Pengaruh Perbedaan Suhu terhadap Laju Pertumbuhan Ikan Tambra (Tor Tambra)

(1)

PENGARUH PERBEDAAN SUHU TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN

IKAN TAMBRA

(

Tor tambra

)

SKRIPSI

RISSA HERAWATI BR GINTING 090805053

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi dan memenuhi syarat mencapai Gelar Sarjana Sains

RISSA HERAWATI BR GINTING 090805053

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(3)

Judul : Pengaruh Perbedaan Suhu Terhadap Laju Pertumbuhan Ikan Tambra (Tor Tambra)

Kategori : Skripsi

Nama : Rissa Herawati Br Ginting Nim : 090805053

Program Studi : Sarjana (S1) Biologi Departemen : Biologi

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Januari 2014

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Dr. Miswar Budi Mulya, M.Si Dr. Hesti Wahyuningsih, M.Si NIP. 19691010 199702 1 002 NIP. 19691018 199412 2 002

Diketahui oleh:

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,

Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc NIP. 19630123 199003 2 001


(4)

PENGARUH PERBEDAAN SUHU TERHADAP LAJU

PERTUMBUHAN IKAN TAMBRA

(

Tor tambra

)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Januari 2014

Rissa Herawati Br Ginting 090805053


(5)

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan perlindungan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “PENGARUH PERBEDAAN SUHU TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN IKAN TAMBRA (Tor tambra)”.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dr. Hesti Wahyuningsih, M.Si selaku dosen pembimbing I dan Bapak Dr. Miswar Budi Mulya, M.Si selaku dosen pembimbing II yang memberikan waktu dan saran serta bimbingannya sehingga penyusunan skripsi ini dapat terbentuk dengan baik. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander Barus, M.Sc selaku penguji I dan Bapak Dr. Arlen Hanel Jhon, M.Si selaku penguji II atas kritik dan saran yang membangun dalam penyusunan skripsi ini sehingga terbentuk dengan baik. Terimakasih kepada Bapak Dr. Salomo Hutahaean, M.si selaku dosen pembimbing akademik yang memberikan dukungan dan saran serta bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih kepada Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc selaku Ketua Departemen Biologi FMIPA USU Medan, Bapak Dr. Sutarman, M.Sc selaku Dekan FMIPA USU, Ibu Dr. Marpongahtun, M.Sc selaku Pembantu Dekan I, Bapak Drs. Nursal M.Si selaku Pembantu Dekan II, Bapak Drs. Krista Sebayang, M.Si selaku Pembantu Dekan III, bapak dan ibu Dosen Biologi FMIPA USU serta seluruh staf pegawai FMIPA USU. Penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada Ayah (R. Ginting) dan Ibu (K. br. Sinuraya) tercinta atas segala materi, doa, nasehat serta dukungannya yang kuat buat penulis untuk melewati banyak tantangan dalam penyusunan skripsi ini sehingga penyusunan skripsi ini terselesaikan dengan baik. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada adekku Rissa H Ginting, Riski H Ginting dan Reynaldi H Ginting buat semangat dan dukungan yang kuat karena kalianlah semangatku sehingga penyusunan skripsi ini terselesaikan dengan baik. Penulis mengucapkan terimakasih kepada bang Ptd. Filmon Sinuraya buat kasih sayang serta dukungannya kepada penulis. Terimakasih kepada teman seperjuanganku Ledi Sitanggang yang telah bersama-sama melewati banyak tantangan untuk menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih kepada adek asuhku Siska Theresia Simangunsong, kak Dinaros, kak Hanna, Fivin, Ima, Rencina, Sukma, Monaria teman seperjuangan stambuk 2009, Persekutuan Keluarga Besar Kristen Biologi, seluruh adek stambuk 2010, 2011 dan 2012 buat doa yang diberikan. Penulis mengucapkan terimakasih kepada PT. Melia Sehat Sejahtera yang telah memberikan dukungan, motivasi serta doa yang diberikan. Semoga Tuhan memberkati. Amin


(6)

Abstrak

Pengaruh perbedaan suhu terhadap laju pertumbuhan ikan tambra (Tor tambra) telah dilakukan. Ikan tambra (Tor tambra) merupakan salah satu

ikan yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi karena cita rasa dagingnya yang enak dan gurih. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui suhu optimal terhadap laju pertumbuhan, hubungan panjang dan beratikan tambra (Tor tambra) pada setiap suhu yang berbeda. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 10 ulangan yaitu, perlakuan A (suhu 23oC), B (suhu 25oC), C (suhu 27oC) dan D (suhu 29oC) . Hasil menunjukkan bahwa pertumbuhan pada suhu 23oC lebih baik dibandingkan dengan perlakuan suhu yang lain. Hal ini disebabkan karena kualitas air, kondisi lingkungan dan kualitas pakan memberikan pengaruh besar terhadap kelangsungan hidup ikan. Analisa hubungan panjang – bobot dan faktor kondisi ikan ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat korelasi fungsional antara panjang dengan bobot dan pola pertumbuhan. Hasil analisis menunjukkan korelasi antara panjang dengan berat pada setiap pengamatan sangat signifikan (p > 0,05). Pertumbuhan ikan tambra pada umumnya allometrik negatif, dengan kata lain pertambahan berat lebih lambat daripada panjangnya.


(7)

Abstract

Effect of temperature on growth rate differences tambra (Tor tambra) has been performed. Tambra (Tor tambra) is one of the fish that have high economic value because of the taste of the meat is tasty and savory. The purpose of this study was to determine the optimal temperature for growth, length and weight relationship of tambra (Tor tambra) at each different temperature. This study used an experimental method with a Completely Randomized Design (CRD) consisting of 4 treatments and 10 replications, treatment A (temperature 23°C), B (temperature 25°C), C (temperature 27°C) and D (temperature 29°C). Results showed that growth at 23°C temperatures better than other temperature treatments. This is because water quality, environmental conditions and feed quality a major impact on the survival of fish. Analysis of a length-weight relationship and condition factor of fish is intended to determine the level of functional correlation between the length of the weight and growth pattern. The analysis showed a correlation between the length of the weight on each observation is very significant (p > 0,05). Growth of tambra in general negative allometric , in other words gain weight more slowly than its length. .


(8)

Halaman Lembar Persetujuan i

Lembar Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstract v

Daftar Isi vi

Daftar Tabel viii

Daftar Gambar ix

Daftar Lampiran x

Bab 1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 3

1.3. Tujuan Penelitian 4

1.4. Hipotesa 4

1.5. Manfaat Penelitian 4

Bab 2. Tinjauan Pustaka

2.1. Anatomi dan Morfologi Ikan Tambra (Tor tambra) 5 2.2. Populasi dan Habitat Ikan Tambra 6 2.3. Ikan Tambra dan Penyebarannya 8

2.4. Faktor Fisika Kimia Air 9

Bab 3. Bahan dan Metode

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian 12

3.2. Alat dan Bahan 12

3.3. Metode Penelitian 12

3.3.1. Rancangan Penelitian 12 3.3.2. Persiapan Akuarium 13 3.3.3. Persiapan Ikan Tambra (Tor tambra) 13 3.3.4. Perlakuan Terhadap Ikan Tambra (Tor tambra) 13 3.3.5. Parameter yang Diukur 13 3.3.6. Analisa data 14

Bab 4. Hasil dan Pembahasan

4.1. Pertumbuhan Ikan Tambra (Tor tambra) 17 4.2. Laju Pertumbuhan Bobot Bulanan dan Bobot Total Ikan

Tambra (Tor tambra) Selama Pemeliharaan

19

4.3. Pola Pertumbuhan Ikan Tambra (Tor tambra) 20 4.4. Sintasan Ikan Tambra (Tor tambra) 24 4.5. Faktor Fisik Kimia yang Diukur 25


(9)

4.5.3. Oksigen Terlarut (Disolved Oxygen) 27

4.5.4. Amoniak 27

Bab 5. Kesimpulan dan Saran

5.1. Kesimpulan 28

5.2. Saran 28


(10)

Nomor Judul Halaman 4.1.1. Pertumbuhan Bobot Rata-rata Ikan Tambra (Tor tambra) Selama

Pemeliharaan 12 Minggu dengan Perlakuan Suhu yang Berbeda

17

4.1.2. Pertumbuhan Panjang Rata-rata Ikan Tambra (Tor tambra) Selama Pemeliharaan 12 Minggu dengan Perlakuan Suhu yang Berbeda

18

4.2.1. Laju Pertumbuhan Bobot Bulanan Ikan Tambra (Tor tambra) 19

4.2.2. Laju Pertumbuhan Bobot Total Ikan Tambra (Tor tambra) 19

4.3.1. Hubungan Panjang dan Bobot Ikan Tambra (Tor tambra) Selama Pemeliharaan 12 Minggu dengan Perlakuan Suhu 23oC

20

4.3.2. Hubungan Panjang dan Bobot Ikan Tambra (Tor tambra) Selama Pemeliharaan 12 Minggu dengan Perlakuan Suhu 25oC

21

4.3.3. Hubungan Panjang dan Bobot Ikan Tambra (Tor tambra) Selama Pemeliharaan 12 Minggu dengan Perlakuan Suhu 27oC

21

4.3.4. Hubungan Panjang dan Bobot Ikan Tambra (Tor tambra) Selama Pemeliharaan 12 Minggu dengan Perlakuan Suhu 29oC

22

4.3.5. Histogram Hasil Analisis Korelasi Setiap Perlakuan dengan SPSS Versi 16.00

23

4.4. Sintasan Ikan Tambra (Tor tambra) Selama 12 Minggu pada Perlakuan Suhu yang Berbeda


(11)

Nomor Judul Halaman 4.5. Nilai Faktor Fisik Kimia Selama Pemeliharaan 12 Minggu

dengan Perlakuan Suhu yang Berbeda


(12)

Nomor Judul Halaman 1. Bagan kerja Metode Winkler untuk Mengukur DO 32

2. Alat dan Bahan Penelitian 33

3. Cara Kerja Penelitian 34

4. Baku Mutu Air Tawar 35

5. Analisis Hubungan Panjang dan Berat Ikan Tambra 37 6. Hasil Analisis Korelasi Setiap Perbedaan Suhu Melalui

SPSS Ver.16.00

38


(13)

Abstrak

Pengaruh perbedaan suhu terhadap laju pertumbuhan ikan tambra (Tor tambra) telah dilakukan. Ikan tambra (Tor tambra) merupakan salah satu

ikan yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi karena cita rasa dagingnya yang enak dan gurih. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui suhu optimal terhadap laju pertumbuhan, hubungan panjang dan beratikan tambra (Tor tambra) pada setiap suhu yang berbeda. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 10 ulangan yaitu, perlakuan A (suhu 23oC), B (suhu 25oC), C (suhu 27oC) dan D (suhu 29oC) . Hasil menunjukkan bahwa pertumbuhan pada suhu 23oC lebih baik dibandingkan dengan perlakuan suhu yang lain. Hal ini disebabkan karena kualitas air, kondisi lingkungan dan kualitas pakan memberikan pengaruh besar terhadap kelangsungan hidup ikan. Analisa hubungan panjang – bobot dan faktor kondisi ikan ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat korelasi fungsional antara panjang dengan bobot dan pola pertumbuhan. Hasil analisis menunjukkan korelasi antara panjang dengan berat pada setiap pengamatan sangat signifikan (p > 0,05). Pertumbuhan ikan tambra pada umumnya allometrik negatif, dengan kata lain pertambahan berat lebih lambat daripada panjangnya.


