BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pola Konsumsi Makanan - Hubungan Pola Konsumsi Makanan dan Konsumsi Susu dengan Tinggi Badan Anak Usia 6-12 Tahun di SDN 173538 Balige

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pola Konsumsi Makanan

  Konsumsi pangan merupakan banyaknya atau jumlah pangan, secara tunggal maupun beragam, yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan sosiologis. Tujuan fisiologis adalah upaya untuk memenuhi keinginan makan (rasa lapar) atau untuk memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh. Tujuan psikologis adalah untuk memenuhi kepuasan emosional atau selera, sedangkan tujuan sosiologis adalah untuk memelihara hubungan manusia dalam keluarga dan masyarakat (Sedioetama 1996).

  Menurut Enoch (1980) konsumsi makanan adalah jenis dan banyaknya makanan yang dimakan dan dapat diukur dengan jumlah bahan makanan atau jumlah kalori dan zat gizi. Konsumsi makanan dan zat gizi yang adekuat memiliki peranan penting bagi anak usia sekolah untuk menjamin pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan anak yang optimal (Brown, 2005). Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi yang selanjutnya bertindak menyediakan energi bagi tubuh, mengatur proses metabolisme, memperbaiki jaringan tubuh serta untuk pertumbuhan (Harper et al, 1986).

  Anak usia sekolah mengalami perubahan tinggi badan dan berat badan yang tidak mencolok seperti pada usia balita. Walaupun pada masa ini pertumbuhan fisik anak relatif stabil, nafsu makan dan konsumsi makanan anak cenderung meningkat. Anak usia sekolah membutuhkan zat gizi yang memadai karena masih dalam masa

  9 pertumbuhan, membutuhkan banyak energi untuk beraktivitas, meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi, serta memiliki cadangan zat gizi untuk pertumbuhan di masa remaja (Mc Williams, 1993).

2.2. Susu

  2.2.1. Definisi Susu

  Susu adalah cairan hasil kelenjar susu dari hewan memamah biak. Hewan - hewan yang menghasilkan susu adalah sapi, kambing, domba, keledai. Namun, yang sering dikenal manusia adalah susu sapi (Corputty, 1977). Susu merupakan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi yang diperoleh dari hasil pemerahan hewan seperti sapi, kerbau, kuda, kambing, dan unta.

  Menurut Winarno (1993), susu adalah cairan berwarna putih yang disekresi oleh kelenjar mammae (ambing) pada binatang mamalia betina, untuk bahan makanan dan sumber zat gizi bagi anaknya. Sedangkan menurut Buckle (1985), susu didefinisikan sebagai sekresi dari kelenjar susu binatang yang menyusui anaknya.

  2.2.2. Kandungan Zat Gizi Susu

  Susu merupakan sumber gizi yang hampir lengkap karena mengandung hampir semua zat gizi yang dibutuhkan tubuh, yaitu karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral, serta air (zat vital nongizi). Hanya serat makanan (dietary fibre) saja yang tidak terkandung dalam susu (Soehardi, 2004).

  Susu merupakan makanan alami yang hampir sempurna. Sebagian besar zat gizi esensial ada dalam susu, yaitu protein bernilai biologi tinggi, kalsium, fosfor, vitamin A, dan tiamin (vitamin B1). Susu merupakan sumber kalsium paling baik karena disamping kadar kalsium yang tinggi, laktosa dalam susu membantu absorpsi susu di dalam saluran cerna. Akan tetapi susu sedikit sekali mengandung zat besi dan vitamin C (Almatsier, 2009).

  Di dalam susu, terdapat kandungan zat gizi karbohidrat berupa laktosa. Karena sifat gulanya yang tidak terlalu manis, gula laktosa susu tidak terlalu merusak gigi. Zat gizi lain yang dikandung oleh susu adalah lemak, sumber vitamin larut lemak seperti vitamin A, vitamin E, dan vitamin D. Susu juga menjadi sumber asam lemak esensial dan hormon. Susu adalah sumber kalsium dan fosfor yang sangat baik, yang penting untuk pertumbuhan tulang dan gigi.

