Kebangkitan Perspektif Islam dalam Studi Hubungan Internasional Kontemporer Muhammad Qobidl ‘Ainul Arif, S.IP., M.A. Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya m.qobiduins

Dauliyah Journal of Islamic and International Studies
Ejournal.Unida.Gontor.ac.id

International Relations Unida Gontor|Vol.1|No.2
August 2016

Kebangkitan Perspektif Islam dalam Studi
Hubungan Internasional Kontemporer
Muhammad Qobidl ‘Ainul Arif, S.IP., M.A.
Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya
m.qobid@uinsby.ac.id

Abstract
Since its inception in 1919 from “the womb” of Western civilization, International Relations could not
escape from the domination of Western empirical experiences, logics, cultures, and worldviews. Islamic
perspective as an alternative thought as well as analytical lens in contemporary International Relations
appeared on the surface at the end of twentieth century. However, the study of Islamic perspective in
International Relations was actually started as early as the middle of the second century of Hijrah within the
discipline of Siyar. Islamic perspective in International Relations contained unique principles and way of
thinking differed from Western tradition. This article showed how actually Islamic perspective had been applied

in the study of relations among nations since Prophet Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam until
contemporary Islamic scholars and Islamic law jurists’ era. In Indonesia, the wave of Islamic high learning
institutions transformation status at the end of President Susilo Bambang Yudhoyono’s government also opened
the gate for awakening of Islamic perspective application in the field of International Relations. This was no
wonder as the study of Islamic perspective in International Relations already had its own history, tradition, and
basic philosophy.
Keywords: International Relations; Siyar; Western Perspectives; Islamic Perspective

berada di urutan teratas di bawah ranah

Pengantar
Ilmu Hubungan Internasional sebagai

ilmu politik dengan kode 5901 (“4-digit

sebuah disiplin ilmu pengetahuan dalam

UNESCO,” 2015). Pengkategorian ini

ranah sosial-politik terbilang masih muda


tentu tidak sepi dari perdebatan lantaran

usia jika dibanding dengan disiplin ilmu

disiplin

pengetahuan lain semisal Sosiologi atau

sendiri memang terlahir dengan berbagai

Antropologi.

perspektif

Badan

Pendidikan,

Ilmu


Ilmu

Hubungan

filosofis

Internasional

dan

kekhasan

Pengetahuan dan Kebudayaan PBB atau

pendekatan yang multi-disipliner. Namun

United Nations Educational, Scientific and

paling tidak, masyarakat internasional telah


(UNESCO),

mengakui eksistensi disiplin ilmu ini dan

Cultural

Organization

mencatat

bahwa

Internasional

Ilmu

(International

Hubungan


mengkategorikannya

Relations)

pertama dari disiplin ilmu politik.

sebagai sebuah disiplin ilmu pengetahuan

sebagai

“cabang”

190

Muhammad Qobidl ‘Ainul Arif | DAULIYAH Journal

Lahirnya disiplin Ilmu Hubungan

ilmu ini. Pembahasan mengenai asal


Internasional tidak dapat dipisahkan dari

muasal

hadirnya
Politics

studi

International

Internasional

Universitas

Aberystwyth,

dengan


program
di

kodifikasi

Ilmu

senantiasa

tulisan

Hubungan
dihubungkan

sejarawan

Wales, United Kingdom pada tahun 1919

Thucydides,


(BA International Politics, 2015). Program

Peloponnesian War yang dibuat sekitar

studi ini menjadi cikal bakal dilakukannya

abad keempat sebelum masehi (History of

kodifikasi Ilmu Hubungan Internasional

the Peloponnesian War, 2015). Bahkan

seperti yang kita temui saat ini. Pada awal

hampir seluruh disiplin ilmu pengetahuan

pendiriannya,

modern


kajian

Hubungan

dalam

Romawi,

selalu

History

of

dikait-kaitkan

the

dengan


Internasional di Universitas Aberystwyth

kebudayaan Yunani-Romawi sebagai akar

didominasi

seputar

dari peradaban Barat. Padahal jika kita

perdamaian dan keamanan internasional.

mau jujur, banyak peradaban lain telah ada

Sejarah

kehadiran

sebelum peradaban Yunani-Romawi yang


Politics

tak kalah hebat dan bahkan lebih canggih

program

oleh

pembicaraan

melukiskan
studi

bahwa

International

tersebut bertujuan untuk mempelajari dan

dari mereka.

