Analisis Usaha Pemanfaatan Eceng Gondok Fermentasi sebagai Pakan Domba Lokal Jantan Lepas Sapih
ANALISIS USAHA PEMANFAATAN ECENG GONDOK
FERMENTASI SEBAGAI PAKAN DOMBA LOKAL JANTAN
LEPAS SAPIH
SKRIPSI
Oleh:
RONALD SITUMORANG 090306053
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
ANALISIS USAHA PEMANFAATAN ECENG GONDOK
FERMENTASI SEBAGAI PAKAN DOMBA LOKAL JANTAN
LEPAS SAPIH
SKRIPSI
Oleh:
RONALD SITUMORANG 090306053/PETERNAKAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(3)
Judul Skripsi : Analisis Usaha Pemanfaatan Eceng Gondok Fermentasi sebagai Pakan Domba Lokal Jantan Lepas Sapih
Nama : Ronald Situmorang
NIM : 090306053
Program Studi : Peternakan
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Ir. Tri Hesti Wahyuni, M.Sc Ir. Armyn Hakim Daulay, MBA.
Ketua Anggota
Mengetahui,
Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Ketua Program Studi Peternakan
(4)
ABSTRAK
RONALD SITUMORANG, 2014: “Analisis Usaha Pemanfaatan Eceng Gondok Fermentasi Sebagai Pakan Domba Lokal Jantan Lepas Sapih”. Dibimbing oleh TRI HESTI WAHYUNI dan ARMYN HAKIM DAULAY.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis usaha penggunaan eceng gondok fermentasi terhadap domba lokal jantan lepas sapih umur 3 bulan. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Agustus sampai dengan Nopember 2013 menggunakan 20 ekor domba lokal jantan lepas sapih dengan rataan bobot badan awal 7,87±2,18kg. Rancangan yang dipakai dalam penelitian adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan terdiri dari P0: konsentrat + 100% rumput, P1: konsentrat + 40% rumput + 60% eceng gondok fermentasi MOL, P2: konsentrat + 40% rumput + 60% eceng gondok fermentasiTrichoderma harzianum, P3: konsentrat + 100% eceng gondok fermentasi MOL, P4: konsentrat + 100% eceng gondok fermentasi
Trichoderma harzianum. Metode yang digunakan adalah metode survey. Parameter yang diteliti adalah total biaya produksi, total hasil produksi, analisis laba/rugi, benefit cost ratio (B/C ratio) dan income over feed cost (IOFC).
Hasil penelitian menunjukkan rataan total biaya produksi (Rp) P0: 546.743,65 ; P1: 536.668,25 ; P2: 564.752,25 ; P3: 555.105,14 dan P4: 524.799,68. Rataan total hasil produksi (Rp) P0: 441.400, P1: 440.400, P2: 462.800, P3: 460.300 dan P4: 435.000. Rataan analisis laba/rugi (Rp) P0: -105.343,65 ; P1: -96.268,25 ; P2: -101.952,25 ; P3: -94.805,14 dan P4: -89.799,68. Rataan IOFC (Rp) P0: 31.806,3 ; P1: 40.881,7 ; P2: 35.197,8 ; P3: 42.344,9 dan P4: 48.650,3. Rataan B/C ratio P0: 0,807 ; P1: 0,821 ; P2: 0,817; P3: 0,829 dan P4: 0,829. Hasil analisis menunjukkan pemanfaatan tidak menguntungkan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemanfaatan enceng gondok fermentasi tidak dapat meningkatkan keuntungan penggemukan ternak domba lokal jantan lepas sapih.
(5)
ABSTRACS
RONALD SITUMORANG, 2014 : "Bussiness Analysis of Water Hyacinth Utilization of Water Hyacinth Fermentation Local Male Sheep Feed For Release Wean". Guided by TRI HESTIWAHYUNI and ARMYNHAKIM DAULAY.
This study aims to analyze the business use of water hyacinth fermentation of local weaning male sheep 3 months. The experiment was conducted at the Laboratory of Animal Biology Animal Husbandry Program Faculty of Agriculture, University of North Sumatra in August to November 2013 using 20 local male lambs with an average initial body weight 7.87 ± 2.18 kg. The design used in the study was a completely randomized design ( CRD ) with 5 treatments and 4 replications and further significantly different. Treatment consists of P0 : concentrate + 100 % grass, P1 : concentrate + 40 % grass + 60 % grass hyacinth fermentation MOL, P2 : concentrate + 40 % grass + 60 % grass hyacinth fermentation of Trichoderma harzianum, P3 : concentrate + 100 % water hyacinth MOL fermentation, P4 : concentrate + 100 % water hyacinth fermentation of Trichoderma harzianum. The method was used a survey method. The parameters studied were the total production cost,total production, analysis of profit/loss, the benefit cost ratio (B/C ratio)and income over feed cost (IOFC).
The results showed the average total cost of production (Rp) P0: 546.743,65 ; P1: 536.668,25 ; P2: 564.752,25 ; P3: 555.105,14 and P4: 524.799,68 respectively. Mean total production (Rp) P0: 441.400, P1: 440.400, P2: 462.800, P3: 460.300 and P4: 435.000 respectively. Mean
analysis of profits/losses (Rp) P0: -105.343,65 ; P1: -96.268,25 ; P2: -101.952,25 ; P3: -94.805,14 and P4: -89.799,68respectively. Mean IOFC (Rp)P0: 31.806,3 ; P1: 40.881,7 ; P2: 35.197,8 ; P3: 42.344,9 and P4: 48.650,3 respectively. The average B/C ratio P0: 0,807 ; P1: 0,821 ; P2: 0,817; P3: 0,829 and P4: 0,829 respectively. The analysis showed no beneficial use. The conclusion of this study is the utilization of water hyacinth fermentation does not benefit the weaning local male sheep.
(6)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara
pada tanggal 07 Oktober 1991 dari ayah Ramses Situmorang, SH dan ibu Rostina Panggabean. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara.
Tahun 2009 tamat dari SMA Santo Petrus Sidikalang dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur ujian tertulis Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih Program Studi Peternakan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiwa Peternakan (HMD). Selain itu penulis juga aktif dalam organisasi Ikatan Mahasiswa Kristen Peternakan (IMAKRIP) sebagai ketua bidang infokom 2011-2012 dan organisasi Ikatan Mahasiswa Dairi (IMADA) sebagai anggota.
Pada tanggal 07 Juli 2012 sampai 17 Agustus 2012 penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Situnggaling, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo.
(7)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan kasih karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Usaha Pemanfaatan Enceng Gondok Fermentasi Sebagai Pakan Domba Lokal Jantan Lepas Sapih”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis yang telah mendidik penulis selama ini.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Ibu Ir. Tri Hesti Wahyuni, M. Sc dan Bapak Ir. Armyn Hakim Daulay, MBA selaku ketua dan anggota komisi
pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian, sampai akhir pada ujian akhir.
Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada civitas akademika di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, serta semua rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu per satu disini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.
(8)
DAFTAR ISI
Hal
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Kegunaan Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Analisis Usaha Ternak Domba... 4
Total Biaya Produksi ... 5
Biaya pakan ... 6
Biaya bibit/biaya pembelian domba ... 6
Biaya obat-obatan ... 6
Biaya sewa kandang dan peralatan kandang ... 7
Biaya tenaga kerja ... 7
Total Hasil Produksi ... 7
Biaya penjualan domba ... 8
Biaya penjualan kotoran domba ... 9
Analisis Laba Rugi ... 9
B/C Ratio (Benefit Cost Ratio) ... 11
IOFC (Income Over Feed Cost) ... 12
Domba Lokal ... 12
Pertumbuhan dan Penggemukan Domba ... 13
Pakan Domba ... 13
Potensi Ternak Domba ... 15
Potensi Eceng Gondok ... 15
Fermentasi ... ... 17
Mikroorganismelokal ... 18
Lactobacillus sp ... 19
Rhizopus sp ... 19
Saccharomyces sp ... 20
Trichoderma harzianum ... 21
(9)
Bungkil Inti Sawit ... 22
Urea ... 22
Dedak Padi ... 22
Bungkil Kedelai ... 23
Molases ... 23
Garam ... 23
Mineral ... 24
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 25
Bahan dan Alat Penelitian Bahan ... 25
Alat ... 25
Metode Penelitian ... 26
Parameter penelitian Total Biaya Produksi ... 26
Total Hasil Produksi ... 27
Analisis Laba Rugi ... 27
B/C Ratio (Benefit Cost Ratio) ... 27
IOFC (Income Over Feed Cost) ... 27
Pelaksanaan Penelitian ... 28
HASIL DAN PEMBAHASAN Total Biaya Produksi ... 29
Total Hasil Produksi ... 34
Analisis Laba Rugi ... 36
B/C Ratio (Benefit Cost Ratio) ... 37
IOFC (Income Over Feed Cost) ... 38
Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 40
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 42
Saran ... 42
DAFTAR PUSTAKA ... 43
(10)
DAFTAR TABEL
No. ... Hal.
1.Kebutuhan nilai nutrisi domba untuk pertumbuhan ... 14
2. Komposisi zat-zat nutrisi eceng gondok dalam bahan kering (%) ... 16
3.Biaya hijauan domba tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor) ... 29
4. Biaya konsentrat domba tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor) ... 30
5. Biaya pakan domba tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor) ... 30
6. Biaya pembelian bibit domba tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor) ... 30
7. Biaya obat-obatan tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor) ... 31
8.Biaya sewa kandang dan peralatan tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor) ... 31
9. Biaya tenaga kerja tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor) ... 32
10.Hasil penjualan domba tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor) ... 34
11. Hasil penjualan feses domba tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor) ... 35
(11)
DAFTAR GAMBAR
No. ... Hal.
1. Total Biaya Produksi Tiap Perlakuan Ulangan (Rp/ekor) ... 33
2. Total Hasil Produksi Tiap Perlakuan Ulangan (Rp/ekor) ... 35
3. Analisis Laba/rugi Tiap Perlakuan Ulangan (Rp/ekor) ... 36
4. Income Over Feed Cost (IOFC) tiap perlakuan Ulangan (Rp/ekor) ... 39
(12)
ABSTRAK
RONALD SITUMORANG, 2014: “Analisis Usaha Pemanfaatan Eceng Gondok Fermentasi Sebagai Pakan Domba Lokal Jantan Lepas Sapih”. Dibimbing oleh TRI HESTI WAHYUNI dan ARMYN HAKIM DAULAY.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis usaha penggunaan eceng gondok fermentasi terhadap domba lokal jantan lepas sapih umur 3 bulan. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Agustus sampai dengan Nopember 2013 menggunakan 20 ekor domba lokal jantan lepas sapih dengan rataan bobot badan awal 7,87±2,18kg. Rancangan yang dipakai dalam penelitian adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan terdiri dari P0: konsentrat + 100% rumput, P1: konsentrat + 40% rumput + 60% eceng gondok fermentasi MOL, P2: konsentrat + 40% rumput + 60% eceng gondok fermentasiTrichoderma harzianum, P3: konsentrat + 100% eceng gondok fermentasi MOL, P4: konsentrat + 100% eceng gondok fermentasi
Trichoderma harzianum. Metode yang digunakan adalah metode survey. Parameter yang diteliti adalah total biaya produksi, total hasil produksi, analisis laba/rugi, benefit cost ratio (B/C ratio) dan income over feed cost (IOFC).
Hasil penelitian menunjukkan rataan total biaya produksi (Rp) P0: 546.743,65 ; P1: 536.668,25 ; P2: 564.752,25 ; P3: 555.105,14 dan P4: 524.799,68. Rataan total hasil produksi (Rp) P0: 441.400, P1: 440.400, P2: 462.800, P3: 460.300 dan P4: 435.000. Rataan analisis laba/rugi (Rp) P0: -105.343,65 ; P1: -96.268,25 ; P2: -101.952,25 ; P3: -94.805,14 dan P4: -89.799,68. Rataan IOFC (Rp) P0: 31.806,3 ; P1: 40.881,7 ; P2: 35.197,8 ; P3: 42.344,9 dan P4: 48.650,3. Rataan B/C ratio P0: 0,807 ; P1: 0,821 ; P2: 0,817; P3: 0,829 dan P4: 0,829. Hasil analisis menunjukkan pemanfaatan tidak menguntungkan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemanfaatan enceng gondok fermentasi tidak dapat meningkatkan keuntungan penggemukan ternak domba lokal jantan lepas sapih.
