BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bentonit - Pembuatan Dan Karakterisasi Nanokomposit Karet Alam/Organobentonit Menggunakan Cetiltrimetilamonium Bromida, Polietilen Glikol Dan Sodium Dodesil Sulfat Sebagai Pemodifikasi Permukaan

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bentonit
Bentonit merupakan istilah dalam dunia perdagangan untuk clay yang mengandung
monmorillonit. Kandungan utama bentonit adalah mineral monmorilonit (80%) dengan
rumus kimia [Al

l.67Mg 0.33

(Na0.33 )]Si4O10 (OH)2. Warnanya bervariasi dari putih ke

kuning, sampai hijau zaitun, coklat kebiruan. Bentonit berasal dari perubahan
hidrotermal dari abu vulkanik yang disimpan dalam berbagai air tawar (misalnya,
danau alkali) dan cekungan laut (fosil laut yang melimpah dan batu kapur), ditandai
dengan energi pengendapan yang rendah oleh lingkungan dan kondisi iklim sedang.
Hamparan bentonit berkisar pada ketebalan dari beberapa sentimeter hingga puluhan
meter (sebagian 0,3-1,5 m) dan dapat lebih dalam lagi sampai ratusan kilometer.
Bentonit banyak terdapat secara luas di semua benua. Kandungan lain dalam bentonit
merupakan pengotor dari beberapa jenis mineral seperti kwarsa, ilit, kalsit, mika dan
klorit (Utracki, et. al, 2004).


Bentonit dikenal dan dipasarkan dengan berbagai

sinonim seperti sabun tanah liat, sabun mineral, wilkinite, staylite, vol-clay, aquagel,
ardmorite, dan refinite (Johnston, 1961).

2.1.1 Jenis-jenis Bentonit
Klasifikasi bentonit dibuat dengan terlebih dahulu menyelidiki karakteristik struktural
seperti komposisi kimia dan mineralogi, kapasitas tukar kation dan luas permukaan
spesifik. Bentonit alam

baik natrium atau kalsium bentonit memiliki sifat dan

kegunaan yang berbeda. Berdasarkan jenisnya, bentonit dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Na-bentonit – Swelling bentonite (Tipe Wyoming)
Na bentonit memiliki daya mengembang hingga delapan kali apabila dicelupkan ke
dalam air, dan tetap terdispersi beberapa waktu di dalam air. Dalam keadaan kering
berwarna putih atau krem, pada keadaan basah dan terkena sinar matahari akan

Universitas Sumatera Utara


berwarna mengkilap. Perbandingan soda dan kapur tinggi, suspensi koloidal
mempunyai pH: 8,5-9,8, tidak dapat diaktifkan, posisi pertukaran diduduki oleh ionion sodium (Na+).
Kandungan Na2O dalam natrium bentonit umumnya lebih besar dari 2%. Karena sifatsifat tersebut maka mineral ini sering dipergunakan untuk lumpur pemboran,
penyumbat kebocoran bendungan pada teknik sipil, bahan pencampur pembuatan cat,
bahan baku farmasi, dan perekat pasir cetak pada industri pengecoran logam.
2. Ca-bentonit – non swelling bentonite.
Ca-bentonit

ditandai

dengan

mengembang yang rendah dan

kemampuan

penyerapan

air


dan

kemampuan

tidak mampu untuk tetap tersuspensi dalam air.

Perbandingan kandungan Na dan Ca rendah, suspensi koloidal memiliki pH 4-7. Posisi
pertukaran ion lebih banyak diduduki oleh ion-ion kalsium dan magnesium. Dalam
keadaan kering bersifat rapid slaking, berwarna abu-abu, biru, kuning, merah dan
coklat. Bentonit jenis ini sangat baik digunakan sebagai lempung pemucat warna pada
minyak kelapa (Porta, 2010 dan Supeno, 2009).

2.1. 2 Sifat Fisika dan Kimia Bentonit
Sifat–sifat fisika bentonit antara lain berkilap lilin, umumnya lunak dan plastis,
berwarna pucat dengan kenampakan putih, hijau muda, kelabu hingga merah muda
dalam keaadaan segar dan menjadi krem bila lapuk yang kemudian berubah menjadi
kuning, merah coklat hingga hitam. Bila diraba terasa licin seperti sabun. Bila
dimasukkan ke dalam air, akan menyerap air, sedikit atau banyak, bila kena air hujan
bentonit dapat berubah menjadi bubur dan bila kering akan menimbulkan rekahan

yang nyata. Sifat fisik lainnya berupa massa jenis 2,2-2,8 g/L; indeks bias 1,547-1,557;
dan titik lebur 1330-1430 oC (Johnstone, 1961).
Bentonit termasuk mineral yang memiliki gugus aluminosilikat. Unsur-unsur
kimia yang terkandung dalam bentonit diperlihatkan pada Tabel 2.1.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1. Komposisi Kimia Bentonit
Senyawa
SiO2
Al2O3
Fe2O3
CaO
MgO
Na2O
K2O
H2O

Na-Bentonit (%)


Ca-Bentonit (%)

61,3-61,4
19,8
3,9
0,6
1,3
2,2
0,4
7,2

62,12
17,33
5,30
3,68
3,30
0,50
0,55
7,22


Sumber: Puslitbang Tekmira, 2005
Struktur bangun lembaran bentonit terdiri dari 2 lapisan tetrahedral yang
disusun unsur utama Silika (O, OH) yang mengapit satu lapisan oktahedral yang
disusun oleh unsur M (O,OH) (M = Al, Mg, Fe) yang ditunjukkan pada Gambar 2. 1
yang disebut juga mineral tipe 2:1. Ruang dalam lembaran ini dapat menyusun hampir
85 % dari bentonit (Ray, 2003, Utracki, 2004).
Struktur utama bentonit selalu bermuatan negatif walaupun pada lapisan
oktahedral ada kelebihan muatan positif yang akan dikompensasi oleh kekurangan
muatan positif pada lapisan oktahedral. Hal ini terjadi karena terjadinya substitusi
isomorfik ion-ion, yaitu pada lapisan tetrahedral terjadi substitusi ion Si
sedangkan lapisan oktahedral terjadi substitusi ion Al

3+

oleh Mg

2+

4+


oleh Al

3+

,

2+

dan Fe . Ruang

dalam lapisan bentonit dapat mengembang dan diisi oleh molekul-molekul air dan
kation-kation lain (Alexandre dan Dubois, 2000).

Universitas Sumatera Utara

Gambar. 2.1. Struktur Kristal Montmorillonit, terdiri dari tiga unit lapisan,
yaitu dua unit lapisan tetrahedral (mengandung ion silika) yang
mengapit satu lapisan oktahedral ( mengandung ion besi dan
magnesium)
Montmorilonit umumnya berukuran sangat halus, sedangkan komponenkomponen dalam lapisan tidak terikat kuat. Jika mengadakan persentuhan dengan air,

maka ruang di antara lapisan mineral mengembang, menyebabkan volume clay dapat
berlipat ganda. Terdapat tanda bahwa jarak dasar (basal spacing) montmorilonit
meningkat secara seragam jika terjadi penyerapan air. Beberapa peneliti mencatat
bahwa meningkatnya jarak dasar dapat berlangsung perlahan-lahan, yaitu pertanda
pembentukan kulit hidrasi di sekeliling kation-kation yang terdapat di antara lapisan.
Tingginya daya mengembang atau mengerut dari montmorilonit menjadi alasan kuat
mengapa mineral ini dapat menyerap dan memfiksasi ion-ion logam dan persenyawaan
organik
Dari keanekaragaman jenis lempung, montmorilonit ditemukan dalam bentuk
tanah kebanyakan. Tingginya daya plastis, mengembang dan mengkerut, mineral ini
menyebabkan tanah menjadi plastis jika basah dan keras jika kering. Retakan-retakan
pada permukaan tanah akan terlihat jika permukaan tanah mengering.

