TINJAUAN PUSTAKA Ikan Garing (Tor tambra) dan Penyebarannya

  

TINJAUAN PUSTAKA

Ikan Garing (Tor tambra) dan Penyebarannya

  Kelompok ikan Garing merupakan penghuni sungai pada hutan tropis terutama pada kawasan pegunungan.Habitat asli ikan tambra umumnya pada bagian hulu sungai di daerah perbukitan dengan air yang jernih dan berarus kuat (Haryono dan Subagja, 2008).Persebaran ikan Garing berada pada daerah Sumatera, Jawa, Malaya, Burma, Thailand dan Indochina (Kottelat dkk., 1993).Tor sp.tersebar luas di sungai pegunungan seluruh Semenanjung Melayu dankepulauan Indonesia termasuk Sumatera, Kalimantan dan Jawa (Roberts, 1999).

  Menurut Hardjamulia dkk. (1995) yang memaparkan bahwa ikan Garing (Tor tambra) memiliki nama lain yang berbeda di berbagai daerah seperti dikenal dengan ikan Semah yang merupakan jenis ikan yang terdapat di Danau Ranau dan di Sungai Selabung, Sumatera Selatan. Ikan Semah (nama lokal di Sumatera Selatan dan Jambi) mempunyai nama lokal lainnya, seperti Kancera (Jawa Barat), Garing (Sumatera Barat), Silap (Kalimantan Barat), Padak (Kalimantan Selatan), sedangkan di Sumatera Utara lebih dikenal dengan nama ikan Jurung dan ikan Garing.

  Selain itu, menurut Haryono (2006) menyebutkan bahwa ikan sapan atau semah (Tor tambroides Blkr.) lebih dikenal dengan nama baku ‘Tambra’ atau Mahseer. Jenis ikan ini termasuk dalam suku Cyprinidae bersama-sama dengan ikan mas, tawes dan nilem. Kerabat ikan Semah (Tor tambra) di dunia telah diketahui sebanyak 20 jenis yang tersebar di kawasanAsia, sedangkan di Indonesia terdapat empat jenis, yaitu: Tor tambroides Blkr., T. tambra (C.V.), T.

  

douronensis (C.V.), dan T. soro (C.V.). Sinonim dari kelasTor adalah

Labeobarbus (Gambar 2); untuk membedakan keempat jenis kerabat ikan tambra

  yang berasal dari Indonesia sementara ini masih berdasarkan ada tidaknya cuping pada bibir bawah dan ukuran cuping itu sendiri (Kottelat et al., 1993 dan Roberts, 1999).

  Klasifikasi ikan Garing menurut Kottelat,dkk.(1993) sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class : Actinopterygii Order : Cypriniformes Family : Cyprinidae Kelas : Tor Spesies : Tor tambra

  Gambar 2. Ikan Garing (Tor tambra) Kottelat dkk. (1993) telah merevisi nama kelas Labeobarbus menjadiTor.

  Secara morfologi Tor soro dapat memiliki panjang maksimal 1 meter dengan

  

lateral lineralis 24-28, Tor tambra dapat memiliki panjang maksimal 1 meter

  dengan lateral lineralis 22-24 dan Tor tambroides dapat mencapai panjang maksimal 0,7 meter. Tor soro memiliki sirip dubur lebih pendek dari pada sirip punggung, bibir bawah tanpa celah di tengah.Tor tambra memiliki cuping berukuran sedang pada bibir bawah tetapi tidak menyentuh ujung bibir, jari-jari terakhir sirip punggung yang mengeras lebih pendek dari pada kepada tanpa moncong. Sedangkan menurut Saanin (1984) menyebutkan bahwa kelas

  

Labeobarbus memiliki ciri-ciri sirip punggung yang licin, kepala tidak

  berkerucut, antara garis rusuk dan sirip punggung terdapat tiga setengah baris sisik.

  Di Sumatera ikan Garing mempunyai nilai ekonomi karena digemari masyarakat.Jenis ini memiliki nilai penting bagi masyarakat Batak di Sumatera Utara yang menggunakan jenis ini untuk upacara adat dan keberadaannya semakin terbatas. Di Kuningan, Jawa Barat terdapat beberapa kolam yang berisi ikan jenis ini dan dipelihara karena ikan ini dianggap keramat. Permasalahan yang dihadapi sekarang ialah keberadaan jenis ikan ini mulai terancam kepunahan (Hardjamulia dkk., 1995).