  Kandungan zat gizi yang terdapat dalam susu adalah sebagai berikut.

  a. Air Kandungan air dalam susu sangat tinggi yaitu sekitar 88,5%. Susu berfungsi sebagai emulsi lemak dalam air serta sebagai pelarut berbagai senyawa (Winarno,

  1993).

  b. Protein Susu merupakan sumber protein dengan mutu sangat tinggi. Kadar protein susu segar sekitar 3,5%. Protein susu mewakili salah satu mutu protein yang nilainya sepadan dengan daging dan hanya diungguli oleh protein telur. Protein susu mengandung lisin dengan jumlah yang relatif sangat tinggi (Winarno, 1993).

  Protein yang terutama terdapat dalam susu antara lain kasein dan laktalbumin. Protein susu memberikan asam-asam amino esensial dengan perbandingan yang sangat tepat bagi pembangunan jaringan tubuh. c. Lemak Kadar lemak dalam susu sekitar 3,0-3,8%. Lemak susu, khususnya trigliserida mengandung asam lemak tak jenuh yang tinggi kadarnya, serta rendah dalam konsentrasi asam lemak tidak jenuh (polyunsaturated acid) terutama linoleat dan linolenat. Lemak susu berbentuk emulsi dan mudah dicerna (Winarno,1993).

  d. Karbohidrat Karbohidrat utama yang terdapat dalam susu adalah laktosa. Laktosa adalah disakarida yang terdiri dari glukosa dan galaktosa. Enzim laktase bertugas memecah laktosa menjadi gula-gula sederhana yaitu glukosa dan galaktosa. Pada usia bayi tubuh kita menghasilkan enzim laktase dalam jumlah cukup sehingga susu dapat dicerna dengan baik. Namun seiring dengan bertambahnya usia, keberadaan enzim laktase semakin menurun sehingga sebagian dari kita akan menderita diare bila mengkonsumsi susu (Khomsan, 2004).

  Didalam susu terdapat zat gizi karbohidrat berupa laktosa, sekitar 4-6%. Meskipun kandungan gulanya cukup tinggi, tetapi rasanya tidak manis. Daya kemanisannya hanya seperlima kemanisan gula pasir (sukrosa). Kandungan laktosa bersama dengan garam bertanggung jawab terhadap rasa susu yang spesifik (Winarno, 1993).

  e. Kalsium Susu merupakan sumber kalsium terbaik yang dapat meningkatkan kekuatan tulang. Satu cangkir susu mengandung lebih dari 300 mg kalsium, hampir sepertiga dari kebutuhan kalsium harian. Hal itulah yang mendasari susu dianggap sebagai strategi terbaik untuk pencegahan osteoporosis (Wirakusumah, 2007).

  Kalsium adalah mineral yang penting bagi manusia. Fungsi kalsium bagi tubuh yaitu pembentukan tulang dan gigi, mengatur pembekuan darah, katalisator reaksi-reaksi biologik, kontraksi otot. Beberapa fungsi lainnya adalah meningkatkan transfor membran sel, kemungkinan dengan bertindak sebagai stabilisator membran, transmisi ion melalui membran organel sel (Almatsier, 2009).

  Penyerapan kalsium dipengaruhi umur dan kondisi tubuh. Pada usia anak- anak atau masa pertumbuhan, sekitar 50-70% kalsium yang dicerna diserap. Tetapi pada usia dewasa, hanya sekitar 10-40% yang mampu diserap tubuh. Penyerapan kalsium terjadi pada usus kecil bagian atas, tepat setelah lambung. Penyerapan kalsium dapat dihambat apabila ada zat organik yang dapat bergabung dengan kalsium dan membentuk garam yang tidak larut. Contoh senyawa organik tersebut adalah asam oksalat dan asam fitat (Winarno, 2004).

  f. Fosfor Susu merupakan sumber fosfor yang baik yaitu sekitar 90 mg. Kebutuhan fosfor pada anak-anak sekitar 800-1200 mg. Fosfor biasanya bekerja sama dengan kalsium dan vitamin D. Fosfor berguna untuk pembentukan tulang dan gigi.

  g. Vitamin Vitamin adalah zat-zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah yang sangat kecil dan pada umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh. Oleh karena itu, harus didatangkan dari makanan. Vitamin termasuk kelompok zat pengatur pertumbuhan dan pemeliharaan kehidupan. Tiap vitamin mempunyai tugas spesifik di dalam tubuh (Almatsier, 2009).

