BAB II DASAR HUKUM CAMAT SEBAGAI PPAT SEMENTARA BERWENANG MELAKUKAN TINDAKAN HUKUM PERALIHAN HAK ATAS TANAH A. Dasar Hukum Pengangkatan Camat Sebagai PPAT Sementara - Problematika Produk Hukum Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPAT/S) da

BAB II DASAR HUKUM CAMAT SEBAGAI PPAT SEMENTARA BERWENANG MELAKUKAN TINDAKAN HUKUM PERALIHAN HAK ATAS TANAH A. Dasar Hukum Pengangkatan Camat Sebagai PPAT Sementara Pengertian Camat ini dapat dilihat dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia,

  18

  yaitu Pegawai Pamong Praja yang mengepalai Kecamatan. Camat sebagai salah satu organ pemerintahan dalam sistem pemerintahan Indonesia. Pada zaman penjajahan hingga pasca kemerdekaan menempati posisi strategis. Camat mengurus hampir semua urusan pemerintahan yang di wilayah administratifnya. Perubahan politik desentralisasi di Indonesia merubah posisi Camat dan kecamatan sebagai wilayah administratif.

  Dalam Sejarahnya pada masa Pemerintah Belanda tahun 1870, Kantor Kecamatan dikenal dengan nama Onderan pada masa itu “Camat” disebut “Asistene Wedana”. Sejak tanggal 7 Maret 1942 Onderan beralih di bawah pemerintahan Jepang sampai pada Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945, dan kembali di bawah Pemerintahan Indonesia sejak tahun 1946. Kemudian pada tahun 1974 di keluarkan suatu peraturan daerah dengan UU No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, dimana “Setiap wilayah dipimpin oleh seorang Kepala Wilayah 1”, untuk wilayah Kecamatan Camat. Kepala wilayah sebagai wakil pemerintah adalah penguasa tunggal di bidang pemerintahan dalam wilayahnya dalam arti memimpin pemerintahan, mengkoordinasikan pembangunan dan membina kehidupan masyarakat di segala bidang. 18 Poerwodharmo, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1999, hal 181.

  Demikian mantan Camat Marbau Kabupaten Labuhan Batu (tahun 1972- 1975) Lahmuddin Harahap mengatakan bahwa :

  ”Camat sebelum kemerdekaan Indonesia bernama onder distrik hof (kepala onder distrik). Setelah kemerdekaan Republik Indonesia 1945 sampai dengan tahun 1974 nama Camat sebagai onder distrik hof digantikan dengan nama Asisten Wedana. Pada tahun 1974 lahirlah Undang-undang No. 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Di Daerah”.

  Selanjutnya pada tahun 1998 dikeluarkan peraturan pelaksana Undang-undang pemerintah daerah tersebut dengan PP No. 19 Tahun 1998 Tentang Kecamatan, bahwa "Camat atau sebutan lain adalah pemimpin dan koordinator penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kerja kecamatan yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan kewenangan pemerintahan dari Bupati/Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah, dan menyelenggarakan tugas umum pemerintahan".

  Camat diangkat oleh bupati/walikota atas usul sekretaris daerah kabupaten/kota dari pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang- undangan.

  Dalam rangka menyesuaikan peran kecamatan dan kelurahan sebagai perangkat daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan peningkatan pelayanan masyarakat kemudian pada tahun 1999 diterbitkanlah Undang-undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Peraturan Daerah, di mana sebelumnya bernama Kantor Kecamatan diubah menjadi Kantor Camat, dan Camat tidak lagi menjadi Kepala Wilayah melainkan sebagi Perangkat Daerah Kabupaten yang bertanggungjawab kepada Bupati dan membantu Bupati dalam penyelenggaraan pemerintahan dan peningkatan pelayanan umum.

  Pada masa UU No. Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Di Daerah, Camat sebagai kepala wilayah mempunyai kewenangan atributif sebagaimana diatur di dalam Pasal 80 dan Pasal 81 Undang-undang tersebut. Kepada setiap orang yang telah dilantik sebagai kepala wilayah, maka pada dirinya secara otomatis telah melekat kewenangan yang diatur di dalam pasal tersebut. Sedangkan menurut Pasal 66 ayat (4) UU No. 22 Tahun 1999, kewenangan Camat bersifat delegatif, artinya Camat baru memiliki kewenangan apabila ada tindakan aktif dari Bupati/Walikota melimpahkan sebagian kewenangan pemerintahan kepadanya.

  Di dalam Pasal 66 Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa Camat adalah Kepala Kecamatan yang menerima pelimpahan sebagian kewenangan pemerintah dari Bupati atau Walikota. Dalam melaksanakan kewenangannya, Camat bertanggungjawab kepada Bupati atau Walikota.

  Selain sebagai seorang kepala kecamatan, Camat juga berfungsi sebagai PPAT Sementara. Kedudukan Camat sebagai PPAT Sementara adalah sama dengan kedudukan PPAT, yaitu sebagai pejabat umum. Hanya saja kedudukan Camat adalah sebagai PPAT Sementara yang diangkat karena jabatannya sebagai kepala kecamatan untuk mengisi kekurangan PPAT di kecamatannya pada Kabupaten/Kotamadya yang masih terdapat kekurangan formasi PPAT. Apabila untuk Kabupaten/Kotamadya tersebut PPAT sudah terpenuhi, maka Camat yang bersangkutan tetap menjadi PPAT Sementara, sampai ia berhenti menjadi kepala kecamatan dari kecamatan itu.

  Adapun kaitan Camat berwenang membuat akta peralihan hak atas tanah di dasarkan pada Pasal 19 ayat (1) UUPA No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang menyebutkan bahwa : “Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.” Namun sebelum diterbitkannya peraturan yang dimaksud tersebut melalui Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 1972 Tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak Atas Tanah, Kepala Kecamatan (Camat) dalam kedudukannya dan fungsinya sebagai wakil pemerintah diberi kewenangan untuk memberi atau pembukaan hak atas tanah.