Universitas Sumatera Utara

2.1.3 Kegunaan Bentonit
Bentonit terutama digunakan dalam dalam pengecoran pasir, lumpur bor, pengecoran
logam, absorben, sebagai campuran berbagai komposit, bahan makanan untuk unggas
dan hewan peliharaan, penjernihan, pembuatan makanan, kosmetik dan obat-obatan.
Bentonit telah digunakan untuk penjernihan cairan (terutama anggur putih dan jus).

Bentonit juga merupakan adsorben yang paling banyak digunakan, juga berfungsi
sebagai zat pemutih (bleaching) dan katalis. Sekitar 6 juta ton bentonit diproduksi
setiap tahunnya (Utracki, 2004).
2.1.4 Bentonit Aceh
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang terletak di ujung Barat Laut Pulau
Sumatera, luasnya mencakup 12,26 % Pulau Sumatera atau totalnya sekitar 55.390
km2. Provinsi ini memiliki 23 kota kabupaten dengan berbagai kekayaan alamnya
seperti minyak bumi dan gas alam. Disamping itu Aceh juga terkenal dengan sumber
hutan dan mineralnya. Jenis bahan galian yang termasuk kelompok mineral logam dan
non logam. Kandungan mineral daerah Aceh cukup potensial, hal ini disebabkan oleh
faktor geologi, terutama karena berada pada jalur patahan Sumatera dan adanya jalur
tunjaman (subduction zone) di sebelah barat Sumatra yang masih aktif sampai saat ini,
akibat tujaman tersebut sebagian batuannya mengalami mineralisasi.
Bahan galian logam dan bukan logam di Aceh banyak yang belum di
kembangkan dan dioptimalkan. Beberapa bahan galian logam, seperti emas, tembaga,
mangan, besi, timbal, pasir besi, belerang, batu bara, timah dan nikel dan bahan galian
non logam yang banyak terdapat di Aceh diantaranya adalah pasir kuarsa, lempung,
sirtu, andesit, felspar, batu gamping, batu sabak, bentonit dan gabro, granit, basal,
kuarsit, diorin dan andesit. Daerah-daerah yang mempunyai bentonit di Aceh adalah
Kabupaten Aceh Utara, Kabupaten Bener Meriah, Kabupaten Sabang,

Aceh

Tengah,

dan

Kabupaten

Simeulue

(http://bisnis

Kabupaten
investasi.

Acehprov.go.id/pertambangan.php).
Kabupaten Bener Meriah dengan Ibukotanya Simpang Tiga Redelong terletak
antara 40 33‘50‖ - 40 54‘50‖ Lintang Utara dan 960 40‘75‖ – 970 17‘50‖ Bujur Timur

Universitas Sumatera Utara


dengan tinggi rata-rata di atas permukaan laut 100 - 2.500 meter. Kabupaten yang
memiliki luas 1.919,69 km2 terdiri dari 10 kecamatan,dan 23 kampung
(http://www.benermeriahkab.go.id/index.php/tata-ruang/geografi-tofologi).

Gambar 2.2. Peta Kabupaten Bener Meriah Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam
Secara adminitratif, batas-batas wilayah Kabupaten Bener Meriah adalah sebagai
berikut : di sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Aceh Tengah, di sebelah Timur
berbatasan dengan kabupaten Aceh Timur, di sebelah Utara dengan kabupaten Aceh
Utara dan Bireuen, dan di sebelah selatan dengan kabupaten Aceh Tengah. Secara
geografis daerah ini terletak pada posisi koordinat 96o 40‘ 15‘‘ – 97o 19‘ 19‘‘ Bujur
timur dan 4o 34‘ 42‘‘ – 4o 58‘ 13‘‘ Lintang Utara. Desa Negeri Antara merupakan

Universitas Sumatera Utara

salah satu desa yang terletak di kecamatan Rime Gayo, kecamatan ini berbatasan
langsung dengan Kabupaten Bireuen.
Hasil inventarisasi dan evaluasi Pusat Sumber Daya Geologi, Badan Geologi,
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (2010), baik dari pengamatan lapangan
serta analisa laboratorium, di Kabupaten Bener Meriah, geologi yang teramati
sebanyak 8 formasi dari 28 formasi dan terdapat 23 lokasi bahan galian bukan logam
berupa: andesit, bentonit, batu gamping, feldspar, granit, diorit, lempung, magnesit,
batu mulia nephrit, serpentinit, sirtu dan tras. Endapan bentonit untuk Desa Negeri
Antara sampai saat ini belum diteliti.

2. 1. 5 Modifikasi Bentonit
Clay biasanya mengandung muatan negatif yang memungkinkan terjadinya reaksi
pertukaran kation. Muatan ini berasal dari satu atau lebih dari beberapa reaksi yang
berbeda. Sumber utama dari muatan negatif tersebut, yaitu substitusi isomorfis dan
disosiasi dari gugus hidroksil yang terbuka. Ion-ion yang dapat dipertukarkan adalah
ion-ion yang berada di sekitar mineral lempung silika alumina. Reaksi pertukaran ion
bersifat stoikiometris dan berbeda dengan penyerapan atau sorpsi dan desorpsi.
Pertukaran ion adalah suatu proses dimana kation yang biasanya terdapat pada
antarlapis kristal digantikan oleh kation dari larutan. Dalam air, kation pada
permukaan lapisan menjadi lebih mudah digantikan oleh kation lain yang terdapat
dalam larutan, yang dikenal dengan‖exchangeable cation‖. Kemampuan tersebut
dinyatakan dalam mili equivalent per 100 gram clay kering yang disebut cation
exchange capacity (CEC) atau kapasitas tukar kation (KTK). Kapasitas tukar kation
(KTK)

tanah

didefinisikan

sebagai

kapasitas

tanah

untuk

menyerap

dan

mempertukarkan kation. Harga KTK mineral clay bervariasi menurut tipe dan jumlah
koloid dalam clay tersebut. Tabel 2.2 menunjukkan harga rata-rata KTK berbagai
mineral clay.
Diantara mineral-mineral yang lain, montmorilonit mempunyai harga KTK
yang paling tinggi. Faktor utama tingginya harga KTK pada montmorilonit yaitu

Universitas Sumatera Utara

pemutusan ikatan dan substitusi dalam struktur kristal. Pemutusan ikatan di sekitar
sudut

satuan

silika-alumina

dalam

montmorilonit

akan

menimbulkan

ketidakseimbangan muatan permukaan. Substitusi Al3+ untuk Si4+ dalam lembar
tetrahedral dan substitusi ion-ion valensi lebih rendah, terutama Mg2+ untuk Al3+ dalam
lembar oktahedral menghasilkan muatan yang tidak seimbang pada satuan struktur
montmorilonit (Galimberti, 2011).

