Hubungan Pola Konsumsi Makanan dan Konsumsi Susu dengan Tinggi Badan Anak Usia 6-12 Tahun di SDN 173538 Balige

(1)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Kesehatan Masyarakat

Oleh :

RIA SOLIA NAINGGOLAN 101000229

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

merupakan generasi penerus bangsa. Gizi menjadi penting bagi anak sekolah karena dapat menunjang pertumbuhan secara fisik. Konsumsi makanan dan konsumsi susu pada anak usia 6-12 tahun dapat membantu memenuhi gizi secara optimal sehingga mendukung pertumbuhan tinggi badan anak.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan konsumsi makanan dan konsumsi susu dengan tinggi badan pada anak 6-12 tahun di SDN 173538 Balige (terdiri dari 60 sampel). Desain penelitian menggunakan desain cross sectional. Penelitian ini dilakukan dengan menghitung kecukupan energi, protein, dan kalsium dari konsumsi makanan dan susu pada anak dengan menggunakan metode food recall 24 jam. Tinggi badan anak diukur dengan alat bantu microtoise.

Hasil penelitian menunjukkan secara umum, berdasarkan tinggi badan anak menurut umur ada 81,7% anak yang kategori normal, 16,7% anak pendek, dan 1,7 % anak sangat pendek. Terdapat hubungan antara kecukupan protein dari makanan, kecukupan protein dan kalsium dari susu dengan tinggi badan. Sedangkan tidak terdapat hubungan antara energi dan kalsium dari makanan dengan tinggi badan, dan energi dari konsumsi susu dengan tinggi badan anak.

Pihak sekolah disarankan bekerjasama dengan Puskesmas Balige memberikan penyuluhan kepada anak sekolah mengenai asupan gizi harian dan manfaat minum susu bagi pertumbuhan anak. Orang tua juga sebaiknya lebih memperhatikan asupan makanan anak dari segi kuantitas.


(4)

Primary student is an investment the nation because children that age are the future generation. Nutrition becomes important for primary student because it can support the growth physically. Consumption of food and milk of children 6-12 years old can help the nutritional optimally to support the child's growth in height.

The objective of this study was to know the relationship between food and milk consumption with body height of children 6-12 years old in SDN 173538 Balige (consist of 60 children as samples). Design of study was cross sectional study. The study was conducted by calculating the adequacy of energy, protein, and calcium from food and milk consumption of children using 24 hour food recall method.

Child’s body heightwas measured by microtoise instrument.

The result of study showed that in general, child's body height by age is 81.7% in normal category, 16,7% in short category, and 1,7% in stunting category. There was a significant relationship between the adequacy protein of food, the adequacy protein and calcium of milk with body height. While there was no relationship the adequacy energy and calcium of food and the adequacy energy of milk with body height.

The school suggested to cooperate with Balige Health Center provide education to primary student about daily nutrition and benefits of drink milk for

height growth. Parents should also pay more attention to children’s food consumption

in terms of quantity.


(5)

Nama : Ria Solia Nainggolan

Tempat/Tanggal Lahir : Pematang Siantar, 2 Januari 1992

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Kawin

Alamat Rumah : RT 04/RW 06 Dwi Warga Tunggal Jaya, Banjar Agung, Tulang Bawang, Lampung

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. 1996-1998 : TK PGRI Bunga Mayang, Kotabumi

2. 1998-2001 : SD PGRI Bunga Mayang, Kotabumi

3. 2001-2004 : SD Negeri 1 Banjar Agung

4. 2004-2007 : SMP Negeri 1 Banjar Agung

5. 2007-2010 : SMA Lentera Harapan Banjar Agung


(6)

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan

skripsi ini dengan judul “Hubungan Pola Konsumsi Makanan dan Konsumsi Susu dengan Tinggi Badan Anak Usia 6-12 Tahun di SDN 173538 Balige”. Skripsi ini

merupakan salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada orang tua tercinta, Ayahanda Mangatur Nainggolan dan Ibunda Rugun Napitupulu yang menjadi penyemangat dalam menjalani dan menyelesaikan kuliah. Dan juga untuk saudara laki-laki penulis yaitu Holandres Nainggolan.

Selama penyusunan skripsi mulai dari awal hingga akhir selesainya skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si selaku ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si, selaku Dosen Pembimbing I skripsi sekaligus sebagai Ketua Penguji yang telah banyak meluangkan waktu dalam


(7)

4. Ibu Fitri Ardiani, SKM, MPH, selaku Dosen Pembimbing II skripsi sekaligus sebagai yang juga telah banyak meluangkan waktu dalam membantu penulis dengan memberikan ilmu dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak dr. Muhammad Arifin, MS, selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan banyak masukan yang bermanfaat dalam skripsi ini.

6. Ibu Ir. Etti Sudaryati, MKM,Ph.D, selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan banyak masukan yang berguna dalam skripsi ini.

7. Ibu Umi Salmah, SKM, M.Kes, selaku dosen pembimbing akademik penulis. 8. Bapak Marihot Oloan Samosir, ST yang telah banyak membantu dalam segala

urusan administrasi di Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat dan atas masukan serta saran yang diberikan.

9. Bapak Drs. Lalo Hartono Simanjuntak, selaku Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Toba Samosir yang telah memberikan izin penelitian.

10. Ibu Rosintan Pasaribu selaku Kepala Sekolah SDN 173538 Balige yang telah memberikan izin melalukan penelitian dan memberi data yang mendukung penyelesaian skripsi ini.

11. Guru-guru di SDN 173538 Balige yang telah banyak membantu peneliti dalam melakukan penelitian.

12. Namboru Albert, Amangboru Sara dan Namboru Sara yang telah memberi tempat tinggal selama penelitian di Balige, menemani dan membantu penulis melakukan penelitian di lapangan.


(8)

dalam menyelesaikan skripsi ini.

14. Teman-teman tercinta Rosmawati, Bernike, Chatrina, Kak Arsika, Efrida, Riska, Mentari yang telah memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

15. Teman-teman seperjuangan di peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat kepada Adel, Ima, Afri, Kak Yunita, Tresa, Olive, Silvina, Putri, Ria Sutiani, Ranika, Pipit, Tasya, Tia, Nadia, dan Mutia yang terus memberi semangat dan dukungannya.

16. Teman-teman PBL Bukit Lawang Ira, Fandi, Kak Ima, Bang Sehat, Lisa, Reni, Kak Ecil, Kak Merry, dan Bu Tince.

17. Teman-teman seperjuangan stambuk 2010 FKM USU yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih ada kekurangan, baik dari segi isi maupun bahasanya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2014


(9)

HALAMAN PENGESAHAN... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR... xiv

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.3.1. Tujuan Umum ... 7

1.3.2. Tujuan Khusus ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 9

2.1. Pola Konsumsi Susu ... 9

2.2. Susu ... 10

2.2.1. Definisi Susu... 10

2.2.2. Kandungan Zat Gizi Susu ... 10

2.2.3. Jenis Susu... 14

2.2.4. Manfaat Susu ... 18

2.3. Tinggi Badan ... 20

2.3.1 Faktor yang Mempengaruhi Tinggi Badan ... 20

2.4. Anak Usia Sekolah ... 21

2.4.1. Kebutuhan Gizi Anak Usia Sekolah ... 22

2.4.2. Masalah Gizi Anak Usia Sekolah ... 24

2.5. Peranan Susu terhadap Pertumbuhan Tinggi Badan Anak... 25

2.6. Kerangka Teori ... 27

2.7. Kerangka Konsep ... 28

BAB III METODE PENELITIAN ... 28


(10)

3.2.1. Lokasi... 28

3.2.2. Waktu Penelitian... 29

3.3. Populasi dan sampel ... 29

3.3.1. Populasi... 29

3.3.2. Sampel ... 29

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 31

3.4.1. Data Primer ... 31

3.4.2. Data Sekunder... 31

3.5. Defenisi Operasional ... 31

3.6. Aspek Pengukuran Instrumen ... 32

3.6.1. Aspek pengukuran ... 32

3.6.2. Instrumen ... 33

3.7. Teknik Analisa Data dan Pengolahan Data ... 33

3.7.1. Analisa Data... 33

3.7.2. Pengolahan Data ... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN... 35

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 35

4.2. Gambaran Karakteristik Responden... 36

4.2.1. Jenis Kelamin... 36

4.2.2. Umur ... 36

4.2.3. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)... 37

4.3. Gambaran Karakteristik Orang Tua Responden ... 37

4.3.1. Pendidikan ... 37

4.3.2. Pekerjaan... 38

4.3.3. Penghasilan ... 38

4.3.4. Tinggi Badan... 39

4.4. Gambaran Kecukupan Energi, Protein, dan Kalsium dari Konsumsi Makanan ... 39

4.4.1. Kecukupan Energi dari Konsumsi Makanan ... 40

4.4.2. Kecukupan Protein dari Konsumsi Makanan ... 40

4.4.3. Kecukupan Kalsium dari Konsumsi Makanan ... 41

4.5. Gambaran Kecukupan Energi, Protein, dan Kalsium dari Konsumsi Susu 41 4.5.1. Kecukupan Energi dari Konsumsi Susu ... 42

4.5.2. Kecukupan Protein dari Konsumsi Susu ... 42

4.5.3. Kecukupan Kalsium dari Konsumsi Susu ... 43


(11)

Tinggi Badan ... 45

4.7.2. Hubungan Kecukupan Protein dari Konsumsi Makanan Dengan Tinggi Badan ... 45

4.7.3. Hubungan Kecukupan Kalsium dari Konsumsi Makanan Dengan Tinggi Badan ... 46

4.8. Hubungan Kecukupan Energi, Protein, dan Kalsium dari Konsumsi Susu Dengan Tinggi Badan ... 47

4.8.1. Hubungan Kecukupan Energi dari Konsumsi Susu Dengan Tinggi Badan ... 47

4.8.2. Hubungan Kecukupan Protein dari Konsumsi Susu Dengan Tinggi Badan ... 48

4.8.3. Hubungan Kecukupan Kalsium dari Konsumsi Susu Dengan Tinggi Badan ... 49

BAB V PEMBAHASAN ... 50

5.1. Gambaran Kecukupan Energi, Protein, dan Kalsium dari Konsumsi Makanan ... 50

5.1.1. Kecukupan Energi dari Konsumsi Makanan ... 50

5.1.2. Kecukupan Protein dari Konsumsi Makanan ... 51

5.1.3. Kecukupan Kalsium dari Konsumsi Makanan ... 52

5.2. Gambaran Kecukupan Energi, Protein, dan Kalsium dari Konsumsi Susu 53 5.2.1. Kecukupan Energi dari Konsumsi Susu ... 53

5.2.2. Kecukupan Protein dari Konsumsi Susu ... 54

5.2.3. Kecukupan Kalsium dari Konsumsi Susu ... 54

5.3. Hubungan Tinggi Badan Orang Tua Dengan Tinggi Badan Responden .... 55

5.4. Hubungan Kecukupan Energi, Protein, Kalsium dari Konsumsi Makanan Dengan Tinggi Badan Responden... 57

5.4.1. Hubungan Kecukupan Energi dari Konsumsi Makanan Dengan Tinggi Badan ... 57

5.4.2. Hubungan Kecukupan Protein dari Konsumsi Makanan Dengan Tinggi Badan ... 59

5.4.3. Hubungan Kecukupan Kalsium dari Konsumsi Makanan Dengan Tinggi Badan ... 60

5.5. Hubungan Kecukupan Energi, Protein, Kalsium dari Konsumsi Susu Dengan Tinggi Badan Responden... 61


(12)

