BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja - Hubungan Pola Konsumsi Kalsium dan Aktivitas Fisik Remaja Usia 15-18 Tahun di Sekolah Menengah Atas Swasta Cahaya Medan 2013

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja Masa remaja merupakan masa peralihan diantara anak-anak dan masa dewasa.

  Menurut WHO (1995), remaja yang umum berkisar antara 10 tahun-19 tahun dan menurut Desmita (2005), batasan usia remaja yang umumnya digunakan para ahli adalah antara 12 tahun hingga 21 tahun. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kelangsungan hidup manusia tersebut adalah masa transisi dari masa anak- anak ke masa dewesa yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan yang cepat baik fisik maupun mental (Nasoetion & Riyadi, 1995). Ahmadi dan Sholeh (2005), mengungkapkan pada masa ini terdapat beberapa fase ada empat yaitu fase pre-remaja (usia 8 tahun-10 tahun), fase remaja awal (usia 11 tahun-13 tahun), fase remaja pertengahan (usai 14 tahun-16 tahun) dan fase akhir remaja (usia 17 tahun-19 tahun). Masa remaja merupakan periode penting pada pertumbuhan dan kematangan manusia.

  Menurut Affandi dan Danukusumo (1990), remaja dimulai dengan masa pubertas, yaitu tanda-tanda awal dari perkembangan karateristk seksualitas sekunder dan terus berlanjut sampai terjadinya perubahan morfologi dan fisiologi pada masa dewasa. Pertumbuhan adalah suatu proses bertambahnya ukuran fisik tubuh sebagai hasil interaksi yang berkesinambungan dan kompleks antara faktor keturunan dan lingkungan (Jellife & Jellife, 1989), faktor lain yang berperan adalah hormon

  10 biologik, tingkat sosial. Struktur tulang serta adanya trauma psikologik pada anak, selama remaja, perubahan hormonal mempercepat pertumbuhan. Menurut WHO (1995), faktor genetik memengang peranan penting pada proses pertumbuhan seseorang terutama tinggi badan. Kecepatan pertumbuhan fisik pada saat remaja adalah kedua tercepat setelah masa bayi pada masa remaja ini sekitar 20% tinggi badan dan 50% berat badan seseorang telah tercapai (Khomsan, 2004) salah satu demensi pertumbuhan tulang.

2.2. Struktur dan Pembentukan Tulang

  Pembentukan tulang berlangsung terus menerus dan dapat berupa pemanjangan dan penebalan kecepatan pembentukan tulang berubah selama hidup.

  Pembentukan tulang dipengaruhi oleh hormone, faktor makanan, stres yang dibebankan pada sumsum tulang dan akibat aktivitas sel-sel pembentukan tulang yaitu osteoblast. Osteoblast berespon terhadap berbagai sinyal kimia untuk menghasilkan matrik tulang. Kalsium salah satu komponen yang berperan terhadap pembentukan massa tulang sebagian ion kalsium di tulang tidak mengalami kristalisasi garam nonkristalisasi ini dianggap sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan dan dapat dipindahkan dengan cepat antara tulang cairan interstinum dan darah. Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan pembentukan tulang penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut osteoklas adalah sel fagositosis multinuklear besar berasal dari sel-sel monosit yang terdapat pada tulang yang mengeluarkan banyak enzim yang mempermudah menerima tulang memfagositosis pada suatu daerah potongan tulang

  osteoklast

  menghilang dan muncul osteoblast. Keseimbangan antara aktivitas

  osteoblast

  dan osteoklast menyebabkan tulang terus menerus diperbaharui atau mengalami remordelling. Pada dewasa muda aktivitas osteoblast dan osteoklast biasanya setara, sehingga jumlah total masa tulang konstan pada usia pertengahan

  osteoklast

  melebihi osteoblast dan kepadatan tulang mulai kadar hormon estrogen dan immobilisasi. Faktor yang mengontrol aktivitas osteblast di rangsang oleh aktivitas fisik dan stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang hormon estrogen, testosterone dan hormon pertumbuhan adalah promotor kuat bagi aktivitas osteoblast dan pertumbuhan tulang.

  Pertumbuhan tulang dipercepat semasa pubertas akibat melonjatnya hormon estrogen dan testosterone akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan merangsang penutupan lempeng epifisis

  (ujung pertumbuhan tulang)

  defisiensi hormon pertumbuhan juga

   akan mengganggu pertumbuhan tulang. Vitamin

  D dalam jumlah yang kecil merangsang klasifikasi tulang secara langsung dengan bekerja pada osteoblast dan secara tidak langsung merangsang penyerapan kalsium dalam usus hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong klasifikasi tulang. Namun vitamin D dalam jumlah yang besar meningkatkan kadar kalsum serum dengan meningkatkan penguraian tulang maka vitamin D dalam jumlah yang besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan menyebabkan absorpsi tulang terganggu.

  Ada faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama di kontrol oleh hormone paratiroid dengan pelepasan hormone paratiroid meningkatkan respon terhadap penurunan kadar kalsium dimana hormone paratiroid meningkatkan aktivitas osteoklast dan merangsang pemecahan tulang untuk membebaskan kalsium ke dalam darah. Proses penyerapan tulang terjadi dalam tiga minggu, sedangkan proses pembentukan tulang membutuhkan waktu sekitar tiga bulan masa hidup bone

  remordeling unit

  (BRU), enam sampai sembilan bulan lebih lama dari masa hidup osteoblas yaitu tiga bulan dan masa hidup osteoklas dua minggu, sehingga diperlukan persediaan banyak osteoblast yang dibentuk oleh sel mesenkim dan osteoklast (Compston 2001; Canalis, 2005).

2.3. Pola Konsumsi kalsium Remaja

  Konsumsi adalah setiap kegiatan yang memakai, menggunakan, menikmati barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhannya berdasarkan primer, sekunder dan tiertier dengan tujuan meneruskan kebutuhan fisik dan psikologi. Pola konsumsi merupakan proporsi atau jumlah pengeluaran yang digunakan untuk memenuhi kebutuhannya (Samuelson, 2008), sedangkan konsumsi pangan adalah informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau sekelompok orang (keluarga atau rumah tangga) pada waktu tertentu hal ini menunjukkan bahwa telaahan terhadap konsumsi pangan dapat ditiinjau dari aspek jenis pangan yang dikonsumsi (Hardinsyah & Martianto, 1998).