Tabel 2.2 Harga Rata-Rata Kapasitas Tukar Kation
Jenis Mineral

KTK (mek/100 gram)

Montmorillonit
Hektorit
Saponit
Vermikulit
Kaolinit
Sepiolit-palygorskit
Allophan
Imogolit

80-120
120
85
150
3-15
20-30
25
17-40

Sumber: Galimberti, 2011
2. 1. 6 Interkalasi Bentonit
Salah satu kekurangan clay adalah sifatnya yang hidrofilik sehingga dapat
menyebabkan aglomerasi mineral clay dalam matriks polimer yang bersifat hidrofobik.
Kekurangan ini dapat diatasi dengan menginterkalasikan kation organik seperti asam
amino atau alkil amonium membentuk organoclay yang bersifat hidrofobik.
Peningkatkan basal spacing setelah proses interkalasi juga dapat meningkatkan
kemampuan difusi polimer atau prekursor polimer ke dalam interlayer clay. Interkalasi
didasari atas pertukaran kation yang terdapat pada antar lapis lempung, seperti Na+,
K+, dan Ca2+. Interkalasi ke dalam struktur lempung mengakibatkan peningkatan luas
permukaan, basal spacing (jarak dasar antar lapis silikat montmorillonit), dan
keasaman permukaan yang berpengaruh terhadap daya adsorpsinya. Proses interkalasi
ini dapat mengakibatkan pori-pori lempung semakin besar dan homogen, antar

Universitas Sumatera Utara

lapisnyapun menjadi lebih stabil daripada sebelum diinterkalasi. Skema terjadinya
proses interkalasi ditunjukkan dalam Gambar 2.3 (Gatos, et.al, 2010).
Tujuan dari interkalasi adalah untuk:
1. Memperluas jarak interlayer
2. Mengurangi interaksi solid-solid antara lempung
3. Meningkatkan interaksi antara lempung dan matriks (Utracki, 2004).

Gambar 2.3 Skema dari: a) clay dan b) organo modified clay, dimana R dapat
digantikan dengan komponen kimia lain
Jenis nanokomposit yang terbentuk akibat interaksi polimer dengan lapisan
silikat dapat dilihat dalam Gambar 2.4 (Galimberti, et al, 2011).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.4 Jenis-jenis komposit: a) mikrokomposit, fase terpisah;
(b) nanokomposit eksfoilasi ; (c) nanokomposit interkalasi;
(d) nanokomposit interkalasi dan flokulasi
Pada Gambar 2.4.a Clay termodifikasi tidak tersebar dalam matriks karet secara
efisien. Terjadi penggumpalan dimana terjadi tumpukan lapisan clay. Hal ini biasa
terjadi pada mikrokomposit. Nanokomposit (Gambar 2. 5.b-d) dengan adanya partikel
clay dalam ukuran nano, penyebaran lempung dalam matriks jauh lebih efisien,
dimana dapat terjadi lapisan tunggal ataupun berupa tumpukan dari beberapa lamella
(Galimberti et al, 2011)
Lapisan silikat dari montmorillonit yang dapat diinterkalasi dan dieksfoliasi
menjadikannya banyak digunakan sebagai pengisi nanokomposit diantaranya untuk
meningkatkan sifat termal (Leszczynska, 2007), penyerapan air, dan dapat mengurangi
sifat flammabilitas dari nanokomposit tersebut (Qin, et al, 2004), meningkatkan sifat
mekanik (Ding, et al., 2005 ; Kim dan Hoang, 2006; Sharma, 2009), meningkatkan
sifat fire retardancy (Wang, et al, 2011), dan meningkatkan derajat degradasi (Shi, et
al, 2007).
2. 2 Surfaktan
Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan
gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan

Universitas Sumatera Utara

minyak. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan. Aktifitas surfaktan diperoleh karena
sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan
air (hidrofilik) dan bagian non polar yang suka akan minyak/lemak (lipofilik). Bagian
polar molekul surfaktan dapat bermuatan positif, negatif atau netral. Sifat rangkap ini
yang menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka udara-air, minyak-air
dan zat padat-air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik berada pada
fase air dan rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak
dengan zat padat ataupun terendam dalam fase minyak. Umumnya bagian nonpolar
(lipofilik) adalah merupakan rantai alkil yang panjang, sementara bagian yang polar
(hidrofilik) mengandung gugus hidroksil.
Gugus hidrofilik pada surfaktan bersifat polar dan mudah bersenyawa
dengan

air,

sedangkan

gugus

lipofilik

bersifat

non

polar

dan

mudah

bersenyawa dengan minyak. Pada molekul surfaktan, salah satu gugus harus
lebih dominan jumlahnya. Bila gugus polarnya yang lebih dominan, maka
molekul-molekul
dibandingkan

surfaktan

tersebut

akan

diabsorpsi

lebih

kuat

oleh

air

dengan minyak. Akibatnya tegangan permukaan air menjadi

lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinu. Demikian
pula

sebaliknya,

molekul

bila

surfaktan

gugus

tersebut

nonpolarnya
akan

lebih

diabsorpsi

dominan,
lebih

maka

kuat

oleh

molekulminyak

dibandingkan dengan air. Akibatnya tegangan permukaan minyak menjadi
lebih

rendah

sehingga

mudah

menyebar

dan

menjadi

fase

kontinu.

Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan
permukaan

larutan.

Setelah

mencapai

konsentrasi

tertentu,

tegangan

permukaan akan konstan walaupun konsentrasi surfaktan ditingkatkan.
Klasifikasi surfaktan berdasarkan muatannya dibagi menjadi empat golongan
yaitu:
1) Surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu anion.
Contohnya adalah garam alkana sulfonat, garam olefin sulfonat, garam sulfonat
asam lemak rantai panjang.

Universitas Sumatera Utara

2) Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu kation.
Contohnya garam alkil trimethil ammonium, garam dialkil-dimethil ammonium dan
garam alkil dimethil benzil ammonium.
3) Surfaktan nonionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya tidak bermuatan.
Contohnya ester gliserin asam lemak, ester sorbitan asam lemak, ester sukrosa asam
lemak, polietilena alkil amina, glukamina, alkil poliglukosida, mono alkanol amina,
dialkanol amina dan alkil amina oksida.
4) Surfaktan amfoter yaitu surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai muatan positif
dan negatif. Contohnya surfaktan yang mengandung asam amino, betain,
fosfobetain (Myer, 2006).
Mekanisme adsorpsi surfaktan ke dalam molekul bentonit untuk membentuk
organobentonit tergantung kepada struktur kimia, jenis dan jumlah gugus fungsi yang
ada. Adsorbsi berbagai jenis surfaktan ke permukaan partikel bentonit dapat terjadi
dengan mekanisme sebagai berikut:
a. Bentonit yang bermuatan negatif akan berikatan kuat dengan molekul bermuatan
positif. Dengan demikian surfaktan kationik akan

teradsorbsi dengan gaya

elektrostatis.
b. Surfaktan nonionik teradsorbsi ke partikel-partikel bentonit dengan adanya ikatan
hidrogen dan gaya van der Waals.
c. Secara teori, surfaktan anionik dapat teradsorbsi pada bagian ujung struktur
bentonit yang bermuatan positif. Tingkat adsorpsi pada bagian ini relatif lebih kecil
jika dibandingkan dengan adsorpsi oleh surfaktan kationik (Hower, 1970).
Beberapa penelitian menyimpulkan surfaktan anionik tidak teradsopsi sama sekali
ke permukaan bentonit (Law and Kunze, 1968; Schott, 1968) ataupun teradsorpsi
dalam jumlah yang sangat kecil (Wayman, 1963; Hower, 1970). Meskipun gugus
sulfonat bermuatan negatif, namun perbandingan gugus sulfonat ini relatif sedikit
jika dibandingkan dengan rantai hidrokarbonnya..

Universitas Sumatera Utara

Mao, et al

(2010) menyimpulkan bahwa interkalasi surfaktan ke dalam lapisan

bentonit terjadi dengan dua gaya: a) gaya van der Waals diantara rantai hidrokarbon
dan b) gaya elektrostatis antara gugus hidrofilik surfaktan. Penambahan muatan yang
berlawanan meningkatkan gaya van der Waals antara rantai hidrokarbon dan
mengurangi gaya elektrostatis.
2.2.1 Cetiltrimetilamonium Bromida (CTAB)
CTAB merupakan surfaktan kationik dengan rumus molekul C19H42BrN, dengan berat
molekul 364,45 g/mol.

Berbentuk serbuk putih, titik lebur 237-243oC. Sebagai

surfaktan, CTAB banyak digunakan sebagai buffer larutan untuk mengekstraksi DNA
dan sebagai pemodifikasi permukaan dalam pembuatan komposit clay.