Badan ... 62

5.5.2. Hubungan Kecukupan Protein dari Konsumsi Susu Dengan Tinggi Badan ... 62

5.5.3. Hubungan Kecukupan Kalsium dari Konsumsi Susu Dengan Tinggi Badan ... 63

BAB V PENUTUP... 65

6.1. Kesimpulan... 65

6.2. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67 LAMPIRAN

Formulir Identitas Responden

FormulirFood Recall24 Jam Konsumsi Makanan dan Susu Surat Izin Melakukan Penelitian

Surat Keterangan Selesai Penelitian Master Data


(13)

gram………... ...14

Tabel 2.2 Angka Kecukupan Gizi Rata-rata yang Dianjurkan untuk Anak Usia

Sekolah………...24

Tabel 4.1 Distribusi Siswa Berdasarkan Kelas dan Jenis Kelamin

di SDN 173538 Balige…..………..35 Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di SDN 173538

Balige...36 Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Umur di SDN 173538 Balige…….36 Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan TB/U di SDN 173538 Balige…….37 Tabel 4.5 Distribusi Orang Tua Responden Berdasarkan Pendidikan

di SDN 173538 Balige………...37

Tabel 4.6 Distribusi Orang Tua Responden Berdasarkan Pekerjaan

di SDN 173538 Balige………38

Tabel 4.7 Distribusi Orang Tua Responden Berdasarkan Penghasilan

di SDN 173538 Balige………38

Tabel 4.8 Distribusi Ayah Responden Berdasarkan Tinggi Badan

di SDN 173538 Balige………....39

Tabel 4.9 Distribusi Ibu Responden Berdasarkan Tinggi Badan

di SDN 173538 Balige………39

Tabel 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Kecukupan Energi dari

Konsumsi Makanan di SDN 173538 Balige………..40 Tabel 4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Kecukupan Protein dari

Konsumsi Makanan di SDN 173538 Balige………...40 Tabel 4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Kecukupan Kalsium dari

Konsumsi Makanan di SDN 173538 Balige………...41 Tabel 4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Kecukupan Energi dari


(14)

Tabel 4.14

Konsumsi Susu di SDN 173538 Balige………..42 Tabel 4.15 Distribusi Responden Berdasarkan Kecukupan Kalsium dari

Konsumsi Susu di SDN 173538 Balige……….43

Tabel 4.16 Distribusi Tinggi Badan Ayah Responden Berdasarkan Tinggi

Badan Pada Anak 6–12 Tahun di SDN 173538 Balige………43 Tabel 4.17 Distribusi Tinggi Badan Ibu Responden Berdasarkan Tinggi

Badan Pada Anak 6–12 Tahun di SDN 173538 Balige………44 Tabel 4.18 Distribusi Kecukupan Energi dari Konsumsi Makanan

Berdasarkan Tinggi Badan Pada Anak 6–12 Tahun

di SDN 173538 Balige………45

Tabel 4.19 Distribusi Kecukupan Protein dari Konsumsi Makanan Berdasarkan Tinggi Badan Pada Anak 6–12 Tahun

di SDN 173538 Balige………46

Tabel 4.20 Distribusi Kecukupan Kalsium dari Konsumsi Makanan Berdasarkan Tinggi Badan Anak 6–12 Tahun

di SDN 173538 Balige………46

Tabel 4.21 Distribusi Kecukupan Energi dari Konsumsi Susu Berdasarkan

Tinggi Badan Anak 6–12 Tahun di SDN 173538 Balige……….47 Tabel 4.22 Distribusi Kecukupan Protein dari Konsumsi Susu Berdasarkan

Tinggi Badan Anak 6–12 Tahun di SDN 173538 Balige……….48 Tabel 4.23 Distribusi Kecukupan Kalsium dari Konsumsi Susu Berdasarkan


(15)

Gambar 2.1 Kerangka Teori Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tinggi

Badan………...26


(16)

Anak sekolah dasar adalah investasi bangsa karena anak usia tersebut merupakan generasi penerus bangsa. Gizi menjadi penting bagi anak sekolah karena dapat menunjang pertumbuhan secara fisik. Konsumsi makanan dan konsumsi susu pada anak usia 6-12 tahun dapat membantu memenuhi gizi secara optimal sehingga mendukung pertumbuhan tinggi badan anak.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan konsumsi makanan dan konsumsi susu dengan tinggi badan pada anak 6-12 tahun di SDN 173538 Balige (terdiri dari 60 sampel). Desain penelitian menggunakan desain cross sectional. Penelitian ini dilakukan dengan menghitung kecukupan energi, protein, dan kalsium dari konsumsi makanan dan susu pada anak dengan menggunakan metode food recall 24 jam. Tinggi badan anak diukur dengan alat bantu microtoise.

Hasil penelitian menunjukkan secara umum, berdasarkan tinggi badan anak menurut umur ada 81,7% anak yang kategori normal, 16,7% anak pendek, dan 1,7 % anak sangat pendek. Terdapat hubungan antara kecukupan protein dari makanan, kecukupan protein dan kalsium dari susu dengan tinggi badan. Sedangkan tidak terdapat hubungan antara energi dan kalsium dari makanan dengan tinggi badan, dan energi dari konsumsi susu dengan tinggi badan anak.

Pihak sekolah disarankan bekerjasama dengan Puskesmas Balige memberikan penyuluhan kepada anak sekolah mengenai asupan gizi harian dan manfaat minum susu bagi pertumbuhan anak. Orang tua juga sebaiknya lebih memperhatikan asupan makanan anak dari segi kuantitas.


(17)

future generation. Nutrition becomes important for primary student because it can support the growth physically. Consumption of food and milk of children 6-12 years old can help the nutritional optimally to support the child's growth in height.

The objective of this study was to know the relationship between food and milk consumption with body height of children 6-12 years old in SDN 173538 Balige (consist of 60 children as samples). Design of study was cross sectional study. The study was conducted by calculating the adequacy of energy, protein, and calcium from food and milk consumption of children using 24 hour food recall method.

Child’s body heightwas measured by microtoise instrument.

The result of study showed that in general, child's body height by age is 81.7% in normal category, 16,7% in short category, and 1,7% in stunting category. There was a significant relationship between the adequacy protein of food, the adequacy protein and calcium of milk with body height. While there was no relationship the adequacy energy and calcium of food and the adequacy energy of milk with body height.

The school suggested to cooperate with Balige Health Center provide education to primary student about daily nutrition and benefits of drink milk for

height growth. Parents should also pay more attention to children’s food consumption

in terms of quantity.


(18)

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Titik berat dari pembangunan Bangsa Indonesia adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) ke arah peningkatan kecerdasan dan produktivitas kerja. Salah satu upaya yang mempunyai dampak terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah peningkatan status gizi masyarakat (Depkes RI, 1993).

Kelompok anak usia sekolah merupakan kelompok yang tidak dapat diabaikan dalam pembangunan nasional karena anak usia sekolah, khususnya anak sekolah dasar adalah sumber daya pembangunan. Sumber daya manusia yang memiliki kualitas fisik, intelektual, dan keterampilan yang baik menentukan keberhasilan Bangsa Indonesia dalam mewujudkan sebagai bangsa yang mandiri.

Anak usia sekolah adalah investasi bangsa karena anak usia tersebut merupakan generasi penerus bangsa. Tumbuh kembang anak usia sekolah yang optimal tergantung pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik dan benar. Dalam masa tumbuh kembang tersebut pemberian nutrisi atau asupan gizi pada anak tidak selalu dapat dilaksanakan dengan baik. Pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan akan mengakibatkan gangguan pada organ dan sistem tubuh anak (Judarwanto, 2012).

Gizi menjadi penting bagi anak sekolah karena selain dapat meningkatkan kecerdasan anak juga dapat menunjang pertumbuhan secara fisik dan mental. Guna mendukung keadaan tersebut anak sekolah memerlukan kondisi tubuh yang optimal


(19)

Kenyataan yang terjadi saat ini, tidak sedikit dari anak Indonesia justru memiliki pertumbuhan fisik yang tidak optimal. Berbagai penelitian yang pernah dilakukan terhadap anak-anak sekolah baik di kota maupun pedesaan di Indonesia diketahui bahwa tinggi badan rata-rata anak sekolah dasar berada di bawah ukuran normal. Hasil South East Asia Nutrition Survey (SEANUTS) tahun 2013 menunjukkan anak Indonesia masih terancam sangat pendek (stunting) dan kekurangan vitamin D. Anak laki-laki lebih banyak mengalami tubuh pendek dibanding anak perempuan dengan perbedaan sekitar 2,2%. Pada anak usia 5-12 tahun, stunting juga lebih banyak dialami anak laki-laki dibandingkan anak perempuan dengan perbedaan sekitar 1% (Fadjar, 2013).

Berdasarkan Riskesdas 2013, prevalensi anak usia 5-12 tahun yang memiliki tubuh pendek adalah 30,7% (12,3% sangat pendek dan 18,4% pendek). Bila dibandingkan dengan prevalensi sangat pendek tahun 2010 mengalami penurunan dari 18,5% menjadi 12,3%, namun prevalensi pendek justru mengalami peningkatan dari 17,1% menjadi 18,4%. Masih terdapat sebanyak 15 provinsi dengan prevalensi kependekan di atas prevalensi nasional, salah satunya ialah Sumatera Utara.

Pertumbuhan anak akan dipengaruhi oleh intake (masukan) zat gizi yang dikonsumsi dalam bentuk makanan. Pertumbuhan fisik sering dijadikan indikator untuk mengukur status gizi. Kecukupan gizi merupakan salah satu faktor terpenting dalam membantu pertumbuhan fisik anak. Hal ini sangat dipengaruhi oleh masukan zat gizi dari makanan yang dimakan setiap harinya, yaitu menu makanan seimbang yang terdiri atas makanan pokok (nasi, roti, umbi–umbian, dan jagung), lauk (sumber hewani dan nabati), sayur, buah dan ditambah susu (Sjahmien, 2003).


(20)

Pola makan yang baik akan membantu terpenuhinya asupan gizi seimbang bagi anak. Hal itu dapat terjadi bila asupan makanan yang dikonsumsi memiliki gizi yang cukup dan sesuai dengan kebutuhan tubuh anak. Makanan yang dibutuhkan anak usia sekolah hendaknya memiliki sumber energi yang berasal dari karbohidrat, protein, dan lemak. Selain itu zat gizi mikro seperti mineral dan vitamin juga diperlukan tubuh. Pola makan yang baik diharapkan dapat menyumbangkan kecukupan energi, protein, dan mineral seperti kalsium. Ketiga zat gizi tersebut dapat membantu proses pertumbuhan

badan anak.

Apabila tubuh kekurangan zat gizi, khususnya energi dan protein, pada tahap awal akan meyebabkan rasa lapar dan dalam jangka waktu tertentu berat badan akan menurun yang disertai dengan menurunnya produktivitas kerja. Kekurangan zat gizi yang berlanjut akan menyebabkan status gizi kurang. Apabila tidak ada perbaikan konsumsi energi dan protein yang mencukupi, pada akhirnya tubuh akan mudah terserang penyakit infeksi (Hardinsyah dan Martianto, 1992). Maka hal ini dapat mempengaruhi proses pertumbuhan tinggi badan anak sehingga anak memiliki tubuh yang cenderung pendek.