  Munurut Wulandari (2008), konsumsi pangan secara garis besar adalah kuantitas pangan yang di konsumsi seseorang ataupun sekelompok orang dengan tujuan tertentu jenis tunggal maupun beragam ada tiga hal yang mempengaruhi konsumsi pangan yaitu kuantitas ragam, pangan yang tersedia dan produksi, pendapatan dan tingkat pengetahuan. Pola komsum kalsium adalah merupakan suatu kebiasaan dalam cara memilih, menikmati dan menggunakan jenis jumlah bahan makanan kalsium rata-rata per orang per hari yang umumnya dikonsumsi/dimakan dalam waktu tertentu (PERSAGI, 2008). Perkembangan dari seorang anak menjadi dewasa pasti melalui masa remaja pada fase fisik seseorang terus berkembang demikian pula aspek sosial maupun psikologis perubahan ini membuat seorang remaja mengalami banyak ragam gaya hidup, perilaku tidak terkecuali pengalaman dalam menentukan makanan apa yang akan dikonsumsi. Hal terakhir inilah yang akan berpengaruh pada keadaan gizi seorang remaja. Tahap pemeilihan makanan penting diperhatikan karena remaja sudah menginjak tahap independensi. Remaja biasa memilih makan apa saja yang disukainya bahkan tak selera lagi makan bersama keluarga di rumah aktivitas yang banyak dilakukan diluar rumah membuat remaja sering dipengaruhi rekan sebanyanya. Pemilihan makanan tidak lagi didasarkan pada kandungan gizi tetapi sekedar bersosialisasi untuk kesenangan dan supaya tidak kehilangan status hal ini menyebabkan remaja termasuk dalam nutritionally

  vulnerable group pada masa remaja dipengaruhi kelompok atau rekan sebaya lebih menonjol daripada keluarga.

  Remaja adalah golongan individu yang sedang mencari identitas diri mereka suka ikut-ikutan dan terkagum-kagum pada idola yang berpenampilan menarik banyak remaja sering merasa tidak puas akan penampilan mereka sendiri apalagi kalau sudah menyangkut body image. Dewasa ini gaya hidup remaja yang berada dalam kota cenderung bergaya hidup budaya barat salah satu contoh adalah seperti mengkonsumsi makanan siap saji (fast food) misalnya hotdog, pizza, hamburger,

  fried chicken, french fries, junk food

  makanan ini sering di anggap sebagai tren yang harus diikuti para remaja.

2.3.1. Faktor yang Memengaruhi Konsumsi Kalsium pada Remaja

  Menurut

   Hidayat (1979), menyebutkan bahwa pada dasarnya intake makanan

  dipengaruhi oleh dua hal, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri manusia itu sendiri dapat berupa emosi atau kejiwaan yang memiliki kebiasaan sementara itu, faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri manusia seperti, ketersediaan bahan pangan yang ada disekitarnya serta kondisi sosial ekonomi yang mempengaruhi daya beli manusia terhadap bahan pangan. Worthington-Robert (2000), menyebutkan banyak faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan pertumbuhan remaja meningkatkan partisipasi dalam kehidupan sosial dan aktivitas remaja dapat menimbulkan dampak apa yang dimakan remaja tersebut. Gopalan (1994), menyebutkan bahwa intake kalsium pada masyarakat miskin di Asia sangat rendah dibawah kecukupan yang dianjurkan yaitu hanya 300 mg kalsium perhari.

  Hasil penelitian cross-sectional tentang total mineral tulang wanita usia 11-13 tahun menyebutkan bahwa total mineral tulang dicapai pada usia rata-rata 20 tahun sementara itu penelitian yang dilakukan secara longitudinal pada wanita usia 18-26 tahun diketahui bahwa total mineral tulang meningkat rata-rata 1% tahun selama tiga dekade kehidupan dan mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya usia. Pemberian suplemen kalsium pada anak-anak dan remaja terbukti dapat meningkatkan penambahan kalsium tulang (Jackman, dkk, 1997).

  Penelitian Wardlaw (2008), menyebutkan bahwa mengkonsumsi suplemen kalsium dan vitamin D pada laki-laki dan perempuan dapat meningkatkan densitas tulang pada bagian tulang femur dan leher, maka hal tersebutlah, dianjurkan pada anak dan remaja untuk mengkonsumsi kalsium 1.500 mg kalasium dan vitamin D antara 600-800 IU/hari (Janice, 1997). Selain itu pola konsumsi pangan kalsium juga dipengaruhi oleh suku bangsa. Suhardjo (1989) menyatakan bahwa hal itu terkait kebudayaan dan pangan lokal yang tersedia di daerah. (1) Jenis Kelamin; asupan kalsium pada remaja sangat berkaitan dengan asupan energi (Brown, 2005). (2) Pendidikan dan pengetahuan konsumsi kalsium didasari atas tiga kenyataan; (a) status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahtraan. (b) setiap orang hanya cukup gizi yang diperlukan jika makanan yang dimakan mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan. (c) ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga masyarakat dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi (Suharjo, 1998). (3) sosial ekonomi faktor yang berperan dalam menentukan status kesehatan seseorang adalah tingkat sosial ekonomi dalam hal ini adalah daya beli keluarga, kemampuan keluarga untuk membeli bahan pangan antara lain tergantung pada besar kecilnya pendapatan keluarga, harga bahan makan itu sendiri serta tingkat pengelolaan sumber daya lahan pekarangan. (4) Ketersediaan makanan di rumah; ketersediaan bahan makanan sumber kalsium. (5) Kebiasaan jajan; kebiasaan jajan pada remaja merupakan salah satu masalah kebiasaan makan kesehatan pilihan remaja terhadap makanan pada umumnya tinggi gula, sodium dan lemak serta rendah vitamin dan mineral, remaja yang kurang kalsium banyak ditemukan pada remaja yang sering jajan, (6) Peer group; adalah pengaruh yang terpenting selama masa remaja di sekolah dan situasi tertentu ini lebih besar daripada pengaruh keluarga dalam hal ini terdapat pola umum bahwa remaja di daerah perkotaan lebih banyak dipengaruhi oleh peer group sedangkan di pedesaan lebih banyak dipengaruhi oleh keluarga.

2.3.2. Kalsium Pembentukan Massa Tulang Remaja

  Kalsium adalah elemen mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh terdapat kurang lebih 1200 gram kalsium (Wardiaw et al., 2007; Wisman, 2002).

  Sekitar 99% total kalsium berada di dalam tulang rangka, sedangkan 1% berada di dalam jaringan lain dan cairan tubuh yang secara luas didistribusikan ke seluruh tubuh. Jika kekurangan kalsium tubuh akan mengambil cadangan dalam tulang semakin lama semakin banyak kalsium yang diambil maka tulang semakin berkurang penebalan massa tulang semakin tipis kemudian akan beresiko osteopenia (Handrwan Nadesul, 2006).