(13)
ABSTRACS
RONALD SITUMORANG, 2014 : "Bussiness Analysis of Water Hyacinth Utilization of Water Hyacinth Fermentation Local Male Sheep Feed For Release Wean". Guided by TRI HESTIWAHYUNI and ARMYNHAKIM DAULAY.
This study aims to analyze the business use of water hyacinth fermentation of local weaning male sheep 3 months. The experiment was conducted at the Laboratory of Animal Biology Animal Husbandry Program Faculty of Agriculture, University of North Sumatra in August to November 2013 using 20 local male lambs with an average initial body weight 7.87 ± 2.18 kg. The design used in the study was a completely randomized design ( CRD ) with 5 treatments and 4 replications and further significantly different. Treatment consists of P0 : concentrate + 100 % grass, P1 : concentrate + 40 % grass + 60 % grass hyacinth fermentation MOL, P2 : concentrate + 40 % grass + 60 % grass hyacinth fermentation of Trichoderma harzianum, P3 : concentrate + 100 % water hyacinth MOL fermentation, P4 : concentrate + 100 % water hyacinth fermentation of Trichoderma harzianum. The method was used a survey method. The parameters studied were the total production cost,total production, analysis of profit/loss, the benefit cost ratio (B/C ratio)and income over feed cost (IOFC).
The results showed the average total cost of production (Rp) P0: 546.743,65 ; P1: 536.668,25 ; P2: 564.752,25 ; P3: 555.105,14 and P4: 524.799,68 respectively. Mean total production (Rp) P0: 441.400, P1: 440.400, P2: 462.800, P3: 460.300 and P4: 435.000 respectively. Mean
analysis of profits/losses (Rp) P0: -105.343,65 ; P1: -96.268,25 ; P2: -101.952,25 ; P3: -94.805,14 and P4: -89.799,68respectively. Mean IOFC (Rp)P0: 31.806,3 ; P1: 40.881,7 ; P2: 35.197,8 ; P3: 42.344,9 and P4: 48.650,3 respectively. The average B/C ratio P0: 0,807 ; P1: 0,821 ; P2: 0,817; P3: 0,829 and P4: 0,829 respectively. The analysis showed no beneficial use. The conclusion of this study is the utilization of water hyacinth fermentation does not benefit the weaning local male sheep.
(14)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kondisi peternakan domba di Indonesia pada umumnya masih belum berkembang dengan baik. Peternakan domba yang diusahakan oleh peternak kecil masih bercorak subsisten atau tradisional. Domba yang diusahakan oleh peternak pada umumnya hanya 3 – 5 ekor per keluarga. Akibatnya, output daging domba yang dihasilkan usaha ternak domba tidak optimal, padahal permintaan daging domba dari tahun ke tahun terus meningkat. Permintaan daging domba meningkat sebesar 3,6 persen per tahun. Data statistik pertanian pada tahun 2005 pertumbuhan permintaan berasal dari pertumbuhan penduduk sebesar 1,8 persen pertahun dan pertambahan konsumsi per kapita sebesar 1,5 persen per tahun. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi daging domba melalui pengembangan usaha ternak domba yang berskala kecil menjadi usaha ternak yang berskala besar dan berorientasi pada laba sehingga pendapatan dan kesejahteraan peternak akan meningkat.
Pemanfaatan limbah pertanian sebagai bahan pakan ternak merupakan salah satu alternatif bijaksana dalam memenuhi kebutuhan nutrisi bagi ternak. Limbah pertanian sebagai bahan pakan selalu dikaitkan dengan harga yang murah dan kualitas yang rendah. Besaran pemanfaatan limbah sangat tergantung pada potensi limbah baik secara kuantitas maupun kualitas yang dapat dimanfaatkan.
Saat ini dibutuhkan suatu pemecahan masalah pakan untuk ternak domba. Salah satu faktor pembatas laju peningkatan usaha peternakan yaitu ketersediaan pakan dan merupakan faktor pembatas terbesar adalah pembiayaan produksi
(15)
peternakan. Untuk mengatasi masalah tersebut alternatif pilihan adalah pemanfaatan limbah pertanian yang salah satunya adalah eceng gondok.
Eceng gondok (Eichhornia crassipes) merupakan tanaman gulma di
wilayah perairan yang hidup terapung pada air yang dalam atau mengembangkan perakaran di dalam lumpur pada air yang dangkal. Eceng gondok berkembang biak dengan sangat cepat, baik secara vegetatif maupun generatif. Perkembangbiakan tanaman eceng gondok yang demikian cepat menyebabkan tanaman eceng gondok telah berubah menjadi tanaman gulma di beberapa wilayah perairan di Indonesia. Di kawasan perairan danau, eceng gondok tumbuh pada bibir-bibir pantai sampai sejauh 5-20 m. Perkembangbiakan ini juga dipicu oleh peningkatan kesuburan di wilayah perairan danau, sebagai akibat dari erosi dan sedimentasi lahan, berbagai aktivitas masyarakat (mandi, cuci, kakus), budidaya perikanan (keramba jaring apung), limbah transportasi air, dan limbah pertanian.
Keberhasilan peternak ditentukan 3 hal yaitu : Breeding, Feeding dan Manajemen. Breeding adalah merupakan jenis yang digunakan untuk pengemukan, sedangkan Feeding yang berkaitan dengan pakan yang digunakan dalam penggemukan, dan Manajemen merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu peternak domba. Dalam menentukan penggunaan pakan hendaknya melihat berbagai faktor diantara nilai ekonomi atau harga dari pakan yang cukup tinggi, serta kesinambungan ketersediaan pakan yang tidak sulit untuk memperoleh. Semakin baik pakan yang digunakan tentu akan berdampak baik terhadap keuntungan, dengan catatan pakan murah tersebut juga berkualitas baik. Dengan demikian perlu dilakukan suatu analisis untuk mengetahui apakah pemeliharaan yang dilakukan menguntungkan atau merugikan.
(16)
Analisis usaha ternak domba merupakan kegiatan yang sangat penting bagi suatu ternak yang mempunyai prospek cerah yang dapat dilihat dari analisis usahanya. Berdasarkan data tersebut dapat diukur keuntungan usaha dan tersedianya dana riil untuk periode selanjutnya. Melalui usaha ini dapat dicari langkah pemecahan berbagai kendala yang dihadapi. Analisis dapat juga memberikan informasi lengkap tentang modal yang diperlukan, penggunaan modal, besar biaya untuk bibit (bakalan), ransum, kandang, lamanya modal kembali dengan tingkat keuntungan uang diperoleh.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk meneliti analisis usaha pemberian eceng gondok (Eichhornia crassipes) yang difermentasi dengan
mikroorganisme lokal (Rhizopus sp, Saccharomyces sp, Lactobacillus sp) dan
Trichoderma sebagai pakan domba lokal jantan lepas sapih.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui analisis usaha penggunaan eceng gondok fermentasi sebagai pakan terhadap domba lokal jantan lepas sapih umur 3 bulan.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan informasi bagi peneliti kalangan akademik dan masyarakat tentang pemanfaatan enceng gondok fermentasi sebagai bahan pakan pengganti hijauan dan bernilai gizi tinggi. Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
(17)
TINJAUAN PUSTAKA
Analisis Usaha Ternak Domba
Analisis usaha ternak merupakan kegiatan yang sangat penting bagi suatu usaha ternak yang mempunyai prospek cerah dapat dilihat dari analisis usahanya. Berdasarkan data tersebut dapat diukur keuntungan usaha dan tersedianya dana yang riil untuk periode selanjutnya. Melalui analisis ini dapat dicari langkah pemecahan berbagai kendala yang dihadapi. Analisis dapat juga memberikan informasi lengkap tentang modal yang diperlukan, penggunaan modal, besar biaya untuk bibit (bakalan), ransum, kandang, lamanya modal kembali dan tingkat keuntungan uang diperoleh (Suharno dan Nazaruddin, 1994).
Sodiq danAbidin (2002) menyatakan bahwa berdasarkan skala usaha dan tingkat pendapatan peternak, usaha peternakan di klasifikasikan antara lain peternakan sebagai usaha sambilan yaitu pendapatan petani dari usaha ternaknya tidak lebih tinggi dari 30% total pendapatannya, Peternakan sebagai cabang usaha yaitu petani mengusahakan pertanian campuran (mixed farming) dengan usaha
ternak sebagai cabang usaha lainnya, pendapatan petani berkisar antara 30%-70% dari total pendapatan usaha ternak secara keseluruhan, peternak sebagai pokok usaha yaitu usaha ternak menjadi usaha pokok, sedangkan usaha tani lainnya hanya sebagai usaha sampingan. Tingkat pendapatan petani berkisar antara 70 % - 100 % dari usaha ternak dan peternakan sebagai usaha industri yaitu usaha peternakan sudah menjadi usaha pemeliharaan ternak dengan komoditas ternak (special farming) dengan tingkat pendapatan 100%.
(18)
Usaha peternakan rakyat mempunyai ciri-ciri antara lain: skala usaha kecil dengan cabang usaha, teknologi sederhana, produktivitas rendah, mutu produk kurang terjamin, belum sepenuhnya berorientasi pasar dan kurang peka terhadap perubahan – perubahan (Cyrilla danIsmail, 1988).
Total Biaya Produksi
Biaya adalah nilai dari semua korbanan ekonomis yang diperlukan yang tidak dapat dihindarkan dapat diperkirakan dan dapat diukur untuk menghasilkan suatu produk. Pengeluaran atau biaya bagi perusahaan adalah sebagai nilai input yang digunakan untuk memproduksi suatu output tertentu. Pengeluaran perusahaan adalah semua uang yang dikeluarkan sebagai biaya produksi (Kadarsan, 1995).
Biaya tetap merupakan biaya yang secara total tidak mengalami perubahan walaupun ada perubahan volume produksi ataupun sedangkan perubahan variabel merupakan biaya yang secara total berubah sesuai dengan perubahan volume produksi (Kasmir, 2008)
Biaya produksi merupakan sejumlah biaya yang dikeluarkan dalam suatu usaha ternak. Biaya ini terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap atau biaya variable. Biaya tetap merupakan biaya yang dikeluarkan untuk sarana produksi dan berkali-kali dapat dipergunakan. Biaya tetap ini antara lain berupa lahan usaha, kandang, peralatan yang digunakan dan sarana transportasi. Biaya tidak tetap merupakan biaya yang dikeluarkan secara berulang-ulang yang antara lain berupa biaya pakan, upah tenaga kerja, penyusutan kandang, penyusutan peralatan, obat-obatan, vaksinasi dan biaya-biaya lain berupa biaya penerangan atau listrik, sumbangan, pajak usaha dan iuran (Siregar, 2007).
(19)
Biaya pakan
Biaya pakan adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli pakan yang diperoleh dari hasil perkalian antara pakan yang dikonsumsi dengan harga pakan perkilogramnya. Efisiensi penggunaan pakan diharapkan mampu mengurangi dampak dari kenaikan harga pakan yang seringkali berfluktuasi dan sangat mempengaruhi tingkat pendapatan. Menurut Raharjo (1994) harga pakan yang cenderung naik dan berfluktuasi dipengaruhi oleh kondisi tingkat harga bahan baku pembuatan pakan.
Biaya bibit/ biaya pembelian domba
Biaya bibit adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bibit. Harga biaya bibit diperoleh dari hasil perkalian antara bobot badan awal dengan harga bobot hidup perkilogramnya. Harga bibit domba jantan lokal lepas sapih adalah Rp. 40.000/kg (Raharjo, 1994).