  Sungai Batang Gadis

  Ekosistem air yang terdapat di daratan (inland water) secara umum dibagi atas 2 yaitu perairan lentik(lentic water), atau juga disebut sebagai perairan tenang, misalnya danau, rawa, waduk, situ, telaga dan sebagainya dan perairan lotik(lotic water) disebut juga sebagai perairan berarus deras, misalnya sungai, kali, kanal, parit dan sebagainya. Perbedaan utama antara perairan lotik dan lentik adalah kecepatan arus. Perairan lentik mempunyai kecepatan arus yang lambat serta terjadi akumulasi massa air dalam periode waktu yang lama, sementara perairan lotik umumnya mempunyai kecepatan arus tinggi disertai perpindahan

  Sungai adalah sistem yang berfungsi secara normal dipengaruhi oleh kecepatan aliran, volume air, suhu, keseimbangan oksigen, jumlah bahan terlarut, substrat geologi dan budaya masyarakat. Keterkaitan sungai dengan daratan sekitarnya sangat erat dan bervariasi mulai dari kemampuan aliran yang menyebabkan erosi, debit sungai, curah hujan yang terjadi di daerah tangkapan air sekitarnya, pasokan air tanah yang ada, berbagai bentuk pemanfaatan dan vegetasi sepanjang pinggir sungai. Air yang mengalir pada sungai menimbulkan erosi dan deposit yang menyebabkan terbentuknya delta di daerah menuju ke laut (Muller, 1980).

  Sungai merupakan suatu bentuk ekositem perairan yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah disekitarnya, sehingga kondisi suatu sungai sangat dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki oleh lingkungan disekitarnya.

  Sebagai suatu ekosistem, perairan sungai mempunyai berbagai komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi membentuk suatu jalinan fungsional yang saling mempengaruhi. Komponen pada ekosistem sungai akan terintegrasi satu sama lainnya membentuk suatu aliran energi yang akan mendukung stabilitas ekosisten tersebut (Suwondo, dkk., 2004).

  Dinamika ekosistem perairan termasuk sungai merupakan aliran air yang tergantung pada sifat air diantaranya adalah peningkatan suhu yang cepat, sifat anomali air yang memiliki kerapatan maksimal di atas titik beku, transparansi air yang menentukan jumlah radiasi matahari yang dapat dimanfaatkan oleh fitoplankton dan tanaman air lain sebagai produsen dan kekeruhan bahan terlarut yang mengandung unsur hara yang secara tidak langsung menentukan jumlah populasi ikan (Lagler, 1977).

  Sungai merupakan sumber air sangat penting untuk memenuhi kebutuhan manusia.Sungai berfungsi sebagai transportasi sedimen dari darat ke laut, untuk pengumpul hujan dan juga di berbagai kehidupan manusia.Umumnya sungai digunakan untuk pembangkit listrik, pelayaran, perikanan, industry, dan irigasi atau persawahan (Yeanny, 2005).

  Sungai sejak jaman purba menjadi suatu unsur alam yang sangat berperan dalam membentuk corak kebudayaan suatu bangsa.Ketersediaan airnya, lembahnya yang subur merupakan potensi yang menarik manusia untuk bermukim disekitarnya. Kehidupan sehari-hari mereka tidak akan lepas dari memanfaatkan sungai dengan konsekuensi yang harus dihadapi adalah manusia akan melakukan rekayasa terhadap sungai agar mendapatkan lebih banyak manfaat. Segala tindak pemanfaatan terhadap sungai akan menimbulkan dampak perubahan sifat dan keadaan sungai sebagai penyesuaian terhadap tindakan yang dilakukan pada sungai tersebut (Mulyanto, 2007).

  Sungai Batang Gadis berada pada wilayah administrasi Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara.Kabupaten Mandailing Natal berada di bagian selatan wilayah Provinsi Sumatera Utara pada lokasi geografis 0°10'–1°50' Lintang Utara dan 98°50'–100°10' Bujur Timur ketinggian 0–1.915 m di atas permukaan laut. Kabupaten Mandailing Natal merupakan bagian paling selatan dari Provinsi Sumatera Utara dan berbatasan langsung dengan Provinsi Sumatera Barat. Batas-batas wilayah kabupaten (Siregar, 2011): Batas bagian Timur : Kabupaten Padang Lawas Batas bagian Selatan : Provinsi Sumatera Barat Batas bagian Barat : Samudera Indonesia.