  Usaha mempertahankan kadar kalsium darah dalam keadaan normal tergantung pada keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran kalsium dari aliran darah. Sumber kalsium diperoleh dari diet yang mengandung garam kalsium. Kalsium di absorpsi di saluran cerna, ginjal dan tulang absorbsi kalsium terutama terjadi dalam usus yang ditingkatkan oleh kerja hormon paratiroid yang sinergis dengan vitamin D (Evi Rahmawati, 2006; Wardiaw et al., 2007). Menurut Almatsier (2006), jumlah kalsium dalam tulang berubah menurut umur, ukuran dan komposisi tubuh serta akan mengalami penurunan massa tulang sejalan dengan penambahan umur.

   Kalsium mempunyai peranan penting dalam tubuh, yaitu dalam pembentukan

  tulang dan gigi, dalam pengaturan fungsi sel pada cairan ekstracelluler dan

  intracelluler

  seperti

   untuk transmisi saraf, kontraksi otot, pengumpalan darah dan

  menjaga permeabilitas membran sel, pengatur pekerjaan hormon (Krummel, 2002 & Winarno, 1997). Almatsier (2002), menyebutkan bahwa kalsium dalam tulang mempunyai dua fungsi (a) Sebagai integral dari struktur tulang, (b) Sebagai tempat penyimpanan kalsium. Kebutuhan kalsium pada remaja sangat tinggi karena masa pembentukan tulang terjadi saat remaja karena kebutuhannya yang tinggi efesiansi penyerapan kalsium pada remaja meningkat dan deposit kalsium meningkat hingga 2 kali lebih besar daripada masa-masa sebelum ataupun sesudahnya. Dengan demikian asupan kalsium yang cukup dari makanan sangat diperlukan untuk memaksimal peak

  bone massa (PBM) dan menjaga keseimbangan kalsium tubuh yang optimal (Krummel, 1996 & Fikawati et al., 2006).

Tabel 2.1. Angka Kecukupan Kalsium (mg/hari) pada Remaja No Jenis Kelamin Usia (tahun) (mg/hari)

  1 Laki-laki 10-12 tahun 1000 13-15 tahun 1000 16-18 tahun 1000 19-29 tahun 800

  2 Wanita 10-12 tahun 1000 13-15 tahun 1000 16-18 tahun 1000 19-29 tahun 800

  Sumber : Widyakarya Pangan dan Gizi Nasional VIII (2004)

2.3.3. Metabolisme Kalsium

  Kalsium diabsorpsi melalui mukosa usus dengan dua cara; tranfor aktif dan difusi pasif atau penyerapan sangat bervariasi tergantung pada umur dan kondisi tubuh. Pada waktu anak-anak atau masa pertumbuhann sekitar 50%-70% kalsium dicerna, diserap tetapi pada dewasa hanya 10%-40% kalsium diserap (Winarno, 2002). Absorpsi yang efisien terjadi jika kebutuha persediaan kalsium dalam tubuh semakin meningkat dan persediaan tubuh semakin menurun. Peningkatan kebutuhan terjadi selama masa pertumbuhan, masa anak-anak dan remaja jumlah kalsium yang dikonsumsi akan mempengaruhi kalsium yang diabsorpsi. (Almatsier, 2006; Bender, 2003). Pada kedaan normal sebanyak 30%-50% kalsium yang dikonsumsi di absorpsi tubuh kemampuan absorpsi lebih tinggi pada masa pertumbuhan dan menurun pada proses penuaan. Kemampuan absopsi pada laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan pada semua golonagan usia.

  Absorpsi kalsium terutama dilakukan secara aktif dengan menggunakan alat angkut protein pengikat kalsium (calbindin). Absorpsi pasif terjadi dipermukaan saluran cerna kalsium hanya bisa diabsorpsi bila terdapat dalam bentuk terlarut. (Almatsier, 2006). Proses metabolisme kalsium melibatkan kerja hormon-hormon ada tiga hormon yang dihubungkan dengan regulasi metabolisme kalsium. Menurut Ganong (1990), 1.25- dihidrokalsiferol merupakan hormon steroid yang dibentuk dari vitamin D oleh hidroksilasi berurutan di dalam hati dan ginjal fungsi utamanya yaitu meningkatkan absorbsi kalsium dalam usus dengan meningkatnya aktivitas protein pengikat kalsium yang disebut calbindin (Gropper. Smith,& Groff, 2009). Hormon paratiroid memobilisasi kalsium dari tulang dan meningkatkan ekskresi fosfat urin, penurunan kadar kalsium plasma sekalipun dalam jumlah kecil akan meningkatkan sekresi paratiroid hormon yang merangsang reabsorpsi tulang secara aktif. Kalsitonin merupakan suatu hormon yang dapat menurunkan kadar kalsium plasma dan menghambat reabsorupsi tulang. Ganong (1990), menambahkan bahwa peran hormon pertumbuhan dan estrogen akan mempengaruhi metabolisme kalsium. Menurut Muchtadi et al., 1993) absorpsi kalsium tidak pernah sempurna tergantung pada kalsium dalam bentuk ion terlarut (pH asam) disebabkan oleh menurunnya waktu transit gastrointestinal seperti; diare, stres dan immobilisasi serta hormon tiroid absorupsi kalsium dapat meningkat dengan konsumsi beberapa antibiotik seperti; penisiline, neomisin dan kloroamphenical absoprsi kalsium dirangsang oleh vitamin

  D, peranan vitamin D dalam meningkatkan penyerapan kalsium oleh usus terjadi pada saat kekurangan kalsium dalam bahan makanan atau saat kebutuhan kalsium yang berlangsung dengan perantaraan metabolit 1.25-(OH)2. D3 (Chocalcifero) merupakan metabolit yang aktif dari vitamin D yang berperan dalam penyerapan kalsium dan fosfor dalam usus (Muchtadi, 1998).