  Susu mengandung 100 IU vitamin D (25% kebutuhan vitamin D harian), 400 mg potassium (12% kebutuhan harian), dan 0,4 mg riboflavin (vitamin B2) atau sekitar 23% kebutuhan harian (Wirakusumah, 2007).

  Perbedaan komposisi zat gizi yang terkandung dalam beberapa jenis susu per 100 gram dapat dilihat dalam tabel 2.1 sebagai berikut.

Tabel 2.1 Perbedaan Komposisi Zat Gizi Beberapa Jenis Susu per 100 gram Jenis Susu Susu

  

Komposisi Susu Susu Susu Susu kental Susu

kental tak sapi kerbau bubuk manis skim manis

  Energi (kkal) 61 160 509 336 138

  36 Protein (g) 3,2 6,3 24,60 8,20 7 3,5 Lemak (g) 3,5

  12

  30 10 7,9 0,1 Karbohidrat 4,3 7,1 36,20 55 9,9 5,1 (g) Kalsium 143 216 904 275 243 123 (mg) Fosfor (mg) 60 101 694 209 195

  97 Besi (mg) 1,7 0,2 0,60 0,2 0,2 0,1 Vitamin A

  39 80 1.570 510 400 (µg) Vitamin B1 0,03 0,04 0,29 0,05 0,05 0,04 (mg) Vitamin C

  1

  1

  6

  1

  1

  1 (mg) Air (g) 88,3 73,80 3,5 25 73,70 90,5

  Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan (Depkes RI,2005)

2.2.3. Jenis Susu Beberapa jenis susu dijual di pasaran dalam bentuk sebagai berikut.

  a. Susu Segar Susu segar ialah air susu hasil pemerahan yang tidak dikurangi atau ditambahkan apapun yang diperoleh dari pemerahan sapi yang sehat secara kontinu sampai apuh (Girisonta, 1995).

  Susu segar umumnya lebih mahal daripada susu dalam bentuk lain. Susu segar cepat membusuk, apalagi bila cara memerah dan tempat penampungannya kurang bersih. Susu yang cukup terjamin kebersihannya hanya dapat menahan pembusukan selama 24 jam, kecuali bila susu disterilisasi (Maryati, 2000).

  Susu sapi segar adalah hasil pemerasan sapi secara langsung, tanpa ditambah zat-zat lain ataupun mengalami pengolahan. Susu ini tidak begitu manis dan mengandung protein kira-kira tiga kali konsentrasinya dalam ASI.

  b. Susu Kental Susu kental adalah susu murni yang diuapkan sampai kadar airnya berkurang dan susu menjadi kental. Ada 2 macam susu kental dalam kaleng yaitu susu kental manis dan tidak manis. Keduanya harus dicampur air bila akan diminum. Disamping susu kental manis, biasa terdapat pula susu kental manis yang telah diberi cokelat sehingga memudahkan dalam membuat susu cokelat (Maryati, 2000).

  Susu ini biasanya dikemas dalam kaleng dan dihasilkan dengan menguapkan sebagian airnya dari susu segar. Susu ini tidak baik diberikan pada bayi, tetapi masih dapat dikonsumsi oleh orang dewasa. Karena sangat manis, biasannya susu ini dipakai campuran dalam air kopi, air teh atau air cokelat. Susu kental manis lebih tahan bila dibuka kalengnya, karena adanya gula kadar tinggi tersebut. Namun demikian jangan dibiarkan terlalu lama karena dapat juga terjadi pembusukkan (Hardinsyah dan Rimbawan, 2000).

  c. Susu Kering (Susu Tepung) Susu tepung berasal dari susu segar yang dikeringkan. Ada dua macam susu tepung, yaitu susu whole tepung dan susu skim tepung. Susu whole tepung adalah susu segar yang semua airnya diuapkan sehingga tinggal tepung saja, kadar airnya tinggal 2%. Sedangkan susu skim tepung adalah hasil dari susu segar yang kadar lemaknya telah dikurangi tinggal 0,1% dan airnya diuapkan hingga tinggal 3%. Karena susu skim tepung ini kandungan proteinnya tinggi dan kadar lemaknya rendah, maka susu tersebut cocok untuk bayi atau anak-anak yang sedang mengalami masa pertumbuhan (Girisonta, 1995).