Asupan zat gizi tidak hanya diperoleh dari makanan pokok saja, melainkan juga ditambah dengan asupan pangan lainnya yang bernilai zat gizi tinggi seperti susu. Susu adalah bahan pangan yang dikenal kaya akan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh manusia. Susu merupakan salah satu sumber zat gizi yang paling lengkap dan diperlukan oleh semua kelompok umur, terutama balita, anak-anak, dan remaja. Susu memiliki manfaat dalam proses pertumbuhan anak. Salah satu manfaat susu bagi pertumbuhan anak ialah untuk pertumbuhan tulang dan menjaga tulang


(21)

tetap padat. Susu salah satu sumber protein terbaik bagi anak. Kalsium yang terdapat dalam susu selain untuk pertumbuhan tulang juga membantu dalam pertumbuhan gigi anak.

Susu mempunyai peranan penting untuk mencegah osteoporosis (keropos tulang). Susu adalah sumber kalsium dan fosfor yang sangat penting untuk pembentukan tulang. Tulang manusia mengalami pembentukan dan peluruhan secara berkesinambungan. Pada saat usia muda khususnya anak-anak, pembentukan tulang berlangsung lebih cepat dibandingkan peluruhannya. Sementara pada usia tua peluruhannya berlangsung lebih cepat dibandingkan pembentukannya. Itulah sebabnya pada usia tua terjadi apa yang disebut gradual lose of bone (proses kehilangan masa tulang) (Roberts, 2000).

Susu tidak hanya bermanfaat untuk pertumbuhan tulang, melainkan beberapa penelitian menyebutkan bahwa susu berperan dalam pertumbuhan tinggi badan. Penelitian dengan studi prospektif yang dilakukan oleh Okada, et al (2004) mengenai

Effect of cow milk consumption on longitudinal height gain in children”, menjelaskan bahwa ada pengaruh positif antara mengkonsumsi susu sapi dengan jumlah yang banyak dengan tinggi badan anak.

Beberapa studi juga menyebutkan adanya hubungan antara konsumsi susu dengan tinggi badan. Pada tahun 1984, Takahashi melaporkan bahwa terjadi peningkatan tinggi anak-anak di Jepang pada tahun 1950-an. Hal ini karena pada waktu sebelumnya diharuskan konsumsi susu pada anak-anak. Selain itu Black, dkk (2002) dalam studinya menyebutkan bahwa anak-anak pada usia pra-pubertas yang


(22)

pada masa lampau tidak mengkonsumsi susu ditemukan memiliki tubuh yang cenderung pendek.

Penelitian yang dilakukan oleh Hardinsyah, dkk (2008) mengenai hubungan konsumsi susu dan kalsium dengan densitas tulang dan tinggi badan remaja menghasilkan hubungan yang positif antara tinggi badan dan konsumsi susu. Penelitian yang dilakukan pada siswa SMA di Bogor ini menunjukkan bahwa tinggi badan siswa memiliki hubungan positif dengan frekuensi minum susu dan tinggi badan siswa juga memiliki hubungan positif dengan jumlah ml susu yang dikonsumsi.

Konsumsi susu orang Indonesia masih sangat rendah. Saat ini konsumsi susu di Indonesia hanya 12 liter/kapita per tahun atau kurang lebih hanya lima tetes sehari. Indonesia masih kalah dari Vietnam yang rata-rata angka konsumsi susunya sudah mencapai 13 ltr/kapita per tahun, serta jauh di bawah Malaysia yang telah mencapai 36 liter per kapita per tahun. Oleh karena itu, Indonesia merupakan negara yang angka konsumsi susunya terendah di ASEAN. (Kuswan, 2014 dalam Surat Kabar Priangan)

Banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya tingkat konsumsi susu di Indonesia. Faktor-faktor tersebut antara lain pola pikir masyarakat, masih rendahnya produk susu nasional, rendahnya daya beli, budaya minum susu di masyarakat masih kurang, dan kurangnya pemahaman masyarakat akan manfaat susu. Rendahnya konsumsi susu di Indonesia dapat berdampak juga pertumbuhan tinggi badan anak.


(23)

lain rendahnya konsumsi susu dan prevalensi anak yang memiliki tubuh pendek di Indonesia khususnya Sumatera Utara cukup tinggi. Berangkat dari keadaan tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan pola konsumsi makanan dan konsumsi susu dengan tinggi badan pada anak 6-12 tahun di SDN 173538 Balige.

Hasil survei awal penelitian didapatkan gambaran anak SDN 173538 Balige memiliki karakteristik yang heterogen baik dari suku, pendidikan, agama, dan status ekonomi. Dari pengukuran tinggi badan dan z_score, didapat beberapa murid SDN 173538 Balige memiliki tinggi badan yang tidak sesuai dengan umurnya. Dari 15 orang anak yang diukur tinggi badannya, 2 orang (13,33%) sangat pendek, 6 orang (40,00%) pendek, dan 7 orang (46,67%) tinggi badan normal.

Pola konsumsi susu anak sekolah di SDN 173538 Balige juga berbeda-beda. Sebagian anak biasanya mengkonsumsi susu kental manis. Bila dalam sehari anak-anak mengkonsumsi susu kental manis sebanyak 100 ml maka akan memberikan asupan 336 kkal, 8,20 gr protein, dan 275 mg kalsium. Hal tersebut dapat menambah asupan zat gizi sekitar 20% dari angka kecukupan energi, protein, dan kalsium pada anak. Sehubungan dengan gambaran awal tersebut peneliti tertarik memilih lokasi tersebut untuk mengetahui hubungan pola konsumsi makanan dan konsumsi susu dengan tinggi badan anak usia 6-12 tahun di SDN 173538 Balige.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti ingin mengetahui hubungan pola konsumsi makanan dan konsumsi susu dengan tinggi badan anak usia 6-12 tahun di SDN 173538 Balige.


(24)

1.3. Tujuan penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola konsumsi makanan dan konsumsi susu dengan tinggi badan anak usia 6-12 tahun di SDN 173538 Balige.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui kecukupan energi yang berasal dari makanan dan susu yang dikonsumsi anak usia 6-12 tahun di SDN 173538 Balige.

2. Mengetahui kecukupan protein yang berasal dari makanan dan susu yang dikonsumsi anak usia 6-12 tahun di SDN 173538 Balige.

3. Mengetahui kecukupan kalsium yang berasal dari makanan dan susu anak usia 6-12 tahun di SDN 173538 Balige.

4. Mengetahui status gizi berdasarkan TB/U pada anak usia 6-12 tahun di SDN 173538 Balige.

5. Mengetahui hubungan antara kecukupan energi, protein, kalsium dari makanan dan susu dengan TB/U pada anak usia 6-12 tahun di SDN 173538 Balige.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan informasi bagi pihak sekolah mengenai hubungan pola konsumsi makanan dan konsumsi susu dengan tinggi badan anak usia 6-12 tahun di SDN 173538 Balige.


(25)

2. Sebagai bahan informasi bagi orang tua murid di SDN 173538 mengenai pentingnya menjaga pola konsumsi makanan dan konsumsi susu dan pemantauan tinggi badan anak.

3. Sebagai bahan informasi mengenai pola konsumsi makanan, konsumsi susu dan tinggi badan anak sekolah bagi pihak Puskesmas Balige dalam kegiatan UKS di SDN 173538 Balige.


(26)

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pola Konsumsi Makanan

Konsumsi pangan merupakan banyaknya atau jumlah pangan, secara tunggal maupun beragam, yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan sosiologis. Tujuan fisiologis adalah upaya untuk memenuhi keinginan makan (rasa lapar) atau untuk memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh. Tujuan psikologis adalah untuk memenuhi kepuasan emosional atau selera, sedangkan tujuan sosiologis adalah untuk memelihara hubungan manusia dalam keluarga dan masyarakat (Sedioetama 1996).

Menurut Enoch (1980) konsumsi makanan adalah jenis dan banyaknya makanan yang dimakan dan dapat diukur dengan jumlah bahan makanan atau jumlah kalori dan zat gizi. Konsumsi makanan dan zat gizi yang adekuat memiliki peranan penting bagi anak usia sekolah untuk menjamin pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan anak yang optimal (Brown, 2005). Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi yang selanjutnya bertindak menyediakan energi bagi tubuh, mengatur proses metabolisme, memperbaiki jaringan tubuh serta untuk pertumbuhan (Harperet al, 1986).

Anak usia sekolah mengalami perubahan tinggi badan dan berat badan yang tidak mencolok seperti pada usia balita. Walaupun pada masa ini pertumbuhan fisik anak relatif stabil, nafsu makan dan konsumsi makanan anak cenderung meningkat. Anak usia sekolah membutuhkan zat gizi yang memadai karena masih dalam masa


(27)

pertumbuhan, membutuhkan banyak energi untuk beraktivitas, meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi, serta memiliki cadangan zat gizi untuk pertumbuhan di masa remaja (Mc Williams, 1993).

2.2. Susu

2.2.1. Definisi Susu

Susu adalah cairan hasil kelenjar susu dari hewan memamah biak. Hewan -hewan yang menghasilkan susu adalah sapi, kambing, domba, keledai. Namun, yang sering dikenal manusia adalah susu sapi (Corputty, 1977). Susu merupakan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi yang diperoleh dari hasil pemerahan hewan seperti sapi, kerbau, kuda, kambing, dan unta.

Menurut Winarno (1993), susu adalah cairan berwarna putih yang disekresi oleh kelenjar mammae (ambing) pada binatang mamalia betina, untuk bahan makanan dan sumber zat gizi bagi anaknya. Sedangkan menurut Buckle (1985), susu didefinisikan sebagai sekresi dari kelenjar susu binatang yang menyusui anaknya.

2.2.2. Kandungan Zat Gizi Susu

Susu merupakan sumber gizi yang hampir lengkap karena mengandung hampir semua zat gizi yang dibutuhkan tubuh, yaitu karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral, serta air (zat vital nongizi). Hanya serat makanan (dietary fibre) saja yang tidak terkandung dalam susu (Soehardi, 2004).

Susu merupakan makanan alami yang hampir sempurna. Sebagian besar zat gizi esensial ada dalam susu, yaitu protein bernilai biologi tinggi, kalsium, fosfor, vitamin A, dan tiamin (vitamin B1). Susu merupakan sumber kalsium paling baik karena disamping kadar kalsium yang tinggi, laktosa dalam susu membantu absorpsi


(28)

susu di dalam saluran cerna. Akan tetapi susu sedikit sekali mengandung zat besi dan vitamin C (Almatsier, 2009).

Di dalam susu, terdapat kandungan zat gizi karbohidrat berupa laktosa. Karena sifat gulanya yang tidak terlalu manis, gula laktosa susu tidak terlalu merusak gigi. Zat gizi lain yang dikandung oleh susu adalah lemak, sumber vitamin larut lemak seperti vitamin A, vitamin E, dan vitamin D. Susu juga menjadi sumber asam lemak esensial dan hormon. Susu adalah sumber kalsium dan fosfor yang sangat baik, yang penting untuk pertumbuhan tulang dan gigi.

Kandungan zat gizi yang terdapat dalam susu adalah sebagai berikut. a. Air

Kandungan air dalam susu sangat tinggi yaitu sekitar 88,5%. Susu berfungsi sebagai emulsi lemak dalam air serta sebagai pelarut berbagai senyawa (Winarno, 1993).

b. Protein

Susu merupakan sumber protein dengan mutu sangat tinggi. Kadar protein susu segar sekitar 3,5%. Protein susu mewakili salah satu mutu protein yang nilainya sepadan dengan daging dan hanya diungguli oleh protein telur. Protein susu mengandung lisin dengan jumlah yang relatif sangat tinggi (Winarno, 1993).