  Faktor yang meningkatkan absorpsi kalsium : (1) vitamin D menjadi bentuk aktif 1.25 dihidroksi vitamin D secara tidak langsung

   mempengaruhi kemampuan sel

  usus untuk mengabsorpsi kalsium vitamin D mengatur pembentukan kalsium terikat dengan protein yang membawa kalsium masuk ke dalam usus dan

   melepaskannya ke

  dalam darah dengan ada vitamin D bentuk aktif yang dapat meningkatkan absorbsi kalsium sebanyak 10-30% (Guthrie & Picciano, 1995). (2) laktose dapat meningkatkan absorbsi pasif kalsium dengan meningkatkan kelarutan kalsium pada ileum (Gibson, 2005), pada bayi misalnya, laktose dapat meningkatkan perbandingan absorpsi kalsium sebanyak 33%-48% (Guthrie & Picciano, 1995), (3) kebutuhan kalsium yang meningkat seperti masa remaja akan meningkat absorpsi kalsium sampai 50% bila asupan kalsium menurun tubuh beradaptasi dengan mengabsorpsi kalsium dalam jumlah besar dengan mengekskresikan lebih sedikit (Guthrie & Picciano, 1995), (4) postatisium bekerja berlawanan dengan sodium postasium membantu absorpsi kalsium dalam tubuh, yaitu dengan mengurangi kalsium lewat urin (Bendich & Deckelbaun, 2005). Faktor menurunkan absorpsi kalsium ada beberapa faktor yang menurunkan absorpsi kalsium yaitu; protein, sodium, fosfor, asam oxalat, asam pitat, serat, kafein, obat-obatan, nikotine (merokok), ketidakstabilan emosi, kurang aktivitas (Bowman & Russel, 2005).

2.3.4. Sumber Kalsium

  Tahu Kacang merah Oncom Tepung kacang kedele Bayam Sawi Daun melinjo Katuk Selada air Daun singkong Ketela pohon Kentang Jangung kuning,pipil Kacang tanah

  58 Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan (Depkes, 1979) Pada remaja tulang tumbuh dengan cepat sehingga remaja membutuhkan kalsium yang sangat banyak pada menu sehari-hari. Membangun tulang yang kuat dengan cara mengkonsumsi menu yang kaya kalsium dan aktivitas fisik yang aktif pada saat berumur 20 tahun dan 30 tahun. Kurangnya konsumsi kalsium dapat

  10

  33

  96 195 265 220 219 204 182 165

  58

  80

  124

  Sumber kalsium utama adalah susu dan olahan susu seperti keju, ikan kering yang dimakan bersama dengan tulangnya termasuk ikan kering adalah sumber paling baik, serealia, kacang-kacangan, tahu, tempe dan sayuran hijau merupakan sumber kalsium yang baik. Kalsium menurun pada masa remaja menghasilkan tulang yang dapat masalah serius pada sesorang selama kehidupannya terutama pada masa tuanya makanan seperti; susu, yogurt dan keju adalah sumber kalsium yang paling baik dan harus dimasukkan dalam menu sehari-hari (American, Dietari Assosiasi 1999).

Tabel 2.2 Nilai Kalsium Berbagai Bahan Makanan (mg/100 gram) Bahan Makanan mg Bahan Makanan mg

  14

  54

  56

  354

  1209 1200

  904 777 143 120

  Susu bubuk Keju Susu sapi segar Yogurt Udang kering Teri kering Sarden Kaleng Telur bebek Telur ayam Ayam Daging sapi Susu kental manis Kacang kedele ,kering Tempe kacang kedelei murni

  11 275 227 129 menyebabkan gangguan pertumbuhan pembentukan massa tulang sehingga berdampak terhadap kesehatan tulang dan sistem jaringan yang lain; seperti dapat terjadi kejang otot rendahnya kalsium juga mempengaruhi penyerapan zat gizi lain seperti; Zn, Fe dan Mg. Kalsium untuk bayi anak-anak serta remaja dibutuhkan untuk memperkuat tulang karena pada masa tersebut terjadi pertumbuhan massa tubuh luar biasa oleh karena itu dianjurkan pada anak-anak remaja untuk mengkonsumsi susu berkalsium 2 gelas (250 ml) sehari, setara dengan 835 mg kalsium. Maka jika 2-3 gelas susu mengandung 1250 mg-1875 mg kalsium (Depkes, Jakarta, 2010).

  Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan menyebabkan gangguan pertumbuhan pembentukan massa tulang kurang kuat, mudah bengkok, rapuh dan mudah patah juga menyebabkan osteomalasia pada orang dewasa juga disebut riketsia pada anak- anak biasanya terjadi akibat kekurangan vitamin D dan ketidakseimbangan terhadap fosfor rmineralisasi matrik tulang terganggu sehingga kandungan kalsium di dalam tulang menurun (Almatsier, 2006).

2.3.5. Pengukuran Konsumsi Kalsium Remaja

  Pengkuran pola konsumsi pangan kalsium dengan menggunakan metode

  frequency food quesionare (FFQ)

  semikuantitatif yang meliputi jumlah dan frekuensi pangan dan tingkat kecukupan kalsium diperoleh dengan membandingkan konsumsi kalsium total dari semua sumber kalsium yang dikonsumsi dengan angka kecukupan kalsium untuk remaja Indonesia, yaitu sebesar 1000 mg untuk usia 16 tahun dan 800 mg/hari usia 19 tahun. Angka Kecukupan Gizi (AKG) hasil perhitungan dinyatakan dalam persen secara umum tingkat konsumsi kalsium dirumuskan sebagai berikut;

  (Hardiyansyah & Briawan, 1994), Tingkat konsumsi zat gizi = Konsumsi zat gizi aktual x 100%. Klasifikasi tingkat kecukupan mineral dan vitamin menurut Gibson.yaitu; (1) kurang (< 77% dari AKG), (2) cukup ( ≥ 77% dari AKG).

2.4. Aktivitas Fisik

  Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan otot tubuh dan sistem penunjangnya. Selama aktivitas fisik otot memerlukan energi di luar metabolisme untuk bergerak (Williams Sons & Nugroho, 1993). Menurut WHO aktivitas fisik didefenisikan sebagai gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi atau pembakaran kalori sehingga dapat disimpulkan bahwa aktivitas fisik itu segala macam gerak yang dilakukan secara teratur telah dianggap sebagai komponen penting dari gaya hidup sehat (Russel R. Pate, 2005).