(14)

Abstract

Effect of temperature on growth rate differences tambra (Tor tambra) has been performed. Tambra (Tor tambra) is one of the fish that have high economic value because of the taste of the meat is tasty and savory. The purpose of this study was to determine the optimal temperature for growth, length and weight relationship of tambra (Tor tambra) at each different temperature. This study used an experimental method with a Completely Randomized Design (CRD) consisting of 4 treatments and 10 replications, treatment A (temperature 23°C), B (temperature 25°C), C (temperature 27°C) and D (temperature 29°C). Results showed that growth at 23°C temperatures better than other temperature treatments. This is because water quality, environmental conditions and feed quality a major impact on the survival of fish. Analysis of a length-weight relationship and condition factor of fish is intended to determine the level of functional correlation between the length of the weight and growth pattern. The analysis showed a correlation between the length of the weight on each observation is very significant (p > 0,05). Growth of tambra in general negative allometric , in other words gain weight more slowly than its length. .


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ikan konsumsi yang saat ini banyak dibudidaya oleh masyarakat kita kebanyakan merupakan ikan pendatang (introduksi) dari negara lain. Padahal di Indonesia banyak jenis ikan yang potensial untuk dikembangkan sebagai ikan budidaya, diantaranya ikan tambra (Tor tambra). Jenis ikan ini sudah dilirik oleh pengusaha untuk segera dijadikan sebagai ikan budidaya dan dapat dimanfaatkan secara luas (Haryono, 2007).

Salah satu anggota Cyprinidae yang potensial dikembangkan sebagai ikan budidaya adalah ikan tambra. Kerabat ikan tambra lebih dikenal dengan sebutan

mahseer‟, selain itu dijuluki pula sebagai „Kings of the Rivers’atau raja sungai karena ukuran tubuhnya bisa sangat besar. Smith (1945) dalam Haryono et al. (2009) melaporkan bahwa ukuran beberapa jenis ikan marga Tor dapat mencapai 100 cm dengan bobot > 30 kg. Ikan tambra termasuk ke dalam marga Tor dan di Indonesia diketahui terdapat empat jenis, yaitu Tor tambroides, Tor tambra, Tor douronensis dan Tor soro. Di dunia terdapat 20 jenis ikan dari marga Tor yang tersebar di wilayah Asia. Weber dan Beaufort (1916) dalam Haryono et al. (2009) sebelumnya memberi nama Labeobarbus, dan membedakan jenisnya berdasarkan keberadaan dan ukuran cuping pada bibir bawah.

Permintaan daging ikan tambra terus meningkat, walaupun harganya sangat mahal. Sebaliknya aspek budidayanya belum berhasil dan bahkan belum banyak diteliti, oleh karena itu tingkat eksploitasinya di alam terus meningkat yang berakibat pada semakin kritisnya populasi di habitat aslinya. Ikan dari marga Tor termasuk jenis yang terancam punah akibat penangkapan yang berlebihan dan kerusakan habitat berupa penggundulan hutan (Haryono, 2006).

Populasi ikan tambra di alam sudah jarang, bahkan dikhawatirkan telah mendekati kepunahan. Haryono et al. (2009) melaporkan bahwa Tor spp. tidak ditemukan pada lokasi HPH di Sungai Seturan, Melinau Kalimantan Timur


(16)

padahal dimungkinkan sebelumnya ada. Di sisi lain, eksploitasinya terus berlangsung secara besar-besaran dan belum ada kegiatan budidaya. Data dasar biologi dan ekologi ikan tambra juga belum banyak diketahui. Kelompok ikan tambra/mahseer merupakan penghuni sungai pada hutan tropis terutama pada kawasan pegunungan. Habitat asli ikan tambra umumnya pada bagian hulu sungai di daerah perbukitan dengan air yang jernih dan berarus kuat. Ikan tambra bersifat pemakan segala atau omnivora. Di habitat aslinya, ikan tambra memakan tumbuhan dan hewan yang terdapat di substrat/kerikil, sedangkan pada kondisi ex-situ dilaporkan bahwa ikan tambra memakan cacing dan pelet dengan baik (Haryono & Subagja, 2008).

Faktor-faktor kimia perairan dalam keadaan ekstrim mempunyai pengaruh hebat terhadap pertumbuhan, bahkan dapat menyebabkan fatal. Faktor luar yang utama mempengaruhi pertumbuhan ialah makanan dan suhu perairan. Untuk daerah tropik suhu perairan berada dalam batas kisar optimum untuk pertumbuhan. Oleh karena itu apabila ada ikan dapat mencapai ukuran 30 cm dengan berat 1 kg dalam 1 tahun dalam perairan tropik, maka ikan yang sama spesiesnya di daerah bermusim empat ukuran mungkin akan dicapai dalam waktu dua atau tiga tahun (Effendie, 2002).

Suhu merupakan salah satu variabel lingkungan yang sangat penting. Ikan sebagai hewan ektotermal (poikilotermal) sangat bergantung kepada suhu. Kenaikan suhu meningkatkan laju metabolisme dalam tubuh, yang pada hakekatnya adalah naiknya kecepatan reaksi kimiawi. Kenaikan suhu akan meningkatkan laju pertumbuhan sampai batas tertentu, dan setelah itu kenaikan suhu justru menurunkan laju pertumbuhan. Setiap ikan diketahui mempunyai kisaran suhu optimal yang pada suhu tersebut ikan tumbuh maksimal. Anakan ikan cod (Gadus morhua) suhu optimal pertumbuhan menurun seiring dengan pertambahan bobot. Pertumbuhan ikan di daerah tropik lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan ikan di daerah dingin (Rahardjo et al. 2011).

Pertumbuhan dapat dirumuskan sebagai pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu waktu, sedangkan pertumbuhan bagi populasi sebagai pertambahan jumlah. Pertumbuhan itu merupakan proses biologis yang komplek dimana banyak faktor mempengaruhinya (Effendie, 2002).


(17)

Suhu mempengaruhi kecepatan seluruh proses perkembangan atau tahap-tahap dalam perkembangan. Lama periode inkubasi dikendalikan oleh suhu. Kisaran optimum untuk perkembangan normal, periode inkubasi akan memendek ketika suhu naik. Contoh, inkubasi telur ikan mas pada suhu antara 15-30oC akan menetas sekitar satu minggu, sedangkan pada suhu yang lebih tinggi dapat menetas dalam dua hari atau beberapa jam saja. Suhu juga dapat mempengaruhi tampilan meristik individual, seperti jumlah vertebra, sisik, dan jari-jari sirip (Rahardjo et al. 2011).

Mengingat tingginya permintaan dan makin kritisnya populasi ikan tambra (Tor tambra) di alam, maka diperlukan penelitian yang mengarah pada upaya pemanfaatan secara berkelanjutan. Oleh karena itu, perlu adanya informasi mengenai kondisi lingkungan media biologi untuk mendukung pertumbuhan ikan ini. Salah satu faktor fisik yang berperan penting adalah suhu. Suhu mempengaruhi seluruh kegiatan dan proses kehidupan ikan yang meliputi

pernafasan, reproduksi, dan pertumbuhan. Suhu air yang meningkat (sampai batas tertentu), menyebabkan laju metabolisme meningkat yang pada

gilirannya meningkatkan konsumsi dan pertumbuhan ikan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendukung keberhasilan proses budidaya dan pengembangan ikan tambra (Tor tambra).

1.2. Permasalahan

Ikan tambra merupakan salah satu spesies ikan air tawar yang banyak terdapat di hulu sungai, salah satunya adalah sungai di Sumatera Utara. Ikan tambra sangat dikenal dalam masyarakat perikanan karena karakteristik tubuh dan warnanya yang khas, cita rasa dagingnya yang gurih serta harganya yang relatif tinggi. Selain itu ikan tambra bagi masyarakat Batak Sumatera Utara merupakan jenis ikan yang bernilai penting karena digunakan untuk upacara adat. Pertumbuhan ikan tambra dipengaruhi oleh faktor eksternal. Ikan sebagai hewan ektotermal (poikilotermal) sangat bergantung kepada suhu. Namun sampai pada saat ini masih sedikit diketahui suhu yang optimal untuk mempengaruhi laju pertumbuhan ikan tambra (Tor tambra).


(18)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

a. Laju pertumbuhan ikan tambra (Tor tambra) pada suhu yang berbeda. b. Pola pertumbuhan ikan tambra (Tor tambra) pada setiap suhu yang berbeda. c. Sintasan ikan tambra (Tor tambra) selama pemeliharaan 12 minggu.

1.4. Hipotesa

Kisaran suhu optimal yang mempengaruhi laju pertumbuhan ikan tambra (Tor tambra) adalah 25oC.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Morfologi Ikan Tambra (Tor tambra)

Ciri kelamin sekunder (dimorfisme jenis kelamin) berguna untuk membedakan jenis kelamin jantan dan betina secara morfologis tanpa harus melakukan pembedahan terhadap organ reproduksinya. Hasil pengamatan terhadap dimorfisme jenis kelamin ikan tambra mempunyai penampakan yang berbeda antara jantan dan betinanya, yang meliputi ciri primer antara ovarium dan testes maupun ciri sekunder. Perbedaan secara morfologi antara ikan tambra jantan dan betina, antara lain pada bentuk dan warna tubuh, terdapatnya tubus pada pipi ikan jantan, bentuk papilla pada lubang genital. Ciri kelamin sekunder merupakan pengamatan gabungan antara hasil pembedahan terhadap organ reproduksi sebagai pembuktian terhadap ciri secara morfologi. Selain itu jika perut ditekan keluar telur berarti betina dan jika keluar cairan putih susu/sperma berarti jantan (Haryono, 2006).

Ikan semah mempunyai bentuk streamline seperti torpedo. Beberapa kerabat ikan semah selain Tor douronensis yaitu Tor soro, Tor tambra dan Tor tambroides. Perbedaan pada diskripsi masing-masing spesies tersebut antara lain T.douronensis: TL. 350, L.1. 21 – 24, cuping berukuran sedang pada bibir bawah tidak mencapai sudut mulut, bagian jari terakhir sirip punggung yang mengeras

panjangnya sama dengan panjang kepala tanpa moncong. T.soro: TL 1000, L.1 24-28, sirip dubur lebih pendek sirip punggung, bibir bawah tanpa celah

tengah. T. tombro: TL 1000, L.2. 22-24, terdapat sebuah cuping berukuran sedang pada bibir bawah tetapi tidak menyentuh ujung bibir, jari-jari sirip punggung yang mengeras lebih pendek daripada kepala tanpa moncong. Tor tambroides: TL 700

terdapat cuping di pertengahan bibir bawah yang mencapai ujung mulut (Utomo & Krismono, 2006).


