BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah. - Implementasi Kebijakan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) (Study Pada Kelurahan Pangkalan Manshyur Kecamatan Medan Johor Medan)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah Negara yang terkenal akan keberagaman sumber daya

  alamnya baik itu sumber daya alam yang terdapat di darat maupun di laut. Sebagai Negara yang kaya akan sumber daya alamnya, ternyata tidak menjamin rakyat yang hidup di dalamnya hidup dengan sejahtera. Namun, pada kenyataananya

  Pada tahun 1998-1999 Indonesia mengalami puncak krisis di bidang ekonomi dan hampir di seluruh aspek kehidupan. Kondisi tersebut mengakibatkan semakin bertambahnya jumlah penduduk miskin di Indonesia. Pada tahun 1996-1997, angka kemiskinan di Indonesia rata-rata berada di bawah 20 % dan tahun 1998- 1999 angka kemiskinan ini naik menjadi 24 % dari jumlah penduduk pada saat itu yang hampir mencapai 40 juta jiwa. Sedangkan pada tahun 2000 angka kemiskinan tersebut menurun menjadi 18 %. Namun, pada tahun 2006, jumlah masyarakat miskin menjadi 37,4 % dari total penduduk yang mencapai 227 juta jiwa lebih. Ini membuktikan bahwa tidak ada yang dapat menjamin bahwa jumlah penduduk miskin akan terus menurun atau semakin bertambah. (Prosiding seminar program pengembangan diri 2006 bidang Ilmu Sosiologi, 2007 : 180).

  Gejala ini tentunya dapat menjadi perhatian pemerintah dalam mengambil dan memutuskan setiap kebijakan-kebijakan selanjutnya yang akan diputuskan.

  Seperti diketahui bahwa pemerintah belum lama ini telah menaikkan kembali harga bahan baku minyak (BBM) sekitar 30 %, yang pada awalnya seharga Rp.

  4500/liter untuk premium menjadi 6000/liter. Sudah dapat dibayangkan apa yang akan terjadi setelah kebijakan tersebut ditetapkan, salah satunya adalah kenaikan harga di pasar untuk bahan pokok, dan lain sebagainya. Kondisi tersebut akan mengakibatkan terjadinya ketidakstabilan kondisi di Indonesia seperti di bidang ekonomi dan keamanan. Belum lagi seperti yang kita ketahui tingkat pengangguran di Indonesia sendiri sudah cukup tinggi.

  Kemiskinan terus menjadi fenomena sepanjang sejarah Indonesia sebagai

  

nation state . Sejarah sebuah Negara yang salah memandang dan mengurus

  yang berkualitas, sulit membiayai kesehatan, kurangnya akses kepelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan, bahkan lebih parah lagi jutaan rakyat tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan mendasarnya.

  Fenomena ini sudah mulai tampak di berbagai daerah di Indonesia, seperti beberapa kali tayangan salah satu media elektronik yang menayangkan beberapa kepala rumah tangga yang tak mampu lagi memberi makan anak-anaknya dengan nasi dan lauk pauk yang layak dan bergizi. Karena mereka hanya mampu untuk memberi makan anak-anaknya sehari - hari dengan mengkonsumsi “nasi aking”. Nasi aking adalah sisa nasi yang sudah dimasak, dijemur kemudian dimasak kembali. Biasanya nasi aking ini digunakan oleh peternak untuk memberi makan unggas seperti : bebek.

  Secara keseluruhan fenomena kemiskinan kini telah mewarnai segala akses mendasar manusia seperti : hak untuk memperoleh pekerjaan yang layak, memperoleh perlindungan hukum, memperoleh rasa aman, memperoleh akses atas kebutuhan hidup, memperoleh pendidikan yang layak, pelayanan kesehatan, dan memperoleh hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan publik, berinovasi dan ikut serta dalam menata pemerintahan yang baik.

  Kemiskinan dewasa ini juga tidak hanya terjadi di daerah pedesaan, namun ironisnya kemiskinan kini telah merambah ke daerah perkotaan. Semakin banyak kantung-kantung kemiskinan di perkotaan di tengah-tengah pembangunan yang semakin megah dengan bangunan-bangunan yang menjulang tinggi ke atas.

  Namun, ternyata di sekelilingnya terdapat masyarakat miskin. Khusus di wilayah memiliki akses ke prasarana dan sarana dasar lingkungan yang memadai dengan kualitas perumahan dan pemukiman yang tidak layak huni serta mata pencaharian yang tidak menentu.

  Salah satu daerah yang termasuk kategori di atas adalah daerah Kelurahan Pangkalan Mansyhur Kecamatan Medan Johor. Seperti yang kita ketahui bahwa daerah Medan Johor adalah daerah yang terkenal akan daerah perumahan elit, karena di daerah Medan Johor ini banyak sekali terdapat perumahan-perumahan elit seperti perumahan Citra Wisata, Johor Indah, Johor Baru dan lain sebagainya.

  Namun di sisi lain ternyata masih banyak terdapat masyarakat yang tergolong miskin. Salah satunya adalah masyarakat di Kelurahan Pangkalan Manshyur Kecamatan Medan Johor yang memiliki total penduduk 34.034 jiwa pada tahun 2007 dan diantaranya terdapat 6.883 kepala keluarga yang tergolong miskin.

  (Sumber : Data Based Kelurahan Pangkalan Manshyur Medan Johor).

