Problematika Produk Hukum Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPAT/S) dalam Melaksanakan Peralihan Hak Atas Tanah Tanpa Sertifikat

(1)

TESIS

Oleh

KHAIRUNISYAH HARAHAP

117011129/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

KHAIRUNISYAH HARAHAP

117011129/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Nama Mahasiswa : KHAIRUNISYAH HARAHAP

Nomor Pokok : 117011129

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Pembimbing Pembimbing

(Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS) (Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

Anggota : 1. Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS 2. Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn 3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 4. Chairani Bustami, SH, SpN, MKn


(5)

Nama : KHAIRUNISYAH HARAHAP

Nim : 117011129

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : PROBLEMATIKA PRODUK HUKUM CAMAT

SEBAGAI PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

SEMENTARA (PPAT/S) DALAM MELAKSANAKAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH TANPA SERTIFIKAT Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama :KHAIRUNISYAH HARAHAP Nim :117011129


(6)

perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak karena lelang hanya dapat didaftarkan, jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Namun dalam praktek Camat sebagai PPAT Sementara melakukan peralihan hak atas tanah tanpa sertipikat. Berdasarkan latarbelang tersebut ditarik suatu rumusan masalah yaitu yang pertama Apa dasar hukum Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) berwenang melakukan tindakan hukum peralihan hak atas tanah?, kedua Bagaimana pelaksanaan peralihan hak atas tanah tanpa sertipikat di hadapan Camat selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS? Danketiga Bagaimana cara menyelesaikan masalah hukum peralihan hak atas tanah tanpa sertipikat yang dibuat oleh Camat selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS)?

Untuk menjawab permasalah metode penelitian yang dipakai yaitu jenis penelitian hukum normatif (yuridis normatif) dimana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji ketentuan perundang-undangan yang berlaku mengenai pembuatan akta peralihan hak atas tanah yang belum bersertipikat yang dilakukan oleh Camat selaku PPAT Sementara di suatu daerah. Sifat dari penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis, maksudnya penelitian ini berupaya untuk memaparkan segala permasalahan yang ada dengan tujuan memperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis yang dimaksud berdasarkan gambaran fakta yang diperoleh akan dilakukan secara cermat bagaimana menjawab permasalahan yang timbul.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk melakukan pendaftaran diseluruh wilayah Indonesia pemerintah melalui Pasal 5 ayat (3) PP No. 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan PPAT mengangkat Camat sebagai PPAT sementara membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT. Camat selaku PPAT Sementara melakukan peralihan hak atas tanah berupa jual beli tanpa sertipikat dalam formulir atau blako AJB di karenakan masih belum terdaftarnya tanah-tanah di daerah tersebut sehingga disarankan agar warga masyarakat mendaftarkan terlebih dahulu tanah tersebut sebelum dilakukan peralihan hak atas tanah di hadapan PPAT atau Camat sebagai PPAT Sementara. Agar akta PPAT tersebut menjadi akta otentik sebagaimana diatur dalam Pasal 1868 KUHPerdata.

Kata kunci : Problematika, Camat PPAT Sementara, Peralihan Hak Atas Tanah, Tanpa Sertipikat


(7)

through buying-selling, exchanging, granting, income for a company, and legal action for the endorsement, except the endorsement is caused by auction, can be registered if only it can be proved by a deed written by a PPAT (official empowered to draw up land deeds) who has the authority, according to the prevailing regulations.” In practice, however, a Subdistrict head as an interim PPAT does the endorsement on land without any certificate. Based on this background, it can be drawn some problems as follows: first, whether a Subdistrict head as an interim PPAT has the authority to do legal action on land right, secondly, how about the implementation of the endorsement on land without any certificate before a Subdistrict head as an interim PPAT, and thirdly, how about the solution of this legal problem in the endorsement of land right without any certificate done by a Subdistrict head as an interim PPAT.

The research used judicial normative approach by analyzing the prevailing laws and regulations on an endorsement on land right without any certificate done by a Subdistrict head as an interim PPAT in a certain area. The nature of the research was descriptive analytic in order to carefully describe all problems to get detailed and systematic description to answer the problems.

The result of the research showed that, in order to register land rights throughout Indonesia, the government, according to Article 5, paragraph 3 of PP No. 37/1998 on the Regulation on the position of a PPAT, appoints Subdistrict heads as interim PPAT in signing PPAT certificates, on condition that there is lack of PPAT in their areas. A Subdistrict head as an interim PPAT signs a PPAT certificate on land right in the form of buying and selling without any certificate in AJB form to be filled in since the land has not been registered. Therefore, it is recommended that people should register the lands first before a PPAT or a Subdistrict head as an interim PPAT before the endorsement of the land is done so that the PPAT certificate becomes an authentic data as it is stipulated in Article 1868 of the Civil Code.

Keywords: Problems, Subdistrict Head as an Interim PPAT, Endorsement on Land Right, Non-Certificate


(8)

Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang melimpahkan rahmad dan hidayatNya sehingga penulisan tesisi ini dapat diselesaikan.

Adapun judul tesis ini adalah : PROBLEMATIKA PRODUK HUKUM CAMAT SEBAGAI PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH SEMENTARA (PPATS) DALAM MELAKSANAKAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH TANPA SERTIFIKAT, dengan tujuan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terimakasih dengan hati yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyelesaian tesis ini yaitu kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp. A (K), selaku Rektor atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan (MKn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran dan kritik dalam penyelesaian tesis ini;

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan (MKn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus Ketua Komisi Penguji yang telah banyak memberikan kontribusi pemikiran, arahan, saran dan kritik dalam penyelesaian tesis ini;


(9)

memberikan bimbingan, arahan dan saran dalam penyelesaian tesis ini;

7. Ibu Chairani Bustami, SH, SpN, MKn, selaku Komisi Penguji yang telah banyak memberikan kontribusi pemikiran, arahan, saran dan kritik dalam penyelesaian tesis ini;

8. Para Guru Besar serta seluruh Dosen Staf Pengajar Program Studi Magister Kenotariatan (MKn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya kepada penulis selama mengikuti proses perkuliahan.

9. Para staf pegawai/karyawan pada Program Studi Magister Kenotariatan (MKn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas bantuan dan informasi dalam hal manajemen administrasi yang dibutuhkan oleh penulis dalam proses penyelesaian penelitian tesis ini.

10. Teristimewa kepada suami tercinta Drs.H.Ikramsyah Putra Nasution dan kedua ananda Muhammad Harisfauzi Nasution dan Putri Khairani Nasution, yang telah memberikan Doa, dukungan, pengorbanan dan kesabaran dalam memberikan motivasi baik secara lahiriah maupun bathiniah serta didikan yang amat sangat berguna sehingga dapat menyelesaikan program studi ini dengan baik.

11. Kedua orang tua tercinta yaitu Ayahanda Drs. H. Lahmuddin Harahap dan Ibunda Hj. Asniar, serta Mertua saya Hj. Asni, yang telah memberikan Doa, dukungan, pengorbanan dan kesabaran dalam memberikan motivasi baik secara lahiriah maupun bathiniah serta didikan yang amat sangat berguna sehingga dapat menyelesaikan program studi ini dengan baik.

12. Kepada Adek-adekku/Adek Ipar serta keponakan-keponakan, pakci/makci tersayang, yang telah memberikan Doa, dukungan dan motivasi moral, serta kesabaran terhadap penulis.


(10)

tesis ini khususnya dek Rinthus Manurung, SH, MKn.

14. Semua pihak yang telah terlibat langsung maupun tidak langsung khususnya Drs. Hutur Siregar, M.Si selaku Camat Sumbul, Bahagia Ginting selaku Camat Gunung Stember, Robert Ginting AP, M.Si selaku Camat Tanah Pinem, Joni Hutasoit selaku Camat Pegagan Hilir dan Ir. Kasim Kudadiri selaku Camat Kecamatan Sitinjo di Kabupaten Dairi, membantu dalam menyelesaikan penulisan ini khususnya Camat yang namanya tertulis dalam tesis ini.

Akhir kata penulis berharap semoga perhatian dan bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan yang sebaik-baiknya dari Allah SWT. Penulis juga menyadari tesis ini jauh dari sempurna, walaupun demikian penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 24 Maret 2014 Penulis,


(11)

Nama : Khairunisyah Harahap Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 27 Nopember 1968

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Mengurus Rumah Tangga

Alamat : Jl. Majapahit No. 49B, Kelurahan Cendana, Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu

Nama Suami : Drs.H.Ikramsyah Putra Nasution Pekerjaan Suami : PNS (Non Guru/Dosen)

Nama Anak : 1. Muhammad Harisfauzi Nasution 2. Putri Khairani Nasution

II. KETERANGAN PENDIDIKAN

SD Negeri 3 Rantau Prapat Kabupaten Labuhan Batu, Lulus Tahun 1981; SMP Negeri 1 Rantau Prapat Kabupaten Labuhan Batu, Lulus Tahun 1984; SMA Negeri 1 Rantau Prapat Kabupaten Labuhan, Lulus Tahun 1987;

S-1 Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara Al-Munawaroh, Lulus Tahun 1992;

S-2 Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Lulus Tahun 2014.


(12)

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR ISTILAH ... ... ix

DAFTAR SINGKATAN... x

DAFTAR BAGAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Keaslian Penelitian... 11

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi ... 11

1. Kerangka Teori ... 11

2. Konsepsi ... 19

G. Metode Penelitian... 21

1. Sifat dan Jenis Penelitian ... 21

2. Sumber Penelitian ... 21

3. Teknik Pengumpulan Data... 22

4. Analisis Data ... 23

BAB II DASAR HUKUM, TUGAS DAN KEWENANGAN CAMAT SEBAGAI PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH SEMENTARA ... 24

A. Dasar Hukum Pengangkatan Camat Sebagai PPAT Sementara... 24


(13)

A. Tinjauan Umum Tentang Akta Peralihan Hak Atas Tanah .. 53

B. Prosedur dan Tata Cara Pelaksanaan Peralihan Hak Atas Tanah Yang Dibuat oleh Camat Selaku PPAT Sementara ... 55

C. Peralihan Hak Atas Tanah Tanpa Sertifikat yang Dibuat oleh Camat Selaku PPAT Sementara... 63

D. Alas Hak Penerbitan Sertipikat Terhadap Akta Yang Dibuat Oleh Camat Selaku PPAT Sementara Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat ... 82

BAB IV PENYELESAIAN MASALAH HUKUM TERHADAP PERALIHAN HAK ATAS TANAH TANPA SERTIFIKAT YANG DIBUAT OLEH CAMAT SEBAGAI PPAT SEMENTARA ... 85

A. Tata Cara dan Prosedur Hukum Pelaksanaan Peralihan Hak Atas Tanah ... 85

B. Akibat Hukum Pembuatan Akta Peralihan Hak Atas Tanah Belum/Tanpa Sertifikat oleh Camat sebagai PPAT Sementara... 92

C. Penyelesaian Hukum terhadap Peralihan Hak Atas Tanah Tanpa Sertifikat yang Dibuat oleh Camat selaku PPAT Sementara... 99

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 104

A. Kesimpulan ... 104

B. Saran... 105 DAFTAR PUSTAKA


(14)

Asas resiprositas : Asas timbal balik (pembalasan). Ini biasanya berlaku dalam hal hak dan kewjiban suatu negara terhadap negara lain.