(20)

Panjang usus ikan tambra rata-rata 1,5 kali panjang tubuhnya. Menurut Mujiman (2000) apabila usus ikan sedikit lebih panjang dibandingkan panjang total tubuhnya maka tergolong ikan omnivora atau pemakan segala. Ikan tambra bersifat pemakan segala atau omnivora. Hasil pengamatan terhadap kebiasaan makan, maka penyediaan pakan pada proses domestikasi ikan tambra tidak terlalu sulit karena bersifat omnivora. Hal ini telah dibuktikan pada pemeliharaan di akuarium (ex-situ) di Cibinong-Bogor. Ikan tambra tersebut menyukai pakan tambahan berupa cacing beku dan pelet komersial, namun untuk mendapatkan pertumbuhan yang optimal perlu dilakukan uji coba secara khusus mengenai pakan tambahan (Haryono, 2006).

Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu bobot tubuh, sex, umur, kesuburan, kesehatan, pergerakan, aklimasi, aktivitas biomassa, dan konsumsi oksigen, sedangkan faktor eksternal terdiri dari faktor abiotik dan faktor biotik. Faktor abiotik terdiri dari suhu, salinitas, kandungan oksigen air, buangan metabolit (CO2, NH3), pH, cahaya, musim.

Faktor nutrisi termasuk faktor biotik yang meliputi ketersediaan pakan, komposisi pakan, kecernaan pakan, dan kompetisi pengambilan pakan. Nutrisi merupakan faktor pengontrol, dan ukuran ikan mempengaruhi potensi tumbuh suatu individu, sedangkan suhu air mempengaruhi seluruh kegiatan dan proses kehidupan ikan yang meliputi pernafasan, reproduksi, dan pertumbuhan. Suhu air meningkat (sampai batas tertentu), maka laju metabolisme meningkat yang pada gilirannya meningkatkan konsumsi dan pertumbuhan ikan (Haetami et al. 2005).

2.2. Populasi dan Habitat Ikan Tambra

Kondisi populasi ikan tambra sesuai dengan pendapat Kottelat et al. (1993) dan Rupawan (1999) yang menyatakan bahwa kebanyakan anggota marga Tor yang tersebar di Asia telah mengalami ancaman yang cukup serius, akibat perdagangan yang intensif disertai kerusakan habitat yang makin parah. Tambra merupakan ikan air tawar bernilai tinggi dan perlu segera dikonservasi. Populasi ikan tambra di sebagian besar wilayah Indonesia juga telah mengalami tekanan yang cukup serius, akibatnya saat inihanya tersisa pada spot-spot kecil dengan tingkat


(21)

populasi yang rendah terutama di daerah perbukitan yang sulit dijangkau (Haryono & Subagja, 2008).

Kelimpahan Tor spp. yang rendah kemungkinan disebabkan oleh penangkapan ikan oleh pendatang yang intensif dan oleh penduduk setempat untuk memenuhi kebutuhan protein sehari-hari dan dilakukan dengan menggunakan pukat yang telah dilakukan turun temurun (Rachmatika, 2001).

Kondisi serupa terjadi pada ikan kancera (Tor soro) yang merupakan kerabat dekat ikan tambra. Di wilayah Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, ikan kancera hanya ditemukan pada kolam-kolam yang dikeramatkan, sebaliknya di perairan umum sudah sangat sulit ditemukan. Kancera merupakan ikan yang selamat dari ancaman berkat kepercayaan masyarakat setempat yang mengkeramatkan secara turun temurun. Masyarakat setempat menamakan kancera sebagai „Ikan raja‟ atau „Ikan dewa‟ karena semula hanya keluarga kerajaan yang diperbolehkan menikmati kelezatan dagingnya. Peraturan ini secara tidak langsung berdampak positif terhadap keberadaan populasi ikan kancera, sehingga masih tersisa dan dapat hidup dengan bebas pada kolam-kolam pemandian tua di

Cigugur, Pasawahan, Cibulan, dan Waduk Darmaloka (Haryono & Subagja, 2008).

Satu parameter populasi adalah kepadatan, yaitu jumlah individu per satuan luas. Hasil pengamatan terhadap keberadaan ikan tambra di habitat aslinya rata-rata 1 ekor per 30 kali tebaran jala dan 0,5 ekor per 12 jam pemasangan pukat pada areal sekitar 100 m2, dengan kepadatan rata-rata 1 ekor/100 m2. Hasil pengamatan tersebut menunjukkan bahwa populasi ikan tambra di alam sudah termasuk langka. Struktur populasinya didominasi ukuran anakan (62,7%) dan sisanya ukuran remaja sampai dewasa (Haryono, 2007).

Habitat ikan tambra dapat dibedakan menjadi tiga tipe berdasarkan ukurannya, yaitu habitat untuk larva/juvenil, anakan sampai remaja dan dewasa dengan karakteristik sebagai berikut: (1) Habitat larva/juvenile umumnya pada bagian tepi sungai yang ditandai oleh substrat/dasar perairan pasir, arus tenang, warna air jernih, dan dangkal (<50 cm). Hal ini diduga terkait dengan kemampuannya yang masih rendah untuk melawan arusair. Habitat seperti ini juga merupakan tempat bertelurnya ikan tambra (spawning ground). (2) Habitat


(22)

ikan ukuran kecil sampai sedang/remaja dengan karakteristik sebagai berikut dasar perairan batuan berdiameter <50 cm, arus air sedang sampai deras, warna air jernih, lebar sungai 15-20m, kedalaman air <1 m, substrat tersusun dari kerikil dan pasir, penutupan kanopi 50-75%. (3) Habitat ikan ukuran besar/indukan, umumnya merupakan lubuk sungai dengan lebar sungai antara 15-20 m, panjang 20-60 m, arus tenang sampai lambat, kedalaman air >1,5 m, dasar perairan batuan, substrat tersusun dari pasir dan kerikil, warna airjernih dan penutupan kanopi >75%. Habitat pemijahan ikan dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu phytophils (mempersyaratkan adanya vegetasi), lithophils (mempersyarat dasar perairan batuan dan pasir) dan pelagophils (mempersyaratkan perairan terbuka). Berdasarkan kriteria tersebut maka ikan tambra termasuk ke dalam kelompok lithopils karena memijah pada sungai yang dasarnya batuan dan bersubstrat pasir/kerikil (Haryono & Subagja, 2008).

2.3. Ikan Tambra dan Penyebarannya

Ikan sapan atau semah (Tor tambroides) lebih dikenal dengan nama baku

„Tambra‟. Jenis ikan ini termasuk dalam suku Cyprinidae bersama-sama dengan ikan mas, tawes dan nilem. Kerabat ikan sapan (Tor spp.) di dunia telah diketahui sebanyak 20 jenis yang tersebar di kawasan Asia, sedangkan di Indonesia terdapat empat jenis, yaitu: Tor tambroides, T. tambra, T. Douronensis, dan T. soro. Sinonim dari genus Tor adalah Labeobarbus, untuk membedakan keempat jenis kerabatikan tambra yang berasal dari Indonesia sementara ini masih berdasarkan ada tidaknya cuping pada bibir bawah dan ukuran cuping itu sendiri. Tambra merupakan ikan konsumsi yang dagingnya tebal, rasanya enak, manis dan kaya minyak ikan, serta harganya sangat mahal. Ukuran tubuh ikan tambra sangat eksotik karena dapat mencapai di atas 30 kg dengan panjang tubuh lebih dari 1 m. Oleh karena ukuran tubuhnya yang sangat besar maka ikan tambra dijuluki sebagai „Kings of the rivers’(Haryono, 2006).

Ikan tambra termasuk ke dalam marga Tor dengan jumlah anggota mencapai 20 jenis yang tersebar di kawasan Asia. Jenis ikan ini mempunyai

beberapa sebutan “Mahseer,Kings of the rivers dan Fish of God” sedangkan nama lokal ikan tambra adalah sapan dan semah. Mahseer sangat dikenal sebagai ikan


(23)

konsumsi dan untuk olahraga memancing. Di Indonesia memiliki empat jenis, yaitu Tor soro, T. tambra, T. douronensis dan T. tambroides. Membedakan diantara jenis ikan tambra yang berasal dari Indonesia sementara ini masih berdasarkan ada tidaknya cuping pada bibir bawah dan ukuran cuping tersebut (Haryono, 2007).

2.4. Faktor Fisika Kimia Air

Menurut KPPL (1992) bahwa suhu perairan yang baik bagi kehidupan ikan kurang dari 300C, kandungan oksigen terlarut (DO) >5 ppm, kekeruhan <50mg/l, kesadahan <60 mg/l, alkalinitas 25-40 mg/l, nitrat<10, besi <1 mg/l, merkuri <0,002 mg/l (Haryono & Subagja, 2008).

Kandungan oksigen terlarut merupakan perubahan mutu air paling penting

bagi organisme air, pada konsentrasi lebih rendah dari 50 ℅ konsentrasi jenuh,

tekanan parsial oksigen dalam air kurang kuat untuk mempenetrasi lamela, akibatnya ikan akan mati lemas. Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernafasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakkan (Fitria, 2012).

Suhu memegang peranan penting dalam mempengaruhi laju pertumbuhan organisme air tawar. Suhu air dapat berpengaruh terhadap sistem kerja enzim dan derajat metabolisme dalam tubuh organisme air. Suhu yang melebihi kisaran suhu optimal dapat meningkatkan konsumsi 02 yang disebabkan peningkatan suhu

tubuh serta laju metabolisme (Kurniasih, 2008).

Pengaruh suhu secara tidak langsung dapat menentukan stratifikasi massa air, stratifikasi suhu di suatu perairan ditentukan oleh keadaan cuaca dan sifat setiap perairan seperti pergantian pemanasan dan pengadukan, pemasukan atau pengeluaran air, bentuk dan ukuran suatu perairan. Suhu air yang layak untuk budidaya ikan adalah 27-32 oC. Kenaikan suhu perairan juga menurunkan kelarutan oksigen dalam air, memberikan pengaruh langsung terhadap aktivitas ikan disamping akan menaikkan daya racun suatu polutan terhadap organisme perairan. Suhu air berkisar antara 35-40 oC merupakan suhu kritis bagi kehidupan organism yang dapat menyebabkan kematian. Di Indonesia, suhu udara rata-rata pada siang hari di berbagai tempat berkisar antara 28,2oC sampai 34,6oC dan pada


(24)

malam hari suhu berkisar antara 12,8oC sampai 30oC. Keadaan suhu tersebut tergantung pada ketinggian tempat dari atas permukaan laut. Suhu air umumnya beberapa derajat lebih rendah dibanding suhu udara disekitarnya. Secara umum, suhu air di perairan Indonesia sangat mendukung bagi pengembangan budidaya perikanan (Haetami et al. 2005).