  Potensi hidrologi sungai cukup penting untuk menunjang pembangunan, baik untuk kepentingan irigasi, air minum (sanitasi), transportasi, maupun untuk kepentingan lainnya. Beberapa sungai yang terdapat di Kabupaten Mandailing Natal di antaranya adalah Sungai Batang Gadis, Batahan, Kun-kun, Parlampungan, Hulu Pungkut, Aek Rantau Puran, Aek Mata dan lain-lain. Luas daerah aliran sungai terbesar yakni Sungai Batang Gadis, yang terletak di ibukota Kecamatan Panyabungan. Aliran sungai sepanjang 180,00 km dan lebarnya 65 m,

  3

  dengan volume normal sekitar 25.781,11 m Secara umum sungai-sungai yang berada di daerah ini biasa digunakan untuk sarana irigasi, perhubungan, MCK (Mandi, Cuci dan Kakus) dan lainnya (Siregar, 2011).

  Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Gadis dengan luas areal ± 137,5 km dengan lebar ± 10 km dan kedalamannya ± 2–5 m mencakup areal mulai dari bagian hulu di Simpang Banyak, Ulu Pungkut. Kabupaten Mandailing Natal terletak pada 0°10' – 1°50' LU dan 98°10' – 100°10' Bujur Timur ketinggian 0 – 2.145 m di atas permukaan laut.Iklim Kabupaten Mandailing Natal adalah berkisar antara 23 ºC – 32 ºC dengan kelembaban antara 80 – 85 %. Gugusan Bukit Barisan merupakan sumber mata air sungai-sungai yang mengalir di Kabupaten Mandailing Natal. Ada 6 sungai besar bermuara ke Samudera Hindia diantaranya adalah Batang Gadis 137,5 km, Siulangaling 46,8 km, Parlampungan 38,72 km, Tabuyung 33,46 km, Batahan 27,91 km, Kunkun 27,26 km, dan sungai- bahwa daerah Kabupaten Mandailing Natal adalah daerah yang subur dan menjadi lumbung pangan bagi wilayah sekitarnya (Pemkab Madina, 2013).

  Kebiasaan Makan

  Makanan adalah organisme, bahan maupun campuran zat yang dimanfaatkan ikan untuk menunjang kehidupan organ tubuhnya.Sedangkan kebiasaan makan (feeding habit) adalah tingkah laku ikan saat mencari dan mengambil makanan. Sehubungan dengan kebiasaan ikan mencari makananya, pada ikan terdapat apa yang disebut sebagai feeding periodicity yaitu masa ikan aktif mengambil makanan selama 24 jam. Makanan merupakan faktor pengendali populasi, pertumbuhan, dan kondisi ikan (Effendie, 1979). Makanan yang dimanfaatkan oleh ikan untuk memelihara tubuh dan menggantikan alat-alat tubuh yang rusak, kelebihan makanan akan digunakan untuk pertumbuhan. Makanan yang dikonsumsi minimal mengandung protein, karbohidrat dan lemak. Ketiga zat ini masing-masing akan diubah menjadi energi yang sangat dibutuhkan untuk melakukan aktivitas (Mudjiman, 2009).

  Makanan merupakan faktor yang sangat penting dalam suatu organisme karena dapat menentukan luas penyebaran suatu spesies serta dapat mengontrol besarnya suatu populasi.Suatu organisme dapat hidup tumbuh dan berkembang karena adanya energi yang berasal dari makanan yang dimakan (Lagler, 1977).Makanan yang terdapat pada lambung dikelompokkan sebagai makanan utama serta makanan tambahan.Dengan mengetahui makanan suatu jenis ikan maka dapat ditentukan kedudukan ikan itu apakah sebagai predator atau kompetitor (Effendie, 2002).