menjaga perdamaian internasional pasca

Tulisan-tulisan mengenai hubungan

terjadinya Perang Dunia Pertama dimana

antar bangsa sebenarnya tidak benar-benar

episentrum konfliknya berada di wilayah

diawali

Eropa. Burchil

terlanjur dinobatkan sebagai peletak dasar

dan

Linklater (2005)

mengungkapkan, “The purpose of theory in

dari

karya

Thucydides

yang

Ilmu Hubungan Internasional itu. Sebelum

the early years of the discipline was to

Thucydides

change the world for the better by

History of the Peloponnesian War, Sun

removing the blight of war” (hlm. 9).

menuliskan

idenya

dalam

Tsu, seorang Jendral militer, ahli strategi
ilmu

sekaligus filosuf Cina, pada abad kelima

pengetahuan yang terlahir dari “rahim”

sebelum masehi telah menulis sebuah buku

peradaban Barat, analisa dan teori-teori

mengenai strategi militer yang terdiri dari

yang berkembang dalam disiplin Ilmu

tiga belas bab dan kemudian dikenal

Hubungan Internasional tentu sarat dengan

sebagai the Art of War (Sūnzĭ Bīngfǎ) (The

pengalaman empiris, logika, kebudayaan,

Art of War, 2015). Di belahan bumi

dan pandangan hidup masyarakat Barat.

Hindustan, pada masa Raja Chandragupta

Hal ini dapat dibuktikan misalnya dari

sekitar abad ketiga

pembahasan tentang genealogi disiplin

Kautilya

Sebagai

sebuah

disiplin

(dikenal

sebelum

masehi,

juga

sebagai

191

Kebangkitan Perspektif Islam dalam Studi Hubungan Internasional Kontemporer

Vishnugupta atau Chanakya), seorang guru

internasional seringkali hanya dianalisa

dan penasehat kerajaan, telah mengarang

menggunakan teori-teori, metodologi, dan

sebuah buku yang berisi mengenai seni

asumsi

perundingan antar bangsa, permasalahan-

Hegemoni

Barat

permasalahan

Hubungan

Internasional

ekonomi-politik

serta

ontologis

perspektif
dalam

Barat.

teori-teori
kontemporer

strategi militer dengan judul Arthasasthra

tampak kasat mata dan sangat sulit

(Arthasasthra, 2015). Jauh sebelum tulisan-

dihindari. Kegelisahan ini banyak disadari

tulisan di atas, pada sekitar tahun 2.250

oleh

Sebelum Masehi, Raja Hammurabi dari

Internasional, baik yang berasal dari Barat

Babilonia telah merekam situasi hukum

maupun non-Barat, intelektual Muslim

dan politik kerajaannya dalam sebuah

maupun non-Muslim. Sebut saja Acharya

kumpulan aturan hukum (codex) (Harper,

dan Buzan (2010) yang telah melakukan

1904). Bahkan, analisa dari tulisan-tulisan

riset, mengumpulkan tulisan-tulisan di

hieroglyph di dinding-dinding piramida

jurnal,

Mesir yang dapat dilacak hingga masa

mengenai dominasi perspektif Barat dalam

Naqada III pada sekitar tahun 3.200

teorisasi Ilmu Hubungan Internasional,

sebelum

telah

hingga akhirnya semua itu direkam dengan

terjadinya kompetisi antara raja-raja yang

baik dalam sebuah buku berjudul Non-

hidup di daerah Mesir pada zaman itu

Western International Relations Theory:

(Naqada III, 2015). Oleh karena itu, klaim

Perspective on and beyond Asia.

bahwa

masehi

Ilmu

mengungkap

Hubungan

Internasional

para

serta

Dengan

penstudi

Ilmu

mengadakan

meminjam

Hubungan

konferensi

logika

Martin

Buzan

(2010)

pertama kali terkodifikasi oleh masyarakat

Wight,

Barat yang diawali dari karya Thucydides

mengungkapkan bahwa sebenarnya teori-

adalah klaim yang dipaksakan, ahistoris,

teori hubungan internasional non-Barat

dan

adanya

bukan tidak ada sama sekali. Namun, teori-

hegemoni dan kepentingan Barat dalam

teori itu masih “tersebar, tidak sistematis,

disiplin ilmu ini.