Gambar. 2.5. Rumus Molekul CTAB

Permukaan clay yang bermuatan negatif dapat dimodifikasi dengan surfaktan melalui
reaksi pertukaran ion. Modifikasi ini menyebabkan clay yang semula hidrofilik
menjadi organofilik. Banyak penelitian memodifikasi bentonit dengan menggunakan
alkil amoniun kuarterner sebagai surfaktan kation salah satunya menggunakan CTAB.
Reaksi pertukaran ion memudahkan surfktan kationik terinterkalasi ke dalam lapisan
clay, sehingga menambah jarak basal spacing antarlapis clay (Boyd, 2001).
Polaritas

mineral clay dapat diganti dengan kation organik, dimana ion logam

anorganik melepaskan

muatan negatif pada lapisan silikat. Reaksi antara CTAB

dengan bentonit ditunjukkan sebagai berikut:
C19H42N+ Br+ + Na+ -bentonit

 C19H42N+ -bentonit + Na+ Br-……………...(2.1)

Secara umum, reaksi antara garam ammonium dengan Natrium bentonit diilustrasikan
pada Gambar 2. 6 (Galimberti, 2011).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.6. Reaksi antara Garam Ammonium dengan Na-bentonit

2. 2. 2 Polietilen Glikol (PEG)
PEG termasuk golongan polieter yang banyak digunakan dalam industri obat-obatan.
Selain itu PEG juga berfungsi sebagai surfaktan nonionik. Rumus molekulnya H-(OCH2-CH2)n-OH dengan berat molekul bervariasi.

Gambar. 2.7. Rumus Molekul PEG
Sebagai surfaktan nonionik. PEG akan teradsorbsi ke partikel-partikel bentonit dengan
adanya ikatan hidrogen. Dengan adanya ikatan hidrogen ini, gaya tarik elektrostatis
akan berkurang (Wayne, 2006). Shen (2001), dalam percobaannya menyimpulkan
bahwa penggunaan PEG sebagai surfaktan nonionik lebih stabil dan memiliki kapasitar
tukar ion yang lebih besar dibandingkan dengan surfaktan kationik.

Si
O

Si
O

O

H-(O-CH2-CH2-)n

O

O

Si
O

O

H-(O-CH2-CH2-)n

O

O

O

Si
O

O

H-(O-CH2-CH2-)n

O

O
H-(O-CH2-CH2-)n

O

O

Universitas Sumatera Utara

Si

Si

Si

Si

Gambar 2.8. Modifikasi bentonit dengan adanya ikatan hidrogen PEG berikatan
dengan SiO2 bentonit
dan membentuk antar lapis bentonit yang
lebih besar setelah dimodifikasi
Gambar 2.8 menjelaskan mekanisme modifikasi bentonit dengan adanya ikatan
hidrogen pada molekul PEG, menyebabkan PEG dapat terinterkalasi ke permukaan
bentonit.

2. 2. 3 Sodium Dodesil Sulfat (SDS)
SDS merupakan surfaktan anionik dengan rumus molekul CH3(CH2)11SO3Na dan berat
molekul 288,372 g/mol. SDS banyak digunakan sebagai bahan pembuatan detergen.
SDS tidak bersifat karsinogenik walaupun mudah mengiritasi kulit.

Gambar. 2.9. Rumus Molekul Sodium Dodesil Sulfat
Surfaktan anionik bermuatan negatif sehingga sulit untuk bereaksi ke dalam lapisan
bentonit. Zhang, et al (2010) dan Chen, et al (2011) mengemukakan bahwa surfaktan
anionik dapat masuk ke dalam lapisan bentonit sebagai pasangan ion dengan proton
(ion H3O+ ) dan Na+ ataupun Ca2+ sebagai ion penukar.
Secara teori, surfaktan anionik dapat teradsorbsi pada bagian ujung struktur bentonit
yang bermuatan positif meskipun tingkat adsorpsi pada bagian ini relatif lebih kecil
jika dibandingkan dengan adsorpsi oleh surfaktan kationik (Hower, 1970).

Universitas Sumatera Utara

Secara teori, surfaktan anionik dapat teradsorbsi pada bagian ujung struktur bentonit
yang bermuatan positif meskipun tingkat adsorpsi pada bagian ini relatif lebih kecil
jika dibandingkan dengan adsorpsi oleh surfaktan kationik (Hower, 1970).
Surfaktan anionik bermuatan negatif sehingga sulit untuk bereaksi ke dalam lapisan
bentonit. Zhang, et al (2010) dan Chen, et al (2011) mengemukakan bahwa surfaktan
anionik dapat masuk ke dalam lapisan bentonit sebagai pasangan ion dengan proton
(ion H3O+ ) dan Na+ ataupun Ca2+ sebagai ion penukar. Gambar 2.9 menunjukkan
modifikasi bentonit oleh SDS.

(a) bentonit

(b) penyisipan molekul SDS di antara
permukaan partikel bentonit

(c) terjadi peningkatan jarak antar lapis bentonit dengan adanya interkalasi SDS

Gambar 2.10 Modifikasi permukaan bentonit oleh molekul SDS

Universitas Sumatera Utara

2.3 Karet Alam
Karet alam adalah material polimer yang didapat dari tanaman Havea braziliensis yang
merupakan tanaman daerah tropis dan tumbuh optimal di dataran rendah dengan
ketinggian 0-200 m dpl. Makin tinggi tempat, pertumbuhan karet makin lambat dan
hasilnya lebih rendah (Ariyantoro, 2006).
Lateks adalah suatu koloid dari partikel karet dalam air. Lateks Hevea brasiliensis
merupakan sitoplasma dari sel-sel pembuluh lateks yang mengandung partikel karet
dan non karet yang tersuspensi dalam medium cair yang mengandung banyak bahanbahan terlarut yang disebut serum. Serum lateks mengandung bahan-bahan terlarut
ion-ion anorganik dan ion-ion logam yang masuk ke dalam lateks saat lateks disadap.
Lateks yang terkumpul digumpalkan dengan asam format (Hani, 2009).

Koagulum

yang terkumpul kemudian digiling dengan roll mil, untuk membuang kelebihan air
dan dikeringkan. Sebagian besar kemudian diolah dalam bentuk bal dan lembaran
(Ciesielski, 1999). Ion kalium pada lateks terdapat dalam jumlah paling besar.
Kandungan ion magnesium yang terdapat dalam lateks amoniakal cukup rendah, hal
ini dikarenakan sebagian besar ion magnesium membentuk endapan magnesium
amonium posfat dengan amonium. Kandungan ion besi dalam lateks komersial sangat
bervariasi karena adanya kontaminasi dari kontainer yang dipakai. Karet alam
merupakan suatu senyawa polimer hidrokarbon yang panjang.