  Demikian setelah diterbitkannya peraturan yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA dengan PP No. 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah, Camat (pegawai pamongpraja) juga diberi kewenangan membuat akta peralihan hak atas tanah dengan sebutan sebagai penjabat sebagaimana diuraikan dalam Pasal 19 PP No.

  10 Tahun 1961 yaitu “Setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan sesuatu hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjam uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan, harus dibuktikan dengan suatu akte yang dibuat oleh dan di hadapan penjabat yang ditunjuk oleh Menteri Agraria (selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini disebut : penjabat). Dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria No. 10 Tahun 1961 Tentang Penunjukan Pejabat Yang

  Dimaksud Dalam Pasal 19 PP No. 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah Serta Hak Dan Kewajibannya, Penjabat yang dimaksud adalah :

  1. Notaris;

  2. Pegawai dan bekas pegawai dalam lingkungan departemen agraria;

  3. Para pegawai pamongpraja yang pernah melakukan tugas seorang pejabat; 4. Orang yang telah lulus dalam ujian yang diadakan oleh Menteri Agraria.

  Melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 1972 Tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak Atas tanah, Camat diberikan kewenangan khusus di bidang pertanahan untuk membuat keputusan izin membuka tanah, namun dalam pemberian ijin membuka tanah tersebut para Camat kurang memperhatikan segi-segi kelestarian lingkungan hidup dan tata guna tanahnya dan tidak jarang dijumpai ijin membuka tanah yang tumpang tindih dengan tanah kawasan hutan yang akhirnya dapat menimbulkan hal-hal yang mengakibatkan terganggunya kelestarian tanah dan sumber-sumber air, maka Menteri Dalam Negeri mencabut kembali kewenangan Camat tersebut dengan suratnya No. 593/5707 tanggal 22 Mei 1984.

  Surat Menteri Dalam Negeri tersebut juga ditindaklanjuti oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara dengan No.593/15634 Tanggal 27 Juni 1984.

  Demikian halnya dengan PP No. 10 tahun 1961 tentang pendaftaran tanah, setelah berjasa memberikan landasan hukum bagi pendaftaran tanah di Indonesia dalam kurun waktu 36 tahun, disamping kurang mengadopsi ke akurasian pelaksanaan (mulai dari proses awal sampai pendokumentasian dan penyimpanan data pendaftaran), juga tidak lagi dianggap memberikan kepastian hukum dan

  19

  kepastian hak sesuai tuntutan masyarakat dan dinamika perkembangan zaman, sehingga diterbitkannyalah PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

  Dalam Pasal 7 ayat (2) PP No. 24 tahun1997 tersebut menyebutkan bahwa : “Untuk desa-desa dalam wilayah yang terpencil Menteri dapat menunjuk PPAT Sementara.

  Sedangkan Peraturan Jabatan PPAT sebagaimana disebutkan dalam Pasal 7 ayat (3) PP No. 24 Tahun 1997 yaitu PP No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Melalui Pasal 5 ayat (3) PP No. 37 Tahun 1998 tersebut, Camat mempunyai kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas satuan Rumah Susun di daerah yang belum cukup terdapat PPAT sebagai PPAT Sementara.

  Camat sebagai PPAT Sementara, keberadaannya didasarkan pada wilayah kerja di Kecamatan karena jabatannya dimana yang bersangkutan berkedudukan sebagai kepala wilayah sebagaimana diuraikan dalam UU No. 5 Tahun 1974 Tentang Pemerintahan Daerah. Namun dengan berkembangnya keadaan sosial masyarakat serta peraturan perundang-undangan yang mengaturnya maka dengan Undang- undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, pengertian Camat bukanlah kepala wilayah melainkan sebagai perangkat daerah di wilayah/pemangku

  20 wilayah sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah daerah.

  19 Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim, Hukum Pendaftaran Tanah Edisi Revisi, Mandar Maju, Bandung, hal. 14. 20 Suharjono, Camat Selaku Kepala Wilayah dan PPAT Ghalia Indonesia, Sementara, Jakarta, 2009, hal 33.

  Demikian Yusuf Syarianto mengatakan bahwa : “Apabila Camat telah dilantik menjadi Kepala Wilayah Kecamatan maka Camat tersebut juga dilantik menjadi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Artinya Camat yang juga merangkap sebagai PPAT yang pada saat itu wilayah kerjanya adalah wilayah kecamatannya itu sendiri. Camat selaku PPAT pada saat itu tidak dibenarkan membuat akta diluar wilayah kecamatan yang dipimpinnya. Beda dengan peraturan sekarang pada saat Camat dilantik menjadi Kepala Wilayah Kecamatan maka Camat tersebut tidak serta merta menjadi Pejabat Pembuat Akta Tanah. Camat yang telah dilantik sebagai kepala wilayah tersebut untuk dapat diangkat menjadi PPAT maupun PPAT Sementara harus terlebih dahulu mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi tempat dimana camat tersebut menjadi Kepala Wilayah Kecamatan.Apabila permohonan untuk menjadi PPAT ataupun PPAT Sementara diterima oleh Kantor Badan Wilayah Pertanahan Nasional maka barulah Camat tersebut dapat dilantik menjadi PPAT maupun PPAT Sementara. Jangka waktu pengajuan permohonan Camat selaku PPAT maupun PPAT Sementara dengan proses pelantikannya sebagai PPAT maupun PPAT Sementara minimal 5 bulan setelah permohonan sebagai PPAT maupun PPAT Sementara

  21 tersebut disetujui oleh Kantor Wilayah Badan Pertanahan Propinsi.

  Sehingga dalam melaksanakan pembuatan akta yang menguatkan perbuatan hukum peralihan atas tanah, maka Camat terlebih dahulu diangkat sebagai PPAT- Sementara, sedang terhadap tanah yang berstatus tanah negara, tidak ada kewenangan Camat baik selaku perangkat daerah maupun selaku PPAT untuk membuatkan aktanya.