dan sebagian besar tidak dapat diakses”

cenderung

menunjukkan

Acharya

dan

Tradisi berpikir, pendekatan dan teori

(hlm. 1). Melalui buku Non-Western

yang berasal dari pengalaman empiris atau

International Relations Theory, Acharya

perspektif

dan

masyarakat

mendominasi
dalam

Barat

perbincangan

disiplin

Ilmu

tampak

Buzan

(2010)

dengan

lantang

akademis

menyuarakan keinginan mereka untuk

Hubungan

“memperkenalkan tradisi Ilmu Hubungan

Internasional saat ini. Fenomena hubungan

Internasional

non-Barat

kepada

para

192

Muhammad Qobidl ‘Ainul Arif | DAULIYAH Journal

pembaca

di

menantang

tauhidnya telah berhasil menunjukkan

akademisi Ilmu Hubungan Internasional

tidak adanya kontradiksi antara kebenaran

non-Barat untuk melawan dominasi teori-

wahyu yang berasal langsung dari Tuhan

teori Barat” (hlm. 2). Keinginan untuk

dengan kebenaran empiris yang diperoleh

memperkenalkan

non-Barat

melalui pengalaman inderawi dan akal

yang selama ini sulit diakses tersebut

manusia. Ummat Islam telah berhasil

benar-benar terwujud melalui kontribusi

mengembangkan

para sarjana Ilmu Hubungan Internasional

pengetahuan

non-Barat dalam buku tersebut yang

menafikan wahyu Tuhan. Tak heran,

mampu memaparkan perspektif-perspektif

pandangan alam Islam yang demikian

non-Barat sesuai tempat dimana mereka

lantas melahirkan perspektif tersendiri

berasal. Dengan standar akademik yang

ketika

tinggi

penerbit

berpikir (disiplin ilmu pengetahuan) yang

internasional-

dihasilkan oleh suatu kebudayaan manusia.

Routledge-, buku tersebut minimal telah

Sementara itu dalam ranah disiplin

berhasil memperkenalkan teori-teori Ilmu

Ilmu Hubungan Internasional kontemporer,

Hubungan

non-Barat,

tawaran perspektif Islam sebagai kacamata

terutama yang berasal dari Cina, Jepang,

analisis dan tradisi berpikir yang telah

Korea, India, Asia Tenggara, Indonesia,

terususun runtut atau terkodifikasi dengan

dan perspektif pandangan alam Islam

cukup memadai mulai marak mengemuka

(Islamic worldview).

di akhir abad keduapuluh. Pada tahun

dan

ternama

Barat

dan

perspektif

diterbitkan
bereputasi

Internasional

oleh

suatu

yang

budaya

ilmu

berkembang

tanpa

bersinggungan

dengan

tradisi

Memang jika kita cermati dalam

1987, ‘Abdul Hamid A. Abu Sulayman

episode sejarah ilmu pengetahuan, ternyata

menerbitkan sebuah buku berjudul the

terlihat bahwa tradisi berpikir ummat Islam

Islamic Theory of International Relations:

yang sangat rasionalis dan khas berbasis

New Directions for Islamic Methodology

tauhid

and Thought. Karya yang pada mulanya

(monoteisme)

membawa

kejayaan

terbukti
peradaban

mampu
Islam

merupakan

disertasi

doktoral

Abu

selama berabad-abad lamanya. Sementara

Sulayman di Univeristas Pennsylvania

peradaban Barat berada dalam kungkungan

tersebut mengundang antusiasme yang luar

doktrinasi

biasa

gereja

yang

membelenggu

dari

para

pembaca

sehingga

aktivitas akademis yang bertumpu pada

diterbitkan lebih luas oleh the International

rasionalitas dan empirisitas, peradaban

Institute of Islamic Thought (IIIT) Virginia

Islam dengan pandangan alam berbasis

bekerjasama dengan International Islamic

193

Kebangkitan Perspektif Islam dalam Studi Hubungan Internasional Kontemporer

Publishing House (IIPH) Riyadh dan diberi

Muslim

judul baru Towards an Islamic Theory of

memperbincangkan

International Relations: New Directions

internasional

for

Methodology

and

(Abu

Thought

tercatat
secara

pertamakali
hubungan

sistematis

dan

mengkodifikasi hukum internasional dalam
perspektif Islam melalui dua bukunya yang