Tabel 2.3. Macam Aktivitas Fisik Sehari-hari Aktifitas Nilai Aktifitas Nilai

  Bersepeda (cepat) 7,6 Main Piano 1,4 Bersepeda (sedang)

  2.5 Membaca keras 0,4 Bertukang kayu (berat)

  2.3 Berlari 7,0 Menyulam 0,4 Menjahit, tanngan 0,4 Berdansa (cepat) 3,8 Menjahit mesin jahit tangan 0,6 Berdansa (lambat) 3,0 Menjahit mesin jahit motor 0,4 Mencuci piring

  1.0 Menyanyi keras 0,8 Mengganti baju 0,7 Duduk diam 0,4 Menyetir mobil 0,9 Berdiri tegap 0,6 Makan 0,4 Berdiri relaks 0,5 Mencucipakaian 1,3 Menyapu lantai 1,4 Tiduran 0,1 Berenang 3,5 kg/jam 7,9 Mengupas kentang 0,6 Mengetik cepat 1,0 Main ping pong 4,4 berjalan 3km/jam 2,0 Menulis 0,4 Berjalan 6,8 km/jam 3,4

  Mengecat kursi 1,5 Berjalan 10 km/jam 9,3

  Diproduksi: Ain sworth (1993) Izin dari Lippincott Williams dan wilkins Tingkat Intensitas

  Penelitian Zeitterman (2002), menunjukkan tulang mengalami perkembangan antara umur 13 tahun dan 15 tahun. Aktivitas fisik berpengaruh pada kesehatan khususnya pada masa remaja dimana pada usia remaja tersebut kegiatan aktivitas fisik olahraga memiliki banyak peranan dalam kesehatan di usia remaja beberapa diantaranya yang membuktikan bahwa aktivitas fisik olahraga berperan dalam kesehatan remaja adalah ; (1) menjadikan pertumbuhan pembentukan massa tulang yang kuat. Menurut penelitian Kour dan Crusell (2008), bahwa aktivitas fisik olahraga akan bekerja lebih baik dalam pembentukan tulang sehat dan kuat dibandingkan konsumsi kalsium saja oleh karena itu aktivitas fisik lebih penting dibandingkan hanya minum susu untuk menghindari osteopenia, (2) meningkatkan kekuatan tulang dengan melaksanakan aktivitas fisik benich press membutuhkan kontraksi isometrik dan otot bagian tulang belakang yang berguna untuk mengurangi resiko cedera. Iklan di televisi yang menyebutkan cara mudah untuk mendapatkan kepadatan tulang membuat sebagian orang memilih cara instan tersebut pada hal kegiatannya adalah yang dijual lebih penting dari cara instan.

  Aktivitas fisik yang dipergunakan untuk meningkatkan kepadatan tulang dengan jenis aktivitas fisik olahraga yang ringan misalnya; jalan kaki, bersepeda, lari dan senam lantai, dengan aktivitas fisik berjalan aktif dengan membawa beban antara lain: jogging, angkat besi, barbel, bulu tangkis, tennis meja serta naik turun tangga dimana waktu kegiatan aktivitas olahraga ini dilaksanakan pada pagi hari, karena sinar matahari pagi baik untuk sentesis vitamin D yang diperlukan dalam membantu absorbsi kalsium dengan durasi melakukan aktivitas olahraga senam rutin 30 menit sampai dengan 1 jam selama 3-5 kali per minggu (Charoenphandhu, 2007).

  Kebutuhan kalsium akan meningkat pada orang yang tingkat aktivitas fisik olahraganya cukup dengan meningkatkan densitas tulang seperti; basket, sepak bola, lari, jalan kaki, dan lain meningkatnya aktivitas fisik olahraga diharapkan konsumsi kalsium juga akan meningkat sehingga kebutuhan kalsiumnya dapat terpenuhi selain itu tingkat aktivitas fisik seseorang berpengaruh baik terhadap absorpsi kalsium strees fisik dan mental cenderung menurunkan absorpsi kalsium dalam usus halus dan akan meningkatkan ekskresi kalsium dalam urin (Almatsier, 2000). Manfaat Aktivitas fisik tidak hanya menguatkan otot-otot, olahraga yang teratur serta cukup porsinya menguatkan tulang juga penting untuk memelihara keutuhan semua bentuk sendi- sendi seumur hidup oleh karena itu haruslah hati-hati meningkatkan aktikvitas fisik dalam memelihara agar tidak terjadi cedera atau gangguan-gangguan sendi-sendinya.

  Penelitian Winarno (2002), membuktikan bahwa tulang dan sendi remaja harus selalu mendapat pembebanan secara terus menerus dan aktivitas fisik agar tulang selalu tetap kuat dan aktif. Dalen dan Olsen (2004), menyatakan bahwa pada pria remaja yang penggemar lintas alam didapati perbedaan yang mencolok pada kaki (20%) dan pada ujung tulang-tulang pinggannya (10%) dari pada mereka yang tidak beraktivitas fisik olahraga lintas alam massa tulangnya lebih padat. Aktivitas fisik mempengaruhi terhadap penyerapan kalsium di dalam usus, pembentukan massa tulang dan kekuatan tulang yang keduanya secara langsung berkontribusi. Menurut Roux and Orcel (2000), sel osteoblast dalam tulang berperan dalam penyerapan tulang. Selama aktivitas fisik perubahan metabolisme kalsium tergantung pada intensitas aktivitas fisik. Menurut Huang (2003), menyatakan bahwa aktivitas fisik ketahanan meningkatkan kepadatan mineral tulang peak bone massa kekuatan tulang dan tingkat pembentukan tulang dengan demikian aktivitas fisik ketahanan moderat dampaknya untuk mendorong kalsium positif keseimbangan dan memiliki efek yang menguntungkan pada metabolisme tulang. Selain itu, kombinasi moderat dampak aktivitas fisik olahraga dan asupan kalsium yang cukup dapat meningkatkan kekuatan tulang selama anak-anak meskipun penyerapan kalsium ditingkat usus kemungkinan dimediasi oleh peningkatan dalam serum 1,25 (OH)2. D3 tingkat olahraga juga dapat merangsang penyerapan kalsium dengan mengubah motilitas usus dan permeabilitas epitel, namun efek dari berat dan isometrik aktivitas fisik olahraga pada transportasi kalsium usus belum pernah dilaporkan, mekanisme molekuler penyerapan kalsium ditingkatkan melalui aktivitas fisik olahraga belum diketahui. Di sisi lain, menurut Charoenphan (2007), immobilisasi oleh denervasi siatik bilateral pada tikus betina menyebabkan penurunan penyerapan kalsium di duodenum terutama komponen aktif dimana pasien lumpuh didalam tinja kalsium dan fosfor meningkat mungkin oleh penurunan dalam penyerapan usus dari unsur-unsur kimia.