  Dasar hukum pengangkatan Camat sebagai PPAT Sementara dapat dilihat dalam Pasal 5 ayat (3) PP No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan PPAT, yang menyebutkan bahwa :“Untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT, atau untuk melayani golongan masyarakat tertentu dalam pembuatan akta PPAT tertentu. Menteri dapat menunjuk pejabat- 21 Yusuf Syarianto, Camat Selaku Kepala Wilayah dan PPAT (Suatu Tinjauan Historis), Refika Aditama, Bandung, 2009, hal 29. pejabat di bawah ini sebagai PPAT Sementara atau PPAT Khusus, Camat atau Kepala Desa untuk melayani pembuatan akta di daerah yang belum cukup terdapat

22 PPAT sebagai PPAT Sementara”.

  Pasal 18 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria/Ka. BPN No. 1 Tahun 2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah menyebutkan bahwa dalam hal tertentu Kepala Badan Pertanahan dapat menunjuk Camat dan/atau Kepala Desa karena jabatannya sebagai PPAT Sementara.

  Jadi PPAT Sementara adalah Camat yang ditunjuk dan diangkat sebagai pejabat yang berwenang membuat akta otentik di bidang pertanahan oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi. Penunjukkan Camat selaku PPAT Sementara adalah untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta di daerah

  23

  yang belum cukup terdapat PPAT. Yang dimaksud dengan daerah yang belum cukup terdapat PPAT adalah daerah yang jumlah PPAT belum memenuhi jumlah formasi yang ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan Pasal 14 PP No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Formasi PPAT ditetapkan oleh Menteri untuk setiap daerah kerja PPAT dengan mempertimbangkan faktor- faktor sebagai berikut :

  a. Jumlah kecamatan di daerah yang bersangkutan; 22 A.A Mahendra, Tugas dan Wewenang Jabatan PPAT Sementara, Pustaka Ilmu, Jakarta, 2001, hal 7. 23 Badan Pertanahan Nasional, Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, Bumi Bakti, Jakarta, 2006, hal 10.

  b. Tingkat perkembangan ekonomi daerah yang bersangkutan;

  c. Jumlah bidang tanah yang sudah disertipikat di daerah yang bersangkutan;

  d. Frekuensi peralihan hak di daerah yang bersangkutan dan prognosa mengenai pertumbuhannya; e. Jumlah rata-rata akan PPAT yang dibuat di daerah kerja yang bersangkutan.

  Formasi PPAT ditetapkan secara pariodik dan dintinjau kembali apabila terjadi perubahan pada faktor-faktor penentu tersebut di atas, dan apabila formasi PPAT untuk suatu daerah kerja PPAT sudah terpenuhi, maka Menteri menetapkan

  24 wilayah tersebut tertutup untuk pengangkatan PPAT.

  Dengan demikian dapat dikatakan bahwa PPAT Sementara adalah pejabat Pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT. PPAT Khusus adalah pejabat Badan Pertanahan Nasional yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakantugas PPAT dengan membuay akta PPAT tertentu khusus dalam rangka pelaksanaan program atau tugas Pemerintah tertentu.

  Akta PPAT adalah akta yang dibuat oleh PPAT sebagai bukti telah dilaksanakan perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau atas Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. Protokol PPAT adalah kumpulan dokumen yang harus

24 Soetomo, Penerapan Peraturan Di Bidang Akta Pertanahan, (PPAT), Pustaka Ilmu, Jakarta, 2010, hal 19.

  disimpan dan dipelihara oleh PPAT yang terdiri dari daftar akta, asli akta, warkah

  25 pendukung akta, arsip laporan, agenda dan surat-surat lainnya.

  Menurut Pasal 1 ayat (24) PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah yang dimaksud dengan PPAT adalah Pejabat Umum yang diberi wewenang untuk membuat akta-akta tanah tertentu, yaitu akta daripada perjanjian-perjanjian yang dimaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan suatu hak atas tanah sebagaimana diatur dalam peraturan pendaftaran tanah sebelumnya yaitu Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1961.

  Dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 ditetapkan, bahwa PPAT diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Negara Agraria/Kepala BPN.

  Menurut Pasal 6 PP No. 37 Tahun 1998, mengatur tentang syarat-syarat pengangkatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagai berikut:

  1. Kewarganegaraan Indonesia;

  2. Berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun;

  3. Berkelakuan baik yang dinyatakan dengan surat keterangan

  4. Yang dibuat oleh instansi kepolisian setempat

  5. Belum pernah dihukum penjara karena melakukan kejahatan

  6. Berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh

  7. Kekuatan hukum tetap

  8. Sehat jasmani dan rohani

  9. Lulus program spesialis notariat atau program khusus PPAT

  10. Yang diselenggarakan lembaga pendidikan tinggi

  11. Lulus ujian yang diselenggarakan oleh Kantor Menteri Negara Agraria/Badan Pertanahan Nasional

  Dengan adanya persyaratan dari Pasal 6 ini, maka sudah jelas siapa yang dapat diangkat sebagai PPAT, yaitu telah mendapat pendidikan khusus spesialis 25 Mirwan Amir, Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Oleh PPAT, Media Ilmu, Jakarta, 2008, hal 36. notariat atau program pendidikan tinggi disamping harus pula lulus dari ujian yang diadakan oleh Kantor Menteri Negara Agraria/Kantor Pertanahan Nasional. Dengan demikian kemungkinan diangkat sebagai PPAT tanpa ujian ataupun yang belum pernah mendapatkan pendidikan khusus tentang PPAT tidak akan mungkin.

  Kalaupun ada PPAT Sementara Camat atau Kepala Desa maka tentunya pemerintah perlu mengatur dengan suatu Peraturan Menteri atas dispensasi tersebut.