Sulayman, 1993).
Seolah

yang

memahami

perkembangan

sangat fenomenal, Kitab Siyarul Kabir dan

jaman yang sedang terjadi, para penerbit

Kitab Siyarus Saghir.

dari dunia Islam lantas mencoba menggali

Pembahasan

mengenai

Ilmu

dan mencetak ulang buku-buku dengan

Hubungan Internasional dalam perspektif

tema hubungan internasional yang telah

Islam jelas bukan barang baru “kemarin

dikarang oleh para sarjana atau ulama-

sore”. Meski perbincangan mengenai teori

ulama Islam baik di masa lampau maupun

dan

kontemporer. Pada tahun 1995, penerbit

Internasional dalam perspektif Islam baru

Darul Fikr al-‘Arabi Mesir menerbitkan

hangat

tulisan ulama Al Azhar terkemuka abad

epistemis pada akhir abad keduapuluh,

keduapuluh,

namun

Muhammad

Abu

Zahrah

metodologi

Ilmu

Hubungan

diperbincangkan
Ilmu

Hubungan

masyarakat
Internasional

(1995), dengan judul Al-‘Alaqah Ad-

dalam perspektif Islam sejatinya telah

Dauliyyah Fil Islam atau “Hubungan

terkodifikasi

Internasional dalam Islam.” Selanjutnya

memperkenalkan

pada

Islamic

Internasional sebagai suatu disiplin ilmu

International

tersendiri pada tahun 1919. Dalam tradisi

Islamic University Islamabad Pakistan

ilmu pengetahuan di dunia Islam, kajian

menerbitkan buku berjudul The Shorter

mengenai hubungan internasional telah

Book on Muslim International Law yang

menjadi suatu disiplin ilmu tersendiri yang

merupakan terjemahan dari karya ulama

disebut oleh para ulama fikih sebagai

klasik Muhammad Ibn Hasan As-Syaibani

Siyar.

berjudul

(Al-

menyatakan bahwa Siyar telah menjadi

yang

disiplin ilmu pengetahuan resmi di dunia

Hukum

Islam pada awal pertengahan abad kedua

tahun

Research

1998,

Institute

Kitab

peneribit
dari

Siyarus

Shaybani,

1998).

dijuluki

sebagai

Saghir

As-Syaibani,
Bapak

jauh

Mahmood

Ilmu

Barat

Hubungan

Ahmad

Ghazi

Internasional Muslim, adalah murid dari

Hijriah,

Imam

International Law or Siyar which was

Abu

Madzhab

Hanifah,

Hanafi

peletak

(“Muhammad

dasar
al-

Shaybani,” 2015). Ia adalah intelektual

“...

sebelum

the

field

of

developed by Muslim jurist

Muslim

as an

independent legal discipline as early as the

194

Muhammad Qobidl ‘Ainul Arif | DAULIYAH Journal

middle of the second century of Hijrah”

Landasan Berpikir Ilmu Hubungan

(Al-Shaybani, 1998, hlm. xv).

Internasional Perspektif Islam

Artikel

ini

kemungkinan
Ilmu

hendak

dilakukannya

Hubungan

perspektif

melihat

Islam

Internasional
di

perspektif-perspektif
bagaimanapun,

jauh

mengkodifikasi
Internasional,

pengkajian
dalam

tengah

dominasi

Barat.

Karena

sebelum

Ilmu
peradaban

Barat

Hubungan
Islam

telah

melahirkan disiplin ilmu Siyar dengan para
ulama, pemikir, sekaligus cendekiawan
yang

ahli

di

Muhammad

bidang

Ibn

Hasan

ini,

semisal

As-Syaibani,

Muhammad Ibn Idris As-Syafi’i, Abul
Hasan Al-Mawardi, Abu Hamid AlGhazali,

dan

Ibnu

Taimiyyah

(Abu

Sulayman, 1993, hlm. 17). Lantas, apa
yang menjadi landasan berpikir (asumsi
ontologis, epistemologis, dan aksiologis)
perspektif

Islam

tersebut?

Apa

yang

menjadi kekhasan dan membedakannya
dengan perspektif Barat dalam kajian Ilmu
Hubungan

Internasional

saat

ini?

