Irian barat adalah bagian konflik antara

Irian barat adalah bagian konflik antara bangsa Indonesia - Belanda yang telah berlangsung
lebih dari tiga abad sejak kedatangan mereka sekitar abad ke-16 hingga pertengahan abad ke-20.
Dalam kurun waktu itu telah banyak korban nyawa melayang dan harta yang hancur. Untuk
mengakhiri konflik ini, atas jasa baik PBB diadakanlah Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den
Haag, Belanda 23 Agustus - 2 November 1945. Dari konferensi ini dihasilkan keputusan antara
lain pengakuan kedaulatan negara Indonesia oleh Belanda atas seluruh wilayah bekas Hindia
Belanda. Selain itu, disepakati pula bahwa masalah Irian Barat yang juga menjadi bagian dan
wilayah Hindia Belanda akan dibicarakan dan diselesaikan satu tahun setelah pengakuan
kedaulatan.

Dalam perkembangan selanjutnya, permasalahan tentang Irian Barat tidak kunjung selesai.
Belanda selalu menolak ketika diajak berunding untuk membicarakan masalah Irian Barat.
Berbagai cara diplomatik dilakukan pemerintah Indonesia agar Belanda segera membebaskan
Irian Barat namun selalu gagal. Hal ini berlangsung hingga tahun 1969 ketika Belanda akhirnya
menyerahkan Irian Barat setelah terjadi berbagai insiden bersenjata.

Perjuangan Membebaskan Irian Barat
Sebagaimana daerah-daerah lain di Hindia Belanda, Irian Barat adalah daerah jajahan Belanda.
Namun, dalam kesepakatan penyerahan kedaulatan kepada Negara Indonesia, Irian Barat belum
dimasukan sebagai wilayah Indonesia. Menurut Konferensi Meja Bundar, masalah ini baru akan
dibahas satu tahun setelah penyerahan kedaulatan tersebut. Dalam perkembangannya, Belanda

tidak mau menyerahkan Irian Barat. Menanggapi hal tersebut, timbullah usaha-usaha
pembebasan Irian Barat dari tahun 1950-1969. Usaha-usaha itu meliputi usaha diplomasi dan
konfrontasi bersenjata.

Usaha Diplomasi
Sebagai negara yang cinta damai, Indonesia ingin agar penyerahan Irian Barat dapat dilakukan
secara damai melalui perundingan atau diplomasi. Sejak tahun 1950, Indonesia mengajak
Belanda untuk mulai merundingkan masalah Irian Barat. Pada bulan Maret 1950, Indonesia dan

Belanda membentuk komite bersama untuk masalah Irian Barat. Namun, komite tersebut tidak
berhasil mencapai kata sepakat. Pemerintah Belanda dengan persetujuan parlemennya kemudian
memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah Kerajaan Belanda pada bulan Agustus 1952.
Tindakan Belanda ini memunculkan protes keras dari berbagai kalangan di Indonesia. Indonesia
menyatakan pembatalan terhadap misi militer Belanda pada bulan April 1953.
Pemerintah Indonesia juga terus berusaha mencari dukungan internasional agar dapat menekan
Belanda. Salah satunya melalui Konferensi Asia-Afrika. Dalam KAA di Bandung tanggal 18-24
April 1955, pihak Indonesia mendapat dukungan negara-negara peserta KAA. Dalam salah satu
pernyataannya, KAA yang disponsori oleh negara Indonesia, Burma, Pakistan, dan Sri Lanka
menolak segala bentuk penjajahan. Negara-negara tersebut menganggap bahwa penjajahan
adalah suatu tindakan kejahatan.