  Pasal 18 ayat (1) Peraturan Kepala BPN No. 1 Tahun 2006 menyebutkan bahwa dalam hal tertentu Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dapat menunjuk Camat dan atau Kepala Desa karena jabatannya sebagai PPAT Sementara. Penujukkan Camat sebagai PPAT Sementara dilakukan di daerah kabupaten kota sebagai wilayah kerjanya yang masih tersedia formasi PPAT, dimana keputusan penunjukkan camat sebagai PPAT Sementara tersebut ditetapkan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional yang dapat didelegasikan kepada Kepala Kantor Wilayah, dimana keputusan penunjukkannya ditandataangani oleh Kepala Kantor

  26 Wilayah atas nama Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.

  Berdasarkan penjelasan Pasal 5 Peraturan Menteri Agraria No. 10 tahun 1961, bahwa apabila untuk sesuatu Kecamatan belum ditunjuk seorang Pejabat secara khusus, maka Camat karena jabatannya menjadi Pejabat pembuat Akta Tanah. Artinya tanpa memerlukan surat keputusan dari menteri Pertanian dan Agraria. Maka dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan PPAT Sementara itu adalah Kepala 26 Musdar Ali, Kedudukan Hukum Notaris dan PPAT Ditinjau Dari Peraturan Perundang- Undangan, Mitra Ilmu, Jakarta, 2009, hal 13. Kecamatan, dan pengangkatan seorang Camat sebagai PPAT Sementara ditunjuk langsung karena jabatannya. Namun dengan berkembangnya hukum di Indonesia pada saat ini serta guna menjamin kepastian hukum, penunjukkan Camat sebagai PPAT Sementara memerlukan Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional.

  Mengenai pengangkatan Pejabat pembuat Akta Tanah Sementara dinyatakan dalam Pasal 18 peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No.

  1 Tahun 2006, bahwa dalam hal tertentu Kepala Badan Pertanahan Nasional republik Indonesia dapat menunjuk Camat atau Kepala Desa karena jabatannya sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS).

  Penunjukan Camat sebagai PPAT Sementara tersebut tidak serta merta secara otomatis Camat tersebut diangkat sebagai PPAT Sementara, tetapi yang bersangkutan harus mengajukan permohonan penunjukan sebagai PPAT Sementara yang ditujukan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia sesuai dengan Pasal 19 ayat (3) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun 2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan PPAT yang menyebutkan bahwa untuk keperluan penunjukan Camat sebagai PPAT Sementara sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 ayat (1) yang bersangkutan wajib mengajukan permohonan penunjukan sebagai PPAT Sementara kepada Kepala BPN dengan melampirkan salinan atau fotocopy keputusan pengangkatan sebagai Camat melalui kepala Kantor Wilayah. Bagi Camat yang telah ditunjuk sebagai PPAT Sementara sebelum melaksanakan tugasnya wajib mengikuti pembekalan teknis pertanahan yang diselenggarakan oleh BPN RI yang penyelenggaraannya dapat bekerjasama organisasi profesi PPAT. Keputusan penunjukan Camat sebagai PPAT Sementara diberikan kepada yang bersangkutan setelah selesai pelaksanaan pembekalan teknis pertanahan, dan untuk keperluan pelantikan dan pengangkatan sumpah jabatan sebagai PPAT Sementara, setelah menerima keputusan penunjukkan sebagai PPAT Sementara, Camat yang bersangkutan wajib melapor kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat paling lama 3 (tiga) bulan. Apabila Camat yang telah ditunjuk sebagai PPAT Sementara tidak melapor kepada Kepala Kantor Pertanahan sebagaimana waktu yang telah ditentukan di atas, maka keputusan penunjukan

  27 sebagai PPAT Sementara yang bersangkutan batal demi hukum.

  Sebelum melaksanakan tugasnya, Pejabat Pembuat Akta Tanah dan Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara harus dilantik dan mengucapkan sumpah jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara di hadapan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota didaerah kerja Pejabat Pembuat Akta Tanah yang bersangkutan.

  Kewajiban Sumpah ini diatur dalam Pasal 15 Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998.

  Sumpah Jabatan yang diucapkan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara yang bersangkutan, dilakukan di hadapan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dan para saksi. Sumpah Jabatan Pejabat

27 Khairuddin Ahmad, PPAT Sebagai Pejabat Khusus di Bidang Pertanahan, Media Ilmu, Jakarta, 2009, hal 23.

  Pembuat Akta Tanah dan Pejabat Pembuat Tanah Sementara dibentuk dalam susunan kata-kata berita acara pengambilan sumpah/janji diatur oleh Menteri.

  Camat menjadi PPAT Sementara apabila ditunjuk oleh Menteri, untuk daerah yang belum cukup terdapat PPAT. Di daerah yang sudah terdapat PPAT dan merupakan daerah tertutup untuk pengangkatan PPAT baru, Camat baru tidak lagi ditunjuk sebagai PPAT Sementara. Surat penunjukkan Camat sebagai PPAT Sementara ditandatangani oleh Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri. Ketentuan mengenai penunjukkan PPAT Sementara dapat dijelaskan sebagai berikut :

  28

  1. Camat yang wilayah kerjanya berada di dalam daerah Kabupaten/Kota yang formasi PPATnya belum terpenuhi dapat ditunjuk sebagai PPAT Sementara.

  2. Surat Keputusan Penunjukkan Camat sebagai PPAT Sementara ditandatangani oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi atas nama Kepala Badan Pertanahan Nasional.

  3. Untuk keperluan penunjukkan sebagai PPAT Sementara, Camat yang bersangkutan melaporkan pengangkatannya sebagai PPAT Sementara kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat dengan melampirkan salinan atau fotocopy keputusan pengangkatan tersebut.

  4. Penunjukkan Kepala Desa sebagai PPAT Sementara oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional setelah diadakan penelitian mengenai keperluannya

28 Alben Dariyanto, Tugas dan Kewenangan PPAT, Tinjauan Yuridis Berdasarkan PP No. 24, Tahun 1997 dan PP No. 37 Tahun 1998. Pustaka Ilmu, Jakarta, 2010. Hal 45.

  berdasarkan letak desa yang sangat terpencil dan banyaknya bidang tanah yang sudah terdaftar di wilayah desa tersebut.

  Syarat-syarat bagi Camat untuk ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara menurut Pasal 19 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2006 yaitu :

  1. Penunjukkan Camat sebagai PPAT Sementara dilakukan dalam hal di daerah Kabupaten/Kota sebagai wilayah kerjanya masih tersedia formasi Pejabat Pembuat Akta Tanah. Keputusan penunjukkan Camat sebagai pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara ditetapkan oleh Kepala BPN RI yang pelaksanaannya dapat diselenggarakan kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi (Kakanwil BPN Provinsi).