  Besarnya populasi ikan dalam suatu perairan antara lain ditentukan oleh makanan yang tersedia. Dari makanan ini ada beberapa faktor yang berhubungan dengan populasi tersebut yaitu jumlah dan kualitas makanan yang tersedia, mudahnya tersedia makanan dan lama masa pengambilan makanan oleh ikan dalam populasi tersebut. Makanan yang telah digunakan oleh ikan tadi akan mempengaruhi sisa persediaan makanan dan sebaliknya dari makanan yang diambilnya akan mempengaruhi pertumbuhan, kematangan bagi setiap individu ikan serta keberhasilan hidupnya (survival). Adanya makanan dalam perairan selain terpengaruh oleh kondisi biotik seperti tersebut diatas, ditentukan pula oleh komponen abiotik lingkungan seperti suhu, cahaya, ruang dan luas permukaan (Effendie, 2002).

  Ikan membutuhkan makanan yang dipergunakan untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya.Keberadaan suatu jenis ikan di alam memiliki hubungan yang sangat erat dengan keberadaan makanannya.Dengan mengetahui kebiasaan makanan ikan dapat dilihat hubungan ekologis diantara organisme pada perairan tersebut, misalnya bentuk-bentuk pemangsaan, persaingan dan rantai makanan. Selain itu pengamatan juga dilakukan untuk tujuan domestikasi ikan-ikan yang memiliki nilai ekonomis penting yang akan dibudidayakan (Lagler, 1977).

  Ikan membutuhkan makanan sebagai sumber energi untuk melakukan metabolisme dalam tubuh yang digunakan untuk mempertahankan hidup dan meningkatkan pertumbuhan.Kandungan makanan yang penting bagi ikan diantaranya protein, lemak atau lipid dan karbohidrat yang digunakan untuk pertumbuhan atau anabolisme dan energi untuk menjalankan fungsi tubuh atau

  Hal-hal yang tercangkup di dalam kebiasaan makan adalah kualitas dan kuantitas makanan yang dimanfaatkan oleh ikan.Oleh karenanya, kebiasaan makanan ikan secara alami bergantung kepada lingkungan tempat ikan itu hidup.Ketersediaan makanan merupakan faktor penentu jumlah populasi, pertumbuhan, reproduksi, dan dinamika populasi serta kondisi ikan yang ada di suatu perairan (Effendie, 1979).

  Salah satu informasi penting dari studi kebiasaan makanan yaitu, antara lain kita dapat menentukan komposisi makanan dalam lambung ikan baik sebagai makanan utama, makanan pelengkap, dan makanan tambahan serta merupakan faktor yang menentukan suatu spesies ikan mau memakan organisme adalah ukuran makanan, ketersediaan makanan, suhu air, dan kondisi fisiologis ikan (Asriansyah, 2008).

  Kebanyakan ikan mencari makan dengan menggunakan mata.Pembauan dan persentuhan digunakan juga untuk mencari makan terutama oleh ikan pemakan dasar dalam perairan yang kekurangan cahaya atau dalam perairan keruh. Ikan yang menggunakan mata dalam mencari makanan akan mengukur apakah makanan itu cocok atau tidak untuk ukuran mulutnya. Tetapi ikan yang menggunakan pembauan dan persentuhan tidak melakukan pengukuran, melainkan kalau makanan sudah masuk mulut akan diterima atau ditolak (Effendie, 2002).

  Untuk menentukan kategori ikan berdasarkan jenis makanannya dapat ditentukan dengan melihat perbedaan struktur anatomis organ saluran pencernaan pada ikan.Perbedaan struktur anatomis saluran pencernaan pada ikan dapat dilihat Tabel 1. Perbedaan struktur anatomis saluran pencernaan pada ikan-ikan hebivora, karnivora, dan omnivora.

  Organ Kategori Ikan Herbivora Karnivora Omnivora Tapis Insang Banyak, Panjang, Sedikit, pendek, kaku Tidak terlalu banyak Rapat

  Tidak terlalu panjang Tidak terlalu rapat Rongga Sering, tidak bergerigi Umumnya bergerigi Bergerigi kecil mulut tajam dan kuat

Lambung Tidak berlambung Berlambung dengan Berlambung dengan

atau berlambung palsu bentuk bervariasi bentuk kantung Usus Ukuran sangat Pendek, kadang-kadang Sedang, 2 –3 kali dari panjang, beberapa kali lebih pendek dari panjang tubuhnya dari panjang tubuhnya panjang tubuhnya Sumber: Effendie (2002).