Protein yang terutama terdapat dalam susu antara lain kasein dan laktalbumin. Protein susu memberikan asam-asam amino esensial dengan perbandingan yang sangat tepat bagi pembangunan jaringan tubuh.


(29)

c. Lemak

Kadar lemak dalam susu sekitar 3,0-3,8%. Lemak susu, khususnya trigliserida mengandung asam lemak tak jenuh yang tinggi kadarnya, serta rendah dalam konsentrasi asam lemak tidak jenuh (polyunsaturated acid) terutama linoleat dan linolenat. Lemak susu berbentuk emulsi dan mudah dicerna (Winarno,1993).

d. Karbohidrat

Karbohidrat utama yang terdapat dalam susu adalah laktosa. Laktosa adalah disakarida yang terdiri dari glukosa dan galaktosa. Enzim laktase bertugas memecah laktosa menjadi gula-gula sederhana yaitu glukosa dan galaktosa. Pada usia bayi tubuh kita menghasilkan enzim laktase dalam jumlah cukup sehingga susu dapat dicerna dengan baik. Namun seiring dengan bertambahnya usia, keberadaan enzim laktase semakin menurun sehingga sebagian dari kita akan menderita diare bila mengkonsumsi susu (Khomsan, 2004).

Didalam susu terdapat zat gizi karbohidrat berupa laktosa, sekitar 4-6%. Meskipun kandungan gulanya cukup tinggi, tetapi rasanya tidak manis. Daya kemanisannya hanya seperlima kemanisan gula pasir (sukrosa). Kandungan laktosa bersama dengan garam bertanggung jawab terhadap rasa susu yang spesifik (Winarno, 1993).

e. Kalsium

Susu merupakan sumber kalsium terbaik yang dapat meningkatkan kekuatan tulang. Satu cangkir susu mengandung lebih dari 300 mg kalsium, hampir sepertiga dari kebutuhan kalsium harian. Hal itulah yang mendasari susu dianggap sebagai strategi terbaik untuk pencegahan osteoporosis (Wirakusumah, 2007).


(30)

Kalsium adalah mineral yang penting bagi manusia. Fungsi kalsium bagi tubuh yaitu pembentukan tulang dan gigi, mengatur pembekuan darah, katalisator reaksi-reaksi biologik, kontraksi otot. Beberapa fungsi lainnya adalah meningkatkan transfor membran sel, kemungkinan dengan bertindak sebagai stabilisator membran, transmisi ion melalui membran organel sel (Almatsier, 2009).

Penyerapan kalsium dipengaruhi umur dan kondisi tubuh. Pada usia anak-anak atau masa pertumbuhan, sekitar 50-70% kalsium yang dicerna diserap. Tetapi pada usia dewasa, hanya sekitar 10-40% yang mampu diserap tubuh. Penyerapan kalsium terjadi pada usus kecil bagian atas, tepat setelah lambung. Penyerapan kalsium dapat dihambat apabila ada zat organik yang dapat bergabung dengan kalsium dan membentuk garam yang tidak larut. Contoh senyawa organik tersebut adalah asam oksalat dan asam fitat (Winarno, 2004).

f. Fosfor

Susu merupakan sumber fosfor yang baik yaitu sekitar 90 mg. Kebutuhan fosfor pada anak-anak sekitar 800-1200 mg. Fosfor biasanya bekerja sama dengan kalsium dan vitamin D. Fosfor berguna untuk pembentukan tulang dan gigi.

g. Vitamin

Vitamin adalah zat-zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah yang sangat kecil dan pada umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh. Oleh karena itu, harus didatangkan dari makanan. Vitamin termasuk kelompok zat pengatur pertumbuhan dan pemeliharaan kehidupan. Tiap vitamin mempunyai tugas spesifik di dalam tubuh (Almatsier, 2009).


(31)

Susu mengandung 100 IU vitamin D (25% kebutuhan vitamin D harian), 400 mg potassium (12% kebutuhan harian), dan 0,4 mg riboflavin (vitamin B2) atau sekitar 23% kebutuhan harian (Wirakusumah, 2007).

Perbedaan komposisi zat gizi yang terkandung dalam beberapa jenis susu per 100 gram dapat dilihat dalam tabel 2.1 sebagai berikut.

Tabel 2.1 Perbedaan Komposisi Zat Gizi Beberapa Jenis Susu per 100 gram

Komposisi Jenis Susu Susu sapi Susu kerbau Susu bubuk Susu kental manis Susu kental tak manis Susu skim

Energi (kkal) 61 160 509 336 138 36

Protein (g) 3,2 6,3 24,60 8,20 7 3,5

Lemak (g) 3,5 12 30 10 7,9 0,1

Karbohidrat (g)

4,3 7,1 36,20 55 9,9 5,1

Kalsium (mg)

143 216 904 275 243 123

Fosfor (mg) 60 101 694 209 195 97

Besi (mg) 1,7 0,2 0,60 0,2 0,2 0,1

Vitamin A (µg)

39 80 1.570 510 400 0

Vitamin B1 (mg)

0,03 0,04 0,29 0,05 0,05 0,04

Vitamin C (mg)

1 1 6 1 1 1

Air (g) 88,3 73,80 3,5 25 73,70 90,5

Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan (Depkes RI,2005) 2.2.3. Jenis Susu

Beberapa jenis susu dijual di pasaran dalam bentuk sebagai berikut. a. Susu Segar

Susu segar ialah air susu hasil pemerahan yang tidak dikurangi atau ditambahkan apapun yang diperoleh dari pemerahan sapi yang sehat secara kontinu sampai apuh (Girisonta, 1995).


(32)

Susu segar umumnya lebih mahal daripada susu dalam bentuk lain. Susu segar cepat membusuk, apalagi bila cara memerah dan tempat penampungannya kurang bersih. Susu yang cukup terjamin kebersihannya hanya dapat menahan pembusukan selama 24 jam, kecuali bila susu disterilisasi (Maryati, 2000).

Susu sapi segar adalah hasil pemerasan sapi secara langsung, tanpa ditambah zat-zat lain ataupun mengalami pengolahan. Susu ini tidak begitu manis dan mengandung protein kira-kira tiga kali konsentrasinya dalam ASI.

b. Susu Kental

Susu kental adalah susu murni yang diuapkan sampai kadar airnya berkurang dan susu menjadi kental. Ada 2 macam susu kental dalam kaleng yaitu susu kental manis dan tidak manis. Keduanya harus dicampur air bila akan diminum. Disamping susu kental manis, biasa terdapat pula susu kental manis yang telah diberi cokelat sehingga memudahkan dalam membuat susu cokelat (Maryati, 2000).

Susu ini biasanya dikemas dalam kaleng dan dihasilkan dengan menguapkan sebagian airnya dari susu segar. Susu ini tidak baik diberikan pada bayi, tetapi masih dapat dikonsumsi oleh orang dewasa. Karena sangat manis, biasannya susu ini dipakai campuran dalam air kopi, air teh atau air cokelat. Susu kental manis lebih tahan bila dibuka kalengnya, karena adanya gula kadar tinggi tersebut. Namun demikian jangan dibiarkan terlalu lama karena dapat juga terjadi pembusukkan (Hardinsyah dan Rimbawan, 2000).

c. Susu Kering (Susu Tepung)


(33)

susu segar yang semua airnya diuapkan sehingga tinggal tepung saja, kadar airnya tinggal 2%. Sedangkan susu skim tepung adalah hasil dari susu segar yang kadar lemaknya telah dikurangi tinggal 0,1% dan airnya diuapkan hingga tinggal 3%. Karena susu skim tepung ini kandungan proteinnya tinggi dan kadar lemaknya rendah, maka susu tersebut cocok untuk bayi atau anak-anak yang sedang mengalami masa pertumbuhan (Girisonta, 1995).

Jenis-jenis susu berdasarkan cara pengolahannya antara lain sebagai berikut (Anonim, 2008).

a. Susu Pasteurisasi (Pasteurized Milk)

Susu pasteurisasi adalah susu yang diberi perlakuan panas sekitar suhu 63-750 C selama 15 detik yang bertujuan untuk membunuh bakteri patogen berbahaya. Proses ini tidak membunuh seluruh mikroorganisme dan pengaruhnya hanya bersifat sementara. Karena itu, susu pasteurisasi tetap mudah rusak dan harus disimpan pada suhu rendah (5-60C) dan memiliki umur simpan hanya sekitar 14 hari.

Walaupun susu pasteurisasi tidak menggunakan zat pengawet, namun hasilnya susu aman untuk diminum dan memperlama daya simpannya. Selain itu, susu pasteurisasi harus disimpan di lemari pendingin dan kualitasnya bisa bertahan hingga seminngu.

b. Susu UHT (Ultra High Temperature Milk)

Susu UHT adalah susu yang dipasteurisasi dengan menggunakan Ultra High Temperature, yaitu 1430 C dalam detik. Susu UHT diolah dengan menggunakan pemanasan dengan suhu tinggi (135-1540 C) dalam waktu singkat selama 2-5 detik. Pemanasan suhu tinggi bertujuan untuk membunuh seluruh mikroorganisme (baik


(34)

pembusuk maupun patogen). Waktu pemanasan yang singkat dimaksudkan untuk mencegah kerusakan nilai gizi susu serta untuk mendapatkan warna, aroma, dan rasa yang relatif tidak berubah, seperti susu segarnya.

Kelebihan susu UHT adalah umur simpannya yang sangat panjang pada suhu kamar, yaitu mencapai 6-10 bulan tanpa bahan pengawet dan tidak perlu dimasukkan ke lemari pendingin. Susu UHT dapat bertahan selama 2 tahun tanpa disimpan dalam lemari pendingin. Namun, begitu kemasannya telah dibuka maka harus disimpan di lemari pendingin dan tidak boleh lebih dari 5 hari. Bila dibiarkan dalam suhu ruang, susu akan menjadi asam (rusak) dalam sehari.

c. Susu Bubuk (Powdered Milk)

Susu bubuk adalah susu yang berasal dari susu segar yang dikeringkan. Umumnya pengeringan dilakukan dengan menggunakan spray dryer atau roller dryer.Umur simpan susu bubuk maksimal 2 tahun dengan penanganan yang baik dan benar. Susu bubuk tidak perlu disimpan di lemari pendingin karena kandungan uap airnya sangat rendah. Susu bubuk rentan terhadap perubahan gizi karena mudah beroksidasi dengan udara.

Susu bubuk terjadi dengan mengeringkan susu sehingga tertinggal komponen terpadat dari susu tersebut. Karenanya komponen padat ini merupakan sekitar 14% dari susu asalnya. Pada proses pengeringan ini terjadi perubahan atau kerusakan pada beberapa zat gizi komponennya, diantaranya vitamin A dan beberapa vitamin anggota B kompleks. Karena itu pada susu bubuk ditambahkan berbagai zat gizi yang rusak atau berkurang itu (Hardinsyah dan Rimbawan, 2000).


(35)

Susu bubuk adalah susu yang diawetkan dengan cara menguapkan airnya. Dalam keadaan kering, tidak ada bakteri yang dapat hidup sehingga susu dapat bertahan lama. Mula-mula susu dikentalkan dalam keadaan tekanan rendah, kemudian diembuskan melalui semprotan halus hingga menjadi partikel-partikel yang sangat halus. Susu bubuk terbagi menjadi tiga jenis yaitu susu bubuk skim, susu bubukwhole, dan susu bubukbuttermilk.

d. Susu Skim (Skimmed Milk)

Susu skim adalah susu yang kadar lemaknya telah dikurangi hingga berada di bawah batas minimal yang ditetapkan. Susu skim sering juga disebut susu non fat. Pada proses pembuatan susu skim, bagian lemak (krim) susu diambil sebagian atau seluruhnya. Susu skim kandungan kalorinya lebih rendah dari susu segar. Susu skim cocok dikonsumsi ketika seseorang sedang menjalani diet rendah kalori.