  2. Untuk keperluan penunjukkan Camat sebagai PPAT Sementara, yang bersangkutan wajib mengajukan permohonan penunjukkan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara kepada Kepala BPN RI dengan melampirkan salinan atau fotocopy keputusan pengangkatan sebagai Camat melalui Kakanwil BPN Provinsi.

  3. Apabila keputusan penunjukkan Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara diselenggarakan Kakanwil BPN Provinsi, keputusan penunjukkan ditandatangani oleh Kakanwil BPN Provinsi atas nama Kepala BPN RI.

  4. Keputusan penunjukkan tersebut diberikan kepada yang bersangkutan setelah selesai pelaksanaan pembekalan teknis pertanahan.

  Dalam hal Pejabat Pembuat Akta Tanah berhenti dari jabatannya, sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (1) PP No. 37 Tahun 1998, karena :

  1. Meninggal dunia;

  2. Telah mencapai usia 65 (enam puluh lima) tahun;

  3. Diangkat dan mengangkat sumpah jabatan atau melaksanakan tugas sebagai Notaris dengan tempat kedudukan di Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang lain daripada daerah kerjanya sebagai PPAT;

  4. Diberhentikan oleh Menteri.

  Dalam penjelasan Pasal 5 ayat (3) huruf (a) PP No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang menyebutkan bahwa “Karena fungsinya di bidang pendaftaran tanah yang penting bagi masyarakat yang memerlukan, maka fungsi tersebut harus dilaksanakan di seluruh wilayah Negara, oleh karena itu di wilayah yang belum cukup terdapat Pejabat Pembuat Akta Tanah, Camat perlu ditunjuk sebagai pejabat yang melaksanakan fungsi tersebut, yang dimaksud dengan daerah yang cukup terdapat Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah daerah yang jumlah Pejabat Pembuat Akta Tanahnya belum memenuhi formasi yang ditetapkanMenteri sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 PP No. 37 Tahun 1998 tersebut. Di daerah yang sudah cukup terdapat Pejabat Pembuat Akta Tanah dan merupakan daerah tertutup untuk pengangkatan Pejabat Pembuat Akta Tanah baru, Camat yang baru tidak lagi ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara. Berdasarkan pertimbangan untuk memenuhi pelayanan kepada masyarakat di daerah-daerah terpencil, yang masyarakat akan merasakan kesulitan apabila harus pergi ke kantor kecamatan untuk melaksanakan transaksi mengenai tanahnya, menteri juga dapat menunjuk Kepala Desa untuk melaksanakan Tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah.

  29 Daerah kerja PPAT diatur dalam Pasal 12 Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun

  1998 yaitu :

  a. Daerah kerja PPAT adalah satu wilayah kerja Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota

  b. Daerah kerja PPAT Sementara dan PPAT Khusus meliputi wilayah kerjanya sebagai pejabat pemerintah yang menjadi dasar penunjukannya.

  Untuk daerah yang terjadi pemekaran atau pemecahan menjadi 2 (dua) atau lebih tentunya dapat mengakibatkan perubahan daerah kerja PPAT di daerah yang terjadi pemekaran atau pemecahan tersebut. Hal ini telah diatur dalam Pasal 13 PP No. 37 Tahun 1998 sebagai berikut :

  a. Apabila suatu wilayah kabupaten/kota dipecah menjadi 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten/kota, maka dalam waktu 1 (satu) tahun sejak diundangkannya undang- undang tentang pembentukan kabupaten/Kota Daerah Tingkat II yang baru PPAT yang daerah kerjanya adalah kabupaten/kota semua harus memilih salah satu wilayah Kabupaten/Kota sebagai daerah kerjanya, dengan ketentuan bahwa apabila pemilihan tersebut tidak dilakukan pada waktunya, maka mulai 1 (satu) tahun sejak diundangkannya undang-undang pembentukan kabupaten/kota Daerah Tingkat II yang baru tersebut daerah kerja PPAT yang bersangkutan hanya meliputi wilayah kabupaten/kota letak kantor PPAT yang bersangkutan.

  b. Pemilihan daerah kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dengan sendirinya mulai 1 (satu) tahun sejak diundangkannya undang-undang pembentukan kabupaten/Kota Daerah Tingkat II yang baru.

  Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa dalam ayat (1) memberikan suatu kemudahan kepada PPAT untuk memilih salah satu wilayah kerjanya, dan disamping 29 Habib Adjie, Percikan Pemikiran Tentang Jabatan dan Akta PPAT, Revika Aditama, Bandung, 2009, hal 16. itu PPAT tersebut diberi tenggang waktu satu tahun untuk memilih, dan jika dia tidak memilih salah satu dari daerah tersebut, maka dianggap dia telah memilih kantor pertanahan di daerah kerjanya dan atas daerah kerja lainnya setelah satu tahun tidak lagi berwenang. Sedangkan dalam masa peralihan yang lamanya 1 (satu) tahun PPAT yang bersangkutan berwenang membuat akta mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang terletak di wilayah daerah Tingkat II yang baru maupun

  30 yang lama.

  Camat berhenti menjabat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara, dikarenakan :

  1. Meninggal dunia.

  2. Diangkat dan mengangkat sumpah jabatan atau melaksanakan tugas sebagai Camat dengan tempat kedudukan di Kecamatan yang lain daripada daerah kerjanya sebagai PPAT Sementara.

  3. Tidak lagi memegang Jabatan sebagai PPAT Sementara.

  4. Diberhentikan oleh pejabat dibidang pertanahan sesuai dengan kewenangannya.

  Setelah Camat berhenti dan jabatannya sebagai pejabat Pembuat Akta tanah Sementara, maka Camat tidak lagi berwenang membuat akta PPAT sejak tanggal terjadinya peristiwa (sejak tanggal berhentinya Camat sebagai PPAT Sementara).