Ikan semah hidup di perairan hulu sungai, berair deras dan jernih, kadar oksigen lebih dari 6 mg/l, pH=7. Induk dewasa sering tinggal di lubuk sungai, saat memijah mencari perairan yang berbatu, larva semah sering dijumpai di sela-sela batu (Utomo & Krismono, 2006).

Toleransi untuk kehidupan akuatik terhadap pH bergantung kepada banyak faktor meliputi suhu, konsentrasi oksigen terlarut, adanya variasi bermacam-macam anion dan kation, jenis dan daur hidup biota. Perairan basa (7-9) merupakan perairan yang produktif dan berperan mendorong proses perubahan bahan organik dalam air menjadi mineral-mineral yang dapat diassimilasi oleh fotoplankton, pH air yang tidak optimal berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangbiakan ikan, menyebabkan tidak efektifnya pemupukan air di kolam dan meningkatkan daya racun hasil metabolisme seperti NH3 dan H2S, pH air

berfluktuasi mengikuti kadar CO2 terlarut dan memiliki pola hubungan terbalik,

semakin tinggi kandungan CO2 perairan, maka pH akan menurun dan demikian

pula sebaliknya. Fluktuasi ini akan berkurang apabila air mengandung garam CaCO3 (Haetami et al. 2005).

Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisma dan respirasi. pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat terutama ion aluminium, pH yang tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara ammonium dan amoniak dalam air akan terganggu. Kenaikan pH diatas netral akan meningkatkan

konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi organisme (Barus, 2004).

Amoniak (NH3) merupakan hasil perombakan asam-asam amino oleh

berbagai jenis bakteri aerob dan anaerob. Jika kadar amoniak dalam air terlalu tinggi, karena proses perombakan protein tidak berlangsung dengan baik,


(25)

sehingga menghasilkan nitrat, maka air dikatakan mengalami pengotoran. Amoniak dapat mempengaruhi pertumbuhan ikan dan organisme perairan lainnya. Kadar amoniak yang rendah baik untuk kehidupan ikan tetapi kadar amoniak 2 sampai 7 ppm dapat mematikan beberapa jenis ikan. Kadar amoniak yang baik untuk kehidupan ikan dan organisme perairan lainnya adalah kurang dari 1 ppm. Tetapi kalau kadar amoniak di suatu perairan kurang dari 0,5 ppm, maka pertumbuhan ikan akan terlambat (Sriharti, 2012).

Kadar amonia dan nitrit pada pengukuran awal cukup tinggi dan berada di atas ambang batas aman untuk ikan, sedangkan pada periode akhir menunjukkan kondisi yang cukup aman. Kadar ammonia yang tidak merugikan kelangsungan hidup ikan dalam jangka waktu yang panjang adalah 0,025 mg.l-1, sedangkan kadar nitrit yang aman untuk kondisi sistem akuarium adalah 0,1 mg.l-1. Tingginya kadar nitrit dan ammonia pada periode awal diduga sebagai akibat sistem filter masih baru, yang mana pada filter masih terjadi proses mineralisasi. Pada tahap awal, di dalam filter biologi akan berlangsung proses mineralisasi senyawaan organik oleh bakteri heterofilik yang mengkonversinya menjadi ammonia (Lukman et al. 2012).


(26)

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Juni 2013 di Pusat Penelitian Lingkungan dan Kependudukan, Universitas Sumatera Utara.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah termometer Hg, pH meter, spektrofotometri, jangka sorong, timbangan digital ketelitian 0,01 gram, kamera digital, kertas grafik, akuarium 50x40x40 cm, aerator, heater, filter, jarum, tacking, ember, tanggok kecil, gelas ukur 10 ml, buret 10 ml, statif, selang, botol winkler, pipet tetes dan spit 5 ml. Bahan yang digunakan adalah phenoxyetanol 3 ppm, MnSO4,

KOH-KI, H2SO4, Na2S2O3 0,00125 N dan pelet F999.

3.3. Metode Penelitian 3.3.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental. Pola rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Rancangan Acak Lengkap (RAL) tersebut terdiri dari 4 perlakuan dan 10 kali ulangan. Perlakuan tersebut adalah:

1) Perlakuan A: Benih ikan tambra (Tor tambra) yang dipelihara pada suhu 230C.

2) Perlakuan B: Benih ikan tambra (Tor tambra) yang dipelihara pada suhu 250C (kontrol).

3) Perlakuan C: Benih ikan tambra (Tor tambra) yang dipelihara pada suhu 270C. 4) Perlakuan D: Benih ikan tambra (Tor tambra) yang dipelihara pada suhu


(27)

3.3.2. Persiapan Akuarium

Disediakan akuarium yang berukuran 50x40x40 cm sebanyak 4 buah, diisi akuarium dengan air sumur dengan volume air 50 L. Setiap akuarium dipasang aerator sebagai sumber oksigen dan filter sebagai penyaring kotoran ikan.

3.3.3. Persiapan Ikan Tambra (Tor tambra)

Ikan tambra (Tor tambra) yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 40 ekor dengan bobot 100 gram. Ikan dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan dan setiap perlakuan terdiri atas 10 ekor ikan tambra. Kemudian dilakukan tagging (penandaan) pada insang ikan tambra. Sebelum dilakukan perlakuan, ikan diaklimatisasi selama 1 minggu.

3.3.4. Perlakuan terhadap ikan tambra (Tor tambra)

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 10 ulangan. Ikan dipelihara dalam akuarium dengan suhu yang berbeda. Pengaturan suhu dilakukan dengan pengatur panas (heater). Adapun perlakuan yang digunakan yaitu: (1) akuarium A 230C, (2) akuarium B 250C, (3) akuarium C 270C, dan (4) akuarium D 290C. Pakan diberikan sebanyak 10% dari bobot tubuh dan diberikan 2 kali dalam sehari. Pengukuran bobot ikan, panjang ikan dan faktor fisik media air diukur setiap 2 minggu sekali. Sebelum dilakukan pengukuran, ikan terlebih dahulu dibius dengan phenoxyetanol 3 ppm untuk menghindari stres pada ikan.

3.3.5. Parameter yang diukur 1) Panjang Ikan

Panjang total ikan diukur dengan menggunakan jangka sorong mulai dari ujung moncong sampai dengan ujung ekor. Hasilnya dicatat setiap 2 minggu sekali selama 12 minggu.

2) Bobot Ikan

Bobot ikan ditimbang dengan menggunakan timbangan digital ketelitian 0,1 gram. Hasilnya dicatat setiap 2 minggu sekali selama 12 minggu.


(28)

3) Suhu Media

Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan alat termometer dengan skala 0-100°C, kemudian dimasukkan termometer ke dalam air, biarkan beberapa saat lalu di baca skala dari termometer tersebut dan di catat hasil yang tertera pada skala termometer.

4) pH Media

Pengukuran pH air dilakukan dengan menggunakan pH meter. Sebelumnya dikalibrasi dulu pH dengan pH 7, lalu dimasukkan pH meter ke dalam air, lalu dibaca nilainya dan dicatat hasil yang tertera ada skala pH meter.

5) Kadar oksigen terlarut

Oksigen terlarut (DO) diukur dengan menggunakan metode Winkler. Sampel air diambil dan dimasukkan ke dalam botol winkler kemudian dilakukan pengukuran oksigen terlarut. Dicatat hasil yang diperoleh.

6) Kadar Amoniak

Pengukuran kadar amoniak (NH3) dilakukan dengan menggunakan

spektrofotometri pada kisaran kadar 0,01 mg/l sampai dengan 1,00 mg/l. Dicatat hasil yang diperoleh.

3.3.6. Analisa data

Data yang diperoleh dengan menggunakan SPSS Versi 16.00. Pola rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Variabel yang dianalisis adalah:

a. Kelangsungan hidup

Nt

SR (%) = ___ x 100% No

Keterangan:

SR = Kelangsungan hidup (%)

Nt = Jumlah ikan pada saat awal (ekor) No = Jumlah ikan pada saat akhir (ekor)


(29)

b. Pertambahan Berat

W= Wt-Wo

Keterangan: W = pertumbuhan berat (gram)

Wt = bobot rata-rata ikan pada waktu t (gram)

Wo = bobot rata-rata ikan pada awal penelitian (gram)

(Arifin & Rupawan, 1997)

c. Pertambahan Panjang

L= Lt-Lo

Keterangan: L = pertumbuhan panjang (cm)

Lt = panjang ikan pada waktu akhir (cm) Lo = panjang ikan pada waktu awal (cm)

(Arifin & Rupawan, 1997)

d. Pertumbuhan mutlak

H= Wt-Wo

Keterangan: H = pertumbuhan mutlak (cm)

Wt = bobot total ikan uji pada akhir percobaan (gram) Wo = bobot total ikan uji pada awal percobaan (gram)

(Effendie, 2002)

e. Laju pertumbuhan bobot total

GR (%) = Wt-Wo t

Keterangan: GR = laju pertumbuhan bobot total (%)

Wt = bobot rata-rata ikan pada hari ke-t (gram) Wo = bobot rata-rata ikan pada hari ke-0 (gram) t = lama pemeliharaan (bulan)


(30)

f. Laju pertumbuhan bobot bulanan

α= [( ��� /��)-1] x 100%

Keterangan: α = Laju pertumbuhan bobot bulanan (%) t = waktu pemeliharaan (bulan)

Wt = Bobot pada hari ke-t (gram) Wo = Bobot pada hari ke-0 (gram)


(31)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pertumbuhan Ikan Tambra (Tor tambra)

Pertumbuhan ikan tambra (Tor tambra) selama 12 minggu dengan perlakuan suhu yang berbeda berpengaruh terhadap bobot dan panjang. Dari penelitian menunjukkan bahwa pertambahan bobot dan panjang rata-rata ikan

tambra (Tor tambra) selama pemeliharaan 12 minggu seperti terlihat pada Gambar 4.1.1 dan 4.1.2.

Secara keseluruhan diketahui bahwa penambahan bobot total ikan tambra yang tertinggi diperoleh pada perlakuan suhu 23oC yaitu 20,72 gram dan penambahan panjang total yaitu 2,4 cm, sedangkan penambahan bobot total yang paling rendah pada perlakuan suhu 25oC yaitu 1,97 gram dan penambahan panjang total yaitu 0,6 cm. Penurunan pertambahan bobot dan pertambahan panjang disebabkan setiap ikan mempunyai kemampuan merespon yang berbeda-beda untuk menghadapi masalah perubahan faktor fisik sebagai respon atau tanggapan terhadap perubahan lingkungan eksternalnya. Ikan yang dipelihara pada perlakuan suhu 23oC tidak mengalami persaingan yang tinggi dalam mendapatkan ruang gerak, oksigen serta pakan sehingga tidak mengganggu pertumbuhan ikan.