  Masalah kemiskinan di daerah Medan Johor ini dapat dikategorikan ke dalam masalah kemiskinan struktural dan budaya, rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dalam ruang-ruang publik, serta tidak tersedianya akses ke prasarana dan sarana yang tersedia.

  Melihat jumlah kemiskinan yang semakin bertambah tentunya pemerintah tidak tinggal diam. Berbagai upaya pun telah dilakukan oleh pemerintah. Mulai dari program perkreditan, bantuan tunai langsung (BLT), pemberian subsidi kesehatan gratis (askim), dan lain sebagainya. Namun hal itu belum menunjukkan hasil yang maksimal dan perlu dikembangkan dan dikaji kembali terutama

  Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah sejak tahun 1999, pemerintah Indonesia melalui Dinas Pekerja Umum Direktorat Cipta Karya mengeluarkan kebijakan melalui program penanggulangan kemiskinan di perkotaan (P2KP).

  Program penanggulangan kemiskinan di perkotaan ini bertujuan untuk mewujudkan masyarakat berdaya dan mandiri yang mampu mengatasi berbagai persoalan kemiskinan di wilayahnya.

  Hal ini dilaksanakan karena pemerintah menganggap bahwa orientasi program penanggulangan kemiskinan yang terdahulu ternyata tidak mampu menjawab permasalahan kemiskinan karena pendekatan program kepada masyarakat hanya bersifat parsial, sektoral serta tidak menyentuh akar kemiskinan itu sendiri. Akibatnya program-program yang telah dilaksanakan tidak mampu menumbuhkan kemandirian masyarakat, namun sebaliknya masyarakat menjadi manja dan ketergantungan.

  Melalui program penanggulangan kemiskinan di perkotaan (P2KP) ini diyakini bahwa masalah kemiskinan sebenarnya hanya dapat ditanggulangi oleh masyarakat sendiri, yang mampu bersinergi dengan pemerintah daerah dan kelompok-kelompok peduli setempat dalam proses perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pelestarian program-program pembangunan. Sehingga, jelas bahwa faktor kapasitas dan kesiapan masyarakat dan pemerintah daerah menempati posisi yang sangat strategis dalam penyiapan kemandirian dan keberlanjutan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan.

  Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti masalah di atas dengan mengambil judul mengenai “Implementasi Kebijakan Program Kelurahan Pangkalan Manshyur Kecamatan Medan Johor.” 1.2. Perumusan Masalah.

  Agar penelitian ini dapat dilakukan dengan terarah dan tepat sasaran, maka perumusan masalah harus dirumuskan dengan jelas. Berdasarkan judul penelitian di atas, maka perumusan masalah penelitian ini adalah : Bagaimana Implementasi Kebijakan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) di Kelurahan Pangkalan Manshyur Kecamatan Medan Johor.

1.3. Tujuan Penelitian.

  Adapun penelitian ini bertujuan untuk : 1.

  Untuk mengetahui pelaksanaan kebijakan program penanggulangan kemiskinan di perkotaan (P2KP).

  2. Untuk mengetahui tentang program penanggulangan kemiskinan di perkotaan (P2KP). Untuk mengetahui manfaat dari program penanggulangan kemiskinan di perkotaan (P2KP).

3. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan di perkotaan (P2KP).

1.4. Manfaat Penelitian.

  Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1.

  Bagi penulis, diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta kemampuan penulis dalam menganalisis gejala-gejala sosial yang muncul ilmiah.

  2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi empiris dalam pemecahan masalah, perumusan kebijakan, dan penyusunan program penanggulangan kemiskinan di perkotaan (P2KP) di masa yang akan datang.

  3. Bagi masyarakat, untuk dapat menambah ilmu pengetahuan khususnya di bidang Administrasi Negara mengenai pelaksanaan kebijakan penanggulangan kemiskinan di perkotaan (P2KP) melalui proses pemberdayaan masyarakat.

  4. Bagi pemerintah, sebagai bahan masukan dalam pengambilan kebijakan ke depan dalam menetapkan kebijakan khususnya dalam kebijakan-kebijakan yang bersinggungan dengan masalah kemiskinan.

  1. 5. Kerangka Teori.

1.5.1. Kebijakan Publik.

  Menurut Woll, kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Woll juga mengatakan bahwa dalam pelaksanaan-pelaksanaan kebijakan publik terdapat juga tingkat pengaruh sebagai implikasi dari tindakan pemerintah yaitu : pemerintah atau yang lainnya yang bertujuan menggunakan kekuatan publik untuk mempengaruhi kehidupan masyarakat.

  2. Adanya output kebijakan dimana kebijakan yang diterapkan pada level ini menuntut pemerintah untuk melakukan pengaturan, penganggaran, pembentukan personil, dan membuat regulasi dalam bentuk program yang akan mempenggaruhi kehidupan masyarakat.

  3. Adanya dampak kebijakan yang merupakan efek pilihan kebijakan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. (Woll dalam Tangkilisan, 2003 : 2) Sedangkan Hugh Heclo (dalam Tangkilisan, 2003 : 6) mengatakan bahwa kebijakan publik adalah cara bertindak yang sengaja untuk menyelesaikan beberapa permasalahan. Ada juga ahli yang mengatakan bahwa kebijakan publik adalah hal-hal yang berhubungan dengan apa yang harus dikerjakan oleh pemerintah mengenai masalah-masalah yang sedang dihadapi.

  Sementara itu, Dunn, Thomas R. Dye, Edward, dan Sharkanshy (dalam Tangkilisan, 2003 : 8) mengemukakan pengertian kebijakan yang agak mirip dimana kebijakan sebagai tindakan, pilihan dan keputusan baik yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal pencapaian tujuan kebijakan.