Usaha untuk menekan Belanda juga dilakukan melalui organisasi PBB. Indonesia yang didukung
negara-negara sahabat senantiasa membawa persoalan Irian Barat dalam sidang-sidang PBB.
Namun, usaha tersebut tetap saja tidak berhasil memaksa Belanda meninggalkan Irian Barat.
Belanda selalu berusaha meyakinkan anggota PBB bahwa masalah Irian Barat adalah masalah
bilateral antara Indonesia dan Belanda, yakni dalam lingkup Uni Indonesia-Belanda. Hal ini
mendapat dukungan dari negara-negara lain, terutama negara anggota Nato di mana Belanda
juga menjadi salah satu anggotanya. Akibatnya, resolusi tentang Irian Barat pun gagal
memperoleh suara mayoritas.
Indonesia pun secara sepihak membatalkan persetujuan KMB termasuk membatalkan Uni
Indonesia-Belanda yang dikukuhkan melalui UU No. 13 tahun 1956. Dengan pembatalan
tersebut, Indonesia tidak lagi terjalin dalam ikatan khusus dengan Belanda, termasuk dalam
masalah Irian Barat. Indonesia lalu membentuk Provinsi Irian Barat dengan ibukota di Soasiu
(Halmahera). Gubernur pertama provinsi Irian Barat ini adalah Zainal Abidin Syah yang adalah
Sultan Tidore.

Sementara situasi di Indonesia, sikap anti Belanda terus meningkat. Rakyat Indonesia menggelar
rapat-rapat umum untuk menggalang dukungan terhadap Irian Barat. Pada tanggal 18 November
1957 berlangsung rapat umum pembebasan Irian Barat di Jakarta. Rapat ini berlanjut dengan
aksi pemogokan yang dilakukan para buruh yang bekerja di perusahaan Belanda. Pemerintah
Indonesia juga melarang perusahaan penerbangan Belanda KLM untuk mendaratkan pesawatnya

di Indonesia. Pada tahun yang sama juga terjadi pengambilalihan semua perusahaan milik
Belanda di Indonesia. Pengambilalihan mi diperkuat dengan adanya Peraturan Pemerintah No.23
tahun 1958. Sampai akhir tahun 1958, semua perusahaan Belanda di Indonesia sudah
dinasionalisasikan. Pada tanggal 17 Agustus 1960, Presiden Soekarno mengumumkan
pemutusan hubungan diplomatik dengan Belanda. Semua warga negara Belanda yang bekerja di
Indonesia dipecat. Pemerintah juga membentuk Front Nasional Pembebasan Irian Barat sebagai
organisasi untuk menghimpun seluruh kekuatan bangsa Indonesia guna membebaskan dan
mengembalikan Irian Barat ke dalam wilayah Republik Indonesia.

Konfrontasi Bersenjata

Usaha diplomasi pemerintah indonesia yang mengalami jalan buntu membuat Indonesia
memutuskan untuk juga menempuh jalur konfrontasi bersenjata. Kebijakan pemerintah Indonesia
tersebut kemudian diikuti dengan persiapan-persiapan militer. Indonesia memutuskan untuk
membeli senjata dari Uni Soviet (Rusia). Pada bulan Desember 1960, pemerintah Indonesia
mengutus Jendral A. H. Nasution sebagai Mentri Keamanan Nasional / Kasad ke Moskow.
Nasution berhasil mengadakan perjanjian jual beli senjata dengan pemerintah Uni Soviet.
Indonesia juga mendekati India, Pakistan, Australia, Selandia Baru, Thailand, Inggris, Jerman,
dan Perancis dengan tujuan agar negara-negara tersebut tidak akan memberikan dukungan
terhadap Belanda jika perang benar-benar terjadi antara Indonesia-Belanda.