Gambar 4.1.1. Pertumbuhan Bobot Rata-rata Ikan Tambra (Tor tambra) Selama 12 Minggu dengan Perlakuan Suhu yang Berbeda

0 5 10 15 20 25 30

1 2 3 4 5 6 7 8

B o b o t r ata -r ata (gr am ) Pengamatan

ke-Pertumbuhan Bobot Tor tambra

23 C 25 C 27 C 29 C

1

2 3 4 5 6

23

1

23oC

25oC

27oC

29oC


(32)

Gambar 4.1.2.Pertumbuhan Panjang Rata-rata Ikan Tambra (Tor tambra) Selama 12 Minggu dengan Perlakuan Suhu yang Berbeda

Menurut Efendi (2006), pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi umur, jenis kelamin, genetik, kemampuan mendapatkan makanan dan ketahanan terhadap penyakit. Faktor eksternal yang berpengaruh pada pertumbuhan berupa makanan dan lingkungan yang meliputi suhu air, kandungan oksigen terlarut, kualitas dan kuantitas makanan serta ruang gerak ikan. Selanjutnya Effendie (2002) menjelaskan bahwa selain dipengaruhi oleh suhu, pertumbuhan ikan juga ditentukan oleh pakan, kecepatan pertumbuhan juga dipengaruhi oleh keturunan ikan itu sendiri. Pertumbuhan kelompok ikan tambra umumnya lambat akan tetapi ukuran tubuhnya dapat sangat besar dan ada yang dapat mencapai panjang lebih dari 250 cm.

Menurut Azhari (2011), pengelolaan kualitas air bertujuan menjaga kestabilan parameter kualitas air yang sesuai dengan kebutuhan ikan. Air dalam akuarium pemeliharaan ikan tambra yang disebut dengan ikan batak harus berkualitas baik dan memiliki suhu yang sama dengan suhu kolam induk ikan batak yaitu 21-250C dan pH 6,5-8.

Menurut Barus (2004), kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisma dan respirasi.

10 10.5 11 11.5 12 12.5 13 13.5

1 2 3 4 5 6 7

P an jan g R ata -r ata (c m ) Pengamatan

ke-Pertumbuhan Panjang Tor tambra

23 C 25 C 27 C 29 C

23oC

25oC

27oC

29oC


(33)

4.2. Laju Pertumbuhan Bobot Bulanan dan Bobot Total Ikan Tambra Selama Pemeliharaan

Laju pertumbuhan bobot bulanan ikan tambra selama 12 minggu dengan perlakuan suhu yang berbeda, yaitu pada suhu 23oC, 25oC, 27oC dan 29oC masing-masing berkisar 0,05-0,12%, sedangkan bobot total berkisar 0,62-2,51 gram seperti terlihat pada Gambar 4.2.1 dan 4.2.2.

Gambar 4.2.1. Laju pertumbuhan bobot bulanan ikan tambra (Tor tambra)

Gambar 4.2.2. Laju pertumbuhan bobot total ikan tambra (Tor tambra)

Berdasarkan Gambar 4.2.1 dan 4.2.2. diketahui laju pertumbuhan bulanan ikan tambra (Tor tambra) paling tinggi yaitu pada perlakuan suhu 23o C dengan nilai 0,12% dan yang terendah pada perlakuan suhu 29o C dengan nilai 0,05%. Laju pertumbuhan bobot total yang paling tinggi juga diperoleh pada perlakuan

0.12% 0.06% 0.07% 0.05% 0.00% 0.02% 0.04% 0.06% 0.08% 0.10% 0.12% 0.14%

23o C 25o C 27o C 29o C

B o b o t B u lan an (gr am ) Suhu

23oC 25o C 27oC

29o C

2.51 g 0.86 g 1.41 g 0.62 g 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

23o C 25o C 27o C 29o C

B o b o t to tal (gr am ) Suhu


(34)

suhu 23o C yaitu 2,51 gram dan yang terendah pada perlakuan suhu 29o C yaitu 0,62 gram. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi suhu maka semakin tinggi reaksi metabolisme pada ikan tambra, sehingga pertumbuhannya lambat. Laju pertumbuhan bobot bulanan dan laju pertumbuhan bobot total pada suhu 25o C lebih rendah daripada suhu 27oC. Hal ini disebabkan oleh faktor fisiologis pada ikan tambra untuk beradaptasi pada suhu 25oC kurang mendukung dan didapatkan adanya ikan yang mati.

Menurut Fitria (2012), suhu mempengaruhi aktivitas ikan, seperti pernafasan, pertumbuhan, dan reproduksi. Suhu air sangat berkaitan erat dengan konsentrasi oksigen terlarut dan laju konsumsi oksigen hewan air. Toksisitas suatu senyawa kimia dipengaruhi oleh derajat keasaman suatu media.

Menurut Widiastuti (2009), pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu genetik, hormon dan lingkungan. Jadi apabila lingkungan, dalam hal ini kualitas air yang kurang mendukung maka ikan yang dipelihara akan mengalami pertumbuhan yang lambat karena kondisi lingkungan yang tidak optimal untuk pertumbuhan.

4.3. Pola Pertumbuhan Ikan Tambra (Tor tambra)

Hasil analisis hubungan panjang dan bobot ikan tambra (Tor tambra) pada perlakuan suhu yang berbeda seperti terlihat pada Gambar 4.3.1, 4.3.2, 4.3.3 dan 4.3.4 di bawah ini.

Gambar 4.3.1.Hubungan panjang dan berat ikan tambra (Tor tambra) selama pemeliharaan 12 minggu dengan perlakuan suhu 23oC

W = 1,8313x10-2x L2,7954

R² = 0.834 r = 0,913 n = 9

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

0 10 20 30 40 50

P an jan g (c m ) Bobot (gram)


(35)

Gambar 4.3.2.Hubungan panjang dan bobot ikan tambra (Tor tambra) selama pemeliharaan 12 minggu dengan perlakuan suhu 25oC

Gambar 4.3.3.Hubungan panjang dan bobot ikan tambra (Tor tambra) selama pemeliharaan 12 minggu dengan perlakuan suhu 27oC

W = 4,5637x10-2 xL2,3859

R² = 0.882 r = 0,939 n = 5

11 11.2 11.4 11.6 11.8 12 12.2 12.4 12.6

0 5 10 15 20

P a n ja n g (c m ) Bobot (gram)

W = 5,1447x10-2xL2,3710

R² = 0.811 r = 0,900 n = 6

0 2 4 6 8 10 12 14 16

0 5 10 15 20 25 30 35

P an jan g (c m ) Bobot (gram)


(36)

Gambar 4.3.4.Hubungan panjang dan bobot ikan tambra (Tor tambra) selama pemeliharaan 12 minggu dengan perlakuan suhu 29oC

Hasil analisis regresi antara berat dan panjang pada ikan tambra dengan perlakun suhu yang berbeda menunjukkan adanya keeratan hubungan yang tinggi antara masa pemeliharaan dengan pertambahan berat tubuh pada keempat

perlakuan. Keeratan hubungan tertinggi terdapat pada suhu 23oC yaitu 0.8346= 83,46% dengan persamaan W = 1,8313x10-2 x L2,7954 dan nilai b sebesar

2.7954 (Gambar 4.5.1.). Keeratan hubungan terendah terdapat pada suhu 25oC

yaitu 0.882 = 88,2% dengan persamaan W = 4,5637x10-2 x L2,3859 dan nilai b sebesar 2.3859 (Gambar 4.5.2.). Pola pertumbuhan ikan tambra selama

pengamatan umumnya allometrik negatif ( b < 3 ) dengan kata lain pertambahan berat lebih lambat daripada. Hal ini sesuai dengan pendapat Manik (2009), jika b = 3, maka pertumbuhannya isometris, yaitu tingkat pertumbuhan panjang, lebar dan tinggi ikan adalah samaatau pertumbuhan ikan yang bentuk dan berat jenisnya tidak berubah selama proses pertumbuhannya. Jika tidak sama dengan 3, pertumbuhannya allometris, yaitu allometris positif apabila b > 3 dan allometris negatif apabila b < 3.

Menurut Haryono (2007), bahwa pertumbuhan kelompok ikan tambra umumnya lambat akan tetapi berat ikan tersebut bisa mencapai lebih dari 60 kg. Lambatnya pertumbuhan ini diduga karena ikan tambra masih dalam proses beradaptasi terhadap pakan maupun kondisi air tempat pemeliharaanya.

W = 4,8606x 10-2xL2,3861

R² = 0.811 r = 0,900 n = 6

11 11.5 12 12.5 13 13.5 14

0 5 10 15 20 25 30

P an jan g (c m ) Bobot (gram)


(37)

Menurut Effendie (2002), berat dapat dianggap sebagai fungsi dari panjang dan hubungan panjang dengan berat hampir mengikuti hukum kubik yaitu berat ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya, tetapi hubungan yang terdapat sebenarnya tidak demikian karena kebanyakan jenis-jenis ikan berubah bentuknya dalam pertumbuhan atau beda-beda sehingga hubungan kubik antara panjang dan beratnya jarang terjadi. Data dari pengukuran panjang ikan secara berkesinambungan dapat dijadikan dasar untuk mengetahui kelangsungan hidup dari proporsional agar tidak menimbulkan kerugian. Menambahkan hasil akan diperoleh nilai konstanta atau a dan koefisien regresi atau b, bahwa harga nilai b adalah harga pangkat yang harus cocok dari panjang ikan agar sesuai dengan berat ikan. Harga nilai eksponen tersebut untuk semua jenis ikan sudah diketahui berkisar antara 1,2 – 4,0 namun kebanyakan dari harga b berkisar antara 2,4-3,5.

Gambar 4.3.5. Histogram Hasil Analisis Korelasi Setiap Perlakuan dengan SPSS Versi 16.00

Keterangan: Huruf yang berbeda pada gambar menunjukkan perbedaan yang nyata (Nilai p < 0,05)

Data setiap perlakuan dianalisis melalui program komputer statistik Versi 16.00 dengan pendekatan uji nilai probabilitas (P). Berdasarkan Gambar 4.3.5 di atas diperoleh hasil korelasi antara perlakuan suhu 23oC dengan suhu 25oC, suhu 27oC dan suhu 29oC berbeda nyata (p< 0,05), yang artinya bahwa terdapat pengaruh perlakuan suhu 23oC terhadap laju pertumbuhan ikan tambra. Antara suhu 25oC dengan suhu 27oC dan suhu 29oC tidak berbeda nyata (p<0,05),

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00

1 2 3 4

B o b o t Ik an (gr am ) Suhu

Histogram Korelasi Setiap Perlakuan

25oC 27oC 29oC

a

b

b

b


(38)

perlakuan suhu 27oC dengan suhu 29oC tidak berbeda nyata (p< 0,05), yang artinya bahwa tidak terdapat pengaruh perlakuan suhu 23oC terhadap laju pertumbuhan ikan tambra.