Biaya obat-obatan
Biaya obat-obatan adalah biaya yang diperoleh dari harga obat-obatan yang diberikan pada ternak yang sakit. Pengobatan pada ternak diharapkan dapat mengurangi resiko kematian, menghambat penyebaran penyakit ke lingkungan, baik ke manusia maupun ternak lainnya. Menurut Aziz (2009) obat-obatan, vaksin dan vitamin dapat digunakan sebagai alternatif manajemen resiko produksi pada usaha ternak domba jantan lokal lepas sapih.
Biaya sewa kandang dan peralatan kandang
Biaya sewa kandang adalah biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan kandang yang diperhitungkan berdasarkan nilai sewa kandang. Kandang
(20)
bermanfaat untuk mengurangi stimulasi yang dapat menyebabkan ternak stres, dengan cara mengurangi kontak dengan manusia. Biaya peralatan kandang adalah biaya yang digunakan untuk membeli perlengkapan kandang selama pemeliharaan ternak. Peralatan kandang menurut Santoso (2009) antara lain meliputi, instalasi listrik, instalasi air minum, tempat pakan, alas kandang, pemanas ruangan, tirai kandang.
Biaya tenaga kerja
Biaya atau upah tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk memelihara beberapa ternak. Setiap proses produksi diperlukan tenaga kerja yang cukup memadai. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan perlu disesuaikan dengan kebutuhan sampai tingkat tertentu sehingga jumlahnya optimal. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan ini memang masih banyak dipengaruhi dan dikaitkan dengan kualitas tenaga kerja, jenis kelamin, musim dan upah tenaga kerja. Besar kecilnya upah tenaga kerja ditentukan oleh jenis kelamin. Upah tenaga kerja pria umumnya lebih tinggi bila dibandingkan dengan upah tenaga kerja wanita. Upah tenaga kerja ternak umumnya lebih tinggi daripada upah tenaga kerja manusia (Antono, 2006).
Total Hasil Produksi
Perusahaan yang beroperasi atau mempunyai kegiatan sesuai dengan didirikannya perusahaan tersebut akan mengharapkan adanya penerimaan pendapatan dari operasi perusahaan yang dilaksanakan. Bagi perusahaan yang memproduksi barang maka penerimaan pendapatan berasal dari penjualan
(21)
barang tersebut berasal dari usaha penjualan yang dilakukan perusahaan tersebut (Agus, 1990).
Penerimaan dapat dibagi menjadi penerimaan nyata dan penerimaan yang diperhitungkan. Penerimaan nyata adalah penerimaan yang diterima dari hasil penjualan baik tunai maupun piutang (kredit). Penerimaan yang diperhitungkan adalah nilai output yang dikonsumsi peternak. Penerimaan bersumber dari pemasaran atau penjualan hasil usaha seperti panen tanaman dan hasil olahannya serta panen dari peternakan dan hasil olahannya (Kadarsan, 1995).
Biaya penjualan domba
Penjualan domba yaitu perkalian perkalian antara bobot badan akhir dengan harga bobot hidup perkilogramnya. Harga jual ditetapkan oleh pembeli dan penjual dalam suatu proses tawar menawar penjual akan meminta harga jual yang lebih tinggi dari yang diharapkan diterimanya, sedangkan pembeli akan menawarkan lebih rendah dari yang diharapkan akan dibayarnya. Dengan tawar menawar mereka akan sampai pada suatu kesepakatan tentang harga yang disetujui (Kotler, 1994).
Masalah harga sebenarnya merupakan salah satu dari empat variabel utama harus dikendalikan secara serasi, selaras dengan tujuan yang akan dicapai oleh manajer perusahaan. Segala keputusan yang berhubungan dengan harga akan sangat mempengaruhi beberapa aspek kegiatan perusahaan, baik yang menyangkut kegiatan penjualan maupun aspek keuntungan yang ingin dicapai oleh perusahaan. Oleh karena itu manajer suatu perusahaan harus berhati-hati dalam menentukan harga jual (Nitisemito, 1994).
(22)
Biaya penjualan kotoran domba
Penjualan kotoran domba diperoleh dari harga jual kotoran domba perkilogramnya. Harga penjualan kotoran yaitu sebesar Rp.500/kg.
Analisis Laba-Rugi
Laporan laba rugi memperlihatkan hasil yang diperoleh dari penjualan jasa barang dan ongkos-ongkos yang timbul dalam proses pencapaian hasil tersebut. Laporan ini juga memperlihatkan adanya pendapatan bersih atau kerugian bersih sebagai hasil dari operasi perusahaan selama periode tertentu. Laporan ini merupakan laporan aktivitas dan hasil dari aktivitas itu merupakan ringkasan yang logis dari penghasilan, dan biaya dari suatu perusahaan untuk periode tertentu. Besarnya laba ditentukan berdasarkan selisih antara nilai penjualan (total revenue)
dengan total biaya (biaya tetap ditambah biaya variabel) pada tingkat volume produksi tertentu. Perlu diperhatikan bahwa volume penjualan yang menghasilkan laba hanya volume penjualan yang berada diatas titik impas (Jumingan, 2006).
Analisa pendapatan usaha digunakan untuk menggambarkan faktor keuntungan usaha. Pendapatan dapat didefenisikan sebagai selisih antara penerimaan total dengan biaya total, atau dapat dirumuskan sebagai berikut:
π = TR-TC
Dimana :
π : Keuntungan (Benefit)
TR : Penerimaan Total (Total Revenue) TC : Biaya Total (Total Cost)
(23)
Pendapatan berasal dari penjualan ternak hidup, karkas, pupuk dan produk lainnya merupakan komponen pendapatan. Sedangkan biaya produksi dibagi dua, yaitu biaya tetap (sewa lahan, bangunan kandang, dan peralatan) dan biaya variabel (domba bakalan, pakan, tenaga kerja, dan bunga bank) (Soekartawi, 1994).
Keuntungan adalah tujuan setiap usaha. Keuntungan dapat dicapai jika jumlah pendapatan yang diperoleh dari usaha tersebut lebih besar daripada jumlah pengeluarannya. Bila keuntungan dari suatu usaha semakin meningkat, maka secara ekonomis usaha tersebut layak dipertahankan atau ditingkatkan. Untuk memperoleh angka yang pasti mengenai keuntungan atau kerugian, yang harus dilakukan adalah pencatatan biaya. Tujuan pencatatan biaya juga agar peternak atau pengusaha dapat mengadakan evaluasi terhadap bidang usaha (Murtidjo, 1995).
Laba merupakan ukuran yang membedakan antara apa yang perusahaan masukkan untuk membuat dan menjual produk dengan apa yang diterimanya. Perhitungan laba jelas untuk banyak keputusan manejemen. Jika laba konsisten positif, perusahaan dapat tetap berada dalam bisnis tersebut, tetapi jika mengalami kerugian perusahaan dapat mencari produk yang lain yang akan diolah yang dapat mendatangkan keuntungan (Hansen dan Mowen, 2001).
Laporan laba rugi merupakan laporan keuangan yang menggambarkan hasil usaha dalam suatu periode tertentu. Dalam laporan ini tergambar jumlah pendapatan serta jumlah biaya dan jenis-jenis biaya yang dikeluarkan. Laporan laba-rugi (balance sheet) adalah laporan yang menunjukkan jumlah pendapatan
(24)
Setiap jangka waktu tertentu, umumnya satu tahun, perusahaan perlu memperhitungkan hasil usaha perusahaan yang dituangkan dalam bentuk laporan laba-rugi. Hasil usaha tersebut didapat dengan cara membandingkan penghasilan dan biaya selama jangka waktu tertentu. Besarnya laba atau rugi akan diketahui dari hasil perbandingan tersebut (Kasmir dan Jakfar, 2005).
B/C Ratio (benefit cost ratio)
Kadariah (1987) menyatakan bahwa untuk mengetahui tingkat efisiensi suatu usaha dapat digunakan parameter yaitu dengan mengukur besarnya pemasukan dibagi besarnya korbanan, dimana bila :
B/C Ratio > 1 = efisien B/C Ratio ═ 1 = impas
B/C Ratio < 1 = tidak efisien
B/C Ratio adalah nilai atau manfaat yang diperoleh dari setiap satuan biaya yang dikeluarkan. Dimana B/C Ratio diperoleh dengan cara membagikan total penerimaan dengan total pengeluaran.
Menurut Cahyono (2002) analisis tingkat kelayakan usaha tani atau B/C ratio (Benefit Cost Ratio) bisa digunakan dalam analisis kelayakan usaha tani, yaitu perbandingan antara total pendapatan dan total biaya yang dikeluarkan.
B C Ratio=Total Hasil Produksi Total Biaya Produksi
�
Suatu usaha dikatakan memberikan manfaat bila nilai B/C Ratio > 1. Semakin besar nilai B/C Ratio maka semakin efisien usaha tersebut dan sebaliknya semakin kecil nilai B/C Rationya, maka semakin tidak efisien usaha tersebut (Soekartawi, 1995).
(25)
IOFC (income over feed cost)
Income Over Feed Cost (IOFC) adalah selisih dari total pendapatan
dengan total biaya pakan digunakan selama usaha penggemukan ternak. IOFC ini merupakan barometer untuk melihat seberapa besar biaya pakan yang merupakan biaya terbesar dalam usaha penggemukan ternak. IOFC diperoleh dengan menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dikurangi biaya pakan. Dalam usaha ternak, biaya terbesar yang dikeluarkan adalah biaya variabel terutama biaya pakan dan biaya tenaga kerja. Besarnya biaya pakan berkisar antara 60-80% dari total biaya. Pendapatan merupakan perkalian antara produksi peternakan atau pertambahan bobot badan akibat perlakuan dengan harga jual (Prawirokusumo, 1990).
Selain pegangan berproduksi secara teknis juga diperlukan pegangan berproduksi dari segi ekonomi, beberapa tolak ukur yang dapat digunakan untuk pegangan berproduksi adalah IOFC (income over feed cost) atau selisih
pendapatan usaha peternakan dengan biaya pakan. Pendapatan merupakan perkalian antara hasil produksi peternakan (kilogram hidup) dengan harga jual. Sedangkan biaya pakan adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan kilogram bobot hidup (Hermanto, 1996).
Domba Lokal
Domba lokal atau domba kampung merupakan domba asli indonesia. Domba ini memiliki tubuh kecil, lambat dewasa, warna bulunya maupun karakteristiknya tidak seragam, dan hasil dagingnya relatif kecil atau sedikit (Murtidjo, 1992).
(26)
Domba lokal, domba kampung, domba negeri atau domba kacang memiliki tubuh yang kecil. Domba jantan bertanduk kecil, sedangkan domba betina tidak bertanduk. Berat domba jantan berkisar 30-40 kg, yang betina berkisar 15-20 kg, tahan hidup di daerah yang kurang baik. Pertumbuhan domba ini sangat lambat (Sumoprastowo, 1993).
Pertumbuhan dan Penggemukan Domba
Pertumbuhan adalah pertambahan berat jaringan pembangun seperti tulang, urat daging, jantung, otak, semua jaringan tubuh, serta alat-alat tubuh lainnya. Sedangkan pertumbuhan murni adalah jumlah protein yang bertambah dan zat-zat mineral. Pertambahan akibat penimbunan lemak atau penimbunan air bukanlah pertumbuhan murni (Anggorodi, 1984).
Penggemukan adalah suatu istilah untuk menggambarkan keadaan hewan pada saat-saat terakhir stadium pertumbuhannya. Penggemukan (fattening) tidak
berarti menyebabkan hewan hanya menimbun lemak saja. Semua hewan yang dimaksudkan untuk diambil dagingnya akan dipotong jauh sebelum berat badannya mengandung banyak lemak (Tillman et al., 1991).
Pakan Domba
Kebutuhan ternak ruminansia terhadap pakan dicerminkan oleh kebutuhannya terhadap nutrisi. Jumlah kebutuhan nutrisi setiap harinya sangat tergantung pada jenis ternak, umur, fase pertumbuhan (dewasa, bunting, menyusui), kondisi tubuh (normal, sakit) dan lingkungan tempat hidupnya (temperatur, kelembaban, nisbi udara) serta bobot badannya. Jadi setiap ekor
(27)
ternak yang berbeda kondisinya membutuhkan pakan yang berbeda (Kartadisastra, 1997).