  Effendie (1979) menyatakan bahwa urutan kebiasaan makan pada ikan diketahui dari jenis dan jumlah makanan ikan.Urutan tersebut adalah makanan utama yaitu makanan yang biasa dimakan dalam jumlah besar, makanan pelengkap yaitu makanan yang ditemukan dalam jumlah sedikit, makanan tambahan yaitu makanan yang terdapat dalam saluran pencernaan dalam jumlah sangat sedikit.Selain itu, ada pula makanan pelengkap yaitu makanan yang hanya dikonsumsi apabila makanan utama tidak tersedia.

  Pengelompokan ikan berdasarkan makanannya menurut Effendie (2002) terbagi menjadi enam kelompok yaitu kelompok ikan pemakan plankton, pemakan tanaman, pemakan dasar, pemakan detritus, ikan buas dan ikan pemakan campuran.Berdasarkan kepada jumlah variasi dari macam-macam makanan tadi, ikan dapat dibagi menjadi euryphagic yaitu ikan pemakan bermacam-macam makanan, stenophagic ikan pemakan makan yang macamnya sedikit atau sempit dan monophagic ikan yang makanannya terdiri dari satu macam makanan saja.

  Plankton

  Makanan alami adalah makanan yang tumbuh secara alami pada habitat hewani, tergantung pada jenis ikan tertentu.Jenis-jenisnya dapat berupa plankton (fitoplankton dan zooplankton), alga filamen (lumut), alga dasar (kelekap), detritus campur bakteri dan cendawan, organisme bentos, tanaman air submersum (tumbuhan di dalam air), tanaman air yang mengapung (neuston dan pleuston) serta binatang-binatang nekton (Mudjiman, 2009).

  Plankton adalah organisme mengapung yang pergerakannya seringkali tergantung pada arus.Ukurannya sangat kecil sehingga hanya bisa dilihat dengan bantuan mikroskop.Plankton mampu hidup di perairan manapun atau mampu menyesuaikan dengan kondisi lingkungan perairan sebagai habitatnya.Plankton terdiri dari fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton memiliki pigmen yang berfungsi dalam proses fotosintesis, seperti pigmen pada tumbuhan tinggi, sedangkan zooplankton adalah plankton yang dapat bergerak aktif seperti hewan. Baik fitoplankton maupun zooplankton hidup terapung atau terhanyut di daerah pelagik (Nugroho, 2006).

  Plankton adalah organisme (tumbuhan dan hewan) yang hidup melayang- layang di dalam air tanpa mempunyai kemampuan untuk melawan gerakan air.Pada umumnya plankton berukuran renik.Akan tetapi, ada beberapa jenis yang berukuran sedang sehingga mudah dilihat dengan mata telanjang, misalnya kutua air jenis copepod.Plankton dapat berupa jasad-jasad nabati atau tumbuhan (fitoplankton, plankton nabati) dan jasad-jasad hewani atau binatang (zooplankton, plankton hewani) (Mudjiman, 2009).

  Fitoplankton merupakan organisme yang berukuran renik, memiliki gerakan yang sangat lemah, bergerak mengikuti arah arus dan dapat melakukan Flagellata seperti Chlamydomonas, Tetraselmis, Dunaliella, dan Isochrysis.Anggota Diatomeae (ganggang kersik) contohnya Cyclotella, Synedra, Navicula, Nitzschia, Chaetoceros dan Skeletonema.Beberapa jenis hewan yang merupakan zooplankton diantaranya Infusoria, Brachionus, Artemia, Daphnia, Moina, Cyclops dan Calanus (Mudjiman, 2009).

  Komunitas fitoplankton meliputi kelas diatom (Bacillariophyceae), Chlorophyceae, Crysophyceae, Chryptophyceae, Cyanophyceae dan Dinophyceae.Kelimpahan fitoplankton didefinisikan sebagai jumlah individu fitoplankton per satuan volume air yang umumnya dinyatakan dalam individu per

  3

  3 meter kubik (ind/m ) atau sel per meter kubik (sel/m ) (Nugroho, 2006).

