Overdosis Informasi di Era New Media Bud

Lomba Tulis Nasional 2013 Warta Himahi Universitas Parahyangan

1

‘Overdosis’ Informasi di Era New Media
Budaya Latah dan Peran Remaja dalam
Proses Pendewasaan Politik di Indonesia
Ravio Patra*

Indonesia boleh jadi sudah merdeka selama lebih dari 67 tahun, namun mengisi
dan memaknai kemerdekaan jauh lebih sulit daripada sekadar memerolehnya.
Mengisi kemerdekaan bukan hanya dilakukan dengan memeringati hari
kemerdekaan, mengenang jasa para pahlawan, ataupun mempelajari sejarah
bangsa melalui bangku pendidikan. Mengisi kemerdekaan hendaknya dimaknai
melalui partisipasi aktif dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan bangsa dengan
tetap berhaluan pada Pancasila sebagai ideologi negara.
Dengan total populasi yang mencapai 237,641,326 jiwa (Badan Pusat
Statistik 2010), di mana sekitar 32.80% di antaranya tergolong usia remaja (Badan
Pusat Statistik 2011), Indonesia tentu berpotensi untuk terus berkembang menjadi
bangsa yang besar melalui suatu proses pendewasaan politik terutama bagi
generasi muda Sayangnya, banyak di antara kaum remaja di Indonesia yang

belum memiliki idealisme sehingga mudah dipengaruhi oleh kepentingankepentingan yang berkembang di dalam masyarakat.
Salah satu faktor yang seringkali menjadi dilema bagi proses pendewasaan
politik di Indonesia adalah kebebasan informasi yang mencuat bersamaan dengan
dimulainya era reformasi. Tak pelak, semenjak itu, pertumbuhan industri media
terus tak terelakkan. Setidaknya, saat ini, terdapat 829 media cetak, 11 stasiun
televisi nasional, 17 stasiun televisi satelit, dan 1,188 stasiun radio (Irianto 2011)
yang aktif beroperasi di Indonesia.
Banyaknya media massa yang menyediakan informasi tentunya baik bagi
proses pendewasaan politik. Ketersediaan beragam sumber informasi membuat
masyarakat lebih well-informed sehingga keputusan dan tindakan politik yang
*

Mahasiswa tahun kedua di program studi Ilmu Hubungan Internasional, Universitas
Padjadjaran. Esai ditulis untuk mengikuti Lomba Tulis Nasional 2013 oleh Warta Himahi
Universitas Parahyangan, Bandung.

Overdosis I for asi di Era New Media

Ravio Patra


Lomba Tulis Nasional 2013 Warta Himahi Universitas Parahyangan

2

diambil pun didasarkan pada pertimbangan yang matang. Akan tetapi, ditambah
dengan perkembangan new media, hal ini juga bisa menjadi bumerang karena
masyarakat terekspos pada informasi yang tidak selalu benar dan objektif; terlebih
lagi dengan keberadaan budaya latah yang kental di dalam masyarakat, terutama
kaum remaja.

Arus Informasi di Era New Media
Dalam studi media dan komunikasi, perkembangan teknologi informasi menjadi
faktor pendorong yang sangat signifikan. Apabila dulu komunikasi menuntut
interaksi langsung di antara manusia atau harus melalui media yang tidak efisien,
saat ini komunikasi telah menjadi jauh lebih mudah; terutama dengan
dikembangkannya teknologi internet, yang bukan hanya memengaruhi proses
komunikasi di dalam masyarakat, namun juga proses penyebaran informasi.
Tren yang ada di dalam masyarakat menunjukkan bahwa media massa saat
ini berkembang sangat pesat melalui platform internet. Hampir seluruh media
cetak, televisi, radio, maupun bentuk-bentuk media konvensional lainnya

memiliki situs internet tersendiri di mana masyarakat dapat mengakses konten
informasi yang ditawarkan dengan menggunakan peralatan seperti komputer
maupun telepon genggam. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir, akses terhadap
informasi menjadi semakin mudah dan praktis dengan hadirnya teknologi telepon
pintar (smartphone) serta komputer tablet.
Kemajuan pesat dalam bidang teknologi perangkat keras, perangkat lunak,
dan internet ini membuat informasi berkembang sangat cepat di dalam
masyarakat. Dengah globalisasi yang semakin menyemukan jarak-jarak geografis,
peristiwa yang terjadi di kota London, Inggris, misalnya, bisa diketahui oleh orang
yang tinggal di Canberra, Australia, hanya dalam hitungan detik.
Fenomena rapid flow of information ini sekiranya terjadi berkat kemunculan
bentuk-bentuk media baru atau new media. Di samping situs-situs internet dari
media massa, informasi juga dapat diperoleh melalui komunikasi yang semakin
intens di antara masyarakat sendiri melalui hadirnya social network atau jejaring
sosial. Melalui jejaring sosial, siapapun dapat menyebarkan informasi yang bisa
diakses oleh banyak orang tanpa perlu melalui proses validasi sebagaimana