Blanko : Formulir kosong, belum terisi

De facto : Sesuai atau menurut kenyataan apa adanya (bukti yang ada, atau sesungguhnya)

Landreform : Perombakan mengenai pemilikan dan penguasaan tanah serta hubungan – hubungan hukum yang bersangkutan dengan penguasaan tanah.

Staastblaad : Lembaran Negara

Inbreng : Pemasukan dalam perusahaan Rechshandeling : Perbuatan Hukum

Eigendom : Hak Milik atas tanah pada masa pemerintahan Belanda Protokol PPAT : Dokumen/akta tanah dalam penyimpanan PPAT Formasi : Bentuk susunan instansi


(15)

BPN : Badan Pertanahan Nasional

Jo. : Juncto(tunggal)

Menagri : Menteri Negara Agraria

No. : Nomor

Pemda : Peraturan Daerah

Perkaban : Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional PPAT : Pejabat Pembuat Akta Tanah

PPATS : Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara

PP : Peraturan Pemerintah

PPh : Pajak Penghasilan

PMA : Peraturan Menteri Agraria

PBB : Pajak Bumi dan Bangunan

Kanwil : Kantor Wilayah

Ka. BPN : Kepala Badan Pertanahan Nasional KUH Perdata : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

RT : Rukun Tetangga

RW : Rukun Warga

UUPA : Undang-Undang Pokok Agraria

UUD : Undang-Undang Dasar

UUPA : Undang-Undang Pokok Agraria

UUD : Undang-Undang Dasar

SHM : Sertpikat Hak Milik

SKGR : Surat Keterangan Ganti Rugi


(16)

(17)

Admaja, Heriandi,Peranan Camat Sebagai PPAT (Sementara) di Wilayah Kecamatan yang Dipimpinya,Aksara Jaya, Surabaya, 2006.

Ahmad, Khairuddin,PPAT Sebagai Pejabat Khusus di Bidang Pertanahan,Media Ilmu, Jakarta, 2009.

Ahmad, Mirzani,Sistem Pendaftaran Tanah Menurut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960, Citra Ilmu, Bandung, 2008.

Ali, Achmad,Mengenal Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofi dan Sosiologi),Prenada Media, Jakarta, 2005.

Ali, Musdar,Kedudukan Hukum Notaris dan PPAT Ditinjau Dari Peraturan Perundang-Undangan,Mitra Ilmu, Jakarta, 2009.

Amir, Mirwan,Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Oleh PPAT, Media Ilmu, Jakarta, 2008.

Badan Pertanahan Nasional,Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, Bumi Bakti, Jakarta, 2006.

Bachtiar, Effendi,Kumpulan Tulisan Tentang Hukum Tanah,Alumni, Bandung, 1993.

______________,Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan Pelaksanaannya, Alumni, Bandung, 2012.

Brata, Sumadi Surya,Metodologi Penelitian,Raja Grafindo Persada, Jakarta,1998. Bustamam, Sunaryo,Formasi PPAT di Indonesia,Pelita Ilmu, Jakarta, 2005. Chomzah, Ali Achmad,Hukum Agraria (Pertanahan Indonesia),Jilid 2, Prestasi

Pustaka Publisher, Jakarta, 2002.

Dariyanto, Alben,Tugas dan Kewenangan PPAT, Tinjauan Yuridis Berdasarkan PP No. 24, Tahun 1997 dan PP No. 37 Tahun 1998.Pustaka Ilmu, Jakarta, 2010. Dono, Ahmad Jiwan,Kedudukan PPAT sebagai Pejabat Pembuat Akta Otentik,

Revika Aditama, Bandung.

Eddy, Ruchiyat,Sistem Pendaftaran Tanah Sebelum dan Sesudah Berlakunya UUPA No.5 Tahun 1960, Armico Bandung.

Erwiningsih, Winahyu,Hak-Hak Atas Tanah dan Panduan Pengurusannya, Rajawali Press, Jakarta 2009.

Friedman, W.,Teori dan Filsafat Hukum dalam Buku Telaah Kasus Atas Teori-teori Hukum,Terjemahan Muhammad.

Hadi, Rusmanto,Kewenangan PPAT Berdasarkan PP No. 37 Tahun 1998,Raja Grafindo, Persada, Jakarta.

Harsono, Boedi,Hukum Agraria Indonesia(Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah), Djambatan, Jakarta, 2002.

____________,Hukum Agraria Indonesia(Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi Dan Pelaksanaannya), Jilid 1, Djambatan jakarta, 2005.


(18)

John Creswell Research Design,Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif Alih Bahasa Angkatan III dan IV,Kajian Ilmu Kepolisian (KIK)-UI Bekerjasama dengan Nur Khabibah, KIK Pres, Jakarta, 1994.

Lubis, Mhd. Yamin dan Abd. Rahim,Hukum Pendaftaran Tanah Edisi Revisi, Mandar Maju, Bandung, 2010.

Mahendra, A.ATugas dan Wewenang Jabatan PPAT Sementara,Pustaka Ilmu, Jakarta, 2001.

Parlindungan, AP,Komentar Atas UUPA, Mandar Maju, Bandung, 2008.

Perangin, Effendi,Hukum Agraria Di Indonesia, Suatu Telaah Dari Sudut Pandang Praktisi Hukum,Rajawali Press, Jakarta, 1991.

Poerwodharmo,Kamus Besar Bahasa Indonesia,Balai Pustaka,Jakarta, 1999. Ridwan, Hamzah,PPAT dan Akta Otentik,Ghalia Indonesia, Jakarta, 2007. Santoso, Urip,Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas tanah, Ed.1, cet 2, Kencana

Jakarta 2011.

Sibarani, Bachtiar,Asas-asas Pendafataran Hak Atas Tanah dan Praktek Pelaksanaannya,Pustaka Ilmu, Surabaya, 2007.

Sihombing,Irene Eka,Segi-segi Hukum Tanah Nasional dalam Pengadaan Tanah untuk Pembangunan, Universitas Trisakti, Jakarta, 2005.

_________________,Camat Sebagai PPAT dan PPAT Sementara Berdasarkan PP No.37 Tahun 1998, Universitas Trisakti Jakarta, 2010.

Soekanto, Soerdjono,Pengantar Penelitian Hukum,UI Press, Jakarta, 1984. _________________,Pengantar Penelitian Hukum,UI Press, Jakarta, 1986. Soerdjono, Irawan,Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Di Indonesia, Arloka

Surabaya, 2006.

Soeroso, R.,Pengantar Ilmu Hukum,Sinar Grafika, Jakarta, 2008.

Soetomo,Penerapan Peraturan Di Bidang Akta Pertanahan, (PPAT),Pustaka Ilmu, Jakarta, 2010.

Suandra, Wayan,Kepastian Hukum Hak Kepemilikan Atas tanah Di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2010.

Suardi,Hukum Agraria, Badan Penerbit Iblam, 2009.

Subekti, R.,Hukum pembuktian,PT. Pardyna Paramita, Jakarta, 2007.

Sudariyono, Sutarja,Pendaftaran Hak Tanggungan dan Penerbitan Sertipikatnya, Media Ilmu, Jakarta, 2007.

Sudirja, Herman,Otentisitas Akta PPAT di Bidang Pertanahan,Cakrawala Ilmu, Surabaya, 2005.

Sufiama, Andi,Surat Di Bawah Tangan Sebagai Dasar Penerbitan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah, Citra Ilmu, Jakarta, 2010.


(19)

Sukanti, Arie dan Markus Gunawan,Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan, Rajawali Press, Jakarta, 2009.

Sunggono, Bambang,Metode Penelitian Hukum,Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.

Sunindhia, Y.W. dan Ninik Widayanti, Pembaharuan Hukum Agraria (Beberapa Pemikiran), Bina Aksara, Jakarta 2010.

Sumardjono, Maria SW,Pengaturan Hak Atas Tanah Serta Bangunan,Kompas Gramedia, Jakarta, 2010.

Suryanto, Eko Imam,Tugas dan Fungsi PPAT dalam Pelaksanaan Pendaftaran Tanah,Tarsito, Bandung, 2008.

Sutedi, Adrian, Sertipikat Hak Atas Tanah, Sinar Grafika, Jakarta, 2011. Syarianto, YusufCamat Selaku Kepala Wilayah dan PPAT (Suatu Tinjauan

Historis),Refika Aditama, Bandung, 2009.

Winata, Iskandar,Peraturan Jabatan PPAT Berdasarkan PP No. 37 Tahun 1998, Rajawali Press, Jakarta, 2006.

Wiryanto, DenyPembagian Tugas dan Kewenangan Camat Sebagai PPAT Sementara sekaligus Kepala Wilayah,Tarsito, Bandung, 2004.

Wuisman, JJJ. M., Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Jilid I,Penuntun M.Hisyam, Uji Press, Jakarta, 1996.

Yamin,Muhammad,Beberapa Dimensi Filosofis Hukum Agraria, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2004.

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang No. 5 tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.1 tahun 2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah N. 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 tahun 1972 tentang pelimpahan wewenang pemberian hak atas tanah.


(20)

Selasa, 25 Pebruarai 2014.

Wawancara dengan Robert Ginting, Camat Tanah Pinem di Kabupaten Dairi, Rabu, 26 Pebruari 2014.

Wawancara dengan Joni Hutasoit, Camat Pegagan Hilir di Kabupaten Dairi, Rabu, 26 Pebruari 2014.

Wawancara dengan Kasim Kudadiri, selaku Camat/PPAT Sementara Kecamatan Sitinjo Kabupaten Dairi, di Kecamatan Sitinjo Kabupaten Dairi, Rabu, 26 Pebruari 2014.

Wawancara dengan Badriah Nasution, warga masyarakat Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas, di Medan, Rabu, 5 Pebruari 2014.

Wawancara dengan Ikramsyah Putra Nasution selaku Camat Rantau Selatan, di Kecamatan Rantau Selatan, Kabupaten Labuhan Batu, Kamis 2 Januari 2014.


(21)

perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak karena lelang hanya dapat didaftarkan, jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Namun dalam praktek Camat sebagai PPAT Sementara melakukan peralihan hak atas tanah tanpa sertipikat. Berdasarkan latarbelang tersebut ditarik suatu rumusan masalah yaitu yang pertama Apa dasar hukum Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) berwenang melakukan tindakan hukum peralihan hak atas tanah?, kedua Bagaimana pelaksanaan peralihan hak atas tanah tanpa sertipikat di hadapan Camat selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS? Danketiga Bagaimana cara menyelesaikan masalah hukum peralihan hak atas tanah tanpa sertipikat yang dibuat oleh Camat selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS)?