Suhu merupakan faktor lingkungan yang sangat penting hal ini disebabkan suhu selain mempengaruhi ikan secara langsung juga mempengaruhi faktor lingkungan lain sehingga jika suhu berubah maka faktor lingkungan lain pun akan ikut berubah. Suhu tinggi cenderung menyebabkan kandungan oksigen semakin meningkat. Jika suhu meningkat maka laju metabolisme tubuh akan meningkat

begitupun sebaliknya jika suhu turun maka laju metabolism pun turun (Ismara, 2006).

4.4. Sintasan Ikan Tambra (Tor tambra)

Sintasan ikan tambra (Tor tambra) selama 12 minggu dengan perlakuan suhu yang berbeda, yaitu pada suhu 23oC,25oC, 27oC dan 29oC masing-masing berkisar 50-90% seperti terlihat pada Gambar 4.4 dan lampiran.

Gambar 4.4. Sintasan Ikan Tambra (Tor tambra) Selama 12 Minggu pada Perlakuan Suhu yang Berbeda

Berdasarkan Gambar 4.4 dan lampiran terdapat perbedaan tingkat sintasan Tor tambra yang dipelihara selama 12 minggu. Ikan yang dipelihara 10 ekor dengan umur ikan 3 bulan menghasilkan tingkat sintasan yang berbeda. Sintasan tertinggi diperoleh pada ikan tambra (Tor tambra) yang dipelihara pada suhu

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

23 oC 25 oC 27 oC 29 oC

S

in

ta

san

Suhu


(39)

23oC, sedangkan sintasan terendah terdapat pada suhu 25oC. Penurunan tingkat sintasan pada setiap perlakuan disebabkan karena faktor kualitas air seperti pH, DO dan amoniak kurang mendukung sehingga menyebabkan stres pada ikan.

Menurut Barton (2008), bila ikan mengalami stres, ikan menanggapinya dengan mengembangkan suatu kondisi homeostatis yang baru dengan mengubah metabolismenya. Stres didefinisikan sebagai sejumlah respons fisiologis yang terjadi pada saat hewan berusaha mempertahankan homeostatis. Respon terhadap stres ini dikontrol oleh sistem endokrin melalui pelepasan hormon kortisol dan katekolamin.

Menurut Azhari (2011), tingkat sintasan adalah kemampuan untuk menyesuaikan daur hidupnya secara keseluruhan dengan faktor dari dalam dan luar lingkungannya. Faktor luar berupa kualitas air, kondisi lingkungan dan kualitas pakan. Faktor dalam yaitu umur dan mempunyai kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan. Kualitas air dan kondisi lingkungan dapat memberikan pengaruh besar terhadap kelangsungan hidup ikan karena air sebagai tempat hidup harus dalam kondisi yang aman dan dapat menunjang kelangsungan hidup ikan.

Menurut Salmin (2005), pada saat tidak ada pasokan oksigen kedalam air, kompetisi ikan menjadi semakin tinggi dalam mendapatkan oksigen ditambah dengan adanya kotoran serta sisa makanan pada wadah pemeliharaan membuat kadar oksigen terlarut dalam air menjadi cepat menurun. Kejadian tersebut berlangsung selama kurang lebih 6 jam, benih ikan menjadi stress dan lemah serta mengalami kematian.

4.5. Faktor Fisik Kimia yang diukur

Parameter kualitas air yang diamati adalah pH, DO, suhu, amoniak. Pengamatan dilakukan pada pagi hari sebelum pemberian pakan pada ikan. Dari hasil penelitian yang dilakukan pada masing-masing akuarium diketahui nilai faktor fisik kimia perairan seperti pada Tabel 4.5 sebagai berikut.


(40)

Tabel 4.5. Nilai Faktor Fisik Kimia Selama Pemeliharaan 12 Minggu dengan Perlakuan Suhu yang Berbeda

Parameter

Perlakuan pH DO Amoniak

23o C 5,2 – 6,9 9,21 – 9,52 mg/l 0,51 – 0,56 mg/l 25o C 5 – 6,8 9,13 – 9,32 mg/l 0,56 – 0,61 mg/l 27o C 5,2 – 6,8 8,42 – 8,64 mg/l 0,61 – 0,63 mg/l 29o C 5,1 – 6,6 8,02 – 7,94 mg/l 0,63 – 0,68 mg/l

4.5.1. Suhu

Nilai suhu yang telah ditentukan pada setiap akuarium yang mempengaruhi laju pertumbuhan Tor tambra yaitu 23oC, 25oC, 27oC dan 29oC, dimana suhu 25oC dijadikan sebagai kontrol. Suhu yang paling baik digunakan untuk mempengaruhi laju pertumbuhan Tor tambra adalah suhu 23oC. Nilai suhu air ini masih sangat mendukung untuk kehidupan ikan.

Menurut Irawan (2009), suhu air normal antara 23oC-28oC adalah suhu air yang memungkinkan makhluk hidup dapat melakukan metabolisme dan berkembang biak. Suhu merupakan faktor fisik yang sangat penting di air, karena bersama-sama dengan zat/unsur yang terkandung didalamnya akan menentukan massa jenis air, dan bersama-sama dengan tekanan dapat digunakan untuk menentukan densitas air. Selanjutnya, densitas air dapat digunakan untuk menentukan kejenuhan air.Suhu air sangat bergantung pada tempat dimana air tersebut berada. Kenaikan suhu air di badan air penerima, saluran air, sungai, danau dan lain sebagainya akan menimbulkan akibat sebagai berikut: 1) Jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun; 2) Kecepatan reaksi kimia meningkat; 3) Kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu. Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, maka akan menyebabkan ikan dan hewan air lainnya mati.

4.5.2. pH Air

Penelitian yang telah dilakukan diperoleh nilai pH pada seluruh akuarium berkisar antara 5-6,9 dan pH tertinggi terdapat pada akuarium suhu 23oC dengan nilai 6,9. Nilai pH terendah terdapat pada akuarium suhu 25oC dengan nilai yaitu 5.

Menurut Monalisa dan Minggawati (2010), dalam budidaya pada pH 5 masih dapat ditolerir oleh ikan tapi pertumbuhan ikan akan terhambat. Namun ikan dapat mengalami pertumbuhan yang optimal pada pH 6,5-9,0.


(41)

4.5.3. Oksigen Terlarut (Disolved Oxygen)

Penelitian yang telah dilakukandiperoleh nilai rata-rata DO berkisar antara 7,59-9,52 ppm dan DO tertinggi terdapat pada akuarium suhu 23oC dengan nilai 9,52. Nilai pH terendah terdapat pada akuarium suhu 25oC dengan nilai7,59.

Menurut Monalisa dan Minggawati (2010), beberapa jenis ikan mampu bertahan hidup pada perairan dengan konsentrasi oksigen 3 ppm, namun konsentrasi oksigen terlarut yang baik untuk hidup ikan adalah 5 ppm. Pada perairan dengan konsentrasi oksigen dibawah 4 ppm, beberapa jenis ikan masih mampu bertahan hidup, akan tetapi nafsu makannya mulai menurun. Untuk itu, konsentrasi oksigen yang baik dalam budidaya perairan adalah antara 5-7 ppm.

4.5.4. Amoniak

Penelitian yang telah dilakukan diperoleh nilai amoniak pada seluruh akuarium berkisar antara 0,51-0,68 ppm dan amoniak tertinggi terdapat pada akuarium suhu 29oC dengan nilai 0,68 ppm. Nilai amoniak terendah terdapat pada akuarium suhu 23oC dengan nilai 0,51 ppm.

Menurut Monalisa dan Minggawati (2010), kadar amoniak (NH3) yang

terdapat dalam perairan umumya merupakan hasil metabolisme ikan berupa kotoran padat (feses) dan terlarut (amonia), yang dikeluarkan lewat anus, ginjal dan jaringan insang. Kotoran padatdan sisa pakan tidak termakan adalah bahan organik dengan kandungan protein tinggi yang diuraikan, amoniak terlarut yang baik untuk kelangsungan hidup ikankurang dari 1 ppm.


(42)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Laju pertumbuhan ikan tambra (Tor tambra) paling tinggi adalah pada perlakuan suhu 23oC yaitu dengan nilai pertambahan berat 20,72 gram dan yang terendah pada perlakuan 29oC dengan nilai pertambahan berat 0,59 gram.

b. Suhu yang berbeda mempengaruhi panjang berat ikan tambra. Pola pertumbuhan ikan tambra selama pengamatan umumnya allometrik negatif ( b<3 ) dengan kata lain pertambahan berat lebih lambat daripada panjangnya.

c. Sintasan yang diperoleh pada setiap perlakuan berbeda-beda, pada perlakuan suhu 23oC yaitu 90%, suhu 25oC yaitu 50%, suhu 27oC yaitu 60% dan suhu 29oC yaitu 60%.

5.2. Saran

Untuk menjaga keberadaan dan kelestarian ikan tambra (Tor tambra) di perairan diperlukan penelitian lebih lanjut sehubungan dengan aspek ekologi ikan tambra dan kemungkinan upaya pembenihan dengan pemijahan buatan, dengan demikian diharapkan domestifikasi dan pembudidayaan ikan tambra dapat dilakukan oleh masyarakat.


(43)

DAFTAR PUSTAKA

Azhari, K. 2011. Teknik Pembenihan Ikan Batak (Tor soro) di Instansi Riset Plasma Nutfah Perikanan Budidaya Air Tawar. [Skripsi]. Bogor. Universitas Airlangga.

Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi. USU Press. Medan.

Barton. 2008. Ikan Patin Siam(Pangasianodon hypopthalmus). [Skripsi]. Bogor. Institut Pertanian Bogor.

Effendie, M. I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. Efendi, A.B. 2006. Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Larva Ikan Bawal Ikan Air Tawar pada Suhu Media Pemeliharaan 26, 29 dan 320C. [Skripsi]. Bogor. Institut Pertanian Bogor.

Fitria, A.S. 2012. Analisis Kelulushidupan dan Pertumbuhan Benih Ikan Nila Larasati (Oreochromis niloticus) F5 D30-D70 pada Berbagai Salinitas. [Skripsi]. Semarang. Universitas Diponegoro.

Haryono.2006. Aspek Biologi Ikan Tambra (Tor tambroides Blkr) yang Eksotik dan Langka Sebagai Dasar Domestikasi.Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor. 7(2):195-198.

Haryono. 2007. Domestikasi Ikan Tambra (Tor tambroides) yang Sangat Langka dan Mahal untuk Pemanfaatan Berkelanjutan. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor. 9(3):206.

Haryono dan Subagja, J. 2008.Populasi dan Habitat Ikan Tambra, Tor Tambroides (Bleeker, 1894) di Perairan Kawasan Pegunungan Muller Kalimantan Tengah. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor. 9(4):1-307.

Haryono dan Subagja. J. 2009. Proses Domestikasi dan Reproduksi Ikan Tambra yang telah Langka Menuju Budidanya. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor.

