Penyelesaian Sengketa Ekonomi Internasional (1)

  Penyelesaian Sengketa Ekonomi Internasional (1) By Hanif Nur Widhiyanti, SH.,

  

Pendahuluan

  • Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa- sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai  he Hague

  

Peace Conference pada tahun 1899 dan 1907The Convention on

the Pasifc Settlement on International Disputes 1907.

  • terdapat beberapa prinsip penyelesaikan sengketa internasional, antara lain:

  1. Prinsip itikad baik (good faith)

  2. Prinsip larangan penggunaan kekerasan dalam penyelesaian sengketa

  3. Prinsip kebebasan memilih cara-cara penyelesaian sengketa

  4. Prinsip kebebasan memilih hukum yang akan diterapkan untuk menyelesaikan pokok/obyek sengketa

  5. Prinsip kesepakatan para pihak yang bersengketa (consensus)

  6. Prinsip exhausion of local remedies

  

7. Prinsip-prinsip hukum internasional tentang kedaulatan, kemerdekaan dan

integritas wilayah negara.

  Penyelesaian Sengketa Ekonomi

Internasional

  • Penyelesaian sengketa dalam bidang ekonomi internasional  sepenuhnya berada ditangan dan berdasarkan kesepakatan para pihak.
  • • Pasal 33 ayat (1) Piagam PBB : “the parties to any dispute... shall... seek

  a solution by negotiation, inquiry, mediation, conciliation, arbitration,

judicial settlement resorting to regional agencies or arrangements, or

othe peaceful means of their own choice.” 

  •  berdasarkan pasal 33 ayat (1)  berikut kategori beberapa metode penyelesaian sengketa :

  1. Negosiasi

  2. Penyelidikan

  3. Mediasi

  4. Konsiliasi

  5. Arbitrase

  6. Pengadilan

  7. Badan-badan regional

  8. Cara damai lainnya

  Cara

Cara Penyelesaian Penyelesaian Sengketa Sengketa secara secara Hukum Diplomatik

  Negosiasi dan Arbitrase

  • Konsultasi Pengadilan • Penyelidikan Internasional • (fact fnding Pengadilan
  • atau iquiry)

  Permanen Jasa-jasa Baik

  • Pengadilan Ad • Mediasi dan Hoc • Konsiliasi

Negosiasi

  perundingan yang diadakan secara langsung antara para

  • pihak dengan tujuan untuk mencari penyelesaian melalui dialog tanpa melibatkan pihak ketiga Negosiasi dalam pelaksanaannya memiliki 2 bentuk cara :
  • Negosiasi bilateral
  • Negosiasi multilateral
  • Kelemahan •

  Manakala para pihak berkedudukan tidak seimbang, satu

  • pihak berkedudukan kuat dan pihak yang lain lemah  salah satu pihak kuat berada dalam posisi untuk menekan pihak lainnya. proses berlangsungnya negosiasi acapkali lambat dan
  • memakan waktu lama  sulitnya permasalahan- permasalahan yang timbul di antara negara-negara

Konsultasi fungsi utama  untuk mencegah timbulnya suatu sengketa

  • Berbagai perjanjian internasional bidang hukum ekonomi
  • internasional  menggunakan cara konsultasi sebagai pangkal

Fact Finding atau Iquiry

  metode penyelesaian sengketa yang digunakan

  • dengan cara mendirikan sebuah komisi atau badan untuk mencari dan mendengarkan semua bukti-bukti yang bersifat internasional, yang relevan dengan permasalahan. Dengan dasar bukti-bukti dan permasalahan yang
  • timbul, badan ini akan dapat mengeluarkan sebuah fakta yang disertai dengan penyelesaiannya. Tujuan utama  memberikan laporan kepada para
  • pihak mengenai fakta yang ada, Beberapa tujuan lain :
  • Membentuk suatu dasar penyelesaikan sengketa
  • antar dua negara; Mengawasi pelaksanaan suatu perjanjian
  • internasional;

Jasa-jasa Baik

  

suatu cara penyelesaian sengketa melalui bantuan

  • pihak ketiga. Pihak ketiga ini akan berupaya agar para pihak yang
  • bersengketa dapat menyelesaikan sengketanya melalui negosiasi. Syarat mutlak dalam penyelesaian sengketa ini
  • adalah kesepakatan para pihak yang dapat menjadi

    pihak ketiga adalah terbatas kepada negara dan organisasi internasional saja.