  Selain itu, Anderson memberikan defenisi kebijakan publik sebagai suatu tindakan yang mempunyai tujuan yang dilakukan seseorang pelaku atau sejumlah pelaku untuk memecahkan suatu masalah. Anderson juga membagi kebijakan menjadi dua yaitu : kebijakan substantif dan prosedural. Kebijakan substansif adalah apa yang harus dikerjakan oleh pemerintah sedangkan kebijakan (Anderson dalam Nurcholis, 2007 : 264).

  Menurut Charles O. Jones, (1991, 269) kebijakan adalah keputusan- keputusan pemerintah untuk memecahkan masalah-masalah yang diutarakan atau dapat juga kebijakan diartikan sebagai suatu keputusan untuk mengakhiri atau menjawab pertanyaan yang diajukan kepada kita. Penekanan aktivitas birokrasi pemerintah pada proses kebijakan publik lebih pada tahapan implementasi dengan menginterprestasikan kebijaksananan menjadi program, proyek dan aktivitas.

  Menurut Charles O Jones, ada beberapa kompenen yang harus diperhatikan dalam kebijakan yaitu :

  1. Goal atau tujuan yang diinginkan.

  2. Plans atau proposal yaitu pengertian yang spesipik untuk mencapai tujuan.

  3. Program yaitu upaya yang berwenang untuk mencapai tujuan.

  4. Decision atau keputusan yaitu tindakan untuk menentukan tujuan, membuat rencana, melaksanakan dan mengevaluasi program.

  5. Efek yaitu akibat dari program baik yang sengaja atua tidak sengaja.

  Dari pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik pada dasarnya berorientasi pada pemecahan masalah riil yang terjadi di tengah- tengah masyarakat. Masalah kemiskinan adalah masalah yang cukup krusial dan harus segera ditindak lanjuti, salah satunya adalah melalui program penanggulangan kemiskinan di perkotaan (P2KP).

1.5.2. Implementasi Kebijakan.

  kebijakan dirumuskan. Tanpa suatu implementasi maka suatu kebijakan yang telah dirumuskan akan sia-sia belaka. Oleh karena itu, implementasi kebijakan mempunyai kedudukan yang penting di dalam kebijakan publik.

  Menurut Van Meter dan Van Horn (Wahab, 1990 : 51) merumuskan proses implementasi atau pelaksana adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau kelompok-kelompok pemerintah ataupun swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan –tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan.

  Sedangkan menurut Pressman dan Wildavsky, implementasi diartikan sebagai interaksi antara penyusunan tujuan dengan sarana-sarana tindakan dalam mencapai tujuan tersebut, atau kemampuan untuk menghubungkan dalam hubungan kausal antara yang diinginkan dengan cara untuk mencapainya.

  (Syaukani, Gaffar dan Rasyid, 2002 : 295).

  Lebih lanjut Patton dan Sawicki (Tangkilisan, 2003 : 9) menyatakan bahwa implementasi berkaitan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk merealisasikan program dimana pada posisi ini eksekutif mengatur cara untuk mengorganisir, menginterprestasikan dan menerapkan kebijakan yang telah diseleksi.

  Lebih lanjut, Edward III (1980 : 17) menyebutkan kebutuhan utama bagi keefektifan pelaksanaan kebijakan adalah bahwa mereka yang menerapkan keputusan haruslah mengetahui apa yang seharusnya mereka lakukan. Jika kebijakan ingin dilaksanakan dengan tepat, arahan serta petunjuk pelaksanan tidak hanya diterima tetapi juga harus jelas, dan jika tidak jelas maka para pelaksana mereka akan mempunyai kebijakan sendiri dalam memandang penerapan kebijakan tersebut.

  Edward III juga menawarkan model efektifitas implementasi kebijakan dengan menyebutkan empat faktor krusial dalam melaksanakan suatu kebijakan yaitu :

  a. Komunikasi Syarat pertama dalam pelaksanaan kebijakan yang efektif adalah bahwa yang melaksanakan tugas tersebut mengetahui apa yang harus mereka lakukan.

  Jadi, ada suatu kejelasan tentang apa yang harus mereka lakukan. Selanjutnya dalam komunikasi perlu adanya konsistensi dari aspek komunikasi yaitu bagaimana penetralisiran tugas dan fungsi tertentu yang akan dilakukan. Agar implementasi menjadi efektif maka mereka yang mempunyai tanggungjawab untuk mengimplementasikan sebuah keputusan mesti tahu apa yang seharusnya mereka lakukan. Sukses tidaknya implementasi yang dilihat dari aspek komunikasi adalah bagaimanaa pentransmisian tugas atau fungsi tertentu yang akan dilakukan. b.

  Sumber daya Sumber yang penting dalam suatu pelaksanaan kebijakan meliputi sumber daya manusia yakni kompetensi implementator, serta sumber daya finansial.

  c. Disposisi Kecenderungan para pelaksana sangat menentukan dalam pelaksanaan suatu kebijakan, tingkah laku para pelaksanan dan peraturan-peraturan yang telah ditentukan sebelumnya mempengaruhi hasil selanjutnya. Tingkah laku ini juga

  d. Struktur birokrasi Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan mempengaruhi pelaksanaan kebijakan. Salah satu dari aspek stuktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi standart.