Untuk menjawab permasalah metode penelitian yang dipakai yaitu jenis penelitian hukum normatif (yuridis normatif) dimana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji ketentuan perundang-undangan yang berlaku mengenai pembuatan akta peralihan hak atas tanah yang belum bersertipikat yang dilakukan oleh Camat selaku PPAT Sementara di suatu daerah. Sifat dari penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis, maksudnya penelitian ini berupaya untuk memaparkan segala permasalahan yang ada dengan tujuan memperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis yang dimaksud berdasarkan gambaran fakta yang diperoleh akan dilakukan secara cermat bagaimana menjawab permasalahan yang timbul.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk melakukan pendaftaran diseluruh wilayah Indonesia pemerintah melalui Pasal 5 ayat (3) PP No. 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan PPAT mengangkat Camat sebagai PPAT sementara membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT. Camat selaku PPAT Sementara melakukan peralihan hak atas tanah berupa jual beli tanpa sertipikat dalam formulir atau blako AJB di karenakan masih belum terdaftarnya tanah-tanah di daerah tersebut sehingga disarankan agar warga masyarakat mendaftarkan terlebih dahulu tanah tersebut sebelum dilakukan peralihan hak atas tanah di hadapan PPAT atau Camat sebagai PPAT Sementara. Agar akta PPAT tersebut menjadi akta otentik sebagaimana diatur dalam Pasal 1868 KUHPerdata.

Kata kunci : Problematika, Camat PPAT Sementara, Peralihan Hak Atas Tanah, Tanpa Sertipikat


(22)

through buying-selling, exchanging, granting, income for a company, and legal action for the endorsement, except the endorsement is caused by auction, can be registered if only it can be proved by a deed written by a PPAT (official empowered to draw up land deeds) who has the authority, according to the prevailing regulations.” In practice, however, a Subdistrict head as an interim PPAT does the endorsement on land without any certificate. Based on this background, it can be drawn some problems as follows: first, whether a Subdistrict head as an interim PPAT has the authority to do legal action on land right, secondly, how about the implementation of the endorsement on land without any certificate before a Subdistrict head as an interim PPAT, and thirdly, how about the solution of this legal problem in the endorsement of land right without any certificate done by a Subdistrict head as an interim PPAT.

The research used judicial normative approach by analyzing the prevailing laws and regulations on an endorsement on land right without any certificate done by a Subdistrict head as an interim PPAT in a certain area. The nature of the research was descriptive analytic in order to carefully describe all problems to get detailed and systematic description to answer the problems.

The result of the research showed that, in order to register land rights throughout Indonesia, the government, according to Article 5, paragraph 3 of PP No. 37/1998 on the Regulation on the position of a PPAT, appoints Subdistrict heads as interim PPAT in signing PPAT certificates, on condition that there is lack of PPAT in their areas. A Subdistrict head as an interim PPAT signs a PPAT certificate on land right in the form of buying and selling without any certificate in AJB form to be filled in since the land has not been registered. Therefore, it is recommended that people should register the lands first before a PPAT or a Subdistrict head as an interim PPAT before the endorsement of the land is done so that the PPAT certificate becomes an authentic data as it is stipulated in Article 1868 of the Civil Code.

Keywords: Problems, Subdistrict Head as an Interim PPAT, Endorsement on Land Right, Non-Certificate


(23)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pasal 1 ayat (2) UUPA menyatakan bahwa seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia dari Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional. Pemanfaatan bumi, air, ruang angkasa beserta segala apa yang terkandung di dalamnya adalah ditujukan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Berdasarkan ketentuan Pasal 33 tersebut diketahui bahwa kemakmuran masyarakat yang menjadi tujuan utama dalam pemanfaatan fungsi bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

Negara Indonesia sebagai organisasi dari seluruh rakyat Indonesia, dibentuk guna mengatur dan menyelenggarakan segala kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, seluruh rakyat Indonesia melimpahkan wewenang yang dimilikinya berkenaan dengan karunia Tuhan Yang Maha Esa tersebut kepada Negara selaku Badan Penguasa yang berwenang sepenuhnya menguasai, mengatur dan menyelenggarakan berkenaan pengelolaan fungsi bumi, air dan ruang angkasa serta


(24)

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya guna terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat diberikan hak untuk menguasai tanah dalam rangka untuk mewujudkan kemakmuran rakyat, yang dikenal sebagai hak menguasai negara. Negara menguasai artinya negara sebagai badan penguasa mempunyai wewenang untuk pada tingkatan tertinggi (1) mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut; (2) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa dan (3) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

Negara selaku badan penguasa dapat mengatur bermacam-macam hak-hak atas tanah seperti yang disebutkan dalam Pasal 16 ayat (1) UUPA. Pemberian beberapa macam hak atas tanah baik kepada perorangan maupun badan hukum, disamping memberikan wewenang untuk mengelola tanah tersebut sesuai dengan hak yang dipegangnya dan sepanjang tidak bertentangan dengan pembatasan yang berlaku itu, juga membebankan kewajiban kepada pemegang hak tersebut untuk mendaftarkan hak atas tanahnya dalam rangka menuju kepastian hukum.1

Dalam pelaksanaan pembagunan nasional, kebutuhan penguasaan dan penguasaan tanah pada umumnya termasuk untuk kepentingan pembangunan sangat besar. Kegiatan pembangunan yang semakin meningkat membutuhkan tempat untuk


(25)

melaksanakan kegiatan tersebut. Hal ini berarti semakin banyak dibutuhkan kesediaannya tanah, dan karena tanah merupakan sumber daya alam yang terbatas, mengingat besarnya peranan hak-hak atas tanah, keadaan ini menyebabkan semakin meningkatnya nilai ekonomis tanah. Masalah-masalah yang berkaitan dengan tanah dari hari menunjukkan kecenderungan semakin kompleks. Hal ini dapat dimaklumi sebagai konsekuensi logis dari suatu proses pembangunan yang terus meningkat, disamping makin beragamnya berbagai kepentingan masyarakat dan berbagai sektor yang memerlukan tersedianya tanah.

Benturan-benturan kepentingan yang mengakibatkan sengketa di bidang pertanahan dalam masyarakat baik antar perorangan-perorangan dengan pemerintah maupun antar lintas sektoral akan berlangsung terus sejalan dengan frekuensi kebutuhan akan tanah. Konflik-konflik pertanahan yang sering terjadi saat ini biasanya menyangkut kepastian hukum hak atas tanah.

Hak-hak atas tanah mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia, semakin maju masyarakat, semakin padat penduduknya, akan menambah lagi pentingnya kedudukan hak-hak atas tanah itu bagi pemiliknya. Guna terciptanya kepastian hukum hak atas tanah di seluruh wilayah Indonesia, diperlukan pelaksanaan pendaftaran tanah. Pendaftaran tanah sangat penting bagi para pemegang hak atas tanah, demi terjaminya kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Ketentuan tersebut merupakan keharusan dan kewajiban pemerintah untuk mengatur dan menyelenggarakan pendaftaran tanah. Masalah


(26)

pendaftaran tanah ini telah diatur oleh pemerintah Indonesia, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (selanjutnya disebut PP) No. 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah, pada tanggal 23 Maret 1961. Namun setelah berjalan 36 tahun PP No. 10 Tahun 1961 tersebut, dipandang tidak dapat lagi sepenuhnya mendukung tercapainya hasil yang lebih nyata pada pembangunan nasional, sehingga perlu penyempurnaan2 yang kemudian diganti dengan PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran yang memberikan batasan dan ketentuan khusus mengenai pendaftaran tanah tersebut.

Digantikannya PP No. 10 Tahun 1961 menjadi PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, diharapkan di dalam pemerataan pembangunan nasional umumnya dan permasalahan pendaftaran tanah khususnya dapat terlaksana dan membuahkan hasil yang maksimal.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 7 PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, maka keluarlah PP No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Kemudian Pasal 1 ayat (1) PP No. 37 Tahun 1997 tersebut menyebutkan bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun.

Selanjutnya Pasal 5 ayat (3) huruf (a) PP No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan PPAT menyebutkan bahwa :

2 Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria (Pertanahan Indonesia), Jilid 2, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, 2002, hal 65.


(27)

“Untuk melayani masyarakat dalam pembuatan PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT atau untuk melayani golongan masyarakat tertentu, Menteri dapat menunjuk pejabat-pejabat di bawah ini sebagai Pejabat Sementara atau PPAT Khusus:

a. Camat atau Kepala Desa untuk melayani pembuatan akta di daerah yang belum cukup terdapat PPAT, sebagai PPAT Sementara.

b. Kepala Kantor Pertanahan untuk melayani pembuatan akta yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan program-program pelayanan masyarakat atau untuk melayani pembuatan akta PPAT tertentu bagi Negara sahabat berdasarkan asas resiprositas sesuai pertimbangan dari Departemen Luar Negeri, sebagai PPAT Khusus.

Dengan demikian tugas pokok PPAT dalam membantu tugas Kepala Kantor Pertanahan dalam melaksanakan pendaftaran tanah adalah melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.

Untuk keperluan pendaftaran tanah PPAT diberikan kewenangan untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan hukum sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Jabatan PPAT mengenai hak atas tanah dan Hak milik atas satuan rumah susun yang terletak dalam wilayah kerjanya. Perbuatan hukum yang dimaksud adalah sebagai berikut :

a. Jual beli; b. Tukar menukar; c. Hibah;

d. Pemasukan dalam perusahaan (inbreng); e. Pembagian hak bersama;


(28)

f. Pemberian hak guna bangunan/hak pakai atas tanah hak milik; g. Pemberian hak tanggungan;

h. Pemberian kuasa membebankan hak tanggungan.

Dalam menjalankan fungsi penting bagi masyarakat di bidang pendaftaran tanah, maka fungsi tersebut harus dilaksanakan di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. Oleh karena itu di wilayah yang belum cukup terdapat PPAT, Camat dapat diangkat sebagai PPAT Sementara dalam melaksanakan fungsi tersebut. Berdasarkan pertimbangan untuk memenuhi pelayanan kepada masyarakat di daerah-daerah terpencil, yang masyarakatnya akan merasakan kesulitan apabila harus pergi ke Kantor Kecamatan untuk melaksanakan transaksi mengenai tanahnya, maka Menteri juga dapat menunjuk Kepala Desa untuk melaksanakan tugas PPAT. Kepala Desa juga disebut sebagai PPAT sementara.3

PPAT Sementara menjalankan tugasnya sebagai PPAT berdasarkan penunjukkan yang dilakukan oleh Menteri untuk melayani pembuatan akta di daerah yang belum cukup terdapat PPAT, sedangkan PPAT Khusus adalah Kepala Kantor Pertanahan yang ditunjuk oleh Menteri (sekarang Kepala BPN) untuk melayani pembuatan akta PPAT yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan program-program pelayanan masyarakat atau untuk melayani pembuatan akta PPAT tertentu bagi Negara sahabat berdasarkan asas resiprositas sesuai pertimbangan dari Departemen Luar Negeri. Dalam menjalankan jabatannya, PPAT Sementara dan PPAT Khusus

3Heriandi Admaja,Peranan Camat Sebagai PPAT (Sementara) di Wilayah Kecamatan yang


(29)

juga tunduk pada Peraturan Jabatan PPAT berikut peraturan-peraturan pelaksanaannya.