Partikel karet

berbentuk bulat berukuran antara 5 nm – 3 mm. Unit dasar dari karet alam adalah
senyawa yang mengandung 5 atom karbon dan 8 atom hidrogen yang membentuk
suatu senyawa isoprena (C5H8). Karet alam terdiri dari 1000-5000 unit isoprena yang
berikatan secara kepala ke ekor (head to tail) dengan susunan geometri 98% cis-1,4poliisoprena dan 2% trans-1,4-poliisoprena (Archer et.al., 1963). Karet alam tidak
murni poliisoprena, tapi mengandung sekitar 95% poliisoprena dan 5% bagian non
karet seperti lemak, glikolipid, fosfolipid, protein, senyawa-senyawa anorganik, dan
lain-lain, mempunyai berat molekul 200.000-500.000, dengan dua ikatan rangkap yang

Universitas Sumatera Utara

biasanya digunakan dalam reaksi kimia (Simpson, 2002). Rumus molekul karet cis-1,4
poliisoprena dengan unit pembentuknya isoprena dapat dilihat pada Gambar. 2.11.

n
Gambar 2.11 Monomer cis-1,4 poliisoprena pembentuk molekul karet alam
Komposisi kimia karet alam dapat dilihat pada Tabel 2. 3.
Tabel 2.3. Komposisi kimia karet alam
No

Bahan

Kadar (%)

1

Hidrokarbon karet

93,7

2

Fosfolipid lemak

2,4

3

Glikolipid

1,0

4

Protein

2,2

5

Karbohidrat

0,4

6

Bahan-bahan organik

0,2

7

Lain-lain

0,1

Sumber: Tanaka, 1998
Bahan-bahan selain karet yang terdapat di dalam lateks, seperti lipid dapat
berperan sebagai antioksidan. Sedangkan protein, selain berfungsi sebagai
penstabil

sistem

mempercepat
dan

lipid

koloid

lateks

juga

berperan

sebagai

bahan

proses vulkanisasi pada pembuatan barang jadi karet.
yang

ada

di

dalam

lateks

dapat

membentuk

yang
Protein

senyawa

fosfolipoprotein, berupa membran bermuatan negatif yang melapisi partikel
karet. Membran sejenis ini menyebabkan partikel-partikel karet terdispersi
secara stabil di dalam serum lateks. Lapisan dalam adalah lapisan hidrofobik
dan lapisan luar adalah lapisan hidrofilik.

Lapisan hidrofilik mengandung

Universitas Sumatera Utara

protein dan sabun (Tanaka, 1998). Bahan-bahan tersebut cenderung rusak dan
terbuang pada penggumpalan yang berlangsung secara alami.
Meskipun
isoprene,

karet

struktur
alam

kimia

polimer

digolongkan

ke

karet

alam

dalam

kelas

selalu

sama,

berdasarkan

poli

tingkat

kotorannya. Jenis yang paling populer adalah karet lembaran (Rubber Smoke
Sheet) dan Karet remah (Crumb Rubber) yang digolongkan dalam SIR
(Standard Indonesian Rubber) 5, 10, dan 20. Semakin kecil angkanya maka
semakin sedikit kadar kotorannya sehingga

harganyapun semakin mahal

(Ciesielski,1999).

2. 3. 1. Sifat Fisika dan Kimia Karet Alam
Karet alam dikenal sebagai elastomer yang memiliki sifat lunak tetapi cukup
kenyal sehingga akan kembali ke bentuknya semula setelah diubah-ubah
bentuk.

Perlakuan secara kimia terhadap karet alam menggambarkan jenis

proses yang digunakan untuk memperbaiki sifat polimer.
Karet alam termasuk ke dalam kelompok elastomer yang berpotensi
besar

dalam

dunia

perindustrian.

Struktur

molekulnya

berupa

jaringan

(network) dengan berat molekul tinggi dan dengan tingkat kristalisasi yang
relatif tinggi, sehingga mampu menyalurkan gaya-gaya bahkan melawannya
jika dikenai beban statis maupun dinamis. Hal ini menyebabkan karet alam
memiliki kuat tarik (tensile strength), daya pantul tinggi (rebound resilience),
kelenturan

(flexing),

daya

cengkeram

yang

baik,

kalor

timbul

yang

rendah/tidak mudah panas (heat build up), elastisitas tinggi, daya aus yang
tinggi, memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan (groove cracking
resistance), plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah, daya lekat,

daya redam, dan kestabilan suhu yang relatif baik. Sifat-sifat unggul ini
menyebabkan

karet

alam

banyak

digunakan

untuk

barang-barang

industri

terutama ban.

Universitas Sumatera Utara

Akan

tetapi,

karet

alam

juga

memiliki

kelemahan.

Karet

alam

merupakan hidrokarbon tidak polar dengan kandungan ikatan tidak jenuh
yang tinggi di dalam molekulnya. Struktur karet alam tersebut menyebabkan
keelektronegatifannya

rendah,

sehingga

polaritasnya

juga

rendah.

Kondisi

demikian mengakibatkan karet mudah teroksidasi, tidak tahan panas, ozon,
degradasi pada suhu tinggi, dan pemuaian di dalam oli atau pelarut organik.
Berbagai kelemahan tersebut telah membatasi bidang penggunaan karet alam,
terutama

untuk

pembuatan

lingkungan ekstrim.

barang

jadi

karet

teknik

yang

harus

tahan

Hal ini menyebabkan penggunaan karet alam banyak

digantikan oleh karet sintetik (Hani, 2009).
Sejak satu dekade lalu seiring dengan berkembang pesatnya nanoteknologi di
seluruh dunia, penelitian tentang nanokomposit berbasis karet yang diperkuat dengan
partikel nanometer seperti montmorillonite, kaolin, nano-kalsium karbonat, nanosilica,
nano-magnesium hidroksida, attapulgite clay, and halloysite telah menjadi perhatian
para peneliti di pusat-pusat penelitian karet (Gonzales, dkk, 2008). Ciri umum dari
nanokomposit ini adalah tidak lagi bergantung pada bahan berbasis petrokimia dan
umumnya memanfaatkan bahan yang terbaharukan, ramah lingkungan serta harga
murah.

Harga karet alam semakin menaik akibat tingginya permintaan pasar

sementara lahan untuk memperlebar kebun penanaman pohon karet semakin
berkurang. Bencana alam yang kerap mengganggu produksi karet juga ikut
meyebabkan harga karet semakin mahal. Demikian juga halnya arang hitam yang
diproduksi dari bahan petrokimia semakin mahal. Untuk itu, penelitian tentang
nanokomposit berbasis karet alam yang diperkuat dengan serat atau partikel alam
berukuran nano sangat penting dalam pembuatan dan penyediaan produk karet dengan
kualitas tinggi tetapi harga rendah dan ramah lingkungan.

2. 3. 2 Vulkanisasi Karet Alam
Masalah utama karet alam adalah taktisitas atau cara penyusunan polimer yang teratur
(isotaktik). Masalah taktisitas karet alam dapat diselesaikan oleh Charles Goodyear

Universitas Sumatera Utara

(1839) yang menemukan metode vulkanisasi karet alam dengan belerang sehingga
karet alam dapat diubah elastisitasnya. Vulkanisasi karet alam melibatkan
pembentukan ikatan silang –S–S– di antara rantai poliisoprena. Vulkanisasi karet
berguna untuk menghasilkan karet alam dengan derajat elastisitas sesuai harapan.
Pada vulkanisasi karet alam, penyisipan rantai-rantai pendek dari atom
belerang akan mengikat secara silang di antara dua rantai polimer karet alam. Jika
jumlah ikatan silang relatif besar, polimer dari karet alam menjadi lebih tegar (Gambar
2. 12).

Gambar. 2.12. Pada vulkanisasi karet alam, makin banyak ikatan silang, makin
tegar karet yang terbentuk.
Sejak Goodyear melakukan percobaan memanaskan karet dengan sejumlah kecil
sulfur, proses ini menjadi metode terbaik dan paling praktis untuk merubah sifat fisik
dari karet. Proses ini disebut vulkanisasi. Fenomena ini tidak hanya terjadi pada karet
alam, namun juga pada karet sintetis. Telah diketahui pula bahwa baik panas maupun
sulfur tidak menjadi faktor utama dari proses vulkanisasi. Karet dapat divulkanisasi
atau mengalami proses curing tanpa adanya panas. Contohnya dengan bantuan sulfur
klorida. Banyak pula bahan yang tidak mengandung sulfur tapi dapat memvulkanisasi
karet. Bahan ini terbagi dua yaitu oxidizing agents seperti selenium, telurium dan
peroksida organik. Serta sumber radikal bebas seperti akselerator, senyawa azo dan
peroksida organik.