Bahan baku pakan yang dapat diberikan pada domba terdiri dari dua jenis, yakni hijauan pakan, yang merupakan makanan kasar yang terdiri dari hijauan pakan yang dapat berupa rumput lapangan, limbah hasil pertanian, rumput jenis unggul yang telah diintroduksikan, juga beberapa jenis leguminosa. Hijauan pakan merupakan makanan utama bagi ternak ruminansia dan berfungsi sebagai sumber gizi yaitu protein, energi, vitamin dan mineral. Jenis pakan yang lain adalah konsentrat, yang merupakan makanan penguat yang terdiri dari bahan baku yang kaya akan karbohidrat dan protein seperti jagung kuning, bekatul, dedak, gandum dan bungkil-bungkilan seperti bungkil inti sawit, bungkil kelapa, bungkil kacang kedelai dan bungkil kacang tanah (Murtidjo, 1993).
Tabel 1. Kebutuhan nilai nutrisi domba untuk pertumbuhan
Energi Protein
Bobot badan (Kg) PBB (kg/hari) DE (Mkal) ME (Mkal)
TP (Kg) DP (Kg) Bahan Kering total
10 0,50 1,49 1,22 73,70 35,20 0,51
1,00 1,98 1.62 102,70 54,00 0,68
14 0,50 1,81 1,49 86,90 52,00 0,62
1,00 2,30 1,89 116,90 70,70 0,79
18 0,50 2,14 1,75 93,60 68,70 0,68
1,00 2,62 2,15 122,60 70,70 0,84
20 0,50 2,30 1,88 106,80 87,40 0,78
1,00 2,78 2,28 135,80 95,80 0,98
Ket: PBB (Pertambahan bobot badan) DE (Digestible energy/ energi tercerna) ME (Metabolisible energy)
TP (Total Protein)
DP (Digestible protein,protein tercerna) Sumber: (Haryanto dan Andi, 1993)
(28)
Potensi Ternak Domba
Potensi ekonomi ternak domba sebagai lapangan usaha memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan ternak besar lainnya, yakni ternak domba relatif kecil dan cepat dewasa, sehingga usaha ternak domba memiliki keuntungan ekonomi yang cukup tinggi ; domba merupakan ternak ruminansia kecil yang dalam pemeliharaannya tidak memerlukan lahan yang luas ; investasi usaha ternak domba membutuhkan modal relatif kecil ; modal usaha ternak domba lebih cepat berputar dibanding dengan jenis ternak ruminansia besar lain ; dan domba memiliki sifat suka bergerombol sehingga memudahkan dalam pemeliharaannya (Murtidjo, 1992).
Pengusahaan domba di Indonesia memiliki prospek yang cerah, mengingat keuntungannya antara lain daging domba seperti halnya daging ayam, dapat diterima oleh berbagai lapisan masyarakat dan berkembangnya ilmu pengetahuan dan pendapatan yang cukup akan mendorong penduduk untuk memenuhi gizi, khususnya protein hewani (Sudarmono danSugeng, 2003).
Potensi Eceng Gondok
Eceng Gondok (Eichhornia crasippes) atau dalam bahasa Inggris disebut
“water hyacinth” mempunyai sistematika sebagai berikut Divisi: Spermatophhyta; Sub Divisi: Angiospermae; Kelas: Monocotyledoneae; Suku: Pontederiaceae; Genus: Eichhornia; Jenis: Eichhornia crassipes (Fuskhah, 2000).
(29)
Tabel 2. Komposisi zat-zat nutrisi eceng gondok dalam bahan kering (%)
Zat-Zat Makanan Kandungan (%)
Bahan Kering 87,27
Protein kasar 13,25
Lemak 0,05
Serat Kasar 24,99
BETN 34,77
NDF 72,63
ADF 39,40
Hemiselulosa 33,23
Selulosa 33,43
Lignin 4,70
Abu 13,69
Silika 2,26
Energi Bruto (Kkal/kg) 3534
Sumber: Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan IPB, Bogor (2003).
Pemanfaatan eceng gondok sebgai pakan ternak harus dipertimbangkan kandungan air yang cukup tinggi. Menurut Dodiandri (1997) pemberian eceng gondok dalam bentuk segar lebih dari 25 % dapat menekan konsumsi pakan pada ternak.
Eceng gondok juga memiliki beberapa kekurangan dalam segi kualitas antara lain kadar air yang terlalu tinggi, tekstur yang terlalu halus, banyak mengandung hemiselulosa, protein sukar dirombak oleh bakteri rumen, dan kandungan mineral sangat tinggi, dan daya serap mineral yang cukup tinggi. Eceng gondok yang berasal dari perairan tercemar dapat mengandung logam berat beracun bagi ternak (Rahmawati et al., 2000).
Perkembangbiakan dengan cara vegetatif dapat melipat ganda dua kali dalam waktu 7-10 hari. Hasil penelitian Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Sumatera Utara di Danau Toba pada tahun 2003 melaporkan bahwa satu batang eceng gondok dalam waktu 52 hari mampu berkembang seluas 1 m2, atau dalam
(30)
waktu 1 tahun mampu menutup area seluas 7 m2. Heyne (1987) menyatakan bahwa dalam waktu 6 bulan pertumbuhan eceng gondok pada areal 1 ha dapat mencapai bobot basah sebesar 125 ton.
Pertumbuhan eceng gondok sangat cepat dalam lingkungan yang menguntungkan. Hanya dalam waktu 6-15 hari kecepatan penutupan lahan dua kali lipat. Eceng gondok senang pada cahaya matahari dan tumbuh cepat dibawah intensitas cahaya tinggi, serta toleran terhadap keberadaan komposisi kimia diperairan, namun kurang toleran terhadap kadar garam. Komposisi nutrien eceng gondok mengandung protein kasar, Fe, Na, K dan Ca masing- masing adalah 7,4-18,1%, 0,3%, 0,4%, 4,6% dan 1,3% (Sutarno et al., 1994).
Fermentasi
Fermentasi adalah reaksi oleh biokatalis yang digunakan untuk mengubah substrat menjadi produk baru biokatalis tersebut dapat berasal dari bakteri, jamur dan khamir (Smith, 1990). Menurut Muchtadi et al. (1992) bahwa fermentasi
adalah proses-proses yang menghasilkan komponen - komponen kimia yang kompleks sebagai akibat adanya pertumbuhan maupun metabolisme mikrobia. Definisi teknologi fermentasi adalah memanfaatkan bahan-bahan yang murah harganya bahkan tidak berharga dengan menggunakan mikroorganisme menjadi produk-produk yang bernilai ekonomi tinggi dan berguna bagi kesejahteraan manusia (Ansori, 1992).
Menurut Winarno dan Fardiaz (1979) pada proses fermentasi dibutuhkan dosis jamur tertentu pula, makin banyak dosis jamur yang digunakan makin cepat proses fermentasi berlangsung, dan semakin lama waktu yang digunakan untuk
(31)
fermentasi, semakin banyak bahan yang akan dirombak, fermentasi kapang pada umumnya membutuhkan waktu antara 2 sampai 5 hari.
Mikroorganisme Lokal
Mikroorganisme lokal merupakan salah satu cara pengembangbiakan mikroorganisme yang akan mampu mendegradasi bahan organik. Bahan pembuat Mikroorganisme lokal ini antara lain air sumur, air tebu, ragi tape, ragi tempe dan yoghurt.
Mikroorganisme dasar dalam MOL ini adalah Saccharomyces yang
berasal dari ragi tape, Rhizopus dari ragi tempe dan Lactobacillus dari yoghurt.
Mikroorganisme ini mempunyai sifat-sifat antara lain sifat lipolitik, mikroorganisme yaitu Lactobacillus akan menghasilkan enzim lipase yang
berperan dalam perombakan lemak, sifat proteolitik, mikroorganisme yaitu
Rhizopus akan mengeluarkan enzim protease yang dapat merombak protein
menjadi polipeptida, lalu menjadi peptida sederhana dan akhirnya menjadi asam amino bebas, CO2 dan air, dan sifat amilolitik, mikroorganisme yaitu
Saccharomyces akan menghasilkan enzim amilase yang berperan dalam
mengubah karbohidrat menjadi volatile fatty acids yang kemudian akan menjadi
asam amino.
Pembuatan inokulen cair menggunakan beberapa bahan antara lain air sumur, air tebu, ragi tape, ragi tempe dan yoghurt. Semuanya dimasukkan ke galon, lubangnya ditutup dengan kantong plastik ukuran 1 kg dan dibiarkan selama 3 hari. Guna ditutup dengan kantong plastik adalah untuk mendapatkan indikasi apakah mikroorganisme yang akan diaktifkan bekerja, bila kantong
(32)
plastik menggelembung, berarti terjadi reaksi positif dari mikroorganisma dalam tahapan inokulen cair (Takakura method, 2009).
Lactobacillus sp
Lactobacillus adala
menguba ini umum dan tidak berbahaya bagi kesehatan. Dalam manusia, bakteri ini dapat ditemukan di dalam
dan merupakan sebagian kecil dariLactobacillus
memiliki kemampuan membusukkan materi tanaman yang sangat baik. Produksi asam laktatnya membuat lingkungannya bersifat asam dan mengganggu pertumbuhan beberapa bakteri merugikan. Beberapa anggota genus ini telah
memilikiLactobacillus sering digunakan untuk
industri pembuata seperti fermentasinya dengan membentuk asam laktat 2013/Lactobacillus).
Rhizhopus sp
Rhizopus sp adalah genus jamur benang yang termasuk filum Zygomycota
ordo Mucorales. Rhizopus sp mempunyai ciri khas yaitu memiliki hifa yang
(33)
coenositik, sehingga tidak bersepta atau bersekat. Miselium dari Rhizopus sp yang
juga disebut stolon menyebar diatas substratnya karena aktivitas dari hifa vegetatif. Rhizopus sp bereproduksi secara aseksual dengan memproduksi banyak
sporangiofor yang bertangkai. Sporangiofor ini tumbuh ke arah atas dan mengandung ratusan spora. Sporagiofor ini biasanya dipisahkan dari hifa lainnya oleh sebuah dinding seperti septa. Salah satu contohnya spesiesnya adalah Rhizopus stonolifer yang biasanya tumbuh pada roti basi
(Postlethwait dan Hopson, 2006).
Saccharomyces sp
Saccharomyces merupakan genus
kemampuan mengubah2. Saccharomyces
merupakan mikroorganisme be
kelomoC dan pH 4,8. Beberapa
kelebihan saccharomyces dalam proses fermentasi yaitu mikroorganisme ini cepat berkembang biak, tahan terhadap kadar alkohol yang tinggi, tahan terhadap suhu yang tinggi, mempunyai sifat stabil dan cepat beradaptasi. Beberapa spesies
Saccharomyces mampu memproduksi ethanol hingga 13.01 %. Hasil ini lebih
bagus dibanding genus lainnya seperti Candida dan Trochosporon. Pertumbuhan
Saccharomyces dipengaruhi oleh adanya penambahan nutrisi yaitu unsur C
sebagai sumber carbon, unsur N yang diperoleh dari penambaha antara 28-30oC. Beberapa spesies yang termasuk dalam genus ini diantaranya
yait
(34)
Trichoderma harzianum
Klasifikasi Trichoderma harzianum menurut Semangun (2000) adalah
sebagai berikut: Kingdom : Fungi, Phylum : Ascomycota, Class : Ascomycetes, Subclass: Hypocremycetidae, Ordo : Hypocreales, Family : Hypcreaceae, Genus:
Trichoderma, Species : T. harzianum, T.pseudokoningnii dan T. Viridae.
richoderma harzianum memiliki peranan yang sangat penting dalam
meningkatkan kualitas suatu bahan pakan. Untuk menurunkan serat kasar penggunaan Trichoderma harzianum akan lebih efektif dibandingkan dengan
Rhizopus sp. Menurut Ginting dan Krisnan (2002) Trichoderma harzianum
mempunyai aktifitas selulolitik lebih tinggi dibandingkan dengan
Trichoderma koningii atau Trichodermaviridae. Fati (1997) melaporkan bahwa
fermentasi dedak padi dengan kapang Trichoderma harzianum mampu
meningkatkan protein dari 8,74% menjadi 14,66% dan menurunkan serat kasar dari 18,90% menjadi 12,81%. Sedangkan Tami et al., (1997) melaporkan bahwa
penggunaan Trichoderma harzianum dalam fermentasi ampas tahu dapat
memperbaiki nilai gizi yang ditandai dengan menurunnya kandungan serat kasar dari 21,67% menjadi 14,24% sedangkan proteinnya meningkat dari 24,48% menjadi 32,65% serta dapat meningkatkan performans ayam pedaging jantan. Fermentasi dengan menggunakan jamur memungkinkan terjadinya perombakan bahan yang sulit dicerna oleh ternak menjadi bahan yang mudah dicerna sehingga nilai manfaatnya meningkat (Winarno, 1980). Fermentasi juga dapat meningkatkan nilai kecernaan, menambah rasa dan aroma, serta meningkatkan kandungan vitamin dan mineral (Kuhad et al., 1997).