Dalam praktek pelaksanaan jabatan Camat selaku PPAT Sementara wewenang yang dimiliki oleh Camat tersebut adalah sama dengan PPAT pada umumnya sebagaimana telah diuraikan di atas. Akan tetapi di daerah-daerah terpencil di mana Camat ditunjuk dan diangkat sebagai PPAT Sementara dalam melaksanakan tugasnya juga melakukan perbuatan hukum yang berada di luar kewenangannya selaku PPAT. Salah satu perbuatan hukum Camat yang berada di luar kewenangannya tersebut adalah melakukan pembuatan akta jual beli tanah yang belum/tanpa bersertipikat. Perbuatan hukum melakukan pembuatan akta jual beli terhadap tanah yang tidak memiliki sertipikat tersebut adalah suatu perbuatan yang berada di luar kewenangan Camat selaku PPAT Sementara sebagaimana Pasal 37 ayat (1) PP No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang berbunyi: ”Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual-beli, tukar-menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak karena lelang hanya dapat didaftarkan, jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.4

Hal ini diperkuat dengan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam Pasal 2 ayat (1) yang berbunyi :

4Boedi Harsono, 2002, Hukum Agraria Indonesia(Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum


(30)

PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.5

Jual beli atas tanah tanpa sertipikat tidak dapat dilakukan di hadapan Camat selaku PPAT Sementara, namun jual beli tanah tanpa sertipikat tersebut seharusnya dibuat oleh Notaris selaku pejabat umum sebagaimana disebutkan pada Pasal 1 ayat (1) UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yang menyebutkan Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lain-lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Dalam praktek judul akta terhadap jual beli (peralihan hak atas tanah tanpa sertipikat) tersebut lazim disebut dengan pelepasan hak dengan ganti rugi atau pengikatan jual beli tanah. Apabila Camat telah melakukan perbuatan hukum pembuatan akta jual beli (peralihan hak atas tanah) tanpa sertipikat, maka akta tersebut akan menimbulkan problematika hukum bagi para pihak yang berkepentingan terhadap akta tersebut.

Berkaitan dengan problematika produk hukum akta jual beli terhadap tanah tanpa sertipikat yang dibuat oleh Camat selaku PPAT Sementara, maka penelitian ini akan membahas lebih lanjut mengenai permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan pembuatan akta tersebut. Oleh karena itu dimaksudkan untuk memaparkan/ menggambarkan permasalahan yang terjadi dalam problematika produk hukum Camat selaku PPAT Sementara berupa akta jual beli yang dibuatnya terhadap tanah


(31)

tanpa sertipikat beserta segala aspek hukum yang timbul oleh karenanya, sekaligus membahas dan menganalisa permasalahan hukum yang timbul tersebut untuk dapat menemukan solusi yang tepat dalam menjawab permasalahan hukum tersebut. Untuk itulah penelitian ini dilakukan lebih lanjut dalam membahas problematika produk hukum Camat berupa akta jual beli tanah tanpa sertipikat beserta akibat hukum yang timbul dari problematika produk hukum tersebut.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Apa dasar hukum Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) berwenang melakukan tindakan hukum peralihan hak atas tanah? 2. Bagaimana pelaksanaan peralihan hak atas tanah tanpa sertipikat di hadapan

Camat selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS)?

3. Bagaimana cara menyelesaikan masalah hukum peralihan hak atas tanah tanpa sertipikat yang dibuat oleh Camat selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS)?

C. Tujuan Penelitian

Mengacu pada judul dan permasalahan dalam penelitian ini maka dapat dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :


(32)

1. Untuk mengetahui dasar hukum Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) berwenang melakukan tindakan hukum peralihan hak atas tanah.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan peralihan hak atas tanah tanpa sertipikat di hadapan Camat selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS).

3. Untuk mengetahui cara menyelesaikan masalah hukum peralihan hak atas tanah tanpa sertipikat yang dibuat oleh Camat selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS).

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbang saran dalam ilmu hukum pada umumnya dan hukum kenotariatan tentang masalah pertanahan khususnya mengenai peralihan hak atas tanah yang dibuat oleh Camat sebagai PPAT Sementara. Disamping itu juga dapat menjadi literatur dalam memperkaya khasanah dan kepustakaan serta perkembangan ilmu hukum kenotariatan khususnya di bidang hak atas tanah diperguruan tinggi.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada masyarakat dan Camat sebagai PPAT Sementara agar mengetahui dan memahami peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Camat sebagai


(33)

PPAT Sementara dan kewenangannya dalam membuat akta peralihan hak atas tanah, sehingga tidak menimbulkan masalah hukum dikemudian hari.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran sementara dan pemeriksaan yang telah dilakukan di perpustakaan Magister Kenotariatan Fakultas Hukum atau perpustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, sejauh yang diketahui tidak ditemukan judul yang sama dengan judul penelitian ini. Adapun penelitian yang ada kaitannya dengan masalah Peralihan hak atas tanah yang dibuat oleh Camat sebagai PPAT Sementara adalah sebagai berikut :

1. Tetty Marlina Tarigan (017011063/MKn), Tugas dan Fungsi Notaris dalam Pembuatan Akta (Kajian terhadap Pembuatan Akta Pelepasan Hak dengan Ganti Rugi atas Tanah di wilayah kerja Kantor Notaris Kota Medan).

2. Harliaminda (057011033/MKn), Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara dalam Pendaftaran Hak Atas Tanah (Studi di Kota Tebing Tinggi).

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori adalah menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi. Suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.6 Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk member arahan/petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang


(34)

diamati.7Menurut teori kepastian hukum, hukum dibentuk atau dibuat dengan tujuan untuk memenuhi rasa keadilan, kepastian dan ketertiban. Kepastian hukum bagi subjek hukum dapat diwujudkan dalam bentuk yang telah ditetapkan terhadap suatu perbuatan dan peristiwa hukum. Teori kepastian hukum adalah bentuk perlindungan hukum bagi subjek hukum dari tindakan kesewenang-wenangan pihak yang lebih dominan. Kepastian hukum bermuara pada ketertiban secara sosial. Kepastian hukum diberikan oleh Negara sebagai pencipta hukum dalam bentuk undang-undang. Pelaksanaan kepastian hukum dinyatakan dalam bentuk lembaga yudikatif yang berwenang mengadili atau menjadi wasit yang memberikan kepastian hukum bagi setiap subjek hukum.8

Sebagaimana dikutip oleh Soeroso dalam bukunya yang berjudul pengantar ilmu hukum “Apeldoorn menyatakan bahwa :

“Tujuan hukum adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil, dan untuk mencapai kedamaian hukum harus diciptakan masyarakat yang adil dengan mengadakan penyatuan antara kepentingan yang bertentangan satu sama lain, dan setiap orang harus memperoleh hak-haknya sesuai hukum yang berlaku secara pasti dalam mewujudkan keadilan”.9

Menurut W. Friedman, suatu Undang-undang harus memberikan kepastian hukum yang sama kepada semua pihak walaupun terdapat perbedaan-perbedaan diantara pribadi-pribadi tersebut.10 Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah

7 JJJ. M. Wuisman, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Jilid I, Penuntun M.Hisyam, Uji Press, Jakarta, 1996, hal 93.

8Achmad Ali,Mengenal Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofi dan Sosiologi),Prenada Media, Jakarta, 2005, hal 85.

9R. Soeroso,Pengantar Ilmu Hukum,Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal 57.

10 W. Friedman, Teori dan Filsafat Hukum dalam Buku Telaah Kasusu atas Teori-teori


(35)

teori kepastian hukum. Kepastian hukum sebagai landasan yuridis pelaksanaan tugas Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Sementara (PPATS) terhadap warga masyarakat yang menggunakan jasanya dalam pembuatan akta peralihan hak atas tanah yang belum bersertipikat. Pengaturan dan pertanggung jawaban hukum peralihan hak atas tanah yang dilakukan oleh Camat sebagai PPAT Sementara dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia diatur dalam PP No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Pasal 5 ayat (3) huruf (a) PP No. 37 Tahun 1998 tersebut menyebutkan bahwa :

“Untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT atau untuk melayani golongan masyarakat tertentu, Menteri dapat menunjuk pejabat-pejabat di bawah ini sebagai pejabat sementara atau PPAT khusus :

a. Camat atau Kepala Desa untuk melayani pembuatan akta di daerah yang belum cukup terdapat PPAT, sebagai PPAT Sementara.

b. Kepala Kantor Pertanahan untuk melayani pembuatan akta yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan program-program pelayanan masyarakat atau untuk melayani pembuatan akta PPAT tertentu bagi Negara sahabat berdasarkan asas resiprositas sesuai pertimbangan dari Departemen Luar Negeri, sebagai PPAT khusus”.

Demikian Pasal 1 ayat (1), (2), dan (3) PP No. 37 Tahun 1998 tersebut maka dikenal 3 jenis PPAT yaitu :

a. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun.

b. Camat selaku PPAT Sementara, adalah Pejabat Pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT.


(36)

c. Pejabat Pembuat Akta Tanah dengan wewenang khusus, adalah Pejabat Badan Pertanahan Nasional yang ditunjuk karena jabatannya untuk melakukan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT tertentu khusus dalam rangka pelaksanaan program atau tugas pemerintah tertentu.