  PPAT Sementara wajib menyerahkan protokol PPATnya kepada PPAT, PPAT Sementara atau kepada Kepala Kantor Pertanahan. Penyerahan protokol PPAT yang 30 Ahmad Jiwan Dono, Kedudukan PPAT sebagai Pejabat Pembuat Akta Otentik, Revika Aditama, Bandung, hal 29. berhenti menjabat bukan karena meninggal dunia dilakukan kepada PPAT lain yang ditentukan oleh PPAT yang berhenti menjabat dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal berhenti PPAT Sementara yang bersangkutan atau, apabila menurut pemberitahuan dari PPAT yang bersangkutan tidak ada yang ditentukan olehnya, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam waktu 7 (tujuh) kerja sejak

  31 tanggal penunjukkan tersebut.

  Pemberhentian PPAT Sementara diatur dalam Pasal 25 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 1 Tahun 2006, PPAT Sementara berhenti melaksanakan tugas PPAT Sementara apabila tidak lagi memegang jabatan sebagai Camat atau Kepala Desa, atau diberhentikan oleh pejabat di bidang pertanahan sesuai dengan kewenangannya.

  Dalam hal PPAT Sementara berhenti karena meninggal dunia, maka ahli warisnya wajib menyerahkan protokol PPAT Sementara kepada PPAT yang ditunjuk oleh Kepala Wilayah dalam waktu 1 (satu) bulan setelah penunjukkan tersebut. Penyerahan protokol PPAT Sementara yang berhenti menjabat dilakukan kepada pada PPAT Sementara yang menjabat berikutnya di Kecamatan yang bersangkutan, atau apabila Camat di kecamatan tersebut tidak ditunjuk lagi sebagai PPAT Sementara, kepada kepala Kantor Pertanahan untuk selanjutnya diserahkan kepada PPAT yang berkantor di Kecamatan yang bersangkutan yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pertanahan. 31 Herman Sudirja, Otentisitas Akta PPAT di Bidang Pertanahan, Cakrawala Ilmu, Surabaya, 2005, Hal 32.

  Serah terima protokol PPAT Sementara tersebut dituangkan dalam berita acara serah terima protokol PPAT Sementara yang diketahui/disaksikan oleh Kepala Kantor Pertanahan atau dalam hal Kepala Kantor pertanahan berhalangan secara sah, oleh petugas yang ditunjuknya.

B. Tugas dan Kewenangan Camat Sebagai PPAT Sementara

  Berkaitan dengan tugas dan wewenang Camat dalam peralihan hak atas tanah, Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 pada hakekatnya merupakan suatu peraturan pemerintah yang dikehendaki oleh Pasal 7 ayat (3), Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Sebagai pelaksana Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tanggal 5 Maret 1998 tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1999 tanggal 30 Maret 1999 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah jo. Peraturan Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun 2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan, Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 yang menyebutkan bahwa untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta PPAT di suatu daerah kecamatan yang belum cukup terdapat PPAT, maka Camat yang mengepalai daerah kecamatan ditunjuk dan diangkat sebagai Pejabat Pembuat Akta Sementara dalam wilayah daerah kerjanya. Pasal 1 ayat (2) PP No. 37 Tahun 1998 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara adalah pejabat pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan

  32 membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT.

  Sesuai dengan Pasal 2 PP No. 37 Tahun 1998 tentang perturan jabatan PPAT maka tugas seorang Camat sebagai PPAT Sementara dalah bertugas pokok melaksanakan sebagian pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu. Pasal 3 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun 2006 tentang ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan PPAT bahwa Camat sebagai PPAT Sementara mempunyai kewenangan membuat akta tanah yang merupakan akta otentik mengenai semua perbuatan hukum, mengenai hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun dengan daerah kerja di dalam wilayah kerja jabatannya.

  Selain sebagai kepala wilayah Camat juga dapat diangkat oleh BPN sebagai PPAT Sementara yang tugasnya sama dengan PPAT yaitu untuk menyelenggarakan suatu daftar dari akta-akta yang dibuatnya antara lain reportorium (daftar dari akta- akta yang telah dibuat), yang berisikan nama dari penghadap, sifat aktanya, jual beli, hibah, tanggal akta dibuatnya dan nomornya, identitas dari tanahnya/surat ukur dan

32 Mirzani Ahmad, Sistem Pendaftaran Tanah Menurut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 , Citra Ilmu, Bandung, 2008, hal 27.

  luas tanahnya beserta bangunan yang termasuk permanen, semi permanen, darurat)

  33 dan tanaman yang ada dan lain-lain keterangan.

  Camat sebagai PPAT Sementara, tugasnya sama dengan yang dilakukan oleh PPAT antara lain, untuk menyelenggarakan suatu daftar dari akta-akta yang dibuatnya antara lain reportorium (daftar dari akta-akta yang telah dibuat), yang berisikan nama dari penghadap, sifat aktanya, jual beli, hibah, tanggal akta dibuatnya dan nomornya, identitas dari tanahnya/surat ukur dan luas tanahnya beserta bangunan yang termasuk permanen, semi permanen, darurat dan tanaman yang ada dan lain-lain

  34 keterangan.

  Camat sebagai PPAT Sementara mempunyai kewajiban untuk mengirimkan daftar laporan akta-akta PPAT Sementara setiap awal bulan dari bulan yang sudah berjalan kepada Badan Pertanahan Nasional Provinsi/Daerah, kepala Perpajakan, dan Kepala Kantor Pajak Bumi dan Bangunan. Selain itu PPAT Sementara juga mempunyai kewajiban membuat papan nama, buku daftar akta, dan menjilid akta serta warkah pendukung akta. Akta-akta yang dibuat oleh Camat selaku PPAT Sementara pada hakekatnya adalah juga akta otentik, meskipun dalam undang- undang tidak ada disebutkan secara khusus tentang status Pejabat Pembuat Akta Sementara, maupun status aktanya. Camat yang bertindak sebagai Pejabat Pembuat Akta Sementara pada hakekatnya merupakan Pejabat Pemerintah yang ditunjuk 33 Eko Imam Suryanto, Tugas dan Fungsi PPAT dalam Pelaksanaan Pendaftaran Tanah, Tarsito, Bandung, 2008, hal 25. 34 Rahmat Hidayat, Pengalihan Hak Atas Tanah dan Peranan PPAT, Sumber Media, Jakarta, 2003, hal 8.

  karena jabatannya (ex office) untuk melaksanakan tugas sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah yakni membuat akta di suatu daerah yang belum cukup terdapat Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara tersebut juga merupakan akta otentik yang dijadikan dasar untuk pendaftaran peralihan dan pembebanan hak atas tanah atau Hak Milik

  35 atas Satuan Rumah Susun.