  Jenis-jenis susu berdasarkan cara pengolahannya antara lain sebagai berikut (Anonim, 2008).

  a. Susu Pasteurisasi (Pasteurized Milk) Susu pasteurisasi adalah susu yang diberi perlakuan panas sekitar suhu 63-75 C selama 15 detik yang bertujuan untuk membunuh bakteri patogen berbahaya.

  Proses ini tidak membunuh seluruh mikroorganisme dan pengaruhnya hanya bersifat sementara. Karena itu, susu pasteurisasi tetap mudah rusak dan harus disimpan pada suhu rendah (5-6 C) dan memiliki umur simpan hanya sekitar 14 hari.

  Walaupun susu pasteurisasi tidak menggunakan zat pengawet, namun hasilnya susu aman untuk diminum dan memperlama daya simpannya. Selain itu, susu pasteurisasi harus disimpan di lemari pendingin dan kualitasnya bisa bertahan hingga seminngu.

  b. Susu UHT (Ultra High Temperature Milk) Susu UHT adalah susu yang dipasteurisasi dengan menggunakan Ultra High

  Temperature, yaitu 143 C dalam detik. Susu UHT diolah dengan menggunakan pemanasan dengan suhu tinggi (135-154 C) dalam waktu singkat selama 2-5 detik. Pemanasan suhu tinggi bertujuan untuk membunuh seluruh mikroorganisme (baik pembusuk maupun patogen). Waktu pemanasan yang singkat dimaksudkan untuk mencegah kerusakan nilai gizi susu serta untuk mendapatkan warna, aroma, dan rasa yang relatif tidak berubah, seperti susu segarnya.

  Kelebihan susu UHT adalah umur simpannya yang sangat panjang pada suhu kamar, yaitu mencapai 6-10 bulan tanpa bahan pengawet dan tidak perlu dimasukkan ke lemari pendingin. Susu UHT dapat bertahan selama 2 tahun tanpa disimpan dalam lemari pendingin. Namun, begitu kemasannya telah dibuka maka harus disimpan di lemari pendingin dan tidak boleh lebih dari 5 hari. Bila dibiarkan dalam suhu ruang, susu akan menjadi asam (rusak) dalam sehari.

  c. Susu Bubuk (Powdered Milk) Susu bubuk adalah susu yang berasal dari susu segar yang dikeringkan.

  Umumnya pengeringan dilakukan dengan menggunakan spray dryer atau roller

  dryer. Umur simpan susu bubuk maksimal 2 tahun dengan penanganan yang baik dan

  benar. Susu bubuk tidak perlu disimpan di lemari pendingin karena kandungan uap airnya sangat rendah. Susu bubuk rentan terhadap perubahan gizi karena mudah beroksidasi dengan udara.

  Susu bubuk terjadi dengan mengeringkan susu sehingga tertinggal komponen terpadat dari susu tersebut. Karenanya komponen padat ini merupakan sekitar 14% dari susu asalnya. Pada proses pengeringan ini terjadi perubahan atau kerusakan pada beberapa zat gizi komponennya, diantaranya vitamin A dan beberapa vitamin anggota B kompleks. Karena itu pada susu bubuk ditambahkan berbagai zat gizi yang rusak atau berkurang itu (Hardinsyah dan Rimbawan, 2000).

  Susu bubuk adalah susu yang diawetkan dengan cara menguapkan airnya. Dalam keadaan kering, tidak ada bakteri yang dapat hidup sehingga susu dapat bertahan lama. Mula-mula susu dikentalkan dalam keadaan tekanan rendah, kemudian diembuskan melalui semprotan halus hingga menjadi partikel-partikel yang sangat halus. Susu bubuk terbagi menjadi tiga jenis yaitu susu bubuk skim, susu bubuk whole, dan susu bubuk buttermilk.

  d. Susu Skim (Skimmed Milk) Susu skim adalah susu yang kadar lemaknya telah dikurangi hingga berada di bawah batas minimal yang ditetapkan. Susu skim sering juga disebut susu non fat.

  Pada proses pembuatan susu skim, bagian lemak (krim) susu diambil sebagian atau seluruhnya. Susu skim kandungan kalorinya lebih rendah dari susu segar. Susu skim cocok dikonsumsi ketika seseorang sedang menjalani diet rendah kalori.