    Fungsi utama  mempertemukan para pihak agar

  • mereka mau bertemu, duduk bersama dan bernegosiasi atau yang dikenal dengan fasilitator. Keikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian
  • >sengketa dapat bersumber dari :

Mediasi

  suatu cara penyelesaian sengketa melalui pihak ketiga, yang

  • dapat berupa negara, organisasi internasional maupun individu, dan pihak ketiga ini dinamakan mediator Fungsi utamanya  mencari solusi (penyelesaian)
  • mengidentifkasi, hal-hal yang dapat disepakati para pihak serta membuat usulan-usulan yang dapat mengakhiri sengketa, bersifat informal dan aktif. Para pihak bebas untuk menentukan prosedur, yang terpenting
  • adalah kesepakatan para pihak, mulai dari proses pemilihan mediator, cara mediasi, diterima atau tidaknya usulan-usulan yang diberikan oleh mediator, sampai berakhirnya tugas mediator

Konsiliasi

  cara penyelesaian sengekata yang sifatnya lebih formal

  • suatu cara penyelesaian sengeketa oleh pihak ketiga atau
  • suatu komisi konsiliasi yang dibentuk oleh para pihak. Komisi tersebut ada yang sudah terlembaga namun ada juga
  • >yang bersifat ad-hoc. Fungsi  untuk menetapkan persyaratan-persyaratan

Arbitrase

  

Penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak ketiga

  • yang netral nserta putusan yang dkeluarkan bersifat fnal

    and binding.

    Arbitrase bisa mendasarkan keputusannya pada ketentuan

  • hukum atau juga mendasarkan pada kepantasan dan kebaikan. Pihak yang diberi kepercayaan untuk menyelenggarakan ini
  • disebut arbitator, yang bisa dibentuk berdasarkan persetujuan khusus dari pihak-pihak yang bersengketa atau melalui perjanjian arbitrase yang ada. Penyerahan suatu sengketa kepada arbitrase dapat
  • dilakukan melalui :

  Clausul compromisse, pembuatan klausula aribitrase

  • dalam suatu perjanjian sebelum sengketa itu lahir;

  Akta compromise, penyerahan kepada arbitrase setelah

  • sengketa itu lahir.

  Putusan arbitrase bersifat mengikat dan fnal, artinya upaya

Pengadilan Internasional Pengadilan Permanen

  • penyerahan sengketa ekonomi
  • internasional kepada pengadilan internasional permanen kurang begitu diminati oleh negara-negara.

Pengadilan Ad Hoc

  • Dibandingkan dengan pengadilan
  • permanen, pengadilan ad hoc atau khusus ini lebih populer, terutama dalam kerangka suatu organisasi ekonomi internasional. Badan pengadilan ini berfungsi cukup
  • penting dalam menyelesaikan sengketa-

  

REFERENSI

  • • Huala Adolf, Hukum Penyelesain Sengketa

  Internasional, Sinar Grafka, Bandung, 2004.

  • J.G Merrills, Penyelesaian Sengketa

  Internasional, Terjemahan Achmad Fauzan, Trasito, Bandung.

  • • J.G Starke, Pengantar Hukum Internasional

  2 (Inroduction to International Law), Terjemahaan dari Bambang Iriana

Djajaatmadja, Sinar Grafka, Jakarta, 1989

  Penyelesaian Sengketa Ekonomi Internasional (2)

By Hanif Nur Widhiyanti, SH.,

  

Tuduhan Praktek Dumping

oleh Korea Selatan terhadap Indonesia

mengenai Praktek Dumping Produk Kertas

  Dumping Agreement) atau Agreement on the Implementation of

Article VI of GATT 1994  pada tindakan  tentang tindakan yang

boleh dan tidak boleh dilakukan oleh negara untuk mengatasi dumping

  Pendahuluan

  • Praktek anti-dumping adalah salah satu isu penting dalam

    menjalankan perdagangan internasional agar terciptanya fair trade.

  • Dumping adl jika sebuah perusahaan menjual produknya di negara lain lebih murah dari harga normal pasar dalam negerinya, maka hal ini disebut dumping terhadap produk tersebut.
  • Persetujuan ini dikenal dengan Persetujuan Anti-Dumping (Anti-

  Dalam persetujuan ini pemerintah diperbolehkan untuk mengambil tindakan sebagai reaksi terhadap dumping jika benar – benar terbukti terjadi kerugian (material injury) terhadap industri domestik. U

ntuk melakukan hal ini, pemerintah harus dapat membuktikan terjadinya

dumping dengan memperhitungkan tingkat dumping, yaitu

membandingkannya terhadap tingkat harga ekspor suatu produk dengan

  Fakta – Fakta Hukum

  • Para Pihak

  Penggugat : Indonesia Tergugat : Korea Selatan

  •  Objek Sengketa Produk kertas Indonesia yang dikenai tuduhan dumping mencakup 16 jenis produk, tergolong dalam kelompok

  uncoated paper and paper board used for writing, printing, or other graphic purpose serta carbon paper, self copy paper and other copying

  • Kronologis Kasus

  Korea Selatan mengajukan petisi anti-dumping terhadap produk kertas Indonesia kepada Korean Trade Commission (KTC) pada 30 September 2002.  Perusahaan yang dikenakan tuduhan dumping adalah PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk, PT. Pindo Deli Pulp & Mills, PT. Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk dan April Pine Paper Trading Pte Ltd.

  Pada Mei 2003 Korea Selatan memberlakukan BM (bea masuk) anti dumping atas produk kertas Indonesia, namun pada November 2003 mereka menurunkan BM anti dumping terhadap produk kertas Indonesia ke Korsel, tepatnya pada 9 Mei 2003 KTC mengenai Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) sementara dengan besaran untuk PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk sebesar 51,61 persen, PT Pindo Deli 11,65 persen, PT Indah

  Kemudian Pada 7 November 2003, KPC menurunkan BMAD untuk PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk, PT Pindo Deli dan PT Indah Kiat

masing-masing sebesar 8,22 persen, serta untuk

April Pine dan lainnya 2,8 persen.  Pada 4 Juli 2004, Indonesia dan Korea Selatan mengadakan konsultasi bilateral akan tetapi tidak mencapai kesepakatan.