Susu ini sebenarnya limbah produksi mentega, setelah lemak dalam susu tersebut diambil untuk dijadikan mentega. Susu skim mengandung energi lebih rendah, karena diambil lemaknya. Jenis susu ini masih baik dikonsumsi sebagai suplemen protein, yang masih tetap berkualitas baik dan bahkan konsentrasinya meningkat dengan pengurangan lemak tersebut. Kerugian lain dari susu skim adalah kurangnya vitamin-vitamin yang larut lemak, terutama vitamin A dan D ( Hardinsyah dan Rimbawan, 2000).

2.2.4. Manfaat Susu

Susu merupakan salah satu jenis minuman yang menyehatkan karena kandungan gizinya yang lengkap dan mengandung semua asam amino esensial dalam jumlah yang cukup (Winarno, 1993). Manfaat susu dapat dirasakan dengan meminum


(36)

susu minimal 2 gelas per hari (setara dengan 480 ml) terutama untuk kesehatan tulang (Almatsier, 2009).

Menurut Khomsan (2004), susu mempunyai peranan sangat penting dalam mencegah osteoporosis. Hal ini disebabkan karena susu merupakan sumber kalsium dan fosfor yang sangat penting untuk pembentukan tulang. Tulang manusia mengalami turning over, yaitu peluruhan dan pembentukan secara kesinambungan. Pada saat usia muda, pembentukan tulang berlangsung lebih cepat dibandingkan peluruhannya. Sedangkan pada usia tua, peluruhan tulang berlangsung lebih cepat dibandingkan pembentukannya. Itulah sebabnya pada usia tua terjadi proses kehilangan masa tulang.

Selain bermanfaat bagi kesehatan tulang dan gigi, susu juga memiliki manfaat lainnya. Susu diketahui mendatangkan manfaat untuk optimalisasi produk melatonin. Melatonin adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pineal pada malam hari. Kehadiran melatonin akan membuat kita merasa mengantuk dan kemudian tubuh bisa beristirahat dengan baik. Susu mengandung banyak asam amino triptofan yang merupakan salah satu bahan dasar melatonin. Sehingga dianjurkan untuk meminum susu sebelum tidur, agar tubuh dapat beristirahat dengan baik. Selain itu, susu juga mempunyai kemampuan mengikat logam-logam yang bertebaran akibat polusi. Dengan demikian, susu bermanfaat untuk meminimalisasi dampak keracunan logam berat yang secara tidak sengaja masuk kedalam tubuh karena lingkungan yang terpolusi (Khomsan, 2004).


(37)

2.3. Tinggi Badan

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama (Supariasa dkk, 2001).

Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat dari keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik untuk melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk Indeks TB/U (tinggi badan menurut umur), atau juga indeks BB/TB (berat badan menurut tinggi badan) jarang dilakukan karena perubahan tinggi badan yang lambat dan biasanya hanya dilakukan setahun sekali. Keadaan indeks ini pada umumnya memberikan gambaran keadaan lingkungan yang tidak baik, kemiskinan dan akibat tidak sehat yang menahun (Depkes RI, 2004).

2.3.1. Faktor yang Mempengaruhi Tinggi Badan

Menurut Ilmu Kesehatan Anak (IKA) FKUI, beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi badan adalah sebagai berikut.

1. Faktor Genetik

Tidak semua orang mempunyai panjang/tinggi badan sama. Kemampuan untuk menjadi tinggi atau pendek diturunkan menurut ketentuan tertentu, sehingga anak yang tinggi biasanya berasal dari orang tua yang tinggi pula.


(38)

2. Beberapa hormon yang mempengaruhi hormon pertumbuhan

a. Hormon pertumbuhan hipofise mempengaruhi pertumbuhan jumlah sel tulang.

b. Hormon tiroid yang mempengaruhi pertumbuhan dan kematangan tulang. c. Hormon kelamin pria di testis dan kelenjar suprarenalis. Wanita juga

mempunyai kelenjar suprarenalis, merangsang pertumbuhan selama jangka waktu yang tidak lama. Di samping itu hormon tersebut juga merangsang kematangan tulang sehingga pada suatu waktu pertumbuhan berhenti. Hormon ini bekerja terutama pada pertumbuhan cepat selama masa akil baligh.

3. Penyakit akut atau kronis

Penyakit akut yang berat dapat menghambat pertumbuhan anak, tetapi bila hambatan yang terjadi tidak besar, maka kelambatan pertumbuhan tersebut masih dapat dikejar. Penyakit kronis juga akan menghambat pertumbuhan dan kelambatan pertumbuhan yang diakibatkan lebih sukar dikejar.

4. Faktor Gizi

Faktor gizi dari makanan merupakan penyebab tidak langsung yang memengaruhi tinggi badan. Beberapa zat gizi yang memengaruhi tinggi badan adalah kalori, protein, kalsium, iodium, vitamin A, besi, dan seng.

2.4. Anak Usia Sekolah

Anak sekolah menurut definisi WHO (World Health Organization) yaitu golongan anak yang berusia antara 7-15 tahun , sedangkan di Indonesia lazimnya


(39)

yang artinya sekolah menjadi pengalaman inti anak. Periode ketika anak-anak dianggap mulai bertanggung jawab atas perilakunya sendiri dalam hubungan dengan orang tua mereka, teman sebaya, dan orang lainnya. Usia sekolah merupakan masa anak memperoleh dasar-dasar pengetahuan untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa dan memperoleh keterampilan tertentu (Wong, 2009).

Anak sekolah merupakan golongan yang mempunyai karakteristik mulai mencoba mengembangkan kemandirian dan menentukan batasan-batasan norma. Pada usia sekolah, variasi individu mulai lebih mudah dikenali seperti pertumbuhan dan perkembangannya, pola aktivitas, kebutuhan zat gizi, perkembangan kepribadian, serta asupan makanan (Yatim, 2005).

Anak usia sekolah merupakan masa-masa pertumbuhan paling besar kedua setelah balita. Kesehatan yang optimal akan menghasilkan pertumbuhan yang optimal pula. Asupan gizi diperlukan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan mental anak. Makanan yang kaya akan nutrisi sangat memengaruhi tumbuh kembang otak dan organ-organ lain yang dibutuhkan anak untuk mencapai hasil pendidikan yang optimal (Istiany dan Rusilanti, 2013).

2.4.1. Kebutuhan Gizi Anak Usia Sekolah

Pada anak usia sekolah biasanya gigi susu tanggal secara berangsur dan diganti dengan gigi permanen. Anak sudah lebih aktif memilih makanan yang disukai. Kebutuhan energi lebih besar karena mereka lebih banyak melakukan aktifitas fisik. Kebutuhan gizi besar pada kelompok usia ini terutama untuk pertumbuhan dan aktifitas (Istiany dan Rusilanti, 2013).


(40)

Anak usia 7-12 tahun masuk dalam kategori praremaja. Pada periode ini, pertumbuhan anak berjalan terus walaupun tidak secepat bayi. Pada umumnya kelompok usia ini mempunyai kondisi kesehatan yang lebih baik daripada balita, tetapi nafsu makan kurang sehingga kalori yang dibutuhkan tidak mencukupi (Notoatmodjo, 1997). Hal ini karena biasanya anak usia sekolah banyak melakukan aktivitas di luar rumah, sehingga sering melewatkan waktu makan.

Selama usia sekolah, pertumbuhan dan perkembangan anak relatif stabil dibanding masa bayi atau remaja. Bertambahnya berbagai ukuran tubuh pada proses tumbuh, salah satunya dipengaruhi oleh faktor gizi. Asupan gizi yang tepat berpengaruh pada proses tumbuh (Istiany dan Rusilanti, 2013).

1. Protein

Protein dibutuhkan untuk membangun dan memelihara otot, darah, kulit, tulang dan jaringan serta organ-organ tubuh lain. Protein juga digunakan untuk menyediakan energi. Pada anak, fungsi terpenting protein adalah untuk pertumbuhan. Bila kekurangan protein berakibat pertumbuhan yang lambat dan tidak dapat mencapai kesehatan dan pertumbuhan yang normal. Kecukupan protein juga untuk membangun antibodi sebagai pelindung dari penyakit infeksi.

2. Lemak

Lemak merupakan zat gizi esensial yang berfungsi untuk sumber energi, penyerapan beberapa vitamin dan memberikan rasa enak pada makanan. Selain itu, lemak juga sangat penting untuk pertumbuhan , terutama untuk komponen membran sel dan komponen sel otak. Lemak yang esensial untuk pertumbuhan anak adalah


(41)

3. Karbohidrat

Karbohidrat terdiri dari monosakarida (glukosa, fruktosa, dan galaktosa), disakarida (glukosa, laktosa, dan maltosa), tepung, dan serat makanan merupakan sumber energi makanan. Tepung, glikogen, dan serat makanan (selulosa, pektin) sebagai karbohidrat kompleks tidak bisa dicerna sehingga tidak memberikan energi, tetapi masih sangat penting dalam mencegah penggunaan protein menjadi energi. Kelebihan konsumsi karbohidrat akan disimpan dalam tubuh dalam bentuk glikogen atau lemak tubuh sehingga akan mengakibatkan kegemukan bahkan obesitas. Kebutuhan karbohidrat secara tidak langsung berperan dalam proses pertumbuhan.

4. Vitamin dan Mineral

Vitamin dan mineral dibutuhkan tubuh dalam jumlah yang jauh lebih kecil daripada protein lemak dan karbohidrat, tetapi sangat esensial untuk tubuh. Keduanya mengatur keseimbangan kerja tubuh dan kesehatan secara keseluruhan.

Tabel 2.2 Angka Kecukupan Gizi Rata-rata yang Dianjurkan untuk Anak Usia Sekolah

Zat Gizi Usia 7-9 Tahun Usia 10-12 Tahun

Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan

Energi (Kkal) 1800 1800 2050 2050

Protein (gr) 45 45 50 50

Kalsium (mg) 600 600 1000 1000

Besi/Fe (mg) 10 10 13 20

Vitamin A (RE) 500 500 600 600

Vitamin C (mg) 45 45 50 50

Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan RI tahun 2005 2.4.2. Masalah Gizi Anak Usia Sekolah

Masalah gizi adalah gangguan pada beberapa segi kesejahteraan perorangan atau masyarakat yang disebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan zat gizi yang diperoleh melalui makanan. Masalah gizi berkaitan erat dengan masalah pangan.


(42)

Masalah pangan antara lain menyangkut ketersediaan pangan dan kerawanan konsumsi pangan yang dipengaruhi oleh kemiskinan, rendahnya pendidikan dan adat/ kepercayaan yang terkait dengan tabu makanan. Sementara, permasalahan gizi tidak hanya terbatas pada kondisi kekurangan gizi saja melainkan tercakup pula kondisi kelebihan gizi.

Masalah gizi anak secara garis besar merupakan dampak dari ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran zat gizi (nutritional imbalance), yaitu asupan yang melebihi keluaran atau sebaliknya, di samping kesalahan dalam memilih bahan makanan. Hal yang diakibatkan dari masalah gizi pada anak utamanya berupa penyakit kronis, berat badan lebih dan kurang, pica, karies dentis, serta alergi (Arisman, 2008).