(35)
Konsentrat
Pemberian konsentrat terlalu banyak akan meningkatkan konsentrasi energi pakan yang dapat menurunkan tingkat konsumsi sehingga tingkat konsumsi energi sendiri dapat berkurang (Parakkasi, 1995).
Konsentrat adalah pakan ternak yang memiliki nilai protein dan energi yaitu dengan PK 18%. Pada ternak yang digemukkan, semakin banyak konsentrat dalam pakannya akan semakin baik asalkan konsumsi serat kasar tidak kurang dari 15% BK pakan (Siregar, 1994).
Bungkil Inti Sawit (BIS)
Kandungan protein bungkil inti sawit lebih rendah dari bungkil lainnya. Namun demikian masih dapat dijadikan sebagai sumber protein, kandungan asam amino esensialnya cukup lengkap (Lubis, 1993).
Urea
Urea dengan rumus molekul CO (NH2)2 banyak digunakan dalam ransum ternak ruminansia karena mudah diperoleh, harganya murah dan sedikit resiko keracunan yang diakibatkannya dibanding burret. Secara fisik urea berbentuk kristal berwarna putih dan higroskopis (Sodiq dan Abidin, 2002).
Dedak Padi
Padi (Oryza sativa) merupakan sumber bahan makanan yang
menghasilkan beras sebagai bahan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Dalam proses pengadaan beras dari padi dihasilkan dedak padi sebagai hasil sampingan. Dedak padi adalah hasil ikutan pengolahan padi menjadi beras terutama terdiri dari lapisan ari.
(36)
Bungkil Kedelai
Bungkil kedelai adalah kedelai yang sudah diambil minyaknya. Bungkil kedelai merupakan sumber protein paling yang amat bagus sebab keseimbangan asam amino yang terkandung didalamnya cukup lengkap dan tinggi. Bungkil kedelai dibuat melalui beberapa tahapan seperti pengambilan lemak, pemanasan dan penggilingan (Boniran, 1999). Bungkil kedelai yang baik mengandung air tidak lebih dari 12% (Hutagalung, 1990).
Molases
Molases atau tetes tebu adalah hasil sampingan pengolahan tebu menjadi maloases yang bentuk fisiknya berupa cairan kental dan berwarna hitam kecoklatan. Walaupun harganya murah, namun kandungan gizi yang berupa karbohidrat, protein dan mineralnya masih cukup tinggi dan dapat digunakan untuk pakan ternak walaupun sifatnya sebagai pendukung. Disamping harga
murah, kelebihan lain tetes tebu terletak pada aroma dan rasanya (Widayati dan Widalestari, 1996).
Garam
Garam yang dimaksud disini adalah garam dapur (NaCl), dimana selain
berfungsi sebagai mineral juga berfungsi meningkatkan patalibitas (Pardede dan Asmira, 1997)
Mineral
Mineral merupakan salah satu zat yang mempunyai peranan pokok dalam hal pertumbuhan dan reproduksi ternak domba, seperti metabolisme protein, energi serta biosintesa zat-zat pakan esensial (Davendra dan Burns, 1994).
(37)
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian telah berlangsung selama 4 bulan dimulai dari bulan Agustus sampai dengan bulan November 2013.
Bahan dan Alat Penelitian Bahan
Bahan yang digunakan yaitu domba lokal jantan lepas sapih sebanyak 20 ekor dengan rataan bobot badan awal 7,87 ± 2,18 kg. Pakan konsentrat yang terdiri dari bungkil inti sawit, dedak, bungkil kedelai, molases, urea, mineral dan garam. Inokulen cair sebagai fermentator, Trichoderma sebagai fermentator,
kalbazen sebagai obat cacing, anti bloat sebagai obat gembung, injectamin untuk menjaga kesehatan ternak, rodalon untuk desinfektan, dan air minum diberikan secara adlibitum.
Alat
Alat yang digunakan yaitu kandang individual 20 unit dengan ukuran 1 x 0,5 m beserta perlengkapannya, tempat pakan dan minum, timbangan untuk menimbang bobot hidup berkapasitas 50 kg dengan kepekaan 2 kg, timbangan berkapasitas 2 kg dengan kepekaan 10 g untuk menimbang pakan, grinder digunakan untuk menghaluskan bahan pakan konsentrat, choper untuk menchoper bahan pakan, autoklaf untuk mensterilkan bahan dan alat, termometer digunakan
(38)
untuk mengetahui suhu di dalam dan di luar kandang, alat penerangan kandang, alat pembersih kandang dan alat tulis untuk menulis data.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan rangkaian penelitian sebelumnya yang berjudul Pemanfaatan Eceng Gondok Fermentasi Sebagai Pakan Domba Lokal Jantan Lepas Sapih yang menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan dan 4 ulangan. Adapun perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut:
P0: Konsentrat + 100% Rumput
P1: Konsentrat + 40% Rumput + 60% Eceng gondok difermentasi MOL P2: Konsentrat + 40% Rumput + 60% Eceng gondok difermentasi Trichoderma
P3: Konsentrat + 100% Eceng gondok difermentasi MOL P4: Konsentrat + 100% Eceng gondok difermentasi Trichoderma
Setelah penelitian terdahulu, dilanjutkan dengan analisis usaha untuk menganalisis (mengetahui) perlakuan mana yang dapat meningkatkan nilai ekonomis (keuntungan). Untuk itu digunakan metode survey untuk memperoleh harga-harga di pasaran.
Parameter Penelitian Total Biaya Produksi
Total biaya produksi atau total pengeluaran yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk yang diperoleh dengan cara menghitung : biaya pakan, biaya pembelian bibit, biaya obat-obatan, biaya sewa kandang dan peralatan serta biaya tenaga kerja.
(39)
Total Hasil Produksi
Total hasil produksi atau total penerimaan yaitu seluruh produk yang dihasilkan dalam kegiatan ekonomi yang diperoleh dengan cara menghitung harga jual domba dan penjualan kotoran domba.
Analisis Laba/Rugi
Keuntungan (laba) suatu usaha dapat diperoleh dengan cara :
π = TR – TC Dimana :
π = keuntungan TR = total penerimaan TC = total pengeluaran
Benefit Cost Ratio (B/C Ratio)
B/C adalah nilai atau manfaat yang diproleh dari setiap satuan biaya yang dikeluarkan.
B/C Ratio > 1 = efisien B/C Ratio = 1 = impas B/C Ratio < 1 = tidak efisien
Income Over Feed Cost (IOFC)
Income Over Feed Cost (IOFC) diperoleh dengan cara menghitung selisih
(40)
perlakuan (dalam kg hidup) dengan harga jual. Sedangkan biaya pakan adalah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan bobot badan ternak.
IOFC = (Bobot badan akhir domba x harga jual domba/kg) – (total konsumsi pakan x harga pakan perlakuan/kg)
Pelaksanaan Penelitian
1. Dilakukan pengukuran yaitu data rata-rata bobot badan awal domba.
2. Dilakukan survey harga pakan yaitu di pasar, poultry shop dan pabrik pakan yang menyangkut pakan yang digunakan. Setelah dilakukan survey diperoleh harga pakan rata-rata yaitu bungkil kelapa sebesar Rp. 3.500/kg, bungkil inti sawit sebesar Rp. 2.000/kg, bungkil kedelai sebesar Rp. 7.000/kg, dedak padi sebesar Rp. 2.500/kg, molases sebesar Rp. 3.000/kg, urea sebesar Rp. 2.500/kg dan garam sebesar Rp. 1.000/kg.
3. Dilakukan pengukuran yaitu data dari hasil variabel penelitian yang terdiri dari bobot badan awal dan bobot akhir domba, rata-rata konsumsi pakan domba dan rata-rata konversi pakan domba pada setiap level perlakuan pakan. Dilakukan analisis ekonomi pada data-data yang diperoleh untuk mengetahui nilai ekonomis dari keseluruhan usaha ternak domba. Analisa ekonomi yang dilihat adalah analisa laba rugi, analisa B/C ratio, dan analisa IOFC .
(41)
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Total Biaya Produksi
Total biaya produksi adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk yang diperoleh dengan cara menghitung: biaya pakan, biaya pembelian bibit, biaya obat-obatan, biaya sewa kandang dan peralatan serta biaya tenaga kerja.
1.1 Biaya Pakan
Biaya pakan terdiri atas biaya pakan hijauan dan biaya konsentrat. Biaya hijauan yang terdiri dari rumput dan eceng gondok, diperoleh dengan cara mengalikan semua jumlah konsumsi hijauan dengan harga hijauan per kilogram dan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Biaya hijauan domba tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor)
Perl Ulangan Total Rataan
U1 U2 U3 U4
P0 9.730,8 9.011,4 7.289,4 8.142 34.173,6 8.543,4 P1 8.225,48 8.815,61 10.361,2 11.210,5 38.612,8 9.653,21 P2 6.940,67 9.599,85 9.746,22 7.828,35 34.115,1 8.528,77 P3 12.235,1 12.467,8 10.622,6 9.439,79 44.765,4 11.191,3 P4 7.831,67 4.211,52 7.677,67 10.387,7 30.108,5 7.527,14 Total 44.963,7 44.106,2 45.697,2 47.008,3 181.775
Rataan 9.088,77
Biaya konsentrat diperoleh dengan cara mengalikan semua jumlah konsumsi konsentrat dengan harga konsentrat per kilogram dan dapat dilihat pada Tabel 4.
(42)
Tabel 4. Biaya konsentrat domba tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor)
Perl Ulangan Total Rataan
U1 U2 U3 U4
P0 47.854,4 48.107,8 34.724 37.514,8 168.201 42.050,3 P1 40.112,8 38.151,2 38.727 46.069,1 163.060 40.765 P2 32.324,4 48.565,1 51.609,4 40.594,9 173.094 43.273,5 P3 40.933,8 46.520,9 43.091 40.509,5 171.055 42.763,8 P4 39.630,7 19.937,9 32.294,1 49.427,5 141.290 35.322,5 Total 200.856 201.283 200.446 214.116 816.700
Rataan 40.835
Biaya pakan diperoleh dengan cara menjumlahkan biaya hijauan dan biaya konsentrat domba tiap perlakuan ulangan dan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Biaya pakan domba tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor)
Perl Ulangan Total Rataan
U1 U2 U3 U4
P0 57.585,2 57.119,2 42.013,4 45.656,8 202.375 50.593,7 P1 48.338,3 46.966,9 49.088,3 57.279,6 201.673 50.418,3 P2 39.265,1 58.165 61.355,6 48.423,3 207.209 51.802,2 P3 53.168,9 58.988,7 53.713,6 49.949,3 215.821 53.955,1 P4 47.462,3 24.149,5 39.971,8 59.815,1 171.399 42.849,7 Total 245.820 245.389 246.143 261.124 998.476
Rataan 49.923,8
1.2 Biaya Pembelian Bibit
Biaya pembelian bibit yaitu biaya yang dikeluarkan untuk membeli bibit domba sebanyak 20 ekor dengan bobot badan awal domba 168,02 kg dikali dengan harga Rp 40000/kg.