  Sementara itu, Wibawa (1994 : 20) mengatakan bahwa tujuan implementasi adalah untuk menetapkan arah agar tujuan kebijakan publik dapat direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan pemerintah. Selanjutnya, Wibawa menyebutkan bahwa keseluruhan proses penetapan kebijakan baru bisa dimulai apabila tujuan dan sasaran yang semula bersifat umum telah diperinci, program telah dirancang dan sejumlah dana telah dialokasikan untuk mewujudkan tujuan dan sasaran tersebut.

  Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa program merupakan unsur pertama yang harus ada demi tercapainya kegiatan implementasi. Program akan menunjang implementasi karena dalam program tersebut dimuat berbagai aspek antara lain : a.

  Adanya tujuan yang ingin dicapai. b.

  Adanya kebijaksanaan-kebijaksanaan yang harus diambil dalam mencapai tujuan tersebut.

  c.

  Adanya aturan-aturan yang dipegang dan prosedur yang harus dilalui.

  d.

  Adanya strategi dalam pelaksanaan.

  Selanjutnya Jones (Tangkilisan 2003 : 17) menyebutkan beberapa dimensi dari implementasi pemerintahan mengenai program-program yang sudah disyahkan, kemudian menentukan implementasi, juga membahas aktor-aktor yang Selanjutnya Jones mengatakan apakah suatu program terimplementasikan dengan efektif atau dapat diukur dengan standar penilaian yaitu :

  1. Organisasi yaitu : merupakan unit atau wadah untuk menempatkan program ke dalam tujuan kebijakan. Organisasi tersebut harus memiliki struktur organisasi/struktur kerja, sumber daya manusia, sarana dan prasarana.

  2. Penafsiran yaitu : merupakan kegiatan yang menerjemahkan makna program ke dalam pengaturan yang dapat diterima dan dapat dijalankan.

  3. Penerapan yaitu : yang berhubungan dengan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan demi terealisasinya tujuan dari program tersebut.

  Dengan demikian, implementasi merupakan suatu proses mengubah gagasan atau program menjadi tindakan dan bagaimana kemungkinan cara menjalankan perubahan tersebut agar tujuan dari program tersebut dapat berjalan efektif dan efesien.

1.5.3. Kebijakan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP).

  Pemerintah telah melaksanakan program penanggulangan kemiskinan sejak tahun 1960-an melalui strategi pemenuhan kebutuhan pokok rakyat yang tertuang dalam Pembangunan Nasional Berencana Delapan Tahun (Penasbede). Namun program tersebut terhenti di tengah jalan akibat krisis politik tahun 1965. Sejak tahun 1970-an pemerintah menggulirkan kembali program penanggulangan Repelita I-IV yang ditempuh secara reguler melalui program sektoral dan regional. Pada Repelita V-VI, pemerintah melaksanakan program penanggulangan kemiskinan dengan strategi khusus menuntaskan masalah kesenjangan sosial- ekonomi. Jalur pembangunan ditempuh secara khusus dan mensinergikan program reguler sektoral dan regional yang ada dalam koordinasi Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 1993 tentang Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan yang akhirnya diwujudkan melalui program IDT (Inpres Desa Tertinggal). Upaya selama Repelita V-VI pun gagal akibat krisis ekonomi dan politik tahun 1997.

  Selanjutnya guna mengatasi dampak krisis lebih buruk, pemerintah mengeluarkan program Jaring Pengaman Sosial (JPS) yang dikoordinasikan melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 190 Tahun 1998 tentang Pembentukan Gugus Tugas Peningkatan Jaring Pengaman Sosial. Pelaksanaan berbagai kebijakan penanggulangan kemiskinan dan kendala pelaksanaannya selama 40 tahun terakhir meyakinkan pemerintah bahwa upaya penanggulangan kemiskinan dianggap belum mencapai harapan.

  Melihat semakin urgennya permasalahan kemiskinan di Indonesia maka melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 124 Tahun 2001 junto Nomor 34 dan Nomor 8 Tahun 2002 maka dibentuklah Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) yang berfungsi sebagai forum lintas pelaku dalam melakukan koordinasi perencanaan, pembinaan, pemantauan dan pelaporan seluruh upaya penanggulangan kemiskinan. Untuk lebih mempertajam keberadaan Komite Penanggulangan Kemiskinan maka pada tanggal 10 September 2005 dikeluarkan Penanggulangan Kemiskinan (TKPK). Keberadaan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) diharapkan melanjutkan dan memantapkan hasil-hasil yang telah dicapai oleh Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK).

  Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2005 tugas dari Tim Koordinasi Penanggulangan kemiskinan (TKPK) adalah melakukan langkah- langkah konkret untuk mempercepat pengurangan jumlah penduduk miskin di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui koordinasi dan sinkronisasi penyusunan dan pelaksanaan penajaman kebijakan penanggulangan kemiskinan.

  Program penanggulangan kemiskinan yang pernah dilaksanakan antara lain P4K (Proyek Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil), KUBE (Kelompok Usaha Bersama), TPSP-KUD (Tempat Pelayanan Simpan Pinjam Koperasi Unit Desa), UEDSP (Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam), PKT (Pengembangan Kawasan Terpadu), IDT (Inpres Desa Tertinggal), P3DT (Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal), PPK (Program Pengembangan Kecamatan), P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan), PDMDKE (Pemberdayaan Daerah Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi, P2MPD (Proyek Pembangunan Masyarakat dan Pemerintah Daerah), dan program pembangunan sektoral telah berhasil memperkecil dampak krisis ekonomi dan mengurangi kemiskinan. (http: www.tkpki.org/28/04/08).