2.5. Peranan Susu terhadap Tinggi Badan Anak

Usia sekolah dasar (6-12 tahun) merupakan puncak pertumbuhan tinggi kedua setelah usia 0-3 tahun. Hal ini merupakan masa terpenting dalam pembentukan kualitas fisik orang dewasa. Susu merupakan minuman yang bergizi tinggi karena mengandung protein yang bernilai biologi tinggi, sangat tepat untuk pertumbuhan dan daya tahan tubuh anak sekolah.

Pada masa usia ini terjadi peningkatan massa tulang yang pesat. Untuk itu, diperlukan pangan yang kaya kalsium dan fosfor. Susu memiliki kandungan kalsium dengan kualitas dan tingkat ketercernaan yang tinggi. Black, dkk (2002) mengungkapkan bahwa anak (usia 3-10 tahun) yang tidak menyukai susu (termasuk susu sapi) pada jangka panjang akan memiliki resiko mengalami ukuran tubuh lebih


(43)

bahwa anak yang tidak suka susu memiliki ukuran skleton yang lebih kecil dan kandungan mineral tulang yang lebih rendah daripada ukuran skleton dan kandungan mineral tulang anak yang meminum susu.

Angka kecukupan rata-rata kalsium yang dianjurkan pada anak usia 6-12 tahun sebanyak 600-1000 mg kalsium. Sedangkan kalsium yang dapat diserap oleh tubuh anak-anak sebesar 50-70%. Sehingga jika anak-anak mengkonsumsi susu dengan jumlah yang cukup per hari maka dapat membantu mengoptimalkan kecukupan kalsium per hari. Misalnya dengan mengkonsumsi susu bubuk 100 gram (904 mg kalsium) per hari maka dapat memenuhi kebutuhan kalsium harian anak.

2.6. Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tinggi Badan (Sumber: Ilmu Kesehatan Anak (IKA) FKUI, 2002; Black dkk,2002)

Tinggi Badan Anak

Outcome

Sebab

Langsung Hormon

Genetik Penyakit

Akut/Kronis

Sosial Ekonomi Keluarga - Pendidikan - Pekerjaan - Pendapatan

Konsumsi Susu Intake

Gizi

Sebab Tak Langsung


(44)

2.7. Kerangka Konsep

Gambar 2.2Kerangka Konsep Penelitian

Pada masa usia sekolah yaitu 6-12 tahun terjadi peningkatan massa tulang yang pesat. Untuk itu, diperlukan pangan yang memberi sumbangan yang cukup dan kaya akan protein dan kalsium. Asupan makanan yang mengandung energi, protein, dan kalsium yang cukup bagi tubuh anak sangat membantu proses pertumbuhan tinggi badan anak. Selain berasal dari makanan pokok dan lauk pauk, ketiga zat gizi tersebut juga dapat diperoleh dari susu. Susu memberi tambahan energi, protein, dan kalsium dengan kualitas dan tingkat ketercernaan yang tinggi. Dengan adanya kandungan kalsium dalam susu tersebut, maka diasumsikan dapat memengaruhi pertumbuhan tinggi badan anak.

Dalam penelitian ini akan diketahui hubungan pola konsumsi makanan dan konsumsi susu dengan tinggi badan anak menurut umur di SDN 173538 Balige. Pola konsumsi makanan dan konsumsi susu dapat memberikan sumbangan energi, protein, dan kalsium yang dapat mempengaruhi tinggi badan anak. Selain itu faktor genetik yaitu tinggi badan orang tua juga memengaruhi tinggi badan anak.

Konsumsi Makanan

Kecukupan Energi, Protein,

dan Kalsium

Tinggi Badan Anak Konsumsi

Susu

Tinggi Badan Orang Tua


(45)

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Penelitian ini adalah survei yang bersifat analitik yang bertujuan mengetahui hubungan pola konsumsi makanan dan konsumsi susu dan tinggi badan anak usia 6-12 tahun di SDN 173538 Balige.

Adapun rancangan pada penelitian ini adalah menggunakan rancangan cross sectional yaitu suatu rancangan yang digunakan untuk menyediakan informasi yang berhubungan dengan faktor penelitian dengan cara mengamati status paparan serentak pada individu dari suatu populasi pada saat itu.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi

Penelitian dilakukan di SDN 173538 Balige. Alasan penulis memilih lokasi tersebut karena pada survei awal didapat beberapa murid SDN 173538 Balige memiliki tinggi badan yang tidak sesuai dengan umurnya. Dari 15 orang, 8 orang (53,33%) memiliki tubuh pendek dan sangat pendek. Anak yang diukur tinggi badannya diketahui juga bahwa mereka minum susu, namun jenis, frekuensi, dan kuantitas susu yang diminum berbeda-beda tiap anak. Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti mengenai pola konsumsi makanan dan konsumsi susu yang dapat mempengaruhi tinggi badan anak tiap anak. Penelitian seperti ini juga belum pernah sebelumnya dilakukan di sekolah ini.


(46)

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan Desember 2013 sampai Juli 2014.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi adalah semua nilai baik hasil menghitung atau mengukur, kualitatif atau kuantitatif mengenai karakteristik tertentu dari semua elemen himpunan data yang ingin diteliti sifat-sifatnya (Isgiyanto, 2009). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa di SDN 173538 Balige yang berjumlah 154 siswa.

3.3.2. Sampel

Sampel merupakan sebagian dari seluruh elemen yang menjadi obyek penelitian. Jumlah sampel yang akan diteliti dihitung dengan menggunakan rumus penelitian non eksperimental dengan N (jumlah populasi) diketahui (Isgiyanto, 2009):

NZ²1-α/2P(1 - P) n=

Nd² +Z²1-α/2P(1 -P)

Keterangan:

N : Jumlah populasi (154) n : Jumlah sampel

d : Galat pendugaan 10% atau 0,1

Z²1-α/2 : Nilai sebaran normal baku yang besarnya tergantung α (α = 5%)

P : Proporsi populasi (0,5)

154(1,96)² 0,5(1–0,5) n=


(47)

147,9016 =

2,5004 = 59,15

Berdasarkan hasil perhitungan di atas, maka jumlah sampel minimal dalam penelitian ini adalah 59,15 dibulatkan menjadi 59 orang. Namun, peneliti menggenapkan jumlah sampel sehingga menggunakan 60 orang sebagai sampel. Sampel yang dipakai adalah siswa kelas III sampai kelas V SD dengan alasan karena siswa tersebut sudah mulai bisa untuk diwawancarai tentang konsumsi susu sedangkan kelas VI sedang menghadapi Ujian Nasional. Jumlah kelas III sampai kelas V sebanyak 79 orang. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara proportional stratified sampling dimana dapat dipisah-pisahkan menurut kelas dan sampel diambil secara acak sederhana dari setiap kelasnya. Besar sampel setiap kelas adalah sebagai berikut.

1. Kelas III = × 60 = 22,79 = 23orang

Untuk jumlah sampel kelas III dengan total 30 siswa maka didapat sampel sebanyak 23 orang anak.

2. Kelas IV = × 60 = 21,26 = 21orang

Untuk jumlah sampel kelas IV dengan total 28 siswa maka didapat sampel sebanyak 21 orang anak.

3. Kelas V = × 60 = 15,95 = 16orang

Untuk jumlah sampel kelas V dengan total 21 siswa maka didapat sampel sebanyak 16 orang anak.


(48)

3.4. Teknik Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer yang diperlukan dalam penelitian ini adalah pola konsumsi makanan, konsumsi susu dan tinggi badan siswa atau responden. Pengumpulan data pola konsumsi makanan dan konsumsi susu dalam penelitian ini dilakukan dengan metode food recall 24 jam. Pengumpulan data tinggi badan dilakukan dengan mengukur tinggi badan siswa menggunakanmicrotoise.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian adalah jumlah seluruh siswa dan jumlah siswa per kelas yang diperoleh dari catatan data siswa dari pihak sekolah SDN 173538 Balige.

3.5. Defenisi Operasional

1. Anak usia 6-12 tahun adalah anak-anak, perempuan atau laki-laki, yang bersekolah di sekolah dasar dan terdiri dari kelas I sampai kelas VI.

2. Pola konsumsi makanan adalah informasi mengenai jenis, frekuensi dan jumlah makanan yang dikonsumsi dalam sehari.

3. Pola konsumsi susu adalah informasi mengenai minum susu yang menyangkut jenis susu, frekuensi minum susu, jumlah susu yang diminum. 4. Kecukupan energi, protein, dan kalsium adalah jumlah asupan energi (kalori),

protein, dan kalsium yang diperlukan oleh tubuh dan diperoleh dari makanan dan susu.


(49)

5. Tinggi badan adalah ukuran tinggi tubuh yang ditentukan dengan cara pengukuran menggunakan alat bantu microtoise dalam satuan centimenter (cm).

6. Genetik adalah faktor keturunan yang mempengaruhi tinggi badan dan dapat dilihat dari tinggi badan orangtua.

3.6. Aspek Pengukuran dan Instrumen 3.6.1. Aspek pengukuran

1. Data jenis, frekuensi, dan jumlah makanan dan susu yang dikonsumsi diperoleh melalui metode food recall 24 jam kemudian dihitung rata-rata kecukupan energi, protein, dan kalsium yang diperoleh tersebut. Data kecukupan energi, protein, dan kalsium dari makanan dikategorikan menjadi 4 (empat) dengancut of pointssebagai berikut. (Depkes RI, 1990)

a. Baik :≥ 100% AKG

b. Sedang : 80% - 99% AKG

c. Kurang : 70% - 80% AKG

d. Defisit : < 70% AKG

2. Tinggi badan menurut umur (TB/U) diperoleh dengan menggunakan baku World Health Organization (WHO) tahun 2007. Kategori status gizi berdasarkan TB/U antara lain :

a. Tinggi : jika nilai simpangan baku > 3,0 SD

b. Normal : jika nilai simpangan baku -2,0≤ Z ≤ 3,0 SD

c. Pendek : jika nilai simpangan baku -3,0≤ Z ≤-2,0 SD d. Sangat Pendek : jika nilai simpangan baku < -3,0 SD


(50)

3. Data tinggi badan orang tua diperoleh dengan menanyakan tinggi badan orangtua siswa atau responden menggunakan kuesioner.

3.6.2. Instrumen

Instrumen yang dipakai untuk pengumpulan data pola konsumsi makanan dan konsumsi susu adalah berupa formulir food recall 24 jam. Sedangkan pengumpulan data tinggi badan yaitu menggunakan alat bantu microtoise.

3.7. Teknik Analisis Data dan Pengolahan Data 3.7.1. Analisis Data

Analisis data univariat dilakukan untuk mendeskripsikan karakteristik responden, karakteristik orang tua, kecukupan energi, protein, dan kalsium dari konsumsi makanan dan konsumsi susu. Karakteristik responden antara lain jenis kelamin, umur, dan tinggi badan. Karakteristik orang tua antara lain pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan.

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat ada tidaknya hubungan antara tinggi badan orang tua dengan tinggi badan responden, dan hubungan kecukupan energi, protein, dan kalsium dari konsumsi makanan dan susu dengan tinggi badan responden. Uji statistik yang digunakan yaituChi-Squaredengan derajat kepercayaan 90% dan derajatkemaknaan (α) = 5% atau 0,05.