Secara teori struktur mengenai keterkaitan pendaftaran tanah dengan jabatan PPAT Sementara dalam melaksanakan pembuatan akta otentik PPAT mapun akta pelepasan hak atas tanah yang tidak bersertipikat berdasarkan PP No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan PP No. 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan PPAT, dapat digambarkan sebagai berikut :

Bagan 1. Dasar Hukum Camat sebagai PPAT Sementara

PP No. 24 / 1997 Tentang Pendaftaran Tanah

PP No. 37/1998 tentang Peraturan Jabatan PPAT

PMA/Ka.BPN 1/2/2006

Peranan Camat Sebagai Pembuat Akta Tanah Sementara Dalam Pelaksanaan Pendaftaran Tanah PP

No. 37/1998 Pasal 5 ayat (3)

Berperan Tidak Berperan

Masyarakat mempunyai kepastian hukum dalam masalah kepemilikan tanah

UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemda


(37)

Pengertian peralihan hak atas tanah, sebagaimana dalam bukunya yang berjudul Segi-segi Hukum Tanah Nasional dalam Pengadaan Tanah untuk Pembangunan “Erene Eka Sihombing” menyebutkan bahwa :

“Peralihan hak atas tanah adalah beralihnya atau berpindahnya hak kepemilikan sebidang tanah atau beberapa bidang tanah dari pemilk semula kepada pemilik yang baru karena sesuatu atau perbuatan hukum tertentu. Perbuatan hukum pemindahan hak bertujuan untyuk memindahkan hak atas tanah kepada pihak lain untuk selama-lamanya (dalam hal ini subyek hukumnya memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah).11

Tugas pokok PPAT menurut Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan PPAT menyebutkan bahwa

“PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukan perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum tertentu”.

Perbuatan hukum yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) PP No. 37 Tahun 1998 tersebut di atas adalah :

a. Jual beli; b. Tukar menukar; c. Hibah;

d. Pemasukan ke dalam perusahaan(inbreng); e. Pembagian hak bersama;

f. Pemberian Hak Guna Bangunan (HGB)/Hak Pakai atas tanah Hak Milik g. Pemberian Hak Tanggungan;

11 Irene Eka Sihombing, Segi-segi Hukum Tanah Nasional dalam Pengadaan Tanah untuk


(38)

h. Pemberian Kuasa Membebankan Hak Tanggungan.

Dalam Pasal 39 PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) memiliki larangan-larangan untuk membuat dan menerbitkan akta peralihan hak atas tanah, yaitu bagi tanah yang belum jelas status haknya. Dengan kata lain, PPAT harus menolak pembuatan dan penerbitan akta peralihan hak atas tanah yaitu :

a. Mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar kepadanya tidak disampaikan sertipikat asli hak yang bersangkutan atau sertipikat yang diserahkan tidak sesuai dengan daftar-daftar yang ada di kantor pertanahan.

b. Mengenai bidang tanah yang belum terdaftar kepadanya tidak disampaikan : 1) Surat bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) atau surat

keterangan Lurah/Kepala Desa yang menyatakan bahwa yang bersangkutan menguasai bidang tanah tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2).

2) Surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang bersangkutan belum bersertipikat dari kantor Pertanahan atau untuk tanah yang terletak di daerah yang jauh dari kedudukan Kantor Pertanahan dari pemegang hak yang bersangkutan bersangkutan dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan. 3) Salah satu atau para pihak yang akan melakukan perbuatan hukum yang

bersangkutan atau salah satu saksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 PP No. 24 tahun 1997 tidak berhak atau tidak memenuhi syarat untuk bertindak demikian.


(39)

4) Salah satu pihak atau para pihak bertindak atas dasar surat kuasa mutlak yang pada hakikatnya berisikan perbuatan hukum pemindahan hak.

5) Untuk perbuatan hukum yang akan dilakukan belum memperoleh izin pejabat atau instansi yang berwenang, apabila izin tersebut diperlukan menurut perundang-undangan yang berlaku.

6) Obyek perbuatan hukum yang bersangkutan sedang dalam sengketa mengenai data fisik dan data yuridisnya.

7) Tidak dipenuhi syarat lain atau dilanggar larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.

Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria menyebutkan bahwa :“Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah”.

Pasal 19 ayat (1) tersebut diketahui bahwa pendaftaran tanah sangat penting untuk menjamin kepastian hukum hak atas tanah, oleh karena itu pendaftaran tanah harus diselenggarakan diseluruh wilayah Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan kekurangan PPAT, maka suatu kecamatan yang belum diangkat seorang PPAT, Camat yang ada pada kecamatan itu karena jabatannya menjadi PPAT Sementara. Sebagai PPAT Sementara, camat mempunyai tugas dan kewajiban yang sama dengan PPAT.

Hubungan antara Camat dengan pendaftaran tanah terjadi karena perintah dari Pasal 5 ayat (3) huruf (a) PP No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan PPAT


(40)

yang menyebutkan Camat atau Kepala Desa untuk melayani pembuatan akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT, sebagai PPAT Sementara. Jika untuk kecamatan itu telah diangkat seorang PPAT, maka Camat yang bersangkutan tetap menjadi PPAT Sementara, sampai ia berhenti menjadi Camat dari kecamatan itu. Penggantinya tidak lagi menjabat sebagai PPAT.12

Melihat betapa pentingnya Pendaftaran Tanah agar terciptanya kepastian hukum hak atas tanah, maka pendaftaran tanah harus diselenggarakan, untuk itu perangkat dan pejabat di daerah juga harus tersedia lengkap terutama seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Jika suatu daerah tidak tersedia PPAT, untuk dapat memenuhi kebutuhan kekurangan PPAT, suatu kecamatan yang belum diangkat seorang PPAT, Menteri dapat menunjuk Camat yang ada pada kecamatan itu menjadi PPAT Sementara, dengan ketentuan Camat tersebut harus mengajukan permohonan untuk itu.

Adapun tugas dan kewajiban PPAT Sementara tersebut sama dengan PPAT Notaris. Dengan kata lain, apabila seorang Camat ingin mengajukan untuk menjadi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Sementara, maka persyaratannya juga harus sama dengan persyaratan seorang PPAT Notaris atau harus sesuai dengan apa yang diatur dalam Peraturan Pemerintah. Sebaliknya apabila suatu daerah formasi jumlah PPAT telah mencukupi,maka Menteri harus menolak permohonan tersebut.13

12Effendi Perangin,Hukum Agraria Di Indonesia, Suatu Telaah Dari Sudut Pandang Praktisi

Hukum,Rajawali Press, Jakarta, 1991, hal 4.


(41)

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsepsi dalam penelitian ini adalah untuk menghubungkan teori dan observasi antara abstrak dan kenyataan. Dengan demikian konsepsi dapat diartikan pula sebagai sarana untuk mengetahui gambaran umum pokok penelitian yang akan dibahas sebelum memulai penelitian (observasi) masalah yang akan diteliti.14 Konsep diartikan pula sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dalam hal-hal yang khusus yang disebut dengan defenisi operasional.15

Soerjono Soekanto berpendapat kerangka konsepsi pada hakekatnya merupakan suatu pengarah atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis yang seringkali bersifat abstrak, sehingga diperlukan defenisi operasional yang menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian.16Pentingnya defenisi operasional bertujuan untuk menghindari perbedaan salah pengertian atau penafsiran oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini, harus dibuat seberapa defenisi konsep dasar sebagai acuan agar penelitian ini sesuai dengan yang diharapkan yaitu: a. Problematika adalah suatu permasalahan dibidang hukum mengenai akta

peralihan hak atas tanah yang belum/tanpa bersertipikat yang dikeluarkan oleh Camat sebagai PPAT Sementara.

14 John Creswell Research Design, Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif Alih Bahasa

Angkatan III dan IV,Kajian Ilmu Kepolisian (KIK)-UI Bekerjasama dengan Nur Khabibah, KIK Pres, Jakarta, 1994, hal 79.

15Sumadi Surya Brata,Metodologi Penelitian,Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal 28. 16Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum,UI Press, Jakarta, 1984, hal 133.


(42)

b. Produk hukum adalah akta peralihan hak atas tanah yang belum/tanpa bersertipikat yang dikeluarkan oleh Camat sebagai PPAT Sementara.

c. Camat sebagai PPAT Sementara adalah Camat sebagai Kepala Wilayah Kecamatan yang juga mempunyai kewenangan, sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) yang diangkat oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) berdasarkan peraturan perundang-undangan tentang PPAT sebagaimana yang termuat dalam PP No. 37 Tahun 1998jo.PMA/ Ka. BPN No. 1 Tahun 2006. d. Hak atas tanah adalah hak yang memberi kewenangan untuk mempergunakan

tanah yang bersangkutan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku. e. Tanah tidak bersertipikat adalah tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dan

dipergunakan oleh pihak-pihak yang menguasai tanah tersebut, secara defactodan memiliki alas hak berupa surat keterangan dari pihak yang berwenang.

f. Sertipikat Hak Milik (SHM) adalah tanda bukti kepemilikan atas tanah yang terkuat dan terpenuhi yang dapat dimiliki orang atas tanah dan memberi kewenangan untuk menggunakannya bagi segala macam keperluan selama waktu yang tidak terbatas.

g. Akta peralihan hak dengan ganti rugi adalah suatu akta yang dikeluarkan oleh Camat selaku PPAT Sementara, sebagai tanda bukti telah terjadi peralihan hak atas tanah yang belum bersertipikat dengan sejumlah uang sebagai ganti ruginya. h. Kewenangan Camat adalah suatu kewenangan yang diberikan kepada Camat oleh


(43)

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang pertanahan, dalam rangka membantu Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam hal melakukan pendataan dan pendaftaran tanah di wilayahnya (apabila diwilayah tersebut tidak ada PPAT).

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif (yuridis normatif) dimana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji ketentuan perundang-undangan yang berlaku mengenai pembuatan akta peralihan hak atas tanah yang belum bersertipikat yang dilakukan oleh Camat selaku PPAT Sementara di suatu daerah. Sifat dari penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis, maksudnya penelitian ini berupaya untuk memaparkan segala permasalahan yang ada dengan tujuan memperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis yang dimaksud berdasarkan gambaran fakta yang diperoleh akan dilakukan secara cermat bagaimana menjawab permasalahan yang timbul.

2. Sumber Penelitian

Bahan dari penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan data-data yang dibutuhkan verkaitan dengan penelitian ini dengan cara studi dokumen terhadap bahan kepustakaan yang terdiri dari :

a. Bahan hukum primer yang berupa norma/peraturan dasar dan peraturanh perundang-undangan. Dalam penelitian ini bahan hukum primer adalah Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960, PP No. 24 tahun 1997 tentang


(44)

pendaftaran tanah, PP No. 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 1 tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 37 tahun 1998 dan peraturan pelaksana lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas Camat sebagai PPAT Sementara.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang berupa buku, hasil-hasil penelitian dan atau karya ilmiah hukum tentang hukum pertanahan pada umumnya dan peralihan hak atas tanah pada khususnya.

c. Bahan hukum tertier yaitu bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, Ensiklopedia, kamus umum dan sebagainya.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data (bahan hukum) dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (library research). Alat pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan studi dokumen untuk memperoleh data dengan membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisa data primer, sekunder maupun tertier yang berkaitan dengan penelitian ini. Disamping itu dalam penelitian ini juga dilakukan wawancara langsung terhadap 5 (lima) orang Camat selaku PPAT Sementara untuk meminta pendapat yang berkaitan dengan pembuatan akta peralihan hak atas tanah yang dilakukan oleh Camat selaku PPAT Sementara di wilayahnya masing-masing.