  Susu ini sebenarnya limbah produksi mentega, setelah lemak dalam susu tersebut diambil untuk dijadikan mentega. Susu skim mengandung energi lebih rendah, karena diambil lemaknya. Jenis susu ini masih baik dikonsumsi sebagai suplemen protein, yang masih tetap berkualitas baik dan bahkan konsentrasinya meningkat dengan pengurangan lemak tersebut. Kerugian lain dari susu skim adalah kurangnya vitamin-vitamin yang larut lemak, terutama vitamin A dan D ( Hardinsyah dan Rimbawan, 2000).

2.2.4. Manfaat Susu

  Susu merupakan salah satu jenis minuman yang menyehatkan karena kandungan gizinya yang lengkap dan mengandung semua asam amino esensial dalam jumlah yang cukup (Winarno, 1993). Manfaat susu dapat dirasakan dengan meminum susu minimal 2 gelas per hari (setara dengan 480 ml) terutama untuk kesehatan tulang (Almatsier, 2009).

  Menurut Khomsan (2004), susu mempunyai peranan sangat penting dalam mencegah osteoporosis. Hal ini disebabkan karena susu merupakan sumber kalsium dan fosfor yang sangat penting untuk pembentukan tulang. Tulang manusia mengalami turning over, yaitu peluruhan dan pembentukan secara kesinambungan.

  Pada saat usia muda, pembentukan tulang berlangsung lebih cepat dibandingkan peluruhannya. Sedangkan pada usia tua, peluruhan tulang berlangsung lebih cepat dibandingkan pembentukannya. Itulah sebabnya pada usia tua terjadi proses kehilangan masa tulang.

  Selain bermanfaat bagi kesehatan tulang dan gigi, susu juga memiliki manfaat lainnya. Susu diketahui mendatangkan manfaat untuk optimalisasi produk melatonin.

  Melatonin adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pineal pada malam hari. Kehadiran melatonin akan membuat kita merasa mengantuk dan kemudian tubuh bisa beristirahat dengan baik. Susu mengandung banyak asam amino triptofan yang merupakan salah satu bahan dasar melatonin. Sehingga dianjurkan untuk meminum susu sebelum tidur, agar tubuh dapat beristirahat dengan baik. Selain itu, susu juga mempunyai kemampuan mengikat logam-logam yang bertebaran akibat polusi. Dengan demikian, susu bermanfaat untuk meminimalisasi dampak keracunan logam berat yang secara tidak sengaja masuk kedalam tubuh karena lingkungan yang terpolusi (Khomsan, 2004).

2.3. Tinggi Badan

  Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek.

  Pengaruh defisiensi gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama (Supariasa dkk, 2001).

  Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat dari keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik untuk melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk Indeks TB/U (tinggi badan menurut umur), atau juga indeks BB/TB (berat badan menurut tinggi badan) jarang dilakukan karena perubahan tinggi badan yang lambat dan biasanya hanya dilakukan setahun sekali. Keadaan indeks ini pada umumnya memberikan gambaran keadaan lingkungan yang tidak baik, kemiskinan dan akibat tidak sehat yang menahun (Depkes RI, 2004).

2.3.1. Faktor yang Mempengaruhi Tinggi Badan

  Menurut Ilmu Kesehatan Anak (IKA) FKUI, beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi badan adalah sebagai berikut.

  1. Faktor Genetik Tidak semua orang mempunyai panjang/tinggi badan sama. Kemampuan untuk menjadi tinggi atau pendek diturunkan menurut ketentuan tertentu, sehingga anak yang tinggi biasanya berasal dari orang tua yang tinggi pula.

  2. Beberapa hormon yang mempengaruhi hormon pertumbuhan

  a. Hormon pertumbuhan hipofise mempengaruhi pertumbuhan jumlah sel tulang.

  b. Hormon tiroid yang mempengaruhi pertumbuhan dan kematangan tulang.

  c. Hormon kelamin pria di testis dan kelenjar suprarenalis. Wanita juga mempunyai kelenjar suprarenalis, merangsang pertumbuhan selama jangka waktu yang tidak lama. Di samping itu hormon tersebut juga merangsang kematangan tulang sehingga pada suatu waktu pertumbuhan berhenti. Hormon ini bekerja terutama pada pertumbuhan cepat selama masa akil baligh.