Overdosis I for asi di Era New Media

Ravio Patra


Lomba Tulis Nasional 2013 Warta Himahi Universitas Parahyangan

3

umumnya menjadi kewajiban bagi media massa. Bentuknya yang beragam, mulai
dari situs pertemanan ‘Facebook’ hingga layanan microblogging ‘Twitter’,
membuat jejaring sosial menjadi primadona baru dalam berkomunikasi.
Di Indonesia sendiri, pada tahun 2012, tercatat setidaknya ada 55 juta atau
22,1% penduduk mengakses internet secara teratur; bahkan tak sedikit di
antaranya mengaku kecanduan terhadap layanan jejaring sosial (Tempo 2013, h.
12). Dengan dinamika politik yang kian hari semakin nyata dampaknya bagi
masyarakat, keberadaan new media yang dapat diakses dengan begitu mudah
tentunya berpengaruh secara signifikan terhadap proses pendewasaan politik di
Indonesia; terlebih lagi dengan banyaknya tokoh dan pejabat publik yang ikut
memanfaatkan new media ini sebagai alat berkomunikasi.
Peran jejaring sosial sebagai new media dalam peristiwa politik dapat
terlihat secara signifikan dalam fenomena Arab Spring; di mana kaum muda di
berbagai negara Afrika Utara dan Timur Tengah menginisiasi revolusi melalui
komunikasi di layanan microblogging ‘Twiiter. Pun di Indonesia sendiri, jejaring

sosial telah menjelma pilihan utama bagi masyarakat dalam berkomunikasi dan
memeroleh informasi terkait current affairs yang terjadi di sekitarnya.

Budaya Latah dalam Masyarakat Indonesia
Perkembangan new media membuka keran arus informasi yang sulit dibendung.
Siapapun—tanpa dibatasi oleh intelektualitas, status sosial, profesi, ataupun
indikator-indikator lainnya—dapat menyebarkan informasi baik secara sengaja
maupun tidak. Meskipun memungkinkan bagi lebih banyak perspektif untuk
berkembang, hal ini turut menimbulkan kekhawatiran akan terbentuknya persepsi
yang keliru dalam memahami peristiwa atau isu yang berkembang.
Bahwasanya kaum remaja saat ini jauh lebih kritis dalam menanggapi
dinamika politik bukanlah sekadar opini kosong belaka. Di samping karena
pembangunan yang kian pesat, arus informasi yang bebas (free flow of
information) yang menjadi salah satu pilar utama proses reformasi pemerintahan
turut berandil dalam membangun kekritisan kaum remaja. Sayangnya, kekritisan
ini rentan disetir oleh kepentingan-kepentingan tertentu dikarenakan oleh
kebingungan yang muncul akibat terlalu banyak informas yang diterima.

Overdosis I for asi di Era New Media


Ravio Patra

Lomba Tulis Nasional 2013 Warta Himahi Universitas Parahyangan

4

Di dalam masyarakat Indonesia sendiri, cenderung berkembang budaya
latah di mana masyarakat dengan mudah mengamini atau mengiyakan apa saja
yang diterima sebagai informasi dari sumber yang belum tentu memiliki
kredibilitas. Dengan kondisi perpolitikan nasional yang saat ini begitu ramai
dengan penyelewengan kekuasaan oleh pejabat publik bahkan juga oleh penegak
hukum, tentunya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah mengalami
degradasi yang begitu drastis; terlebih dengan keberadaan new media yang
membuat kaum remaja menjadi rentan terhadap informasi yang tidak akurat,
penuh pretensi dan subjektivitas, serta sarat kepentingan.
Budaya latah di dalam masyarakat juga mengancam proses pendewasaan
politik di Indonesia karena cenderung membuat kaum remaja kehilangan
kepercayaan atau confidence terhadap negaranya sendiri; memicu kemunculan
skeptisisme, sehinngga bukan tidak mungkin menjadi alasan bagi masyarakat
untuk memilih bersikap ‘masa bodoh’ terhadap dinamika politik.

Remaja dalam Proses Pendewasaan Politik
Peran remaja dalam proses pendewasaan politik di Indonesia bukan hanya sekadar
sebagai penonton semata. Meskipun sulit untuk dapat secara langsung terlibat
dalam proses pembuatan dan perumusan kebijakan (policy making), kaum remaja
memiliki peran yang sangat signifikan dalam memengaruhi serta mengawasi
kebijakan yang dibuat dan diterapkan oleh pemerintah.
Melalui keberadaan media massa dalam jumlah besar serta perkembangan
new media di sekitarnya, kaum remaja memiliki kesempatan untuk memiliki
peran yang krusial dalam proses pendewasaan politik. Kaum remaja, saat ini, bisa
dengan mudah menyampaikan pendapat maupun kritikannya terhadap kebijakan
pemerintah melalui wadah new media, terutama jejaring sosial. Selain menjadi
bentuk perwujudan kesadaran (awareness) terhadap isu yang berkembang, hal ini
juga membuat kaum remaja secara aktif terlibat dalam proses pendidikan politik
bagi masyarakat dengan melakukan penyebaran informasi.
Interaksi yang begitu tinggi di dalam masyarakat melalui sarana new media
ini bahkan telah menjelma sebagai indikator tersendiri bagi para pelaku politik
praktis, misalnya melalui penghitungan share of exposure (pembicaraan di dalam