Keputusan uji statistik dalam uji Chi-Square adalah bila p ≤ 0,05 maka hasil

perhitungan statistik signifikan, artinya ada hubungan yang bermakna antara variabel independen dengan variabel dependen. Sedangkan bila nilai p > 0,05 berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel independen dengan variabel dependen.


(51)

3.7.2. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan komputer yang menggunakan program SPSS.


(52)

HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

SDN 173538 Balige merupakan sekolah dasar yang terletak di Jalan Pematang Siantar Km 2, Desa Tampubolon, Kecamatan Balige. Secara geografis, sekolah ini berbatasan dengan:

- sebelah Timur dengan Desa Sariburaja

- sebelah Selatan dengan Geraja HKBP Tampubolon atau Desa Lumban Atas - sebelah Barat dengan Desa Sitampulak

- sebelah Utara dengan Jalan Pematang Siantar

SDN 173538 Balige memiliki 8 staf pengajar. Fasilitas sekolah terdiri dari 6 ruang kelas, ruang guru dan kepala sekolah, kantin, toilet guru dan siswa, dan lapangan olahraga. Sekolah ini memiliki 6 kelas (kelas I sampai dengan VI). Pada tahun ajaran 2013/2014, jumlah siswa keseluruhan di SDN 173538 Balige adalah 154 siswa. Distribusi siswa berdasarkan jenis kelamin setiap kelas sebagai berikut.

Tabel 4.1 Distribusi Siswa Berdasarkan Kelas dan Jenis Kelamin di SDN 173538 Balige

Kelas

Jumlah Siswa

Jumlah

Laki-Laki Perempuan

n % N % n %

I 13 8,44 11 7,14 24 15,58

II 12 7,79 12 7,79 24 15,58

III 11 7,14 19 12,34 30 19,48

IV 16 10,39 12 7,79 28 18,18

V 10 6,50 11 7,14 21 13,64

VI 11 7,14 16 10,40 27 17,54

Jumlah 73 47,40 81 52,60 154 100,00


(53)

4.2. Gambaran Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah siswa kelas III, IV, dan V SDN 173538 Balige yang berjumlah 60 orang. Responden dalam penelitian ini adalah siswa yang memiliki kebiasaan minum susu.

4.2.1. Jenis Kelamin

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di SDN 173538 Balige

No Jenis Kelamin Jumlah (Orang) %

1. Laki-Laki 24 40,0

2. Perempuan 36 60,0

Jumlah 60 100,0

Berdasarkan tabel 4.2 di atas diketahui bahwa jenis kelamin responden yang paling banyak adalah perempuan sebanyak 36 orang (60,00%), sedangkan jenis kelamin laki-laki sebanyak 24 orang (40,00%).

4.2.2. Umur

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Umur di SDN 173538 Balige

No Umur (Tahun) Jumlah (Orang) %

1. 8–9 10 16,7

2. 9–10 25 41,7

3. 10–11 16 26,7

4. 11–12 9 15,0

Jumlah 60 100,0

Dalam penelitian ini, responden yang terpilih mulai dari umur 8 tahun hingga 12 tahun. Berdasarkan tabel 4.3 di atas, diketahui bahwa umur responden yang paling banyak adalah berkisar 9 – 10 tahun yaitu sebanyak 25 orang (41,7%). Sedangkan umur responden yang paling sedikit adalah 11 - 12 tahun yaitu sebanyak 9 orang (15,0%).


(54)

4.2.3. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)

Status gizi responden ditentukan berdasarkan tinggi badan menurut umur yang dikategorikan sangat pendek, pendek, normal, dan tinggi. Distribusi responden berdasarkan tinggi badan menurut umur dapat dilihat dari tabel 4.4.

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan TB/U di SDN 173538 Balige

No Status Gizi

Menurut TB/U Jumlah (Orang) %

1. Sangat Pendek 1 1,7

2. Pendek 10 16,7

3. Normal 49 81,7

Jumlah 60 100,0

Berdasarkan tabel 4.4 di atas, diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki tinggi badan normal sesuai umurnya masing-masing yaitu sebanyak 49 orang (81,7%). Sedangkan ada 10 orang (16,7%) memiliki tinggi badan pendek dan 1 orang (1,7%) sangat pendek.

4.3. Gambaran Karakteristik Orang Tua Responden 4.3.1. Pendidikan

Tabel 4.5 Distribusi Orang Tua Responden Berdasarkan Pendidikan di SDN 173538 Balige

No Pendidikan Orang Tua

Responden Jumlah (Orang) %

1. SD 4 6,7

2. SLTP/SMP 15 25,0

3. SLTA/SMA/STM/Sederajat 35 58,3

5 Sarjana 6 10,0

Jumlah 60 100,0

Berdasarkan tabel 4.5 di atas, diketahui bahwa tingkat pendidikan orang tua responden paling banyak adalah tamat SLTA/SMA/STM/Sederajat yaitu sebanyak 35


(55)

orang (58,3%). Sedangkan yang lainnya yaitu 4 orang (6,7%) tamat SD, 15 orang (25%) tamat SLTP/SMP, dan 6 orang (10%) tamat sarjana.

4.3.2. Pekerjaan

Tabel 4.6 Distribusi Orang Tua Responden Berdasarkan Pekerjaan di SDN 173538 Balige

No Pekerjaan Orang Tua

Responden Jumlah (Orang) %

1. Petani 24 40,0

2. Pedagang 4 6,4

3. Pegawai Negeri Sipil (PNS) 7 11,7

4. Wiraswasta 25 41,7

Jumlah 60 100,0

Berdasarkan tabel 4.6 di atas, diketahui bahwa pekerjaan atau mata pencaharian orang tua responden paling banyak adalah wiraswasta yaitu 25 orang (41,7%). Sedangkan petani sebanyak 24 orang (40,0%), pedagang sebanyak 4 orang (6,4%), dan pegawai negeri sipil (PNS) sebanyak 7 orang (11,7%).

4.3.3. Penghasilan

Tabel 4.7 Distribusi Orang Tua Responden Berdasarkan Penghasilan di SDN 173538 Balige

No Penghasilan Orang Tua

Responden Jumlah (Orang) %

1. < Rp 1.000.000 14 23,3

2. Rp 1.000.000–Rp 3.000.000 42 70,0

3. > Rp 3.000.000 4 6,7

Jumlah 60 100,0

Berdasarkan tabel 4.7 di atas, diketahui bahwa penghasilan orang tua responden paling banyak berkisar Rp 1.000.000 – Rp 3.000.000 per bulan yaitu sebanyak 42 orang (70,0%). Sedangkan penghasilan kurang dari Rp 1.000.000 sebanyak 14 orang (23,3%) dan penghasilan lebih dari Rp 3.000.000 sebanyak 4 orang (6,7%).


(56)

4.3.4. Tinggi Badan

Tabel 4.8 Distribusi Ayah Responden Berdasarkan Tinggi Badan di SDN 173538 Balige

No Tinggi Badan

Ayah Responden Jumlah (Orang) %

1. 150 cm–160 cm 30 50,0

2. 160 cm–170 cm 27 45,0

3. > 170 cm 3 5,0

Jumlah 60 100,0

Berdasarkan tabel 4.8 di atas, diketahui bahwa tinggi badan ayah responden paling banyak berkisar 150 - 160 cm yaitu sebanyak 30 orang (50%). Sedangkan tinggi badan 160 - 170 cm sebanyak 27 orang (45,5%) dan tinggi badan lebih dari 170 cm sebanyak 3 orang (5%).

Tabel 4.9 Distribusi Ibu Responden Berdasarkan Tinggi Badan di SDN 173538 Balige

No Tinggi Badan

Ibu Responden Jumlah (Orang) %

1. < 150 cm 3 5,0

2. 150 cm–160 cm 53 88,3

3. 160 cm–170 cm 4 6,7

Jumlah 60 100,0

Berdasarkan tabel 4.9 di atas, diketahui bahwa tinggi badan ibu responden paling banyak berkisar 150 - 160 cm yaitu sebanyak 53 orang (88,3%). Sedangkan tinggi badan 160 - 170 cm sebanyak 4 orang (6,7%) dan tinggi badan kurang dari 150 cm sebanyak 3 orang (5%).

4.4. Gambaran Kecukupan Energi, Protein, dan Kalsium dari Konsumsi Makanan

Kecukupan energi, protein, dan kalsium yang diperoleh dari makanan adalah rata-rata asupan ketiga zat gizi tersebut dari hasil food recall 24 jam terhadap responden. Tingkat konsumsi energi, protein, dan kalsium responden dikategorikan


(57)

menjadi 4 (empat) berdasarkan sumbangan ketiga zat gizi terhadap AKG yang dianjurkan yaitu baik, sedang, kurang, dan defisit.

4.4.1. Kecukupan Energi dari Konsumsi Makanan

Berdasarkan hasil food recall diketahui rata-rata konsumsi energi anak sekolah. Berikut merupakan distribusi kecukupan energi dari makanan yang dikonsumsi oleh anak sekolah di SDN 173538 Balige.

Tabel 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Kecukupan Energi dari Konsumsi Makanan di SDN 173538 Balige

No Kecukupan Energi Jumlah (Orang) %

1. Baik (≥ 100% AKG) 7 11,7

2. Sedang ( 80% - 99% AKG) 23 38,3

3. Kurang (70% - 80% AKG) 11 18,3

4. Defisit (< 70% AKG) 19 31,7

Jumlah 60 100,0

Pada tabel 4.10 diketahui bahwa tingkat kecukupan energi yang diperoleh responden dari makanan harian paling banyak masuk ke dalam kategori sedang sebanyak 23 orang (38,3%).

4.4.2. Kecukupan Protein dari Konsumsi Makanan

Berdasarkan hasil food recall diketahui rata-rata konsumsi protein anak sekolah. Tabel berikut merupakan distribusi kecukupan protein dari makanan yang dikonsumsi oleh anak sekolah di SDN 173538 Balige.

Tabel 4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Kecukupan Protein dari Konsumsi Makanan di SDN 173538 Balige

No Kecukupan Protein Jumlah (Orang) %

1. Baik (≥ 100% AKG) 22 36,7

2. Sedang ( 80% - 99% AKG) 22 36,7

3. Kurang (70% - 80 % AKG) 10 16,7

4. Defisit (< 70% AKG) 6 10,0


(58)

Pada tabel 4.11 diketahui bahwa tingkat kecukupan protein yang diperoleh responden dari makanan harian paling banyak masuk ke dalam kategori baik sebanyak 22 orang (36,7%) dan kategori sedang sebanyak 22 orang (36,7%).

4.4.3. Kecukupan Kalsium dari Konsumsi Makanan

Berdasarkan hasil food recall diketahui rata-rata konsumsi kalsium anak sekolah. Tabel berikut merupakan distribusi kecukupan kalsium dari makanan yang dikonsumsi oleh anak sekolah di SDN 173538 Balige.

Tabel 4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Kecukupan Kalsium dari Konsumsi Makanan di SDN 173538 Balige

No Kecukupan Kalsium Jumlah (Orang) %

1. Baik (≥ 100% AKG) 23 38,3

2. Sedang ( 80% - 99% AKG) 4 6,7

3. Kurang (70% - 80 % AKG) 4 6,7

4. Defisit (< 70% AKG) 29 48,3

Jumlah 60 100,0

Dilihat dari tabel 4.12, diketahui bahwa tingkat kecukupan kalsium yang diperoleh responden dari makanan harian paling banyak masuk ke dalam kategori defisit sebanyak 29 orang (48,3%).