  Kelompok fitoplankton yang mendominasi perairan tawar umumnya terdiri dari diatom dan ganggang hijau serta dari kelompok ganggang biru.Jenis yang umumnya sangat banyak ditemukan pada perairan adalah dari kelas

  Oscillatoria , Aphanizomenon, Anabaena dan Microcystis aeruginosa. Dari

  kelompok diatom yang umumnya dijumpai adalah Stephanodiscus hantzchii,

  Cyclotella meneghiniana, Melosira granulate, Asterionella Formosa dan Synedra acus . Dari kelompok Chlorophyta yang sering dijumpai adalah Scenedesmus quadricauda, Ankistrodesmus acicularis, Coelastrum reticulatum, Euglena pisciformis , kelas Chlamydomonas dan Pandorina morum.Kelompok zooplankton

  yang banyak terdapat di ekosistem air adalah dari jenis Crustaceae (Copepoda dan Cladocera) serta Rotifera (Barus, 2004).

  Parameter Fisika dan Kimia Perairan

  Keberadaan ikan Garing dan organisme lain yang hidup di sungai Batang fisika dan kimia yang mempengaruhi keberadaan organisme di sungai Batang Gadis diuraikan sebagai berikut.

  Suhu

  Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam proses metabolisme organisme di perairan. Perubahan suhu yang mendadak atau kejadian suhu yang ekstrim akan mengganggu kehidupan organisme bahkan dapat menyebabkan kematian. Suhu perairan dapat mengalami perubahan sesuai dengan musim, letak lintang suatu wilayah, ketinggian dari permukaan laut, letak tempat terhadap garis edar matahari, waktu pengukuran dan kedalaman air. Suhu air mempunyai peranan dalam mengatur kehidupan biota perairan, terutama dalam proses metabolisme. Kenaikan suhu menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen, namun di lain pihak juga mengakibatkan turunnya kelarutan oksigen dalam air. Oleh karena itu, maka pada kondisi tersebut organisme akuatik seringkali tidak mampu memenuhi kadar oksigen terlarut untuk keperluan proses metabolisme dan respirasi (Effendi, 2003).

  Suhu air merupakan salah satu faktor abiotik yang keberadaannya sangat mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton. Peningkatan suhu pada kisaran toleransi akan meningkatkan laju metabolism dan aktivitas fotosintesis fitoplankton. Reaksi kimia enzimatik dalam proses fotosintesis dipengaruhi secara langsung oleh suhu. Peningkatan suhu sebesar 10

  ˚C akan meningkatkan laju fotosintesis maksimum lebih kurang dua kali lipat (Asriyana dan Yuliana, 2012).

  Peningkatan suhu pada perairan mengakibatkan peningkatan metabolisme ikan dan sebaliknya dengan penurunan suhu, menyebabkan terjadinya penurunan kecepatan metabolisme.Kecepatan metabolisme berpengaruh terhadap konsumsi oksigen.Suhu optimal untuk ikan berkisar antara 20-28 ˚C (Nugroho, 2006).

  Kedalaman

  Kedalaman merupakan salah satu parameter fisika, semakin dalam perairan maka intensitas cahaya yang masuk semakin berkurang. Kedalaman merupakan wadah penyebaran atau faktor fisik yang berhubungan dengan banyak air yang masuk ke dalam suatu sistem perairan (Gonawi, 2009). Pengukuran kedalaman menggunakan tongkat berskala yang digunakan dengan menancapkan hilang ke dasar perairan dan dicatat nilai ambang batas air pada skala.

  Kecepatan Arus

  Arus merupakan ciri utama dari jenis perairan mengalir. Kecepatan arus dapat bervariasi sangat besar di tempat yang berbeda dari suatu aliran yang sama (membujur atau melintang dari poros arah aliran) dan dari waktu ke waktu serta merupakan faktor berharga yang patut dipertimbangkan untuk dapat diukur, kecepatan arus di sungai ditentukan oleh kemiringan, kekerasan, kedalaman dan kelebaran dasarnya (Odum, 1996).

  Menurut Mason (1981) diacu Gonawi (2009), kecepatan arus merupakan faktor penting di perairan. Kelompok sungai berdasarkan kecepatan arus yaitu: arus yang sangat cepat (> 1 m/detik), arus yang cepat (0,5 1 m/detik), arus yang

  • – sedang (0,25 0,5 m/detik), arus yang lambat (0,1 0,25 m/detik) dan arus
  • – –

  sangat lambat (< 0,1 m/detik). Arus dalam perairan mengalir merupakan faktor pembatas karena plankton-plankton yang merupakan makanan bagi nekton tidak dapat bertahan dan cenderung untuk terbawa arus.Hal ini merupakan faktor

  Kecerahan

  Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan.Kecerahan merupakan ukuran transparansi yang ditentukan secara visual dengan menggunakan Secchi disk, dimana nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter.Nilai ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan dan padatan tersuspensi, serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran (Effendi, 2003).

