut maka masyarakat mulai mau
menggunakan instrumen pembayaran non tunai dan dapat memberikan penilaian
apakah instrumen pembayaran tersebut memberikan manfaat dalam bertransaksi.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Efek Pemberian Ekstrak Daun Pepaya Muda (Carica papaya) Terhadap Jumlah Sel Makrofag Pada Gingiva Tikus Wistar Yang Diinduksi Porphyromonas gingivalis

10 64 5