Ismara, D. 2006. Pengaruh Manipulasi Suhu Media Terhadap Penampilan Reproduksi Ikan Zebra. [Skripsi]. Bogor: Universitas Insitut Pertanian Bogor.

Haetami, K, Junianto dan Yuli. A. 2005. Tingkat Penggunaan Gulma Air Azolla Pinnatadalam Ransum Terhadap Pertumbuhan dan Konversi Pakan Ikan Bawal Air Tawar. [Skripsi]. Bandung: Universitas Padjadjaran.


(44)

Irawan, A. Aminullah, Dahlan, Ismail dan Syamsul, B. 2009. Faktor-faktor Penting dalam Proses Pembesaran Ikan di Fasilitas Nursery dan Pembesaran. [Makalah]. Bandung: Insitut Teknologi Bandung.

Kurniasih, T. 2008. Peranan Pengapuran dan Faktor Fisika Kimia Air Terhadap Pertumbuhan dan Sintasan Lobster Air Tawar. [Skripsi]. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar.Bogor.

Lukman.2012. Upaya Domestikasi Ikan Kancera (Labeobarbus sp.) di Kuningan. [Skripsi]. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor. Manik, N. 2009. Hubungan Panjang-Berat dan Faktor kondisi Ikan Layang (Decopterus russelli) dari Perairan Sekitar Teluk Likupang Sulawesi Utara. Oseanologi dan Limnologi. 35(1): 65-74.

Merta, I.G. 1993. Hubungan Panjang Berat dan Faktor Kondisi Ikan Lemuru dari Perairan Selat Bali. Jurnal Pen. Perikanan Laut. 73: 33-34.

Monalisa, S dan Minggawati, I. 2010.Kualitas Air yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis sp.) di Kolam Beton dan Terpal. Journal Tropical Fisheries. 5(2): 528.

Qudus, R dan Rosidah.2012. Pengaruh Padat Penebaran yang Berbeda Terhadap Tingkat Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Benih Ikan Tor soro. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3(4): 257.

Rachmatika, I. 2001. Biodiversitas Ikan di DAS Mendalam, Taman Nasional Betung Kerihun Kalimantan Barat. [Skripsi]. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor

Raharjo, M. F., D.S. Sjafei, R. Affandi dan Sulistiono. 2011. Iktiology. Lubuk Agung. Bandung.

Sriharti. 2012. Budi Daya Ikan. [Skripsi]. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor.

Utomo, A.D dan Krismono.2006. Aspek Biologi Beberapa Jenis Ikan Langka di Sungai Musi Sumatera Selatan. [Skripsi]. Balai Riset Perikanan Perairan Umum Palembang. Palembang.

Widiastuti, I. 2009. Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup (Survival Rate) Ikan Mas (Cyprinus carpio) yang Dipelihara dalam Wadah Terkontrol dengan

Padat Penebaran yang Berbeda. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 2 (2): 126–130.


(45)

Lampiran 1. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur DO

Sampel Air

1 ml MnSO4

1 ml KOH KI Dikocok Didiamkan

Sampel Endapan Putih/Cokelat

1 ml H2SO4

Dikocok Didiamkan

Diambil 100 ml

Ditetesi Na2S2O3 0,00125 N

Sampel Berwarna Kuning Pucat

Ditambah 5 tetes Amilum

Sampel Berwarna Biru

Dititrasi dengan Na2S2O3

0,00125 N

Dihitung volume Na2S2O3

yang terpakai

(Michael, 1984 & Suin, 2002)

Larutan Sampel Berwarna Cokelat

Sampel Bening


(46)

Lampiran 2. Alat dan Bahan Penelitian

Timbangan digital 0,01 gram

Akuarium

Tacking

Jarum

Ikan tambra (Tor tambra)


(47)

Lampiran 3. Cara Kerja Penelitian

Mengukur ikan

Menimbang ikan

Men-tagging ikan

Membius ikan dengan phenoxyetanol 3ppm


(48)

Lampiran 4. Baku Mutu Air Tawar

Peraturan Pemerintah No. 82 / 2001 (Baku Mutu Air) LAMPIRAN

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 82 TAHUN 2001 TANGGAL 14 DESEMBER 2001

TENTANG

PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas

PARAMETER SATUAN KELAS KETERANGAN

I II III IV FISIKA

Temperatur 0C Deviasi 3 Deviasi 3 Deviasi 3 Deviasi 5 Deviasi temperatur dari keadaan alamiahnya Residu Terlarut mg/L 1000 1000 1000 2000

Residu Tersuspensi

mg/L 50 50 400 400 Bagi pengolahan air minum secara konvensional, residu

tersusupensi ≤

5000 mg/L KIMIA ANORGANIK

pH 6-9 6-9 6-9 5-9 Apabila secara alamiah di luar rentang tersebut, maka ditentukan berdasarkan kondisi alamiah

BOD mg/L 2 3 6 12

COD mg/L 10 25 50 100

DO mg/L 6 4 3 0 Angka batas minimum Total Fosfat sbg P mg/L 0,2 0,2 1 5

NO3 sebagai N mg/L 10 10 20 20

NH3-N mg/L 0,5 (-) (-) (-) Bagi perikanan, kandungan amonia bebas untuk ikan yang

peka ≤ 0,02 mg/L

sebagai NH3 Arsen mg/L 0,05 1 1 1


(49)

Kobalt mg/L 0,2 0,2 0,2 0,2 Barium mg/L 1 (-) (-) (-) Boron mg/L 1 1 1 1 Selenium mg/L 0,01 0,05 0,05 0,05 Kadmium mg/L 0,01 0,01 0,01 0,01 Khrom (VI) mg/L 0,05 0,05 0,05 0,01

Tembaga mg/L 0,02 0,02 0,02 0,2 Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Cu

≤ 1 mg/L

Besi mg/L 0,3 (-) (-) (-) Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Fe

≤ 1 mg/L

Timbal mg/L 0,03 0,03 0,03 1 Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Pb

≤0, 1 mg/L

Mangan mg/L 0,1 (-) (-) (-) Air Raksa mg/L 0,001 0,002 0,002 0,005

Seng mg/L 0,05 0,05 0,05 2 Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Zn

≤ 5 mg/L

Khlorida mg/L 600 (-) (-) (-) Sianida mg/L 0,02 0,02 0,02 (-) Fluorida mg/L 0,5 1,5 1,5 (-)

Nitrit sebagai N mg/L 0,06 0,06 0,06 (-) Bagi pengolahan air minum secara konvensional, NO2_N ≤ 1 mg/L Sulfat mg/L 400 (-) (-) (-)

Khlorin bebas mg/L 0,03 0,03 0,03 (-) Bagi ABAM tidak

dipersyaratkan Belerang sebagai

H2S

mg/L 0,002 0,002 0,002 (-) Bagi pengolahan air minum secara konvensional, H2S ≤0, 1 mg/L Keterangan:

ABAM = Air Baku untuk Air Minum, Logam berat merupakan logam terlarut. Nilai di atas merupakan batas maksimum, kecuali untuk pH dan DO. Bagi pH merupakan nilai rentang yang tidak boleh kurang atau lebih dari nilai yang tercantum. Nilai DO merupakan batas minimum. Arti (-) di atas menyatakan bahwa untuk kelas termasuk, parameter tersebut tidak dipersyaratkan


(50)

Lampiran 5. Analisis Hubungan Panjang dan Berat Ikan Tambra

No perlakuan n (ekor) a b Pola Pertumbuhan

1 Suhu 23oC 9 1,8313x10-2 2,7954 Alometrik negatif

2 Suhu 25oC 5 4,5637x10-2 2,3859 Alometrik negatif

3 Suhu 27oC 6 5,1447x10-2 2,3710 Alometrik negatif

4 Suhu 29oC 6 4,8606x10-2 2,3861 Alometrik negatif

Hipotesis yang digunakan adalah :

a. Jika b=3 maka disebut isometrik (pola pertumbuhan panjang sama dengan pola pertumbuhan berat).

b. Jika nilai b ≠ 3 maka disebut allometrik, yaitu :

• Jika b > 3 disebut allometrik positif (pertumbuhan berat lebih dominan)


(51)

Lampiran 6. Hasil Analisis Korelasi Setiap Perbedaan Suhu Melalui SPSS Ver. 16.00

Tests of Normality

Suhu

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Bobotikan 23 C .220 10 .186 .849 10 .057

25 C .306 10 .008 .818 10 .024

27 C .303 10 .010 .824 10 .028

29 C .315 10 .006 .726 10 .002

a. Lilliefors Significance Correction

Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig.

Bobotikan Based on Mean 2.792 3 36 .054

Based on Median 2.250 3 36 .099

Based on Median and with

adjusted df 2.250 3 13.594 .129

Based on trimmed mean 2.433 3 36 .081

NPar Tests

Kruskal-Wallis Test

Ranks

Suhu N Mean Rank

Bobotikan 23 C 10 31.10

25 C 10 16.00

27 C 10 18.90

29 C 10 16.00


(52)

Test Statisticsa,b

Bobotikan

Chi-Square 11.880

Df 3

Asymp. Sig. .008

a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Suhu

NPar Tests

Kruskal-Wallis Test

Ranks

Suhu N Mean Rank

Bobotikan 23 C 10 31.10

25 C 10 16.00

27 C 10 18.90

29 C 10 16.00

Total 40

Test Statisticsa,b

Bobotikan

Chi-Square 11.880

Df 3

Asymp. Sig. .008

a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Suhu


(53)

NPar Tests

Mann-Whitney Test

Ranks

Suhu N Mean Rank Sum of Ranks

Bobotikan 23 C 10 14.20 142.00

25 C 10 6.80 68.00

Total 20

Test Statisticsb

Bobotikan

Mann-Whitney U 13.000

Wilcoxon W 68.000

Z -2.836

Asymp. Sig. (2-tailed) .005

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .004a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Suhu

NPar Tests

Mann-Whitney Test

Ranks

Suhu N Mean Rank Sum of Ranks

Bobotikan 23 C 10 13.50 135.00

27 C 10 7.50 75.00


(54)

Test Statisticsb

Bobotikan

Mann-Whitney U 20.000

Wilcoxon W 75.000

Z -2.285

Asymp. Sig. (2-tailed) .022

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .023a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Suhu

NPar Tests

Mann-Whitney Test

Ranks

Suhu N Mean Rank Sum of Ranks

Bobotikan 23 C 10 14.40 144.00

29 C 10 6.60 66.00

Total 20

Test Statisticsb

Bobotikan

Mann-Whitney U 11.000

Wilcoxon W 66.000

Z -2.971

Asymp. Sig. (2-tailed) .003

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .002a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Suhu


(55)

NPar Tests

Mann-Whitney Test

Ranks

Suhu N Mean Rank Sum of Ranks

Bobotikan 25 C 10 9.60 96.00

27 C 10 11.40 114.00

Total 20

Test Statisticsb

Bobotikan

Mann-Whitney U 41.000

Wilcoxon W 96.000

Z -.713

Asymp. Sig. (2-tailed) .476

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .529a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Suhu