2.4.1. Pengukuran Aktivitas Fisik

  Aktivitas fisik dapat diukur menggunakan kuesioner yang disebut APARQ (Adolessenci Physical Activity Recall Questionnaire), remaja menuliskan jenis, frekuensi dan durasi aktivitas yang biasa dilakukan selama satu minggu, selanjutnya aktivitas dinilai dua aktivitas pasif dan aktif, dikatakan aktif apabila berpartisipasi dalam aktivitas berat, paling sedikit 3 kali seminggu untuk maksimal 30 menit perhari, dikatakan kurang aktif jika remaja hanya melakukan aktivitas sedang sedikit 3 jam perhari dalam satu minggu (Booth, 2006). Skor aktivitas diperoleh berdasarkan jenis aktivitas fisik dikalikan frekwensi dan akurasi aktivitas fisik yang dilakukan selama 7 hari. Aktivitas fisik berdasrkan tingkat: ringan (25% dari jenis aktivitas fisik), sedang (60% digunakan dari jenis aktivitas fisik dalam per hari), berat (≥ 75% waktu yang dipergunakan untuk aktivitas fisik (Gutric, 1989). Aktivitas fisik dapat dinilai dalam total pengeluaran energi yang berkaitan dengan hasil dari pengkajian yang didapat rangkuman frekuensi, durasi dan intensitas dan volume aktivitas dapat ditentukan kuantitasnya dengan satuan MET (Metabolik Energi Turnovere)-perhari atau perminggu yaitu, intensitas semua aktivitas yang dinyatakan dengan ekuivalen

  MET dikalikan dengan waktu bagi semua aktivitas. Klasifikasi aktivitas fisik antara

  lain: ringan; <600 MET perminggu, sedang 600-3000 MET perminggu, Berat: >3000 MET perminggu (Gibney et al., 2009).

2.5. Kepadatan Tulang

  Menurut Suryono (2007), densitas atau kepadatan tulang adalah jumlah kandungan mineral tulang diukur dengan alat densinometer. Densinometer tulang pada remaja dapat menentukan kepadatan tulang atau kekokohan kompakta lapisan jaringan tulang. Densitas tulang secara umum disebut dengan istilah massa mineral tulang (Bone Mineral Density). Densitas tulang memiliki hubungan terbalik yang berkelanjutan dan bertahap dengan resiko patah tulang, semakin rendah densitas tulang maka semakin besar resiko patah tulang (National Osteoporosis Foundation 2003). Pembentukan tulang sangat pesat dialami oleh seseorang yang berada pada rentang usia antara 18 tahun hingga 20 tahun (Mann & Truswell 2007; Kementerian Kesehatan RI, 2008), menyebutkan bahwa massa tulang usia 30 tahun akan mengalami suatu puncak kepadatan tulang yang biasanya disebut Peak Bone Massa

  (

  PBM). Massa jaringan tulang total pada tubuh yang terbentuk pada masa remaja adalah 45% dan mencapai puncak kepadatan tulang pada saat remaja akhir (Matkovic et al., 1994). Kebutuhan gizi selama remaja mengalami peningkatan karena adanya proses pertumbuhan. Hal tersebut juga berlaku untuk kebutuhan mineral termasuk kalium. Menurut Riyadi (2003), lebih dari 20% pertumbuhan tinggi badan total dan sekitar 50% massa tulang dewasa dicapai selama remaja, sehingga ini menyebabkab kebutuhan kalsium meningkat sekitar 50%. Menurut Kalwarf et al., (2003), seseorang yang mengkonsumsi kalsium terutama susu kurang pada saat anak- anak dan remaja akan memiliki kepadatan tulang kurang kuat dan terjadilah kerapuhan, mudah patah pada saat usia lanjut.

  Selama pertumbuhan dan pembentukan tulang serta guna mencapai peak bone

  massa

  laki-laki membutuhkan lebih banyak kalsium dari pada perempuan selama usia 20 tahun pertama kehidupan mereka. Menurut Olson, Broquist, Darby, Kolbye & Stanley (1988), hal tersebut disebabkan massa tulang perempuan lebih kecil dibanding dengan laki-laki oleh karena itu, laki-laki membutuhkan lebih tinggi zat gizi kalsium penting untuk mempertahankan densitas tulang.

  Kalsium mempunyai berbagai fungsi dalam tubuh salah satunya adalah memberikan kekuatan dan pembentukan pada tulang dan gigi, Kalsium dalam tulang merupakan sumber kalsium darah (Almatsier 2006). Asupan kalsium yang cukup sangat dianjurkan karena kalsium didalam darah mengaalami penurunan tubuh akan langsung menyedot kalsium dari tulang bila keadaan ini berlangsung secara terus menerus kadar kalsium di dalam tubuh akan mengalami penurunan sehingga menyebabkan densitas tulang menurun (Mann & Trussel 2007; Kemenkes 2008; Wardiaw et al., 2007). Konsumsi kalsium makanan berserat dalam jumlah yang besar proporsi fosfor yang lebih besar daripada kalsium adanya asam fitat, oksalat dan asam lemak yang tidak dapat diserap dan mengikat kalsium akan menurunkan, penyerapan kalsium dalam tubuh selain itu obat-obatan tertentu jenis glukosteroid dapat berpengaruh terhadap kesediaan biologik kalsium atau meningkatkan ekskresi sehingga dapat menyebabkan penurunan kepadatan tulang (Almatsier, 2006; Dawson-Hughes, 2006). Aktivitas fisik seharian dan olahraga juga dapat mempengaruhi massa dan kepadatan tulang aktivitas fisik olahraga dengan tingkat sedang yang dilakukan secara teratur sangat baik diterapkan sejak dini untuk pertumbuhan massa tulang (Mann & Trussel 2007; Valimaki et al., 1994 & CDC, 2005; Fikawati et al., 2005), menyatakan bahwa aktivitas fisik olahraga yang baik untuk mendukung kekuatan dan kepadatan tulang mencapai peak bone massa maksimal adalah dengan melakukan teratur dari 3 kali seminggu minimal 30 menit setiap kali melakukannya. Remaja dengan aktivitas kurang cukup memperoleh rangsangan untuk memenuhi kebutuhan kalsiumnya dengan asumsi bahwa jika aktivitas fisik seseorang tinggi maka ia akan memperoleh rangsangan untuk memenuhi kebutuhan kalsium dengan berusaha mengkonsumsi makanan sumber kalsium (Fikawati et al., 2005). Penelitian Lloyd et al., (2004), menunjukkan adanya hubungan yang positif antara tingkat aktivitas fisik olahraga dengan massa dan kekuatan tulang aktivitas fisik olahraga pada masa remaja berhubungan dengan massa tulang dan kekuatan tulang panggul masa dewasa.