  3. Penyakit akut atau kronis Penyakit akut yang berat dapat menghambat pertumbuhan anak, tetapi bila hambatan yang terjadi tidak besar, maka kelambatan pertumbuhan tersebut masih dapat dikejar. Penyakit kronis juga akan menghambat pertumbuhan dan kelambatan pertumbuhan yang diakibatkan lebih sukar dikejar.

  4. Faktor Gizi Faktor gizi dari makanan merupakan penyebab tidak langsung yang memengaruhi tinggi badan. Beberapa zat gizi yang memengaruhi tinggi badan adalah kalori, protein, kalsium, iodium, vitamin A, besi, dan seng.

2.4. Anak Usia Sekolah

  Anak sekolah menurut definisi WHO (World Health Organization) yaitu golongan anak yang berusia antara 7-15 tahun , sedangkan di Indonesia lazimnya anak yang berusia 7-12 tahun. Anak usia sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun, yang artinya sekolah menjadi pengalaman inti anak. Periode ketika anak-anak dianggap mulai bertanggung jawab atas perilakunya sendiri dalam hubungan dengan orang tua mereka, teman sebaya, dan orang lainnya. Usia sekolah merupakan masa anak memperoleh dasar-dasar pengetahuan untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa dan memperoleh keterampilan tertentu (Wong, 2009).

  Anak sekolah merupakan golongan yang mempunyai karakteristik mulai mencoba mengembangkan kemandirian dan menentukan batasan-batasan norma.

  Pada usia sekolah, variasi individu mulai lebih mudah dikenali seperti pertumbuhan dan perkembangannya, pola aktivitas, kebutuhan zat gizi, perkembangan kepribadian, serta asupan makanan (Yatim, 2005).

  Anak usia sekolah merupakan masa-masa pertumbuhan paling besar kedua setelah balita. Kesehatan yang optimal akan menghasilkan pertumbuhan yang optimal pula. Asupan gizi diperlukan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan mental anak. Makanan yang kaya akan nutrisi sangat memengaruhi tumbuh kembang otak dan organ-organ lain yang dibutuhkan anak untuk mencapai hasil pendidikan yang optimal (Istiany dan Rusilanti, 2013).

2.4.1. Kebutuhan Gizi Anak Usia Sekolah

  Pada anak usia sekolah biasanya gigi susu tanggal secara berangsur dan diganti dengan gigi permanen. Anak sudah lebih aktif memilih makanan yang disukai. Kebutuhan energi lebih besar karena mereka lebih banyak melakukan aktifitas fisik. Kebutuhan gizi besar pada kelompok usia ini terutama untuk pertumbuhan dan aktifitas (Istiany dan Rusilanti, 2013).

  Anak usia 7-12 tahun masuk dalam kategori praremaja. Pada periode ini, pertumbuhan anak berjalan terus walaupun tidak secepat bayi. Pada umumnya kelompok usia ini mempunyai kondisi kesehatan yang lebih baik daripada balita, tetapi nafsu makan kurang sehingga kalori yang dibutuhkan tidak mencukupi (Notoatmodjo, 1997). Hal ini karena biasanya anak usia sekolah banyak melakukan aktivitas di luar rumah, sehingga sering melewatkan waktu makan.

  Selama usia sekolah, pertumbuhan dan perkembangan anak relatif stabil dibanding masa bayi atau remaja. Bertambahnya berbagai ukuran tubuh pada proses tumbuh, salah satunya dipengaruhi oleh faktor gizi. Asupan gizi yang tepat berpengaruh pada proses tumbuh (Istiany dan Rusilanti, 2013).

  1. Protein Protein dibutuhkan untuk membangun dan memelihara otot, darah, kulit, tulang dan jaringan serta organ-organ tubuh lain. Protein juga digunakan untuk menyediakan energi. Pada anak, fungsi terpenting protein adalah untuk pertumbuhan. Bila kekurangan protein berakibat pertumbuhan yang lambat dan tidak dapat mencapai kesehatan dan pertumbuhan yang normal. Kecukupan protein juga untuk membangun antibodi sebagai pelindung dari penyakit infeksi.

  2. Lemak Lemak merupakan zat gizi esensial yang berfungsi untuk sumber energi, penyerapan beberapa vitamin dan memberikan rasa enak pada makanan. Selain itu, lemak juga sangat penting untuk pertumbuhan , terutama untuk komponen membran sel dan komponen sel otak. Lemak yang esensial untuk pertumbuhan anak adalah asam lemak linoleat dan asam lemak alpha linoleat.