4.5. Gambaran Kecukupan Energi, Protein, dan Kalsium dari Konsumsi Susu

Kecukupan energi, protein, dan kalsium yang diperoleh dari susu adalah rata-rata asupan ketiga zat gizi dari hasil food recall terhadap responden. Tingkat konsumsi energi, protein, dan kalsium dari konsumsi susu dikategorikan berdasarkan persentase sumbangan ketiga zat gizi tersebut terhadap AKG yang dianjurkan.


(59)

4.5.1. Kecukupan Energi dari Konsumsi Susu

Berdasarkan hasil food recall diketahui rata-rata konsumsi energi anak sekolah. Berikut merupakan distribusi kecukupan energi dari susu yang dikonsumsi oleh anak sekolah di SDN 173538 Balige.

Tabel 4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Kecukupan Energi dari Konsumsi Susu di SDN 173538 Balige

No Kecukupan Energi Jumlah (Orang) %

1. < 10% AKG) 34 56,7

2. 10% - 30 % AKG 26 43,3

Jumlah 60 100,0

Pada tabel 4.13 diketahui bahwa tingkat kecukupan energi yang diperoleh responden dari konsumsi susu paling banyak masih kurang dari 10% AKG yaitu sebanyak 34 orang (56,7%).

4.5.2. Kecukupan Protein dari Konsumsi Susu

Berdasarkan hasil food recall diketahui rata-rata konsumsi protein anak sekolah. Berikut merupakan distribusi kecukupan protein dari susu yang dikonsumsi oleh anak sekolah di SDN 173538 Balige.

Tabel 4.14 Distribusi Responden Berdasarkan Kecukupan Protein dari Konsumsi Susu di SDN 173538 Balige

No Kecukupan Protein Jumlah (Orang) %

1. < 10% AKG 28 46,7

2. 10% - 30% AKG 27 45,0

3. > 30% AKG 5 8,3

Jumlah 60 100,0

Dilihat dari tabel 4.14 dapat diketahui bahwa tingkat kecukupan protein yang diperoleh responden dari konsumsi susu paling banyak masih kurang dari 10% AKG yaitu sebanyak 28 orang (46,7%).


(60)

4.5.3. Kecukupan Kalsium dari Konsumsi Susu

Berdasarkan hasil food recall diketahui rata-rata konsumsi kalsium anak sekolah. Berikut merupakan distribusi kecukupan kalsium dari susu yang dikonsumsi oleh anak sekolah di SDN 173538 Balige.

Tabel 4.15 Distribusi Responden Berdasarkan Kecukupan Kalsium dari Konsumsi Susu di SDN 173538 Balige

No Kecukupan Kalsium Jumlah (Orang) %

1. > 10 % AKG 4 6,7

2. 10% - 30% AKG 25 41,7

3. 30% - 50% AKG 26 43,3

4. > 50% AKG 5 8,3

Jumlah 60 100,0

Dilihat dari tabel 4.15 dapat diketahui bahwa tingkat kecukupan kalsium yang diperoleh responden dari konsumsi susu paling banyak di antara 30% - 50% AKG yaitu sebanyak 26 orang (43,3%).

4.6. Hubungan Tinggi Badan Orangtua Dengan Tinggi Badan Responden

Hubungan tinggi badan orang tua dengan tinggi badan responden diperoleh dari hasil tabulasi silang menggunakan uji analisis chi-square. Hasil tabulasi silang dapat dilihat dalam tabel 4.16 dan 4.17.

Tabel 4.16 Distribusi Tinggi Badan Ayah Responden Berdasarkan Tinggi Badan Pada Anak 6–12 Tahun di SDN 173538 Balige

Tinggi Badan Ayah

TB/U Total

P value Sangat

Pendek Pendek Normal n %

n % N % n %

150 - 160 cm 1 1,7 5 8,3 24 40,0 30 50,0

0,793

160 - 170 cm 0 0 5 8,3 22 36,7 27 45,0

> 170 cm 0 0 0 0 3 5,0 3 5,0


(1)

% within Tinggi Badan Ibu 1.9% 17.0% 81.1% 100.0%

% of Total 1.7% 15.0% 71.7% 88.3%

160 -170 Count 0 0 4 4

% within Tinggi Badan Ibu .0% .0% 100.0% 100.0%

% of Total .0% .0% 6.7% 6.7%

Total Count 1 10 49 60

% within Tinggi Badan Ibu 1.7% 16.7% 81.7% 100.0%

% of Total 1.7% 16.7% 81.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 1.551(a) 4 .818

Likelihood Ratio 2.214 4 .696

Linear-by-Linear

Association 1.049 1 .306

N of Valid Cases

60

Tingkat Kecukupan Energi Makanan * TB/U

Crosstab

TB/U

Total Sangat

pendek Pendek Normal Tingkat Kecukupan

Energi Makanan

Baik Count 0 0 2 2

% within Tingkat Kecukupan

Energi Makanan .0% .0% 100.0% 100.0%

% of Total .0% .0% 3.3% 3.3%

Sedang Count 0 1 6 7

% within Tingkat Kecukupan

Energi Makanan .0% 14.3% 85.7% 100.0%

% of Total .0% 1.7% 10.0% 11.7%

Kurang Count 1 2 17 20

% within Tingkat Kecukupan

Energi Makanan 5.0% 10.0% 85.0% 100.0%

% of Total 1.7% 3.3% 28.3% 33.3%

Defisit Count 0 7 24 31

% within Tingkat Kecukupan


(2)

% of Total .0% 11.7% 40.0% 51.7%

Total Count 1 10 49 60

% within Tingkat Kecukupan

Energi Makanan 1.7% 16.7% 81.7% 100.0%

% of Total 1.7% 16.7% 81.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 3.733(a) 6 .713

Likelihood Ratio 4.284 6 .638

Linear-by-Linear

Association .517 1 .472

N of Valid Cases

60

Tingkat Kecukupan Protein Makanan * TB/U

Crosstab

TB/U

Total Sangat

pendek Pendek Normal Tingkat Kecukupan

Protein Makanan

Baik Count 0 0 12 12

% within Tingkat Kecukupan

Protein Makanan .0% .0% 100.0% 100.0%

% of Total .0% .0% 20.0% 20.0%

Sedang Count 0 0 22 22

% within Tingkat Kecukupan

Protein Makanan .0% .0% 100.0% 100.0%

% of Total .0% .0% 36.7% 36.7%

Kurang Count 0 1 10 11

% within Tingkat Kecukupan

Protein Makanan .0% 9.1% 90.9% 100.0%

% of Total .0% 1.7% 16.7% 18.3%

Defisit Count 1 9 5 15

% within Tingkat Kecukupan

Protein Makanan 6.7% 60.0% 33.3% 100.0%

% of Total 1.7% 15.0% 8.3% 25.0%


(3)

% within Tingkat Kecukupan

Protein Makanan 1.7% 16.7% 81.7% 100.0%

% of Total 1.7% 16.7% 81.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 31.751(a) 6 .000

Likelihood Ratio 31.572 6 .000

Linear-by-Linear

Association 21.813 1 .000

N of Valid Cases

60

Tingkat Kecukupan Kalsium Makanan * TB/U

Crosstab

TB/U

Total Sangat

pendek Pendek Normal Tingkat Kecukupan

Kalsium Makanan

Baik Count 0 0 6 6

% within Tingkat Kecukupan

Kalsium Makanan .0% .0% 100.0% 100.0%

% of Total .0% .0% 10.0% 10.0%

Sedang Count 0 0 9 9

% within Tingkat Kecukupan

Kalsium Makanan .0% .0% 100.0% 100.0%

% of Total .0% .0% 15.0% 15.0%

Kurang Count 0 0 10 10

% within Tingkat Kecukupan

Kalsium Makanan .0% .0% 100.0% 100.0%

% of Total .0% .0% 16.7% 16.7%

Defisit Count 1 10 24 35

% within Tingkat Kecukupan

Kalsium Makanan 2.9% 28.6% 68.6% 100.0%

% of Total 1.7% 16.7% 40.0% 58.3%

Total Count 1 10 49 60

% within Tingkat Kecukupan

Kalsium Makanan 1.7% 16.7% 81.7% 100.0%


(4)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 9.621(a) 6 .142

Likelihood Ratio 13.595 6 .035

Linear-by-Linear

Association 6.650 1 .010

N of Valid Cases

60

Tingkat Kecukupan Energi Susu * TB/U

Crosstab

TB/U

Total Sangat

pendek Pendek Normal Tingkat Kecukupan

Energi Susu

< 10% Count

1 8 25 34

% within Tingkat

Kecukupan Energi Susu 2.9% 23.5% 73.5% 100.0%

% of Total 1.7% 13.3% 41.7% 56.7%

10% -30%

Count 0 2 24 26

% within Tingkat

Kecukupan Energi Susu .0% 7.7% 92.3% 100.0%

% of Total .0% 3.3% 40.0% 43.3%

Total Count 1 10 49 60

% within Tingkat

Kecukupan Energi Susu 1.7% 16.7% 81.7% 100.0%

% of Total 1.7% 16.7% 81.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 3.618(a) 2 .164

Likelihood Ratio 4.192 2 .123

Linear-by-Linear


(5)

N of Valid Cases

60

Tingkat Kecukupan Protein Susu * TB/U

Crosstab

TB/U

Total Sangat

pendek Pendek Normal Tingkat Kecukupan

Protein Susu

< 110% Count

0 9 19 28

% within Tingkat

Kecukupan Protein Susu .0% 32.1% 67.9% 100.0%

% of Total .0% 15.0% 31.7% 46.7%

10% - 30% Count 1 1 25 27

% within Tingkat

Kecukupan Protein Susu 3.7% 3.7% 92.6% 100.0%

% of Total 1.7% 1.7% 41.7% 45.0%

> 30% Count 0 0 5 5

% within Tingkat

Kecukupan Protein Susu .0% .0% 100.0% 100.0%

% of Total .0% .0% 8.3% 8.3%

Total Count 1 10 49 60

% within Tingkat

Kecukupan Protein Susu 1.7% 16.7% 81.7% 100.0%

% of Total 1.7% 16.7% 81.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 10.056(a) 4 .039

Likelihood Ratio 11.675 4 .020

Linear-by-Linear

Association 4.072 1 .044

N of Valid Cases

60

Tingkat Kecukupan Kalsium Susu * TB/U

Crosstab

TB/U

Total Sangat


(6)

Tingkat Kecukupan Kalsium Susu

< 10% Count 0 2 2 4

% within Tingkat Kecukupan

Kalsium Susu .0% 50.0% 50.0% 100.0%

% of Total .0% 3.3% 3.3% 6.7%

10% - 30% Count 1 8 16 25

% within Tingkat Kecukupan

Kalsium Susu 4.0% 32.0% 64.0% 100.0%

% of Total 1.7% 13.3% 26.7% 41.7%

30% - 50% Count 0 0 26 26

% within Tingkat Kecukupan

Kalsium Susu .0% .0% 100.0% 100.0%

% of Total .0% .0% 43.3% 43.3%

> 50% Count 0 0 5 5

% within Tingkat Kecukupan

Kalsium Susu .0% .0% 100.0% 100.0%

% of Total .0% .0% 8.3% 8.3%

Total Count 1 10 49 60

% within Tingkat Kecukupan

Kalsium Susu 1.7% 16.7% 81.7% 100.0%

% of Total 1.7% 16.7% 81.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 15.482(a) 6 .017

Likelihood Ratio 19.376 6 .004

Linear-by-Linear

Association 10.897 1 .001

N of Valid Cases