Bagaimana penerapan perspektif Islam
secara metodologis dalam kajian Ilmu
Hubungan Internasional saat ini? Dan
bagaimana

kemungkinan

penerapannya

dalam program studi ilmu ini di perguruan

Ilmu Hubungan Internasional saat ini
berkembang dengan berbagai perspektif
atau paradigma sesuai dengan argumentasi
filosofisnya. Hal ini menjadikan Ilmu
Hubungan Internasional sebagai suatu
disiplin

keilmuan

yang

unik

karena

berbagai asumsi paradigmatik dapat hadir
secara bersamaan untuk saling bersaing,
berdebat, dan bertarung satu sama lain
demi

membuktikan

masing-masing.

kebenaran

Tidak

ada

ilmiah
asumsi

ontologis dan metodologi pasti yang
menjadi rujukan serta disepakati semua
pakar

atau

tunggal

sarjana.

dapat

Suatu

dianalisa

fenomena

menggunakan

berbagai macam paradigma dan seluruh
analisa tersebut absah dilakukan. Para
pakar dan ahli melukiskan Ilmu Hubungan
Internasional saat ini sebagai suatu disiplin
keilmuan

yang

berakhir

dengan

ketidaksepakatan. Mohtar Mas’oed (1994)
menegaskan, “Tema umum teorisasi dalam
Ilmu Hubungan Internasional dewasa ini
adalah

keanekaragaman

dan

ketidaksepakatan” (hlm. 12). Pendek kata,
para penstudi disiplin ilmu ini bersepakat
untuk tidak bersepakat.

tinggi di Indonesia? Pertanyaan-pertanyaan

Perdebatan paradigmatik dalam Ilmu

tersebut akan dijawab secara ringkas dalam

Hubungan Internasional dapat dijelaskan

pemaparan selanjutnya.

dengan apik menggunakan argumentasi
Thomas

S.

Kuhn

dalam

karya

195

Kebangkitan Perspektif Islam dalam Studi Hubungan Internasional Kontemporer

fenomenalnya, the Structure of Scientific

Dalam Ilmu Hubungan Internasional,

Revolution. Kuhn (1996) menjelaskan

aneka

bahwa ilmu pengetahuan berkembang dan

intelektual mirip seperti yang dijelaskan

bergerak

oleh Kuhn. Adakalanya suatu perspektif

dalam

suatu

rute

menuju

perspektif

lahir

dari

proses

kedewasaannya (matured sciences). Ilmu

mendapat

pengetahuan yang sudah matang atau

penstudi Ilmu Hubungan Internasional dan

dewasa mencapai suatu kondisi dimana

menjadi tren analisa pada masanya. Namun

tidak

berkompetisi

tatkala perspektif tersebut mendapatkan

terhadap model aktivitas ilmiah yang sudah

tantangan intelektual serius yang tidak

diyakini. Ilmu pengetahuan tersebut dalam

mampu dijawab dengan memuaskan, maka

kondisi

seluruh

terlahirlah perspektif baru yang berbeda

permasalahan yang dapat didefinisikan

dari perspektif sebelumnya. Perspektif-

ulang dan diselesaikan oleh komunitas

perspektif tersebut pada akhirnya secara

ilmiahnya.

bersamaan berkembang, saling mengkritisi,

seorangpun

dengan

telah

dapat

meninggalkan

Tahap

dua

pencapaian

karakteristik

ilmiah

seperti

ini

menghasilkan apa yang disebut sebagai
‘paradigma’, sebuah istilah yang sangat
terkait dengan ‘normal sciences’ (hlm. 10).
Bagi Kuhn, ilmu pengetahuan merupakan
hasil dari kesepakatan komunitas epistemis
yang ia sebut sebagai normal sciences.
Manakala

normal

tersebut

sciences

mendapat kritikan dan mengalami anomaly
atau tidak mampu memberikan penjelasan
dengan

memuaskan,

maka

terjadilah

kegoncangan dan revolusi intelektual yang
menghasilkan ilmu pengetahuan dengan
paradigma baru yang berbeda dari ilmu
pengetahuan

dengan

paradigma

sebelumnya. Ilmu pengetahuan dengan
paradigma baru tersebut

lantas

terus

bergerak menuju rute normal sciences dan
bersiap

untuk

menghadapi

selanjutnya, demikian seterusnya.