Universitas Sumatera Utara

Banyak reaksi kimia yang berhubungan dengan vulkanisasi divariasikan, tetapi
hanya melibatkan sedikit atom dari setiap molekul polimer. Definisi dari vulkanisasi
dalam kaitannya dengan sifat fisik karet adalah setiap perlakuan yang menurunkan laju
alir elastomer, meningkatkan tensile strength dan modulus. Meskipun vulkanisasi
terjadi dengan adanya panas dan sulfur, proses itu tetap berlangsung secara lambat.
Reaksi ini dapat dipercepat dengan penambahan sejumlah kecil bahan organik atau
anorganik yang disebut akselerator. Untuk mengoptimalkan kerjanya, akselerator
membutuhkan bahan kimia lain yang dikenal sebagai aktivator, yang dapat berfungsi
sebagai aktivator adalah oksida-oksida logam seperti ZnO.
Vulkanisasi dapat dibagi menjadi dua kategori, vulkanisasi nonsulfur dengan
peroksida, senyawa nitro, kuinon atau senyawa azo sebagai curing agents; dan
vulkanisasi dengan sulfur, selenium atau telurium.

2. 3. 3. Bahan Tambahan
Bahan pelunak adalah bahan-bahan yang ditambahkan untuk memudahkan
pencampuran karet dengan bahan-bahan kimia lainnya, terutama campuran bahan
pengisi memerlukan waktu yang lebih singkat. Bahan pelunak ini juga berfungsi
sebagai bahan pembantu pengolah yaitu mempermudah pemberian bentuk dan
membuat barang-barang jadi karet lebih empuk. Bahan ini bersifat licin dan
mengkilap. Contohnya : asam stearat, parafin, lilin, faktis, resin, damar dan lain-lain.
Bahan pemercepat berfungsi untuk membantu dalam mengontrol waktu dan
temperatur pada proses vulkanisasi dan dapat memperbaiki sifat vulkanisasi karet.
Beberapa jenis bahan pemercepat antara lain bahan pemercepat organik.

Misalnya,

Mercapto Benzhoathizole Disulfida (MBTS), Marcapto Banzhoathizole (MBT), dan
Diphenil Guanidin (DPG), Tetra Metil Thiura Disulfarat (TMTD) dan bahan pemercepat

anorganik, misalnya karbonat, timah hitam, magnesium, dan lain-lan (Mark dan
Erman, 2005).
Bahan pengaktif adalah bahan yang dapat meningkatkan kerja dari bahan
pemercepat. Umumnya bahan pemercepat tidak dapat bekerja baik tanpa bahan

Universitas Sumatera Utara

pengaktif. Bahan pengaktif yang bisa digunakan adalah ZnO, asam stearat, PbO, MgO
dan sebagainya pada umumnya sekitar 2 sampai 5 phr. Campuran bahan pengaktif,
bahan pemercepat dan belerang (S) disebut sistem vulkanisasi dari kompon
(vulcanising system of the coumpond).
Antioksidan berfungsi mencegah atau mengurangi kerusakan produk karena
pengaruh oksidasi yang dapat menyebabkan pemutusan rantai polimer. Tanda-tanda
yang terlihat apabila produk rusak adalah polimer menjadi rapuh, kecepatan alir
polimer tidak stabil dan cenderung menjadi lebih tinggi, sifat kuat tariknya berkurang,
terjadi retak-retak pada permukaan produk, terjadi perubahan warna, jenis bahan
antioksidan diantaranya butilated hidroksi toluen (BHT) dan phenil-beta-naphthylamine (PBN).
Bahan Pengisi (filler): Vulkanisat dengan komposisi karet, sulfur, akselerator,
aktivator dan asam organik relatif bersifat lembut. Nilainya dalam industri modern pun
relatif rendah. Untuk memperbaiki nilai di industri perlu ditambahkan bahan pengisi.
Penambahan ini meningkatkan sifat-sifat mekanik seperti kekuatan tarik, kekakuan,
ketahanan sobek, dan ketahanan abrasi. Bahan yang ditambahkan disebut reinforcing
fillers dan perbaikan yang ditimbulkan disebut reinforcement. Kemampuan filler untuk
memperbaiki sifat vulkanisat dipengaruhi oleh sifat alami filler, tipe elastomer dan
jumlah filler yang digunakan. Komposisi kimia dari filler menentukan kemampuan
kerja dari filler. Karbon hitam adalah filler yang paling efisien meskipun ukuran
partikel, kondisi permukaan dan sifat lain dapat dikombinasikan secara luas. Sifat
elastomer juga turut menentukan daya kerja dari filler. Bahan yang baik untuk
memperbaiki sifat karet tertentu, belum tentu bekerja sama baiknya untuk jenis karet
lain. Peningkatan jumlah filler menyebabkan perbaikan sifat vulkanisat. Karbon hitam
selama ini merupakan bahan murah yang dapat memperbaiki ketiga sifat penting
vulkanisat yaitu tensile strength, tear resistance dan abrasion resistance. Akan tetapi
karbon hitam dapat menyebabkan polusi dan memberikan warna hitam. Dalam
beberapa dekade ini beberapa penelitian dipusatkan untuk mencari pengganti karbon
hitam. Sepiolit, Kaolin dan Silika dapat digunakan sebagai bahan pengisi meskipun

Universitas Sumatera Utara

sifat penguatnya lebih rendah dari karbon hitam. Polimer berlapis silikat mulai diteliti
sejak dikenalkan nanokomposit polyamida-organoclay.

Clay dan mineral clay

termasuk montmorilonit, saponit, hektorit, dan sebagainya mulai digunakan sebagai
pengisi pada karet dan plastik (Arroyo, 2002).
Penguatan elastomer oleh pengisi koloid, seperti karbon hitam, clay atau silika,
memainkan peranan penting dalam perbaikan sifat mekanik bahan karet. Potensi
penguatan ini terutama disebabkan dua efek: (i) pembentukan jaringan pengisi terikat
secara fleksibel dan (ii) kopling polimer-filler yang kuat. Kedua efek ini timbul akibat
tingginya aktivitas permukaan dan permukaan partikel filler yang spesifik (Vilgis, et
al, 2009)
2.4 Komposit
Komposit dapat didefinisikan sebagai yang terdiri dari dua atau lebih material dimana
sifat kimia dan fisika yang berbeda dipisahkan oleh sebuah gaya antarmuka yang
berbeda. Komposit, menjadi bahan penting hari ini, karena memiliki keuntungan
seperti berat molekul rendah, ketahanan terhadap korosi, daya tahan tinggi, dan lebih
cepat proses pembuatannya. Komposit banyak digunakan sebagai bahan dalam
membuat material pesawat, kemasan peralatan elektronik untuk medis, dan beberapa
bahan bangunan rumah. Perbedaan antara campuran dan komposit
dalam komposit

dua

konstituen

utama tetap dikenali

adalah bahwa

sementara

dalam

campuran mungkin tidak dikenali. Bahan utama yang biasa digunakan adalah kayu,
beton, keramik, dan sebagainya (Thomas, et.al., 2012)
Material komposit merupakan bahan yang terdiri dari dua atau lebih fase (fase
matriks dan fasa terdispersi) yang berbeda sifat antara keduanya. Fase matriks adalah
fase utama memiliki karakter kontinyu, biasanya lebih elastis dan kurang keras.
Matriks ini mengikat fasa terdispersi . Fase terdispersi menguatkan matriks dalam
bentuk diskontinyu. Fase sekunder disebut fase terdispersi. Fasa terdispersi biasanya
lebih kuat dari matriks, oleh karena itu, kadang-kadang disebut fase penguat.