Overdosis I for asi di Era New Media


Ravio Patra

Lomba Tulis Nasional 2013 Warta Himahi Universitas Parahyangan

5

masyarakat) dan share of awareness (kesadaran masyarakat) untuk memahami
perkembangan suatu isu di dalam masyarakat
Sayangnya, tidak keseluruhan proses ini menimbulkan efek yang positif.
Ragam new media yang bisa diakses oleh siapapun tanpa terkecuali membuat
peluang berkembangnya persepsi yang keliru dalam meahami situasi menjadi
semakin besar. Berbeda dengan ketika informasi muncul hanya dari sumbersumber tertentu yang kredibel, saat ini informasi tidak bisa lagi dimonopoli oleh
pihak-pihak tertentu. Setiap orang bisa jadi memiliki pemahaman berbeda
terhadap satu isu yang sama akibat ketersediaan informasi yang tak terbatas.
Kondisi seperti ini tentunya tidak sehat bagi proses pendewasaan politik di
Indonesia. Pun budaya latah yang kental di dalam masyarakat hanya membuat
masalah ini semakin pelik dan kompleks, terutama dengan kondisi kaum remaja
pada umumnya yang belum memiliki pendirian politik sehingga dapat dengan
mudah terpengaruh oleh informasi yang berkembang di dalam masyarakat.
Kaum remaja, sebagai generasi yang kelak akan menjadi pemimpin bangsa,

sudah semestinya diberikan keleluasaan untuk membicarakan serta mengkritisi
setiap fenomena politik yang terjadi. Meskipun begitu, bukan berarti kaum remaja
dapat seenaknya menyebarkan informasi yang tendensius di dalam masyarakat.
Kaum

remaja

haruslah

menjadi

aktor

yang

bertanggungjawab

dalam

keterlibatannya sebagai bagian dari masyarakat, karena politik tidaklah

seharusnya menjadi topik pembicaraan bagi orang dewasa saja; terlebih di era new
media yang memungkinkan penyebaran informasi seluas-luasnya.

Kesimpulan
Perkembangan new media ikut memengaruhi arus informasi. Dipicu oleh
globalisasi dan perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat, keberadaan
new media membuat masyarakat bisa mengakses informasi dengan mudah dan
cepat, meskipun tetap dituntut untuk bersikap kritis dalam menerimanya karena
tidak semua informasi berhasil merepresentasikan situasi dan kondisi yang
sebenarnya.
Lebih dari itu, keberadaan new media terbukti membuat banyak isu, yang
sebenarnya tidak perlu menjadi topik pembicaraan, mencuat ke permukaan akibat

Overdosis I for asi di Era New Media

Ravio Patra

Lomba Tulis Nasional 2013 Warta Himahi Universitas Parahyangan

6


latah yang sudah membudaya sehingga masyarakat mudah diprovokasi. Saat ini
saja, misalnya, banyak masyarakat, terutama kaum remaja, memilih jejaring sosial
sebagai sumber informasi utamanya meskipun sepenuhnya sadar akan ketiadaan
jaminan akurasi dari informasi yang diperoleh. Meskipun begitu, budaya latah
tetap memiliki peranan penting dalam proses pembentukan persepsi dan opini
terhadap isu serta peristiwa yang berkembang di dalam masyarakat Indonesia.
Laiknya dosis atau takaran dalam mengonsumsi obat, kaum remaja mestilah
kritis dalam menerima informasi yang berkembang, terutama di era new media di
mana akses terhadap informasi tidak lagi mengenal batas. Penerimaan informasi
yang di luar batas hanya akan berakibat pada terjadinya ‘overdosis’ informasi;
menimbulkan kebingungan dalam mengambil sikap dan keputusan politik. Oleh
karena itulah, perlu ditekankan bahwa tanpa idealisme serta kematangan dalam
memahami fenomena yang terjadi, kaum remaja dapat dengan mudah disulap
menjadi boneka politik yang sarat kepentingan bagi pihak-pihak tertentu.■

Referensi
Badan Pusat Statistik (2010) Penduduk Indonesia menurut Provinsi 1971, 1980,
1990, 1995, 2000, dan 2010 [WWW] Badan Pusat Statistik. Diakses dari:
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_suby
ek=12¬ab=1 [Diakses pada 26 Maret 2013].
—— (2011) Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun ke Atas menurut Provinsi,
Jenis Kelamin, dan Status Perkawinan 2009—2011 [WWW] Badan Pusat
Statistik. Diakses dari: http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel
=1&daftar=1&id_subyek=40¬ab=2 [Diakses pada 26 Maret 2013].
Irianto, Agus Maladi (2011) Media dan Realitas [WWW] Universitas
Diponegoro. Diakses dari: http:/staff.undip.ac.id/sastra/agusmaladi/2011/07/
28/media-dan-realitas [Diakses pada 26 Maret 2013].
Tempo (2013) Hidup di Jagat Maya. Tempo, 11—17 Maret 2013, h. 12.

Overdosis I for asi di Era New Media

Ravio Patra