kritik

sambutan

luar

biasa

dari

dan berebut untuk mendapatkan pengikut
atau group of adherents.
Jika

dilihat

di

permukaan

kontestasi

paradigmatik

dalam

Hubungan

Internasional

dewasa

saja,
Ilmu
ini

ternyata masih tetap didominasi oleh
perspektif-perspektif Barat. Idealisme atau
liberalisme

klasik

adalah

perspektif

dominan yang muncul bersamaan dengan
kelahiran Ilmu Hubungan Internasional
pada

akhir

Idealisme

Perang
kemudian

Dunia

Pertama.

mendapatkan

tantangan dari realisme. Realisme sendiri
lantas berdebat seru dengan neo-realisme.
Dari kawasan Britania Raya, English
school muncul sebagai tradisi berpikir baru
yang mencoba keluar dari perdebatan
klasik antara idealisme versus realisme
sembari

memfokuskan

analisa

pada

196

Muhammad Qobidl ‘Ainul Arif | DAULIYAH Journal

perilaku masyarakat internasional secara

Islam meyakini bahwa realitas dapat

kolektif. Sementara itu, neo-liberalisme

berwujud fisik (‘alam as-syahadah) dan

hadir dan mampu menjelaskan fenomena

metafisik (‘alam al-ghaib). Sementara

internasional massif di pertengahan abad

perspektif-perspektif Barat terbangun dari

keduapuluh,

tradisi

regionalisme.
berjuang

yakni
Namun

dengan

menghadapi

globalisasi

neo-liberalisme

sangat

kritik

dan

dari

yang

sekali-kali tidak akan meyakini realitas

untuk

metafisik

marxisme.

keilmuan

keras

rasionalisme-empirisisme
sebagai
mereka.

basis

argumentasi

Dalam

konteks

Perdebatan bahkan berlangsung lebih seru

hubungan internasional misalnya, Islam

dengan kehadiran tradisi post-positivis

meyakini bahwa musuh abadi bagi seluruh

yang mampu menjungkir-balikkan asumsi-

bangsa dan peradaban ummat manusia di

asumsi

perspektif-perspektif

dunia ini adalah iblis dan bala tentaranya

sebelumnya yang sangat positivis. Lahirlah

dari kalangan jin dan manusia (Al-Qur’an,

teori-teori kritis, feminisme, green politics,

7: 22, 114:1-6). Pasukan kaum Muslimin

hingga perspektif post-modernisme yang

yang berperang di atas jalan kebenaran,

berakar dari tradisi ontologis skeptisisme.

bahkan diyakini akan dibantu oleh para

Ada pula perspektif konstruktivisme yang

malaikat yang langsung turun dari langit

mencoba mendamaikan perdebatan antara

(Al-Qur’an, 3:124). Iblis, jin, malaikat dan

positivisme dengan post-positivisme dan

bahkan Allah Subhanahu Wata’ala adalah

berdiri di antara keduanya. Perlu dicatat di

realitas

sini, bahwa seluruh perspektif yang saling

eksistensinya

berhadap-hadapan

berkontestasi

Namun bagi perspektif Barat, bahasan

tersebut lahir dari pengalaman empiris dan

metafisik semacam itu sudah sejak lama

cara pandang masyarakat Barat.

diceraikan

filosofis

dan

metafisik
dalam

yang

diyakini

perspektif

pengkajiannya

dari

Islam.

dunia

Sementara itu perspektif Islam yang

akademik mereka. Proyek sekularisasi di

mulai marak diperbincangkan di akhir abad

dunia pendidikan Barat yang sudah terjadi

keduapuluh, berada di luar perspektif-

sejak

perspektif Barat yang menjadi mainstream

rennaissance, telah menghasilkan ilmu

dalam kajian Ilmu Hubungan Internasional

pengetahuan dengan corak ontologis yang

kontemporer tadi. Perspektif Islam berasal

bertumpu

dari cara pandang (worldview) ajaran Islam

empirisisme semata.

abad

pada

pertengahan-masa

rasionalisme

dan

yang khas dan berbeda dari cara pandang

Dari sisi epistemologis, perspektif

Barat. Dalam kajian ontologis, perspektif

Islam meyakini bahwa wahyu merupakan

197

Kebangkitan Perspektif Islam dalam Studi Hubungan Internasional Kontemporer

sumber ilmu pengetahuan yang sangat

berbasis wahyu yang langsung diturunkan

penting.