  Sedangkan berdasarkan Pasal 20 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 1 Tahun 2006, sebelum Camat ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara yang bersangkutan juga wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional republic Indonesia (BPN RI) dimana penyelenggaraanya dapat bekerja sama dengan organisasi profesi dengan tujuan untuk menambah kemampuannya dalam melaksanakan tugas jabatannya sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara. Sementara, bagi Camat yang akan ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara apabila didaerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan belum ada Pejabat

  36 Akta Tanah maka tidak wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan tersebut.

  Camat merupakan pimpinan kecamatan sebagai perangkat daerah kabupaten atau kota. Camat berkedudukan sebagai koordinator penyelenggaraan pemerintah di wilayah kecamatan, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretariat Daerah Kabupaten atau Kota terhadap Pegawai Negeri Sipil yang 35 Sutarja Sudariyono, Pendaftaran Hak Tanggungan dan Penerbitan Sertipikatnya, Media Ilmu, Jakarta, 2007, hal 9. 36 Bachtiar Efendi, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan Pelaksanaannya, Alumni, Bandung, 2012, Hal 37.

  memenuhi syarat. Tugas Camat adalah melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh Bupati sesuai karakteristik wilayah kebutuhan daerah dan menyelenggarakan kegiatan pemerintahan lainnya berdasarkan peraturan perundang- undangan. Seorang Camat dalam Pasal 66 Undang-undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa Camat adalah Kepala Kecamatan yang menerima pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati atau Walikota. Selain sebagai seorang Kepala Kecamatan, Camat juga berfungsi sebagai PPAT Sementara. Kedudukan Camat sebagai PPAT Sementara sama kedudukannya dengan PPAT, tetapi seorang PPAT Sementara hanya berwenang membuat akta mengenai tanah-tanah yang terletak dalam daerah kerjanya.

  Dengan dimungkinkannya Camat dapat diangkat untuk menjabat sebagai PPAT, maka kedudukan Camat, selain sebagai perangkat daerah juga diberikan kewenangan sebagai PPAT yang sifatnya sementara atau disebut PPAT Sementara.

  Disebut sementara karena posisi jabatan tersebut tidak dipangku untuk selamanya tetapi hanya semasa camat yang bersangkutan memegang jabatan Camat di tempat tugas kecamatannya, apabila yang bersangkutan pindah tugas baik masih sebagai camat didaerah lain maupun sebagai pejabat di instansi lain, maka jabatan PPAT-nya juga lepas dengan sendirinya dengan kata lain putus hubungan hukum dengan tugas-

  37 tugasnya selaku PPAT.

37 Deny Wiryanto, Pembagian Tugas dan Kewenangan Camat Sebagai PPAT Sementara sekaligus Kepala Wilayah, Tarsito, Bandung, 2004, hal 6.

  Dalam melaksanakan kewajiban Camat sebagai PPAT Sementara di wilayah kecamatan secara normatif didasarkan pada Pasal 5 ayat (3) PP No. 37 Tahun 1998 tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah yang menyebutkan bahwa, untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT atau untuk melayani golongan masyarakat tertentu dalam pembuatan akta PPAT tertentu.

  Keberadaan Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara di wilayah terpencil, masih ada dan masih dibutuhkan oleh masyarakat di wilayah tersebut. Peranan Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara sangat besar dikaitkan tingkat pemahaman masyarakat tentang pendaftaran tanah yang relatif masih minim. Namun demikian kondisi tersebut harus diantisipasi secara positif oleh camat. Seharusnya kondisi demikian justru menjadi dorongan tersendiri bagi Camat sebagai PPAT Sementara untuk mawas diri dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat, akan tetapi pada praktiknya ternyata masih ditemukan beberapa penyimpanan yang dilakukan oleh camat dalam kedudukan dan fungsinya sebagai

  38 PPAT Sementara dalam melaksanakan kewajiban sebagai PPAT Sementara.

  Pasal 33 PP No. 37 Tahun 1998 berbunyi “Menteri melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan fungsi PPAT”. Pembinaan dan pengawasan itu meliputi :

  1. Jenis-jenis kegiatan pembinaan dan pengawasan, dan unit kerja yang bertugas dan berwenang melaksanakannya atas nama Menteri (Pasal 35). Pembinaan 38 Hamzah Ridwan, PPAT dan Akta Otentik, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2007, hal 48.

  PPAT Sementara terutama dilakukan dengan penetapan peraturan dan pemberian petunjuk teknis serta penjelasannya. Penjelasan tersebut dapat disampaikan secara tertulis maupun dalam forum-forum pertemuan yang diselenggarakan oleh unit kerja yang berangkutan atau organisasi PPAT (IPPAT atau ASPPAT).

  2. Pelaksanaan pemeriksaan kewajiban operasional PPAT (Pasal 36). Tugas pemeriksaan PPAT hanya dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan dengan menugaskan sifatnya yang dibekali dengan surat tugas. Hal-hal yang boleh diperiksa dalam pemeriksaan ini adalah kewajiban PPAT dalam membuat buku daftar akta, menjilid akta, dan mengirimkan akta asli kepada Kantor Pertanahan. Sehubungan dengan itu, maka PPAT diwajibkan untuk memberi kesempatan kepada petugas yang bersangkutan untuk melihat dan memeriksa buku daftar akta, hasil penjilidan akta dan pengiriman akta.

  3. Tindakan administratif terhadap PPAT diterapkan secara berjenjang dengan memungkinkan tindakan tersebut ditetapkan langsung oleh Kepala Kantor Wilayah maupun Menteri.