Kian panasnya hubungan antara Indonesia dan Belanda menyebabkan negara-negara lain di
dunia mendesak agar permasalahan Irian Barat segera diamsukkan kembali ke dalam agenda
Sidang Umum PBB. Dalam Sidang Umum PBB tahun 1961, masalah Irian Barat diperdebatkan
kembali. Dalam sidang tersebut, Sekjen PBB U Thant, meminta kesediaan Ellsworth Bunker
seorang diplomat Amerika Serikat untuk menengahi perselisihan antara Indonesia dan Belanda.
Bunker mengajukan usul agar Belanda menyerahkan wilayah Irian Barat kepada Indonesia
melalui PBB dalam waktu dua tahun. Indonesia menerima usul tersebut dengan catatan agar
waktu pengembalian diperpendek. Belanda sebaliknya berpendirian hanya akan melepaskan Irian
Barat kepada perwalian PBB untuk kemudian membentuk negara Papua. Tampak jelas bahwa
Belanda tidak ingin agar Irian Barat menjadi bagian dari wilayah Indonesia. Bahkan Belanda
kemudian tanpa sepengetahuan PBB mendirikan negara Papua, lengkap dengan bendera dan lagu
kebangsaan. Selain itu, Belanda juga menambah kekuatan militernya di Irian Barat dengan
mendatangkan kapal induk Karel Doorman.
Tantangan Belanda ini dijawab Indonesia dengan mengumumkan Trikora. Bertepatan dengan
ulang tahun Agresi Belanda II yang ke-13 pada tanggal 19 Desember 1961, Presiden Soekarno di
alun-alun Utara Yogyakarta mengeluarkan Tri Komando Rakyat (Trikora). Isi Trikora tersebut
adalah:


Gagalkan pembentukan negara boneka papua buatan kolonial Belanda.




Kibarkan Sang saka Merah Putih di seluruh Irian Barat.



Bersiaplah untuk mobilisasi umum, mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah
air dan bangsa.

Dengan keluarnya Trikora, maka perjuangan fisik membebaskan Irian Barat mulai dilakukan.
Pada tanggal 11 Januari 1962, Presiden Soekarno membentuk Komando Mandala Pembebasan
Irian Barat yang berkedudukan di Makassar. Mayor Jendral Soeharto diangkat sebagai
Panglima Komando Mandala. Tugas Komando Mandala adalah sebagai berikut.


Menyelenggarakan operasi militer untuk membebaskan Irian Barat. Operasi ini meliputi
penyusupan (infiltrasi), serangan besar-besaran (eksploitasi), dan penegakan kekuasaan
RI (konsolidasi).




Menggunakan segenap kekuatan dalam lingkungan RI untuk membebaskan Irian Barat.
Kekuatan itu baik berupa tentara reguler, sukarelawan, dan berbagai potensi perlawanan
rakyat lainnya.

Melihat situasi ini, Ellsworth Bunker kembali mengajukan usul yang dikenal sebagai Rencana
Bunker. Isinya antara lain penyerahan pemerintahan Irian Barat kepada Indonesia, setelah sekian
tahun member kesempatan kepada rakyat Irian Barat untuk menentukan pendapat tetap dalam
wilayah Indonesia atau memisahkan diri, untuk menghindari bentrok diadakan masa masa
peralihan di bawah pengawasan PBB selama satu tahun.
Rencana Bunker ini diterima dengan baik oleh Indonesia namun ditolak Belanda. Sikap keras
Belanda ini mendorong Indonesia menggelar Operasi Jayawijaya berupa operasi besar-besaran
untuk membebaskan Irian Barat. Dalam situasi panas ini, terjadi pertempuran Laut Aru yang
melibatkan tiga kapal torpedo Angkatan Laut RI, yakni Macan Tutul, Macan Kumbang, dan
Macan Harimau dengan kapal perusak serta Fregat Belanda yang dibantu pesawat udara. Dalam
pertempuran itu Kapal Macan Tutul tenggelam bersama Komodor Yos Sudarso, Kapten Wiratno
dan awak kapal lainnya. Pasukan Indonesia juga melakukan penyusupan dengan menerjunkan
penerbang-penerbang Indonesia menembus radar Belanda ke pedalaman IrianBarat.
Amerika Serikat khawatir konflik antara Indonesia dan Belanda akan mengganggu keamanan di

wilayah Asia Tenggara dan Pasifik. Amerika Serikat kemudian mendesak Belanda untuk
berunding. Pada tanggal 15 Agustus 1962, perundingan antara Indonesia dan Belanda
dilaksanakan di Markas Besar PBB di New York. Dalam perundingan tersebut, Indonesia
diwakili oleh Dr. Subandrio, sedangkan Belanda diwakili oleh Van Roijen, dan Schurmann.
Perundingan ini menghasilkan Persetujuan New York yang berisi tentang:


Penghentian permusuhan.