Tabel 6. Biaya pembelian bibit domba tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor)
Perl Ulangan Total Rataan
U1 U2 U3 U4
P0 364.000 414.400 276.400 291.200 1.346.000 336.500 P1 336.000 295.200 308.000 367.200 1.306.400 326.600 P2 264.800 394.800 412.800 340.800 1.413.200 353.300 P3 328.800 360.000 350.400 326.800 1.366.000 341.500 P4 314.400 393.200 262.400 319.200 1.289.200 322.300 Total 1.608.000 1.857.600 1.610.000 1.645.200 6.720.800
(43)
1.3 Biaya Obat-Obatan
Biaya obat-obatan adalah biaya yang diperoleh dari harga obat-obatan yang diberikan selama penelitian. Obat yang diberikan adalah Kalbazen, Anti Bload, dan Injectamin.
Tabel 7. Biaya obat-obatan tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor)
Perl Ulangan Total Rataan
U1 U2 U3 U4
P0 1.150 1.150 1.150 1.150 4.600 1.150
P1 1.150 1.150 1.150 1.150 4.600 1.150
P2 1.150 1.150 1.150 1.150 4.600 1.150
P3 1.150 1.150 1.150 1.150 4.600 1.150
P4 1.150 1.150 1.150 1.150 4.600 1.150
Total 5.750 5.750 5.750 5.750 23.000
Rataan 1.150
1.4 Biaya Sewa Kandang dan Peralatan
Menurut Perda Pelalawan no.6 Tahun 2001, biaya sewa kandang sebesar Rp. 500/ekor/hari. Biaya peralatan diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh
biaya peralatan yang digunakan seperti tempat pakan, tempat minum dan timbangan.
Tabel 8. Biaya sewa kandang dan peralatan tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor)
Perl Ulangan Total Rataan
U1 U2 U3 U4
P0 62.500 62.500 62.500 62.500 250.000 62.500 P1 62.500 62.500 62.500 62.500 250.000 62.500 P2 62.500 62.500 62.500 62.500 250.000 62.500 P3 62.500 62.500 62.500 62.500 250.000 62.500 P4 62.500 62.500 62.500 62.500 250.000 62.500 Total 312.500 312.500 312.500 312.500 1.250.000
(44)
1.5 Biaya Tenaga Kerja
Biaya tenaga kerja diperoleh dari jumlah ternak penelitian dibagi jumlah ternak yang dipelihara secara intensif dikali dengan UMRP Sumatera Utara (Upah Minimum Regional Provinsi). UMRP saat penelitian adalah sebesar Rp 1.600.000/bulan. Satu tenaga kerja dapat menangani 5 ST. Maka biaya yang dikeluarkan untuk memelihara 20 ekor domba adalah Rp 96.000/bulan dan Rp 1.920.000 selama penelitian.
Tabel 9. Biaya tenaga kerja tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor)
Perl Ulangan Total Rataan
U1 U2 U3 U4
P0 96.000 96.000 96.000 96.000 384.000 96.000 P1 96.000 96.000 96.000 96.000 384.000 96.000 P2 96.000 96.000 96.000 96.000 384.000 96.000 P3 96.000 96.000 96.000 96.000 384.000 96.000 P4 96.000 96.000 96.000 96.000 384.000 96.000 Total 480.000 480.000 480.000 480.000 1.920.000
Rataan 96.000
1.6 Total Biaya Produksi
Total seluruh biaya produksi selama penelitian adalah Biaya pakan domba Rp 998.476 Biaya pembelian bibit domba Rp 6.720.800 Biaya Obat-obatan Rp 23.000 Biaya Sewa Kandang dan Peralatan Rp 1.250.000 Biaya tenaga kerja
Total Rp 10.912.276
(45)
Total biaya produksi diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh biaya produksi seperti diatas. Maka biaya produksi tiap perlakuan dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 4. Total biaya produksi tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor)
Pada Gambar 4 diatas dapat dilihat bahwa total biaya produksi pemeliharaan domba jantan selama penelitian menunjukkan perbedaan besar dimana rataan total biaya produksi tertinggi terdapat pada P2 sebesar Rp 564.752 dan yang terendah pada P4 sebesar Rp 524.800. Perbedaan jumlah pengeluaran ini dikarenakan adanya perbedaan jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk pembelian bibit dan pakan sementara biaya obat-obatan sewa kandang peralatan dan tenaga kerja adalah sama. Serta umur domba masih sangat kecil yaitu umur lepas sapih 3 bulan dimana domba belum beradaptasi dengan pakan hijauan. Hal ini seperti dinyatakan oleh Kadarsan (1995) yang menyatakan bahwa biaya adalah nilai dari semua korbanan ekonomis yang diperlukan yang tidak dapat dihindarkan, dan dapat diperkirakan dan dapat diukur untuk menghasilkan suatu
546.744
536.668
564.752
555.105
524.800
500000 510000 520000 530000 540000 550000 560000 570000
(46)
output. Pengeluaran perusahaan adalah semua uang yang dikeluarkan sebagai biaya produksi.
2. Total Hasil Produksi
Total hasil produksi atau total penerimaan yaitu seluruh produk yang dihasilkan dalam kegiatan ekonomi yang diperoleh dengan cara menghitung harga jual domba dan penjualan kotoran domba.
2.1 Hasil penjualan domba
Penjualan domba diperoleh dari harga jual domba hidup perkilogram. Harga pada waktu penjualan yaitu sebesar Rp 40.000/kg dikali dengan bobot badan akhir domba (191,75 kg). Maka harga jual seluruh domba adalah Rp 8.063.200.
Tabel 10. Hasil penjualan domba tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor)
Perl Ulangan Total Rataan
U1 U2 U3 U4
P0 468.400 469.200 353.600 384.400 1.675.600 418.900 P1 408.400 383.600 416.800 462.800 1.671.600 417.900 P2 343.600 493.200 506.800 417.600 1.761.200 440.300 P3 422.400 469.200 439.200 420.400 1.751.200 437.800 P4 408.400 393.200 342.400 506.000 1.650.000 412.500 Total 2.051.200 2.208.400 2.058.800 2.191.200 8.509.600
Rataan 425.480
2.1 Penjualan feses domba
Penjualan feses domba diperoleh dari harga jual feses domba perkilogram
dikali dengan jumlah feses selama penelititan. Harga penjualan yaitu sebesar Rp 500 (feses dalam keadaan basah).
(47)
Tabel 11. Hasil penjualan feses domba tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor)
Perl Ulangan Total Rataan
U1 U2 U3 U4
P0 22.500 22.500 22.500 22.500 90.000 22.500 P1 22.500 22.500 22.500 22.500 90.000 22.500 P2 22.500 22.500 22.500 22.500 90.000 22.500 P3 22.500 22.500 22.500 22.500 90.000 22.500 P4 22.500 22.500 22.500 22.500 90.000 22.500 Total 112.500 112.500 112.500 112.500 450.000
Rataan 22.500
2.3 Total Hasil Produksi
Hasil penjualan domba Rp 8.509.600 Hasil penjualan feses domba
Total Rp 8.959.600
Rp 450.000 +
Total hasil produksi diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh hasil produksi seperti diatas. Maka hasil produksi tiapperlakuan dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 5. Total hasil produksi tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor)
441.400 440.400
462.800
460.300
435.000
420000 425000 430000 435000 440000 445000 450000 455000 460000 465000
(48)
Gambar 5 dapat dilihat bahwa rataan total hasil produksi pemeliharaan domba jantan selama penelitian menunjukkan perbedaaan yang besar dimana rataan hasil produksi tertinggi terdapat pada P2 yaitu sebesar Rp 462.800 dan yang terendah pada P4 yaitu sebesar Rp 435.000. Hal ini terjadi karena terdapat perbedaan bobot badan domba dan disebabkan kualitas pakan yang diberikan selama penelitian sehingga nilai pendapatan dari penjualan domba berbeda pada setiap ulangan. Ini sesuai dengan pernyataan Agus (1990) yang menyatakan bahwa, penerimaan pendapatan berasal dari penjualan barang, begitu juga pendapat dari Kadarsan (1995) yang menyatakan bahwa penerimaan perusahaan bersumber dari pemasaran atau penjualan hasil usaha seperti panen tanaman serta hasil olahannya serta panen dari peternakan serta hasil olahannya.
3. Analisis Laba/Rugi
Analisis ekonomi atau laba rugi dilakukan untuk mengetahui apakah usaha tersebut rugi atau menguntungkan dengan cara menghitung selisih antara total hasil produksi dengan total biaya produksi.
Laba/rugi = total hasil produksi – total biaya produksi Laba/rugi = Rp 10.912.276 – Rp 8.959.600 = - Rp 1.952.676
Gambar 6. Analisis laba/rugi tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor)
Pada Gambar 6 di atas dapat dilihat bahwa analisis laba-rugi setiap perlakuan memberi pengaruh yang berbeda-beda pada setiap total perlakuan.
-105.344 -96.268 -101.952 -94.805 -89.800
P0 P1 P2 P3 P4
-150000 -100000 -50000 0
(49)
Perlakuan P0 mengalami kerugian rata-rata Rp 105.343,65/ekor, pada perlakuan P1 mengalami kerugian rata-rata Rp 96.268,25/ekor, pada perlakuan P2 mengalami kerugian rata-rata Rp 101.952,25/ekor, pada perlakuan P3 mengalami kerugian rata-rata Rp 94.805,14/ekor, dan pada perlakuan P4 mengalami kerugian rata-rata Rp 89.799,68/ekor.
Dari hasil yang diperoleh dapat dilihat kerugian terendah terdapat pada perlakuan P4 (100% Eceng Gondok Fermentasi Trichoderma) yaitu Rp 89.799,68.
Hal ini disebabkan pertambahan bobot badan domba sangat tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini juga disebabkan terdapat perbedaan harga dan kualitas pakan setiap perlakuan. Sehingga total hasil produksi yaitu total penjualan ternak ditambah penjualan feses ternak memiliki nilai yang lebih tinggi dari pada total biaya produksi yaitu biaya pakan, biaya bibit domba, biaya obat-obatan, biaya peralatan dan sewa kandang serta biaya tenaga kerja. Hal ini sesuai dengan Murtidjo (1995) yaitu keuntungan dapat dicapai jika jumlah pendapatan yang diperoleh dari usaha tersebut lebih besar daripada jumlah pengeluarannya. Bila keuntungan dari suatu usaha semakin meningkat, maka secara ekonomis usaha tersebut layak dipertahankan atau ditingkatkan. Untuk memperoleh angka yang pasti mengenai keuntungan atau kerugian, yang harus dilakukan adalah pencatatan biaya. Tujuan pencatatan biaya juga agar peternak atau pengusaha dapat mengadakan evaluasi terhadap bidang usaha.
4. Benefit Cost Ratio (B/C Ratio)
B/C Ratio diperoleh dengan cara membagikan total hasil produksi dengan total biaya produksi atau dituliskan dengan rumus:
(50)
B/C Ratio =
Produksi Biaya
Total
Produksi Hasil
Total
Tabel 12. Benefit cost ratio (B/C ratio) tiap perlakuan ulangan
Perl Ulangan Total Rataan
U1 U2 U3 U4
P0 0.845 0.78 0.79 0.82 3.230 0.807
P1 0.79 0.809 0.85 0.83 3.282 0.821
P2 0.79 0.842 0.84 0.80 3.268 0.817
P3 0.821 0.85 0.82 1 3.316 0.829
P4 0.826 0.72 0.79 0.98 3.318 0.829
Total 4.07 4.00 4.08 4.26 16.41
Rataan 0.821
Pada tabel dapat dilihat bahwa B/C Ratio yang diperoleh tidak efisien karena tiap perlakuan rata-rata kurang dari 1. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soekartawi (1995) yang menyatakan suatu usaha dikatakan memberikan manfaat bila nilai B/C Ratio > 1. Semakin besar nilai B/C Ratio maka semakin efisien usaha tersebut dan sebaliknya semakin kecil nilai B/C Rationya, maka semakin tidak efisien usaha tersebut.