  3. Karbohidrat Karbohidrat terdiri dari monosakarida (glukosa, fruktosa, dan galaktosa), disakarida (glukosa, laktosa, dan maltosa), tepung, dan serat makanan merupakan sumber energi makanan. Tepung, glikogen, dan serat makanan (selulosa, pektin) sebagai karbohidrat kompleks tidak bisa dicerna sehingga tidak memberikan energi, tetapi masih sangat penting dalam mencegah penggunaan protein menjadi energi. Kelebihan konsumsi karbohidrat akan disimpan dalam tubuh dalam bentuk glikogen atau lemak tubuh sehingga akan mengakibatkan kegemukan bahkan obesitas.

  Kebutuhan karbohidrat secara tidak langsung berperan dalam proses pertumbuhan.

  4. Vitamin dan Mineral Vitamin dan mineral dibutuhkan tubuh dalam jumlah yang jauh lebih kecil daripada protein lemak dan karbohidrat, tetapi sangat esensial untuk tubuh. Keduanya mengatur keseimbangan kerja tubuh dan kesehatan secara keseluruhan.

Tabel 2.2 Angka Kecukupan Gizi Rata-rata yang Dianjurkan untuk Anak Usia Sekolah Usia 7-9 Tahun Usia 10-12 Tahun Zat Gizi Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan

  Energi (Kkal) 1800 1800 2050 2050 Protein (gr)

  45

  45

  50

  50 Kalsium (mg) 600 600 1000 1000 Besi/Fe (mg)

  10

  10

  13

  20 Vitamin A (RE) 500 500 600 600 Vitamin C (mg)

  45

  45

  50

  50 Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan RI tahun 2005

2.4.2. Masalah Gizi Anak Usia Sekolah

  Masalah gizi adalah gangguan pada beberapa segi kesejahteraan perorangan atau masyarakat yang disebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan zat gizi yang diperoleh melalui makanan. Masalah gizi berkaitan erat dengan masalah pangan. Masalah pangan antara lain menyangkut ketersediaan pangan dan kerawanan konsumsi pangan yang dipengaruhi oleh kemiskinan, rendahnya pendidikan dan adat/ kepercayaan yang terkait dengan tabu makanan. Sementara, permasalahan gizi tidak hanya terbatas pada kondisi kekurangan gizi saja melainkan tercakup pula kondisi kelebihan gizi.

  Masalah gizi anak secara garis besar merupakan dampak dari ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran zat gizi (nutritional imbalance), yaitu asupan yang melebihi keluaran atau sebaliknya, di samping kesalahan dalam memilih bahan makanan. Hal yang diakibatkan dari masalah gizi pada anak utamanya berupa penyakit kronis, berat badan lebih dan kurang, pica, karies dentis, serta alergi (Arisman, 2008).

2.5. Peranan Susu terhadap Tinggi Badan Anak

  Usia sekolah dasar (6-12 tahun) merupakan puncak pertumbuhan tinggi kedua setelah usia 0-3 tahun. Hal ini merupakan masa terpenting dalam pembentukan kualitas fisik orang dewasa. Susu merupakan minuman yang bergizi tinggi karena mengandung protein yang bernilai biologi tinggi, sangat tepat untuk pertumbuhan dan daya tahan tubuh anak sekolah.

  Pada masa usia ini terjadi peningkatan massa tulang yang pesat. Untuk itu, diperlukan pangan yang kaya kalsium dan fosfor. Susu memiliki kandungan kalsium dengan kualitas dan tingkat ketercernaan yang tinggi. Black, dkk (2002) mengungkapkan bahwa anak (usia 3-10 tahun) yang tidak menyukai susu (termasuk susu sapi) pada jangka panjang akan memiliki resiko mengalami ukuran tubuh lebih pendek dan kesehatan tulang yang buruk. Black dan kawan-kawan juga menemukan bahwa anak yang tidak suka susu memiliki ukuran skleton yang lebih kecil dan kandungan mineral tulang yang lebih rendah daripada ukuran skleton dan kandungan mineral tulang anak yang meminum susu.