Universitas Sumatera Utara

2. 4. 1 Polimer Nanokomposit

Nanokomposit adalah suatu komposit dimana setidaknya salah satu fase berukuran
nanometer. Polimer nanokomposit merupakan material yang terbentuk melalui
penggabungkan material polimer organik dengan material lain dalam skala nanometer.
Polimer nanokomposit sangat menarik perhatian karena seringkali mempunyai sifat
mekanik, termal, elektrik, dan optik yang lebih baik dibandingkan dengan makro
ataupun mikropartikelnya.
Secara umum polimer nanokomposit terbentuk dengan mendispersikan
nanopartikel organik atau anorganik pada matriks polimer. Nanopartikel dapat berupa
material tiga dimensi berbentuk sferis atau polihedral seperti silika, material dua
dimensi berupa padatan berlapis seperti clay, grafit, dan hidrotalsit ataupun nanofiber
satu dimensi seperti nanotube.
Nanokomposit polimer – lempung biasanya merupakan bahan penggabungan
antara polimer dan bahan komposit sebagai penguat (reinforcement), seperti silika,
zeolit, dan lain-lain. Reinforcement yang digunakan biasanya juga sebagai pengisi
(filler) pada matriks polimer.
Polimer berlapis silikat adalah salah satu nanokomposit hibrida yang terdiri
dari fase organik (yaitu polimer) dan fase anorganik (yaitu silikat). Alasan pemilihan
silikat adalah karena bahan ini dapat terdispersi dengan baik di seluruh bagian
nanokomposit. Modifikasi organofilik membuat silikat kompatibel dengan polimer
(Arroyo, 2002).

Bahan silikat yang sering digunakan adalah turunan dari

phyllosilicate seperti mika, talc, montmorilonite, vermiculite, hectorite dan saponite.
Seluruh bahan yang disebutkan di atas dikenal dengan sebutan bahan 2:1 berlapis
silikat (layered silicate) (Paul, 2008).
Ada 4 (empat) jenis dispersi polimer berlapis silikat dalam sebuah matrik
polimer seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.13:
a. Dispersi konvensional dari lempung yang tidak terinterkalasi
b. Bentuk interkalasi dimana d-spacing < 8.8nm
c dan d. Struktur Eksfoliasi, dimana d-spacing > 8.8 nm (Utracki, 2004)

Universitas Sumatera Utara

Gambar. 2.13. Distribusi Silikat Berlapis dalam matriks polimer
Sejak pertama kali dalam industri karet, untuk membuat kompon karet selalu
menggunakan pengisi. Pengisi yang dimasukkan ke dalam kompon terdiri dari dua
jenis yaitu pengisi inert (inert fillers) dan pengisi penguat (reinforcing fillers). Pengisi
inert ditambahkan ke dalam karet untuk menambah volume dan mengurangi biaya.
Kontras dengan pengisi penguat seperti karbon hitam dan silika yang akan menambah
sifat mekanik, untuk mengubah konduktivitas listrik, meningkatkan ketahanan
terhadap panas dan pembakaran. Paling sedikit 20% pengisi harus ditambahkan ke
dalam kompon untuk mendapatkan hasil yang diharapkan. Nanokomposit berbasis
silikat mengubah paradigma dalam pembuatan material (Galimberti, 2011)

Universitas Sumatera Utara

2. 4. 2 Aplikasi dan Penggunaan Nanokomposit
Beberapa aplikasi penting teknologi yang didasarkan material nano antara lain
produksi bubuk nano keramik dan material lain, nanokomposit, pengembangan sistem
nanoelektrokimia, aplikasi penggunaan tabung nano untuk menyimpan hidrogen, chip
DNA dan chip untuk menguji kadar logam dalam kimia ataupun biokimia. Teknologi
nano juga digunakan dalam mendeteksi gen maupun mendeteksi obat dalam bidang
kedokteran. Selain itu, juga dapat digunakan dalam alat-alat nanoelektronik.
Pengembangan teknologi nano lebih lanjut dapat diaplikasikan dalam pembuatan laser
jenis baru, nanosensor, nanokomputer (yang berbasis tabung nano dan material nano),
dan banyak lagi aplikasi lainnya (Rao, et al, 2004).

2. 5 Analisis dan Karakterisasi Bahan Polimer
2. 5. 1 Spektroskopi Infra merah Fourier-Transform (FTIR)
Serapan radiasi infra merah oleh suatu molekul terjadi karena interaksi vibrasi ikatan
kimia yang menyebabkan perubahan polarisabilitas dengan medan listrik gelombang
elektromagnetik. Ada dua jenis vibrasi ikatan kimia yang dapat menyerap radiasi infra
merah, yakni vibrasi longitudinal dan vibrasi sudut.
Molekul polimer dikenal dengan karakteristik rantai yang terdiri dari sejumlah
satuan-ulangan (sampai 102 – 105 unit per rantai). Secara teori spektrum inframerah
bahan polimer akan tergantung dari karakteristik spektrum dan struktur kimia satuan
ulangannya. Akan tetapi, berbeda dengan senyawa bobot molekul rendah yang murni,
struktur satuan-ulangan dalam rantai polimer tidak selamanya identik. Ditambah lagi
perubahan susunan geometris, perubahan orientasi ikatan dan bentuk kristal akan
mempengaruhi serapan inframerah oleh kimia satuan-ulangan. Karena itu dapat diduga
bahwa polimer dengan bobot molekul tinggi yang terdiri dari 103 – 106 atom per
molekul akan memberikan sejumlah besar pita serapan.
Pada dasarnya, teknik FTIR adalah sama dengan spektroskopi inframerah
biasa, kecuali dilengkapi dengan cara penghitungan Fourier Transform dan
pengolahan data untuk mendapatkan resolusi dan kepekaan yang lebih tinggi.

Universitas Sumatera Utara

2. 5. 2 Uji Tarik (Tensile Strength)
Sifat mekanik polimer termoplastik merupakan respon terhadap pembebanan yang
secara umum dapat dijelaskan dengan mempelajari hubungan antara struktur rantai
molekulnya dan fenomena yang teramati. Terjadinya deformasi pada polimer dapat
dilihat pada Gambar 2.14. Pola hasil pengujian tarik dari mesin uji antara gaya tarik
dan perpanjangan dapat dilihat dalam Gambar 2.15. Perilaku mekanik dari polimer
termoplastik secara umum dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu: (1) Perilaku
elastik, (2) Perilaku plastik, dan (3) Perilaku visko-elastik, hal ini diperlihatkan pada
Gambar 2.15 (http:/www.infometrik.com/2009/09/mengenal-uji-tarik-dan-sifat-sifatmekanik-logam).
Perilaku termoplastik secara umum adalah elastik non-linear yang tergantung pada
waktu (time-dependent) , ada dua mekanisme yang terjadi pada daerah elastis, yaitu:
(1) Distorsi keseluruhan bagian yang mengalami deformasi
(2) Regangan dan distorsi ikatan-ikatan kovalennya.
Perilaku elastik non-inear atau non-proporsional pada daerah elastis terutama berhubungan
dengan mekanisme distorsi dari keseluruhan rantai molekulnya yang linear atau linear
dengan cabang. Perilaku plastis pada polimer termoplastik pada umumnya dapat

dijelaskan dengan mekanisme gelinciran rantai (chain sliding). Ikatan sekunder sangat
berperan dalam mekanisme ini akan berperan sebagai semacam ‗tahanan‘ dalam proses
gelincir atau deformasi geser (shear) antar rantai molekul yang sejajar searah dengan
arah garis gaya. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa ikatan sekunder sangat
menentukan ketahanan polimer termoplastik terhadap deformasi plastik atau yang
selama ini kita kenal dengan kekuatan (strength) dari polimer.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.14 Spesimen Uji Tarik dan Perilaku Polimer Termoplastis Saat
Mengalami Pembebanan pada Mesin Uji Tarik