1.5.4. Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP).

1.5.4.1. Latar Belakang Program Penanggulangan Kemiskinan Di Perkotaan

  Masalah kemiskinan di Indonesia tidak hanya melanda wilayah pedesaan, tetapi juga di wilayah perkotaan. Khusus di wilayah perkotaan, salah satu ciri umum kondisi masyarakat miskinnya adalah tidak adanya prasarana dan sarana dasar perumahan dan pemukiman yang memadai, serta kualitas lingkungan yang kumuh dan tidak layak huni. Kemiskinan merupakan persoalan struktural dan multidimensional yang mencakup politik, sosial, aset dan lain-lain. Karakteristik kemiskinan tersebut, serta krisis ekonomi yang terjadi, telah menyadarkan semua pihak bahwa pendekatan dan cara yang dipilih dalam penanggulangan kemiskinan selama ini perlu diperbaiki ke arah pengokohan kelembagaan masyarakat.

  Keberdayaan kelembagaan masyarakat ini dibutuhkan dalam rangka membangun organisasi masyarakat yang benar-benar mampu menjadi wadah perjuangan kaum miskin yang mandiri dan berkelanjutan dalam menyuarakan aspirasi serta kebutuhan mereka. Di samping itu, keberdayaan semacam itu diharapkan mampu mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan upaya pemberdayaan warga miskin di tingkat lokal, baik dari aspek sosial, ekonomi dan lingkungan.

  Berdasarkan karakteristik kemiskinan di kawasan perkotaan tersebut, model program penanggulangan kemiskinan di perkotaan (P2KP) diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi penyelesaian persoalan kemiskinan yang bersifat multi dimensional dan struktural, khususnya yang terkait dengan dimensi- dimensi politik, sosial, dan ekonomi. Dalam jangka panjang, model program penanggulangan kemiskinan di perkotaan (P2KP) diharapkan mampu menyediakan aset yang lebih baik bagi masyarakat miskin dalam meningkatkan keputusan. Dengan demikian, program penanggulangan kemiskinan di perkotaan (P2KP) merupakan program penanggulangan kemiskinan di perkotaan dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat.

1.5.4.2. Pendekatan dan Tujuan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP).

  Pendekatan program penanggulangan kemiskinan di perkotaan (P2KP) didasarkan pada pendekatan pembangunan yang bertumpu pada kelompok

  (community based development approach) . Dengan pendekatan ini, kelompok-

  kelompok dapat terjadi atau dibangun atas dasar ikatan-ikatan : kesamaan tujuan, kegiatan, dan domisili yang mengarah pada efisiensi, efektifitas, serta mendorong tumbuh dan berkembangnya kapital sosial. Berdasarkan hal tersebut, pendekatan program penanggulangan kemiskinan di perkotaan (P2KP) mencakup :

1. Visi program penanggulangan kemiskinan di perkotaan (P2KP) adalah terwujudnya masyarakat madani yang maju, mandiri dan sejahtera.

  2. Misi program penanggulangan kemiskinan di perkotaan (P2KP) adalah memberdayakan masyarakat miskin melalui pengembangan kapasitas, penyediaan sumber daya, dan membangun masyarakat mandiri yang mampu menjalin kebersamaan dan sinergi dengan pemerintah maupun kelompok peduli setempat dalam menaggulangi kemiskinan secara efektif dan berkelanjutan.

3. Prinsip-prinsip program penanggulangan kemiskinan di perkotaan (P2KP) adalah demokrasi, partisipasi, transparansi, akuntabilitas, dan desentralisasi.

  4. Nilai-nilai yang dianut dalam pelaksanaan program penanggulangan kembangkan, dan dilestarikan oleh semua pelaku program penanggulangan kemiskinan di perkotaan (P2KP) dalam melaksanakan program adalah dapat dipercaya, ikhlas/kerelawanan, kejujuran, keadilan, kesetaraan, dan kebersamaan dalam keragaman. Sedangkan tujuan program penanggulangan kemiskinan di perkotaan (P2KP) adalah :

  1. Terbangunnya lembaga masyarakat berbasis nilai-nilai universal kemanusiaan, prinsip-prinsip kemasyarakatan dan berorientasi pada pembangunan berkelanjutan, yang aspiratif, representatif, mengakar, mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat miskin, mampu memperkuat aspirasi/suara masyarakat miskin dalam proses pengambilan keputusan lokal, dan mampu menjadi wadah sinergi masyarakat dalam penyelesaian konflik atau permasalahan yang ada di wilayahnya.

  2. Terciptanya organisasi masyarakat (Badan Keswadayaan Masyarakat/BKM) yang memiliki pola kepemimpinan kolektif yang refresentatif, akseptabel, inklusif, tanggap, dan akuntabel yang mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat miskin perkotaan dan memperkuat suara masyarakat miskin dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kebijakan publik.

  3. Meningkatkan akses bagi masyarakat miskin ke pelayanan sosial, prasarana, dan sarana serta pendanaan (modal), termasuk membangun kerjasama dan kemitraan sinergi ke berbagai pihak terkait, dengan menciptakan kepercayaan pihak-pihak terkait tersebut terhadap masyarakat (Badan Keswadayaan Masyarakat). (http:www/p2kp.org.24/04/08).

  Adapun sasaran dari program penanggulangan kemiskinan di perkotaan (P2KP) ini adalah : 1.