NPar Tests

Mann-Whitney Test

Ranks

Suhu N Mean Rank Sum of Ranks

Bobotikan 25 C 10 10.60 106.00

29 C 10 10.40 104.00


(56)

Test Statisticsb

Bobotikan

Mann-Whitney U 49.000

Wilcoxon W 104.000

Z -.079

Asymp. Sig. (2-tailed) .937

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .971a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Suhu

NPar Tests

Mann-Whitney Test

Ranks

Suhu N Mean Rank Sum of Ranks

Bobotikan 27 C 10 11.00 110.00

29 C 10 10.00 100.00

Total 20

Test Statisticsb

Bobotikan

Mann-Whitney U 45.000

Wilcoxon W 100.000

Z -.390

Asymp. Sig. (2-tailed) .696

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .739a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Suhu


(57)

Lampiran 7. Hasil Analisis Korelasi Faktor Fisik Kimia Melalui SPSS Ver. 16.00

7.1 Perlakuan suhu 23oC

Correlations

pH DO Amoniak

pH Pearson Correlation 1 .952** -.953*

Sig. (2-tailed) .003 .012

N 6 6 5

DO Pearson Correlation .952** 1 -.953*

Sig. (2-tailed) .003 .012

N 6 6 5

Amoniak Pearson Correlation -.953* -.953* 1

Sig. (2-tailed) .012 .012

N 5 5 5

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

7.2 Perlakuan suhu 25oC

Correlations

pH DO Amoniak

pH Pearson Correlation 1 .620 -.225

Sig. (2-tailed) .189 .716

N 6 6 5

DO Pearson Correlation .620 1 -.077

Sig. (2-tailed) .189 .903

N 6 6 5

Amoniak Pearson Correlation -.225 -.077 1

Sig. (2-tailed) .716 .903


(58)

7.3 Perlakuan suhu 27oC

Correlations

pH DO Amoniak

pH Pearson Correlation 1 .502 -.139

Sig. (2-tailed) .310 .793

N 6 6 6

DO Pearson Correlation .502 1 -.206

Sig. (2-tailed) .310 .696

N 6 6 6

Amoniak Pearson Correlation -.139 -.206 1

Sig. (2-tailed) .793 .696

N 6 6 6

7.4 Perlakuan suhu 29oC

Correlations

pH DO Amoniak

pH Pearson Correlation 1 .581 -.227

Sig. (2-tailed) .227 .666

N 6 6 6

DO Pearson Correlation .581 1 -.763

Sig. (2-tailed) .227 .077

N 6 6 6

Amoniak Pearson Correlation -.227 -.763 1

Sig. (2-tailed) .666 .077


(59)

Lampiran 7. Hasil Analisis Korelasi bobot total Melalui SPSS Ver. 16.00

Tests of Normality

perlakuan

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

bobot_total suhu_23 .220 10 .184 .849 10 .056

suhu_25 .306 10 .009 .819 10 .025

suhu_27 .296 10 .013 .818 10 .024

suhu_29 .316 10 .005 .725 10 .002

a. Lilliefors Significance Correction

Kruskal-Wallis Test

Ranks

perlakuan N Mean Rank

bobot_total suhu_23 10 31.00

suhu_25 10 15.50

suhu_27 10 19.90

suhu_29 10 15.60

Total 40

Test Statisticsa,b

bobot_total

Chi-Square 12.201

Df 3

Asymp. Sig. .007

a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: perlakuan


(60)

Mann-Whitney Test

Ranks

perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks

bobot_total suhu_23 10 14.20 142.00

suhu_25 10 6.80 68.00

Total 20

Test Statisticsb

bobot_total

Mann-Whitney U 13.000

Wilcoxon W 68.000

Z -2.836

Asymp. Sig. (2-tailed) .005

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .004a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: perlakuan

Mann-Whitney Test

Ranks

perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks

bobot_total suhu_23 10 13.40 134.00

suhu_27 10 7.60 76.00

Total 20

Test Statisticsb

bobot_total

Mann-Whitney U 21.000

Wilcoxon W 76.000


(61)

Asymp. Sig. (2-tailed) .027

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: perlakuan

Mann-Whitney Test

Ranks

perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks

bobot_total suhu_23 10 14.40 144.00

suhu_29 10 6.60 66.00

Total 20

Test Statisticsb

bobot_total

Mann-Whitney U 11.000

Wilcoxon W 66.000

Z -2.971

Asymp. Sig. (2-tailed) .003

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .002a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: perlakuan

Mann-Whitney Test

Ranks

perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks

bobot_total suhu_25 10 9.10 91.00

suhu_27 10 11.90 119.00


(62)

Test Statisticsb

bobot_total

Mann-Whitney U 36.000

Wilcoxon W 91.000

Z -1.110

Asymp. Sig. (2-tailed) .267

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .315a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: perlakuan

Mann-Whitney Test

Ranks

perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks

bobot_total suhu_25 10 10.60 106.00

suhu_29 10 10.40 104.00

Total 20

Test Statisticsb

bobot_total

Mann-Whitney U 49.000

Wilcoxon W 104.000

Z -.079

Asymp. Sig. (2-tailed) .937

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .971a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: perlakuan

Mann-Whitney Test

Ranks


(63)

bobot_total suhu_27 10 11.40 114.00

suhu_29 10 9.60 96.00

Total 20

Test Statisticsb

bobot_total

Mann-Whitney U 41.000

Wilcoxon W 96.000

Z -.703

Asymp. Sig. (2-tailed) .482

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .529a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: perlakuan

Lampiran 7. Hasil Analisis Korelasi bobot bulanan Melalui SPSS Ver. 16.00

Tests of Normality

perlakuan

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

bobot_harian Suhu_23 .188 10 .200* .961 10 .792

Suhu_25 .280 10 .025 .801 10 .015

Suhu_27 .209 10 .200* .847 10 .054

Suhu_29 .372 10 .000 .709 10 .001

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Kruskal-Wallis Test

Ranks

perlakuan N Mean Rank


(64)

Suhu_25 10 16.10

Suhu_27 10 18.85

Suhu_29 10 16.50

Total 40

Test Statisticsa,b

bobot_harian

Chi-Square 10.657

Df 3

Asymp. Sig. .014

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: perlakuan

Mann-Whitney Test

Ranks

perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks

bobot_harian Suhu_23 10 13.90 139.00

Suhu_25 10 7.10 71.00

Total 20

Test Statisticsb

bobot_harian

Mann-Whitney U 16.000

Wilcoxon W 71.000

Z -2.618

Asymp. Sig. (2-tailed) .009

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .009a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: perlakuan


(65)

Mann-Whitney Test

Ranks

perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks

bobot_harian Suhu_23 10 13.50 135.00

Suhu_27 10 7.50 75.00

Total 20

Test Statisticsb

bobot_harian

Mann-Whitney U 20.000

Wilcoxon W 75.000

Z -2.290

Asymp. Sig. (2-tailed) .022

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .023a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: perlakuan

Mann-Whitney Test

Ranks

perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks

bobot_harian Suhu_23 10 14.15 141.50

Suhu_29 10 6.85 68.50

Total 20

Test Statisticsb

bobot_harian

Mann-Whitney U 13.500


(1)

Test Statisticsb

bobot_total

Mann-Whitney U 36.000

Wilcoxon W 91.000

Z -1.110

Asymp. Sig. (2-tailed) .267

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .315a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: perlakuan

Mann-Whitney Test

Ranks

perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks

bobot_total suhu_25 10 10.60 106.00

suhu_29 10 10.40 104.00

Total 20

Test Statisticsb

bobot_total

Mann-Whitney U 49.000

Wilcoxon W 104.000

Z -.079

Asymp. Sig. (2-tailed) .937

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .971a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: perlakuan

Mann-Whitney Test

Ranks


(2)

bobot_total suhu_27 10 11.40 114.00

suhu_29 10 9.60 96.00

Total 20

Test Statisticsb

bobot_total

Mann-Whitney U 41.000

Wilcoxon W 96.000

Z -.703

Asymp. Sig. (2-tailed) .482

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .529a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: perlakuan

Lampiran 7. Hasil Analisis Korelasi bobot bulanan Melalui SPSS

Ver. 16.00

Tests of Normality

perlakuan

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig.

bobot_harian Suhu_23 .188 10 .200* .961 10 .792

Suhu_25 .280 10 .025 .801 10 .015

Suhu_27 .209 10 .200* .847 10 .054

Suhu_29 .372 10 .000 .709 10 .001

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Kruskal-Wallis Test

Ranks

perlakuan N Mean Rank


(3)

Suhu_25 10 16.10

Suhu_27 10 18.85

Suhu_29 10 16.50

Total 40

Test Statisticsa,b bobot_harian

Chi-Square 10.657

Df 3

Asymp. Sig. .014

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: perlakuan

Mann-Whitney Test

Ranks

perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks

bobot_harian Suhu_23 10 13.90 139.00

Suhu_25 10 7.10 71.00

Total 20

Test Statisticsb

bobot_harian

Mann-Whitney U 16.000

Wilcoxon W 71.000

Z -2.618

Asymp. Sig. (2-tailed) .009

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .009a a. Not corrected for ties.


(4)

Mann-Whitney Test

Ranks

perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks

bobot_harian Suhu_23 10 13.50 135.00

Suhu_27 10 7.50 75.00

Total 20

Test Statisticsb

bobot_harian

Mann-Whitney U 20.000

Wilcoxon W 75.000

Z -2.290

Asymp. Sig. (2-tailed) .022

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .023a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: perlakuan

Mann-Whitney Test

Ranks

perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks

bobot_harian Suhu_23 10 14.15 141.50

Suhu_29 10 6.85 68.50

Total 20

Test Statisticsb

bobot_harian

Mann-Whitney U 13.500

Wilcoxon W 68.500


(5)

Asymp. Sig. (2-tailed) .005

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .004a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: perlakuan

Mann-Whitney Test

Ranks

perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks

bobot_harian Suhu_25 10 9.65 96.50

Suhu_27 10 11.35 113.50

Total 20

Test Statisticsb

bobot_harian

Mann-Whitney U 41.500

Wilcoxon W 96.500

Z -.674

Asymp. Sig. (2-tailed) .500

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .529a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: perlakuan

Mann-Whitney Test

Ranks

perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks

bobot_harian Suhu_25 10 10.35 103.50

Suhu_29 10 10.65 106.50


(6)

Test Statisticsb

bobot_harian

Mann-Whitney U 48.500

Wilcoxon W 103.500

Z -.119

Asymp. Sig. (2-tailed) .905

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .912a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: perlakuan

Mann-Whitney Test

Ranks

perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks

bobot_harian Suhu_27 10 11.00 110.00

Suhu_29 10 10.00 100.00

Total 20

Test Statisticsb

bobot_harian

Mann-Whitney U 45.000

Wilcoxon W 100.000

Z -.391

Asymp. Sig. (2-tailed) .696

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .739a a. Not corrected for ties.