Paling lambat 1 Oktober 1962, UNTEA (United Nations Temporary Executive Authority)
tiba di Irian Barat untuk melakukan serah terima kekuasaan dari pemerintah Belanda.
Sejak saat itu, bendera Belanda diturunkan dan diganti dengan bendera PBB.



UNTEA akan memakai tenaga-tenaga Indonesia baik sipil maupun militer. Tenaga militer
digunakan sebagai penjaga keamanan bersama putra Irian Barat sendiri. UNTEA juga
akan memakai sisa-sisa pegawai Belanda yang diperlukan.




Pasukan Indonesia tetap tinggal di Irian Barat yang berstatus di bawah UNTEA.



Angkatan Perang Belanda dan pegawai sipilnya berangsur-angsur dipulangkan dan harus
selesai paling



lambat 11 Mel 1963.



Bendera Indonesia mulai berkibar 31 Desember 1962 di samping bendera PBB.
Pemerintah RI menerima pemerintahan di Irian Barat dari UNTEA pada tanggal 1 Mei
1963.




Pada tahun 1969, diadakan penetuan pendapat rakyat atau L’cpera (Ascertainnient of the
WisIie of the People).



Antara Irian Barat dan daerah Indonesia lainnya berlaku lalu lintas bebas.

Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA)
Sesuai dengan kesepakatan New York, pada tahun 1969 diselenggarakan Pepera yang disaksikan
utusan Sekretaris Jendral PBB. Penyelenggaraan Pepera melalui tiga tahap, yaitu tahap
konsultasi, pemilihan anggota dewan musyawarah, dan tahap pelaksanaan Pepera. Tahap
konsultasi dimulai sejak 24 Maret 1969, berupa konsultasi dengan dewan-dewan kabupaten
tentang tata cara Pepera. Pemilihan anggota dewan musyawarah berakhir pada bulan Juni 1969.
Sementara pelaksanaan Pepera dilakukan perkabupaten mulai 14 Juli 1969 hingga 4 Agustus
1969.
Hasil Pepera memperlihatkan suara bulat bahwa masyarakat Irian Barat ingin tetap menjadi
bagian dari Republik Indonesia. Hasil Pepera ini dibawa oleh diplomat PBB Ortis Sanz untuk
dilaporkan dan disahkan dalam sidang Majelis Umum PBB ke-24. Irian Barat kemudian resmi

menjadi provinsi ke-26 Republik Indonesia dengan nama Provinsi Irian Jaya. Pada tanggal 1
Januani 2000, Irian Jaya diganti menjadi Provinsi Papua.

Dokumen yang terkait

Analisis korelasi antara lama penggunaan pil KB kombinasi dan tingkat keparahan gingivitas pada wanita pengguna PIL KB kombinasi di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember

11 241 64

MAKNA TANDA IKLAN DALAM MEMBENTUK BRAND IMAGE Analisis Semiotik Iklan LUX Versi "Kecantikanmu adalah Kekuatanmu" di Televisi

0 44 2

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Rancang bangun sistem repostitory surat keputusan (SK) dengan memanfaatkan zkoss Framework (studi kasus: sub bagian organisasi tata laksana dan perundang-undangan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta)

16 124 249

Perbedaan hasil belajar biologi antara siswa yang diajarkan melalui pendekatan kooperatif teknik: student team achievement divisions (STAD) dan teknik Group Investigation (GI)

0 36 221

Hubungan antara sikap karyawan terhadap penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dengan produktivitas karyawan PT Toyotetsu Corporation

4 20 131

Hubungan antara Faktor Lingkungan dan Faktor Sosial Ekonomi dengan Kejadian Diare pada Balita di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur Bulan Agustus 2010

2 21 84

Komunikasi antarpribadi antara guru dan murid dalam memotivasi belajar di Sekolah Dasar Annajah Jakarta

17 110 92

Perbandingan perilaku prososial antara orang yang telah melaksanakan ibadah haji dan yang belum pada Ibu-Ibu majelis ta'lim

0 22 126

Kegunaan pencatatan kas dan bank pada bagian akuntansi di PT.PLN (persero) distribusi Jawa Barat Bandung

2 24 55