  Pemberhentian Camat sebagai PPAT Sementara diatur dalam Pasal 25 ayat (2) Peraturan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 1 Tahun 2006, PPAT Sementara berhenti melaksanakan tugas PPAT Sementara apabila tidak lagi memegang jabatan sebagai camat atau Kepala Desa, atau diberhentikan oleh pejabat

  39 di bidang pertanahan sesuai dengan kewenangannya. 39 Iskandar Winata, Peraturan Jabatan PPAT Berdasarkan PP No. 37 Tahun 1998, Rajawali Press, Jakarta, 2006, hal 20. Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara, yang berhenti menjabat karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 1 Tahun 2006, karena tidak lagi memegang jabatannya dan/atau telah menyelesaikan penugasannya juga tidak perlu dibuatkan keputusan pemberhentiannya. Pejabat Pembuat Akta Tanah yang berhenti ini tidak lagi berwenang membuat akta Pejabat Pembuat Akta Tanah.

  Di samping itu, mengenai penyerahan protokol Pejabat Pembuat Akta Tanah juga berlaku bagi PPAT Sementara, dimana yang bersangkutan wajib menyerahkan protokol PPAT tersebut kepada PPAT Sementara yang mengantikannya atau kepada Kepala Kantor Pertanahan (Pasal 26 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2006).

  PPAT Sementara yang berhenti sebagai PPAT Sementara menyerahkan protokol PPAT kepada PPAT Sementara yang menggantikannya. Protokol PPAT adalah kumpulan dokumen yang harus disimpan dan dipelihara oleh PPAT yang terdiri dari daftar akta, akta asli, warkah pendukung akta, arsip laporan, agenda dan

  40 surat-surat lainnya.

  Stempel jabatan PPAT diterakan pada setiap akta, salinan akta, surat dan dokumen lain yang merupakan produk dari PPAT yang bersangkutan. Dan berikut ini rincian mengenai bentuk dan ukuran jabatannya untuk PPAT Sementara:

  1. Bentuk 40 Muhammad Idris, PPAT dan Kewajiban Pembayaran Pajak Atas Tanah dalam Pelaksanaan Pembuatan Akta Jual Beli, Mandar Maju, Bandung, hal 28.

  Bulat, ditengah-tengah terdapat ruangan untuk nama tulisan “Camat”

  2. Ukuran

  a. Bulatan luar dengan garis tengah 3½ cm, dibuat dalam garis lingkar rangkap yang sebelah luar agar menebal sednagkan yang di dalam dengan garis lebih tipis dan bergaris tengah lebih kecil. Jarak antara kedua bulatan adalah 1 mm.

  b. Bulatan dalam dengan garis tengah 2 cm, dibuat dalam garis lingkar tunggal

  c. Diantara bulatan luar dan dalam, di bagian tengah bawah terdapat 2 (dua) lukisan bintang bersudut lima dengan ukuran tengah 3 mm.

  d. Dalam ruang bulatan terdapat ruang yang dibatasi oleh 2 (dua) garis lurus mendatar sejajar dengan jarak satu sama lain 1½ cm yang ditulis dengan huruf kapital :

  1) Nama PPAT atau PPAT Pengganti; 2) Tulisan Camat; 3) Tulisan Kepala Desa.

  e. Sebelah atas maupun bawah dari ruang angka 4 di atas terlukis garis-garis tegak lurus dengan jarak antara garis satu dengan yang lainnya sebesar 1 mm.

  Dalam hal PPAT mempunyai daerah kerja yang melebihi wilayah kerja satu Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya ditulis nama kabupaten/Kotamadya yang bersangkutan atau nama satuannya, misalnya DKI Jakarta.

  3. Warna tinta cap merah Untuk wakil Camat yang membuat akta untuk keperluan pihak-pihak sebagaimana dimaksud Pasal 23 ayat (1) PP No. 37 Tahun 1998, dapat mempergunakan stempel jabatan yang dipergunakan PPAT Sementara yang bersangkutan.

Dokumen yang terkait

Problematika Produk Hukum Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPAT/S) dalam Melaksanakan Peralihan Hak Atas Tanah Tanpa Sertifikat

2 68 132

Tinjauan Hukum Terhadap Peranan Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam Pengikatan Jaminan Bank

2 61 93

Akibat Hukum Dari Pembuatan Akta Jual Beli Tanah Bersertifikat Yang Tidak Sesuai Dengan Tata Cara Pembuatan Akta PPAT (Studi Pada PPAT di Kabupaten Langkat)

4 111 131

Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah Yang Melakukan Perbuatan Melawan Hukum Dalam Pembuatan Akta PPAT Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 94/Pdt.G/2005/PN.Jkt.Pst)

9 117 131

Kewenangan Camat Sebagai P.P.A.T Sementara Dalam Membuat Akta Peralihan Hak Atas Tanah Dengan Ganti Rugi

1 69 133

Problematika Keotentikan Akta PPAT

5 111 130

KEGIATAN PERKANTORAN UNTUK PROSEDUR PERALIHAN HAK ATAS TANAH MILIK PERORANGAN DI SUB SEKSI PERALIHAN, PEMBEBANAN HAK DAN PPAT DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN JEMBER

9 120 66

IMPLIKASI HUKUM PERUBAHAN PENGATURAN TENTANG BLANGKO AKTA PPAT DALAM RANGKA PENDAFTARAN TANAH

0 0 14

BAB II PELAKSANAAN SERTIFIKASI HAK MILIK ATAS TANAH MELALUI AJUDIKASI PASCA BENCANA TSUNAMI A. Pengertian dan Dasar Hukum Sertifikasi Hak Milik Atas Tanah - Problematika Sertifikasi Hak Milik Atas Tanah Melalui Ajudikasi Pasca Bencana Tsunami Di Kota Band

0 0 69

BAB II TINJAUAN TENTANG HUKUM JAMINAN DALAM HUKUM AGRARIA A. Hak Tanggunan Sebagai Hukum Jaminan Tanah - Kepastian Hukum Bagi Bank Sebagai Kreditur Atas Tanah Yang Belum Terdaftar Sebagai Agunan Pada PT. Bank SUMUT Cabang Gunung Tua

0 0 28