  Angka kecukupan rata-rata kalsium yang dianjurkan pada anak usia 6-12 tahun sebanyak 600-1000 mg kalsium. Sedangkan kalsium yang dapat diserap oleh tubuh anak-anak sebesar 50-70%. Sehingga jika anak-anak mengkonsumsi susu dengan jumlah yang cukup per hari maka dapat membantu mengoptimalkan kecukupan kalsium per hari. Misalnya dengan mengkonsumsi susu bubuk 100 gram (904 mg kalsium) per hari maka dapat memenuhi kebutuhan kalsium harian anak.

2.6. Kerangka Teori

  Tinggi Badan

  Outcome

  Anak

  Sebab

  Genetik Hormon Penyakit

  Langsung

  Akut/Kronis Sosial Ekonomi

  Keluarga

  Sebab Tak

  Intake Konsumsi

  • Pendidikan

  Langsung

  Gizi Susu

  • Pekerjaan - Pendapatan

Gambar 2.1 Kerangka Teori Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tinggi Badan

  (Sumber: Ilmu Kesehatan Anak (IKA) FKUI, 2002; Black dkk,2002)

2.7. Kerangka Konsep

  Tinggi Badan Orang Tua

  Konsumsi Makanan

  Kecukupan Tinggi

  Energi, Protein, Badan Anak dan Kalsium

  Konsumsi Susu

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

  Pada masa usia sekolah yaitu 6-12 tahun terjadi peningkatan massa tulang yang pesat. Untuk itu, diperlukan pangan yang memberi sumbangan yang cukup dan kaya akan protein dan kalsium. Asupan makanan yang mengandung energi, protein, dan kalsium yang cukup bagi tubuh anak sangat membantu proses pertumbuhan tinggi badan anak. Selain berasal dari makanan pokok dan lauk pauk, ketiga zat gizi tersebut juga dapat diperoleh dari susu. Susu memberi tambahan energi, protein, dan kalsium dengan kualitas dan tingkat ketercernaan yang tinggi. Dengan adanya kandungan kalsium dalam susu tersebut, maka diasumsikan dapat memengaruhi pertumbuhan tinggi badan anak.

  Dalam penelitian ini akan diketahui hubungan pola konsumsi makanan dan konsumsi susu dengan tinggi badan anak menurut umur di SDN 173538 Balige. Pola konsumsi makanan dan konsumsi susu dapat memberikan sumbangan energi, protein, dan kalsium yang dapat mempengaruhi tinggi badan anak. Selain itu faktor genetik yaitu tinggi badan orang tua juga memengaruhi tinggi badan anak.

Dokumen yang terkait

Hubungan Pola Konsumsi Makanan dan Konsumsi Susu dengan Tinggi Badan Anak Usia 6-12 Tahun di SDN 173538 Balige

7 73 104

Pola Konsumsi Makanan Penderita Penyakit Kardiovaskular Di Rumah Sakit Umum Advent Medan Tahun 2001

0 39 64

Pola Pertumbuhan Dan Pola Konsumsi Makanan Jajanan Anak SD Negeri 060884 Dan SD Perguruan Pahlawan Nasional Kota Medan Tahun 2005

0 36 85

Hubungan Konsumsi Kalori Harian dengan Status Gizi Anak Usia 6-12 Tahun di Panti Asuhan Mamiyai Al Ittihadiyah, Medan Tahun 2011

1 26 80

Hubungan Pola Konsumsi Makanan Cepat Saji dan Faktor Genetik dengan Gizi Lebih pada Anak TK Al Furqan Kabupaten Jember

0 4 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Konsumsi Pangan - Gambaran Pola Konsumsi Pangan Keluarga Peserta Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli Tahun 2014

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sarapan Pagi - Pola Konsumsi Sarapan Pagi Murid Sekolah Dasar di SDN 060921 Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015

0 0 15

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obesitas - Hubungan Kebiasaan Konsumsi Makanan Cepat Saji (Fast Food) dengan Obesitas pada siswa Kelas V dan VI SD Shafiyyatul Amaliyyah Medan

0 0 13

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja - Hubungan Pola Konsumsi Kalsium dan Aktivitas Fisik Remaja Usia 15-18 Tahun di Sekolah Menengah Atas Swasta Cahaya Medan 2013

0 0 32

BAB II - Gambaran Pola Konsumsi Pangan dengan Pendekatan Pola Pangan Harapan pada Keluarga Perokok di Kecamatan Berastagi

0 0 21