  Masyarakat Kelompok sasaran penerima manfaat program penanggulangan kemiskinan di perkotaan (P2KP) adalah warga masyarakat miskin perkotaan, sesuai dengan rumusan kriteria kemiskinan setempat yang disepakati warga, termasuk masyarakat miskin perkotaan baik masyarakat yang telah lama miskin, masyarakat yang pendapatannya menjadi tidak berarti karena inflasi, maupun masyarakat yang kehilangan sumber nafkah karena krisis ekonomi.

2. Sasaran Lokasi

  Program penanggulangan kemiskinan di perkotaan (P2KP) untuk tahun 2007 telah dilaksanakan pada 33 provinsi, 249 kota/kabupaten, 834 kecamatan dan 7273 kelurahan/desa yang terbagi atas 2 kategori, sebagai berikut : a.

  Lokasi lama (sudah/sedang melaksanakan program penanggulangan kemiskinan di perkotaan (P2KP). b.

  Lokasi baru (belum ada program penanggulangan kemiskinan di perkotaan (P2KP). (Buku Petunjuk Pelaksana PNPM-P2KP 2007 : 3)

1.5.3.4. Strategi Program Penanggulangan Kemiskinan Di Perkotaan (P2KP).

  Strategi program penanggulangan kemiskinan di perkotaan (P2KP) adalah mendorong gerakan masyarakat untuk keberdayaan dan kemandirian dalam penanggulangan kemiskinan dengan jalan :

  Mendorong tumbuh dan berkembangnya prakarsa, partisipasi masyarakat, dan transparansi, sehingga proses transpormasi sosial dari masyarakat tidak berdaya /miskin menuju masyarakat berdaya.

  2. Meningkatkan kemampuan kelembagaan dan organisasi yang berakar di masyarakat, khususnya dalam membuka akses bagi masyarakat miskin ke sumber daya kunci yang disediakan program penanggulangan kemiskinan di perkotaan (P2KP) melalui bantuan langsung masyarakat (BLM), secara transparans dan akuntabilitas.

3. Menjalin sinergi penanggulangan kemiskinan sebagai gerakan masyarakat melalui kemitraan antar pelaku pembangunan.

  4. Mendorong tumbuhnya kepedulian berbagai pihak sebagai upaya pengendalian sosial (kontrol sosial) terhadap keberhasilan program penanggulangan kemiskinan. (http:www.p2kp.org/24/04/08).

1.5.3.4. Siklus Program Penanggulangan Kemiskinan Di Perkotaan (P2KP).

1. Refleksi Kemiskinan : refleksi kemiskinan dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran kritis masyarakat terhadap akar penyebab masalah kemiskinan.

  Kesadaran kritis ini penting dilakukan karena selama ini masyar menjadi “objek”, seringkali masyarakat diajak untuk melakukan berbagai upaya pemecahan masalah tanpa mengetahui dan menyadari masalah yang sebenarnya. Dalam pelaksanaannya, dua hal yang harus dilakukan yaitu olah rasa dan olah pikir. Olah pikir merupakan analisis kritis terhadap permasalahan kemiskinan yang dihadapi masyarakat, untuk membuka mekanisme-mekanisme yang selama ini sering tidak tergali dan tersembunyi di dalamnya. Sedangkan olah rasa adalah upaya untuk merefleksikan ke dalam terutama yang menyangkut sikap dan perilaku mereka 2.

  Pemetaan swadaya : pemetaan swadaya adalah proses identifikasi kebutuhan masyarakat yang dilakukan dengan cara antara lain : a.

  Menggali informasi, bagaimana kondisi nyata dari masalah-masalah yang dikemukakan dan dirumuskan pada saat refleksi kemiskinan (sosial, ekonomi, lingkungan, kelembagaan, dan kepemimpinan). Masalah- masalah tersebut harus didukung oleh data dan fakta sehingga diperlukan proses penelitian untuk mengumpulkan informasi yang diperlukan.

  b.

  Mengkaji, informasi dan fakta yang sudah didapatkan dianalisa dan dikaji secara bersama.

  c.

  Merumuskan masalah, pada tahapan ini masalah yang sudah ditemukan disepakati bersama dikelompokkan kemudian dianalisis hubungan sebab akibatnya dengan kembali membuat pohon masalah.

  3. Pembangunan badan keswadayaan masyarakat (BKM), siklus ini merupakan jawaban dari kebutuhan masyarakat terhadap adanya organisasi masyarakat warga yang mampu menerapkan nilai-nilai luhur yang dimotori oleh pemimpin yang mempunyai kriteria yang sudah ditetapkan oleh masyarakat. Posisi organisasi masyarakat warga ini di peroleh dari di luar institusi pemerintah, di luar institusi militer, di luar instirusi agama, di luar institusi pekerjaan atau usaha dan di luar institusi keluarga yang dipimpin oleh pemimpin kolektif yang beranggotakan 9 sampai 11 orang, dan kolektif ini secara generik diberi nama badan keswadayaan masyarakat (BKM).

  4. Pengembangan kelompok swadaya masyarakat (KSM), adalah kelompok sosial pada tingkat akar rumput, yang mempunyai kegiatan-kegiatan sosial

  5. Program jangka menengah program penanggulangan kemiskinan (PJM- Pronangkis), adalah perencanaan partisipatif warga untuk mengembangkan program penanggulangan kemiskinan, baik jangka pendek selama satu tahun atau jangka panjang menengah selama tiga tahun.