Gambar.2.15.Kurva Hubungan Tegangan Terhadap Regangan
Gelinciran rantai molekul polimer termoplastik dapat pula dilihat sebagai aliran
viskos dari suatu fluida. Kemudahan molekul polimer untuk dideformasi secara
permanen dalam hal ini berbanding lurus dengan viskositas dari polimer. Perilaku
penciutan (necking) dari polimer termoplastik amorph agak sedikit berbeda dengan
perilaku penciutan logam pada umumnya. Hal ini disebabkan karena pada saat terjadi

Universitas Sumatera Utara

penciutan akan terjadi kristalisasi yang menyebabkan penguatan lokal pada daerah
tersebut dan penurunan laju deformasi.
Pengujian tarik (tensile test) adalah pengujian mekanik secara statis dengan cara
sampel ditarik dengan pembebanan pada kedua ujungnya di mana gaya tarik yang
diberikan sebesar P (Newton). Tujuannya untuk mengetahui sifat-sifat mekanik tarik
(kekuatan tarik) dari komposit yang diuji. Pertambahan panjangnya (Δl) yang terjadi
akibat gaya tarikan yang diberikan pada sampel uji disebut deformasi, dan regangan
merupakan perbandingan antara pertambahan panjang dengan panjang mula-mula
yang dinyatakan dalam persamaan (2.1). Regangan merupakan ukuran untuk
kekenyalan suatu bahan yang harganya biasanya dinyatakan dalam persen .
……..………(2.1)
dengan:
ε = regangan (%)
Δl = pertambahan panjang (m)
lo = panjang mula-mula (m)
l = panjang akhir (m)
Perbandingan gaya pada sampel terhadap luas penampang lintang pada saat
pemberian gaya disebut tegangan (stress). Tegangan tarik maksimum suatu kekuatan
tarik (tensile strength) suatu bahan ditetapkan dengan membagi gaya tarik maksimum
dengan luas penampang mula-mula, dengan persamaan (2.2) sebagai berikut:

ζ

……………………………(2.2)

dengan:
ζm = Tegangan tarik maksimum (Nm-2)
Pm = Gaya tarik maksimum (N)
Ao = Luas penampang awal (m2)

Universitas Sumatera Utara

Gaya maksimum adalah besarnya gaya yang masih dapat ditahan oleh sampel sebelum
putus.
Modulus Young adalah ukuran suatu bahan yang diartikan sebagai ketahanan
material tersebut terhadap deformasi elastik. Makin besar modulusnya maka semakin
kecil regangan elastik yang dihasilkan akibat pemberian tegangan . Kurva hubungan
tegangan

terhadap

regangan

dapat

dilihat

pada

Gambar

2.16

(http:/www.infometrik.com/2009/09/mengenal-uji-tarik-dan-sifat-sifat-mekaniklogam).

Gambar. 2.16. Kurva Tegangan-Regangan Bahan Kenyal
Grafik 2.16 merupakan kurva tegangan regangan bahan kenyal yang
menunjukkan bahwa dari bagian awal kurva tegangan-regangan mulai dari titik 0
sampai a merupakan daerah elastis, daerah ini berlaku hukum Hooke. Titik a
merupakan batas plastis yang didefenisikan sebagai tegangan terbesar yang dapat
ditahan oleh suatu bahan tanpa mengalami regangan permanen apabila beban
ditiadakan. Dengan demikian, apabila beban ditiadakan di sebarang titik 0 dan a, kurva
akan menelusuri jejaknya kembali dan bahan yang bersangkutan akan kembali ke
panjang awalnya. Titik b merupakan tegangan tarik maksimum yang masih bisa
ditahan oleh bahan. Titik c merupakan titik putus/patah. Penambahan beban sehingga
melampaui titik a akan sangat menambah regangan sampai tercapai titik c di mana

Universitas Sumatera Utara

bahan menjadi putus. Dari titik a sampai c dikatakan bahan mengalami deformasi
plastis. Jika jarak titik 0 dan a besar, maka bahan itu dikatakan kenyal (ductile). Jika
pemutusan terjadi segera setelah melewati batas elastis maka bahan itu dikatakan
rapuh. Pada daerah antara titik 0 dan a berlaku hukum Hooke dan besarnya modulus
elastisitas pada daerah ini dapat ditulis dengan persamaan (2.3) berikut ini:
……………(2.3)
Dengan :
E = modulus elastisitas atau Modulus Young (Nm-2)
ζ = tegangan (Nm-2)
ε = regangan (%)
Penggunaan bahan polimer sebagai bahan teknik misalnya dalam industri suku cadang
mesin, konstruksi bangunan dan transportasi, tergantung sifat mekanisnya, yaitu
gabungan antara kekuatan yang tinggi dan elastisitas yang baik. Sifat mekanis yang
khas ini disebabkan oleh adanya dua macam ikatan dalam bahan polimer, yakni ikatan
kimia yang kuat antara atom dan interaksi antara rantai polimer yang lebih lemah
(Wirjosentono, 1995).
2.5. 3 Pengujian Kestabilan Termal (Thermal Gravimetry Analysis/TGA)
TGA merupakan suatu teknik mengukur perubahan jumlah dan laju berat dari material
sebagai fungsi dari temperatur atau waktu dalam atmosfer yang terkontrol. Pengukuran
digunakan untuk menentukan komposisi material dan memprediksi stabilitas termalnya
pada temperatur mencapai 1000o C. Teknik ini dapat mengkarakterisasi material yang
menunjukkan kehilangan atau pertambahan berat akibat dekomposisi, oksidasi atau
dehidrasi.
Analisa termal dapat didefinisikan sebagai pengukuran sifat-sifat fisik dan
kimia material sebagai fungsi dari suhu. Pada prakteknya, istilah analisa termal
seringkali digunakan untuk sifat-sifat spesifik tertentu. Misalnya entalpi, k

Dokumen yang terkait

Pembuatan Dan Karakterisasi Komposit Karet Alam/Monmorillonite Menggunakan Polietilen Glikol Sebagai Pemodifikasi Organik

2 126 72

Pembuatan Dan Karakterisasi Nanokomposit Karet Alam/Organobentonit Menggunakan Cetiltrimetilamonium Bromida, Polietilen Glikol Dan Sodium Dodesil Sulfat Sebagai Pemodifikasi Permukaan

7 76 146

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Lingkup Akustik. - Pembuatan Dan Karakterisasi Papan Akustik Poliester Berbasis Serat Agave Angustifolia Haw

0 0 27

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Modifikasi Dan Karakterisasi Karet Alam Siklis (Resiprena 35) Dengan Anhidrida Maleat Sebagai Substituen Bahan Pengikat Cat Sintetis

0 0 31

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Serat Rami - Pembuatan Dan Karakterisasi Plafon Gipsum Dengan Menggunakan Serat Rami (Boehmeria nivea (L) Gaud) Dan Campuran Semen PPC

0 1 24

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karet Alam - Pembuatan Dan Karakterisasi Komposit Karet Alam/Monmorillonite Menggunakan Polietilen Glikol Sebagai Pemodifikasi Organik

0 2 18

Pembuatan Dan Karakterisasi Komposit Karet Alam/Monmorillonite Menggunakan Polietilen Glikol Sebagai Pemodifikasi Organik

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kertas - Pembuatan Dan Karakterisasi Kertas Dari Serat Batang Kecombrang ( Nicolaia Speciosa)

1 3 27

Pembuatan Dan Karakterisasi Nanokomposit Karet Alam/Organobentonit Menggunakan Cetiltrimetilamonium Bromida, Polietilen Glikol Dan Sodium Dodesil Sulfat Sebagai Pemodifikasi Permukaan

0 0 36

Pembuatan Dan Karakterisasi Nanokomposit Karet Alam/Organobentonit Menggunakan Cetiltrimetilamonium Bromida, Polietilen Glikol Dan Sodium Dodesil Sulfat Sebagai Pemodifikasi Permukaan

0 0 8