  Ketersediaan cahaya dalam badan air baik secara kuantitatif maupun kualitatif sangat tergantung pada waktu (harian, musiman, tahunan), tempat (letak geografis, kedalaman), kondisi prevalen di atas permukaan air (penutupan awan, inklinasi matahari) atau dalam perairan (refleksi, absobsi oleh air dan materi- materi terlarut serta penghamburan oleh partikel tersuspensi) (Asriyana dan Yuliana, 2012).

  Derajat Keasaman (pH)

  Derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion hydrogen dalam perairan.Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besar tingkat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Perairan dengan nilai pH = 7 adalah netral, pH < 7 dikatakan kondisi perairan bersifat asam, sedangkan pH > 7 dikatakan kondisi perairan bersifat basa (Effendi, 2003).

  Nilai pH menyatakan intensitas keasaman atau alkalinitas dari suatu contoh air dan mewakili konsentrasi ion hidrogennya. Konsentrasi ion hidrogen ini akan berdampak langsung terhadap keanekaragaman dan distribusi organisme serta menentukan reaksi kimia yang akan terjadi. Dari hasil aktivitas biologi ion buffer atau penyangga untuk menyangga kisaran pH di perairan agar tetap stabil. Nilai pH berpengaruh langsung pada keanekaragaman dan distribusi organisme serta berpengaruh juga pada beberapa reaksi kimia alami yang terjadi di lingkungan perairan (Goldman dan Horne (1983) diacuAnzani (2012)).

  Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu parameter yang dapat menentukan produktivitas suatu perairan.pH sangat mempengaruhi kehidupan makhluk hidup, termasuk didalamnya fitoplankton. pH yang ideal untuk kehidupan fitoplankton di perairan adalah 6,5 8,0. Pada perairan yang berkondisi

  • – asam dengan pH kurang dari 6, organisme yang menjadi pakan ikan (fitoplankton) tidak akan hidup dengan baik (Asriyana dan Yuliana, 2012). Batas toleransi ikan terhadap pH berkisar antara 4,0 (acid death point) – 11,0 (basic death point). Ikan tumbuh dengan baik pada pH 5 9, sedangkan pH di bawah 4 dan di atas 10 dapat
  • – menghambat bahkan menyebabkan kematian ikan (Nugroho, 2006).

  Dissolve Oxygen (DO)

  Sumber utama oksigen terlarut di perairan dari atmosfer dan fotosintesis tumbuhan air.Di daerah aliran air biasanya kandungan oksigen berada dalam jumlah yang cukup banyak.Oleh karena itu hewan pada aliran air umumnya mempunyai toleransi yang sempit dan terutama peka terhadap kekurangan oksigen (Anzani, 2012). Menurut Pescod (1973), ada tiga sumber utama oksigen dalam air yaitu masukan oksigen lewat air tanah, limpasan air permukaan, fotosintesis dan aerasi fisik. Kadar oksigen yang terlarut di perairan alami bervariasi tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin suhu 0º C dan 8 mg/liter pada suhu 25º C. Kadar oksigen terlarut di perairan alami biasanya kurang dari 10 mg/liter (Effendi, 2003).

  Keadaan perairan dengan kadar oksigen yang sangat rendah berbahaya bagi organisme akuatik. Perairan yang diperuntukan bagi kepentingan perikanan sebaiknya memiliki kadar oksigen tidak kurang dari 5 mg/liter (Effendi, 2003). Kelarutan oksigen dalam air dapat dipengaruhi oleh suhu, tekanan parsial gas-gas yang ada di udara maupun di air, kadar garam dan adanya senyawa yang terkandung dalam air. Konsumsi oksigen pada ikan bervariasi menurut spesies, ukuran, aktivitas dan suhu air. Umumnya pengaruh DO terhadap kehidupan ikan adalah sebagai berikut: DO di bawah 3 ppm, tidak cocok untuk kehidupan ikan; DO dari 3-6 ppm, tidak cocok untuk kehidupan ikan; dan DO di atas 6 ppm, cukup cocok untuk kehidupan ikan (Nugroho, 2006).