  6. Sinergi program jangka menengah program penanggulangan kemiskinan (PJM Pronangkis) dengan Perencanaan Pembangunan Daerah, setelah masyarakat mempunyai program jangka menengah program penanggulangan kemiskinan (PJM pronangkis) tentu ini bisa menjadi bagian dari perencanaan program kelurahan. Artinya program jangka menengah program penanggulangan kemiskinan (PJM Pronangkis) harus diperjuangkan oleh badan keswadayaan masyarakat (BKM) agar menjadi bagian dari proses perencanaan kelurahan melalui Musrenbang. Agar program jangka menengah program penanggulangan kemiskinan (PJM Pronangkis) bisa diakomodir dalam perencanaan pembangunan daerah, badan keswadayaan masyarakat (BKM) juga dapat langsung mempresentasikan program kepada Dinas-dinas terkait dalam proses perencanaan strategis satuan kerja perangkat daerah (Renstra SKPD).

  7. Pelaksanaan program dan pemantauan program, program yang telah disusun akan dilaksanakan oleh warga masyarakat sesuai dengan penanggung jawab masing-masing sub program. Kegiatan ini bisa dilaksanakan oleh panitia pembangunan prasarana, kelompok swadaya masyarakat (KSM) yang difasilitasi oleh relawan yang tergabung dalam unit-unit pengelola pada badan keswadayaan masyarakat (BKM). Selain keterlibatan seluruh warga secara khusus badan keswadayaan masyarakat (BKM), unit-unit pengelola dan relawan akan dilakukan oleh panitia, kelompok swadaya masyarakat (KSM) dan lembaga lainnya.

  8. Evaluasi program, evaluasi program dilakukan dengan dua cara yakni : evaluasi rutin pada saat program sedang berjalan, untuk mengetahui apakah dalam pelaksanaan program harus diperbaiki. Kemudian evaluasi akhir program atau disebut review program jangka menengah program penanggulangan kemiskinan (PJM Pronangkis), kelembagaan, keuangan dan evaluasi lainnya sesuai dengan kebutuhan. (Jurnal Pedoman Umum P2KP-3, Maret 2007)

1.5.4. Kemiskinan.

1.5.4.1. Defenisi Kemiskinan.

  Secara umum terdapat beberapa definisi kemiskinan dan kriteria garis kemiskinan yang digunakan saat ini sehingga mengakibatkan perbedaan strategi penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan. Kemiskinan adalah suatu situasi atau kondisi yang dialami seseorang atau kelompok orang yang tidak mampu menyelenggarakan hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi

  (Bappenas, 2002). Kemiskinan meliputi dimensi politik, sosial budaya dan psikologi, ekonomi dan akses terhadap aset. Kondisi tersebut menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia seperti : sandang, pangan, papan, afeksi, keamanan, kreasi, kebebasan, partisipasi, dan lain-lain.

  Menurut Randy dan Riant Nugroho (2007 : 77), kemiskinan di Indonesia dipandang sebagai kemiskinan budaya dan kemiskinan struktural. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa kemiskinan bukanlah ketentuan atau takdir Tuhan, manusia karena akibat dari suatu kebijakan. ( Mansour Fakih, 2003 : 1).

  Dengan kata lain, bertambahnya masyarakat miskin diakibatkan dari suatu proses, kebijakan, dan institusi ataupun mekanisme. Akan tetapi, persoalan kemiskinan yang dihadapi oleh kaum miskin tidaklah sesederhanan itu. Menurut Mansour Fakih (2003, 12) bahwa persoalan kemiskinan tidak hanya berakar dalam lingkungan kebijakan Negara yang dalam hal ini dilaksanakan oleh pemerintah tetapi juga diperkuat dengan telah dilucutinya Negara sebagai pelindung rakyat dan telah dilucutinya konsep Negara dalam proses mensejahterakan rakyat, seperti pencabutan subsidi dan hilangnya berbagai sistem perlindungan jaminan sosial akibat adanya mekanisme persaingan bebas dalam perdagangan bebas serta globalisasi, yang menyebabkan Negara mengabaikan tugas utamanya sebagai pelindung hak-hak rakyat.

  Namun, ada yang berpendapat penyebab kemiskinan itu dikarenakan beberapa hal yaitu :  Dilihat dari kajian kepemimpinan : yang menyebabkan kemiskinan karena orang yang tidak baik dan murni. Pemimpin yang hanya memikirkan dirinya sendiri, keluarga, dan golongan atau kelompok pemimpin tersebut berasal, mendahulukan kepentingan individu dari pada masyarakat sehingga timbul ketidakadilan dan keserakahan.  Dilihat dari kajian kelembagaan : insitusi pengambil keputusan yang tidak mampu menerapkan nilai-nilai universal kemanusiaan.

   Dilihat dari kajian kebijakan : adanya kebijakan yang tidak berpihak atau adil.

   Dilihat dari berbagai kajian masalah ekonomi, sosial dan lingkungan politik, yang tidak membuka akses kepada kaum miskin dan kurangnya partisipasi. Ekonomi yang tidak memihak, tidak ada kesempatan, tidak ada akses untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat sehingga tidak memperoleh akses dalam berpartisipasi dalam pembangunan. Sosial yang segregatif, marginalisasi, internalisasi budaya miskin, serta banyaknya lingkungan kumuh dan ilegal. (http: www.p2kp.org/28/04/08).

1.5.4.2. Karakteristik Kemiskinan.

   Menurut rumusan konkrit yang dibuat oleh Bappenas, indikator-indikator

  kemiskinan sebagai berikut : 1.

  Terbatasnya kecukupan dan mutu pangan.