(45)

4. Analisa Data

Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola kategori dan satuan urutan dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesa yang disarankan oleh data. Di dalam penelitian hukum normatif.17Maka analisis pada hakekatnya berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan hukum tertulis. Sistematis berarti membuat klasifikasi terhadap hukum tertulis primer, sekunder, maupun tertier, untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.

Dalam penelitian ini bahan-bahan hukum tertulis yaitu peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hukum pertanahan dan peralihan hak atas tanah baik dengan jual beli maupun dengan pelepasan hak dengan ganti rugi tersebut dijadikan sebagai pedoman untuk menghasilkan jawaban yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Semua data yang diperoleh tersebut diatas dianalisa secarakualitatif dan penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan metode logikadeduktif, yaitu penarikan kesimpulan diawali dari hal-hal yang bersifat umum (kaidah hukum yang terdapat dalam UUPA No. 5 Tahun 1960, PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, PP No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan PPAT), menuju hal-hal yang bersifat khusus (pembuatan akta peralihan hak atas tanah oleh Camat selaku PPAT Sementara di suatu wilayah yang dipimpinnya).

17Bambang Sunggono,Metode Penelitian Hukum,Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal 106.


(46)

BAB II

DASAR HUKUM CAMAT SEBAGAI PPAT SEMENTARA BERWENANG MELAKUKAN TINDAKAN HUKUM PERALIHAN HAK ATAS TANAH A. Dasar Hukum Pengangkatan Camat Sebagai PPAT Sementara

Pengertian Camat ini dapat dilihat dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, yaitu Pegawai Pamong Praja yang mengepalai Kecamatan.18Camat sebagai salah satu organ pemerintahan dalam sistem pemerintahan Indonesia. Pada zaman penjajahan hingga pasca kemerdekaan menempati posisi strategis. Camat mengurus hampir semua urusan pemerintahan yang di wilayah administratifnya. Perubahan politik desentralisasi di Indonesia merubah posisi Camat dan kecamatan sebagai wilayah administratif.

Dalam Sejarahnya pada masa Pemerintah Belanda tahun 1870, Kantor Kecamatan dikenal dengan nama Onderan pada masa itu “Camat” disebut “Asistene Wedana”. Sejak tanggal 7 Maret 1942 Onderan beralih di bawah pemerintahan Jepang sampai pada Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945, dan kembali di bawah Pemerintahan Indonesia sejak tahun 1946. Kemudian pada tahun 1974 di keluarkan suatu peraturan daerah dengan UU No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, dimana “Setiap wilayah dipimpin oleh seorang Kepala Wilayah 1”, untuk wilayah Kecamatan Camat. Kepala wilayah sebagai wakil pemerintah adalah penguasa tunggal di bidang pemerintahan dalam wilayahnya dalam arti memimpin pemerintahan, mengkoordinasikan pembangunan dan membina kehidupan masyarakat di segala bidang.


(47)

Demikian mantan Camat Marbau Kabupaten Labuhan Batu (tahun 1972-1975) Lahmuddin Harahap mengatakan bahwa :

”Camat sebelum kemerdekaan Indonesia bernama onder distrik hof(kepala onder distrik). Setelah kemerdekaan Republik Indonesia 1945 sampai dengan tahun 1974 nama Camat sebagai onder distrik hof digantikan dengan nama Asisten Wedana. Pada tahun 1974 lahirlah Undang-undang No. 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Di Daerah”.

Selanjutnya pada tahun 1998 dikeluarkan peraturan pelaksana Undang-undang pemerintah daerah tersebut dengan PP No. 19 Tahun 1998 Tentang Kecamatan, bahwa "Camat atau sebutan lain adalah pemimpin dan koordinator penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kerja kecamatan yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan kewenangan pemerintahan dari Bupati/Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah, dan menyelenggarakan tugas umum pemerintahan".

Camat diangkat oleh bupati/walikota atas usul sekretaris daerah kabupaten/kota dari pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dalam rangka menyesuaikan peran kecamatan dan kelurahan sebagai perangkat daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan peningkatan pelayanan masyarakat kemudian pada tahun 1999 diterbitkanlah Undang-undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Peraturan Daerah, di mana sebelumnya bernama Kantor Kecamatan diubah menjadi Kantor Camat, dan Camat tidak lagi menjadi Kepala Wilayah melainkan sebagi Perangkat Daerah Kabupaten yang bertanggungjawab kepada


(48)

Bupati dan membantu Bupati dalam penyelenggaraan pemerintahan dan peningkatan pelayanan umum.

Pada masa UU No. Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Di Daerah, Camat sebagai kepala wilayah mempunyai kewenangan atributif sebagaimana diatur di dalam Pasal 80 dan Pasal 81 Undang-undang tersebut. Kepada setiap orang yang telah dilantik sebagai kepala wilayah, maka pada dirinya secara otomatis telah melekat kewenangan yang diatur di dalam pasal tersebut. Sedangkan menurut Pasal 66 ayat (4) UU No. 22 Tahun 1999, kewenangan Camat bersifat delegatif, artinya Camat baru memiliki kewenangan apabila ada tindakan aktif dari Bupati/Walikota melimpahkan sebagian kewenangan pemerintahan kepadanya.

Di dalam Pasal 66 Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa Camat adalah Kepala Kecamatan yang menerima pelimpahan sebagian kewenangan pemerintah dari Bupati atau Walikota. Dalam melaksanakan kewenangannya, Camat bertanggungjawab kepada Bupati atau Walikota.

Selain sebagai seorang kepala kecamatan, Camat juga berfungsi sebagai PPAT Sementara. Kedudukan Camat sebagai PPAT Sementara adalah sama dengan kedudukan PPAT, yaitu sebagai pejabat umum. Hanya saja kedudukan Camat adalah sebagai PPAT Sementara yang diangkat karena jabatannya sebagai kepala kecamatan untuk mengisi kekurangan PPAT di kecamatannya pada Kabupaten/Kotamadya yang masih terdapat kekurangan formasi PPAT. Apabila untuk Kabupaten/Kotamadya


(49)

tersebut PPAT sudah terpenuhi, maka Camat yang bersangkutan tetap menjadi PPAT Sementara, sampai ia berhenti menjadi kepala kecamatan dari kecamatan itu.

Adapun kaitan Camat berwenang membuat akta peralihan hak atas tanah di dasarkan pada Pasal 19 ayat (1) UUPA No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang menyebutkan bahwa : “Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.” Namun sebelum diterbitkannya peraturan yang dimaksud tersebut melalui Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 1972 Tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak Atas Tanah, Kepala Kecamatan (Camat) dalam kedudukannya dan fungsinya sebagai wakil pemerintah diberi kewenangan untuk memberi atau pembukaan hak atas tanah.

Demikian setelah diterbitkannya peraturan yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA dengan PP No. 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah, Camat (pegawai pamongpraja) juga diberi kewenangan membuat akta peralihan hak atas tanah dengan sebutan sebagai penjabat sebagaimana diuraikan dalam Pasal 19 PP No. 10 Tahun 1961 yaitu “Setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan sesuatu hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjam uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan, harus dibuktikan dengan suatu akte yang dibuat oleh dan di hadapan penjabat yang ditunjuk oleh Menteri Agraria (selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini disebut : penjabat). Dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria No. 10 Tahun 1961 Tentang Penunjukan Pejabat Yang


(50)

Dimaksud Dalam Pasal 19 PP No. 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah Serta Hak Dan Kewajibannya, Penjabat yang dimaksud adalah :

1. Notaris;

2. Pegawai dan bekas pegawai dalam lingkungan departemen agraria;

3. Para pegawai pamongpraja yang pernah melakukan tugas seorang pejabat; 4. Orang yang telah lulus dalam ujian yang diadakan oleh Menteri Agraria.

Melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 1972 Tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak Atas tanah, Camat diberikan kewenangan khusus di bidang pertanahan untuk membuat keputusan izin membuka tanah, namun dalam pemberian ijin membuka tanah tersebut para Camat kurang memperhatikan segi-segi kelestarian lingkungan hidup dan tata guna tanahnya dan tidak jarang dijumpai ijin membuka tanah yang tumpang tindih dengan tanah kawasan hutan yang akhirnya dapat menimbulkan hal-hal yang mengakibatkan terganggunya kelestarian tanah dan sumber-sumber air, maka Menteri Dalam Negeri mencabut kembali kewenangan Camat tersebut dengan suratnya No. 593/5707 tanggal 22 Mei 1984. Surat Menteri Dalam Negeri tersebut juga ditindaklanjuti oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara dengan No.593/15634 Tanggal 27 Juni 1984.

Demikian halnya dengan PP No. 10 tahun 1961 tentang pendaftaran tanah, setelah berjasa memberikan landasan hukum bagi pendaftaran tanah di Indonesia dalam kurun waktu 36 tahun, disamping kurang mengadopsi ke akurasian pelaksanaan (mulai dari proses awal sampai pendokumentasian dan penyimpanan data pendaftaran), juga tidak lagi dianggap memberikan kepastian hukum dan


(51)

kepastian hak sesuai tuntutan masyarakat dan dinamika perkembangan zaman,19 sehingga diterbitkannyalah PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Dalam Pasal 7 ayat (2) PP No. 24 tahun1997 tersebut menyebutkan bahwa : “Untuk desa-desa dalam wilayah yang terpencil Menteri dapat menunjuk PPAT Sementara. Sedangkan Peraturan Jabatan PPAT sebagaimana disebutkan dalam Pasal 7 ayat (3) PP No. 24 Tahun 1997 yaitu PP No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Melalui Pasal 5 ayat (3) PP No. 37 Tahun 1998 tersebut, Camat mempunyai kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas satuan Rumah Susun di daerah yang belum cukup terdapat PPAT sebagai PPAT Sementara.

Camat sebagai PPAT Sementara, keberadaannya didasarkan pada wilayah kerja di Kecamatan karena jabatannya dimana yang bersangkutan berkedudukan sebagai kepala wilayah sebagaimana diuraikan dalam UU No. 5 Tahun 1974 Tentang Pemerintahan Daerah. Namun dengan berkembangnya keadaan sosial masyarakat serta peraturan perundang-undangan yang mengaturnya maka dengan Undang-undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, pengertian Camat bukanlah kepala wilayah melainkan sebagai perangkat daerah di wilayah/pemangku wilayah sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah daerah.20

19

Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim, Hukum Pendaftaran Tanah Edisi Revisi, Mandar Maju, Bandung, hal. 14.

20 Suharjono, Camat Selaku Kepala Wilayah dan PPAT Sementara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2009, hal 33.