5. Income over feed cost (IOFC)
IOFC didapat dengan cara menghitung nilai usaha peternakan yang didapat dari berat badan ternak (Bobot akhir-Bobot awal) dikali harga ternak/kg dikurangi dengan biaya pakan (total konsumsi dikali harga pakan perlakuan) dapat dilihat pada gambarberikut.
(51)
31806,3
40811,7
35197,8
42344,9
48650,3
0 10000 20000 30000 40000 50000 60000
P0 P1 P2 P3 P4
Gambar7. Income over feed cost (IOFC) tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor)
IOFC tertinggi terdapat pada perlakuan P4 yaitu rata-rata sebesar Rp 48.650,3/ekor hal ini dikarenakan bobot badan domba yang tinggi dikalikan
harga jual per kilogram domba sehingga pendapatan penjualan domba lebih tinggi dari pada total biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi domba tersebut dan juga dipengaruhi oleh tingkat konsumsi domba tersebut yang tinggi diikuti pertambahan bobot badan yang tinggi.
IOFC terendah terdapat pada perlakuan P0 yaitu rata-rata sebesar Rp 31.806,3/ekor hal ini negatif dikarenakan bobot badan akhir domba sangat rendah dari perlakuan yang lain sehingga menyebabkan harga jual domba lebih rendah dengan perlakuan yang lain. Hal inilah yang menyebabkan IOFC pada perlakuan P0 paling rendah dibandingkan dengan perlakuan lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan Prawirokusumo (1990) bahwa IOFC merupakan barometer untuk melihat seberapa besar biaya pakan yang merupakan biaya terbesar dalam usaha penggemukan ternak. IOFC diperoleh dengan menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dikurangi biaya pakan.Pendapatan merupakan
(52)
perkalian antara produksi peternakan atau pertambahan bobot badan akibat perlakuan dengan harga jual ternak.
6. Rekapitulasi Hasil Penelitian
Berdasarkan data diatas maka dapat dilihat rekapitulasi hasil penelitian seperti pada gambarberikut.
Gambar8. Rekapitulasi hasil penelitian
Dari gambar rekapitulasi hasil penelitian diatas dapat dilihat perbedaan hasil dari tiap perlakuan. Pada perlakuan P0,P1,P2, P3 dan P4 menunjukan total hasil produksi yang berbeda-beda yaitu : Rp 441.400, Rp 440.400, Rp 462.800, Rp 460.300dan Rp 435.000, total hasil produksi yang tertinggi adalah perlakuan P2. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan biaya produksi. Kerugian yang terendah adalah perlakuan P4 yaitu sebesar -Rp 89.799,68 dari perlakuan P0, P1, P2, dan P3, hal ini disebabkan oleh efisiensi biaya produksi, termasuk biaya pakan sehingga mempengaruhi total hasil produksi.
546.743,65 536.668,25 564.752,25 555.105,14 524.799,68
441.400 440.400 462.800 460.300 435.000
-105.343,65 -96.268,25 -101.952,25 -94.805,14 -89.799,68 31.806,35 40.881,75 35.197,75 42.344,86 48.650,32
-200000,00 -100000,00 0,00 100000,00 200000,00 300000,00 400000,00 500000,00 600000,00
P0 P1 P2 P3 P4
(53)
Untuk mengetahui efisiensi penggunaan pakan secara ekonomis, sellain memperhitungkan bobot badan yang dihasilkan dan efisiensi pakan. Income over
feed cost (IOFC) adalah salah satu cara untuk mengetahui efisiensi biaya yang
diperoleh dari hasil penjualan produksi dikurangi biaya pakan. Maka IOFC pada penelitian diperoleh biaya tertinggi pada P4 sebesar Rp 48.650,3 dan biaya terendah adalah P0 sebesar Rp 31.806,3. Hal ini disebabkan karena perbedaan biaya pakan pada perlakuan yang tidak sama sehingga nilai IOFC tiap perlakuan berbeda.
B/C ratio merupakan perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya. B/C ratio, nilai tertinggi diperoleh pada P3 dan P4 sebesar 0,829 dan nilai terendah diperoleh pada P0 sebesar 0,807. Suatu usaha dikatakan memberikan manfaat bila nilai B/C Ratio > 1. Semakin besar nilai B/C Ratio maka semakin efisien usaha tersebut dan sebaliknya semakin kecil nilai B/C Rationya maka semakin tidak efisien usaha tersebut (Soekartawi 1995). Maka penggunaan eceng gondok fermentasi sebagai pakan dari segi analisis usaha beternak domba tidak layak digunakan.
(54)
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pemanfaatan enceng gondok fermentasi tidak dapat meningkatkan keuntungan penggemukan ternak domba lokal jantan lepas sapih..
Saran
Dari hasil penelitian disarankan memakai ternak domba berumur 5-6 bulan untuk mendapatkan nilai ekonomis lebih tinggi pada penelitian selanjutnya.
(55)
DAFTAR PUSTAKA
Agus. 1990. Analisis Peluang Pokok. UGM Press.Yogyakarta.
Anggorodi, R. 1984. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta.
Ansori, R. 1992. Teknologi Fermentasi. Arcan, Kerjasama Dengan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Antono, A. 2006. Keputusan Menteri Pertanian Tentang Pembibitan dan Pembudidayaan Ternak. Ditjennak.go.id/regulasi%2006.pdf
Aziz, 2009. Ternak dan Upaya Pengamanannya. Lokakarya Obat Hewan dan Munas 111 ASOHL, Jakarta.
Boniran, S, 1999. Kualitas Kontrol Untuk Bahan Baku dan Produk Akhir Pakan Ternak. Kumpulan Makanan Quality Management Workshop.
Cahyono, 2002. Wortel Teknik Budi Daya Analisis Usaha Tani. Kanisius, Yogyakarta.
Cyrilla, L. dan A. Ismail. 1988. Usaha Peternakan. Diktat Kuliah. Jurusan Sosial Ekonomi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Davendra, C dan M. Burns. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Institut Teknologi Bandung dan Universitas Udayana Bali.
Dodiandri. 1997. Pengaruh Penggantian Sebagian Ransum Basal Dengan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) Atau Azolla (Azolla pinnata) Terhadap Daya Cerna Serat Kasar Dan Energi Termetabolisme Pada Ternak Itik Jantan Mojosari. Fakultas Peternakan. Universitas Andalas, Padang.
Enari, T. M. 1983. Microbial Analys. W. M. Fogarty. Microbial Enzymes and Biotechnology. Applied Science Publisher. New York.
Fati, N. 1997.Pengaruh Penggunaan Dedak Padi yang Difermentasi Dengan Galur
Trichoderma Terseleksi Terhadap Perfomans Ayam Broiler. Program Pascasarjana Universitas Andalas. Padang.
Fuskhah, E. 2000. Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) Sebagai Alternatif Sumber Bahan Pakan, Industri Dan Kerajinan. Universitas Semarang, Semarang.
(56)
Ginting, S. P. dan R, Krisnan. 2002. Petunjuk Teknis Teknologi Pemanfaatan Pakan Berbahan Limbah Hortikultura Untuk Ternak Kambing. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Loka Penelitian Kambing Potong. Sumatra Utara.
Hansen dan Mowen. 2001. Manajemen Biaya. Salemba Empat Patria, Jakarta. Haryanto, B dan J. Andi. 1993. Pemenuhan Kebutuhan Zat-zat Pakan Ruminansia
Kecil. Balai Produksi Kambing dan Domba di Indonesia, editor: Monica W., dkk., Solo: Sebelas Maret University Press. Surabaya.
Hermanto, F. 1996. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya, Jakarta.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid II. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Bogor.
http:// id. Wikipedia.org, 2014.
http://pekanbaru.bpk.go.id/wp-content/uploads/2009/08/perda-pelalawan-no-6-tahun-2001.pdf
Hutagalung, R. I. 1990. Defenisi dan Standar Bahan Baku Pakan. Kumpulan Makalah Feed Management Workshop. American Soybean. Association dan Balai Penelitian Ternak.
Jumingan. 2006. Analisis Laporan Keuangan. PT Bumiaksara. Jakarta.
Kadariah. 1987. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penelitian Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
Kadarsan, H. 1995. Keuangan Pertanian dan Pembiayaan Perusahaan Agribisnis Cetakan Kedua. PT Gramedia Jakarta.
Kasmir. 2008. Analisis Laporan Keuangan. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Kasmir dan Jakfar. 2005. Studi Kelayakan Bisnis. Kencana Prenada Media Group,
Jakarta.
Kartadisastra, H. R. 1997. Penyediaan dan Pengelolaan Pakan Ternak Ruminansia. Kanisius, Yogyakarta.
Kotler, P. 1994. Manajemen Pemasaran; Analisis Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian. Edisi Keenam. Jilid 2. Erlangga, Jakarta.
(57)
Kuhad, R. C., A. Singh, K. K. Triphati, R. K. Saxena, dan K. Eriksson. 1997. Mikroorganisms as Alternative Source Prorein. Nutr. Rev 55, 65-75.
Lubis, D. A. 1993. Ilmu Makanan Ternak. PT. Pembangunan, Jakarta.
Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak. 2000. Progarm Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan. 2003. Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. IPB, Bogor.
Laboratorium Ilmu Nutrisi Makanan Ternak. 2005. Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Laboratorium Lokal Penelitian Kambing Potong. 2009, Sei Putih.
Muchtadi, D., S. P. Nur Heni, dan M. Astawan. 1992. Enzim Dalam Industri Pangan. Depdikbud. Dirjen Dikti, PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor. Murtidjo, B. A., 1992. Memelihara Domba. Kanisius, Yogyakarta.
_____________, 1993. Memelihara Domba. Kanisius, Yogyakarta. _____________, 1995. Memelihara Domba. Kanisius, Yogyakarta. Nitisemito, A. S. 1994. Marketing. Ghalia, Jakarta.
N.R.C. 1998. Nutrient Requirements of Swine. Nutrient Requirments of Domestic Animal, Tenth Revised Edition. National Academy Press. Washingthon DC.
Parakkasi, A., 1995. Ilmu Nutrisi Makanan Ternak Ruminansia. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Pardede, S. I dan S. Asmira, 1997. Pengolahan Produk Sampingan Industri Pertanian Menjadi Permen Jilat Untuk Kambing Yang Dipelihara Secara Tradisional. Karya Tulis Ilmiah Bidang Studi Peternakan Universitas Andalas. Padang.
Postlethwait dan Hopson. 2006. Modern Biology. Holt, Rinehart dan Winston. Texas.
(58)
Raharjo, 1994. Kemampuan produksi dan reproduksi domba jantan di Balitnak Ciawi, Bogor. Pros. Sem. Hasil Penelitian Pascapanen Pertanian II. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. pp. 163−168.
Rahmawati, D., T. Sutardi dan L. A. Aboenawan. 2000. Evaluasi in vitro
Penggunaan Enceng Gondok Dalam Ransum Ruminansia. J. IPTEK Peternakan. 23(1):1-31
Santoso, 2009. Pengantar Akuntansi. BPFE UGM. Yogyakarta.
Saraswati, E., E. Santoso dan E. Yuniarti. 2010. Organisme Perombak Bahan Organik.[Diakses 15 Mei 2013].
Semangun H. 2000. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada Univ Press. 808p
Siregar, S. B. 1994. Sapi Perah, Jenis, Teknik Pemeliharaan dan Analisa Usaha. Penebar Swadaya, Jakarta.
___________. 2007. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya, Jakarta.
Smith, J. E. 1990. Prinsip Bioteknologi. PT. Gramedia, Jakarta. Institut National De La Recherche Agronomique. INRA, Paris.
Sodiq, A. dan Z. Abidin, 2002. Penggemukan Domba. Angromedia Pustaka, Jakarta.
Soeharto, I. 2002. Study Kelayakan Proyek Industry. Erlangga, Jakarta. Soekartawi, A. 1994. Analisa Cobb - Douglas. UI-Press, Jakarta.
___________. 1995. Dasar Penyusunan Evaluasi Proyek. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Subagyo, J. P., 2006. Metode penelitian dalam teknik dan praktek. PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Sudarmono, A.S. dan Y.B. Sugeng. 2003. Beternak Domba. Penebar Swadaya, Jakarta.