2.5.1. Faktor yang Mempengaruhi Kepadatan Tulang Remaja

  Puncak massa tulang menentukan massa tulang pada usia lanjut dengan kata lain untuk menjamin terjadinya massa tulang di usia tua tergantung pada puncak massa tulang di masa pertumbuhan (Gibson, 2005). Faktor resiko yang

   tidak dapat

  dimodifikasi atau dirubah antara lain; (1) Usia; Usia adalah jumlah hari, bulan, tahun yang telah dilalui sejak lahir sampai dengan waktu tertentu. Usia juga biasa diartikan sebagai satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda atau makhluk baik yang hidup maupun mati. Misalnya umur manusia dikatakan lima belas tahun diukur sejak dia lahir hingga waktu umur itu dihitung (Fitriansyah, 1999). (2) Gender diperkirakan selama hidup wanita akan kehilangan massa tulang 30%-50% sedangkan pria hanya 20%-30% namun tidak berarti semua wanita yang telah mengalami keterlambatan haid atau ketidakteraturan siklus haidnya akan mengalami keterlambatan pembentukan kepadatan tulangnya. (3) Genetik; faktor utama yang menentukan resiko menurunnya mineralisasi massa tulang adalah faktor genetik perempuan muda yang ibunya pernah mengalami patah tulang belakang peluang lebih besar mengalami pengurangan masa tulang pengalaman patah tulang pada usia muda juga menjadi indikasi bertambahnya resiko mengalami osteopenia dimasa dewasa dikemudian hari masa tuanya (Setiono Mangoenprasodjo, 2005). Wanita yang aminore dan siklus haid yang tidak teratur pria yang mengalami defisit testosteron hormon ini dalam darah diubah menjadi estrogen. (4) gangguan hormonal lain, seperti tiroid, paratiroid, insulin dan glucoscorticoid. Sedangkan faktor risiko yang dapat dirubah atau dimodifikasi antara lain;

   (1). Ekonomi; faktor ekonomi memengaruhi

  konsumsi kalsium remaja, tingkat ekonomi tinggi memengaruhi keragaman jenis makanan dan minuman sumber kalsium daripada remaja dengan sosial ekonomi rendah sulit untuk kesediaan sumber kalsium tidak cukup dirumah. Faktor ekonomi masyarakat dengan tingkat ekonomi tinggi atau kaya adalah susu dan hasil olahannya yang mengandung sekitar 1150 mg kalsium per liter. Sumber lain kalsium adalah sayuran hijau, kacang-kacangan dan ikan yang dikalengkan (WNPG, 2004). Semakin rendah ekonomi seseorang atau pendapatan seseorang semakin rendah juga daya beli seseorang untuk membeli dan mengkonsumsi makanan yang lebih higienis dan bermanfaat tinggi bagi pembentukan dan pertumbuhan tulang, seperti halnya susu hal ini sangat jarang dapat dibeli oleh masyarakat dengan ekonomi kebawah. (2) pendidikan dan pengetahuan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi prilaku manusia menurut teori kognitif dijelaskan bahwa manusia adalah mahluk rasional tingkah lakunya ditentukan kemampuan berpikir. Semakin berpendidikan dan semakin berpengatahuan semakin baik perbuatan untuk memenuhi kebutuhannya (Makmun, 1996). (3)

   Imobilitas; immobilitas dalam waktu yang lama memiliki risiko

  yang lebih tinggi mengalami penurunan kepadatan tulang. Imobilitas akan terjadi pengecilan tulang dan pengeluaran kalsium dari tubuh (hiperkalsiuria). Immobilitas umumnya dialami orang yang berada dalam masa penyembuhan yang perlu mengistirahatkan tubuhnya untuk waktu lama. (4)

   gaya hidup yang tidak sehat

  memengaruhi kepadatan tulang seseorang diantaranya adalah sebagai berikut; (a) kebiasaan merokok ternyata rokok bisa menghambat penyerapan kalsium dalam tubuh sehingga akan dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan dan pembentukan massa tulang (Fachry, 2010). Ketua Perhimpunan Osteoporosis Indonesia (Perosi) Jawa Barat mengatakan perokok sangat rentan menurunnya kepadatan tulang karena zat nikotin di dalam mempercepat penyerapan tulang. Selain penyerapan tulang nikotin membuat kadar dan aktivitas hormon estrogen dalam tubuh berkurang sehingga, susunan sel tulang tidak kuat dalam menghadapi proses pelapukan.

  Rokok membuat penghisapnya bisa mengalami hipertensi, penyakit jantung, dan tersumbatnya aliran darah keseluruh tubuh akan terganggu kalau darah sudah tersumbat proses pembentukan tulang sulit terjadi. Jadi tidak langsung nikotin jelas menyebabkan menurunnya pembentukan massa tulang saat masih berusia muda, efek nikotin pada tulang memang tidak akan terasa karena proses pembentukan tulang masih terus terjadi namun saat melewati umur 35 tahun efek rokok pada tulang akan mulai terasa karena proses pembentukan pada umur tersebut sudah berhenti. Jadi apabila tulang terasa lebih mudah ngilu, letih, dan sakit disbanding periode sebelumnya bisa jadi tubuh anda telah dimasuki gejala awal penyakit gangguan penipisan matrik tulang, (b) minuman beralkohol; peminum alkohol yang berat menurunkan pertumbuhan tulang dan meningkatkan penyerapan kalsium dalam darah sehingga akan menimbulkan terhambatnya sel osteoblast mengadakan absopsi maka akan terjadilah penipisan matrik tulang, tetapi penggunaan alkohol yang sedang tidak lebih dari 2 gelas sehari untuk pria dan 1 gelas untuk wanita berhubungan dengan ketebalan tulang yang lebih tinggi. Kebanyakan dokter menyarankan membatasi namun tidak menghilangkan penggunaan alkohol, (c) kurangnya berolahraga faktanya aktivitas fisik olahraga jauh lebih baik dalam membentuk tulang sehat dan kuat sehingga terhindari gangguan pembentukan massa tulang mungkin karena terbius oleh iklan-iklan susu yang menjanjikan tulang kuat membuat orang lebih suka mengkonsumsi susu daripada melaksanakan aktivitas fisik olahraga susu dikatakan sumber terbaik penghasil kalsium yang sangat bermanfaat bagi kesehatan tulang.

  Namun menurut penelitian baru aktivitas fisik olahraga ternyata bekerja jauh lebih baik dibanding kalsium dalam hal pembentukan tulang yang sehat dan kuat. Karena itu aktivitas fisik lebih utama ketimbang minum susu (Tom Lloyd, 2009). (d) diet rendah makanan yang mengandung kalsium dan vitamin D. (d) kebiasaan minum minuman bersoda (soft drink) minuman yang sangat populer di kalangan remaja ini beberapa di antaranya mengandung fosfat dengan kadar yang tinggi menarik kalsium dari tulang jadi ada baiknya para remaja mengurangi konsumsi minuman bersoda. (e) kebiasaan minum kopi dilaporkan dapat menyebabkan adanya risiko tinggi dalam pengurangan massa tulang pada wanita. (f) kebiasaan pemakaian obat yang mengganggu metabolisme tulang; antara lain; kostikosteroid, sitostatika, anti kejang, anti kuagulansia (warfarin & heparin). (g) kurang terpapar sinar matahari pagi sinar matahari di pagi hari dan sore hari menjelang magrib berfungsi dalam memicu kulit membentuk vitamin D3 dalam menetralisasi tulang dimana sel osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang membutuhkan kalsium sebagai bahan dasar dan hormon kalsitriol berasal dari vitamin D3 kulit dan vitamin D2 yang berasal dari makanan misalnya ; mentega, keju, telur, ikan.