(52)

Demikian Yusuf Syarianto mengatakan bahwa :

“Apabila Camat telah dilantik menjadi Kepala Wilayah Kecamatan maka Camat tersebut juga dilantik menjadi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Artinya Camat yang juga merangkap sebagai PPAT yang pada saat itu wilayah kerjanya adalah wilayah kecamatannya itu sendiri. Camat selaku PPAT pada saat itu tidak dibenarkan membuat akta diluar wilayah kecamatan yang dipimpinnya. Beda dengan peraturan sekarang pada saat Camat dilantik menjadi Kepala Wilayah Kecamatan maka Camat tersebut tidak serta merta menjadi Pejabat Pembuat Akta Tanah. Camat yang telah dilantik sebagai kepala wilayah tersebut untuk dapat diangkat menjadi PPAT maupun PPAT Sementara harus terlebih dahulu mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi tempat dimana camat tersebut menjadi Kepala Wilayah Kecamatan.Apabila permohonan untuk menjadi PPAT ataupun PPAT Sementara diterima oleh Kantor Badan Wilayah Pertanahan Nasional maka barulah Camat tersebut dapat dilantik menjadi PPAT maupun PPAT Sementara. Jangka waktu pengajuan permohonan Camat selaku PPAT maupun PPAT Sementara dengan proses pelantikannya sebagai PPAT maupun PPAT Sementara minimal 5 bulan setelah permohonan sebagai PPAT maupun PPAT Sementara tersebut disetujui oleh Kantor Wilayah Badan Pertanahan Propinsi.21

Sehingga dalam melaksanakan pembuatan akta yang menguatkan perbuatan hukum peralihan atas tanah, maka Camat terlebih dahulu diangkat sebagai PPAT-Sementara, sedang terhadap tanah yang berstatus tanah negara, tidak ada kewenangan Camat baik selaku perangkat daerah maupun selaku PPAT untuk membuatkan aktanya.

Dasar hukum pengangkatan Camat sebagai PPAT Sementara dapat dilihat dalam Pasal 5 ayat (3) PP No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan PPAT, yang menyebutkan bahwa :“Untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT, atau untuk melayani golongan masyarakat tertentu dalam pembuatan akta PPAT tertentu. Menteri dapat menunjuk

pejabat-21 Yusuf Syarianto, Camat Selaku Kepala Wilayah dan PPAT (Suatu Tinjauan Historis), Refika Aditama, Bandung, 2009, hal 29.


(53)

pejabat di bawah ini sebagai PPAT Sementara atau PPAT Khusus, Camat atau Kepala Desa untuk melayani pembuatan akta di daerah yang belum cukup terdapat PPAT sebagai PPAT Sementara”.22

Pasal 18 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria/Ka. BPN No. 1 Tahun 2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah menyebutkan bahwa dalam hal tertentu Kepala Badan Pertanahan dapat menunjuk Camat dan/atau Kepala Desa karena jabatannya sebagai PPAT Sementara.

Jadi PPAT Sementara adalah Camat yang ditunjuk dan diangkat sebagai pejabat yang berwenang membuat akta otentik di bidang pertanahan oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi. Penunjukkan Camat selaku PPAT Sementara adalah untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta di daerah yang belum cukup terdapat PPAT.23 Yang dimaksud dengan daerah yang belum cukup terdapat PPAT adalah daerah yang jumlah PPAT belum memenuhi jumlah formasi yang ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan Pasal 14 PP No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Formasi PPAT ditetapkan oleh Menteri untuk setiap daerah kerja PPAT dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut :

a. Jumlah kecamatan di daerah yang bersangkutan;

22

A.A Mahendra, Tugas dan Wewenang Jabatan PPAT Sementara, Pustaka Ilmu, Jakarta, 2001, hal 7.

23Badan Pertanahan Nasional,Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, Bumi Bakti, Jakarta, 2006, hal 10.


(54)

b. Tingkat perkembangan ekonomi daerah yang bersangkutan;

c. Jumlah bidang tanah yang sudah disertipikat di daerah yang bersangkutan;

d. Frekuensi peralihan hak di daerah yang bersangkutan dan prognosa mengenai pertumbuhannya;

e. Jumlah rata-rata akan PPAT yang dibuat di daerah kerja yang bersangkutan. Formasi PPAT ditetapkan secara pariodik dan dintinjau kembali apabila terjadi perubahan pada faktor-faktor penentu tersebut di atas, dan apabila formasi PPAT untuk suatu daerah kerja PPAT sudah terpenuhi, maka Menteri menetapkan wilayah tersebut tertutup untuk pengangkatan PPAT.24

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa PPAT Sementara adalah pejabat Pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT. PPAT Khusus adalah pejabat Badan Pertanahan Nasional yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakantugas PPAT dengan membuay akta PPAT tertentu khusus dalam rangka pelaksanaan program atau tugas Pemerintah tertentu.

Akta PPAT adalah akta yang dibuat oleh PPAT sebagai bukti telah dilaksanakan perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau atas Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. Protokol PPAT adalah kumpulan dokumen yang harus

24 Soetomo, Penerapan Peraturan Di Bidang Akta Pertanahan, (PPAT), Pustaka Ilmu, Jakarta, 2010, hal 19.


(55)

disimpan dan dipelihara oleh PPAT yang terdiri dari daftar akta, asli akta, warkah pendukung akta, arsip laporan, agenda dan surat-surat lainnya.25

Menurut Pasal 1 ayat (24) PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah yang dimaksud dengan PPAT adalah Pejabat Umum yang diberi wewenang untuk membuat akta-akta tanah tertentu, yaitu akta daripada perjanjian-perjanjian yang dimaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan suatu hak atas tanah sebagaimana diatur dalam peraturan pendaftaran tanah sebelumnya yaitu Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1961.

Dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 ditetapkan, bahwa PPAT diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Negara Agraria/Kepala BPN. Menurut Pasal 6 PP No. 37 Tahun 1998, mengatur tentang syarat-syarat pengangkatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagai berikut:

1. Kewarganegaraan Indonesia;

2. Berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun;

3. Berkelakuan baik yang dinyatakan dengan surat keterangan 4. Yang dibuat oleh instansi kepolisian setempat

5. Belum pernah dihukum penjara karena melakukan kejahatan 6. Berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh 7. Kekuatan hukum tetap

8. Sehat jasmani dan rohani

9. Lulus program spesialis notariat atau program khusus PPAT 10. Yang diselenggarakan lembaga pendidikan tinggi

11. Lulus ujian yang diselenggarakan oleh Kantor Menteri Negara Agraria/Badan Pertanahan Nasional

Dengan adanya persyaratan dari Pasal 6 ini, maka sudah jelas siapa yang dapat diangkat sebagai PPAT, yaitu telah mendapat pendidikan khusus spesialis

25Mirwan Amir,Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Oleh PPAT,Media Ilmu, Jakarta, 2008, hal 36.


(56)

notariat atau program pendidikan tinggi disamping harus pula lulus dari ujian yang diadakan oleh Kantor Menteri Negara Agraria/Kantor Pertanahan Nasional. Dengan demikian kemungkinan diangkat sebagai PPAT tanpa ujian ataupun yang belum pernah mendapatkan pendidikan khusus tentang PPAT tidak akan mungkin. Kalaupun ada PPAT Sementara Camat atau Kepala Desa maka tentunya pemerintah perlu mengatur dengan suatu Peraturan Menteri atas dispensasi tersebut.

Pasal 18 ayat (1) Peraturan Kepala BPN No. 1 Tahun 2006 menyebutkan bahwa dalam hal tertentu Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dapat menunjuk Camat dan atau Kepala Desa karena jabatannya sebagai PPAT Sementara. Penujukkan Camat sebagai PPAT Sementara dilakukan di daerah kabupaten kota sebagai wilayah kerjanya yang masih tersedia formasi PPAT, dimana keputusan penunjukkan camat sebagai PPAT Sementara tersebut ditetapkan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional yang dapat didelegasikan kepada Kepala Kantor Wilayah, dimana keputusan penunjukkannya ditandataangani oleh Kepala Kantor Wilayah atas nama Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.26

Berdasarkan penjelasan Pasal 5 Peraturan Menteri Agraria No. 10 tahun 1961, bahwa apabila untuk sesuatu Kecamatan belum ditunjuk seorang Pejabat secara khusus, maka Camat karena jabatannya menjadi Pejabat pembuat Akta Tanah. Artinya tanpa memerlukan surat keputusan dari menteri Pertanian dan Agraria. Maka dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan PPAT Sementara itu adalah Kepala

26Musdar Ali, Kedudukan Hukum Notaris dan PPAT Ditinjau Dari Peraturan


(1)

105

3. Penyelesaian hukum terhadap peralihan hak atas tanah tanpa sertipikat yang dibuat oleh Camat selaku PPAT Sementara yaitu tanah tersebut harus terlebih dahulu didaftarkan ke kantor pertanahan setempat dengan membawa bukti alas hak kepemilikan/hak menguasai atas tanah agar proses hukum peralihan hak atas tanah tersebut dapat dilakukan di hadapan Camat sebagai PPAT Sementara untuk proses balik nama oleh Kantor Pertanahan setempat. Apabila telah terjadi proses peralihan hak atas tanah tanpa sertipikat tersebut di hadapan Camat selaku PPAT Sementara maka akta peralihan tersebut hanya sebagai akta di bawah tangan bukan sebagi akta otentik, meskipun dibuat di hadapan PPAT Sementara.

B. Saran

1. Untuk memperlancar proses pelaksanaan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia, Camat selain berkedudukan sebagai kepala wilayah juga sebagai PPAT sementara sebaiknya melakukan tugas dan wewenangnya berpegang dan berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku khususnya di bidang pertanahan diantaranya adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, PP No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan PPAT dan Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun 2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan


(2)

106

Pemerintah No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

2. Akta peralihan tanah yang dibuat Camat PPAT Sementara tanpa sertipikat menjadikan akta peralihan tersebut menjadi akta di bawah tangan, karena tidak memenuhi syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1868 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya, oleh karena itu disarankan kepada pembuat peraturan perundang-undangan agar mempertegas peraturan tentang pembuat akta peralihan tanah oleh PPAT/PPAT Sementara bagi tanah yang belum bersertipikat.

3. Apabila telah terjadi proses peralihan hak atas tanah tanpa sertipikat di hadapan Camat selaku PPAT Sementara, maka agar perbuatan hukum tersebut menjadi akta otentik sebaiknya kepada masyarakat agar terlebih dahulu mendaftarkan alas hak kepemilikan/menguasai atas tanah tersebut ke Kantor Pertanahan setempat untuk selanjutnya dilakukan peralihan hak atas tanah tersebut di hadapan Camat selaku PPAT Sementara agar balik namanya dapat diproses oleh kantor pertanahan sesuai dengan Pasal 37 dan Pasal 39 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran tanah.


(3)

DAFTAR PUSTAKA A. BUKU-BUKU

Adjie, Habib,Percikan Pemikiran Tentang Jabatan dan Akta PPAT,Revika Aditama, Bandung, 2009.