Soeharto, I. 2002. Study Kelayakan Proyek Industry. Erlangga, Jakarta.
Suharno, B dan Nazaruddin, 1994. Ternak Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta. Sumoprastowo, R.M. 1993. Beternak Kambing yang Berhasil. Penerbit Bhratama.
Jakarta.
(59)
Sutarno, H., M. A, Rifai dan S Danimihardja.1994. Menyiasati Lahan dan Iklim dalam Pengusahaan Pertumbuhan Jenis-jenis Tanaman Terpilih, Yayasan Prosea Bogor.
Takakura Method. 2009. Guidelines Training On Compost:. Compost Centre Sumatera Utara University Campus, Medan.
Tami, D., S, A. Latief dan J. Rahman. 1997. Penggunaan Trichoderma harzianum
Dalam Fermentasi Ampas Tahu dan Pemanfaatannya Dalam Ransum Ayam Pedaging. Proseding Seminar Ilmu-Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, IPB Bogor.
Tillman, A.D, H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumodan S. Lebdosoekojo., 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Tomaszewska, M. W., I. M. Mastika., A. Djajanegara., S. Gardiner dan T. R. Wiradarya., 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas Maret, Surabaya.
Widayati, E dan Y. Widalestari. 1996. Limbah Untuk Pakan Ternak. Trubus Agrisorana, Surabaya.
Winarno, F.G. 1980. Bahan Pangan Terfermentasi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan. IPB, Bogor.
Winarno F. G. Fardiaz. S. 1979. Biofermentasi dan Biosintesa Protein. Angkasa. Bandung.
Wahyuni, T.H. 2008. Buku Ajar Bahan Pakan Ternak. Universitas Sumatera Utara, Medan.
(60)
LAMPIRAN
Lampiran 1. Susunan bahan pakan
Harga 1 kg eceng gondok segar = Rp 200 Harga Inokulen cair = Rp 12.947
Harga Trichoderma harzianum = Rp 35.000 /kilogram
Harga P0 (rumput) = Rp 300
P1 (40% rumput + 60% Eceng gongok fermentasi MOL) = Rp 395
P2 (40% rumput + 60% Eceng gongok fermentasi Trichoderma) = Rp 351 P3 (100% Eceng gondok fermentasi MOL) = Rp 459
P4 (100% Eceng gondok fermentasi Trichoderma) = Rp 385
Lampiran 2. BB awal
bahan harga PK EM SK LK Ca P TDN
BIS 740 5.698 1039.7 6.253 0.888 0.2072 0.3108 29.97 Dedak 325 3 407.5 3.25 0.125 0.025 0.375 16.75 B. Kedelai 840 5.04 268.8 1.848 0.18 0.0384 0.078 9
Urea 75 0.03 0 0 0 0 0 1.62
Molases 120 0.204 139.8 0.0228 0.0048 0.09 0.0012 4.86
Mineral 160 0 0 0 0 1 0.5 0
Garam 40 0 0 0 0 0.76 0.1 0
B. Kelapa 455 2.21 200.2 1.95 0.234 0.026 0.0078 0 total 2755 16.182 2056 13.3238 1.4318 2.1466 1.3728 62.2
Perlakuan U1 U2 U3 U4 total
P0 9.1 10.36 6.91 7.28 33.65
P1 8.4 7.38 7.7 9.18 32.66
P2 6.62 9.87 10.32 8.52 35.33
P3 8.22 9 8.76 8.17 34.15
P4 7.86 9.7 6.56 7.98 32.1
(1)
Raharjo, 1994. Kemampuan produksi dan reproduksi domba jantan di Balitnak Ciawi, Bogor. Pros. Sem. Hasil Penelitian Pascapanen Pertanian II. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. pp. 163−168.
Rahmawati, D., T. Sutardi dan L. A. Aboenawan. 2000. Evaluasi in vitro Penggunaan Enceng Gondok Dalam Ransum Ruminansia. J. IPTEK Peternakan. 23(1):1-31
Santoso, 2009. Pengantar Akuntansi. BPFE UGM. Yogyakarta.
Saraswati, E., E. Santoso dan E. Yuniarti. 2010. Organisme Perombak Bahan Organik.[Diakses 15 Mei 2013].
Semangun H. 2000. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada Univ Press. 808p
Siregar, S. B. 1994. Sapi Perah, Jenis, Teknik Pemeliharaan dan Analisa Usaha. Penebar Swadaya, Jakarta.
___________. 2007. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya, Jakarta.
Smith, J. E. 1990. Prinsip Bioteknologi. PT. Gramedia, Jakarta. Institut National De La Recherche Agronomique. INRA, Paris.
Sodiq, A. dan Z. Abidin, 2002. Penggemukan Domba. Angromedia Pustaka, Jakarta.
Soeharto, I. 2002. Study Kelayakan Proyek Industry. Erlangga, Jakarta. Soekartawi, A. 1994. Analisa Cobb - Douglas. UI-Press, Jakarta.
___________. 1995. Dasar Penyusunan Evaluasi Proyek. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Subagyo, J. P., 2006. Metode penelitian dalam teknik dan praktek. PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Sudarmono, A.S. dan Y.B. Sugeng. 2003. Beternak Domba. Penebar Swadaya, Jakarta.
Soeharto, I. 2002. Study Kelayakan Proyek Industry. Erlangga, Jakarta.
Suharno, B dan Nazaruddin, 1994. Ternak Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta. Sumoprastowo, R.M. 1993. Beternak Kambing yang Berhasil. Penerbit Bhratama.
Jakarta.
(2)
Sutarno, H., M. A, Rifai dan S Danimihardja.1994. Menyiasati Lahan dan Iklim dalam Pengusahaan Pertumbuhan Jenis-jenis Tanaman Terpilih, Yayasan Prosea Bogor.
Takakura Method. 2009. Guidelines Training On Compost:. Compost Centre Sumatera Utara University Campus, Medan.
Tami, D., S, A. Latief dan J. Rahman. 1997. Penggunaan Trichoderma harzianum Dalam Fermentasi Ampas Tahu dan Pemanfaatannya Dalam Ransum Ayam Pedaging. Proseding Seminar Ilmu-Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, IPB Bogor.
Tillman, A.D, H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumodan S. Lebdosoekojo., 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Tomaszewska, M. W., I. M. Mastika., A. Djajanegara., S. Gardiner dan T. R. Wiradarya., 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas Maret, Surabaya.
Widayati, E dan Y. Widalestari. 1996. Limbah Untuk Pakan Ternak. Trubus Agrisorana, Surabaya.
Winarno, F.G. 1980. Bahan Pangan Terfermentasi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan. IPB, Bogor.
Winarno F. G. Fardiaz. S. 1979. Biofermentasi dan Biosintesa Protein. Angkasa. Bandung.
Wahyuni, T.H. 2008. Buku Ajar Bahan Pakan Ternak. Universitas Sumatera Utara, Medan.
(3)
LAMPIRAN
Lampiran 1. Susunan bahan pakan
Harga 1 kg eceng gondok segar = Rp 200 Harga Inokulen cair = Rp 12.947
Harga Trichoderma harzianum = Rp 35.000 /kilogram Harga P0 (rumput) = Rp 300
P1 (40% rumput + 60% Eceng gongok fermentasi MOL) = Rp 395
P2 (40% rumput + 60% Eceng gongok fermentasi Trichoderma) = Rp 351 P3 (100% Eceng gondok fermentasi MOL) = Rp 459
P4 (100% Eceng gondok fermentasi Trichoderma) = Rp 385 Lampiran 2. BB awal
bahan harga PK EM SK LK Ca P TDN
BIS 740 5.698 1039.7 6.253 0.888 0.2072 0.3108 29.97 Dedak 325 3 407.5 3.25 0.125 0.025 0.375 16.75 B. Kedelai 840 5.04 268.8 1.848 0.18 0.0384 0.078 9
Urea 75 0.03 0 0 0 0 0 1.62
Molases 120 0.204 139.8 0.0228 0.0048 0.09 0.0012 4.86
Mineral 160 0 0 0 0 1 0.5 0
Garam 40 0 0 0 0 0.76 0.1 0
B. Kelapa 455 2.21 200.2 1.95 0.234 0.026 0.0078 0 total 2755 16.182 2056 13.3238 1.4318 2.1466 1.3728 62.2
Perlakuan U1 U2 U3 U4 total
P0 9.1 10.36 6.91 7.28 33.65
P1 8.4 7.38 7.7 9.18 32.66
P2 6.62 9.87 10.32 8.52 35.33
P3 8.22 9 8.76 8.17 34.15
P4 7.86 9.7 6.56 7.98 32.1
(4)
Lampiran 3. BB akhir
Perl U1 U2 U3 U4 total
P0 11.71 11.73 8.84 9.61 41.89
P1 10.21 9.59 10.42 11.57 41.79
P2 8.59 12.33 12.67 10.44 44.03
P3 10.56 11.73 10.98 10.51 43.78
P4 10.21 9.83 8.56 12.65 41.25
total 51.28 55.21 51.47 54.78 212.74
Lampiran 4. Total biaya produksi
Perl Ulangan Total Rataan
U1 U2 U3 U4
P0 581235 631169 478063 496507 2186975 546744 P1 543988 501817 516738 584130 2146673 536668 P2 463715 612615 633806 548873 2259009 564752 P3 541619 578639 563764 536399 2220421 555105 P4 521512 576999 462022 538665 2099199 524800 Total 2652070 2901239 2654393 2704574 10912276
Rataan 545614
Lampiran 4. Total hasil produksi
Perl Ulangan Total Rataan
U1 U2 U3 U4
P0 490900 491700 376100 406900 1765600 441400 P1 430900 406100 439300 485300 1761600 440400 P2 366100 515700 529300 440100 1851200 462800 P3 444900 491700 461700 442900 1841200 460300 P4 430900 415700 364900 528500 1740000 435000 Total 2163700 2320900 2171300 2303700 8959600
(5)
Lampiran 5. Analisis laba/rugi
Perl Ulangan Total Rataan
U1 U2 U3 U4
P0 -90335 -139469 -101963 -89607 -421375 -105343.7 P1 -113088 -95717 -77438 -98830 -385073 -96268.25 P2 -97615 -96915 -104506 -108773 -407809 -101952.2 P3 -96719 -86939 -102064 -93499 -379221 -94805.14 P4 -90612 -161299 -97122 -10165 -359199 -89799.68 Total -488370 -580339 -483093 -400874 -1952676
Rataan -97633.79
Lampiran 6. B/C Ratio
Perl Ulangan Total Rataan
U1 U2 U3 U4
P0 0.845 0.78 0.79 0.82 3.230 0.807
P1 0.79 0.809 0.85 0.83 3.282 0.821
P2 0.79 0.842 0.84 0.80 3.268 0.817
P3 0.821 0.85 0.82 1 3.316 0.829
P4 0.826 0.72 0.79 0.98 3.318 0.829
Total 4.07 4.00 4.08 4.26 16.41
Rataan 0.821
Lampiran 7. Income Feed Over Cost (IOFC)
Perl Ulangan Total Rataan
U1 U2 U3 U4
P0 46814.9 -2319.2 35186.6 47543.2 127225 31806.3 P1 24061.7 41433.2 59711.7 38320.4 163527 40881.7 P2 39534.9 40235 32644.4 28376.7 140791 35197.8 P3 40431.1 50211.3 35086.4 43650.7 169379 42344.9 P4 46537.7 -18949 40028.2 126985 194601 48650.3 Total 197380 110611 202657 284876 795524
(6)
Lampiran 8. Rekapitulasi hasil penelitian
Perl
Parameter penelitian Total Biaya
Produksi (Rp)
Total Hasil Produksi
(Rp)
Laba (Rp/ekor)
IOFC (Rp/ekor)
B/C Ratio
(%) P0 546.744 441400 -105.344 31806.3 0.807
P1 536.668 440400 -96.268 40881.7 0.821
P2 564.752 462800 -101.952 35197.8 0.817
P3 555.105 460300 -94.805 42344.9 0.829