2.5.2. Pengukuran Densitas Tulang 1. Kadar Ca, P dan alkalisfosfatase tidak menunjukkan kelainan yang nyata.

  2. Kadar 1,25 (OH) 2 vitamin D dan absorbsi Ca menurun.

  3. Ekresi fosfat dan hydroksyprosoline terganggu sehingga meningkatkan kadarnya.

  4. Scann Tomografi (CT) mengukur densitas tulang secara kuantitatif DEXA (Dual energy X-ray Absorptiometry ) dan BMD (BoneMineralDensity).

  Menurut Broto (2004), pemeriksaan kepadatan tulang dengan bone

  densinometer

  merupakan pemeriksaan kepadatan tulang akurat dan presisi untuk menilai kepadatan tulang sehingga dapat digunakan untuk mendiagnosis kepadatan tulang terhadap penipisan, kerapuhan tulang. Sistem kerja alat ini ada yang dapat mengukur lumbal, pangkal paha, lengan bawah ataupun tumit (Kemenkes, 2008).

  Ukuran kepadatan tulang biasanya dinyatakan dengan nilai T-score. Nilai T adalah nilai perbandingan kepadatan tulang standar populasi orang dewasa muda normal dengan jenis kelamin yang sama sedangkan nilai Z-score adalah perbandingan nilai kepadatan tulang yang diharapkan pada pasien sesuai umur dan jenis kelamin.

  Menurunnya -T score secara paralel berkaitan dengan menurunnya massa tulang hal ini sering terjadi dengan bertambahnya umur (NOF, 2003). Hasil nilai pengukuran kepadatan mineral tulang menurut klasifikasi WHO berdasarkan katagori -t score ;

  Normal nilai -t score +1 SD, Osteopenia nilai -t score -1 sampai dengan -2,5 SD, Osteoporosis nilai -t score >-2,5 SD. (WHO.1994). Dari berbagai hasil penelitian dan pengukuran diperoleh konversi nilai T-score dengan nilai kepadatan meniral tulang (g/cm²), sebagaimana terlihat pada tabel 4 (Mellinkow, 2005).

Tabel 2.4. Konversi T-score Menjadi Kepadatan Mineral Tulang (g/cm²) T-score Kepadatan Mineral Tulang T-Score Kepadatan Mineral Tulang T-score Kepadatan Mineral Tulang

  • 5.0
  • 4,9
  • 4.8
  • 4,7
  • 4,6
  • 4,5
  • 4,4
  • 4,3
  • 4,2
  • 4,1
  • 4,0
  • 3,9
  • 3,8
  • 3,7
  • 3,6
  • 3,5
  • 3,4
  • 3,3
  • 3,2
  • 3,1
  • 3,0
  • 2,9
  • 2,8

  0,580 0,592 0,604 0,616 0,628 0,640 0,652 0,664 0,676 0,688 0,700 0,712 0,724 0,736 0,748 0,760 0,722 0,784 0,796 0,808 0,820 0,832 0,844

  • 2,7
  • 2,6
  • 2,5
  • 2,4
  • 2,3
  • 2,2
  • 2,1
  • 2,0
  • 1,9
  • 1,8
  • 1,7
  • 1,6
  • 1,5
  • 1,4
  • 1,3
  • 1,2
  • 1,1
  • 1,0
  • 0,9
  • 0,8
  • 0,7
  • 0,6
  • 0,5

  0,856 0,868 0,880 0,892 0,904 0,916 0,928 0,940 0,952 0,964 0,976 0,988 1.000 1,012 1,024 1,034 1,048 1,060 1,072 1,084 1,098 1,108 1,120

  • 0,4
  • 0,3
  • 0,2
  • 0,1

  0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0 1,1 1,2 1,3 1,4 1,5 1,6 1,7 1,8

  1,132 1,144 1,156 1,168 1,180 1,192 1,204 1,216 1,228 1,240 1,252 1,264 1,276 1,288 1,300 1,312 1,324 1,336 1,348 1,360 1,372 1,384 1,396

  Sumber: Peak Bone Mass and Mineral density (Gabriela.Tm. Ruben, Martha 2009)

Dokumen yang terkait

Hubungan Pola Konsumsi Kalsium dan Aktivitas Fisik Remaja Usia 15-18 Tahun di Sekolah Menengah Atas Swasta Cahaya Medan 2013

1 41 135

Hubungan Aktivitas Fisik Terhadap Gangguan Tidur Pada Remaja di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Pancur Batu

3 54 92

Pengaruh Perhatian Orangtua dan Lingkungan Sekolah terhadap Penyimpangan Perilaku Remaja di Sekolah Menengah Atas Swasta di Kecamatan Bekasi Timur Kota Bekasi

0 3 179

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Remaja 2.1.1. Definisi Remaja - Pengaruh Antara Komunikasi Orangtua-Remaja dan Teman Sebaya terhadap Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja Putri di SMPN dan MTSN Kecamatan Tambang Riau Tahun 2013

0 2 49

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Usia Saat Menarche dengan Pola Siklus Menstruasi dan Dismenorea Remaja Putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan

0 0 18

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Pola Asuh Keluarga dengan Perilaku Remaja di SMA Negeri 14 Medan

0 0 16

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesehatan Reproduksi 2.1.1 Kesehatan Reproduksi Remaja - Perbandingan Pengetahuan dan Sikap Remaja tentang Kesehatan Reproduksi di Madrasah Aliyah Negeri Meulaboh 1 dan Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Meulaboh Kabupaten Aceh Bara

2 49 29

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Remaja Putri tentang Anemia - Hubungan Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri Tentang Anemia dengan Pola Makan untuk Pencegahan Anemia di SMA Swasta Bina Bersaudara Medan Tahun 2014

0 2 22

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dukungan Guru - Pengaruh Dukungan Guru dan Teman Sebaya terhadap Akseptabilitas dan Pemanfaatan Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK Remaja) di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Kota Tanjung Balai

0 0 36

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja - Pengaruh Pola Makan terhadap Kejadian Anemia pada Remaja Putri di SMA Dharma Pancasila Medan Tahun 2013

0 0 27