Admaja, Heriandi,Peranan Camat Sebagai PPAT (Sementara) di Wilayah Kecamatan yang Dipimpinya,Aksara Jaya, Surabaya, 2006.

Ahmad, Khairuddin,PPAT Sebagai Pejabat Khusus di Bidang Pertanahan,Media Ilmu, Jakarta, 2009.

Ahmad, Mirzani,Sistem Pendaftaran Tanah Menurut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960, Citra Ilmu, Bandung, 2008.

Ali, Achmad,Mengenal Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofi dan Sosiologi),Prenada Media, Jakarta, 2005.

Ali, Musdar,Kedudukan Hukum Notaris dan PPAT Ditinjau Dari Peraturan Perundang-Undangan,Mitra Ilmu, Jakarta, 2009.

Amir, Mirwan,Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Oleh PPAT, Media Ilmu, Jakarta, 2008.

Badan Pertanahan Nasional,Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, Bumi Bakti, Jakarta, 2006.

Bachtiar, Effendi,Kumpulan Tulisan Tentang Hukum Tanah,Alumni, Bandung, 1993.

______________,Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan Pelaksanaannya, Alumni, Bandung, 2012.

Brata, Sumadi Surya,Metodologi Penelitian,Raja Grafindo Persada, Jakarta,1998. Bustamam, Sunaryo,Formasi PPAT di Indonesia,Pelita Ilmu, Jakarta, 2005. Chomzah, Ali Achmad,Hukum Agraria (Pertanahan Indonesia),Jilid 2, Prestasi

Pustaka Publisher, Jakarta, 2002.

Dariyanto, Alben,Tugas dan Kewenangan PPAT, Tinjauan Yuridis Berdasarkan PP No. 24, Tahun 1997 dan PP No. 37 Tahun 1998.Pustaka Ilmu, Jakarta, 2010. Dono, Ahmad Jiwan,Kedudukan PPAT sebagai Pejabat Pembuat Akta Otentik,

Revika Aditama, Bandung.

Eddy, Ruchiyat,Sistem Pendaftaran Tanah Sebelum dan Sesudah Berlakunya UUPA No.5 Tahun 1960, Armico Bandung.

Erwiningsih, Winahyu,Hak-Hak Atas Tanah dan Panduan Pengurusannya, Rajawali Press, Jakarta 2009.

Friedman, W.,Teori dan Filsafat Hukum dalam Buku Telaah Kasus Atas Teori-teori Hukum,Terjemahan Muhammad.

Hadi, Rusmanto,Kewenangan PPAT Berdasarkan PP No. 37 Tahun 1998,Raja Grafindo, Persada, Jakarta.

Harsono, Boedi,Hukum Agraria Indonesia(Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah), Djambatan, Jakarta, 2002.

____________,Hukum Agraria Indonesia(Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi Dan Pelaksanaannya), Jilid 1, Djambatan jakarta, 2005.


(4)

Hidayat, Rahmat,Pengalihan Hak Atas Tanah dan Peranan PPAT,Sumber Media, Jakarta, 2003.

Kartono,Praktek Pelaksanaan Pendaftaran Tanah,Arfarindo, Jakarta, 2006. Idris, Muhammad,PPAT dan Kewajiban Pembayaran Pajak Atas Tanah dalam

Pelaksanaan Pembuatan Akta Jual Beli,Mandar Maju, Bandung.

John Creswell Research Design,Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif Alih Bahasa Angkatan III dan IV,Kajian Ilmu Kepolisian (KIK)-UI Bekerjasama dengan Nur Khabibah, KIK Pres, Jakarta, 1994.

Lubis, Mhd. Yamin dan Abd. Rahim,Hukum Pendaftaran Tanah Edisi Revisi, Mandar Maju, Bandung, 2010.

Mahendra, A.ATugas dan Wewenang Jabatan PPAT Sementara,Pustaka Ilmu, Jakarta, 2001.

Parlindungan, AP,Komentar Atas UUPA, Mandar Maju, Bandung, 2008.

Perangin, Effendi,Hukum Agraria Di Indonesia, Suatu Telaah Dari Sudut Pandang Praktisi Hukum,Rajawali Press, Jakarta, 1991.

Poerwodharmo,Kamus Besar Bahasa Indonesia,Balai Pustaka,Jakarta, 1999. Ridwan, Hamzah,PPAT dan Akta Otentik,Ghalia Indonesia, Jakarta, 2007. Santoso, Urip,Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas tanah, Ed.1, cet 2, Kencana

Jakarta 2011.

Sibarani, Bachtiar,Asas-asas Pendafataran Hak Atas Tanah dan Praktek Pelaksanaannya,Pustaka Ilmu, Surabaya, 2007.

Sihombing,Irene Eka,Segi-segi Hukum Tanah Nasional dalam Pengadaan Tanah untuk Pembangunan, Universitas Trisakti, Jakarta, 2005.

_________________,Camat Sebagai PPAT dan PPAT Sementara Berdasarkan PP No.37 Tahun 1998, Universitas Trisakti Jakarta, 2010.

Soekanto, Soerdjono,Pengantar Penelitian Hukum,UI Press, Jakarta, 1984. _________________,Pengantar Penelitian Hukum,UI Press, Jakarta, 1986. Soerdjono, Irawan,Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Di Indonesia, Arloka

Surabaya, 2006.

Soeroso, R.,Pengantar Ilmu Hukum,Sinar Grafika, Jakarta, 2008.

Soetomo,Penerapan Peraturan Di Bidang Akta Pertanahan, (PPAT),Pustaka Ilmu, Jakarta, 2010.

Suandra, Wayan,Kepastian Hukum Hak Kepemilikan Atas tanah Di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2010.

Suardi,Hukum Agraria, Badan Penerbit Iblam, 2009.

Subekti, R.,Hukum pembuktian,PT. Pardyna Paramita, Jakarta, 2007.

Sudariyono, Sutarja,Pendaftaran Hak Tanggungan dan Penerbitan Sertipikatnya, Media Ilmu, Jakarta, 2007.

Sudirja, Herman,Otentisitas Akta PPAT di Bidang Pertanahan,Cakrawala Ilmu, Surabaya, 2005.

Sufiama, Andi,Surat Di Bawah Tangan Sebagai Dasar Penerbitan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah, Citra Ilmu, Jakarta, 2010.


(5)

____________, Surat Di bawah Tangan Sebagai Dasar Penerbitan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah, Aneka Ilmu, Jakarta, 2011.

Suharjono,Camat Selaku Kepala Wilayah dan PPAT Sementara,Ghalia Indonesia, Jakarta, 2009.

Sukanti, Arie dan Markus Gunawan,Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan, Rajawali Press, Jakarta, 2009.

Sunggono, Bambang,Metode Penelitian Hukum,Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.

Sunindhia, Y.W. dan Ninik Widayanti, Pembaharuan Hukum Agraria (Beberapa Pemikiran), Bina Aksara, Jakarta 2010.

Sumardjono, Maria SW,Pengaturan Hak Atas Tanah Serta Bangunan,Kompas Gramedia, Jakarta, 2010.

Suryanto, Eko Imam,Tugas dan Fungsi PPAT dalam Pelaksanaan Pendaftaran Tanah,Tarsito, Bandung, 2008.

Sutedi, Adrian, Sertipikat Hak Atas Tanah, Sinar Grafika, Jakarta, 2011. Syarianto, YusufCamat Selaku Kepala Wilayah dan PPAT (Suatu Tinjauan

Historis),Refika Aditama, Bandung, 2009.

Winata, Iskandar,Peraturan Jabatan PPAT Berdasarkan PP No. 37 Tahun 1998, Rajawali Press, Jakarta, 2006.

Wiryanto, DenyPembagian Tugas dan Kewenangan Camat Sebagai PPAT Sementara sekaligus Kepala Wilayah,Tarsito, Bandung, 2004.

Wuisman, JJJ. M., Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Jilid I,Penuntun M.Hisyam, Uji Press, Jakarta, 1996.

Yamin,Muhammad,Beberapa Dimensi Filosofis Hukum Agraria, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2004.

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang No. 5 tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.1 tahun 2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah N. 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 tahun 1972 tentang pelimpahan wewenang pemberian hak atas tanah.


(6)

C. WAWANCARA

Wawancara dengan Huntur Siregar, Camat Sumbul di Kabupaten Dairi, Senin, 24 Pebruarai 2014.

Wawancara Dengan Bahagia Ginting, Camat Gunung Stember di Kabupaten Dairi, Selasa, 25 Pebruarai 2014.

Wawancara dengan Robert Ginting, Camat Tanah Pinem di Kabupaten Dairi, Rabu, 26 Pebruari 2014.

Wawancara dengan Joni Hutasoit, Camat Pegagan Hilir di Kabupaten Dairi, Rabu, 26 Pebruari 2014.

Wawancara dengan Kasim Kudadiri, selaku Camat/PPAT Sementara Kecamatan Sitinjo Kabupaten Dairi, di Kecamatan Sitinjo Kabupaten Dairi, Rabu, 26 Pebruari 2014.

Wawancara dengan Badriah Nasution, warga masyarakat Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas, di Medan, Rabu, 5 Pebruari 2014.

Wawancara dengan Ikramsyah Putra Nasution selaku Camat Rantau Selatan, di Kecamatan Rantau Selatan, Kabupaten Labuhan Batu, Kamis 2 Januari 2014.


Dokumen yang terkait

Problematika Produk Hukum Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPAT/S) dalam Melaksanakan Peralihan Hak Atas Tanah Tanpa Sertifikat

2 68 132

Tinjauan Hukum Terhadap Peranan Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam Pengikatan Jaminan Bank

2 61 93

Kewenangan Camat Sebagai P.P.A.T Sementara Dalam Membuat Akta Peralihan Hak Atas Tanah Dengan Ganti Rugi

1 69 133

Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak dalam Peralihan Hak Atas Tanah oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah)

9 135 135

Peranan Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam Pembayaran Pajak Atas Transaksi Jual Bell Tanah

0 26 2

Analisis Hukum Terhadap Sengketa Akibat Peralihan Hak Atas Tanah : Studi Mengenai Akta Yang Dibuat..

0 64 5

Tinjauan Hukum mengenai Peran Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam Peralihan Hak atas Tanah terhadap Warga Negara Asing dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

0 19 104

Prinsip Kehati-Hatian Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam Peralihan Tanah yang Belum Bersertifikat

0 3 21

BAB II DASAR HUKUM CAMAT SEBAGAI PPAT SEMENTARA BERWENANG MELAKUKAN TINDAKAN HUKUM PERALIHAN HAK ATAS TANAH A. Dasar Hukum Pengangkatan Camat Sebagai PPAT Sementara - Problematika Produk Hukum Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPAT/S) da

0 1 29

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Problematika Produk Hukum Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPAT/S) dalam Melaksanakan Peralihan Hak Atas Tanah Tanpa Sertifikat

0 0 23