  2. Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan.

  3. Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan 4.

  Terbatasnya kesempatan kerja dan lemahnya perlindungan terhadap aset usaha serta perbedaan upah, dan lemahnya perlindungan tenaga kerja.

  5. Terbatasnya layanan perumahan sanitasi.

  6. Terbatasnya air bersih.

  7. Lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah.

  8. Memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumber daya alam.

  9. Lemahnya jaminan rasa aman.

  10. Lemahnya partisipasi 11.

  Besarnya beban kependudukan.

  Sedangkan, menurut Emil Salim bahwa ada lima karakteristik penduduk miskin yaitu : Penduduk miskin pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri.

  2. Tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan tanganya sendiri.

  3. Tingkat pendidikan pada umumnya rendah.

  4. Banyak diantara mereka yang tidak mempunyai fasilitas.

  5. Di antara mereka berusia relatif muda dan tidak mempunyai keterampilan atau pendidikan yang memadai. (Supriatna, 2000 : 124).

1.6. Defenisi Konsep.

  Konsep merupakan istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Melalui konsep, peneliti diharapkan akan dapat menyederhanakan pemikirannya dengan menggunakan satu istilah untuk beberapa kejadian yang berkaitan satu dengan yang lainya. (Singarimbun, 1995: 33).

  1. Implementasi Kebijakan adalah tindakan-tindakan yang dilaksanakan oleh individu-individu atau pejabat-pejabat terhadap suatu objek/sasaran yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

  Dalam hal ini implementasi kebijakan program penanggulangan kemiskinan di perkotaan (P2KP).

  2. Program Penanggulangan Kemiskinan Di perkotaan adalah program yang dilaksanakan dalam pemberdayakan masyarakat miskin melalui pengembangan kapasitas, penyediaan sumber daya, dan membangun masyarakat mandiri yang mampu menjalin kebersamaan dan sinergi dengan pemerintah maupun kelompok peduli setempat dalam menaggulangi 3.

  Kemiskinan adalah suatu situasi atau kondisi yang dialami seseorang atau kelompok orang yang tidak mampu menyelenggarakan hidupnya dan memenuhi kebutuhannya dalam bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, pendidikan, dan kesehatan.

3.5. Defenisi Operasional.

  Definisi operasional adalah unsur-unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variabel, sehingga dengan pengukuran tersebut dapat diketahui indikator-indikator apa saja sebagai pendukung proses analisa dari variabel-variabel tersebut. Adapun indikator dari implementasi kebijakan program penanggulangan kemiskinan di perkotaan (P2KP) adalah : a.

  Organisasi yaitu:

   Kejelasan struktur organisasi.

   Kejelasan tugas pokok dan fungsi.

   Ketersediaan sumber daya manusia

   Anggaran dana

   Prasarana dan sarana yang dimiliki.

  b.

  Penafsiran yaitu :

   Terdapatnya petunjuk pelaksana, artinya ada kesesuian pelaksana program dengan petunjuk pelaksana peraturan yang sudah dijabarkan.

   Terdapatnya petunjuk teknis yaitu adanya kesesuaian pelaksana kebijakan dengan peraturan teknis dalam operasionalisasikan program yang bersifat strategik di lapangan agar dapat berjalan efektif, efesien dan realistis.

  c.

  Penerapan yaitu :  Adanya kegiatan program penanggulangan kemiskinan di perkotaan (P2KP).

   Kejelasan sasaran atau tujuan program.

   Keikutsertaan partisipasi masyarakat dalam pelaksanana program.

   Pengawasan terhadap pelaksanaan program.

3.6. Sistematika Penulisan.

  Sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut :

  BAB I : PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, definisi konsep, definisi operasional, dan sistematika penulisan.

  BAB II : METODOLOGI PENELITIAN

  Bab ini berisikan tentang bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisa data.

  BAB III : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian, yaitu Kelurahan Pangkalan Manshyur Kecamatan Medan Johor Medan.

  Bab ini berisi data-data yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan untuk dianalisis. BAB V : PENUTUP Bab ini berisikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang dilakukan. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Dokumen yang terkait

Implementasi Kebijakan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) (Study Pada Kelurahan Pangkalan Manshyur Kecamatan Medan Johor Medan)

1 70 94

Pengaruh Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) (Studi pada Kelurahan Kota Matsum I, Kecamatan Medan Area, Kota Medan).

1 47 70

Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) (Studi Pada Kelurahan Rambung, Kecamatan Padang Hilir, Kota Tebing Tinggi ).

3 59 97

Evaluasi Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Di Perkotaan (P2KP) Dalam Pemberdayaan Masyarakat Miskin Di Kelurahan Lubuk Pakam I-II Kecamatan Lubuk Pakam

14 111 222

Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP)(Studi Pada Kelurahan Kota Bangun Kecamatan Medan Deli )

6 52 86

Respon Masyarakat Terhadap Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) Di Kelurahan Pekan Tanjung Morawa Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang

1 39 127

Implementasi Program Penanggulangan Kemiskinan Di Perkotaan (P2kp) Di Kecamatan Medan Maimun

2 47 125

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - BAB I PENDAHULUAN

0 3 16

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan (studi kasus : Pinjaman Bergulir di Kelurahan Bantan Kecamatan Tembung)

0 0 8

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Evaluasi Dampak Kebijakan Pemerintah dalam Pemenuhan Kebutuhan Pangan Pokok (Studi Tentang Program RASKIN di Kecamatan Medan Tembung)

0 0 35