  27 September 2004, Disputes Settlement Body WTO membentuk Panel. Pihak yang berpartisipasi diantaranya Amerika Serikat, Eropa, Jepang, China dan Kanada.

  1-2 Februari 2005, diselenggarakan Sidang Panel kesatu

  • Gugatan Indonesia

  Korea Selatan melanggar beberapa pasal dalam perjanjian   WTO, antara lain :

  Pasal VI GATT 1994, inter alia, Pasal VI : 1, VI : 2 dan VI : 6; Pasal 1, 2.1, 2.2, 2.2.1.1, 2.2.2, 2.4, 2.6, 3.1, 3.2, 3.4, 3.5, 4.1(i), 5.2, 5.3, 5.4, 5.7, 6.1.2, 6.2, 6.4, 6.5, 6.5.1, 6.5.2, 6.7, 6.8, 6.10, 9.3, 12.1.1(iv), 12.2, 12.3 Annex I, dan ayat

3, 6 dan 7, Annex II tentang Anti-Dumping Agreement

(ADA).

Panel Report

  •  

  KTC telah melanggar ketentuan WTO dalam hal penentuan  

margin dumping bagi beberapa perusahaan Indonesia.

  Korea Selatan telah melanggar ketentuan WTO dengan menolak data dari dua perusahaan kertas Indonesia.

  Dalam hal ini, Panel hanya memeriksa kasus hukum

ekonomi berdasarkan klaim utama yang diajukan oleh

  Permasalahan Hukum

  1. Bagaimana kesesuaian langkah penyelesaian sengketa anti dumping yang dilakukan oleh Indonesia dengan ketentuan GATT/ WTO?

  2. Bagaimana prosedur penetapan batas margin Bea Masuk Anti Dumping yang ditentukan oleh KTC ?

  

Pembahasan :

Peraturan Hukumnya

  Pengaturan dalam GATT dan WTO

  • article VI GATT yang terdiri dari 7 ayat yang menyebutkan :
  • Article VI “Anti-dumping and Countervailing Duties

  Pengertian Dumping

  • Menurut GATT/WTO
  • Menurut Kamus Hukum • Menurut praktek hubungan ekonomi internasional

  

Kriteria jenis dumping  dilihat dari tujuan eksportir,

kekuaran pasar dan struktur pasar import

  • Market Expansion Dumping • Cyclical Dumping • State Trading Dumping • Strategic Dumping • Predatory Dumping

Kriteria Dumping yang Dilarang oleh WTO

  Harus ada tindakan dumping yang LTFV (less than fair value)

  • Harus ada kerugian material di negara importir
  • Adanya hubungan sebab akibat antara harga dumping dengan kerugian yang
  • terjadi.

  Seandainya terjadi dumping yang less than fair value tetapi tidak menimbulkan kerugian, maka dumping tersebut tidak dilarang oleh WTO

Pengaturan dalam Hukum Nasional Indonesia

  

Pengaturan anti-dumping dalam hukum nasional Indonesia sebagai tindak

  • lanjut dari ratifkasi Persetujuan pembentukan WTO melalui UU Nomor 7 Tahun 1994 ternyata belum terdapat pengaturannya Sehingga dalam hukum nasional di Indonesia diatur dalam :
  • UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan • Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 1996 tentang Bea Masuk Anti Dumping • dan Bea Masuk Imbalan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor :
  • >430/MPP/Kep/9/1999 tentang Komite Antidumping Indonesia dan Tim Operasional Antidumping Surat Edaran Dirjen Bea dan Cukai No. SE-19/BC/1997 tentang

  

Pembahasan :

Penyelesaian Sengketa

  4 Juni 2004, Indonesia membawa Korea Selatan untuk melakukan konsultasi penyelesaian sengketa atas pengenaan tindakan anti- dumping Korea Selatan terhadap impor produk kertas asal Indonesia

Hasil konsultasi tersebut tidak membuahkan hasil yang memuaskan

kedua belah pihak.

  Indonesia kemudian mengajukan permintaan ke DSB WTO agar

Korea Selatan mencabut tindakan anti dumpingnya yang melanggar

kewajibannya di WTO dan menyalahi beberapa pasal dalam ketentuan Anti-Dumping

  

28 Oktober 2005, DSB WTO menyampaikan Panel Report ke seluruh

anggota dan menyatakan bahwa tindakan anti-dumping Korea

Selatan tidak konsisten dan telah menyalahi ketentuan Persetujuan

Anti-Dumping Kedua belah pihak yang bersengketa pada akhirnya mencapai kesepakatan bahwa Korea harus mengimplementasikan rekomendasi DSB dan menentukan jadwal waktu bagi pelaksanaan rekomendasi DSB tersebut (reasonable period of time/RPT).