otoritas

Allah melalui para nabi dan rasul-Nya.

wahyu sebagai sumber ilmu pengetahuan

Ilmu pengetahuan dalam perspektif Islam

mendapatkan posisi sentral dan menjadi

terdiri dari dua macam: ilmu pengetahuan

kunci pembeda antara perspektif Islam

yang diperoleh melalui wahyu (revealed

dengan perspektif Barat. Namun demikian,

knowledge) serta ilmu pengetahuan yang

bukan berarti perspektif Islam menafikan

diperoleh melalui penelitian berbasis rasio-

sumber-sumber ilmu pengetahuan lainnya.

empiris

Perspektif Islam mendapatkan pengetahuan

macam ilmu pengetahuan tersebut adalah

dari sumber-sumber Al-Qur’an, Hadits,

benar, tidak mungkin bertentangan, dan

akal (‘aql) dan kalbu (qalb), serta indera

semuanya berasal dari Allah (Theory:

(Kania, 2013, hlm. 92-109). Perspektif

Secular and Religious Knowledge, 2014,

Islam menggabungkan antara epistemologi

waktu 0:07:35).

Pengakuan

rasionalis-empiris

terhadap

dengan

(acquired

knowledge).

Kedua

epistemologi

Gambar 1. Jenis Ilmu Pengetahuan dalam Perspektif Islam
Sumber: Bilal Philips. (14 November 2014). “Theory: Secular and Religious Knowledge.” [YouTube].
Lesson
Plan
Islamization
Session
1.
Diakses
dari
https://www.youtube.com/

198

Muhammad Qobidl ‘Ainul Arif | DAULIYAH Journal

Ilmu

Hubungan

Internasional

dalam

perspektif Islam tentu dijalankan dengan
menggunakan

metodologi

Analisa ilmiah dalam perspektif Islam
dilakukan

berdasarkan

argumentasi wahyu (dalil syar’i) dan
argumentasi rasio-empiris (dalil ‘aqli).
Dengan perspektif Islam, teori-teori yang
didapatkan

bukan

komprehensif

hanya

dan

akan

berkualitas,

lebih
namun

dalam beberapa hal teori-teori tersebut
bahkan

mampu

mencapai

derajat

kebenaran mutlak atau aksiomatis yang
tidak akan bisa disangkal oleh siapapun.
Jika ilmu pengetahuan tersebut diperoleh
dari wahyu yang bersifat pasti (qath’i
tsubut qath’i dalalah) maka kebenaran
yang didapatkan akan pula bersifat pasti,
misalnya

aksioma

mengenai

setiap

manusia yang pasti akan mengalami
kematian (Al-Qur’an, 4:78), adanya usia
bagi suatu bangsa atau generasi (AlQur’an, 6:6), kemenangan bangsa Romawi
atas bangsa Persia (Al-Qur’an, 30:1-4),
hingga masa depan dunia yang akan
mengalami kehancuran atau kiamat (AlQur’an,

16:1,

18:21).

Internasional itu sendiri.

berbasis

epistemologi ilmu pengetahuan Islam.
senantiasa

atau derajat keilmiahan Ilmu Hubungan

Kebenaran-

kebenaran yang bersifat pasti merupakan
derajat keilmiahan tertinggi yang didamba
oleh setiap disiplin ilmu pengetahuan.

Dalam kajian aksiologis, perspektif
Barat pada umumnya memahami ilmu
pengetahuan sebagai sesuatu yang bebas
nilai (value neutral), yakni tidak ada
hubungannya sama sekali dengan nilai
kemanusiaan

dan

peradaban

menghasilkannya.

yang

Kebenaran

ilmu

pengetahuan bersifat obyektif dan berlaku
universal. Perspektif yang demikian biasa
disebut sebagai positivisme. Namun, pada
abad

keduapuluh

lahirlah

gagasan

mengenai sosiologi ilmu (sociology of
knowledge).
dikenal

Gagasan

sebagai

yang

kemudian

post-positivisme

ini

dibawa oleh tokoh-tokoh seperti Max
Scheler, Karl Mannheim, Thomas Kuhn
dan Paul Feyerebend. Mereka meyakini
bahwa sifat ilmu pengetahuan adalah nisbi
atau relatif, bukan universal. Kebenaran
ilmiah di suatu waktu dan tempat, tidak
lantas menjadi benar di waktu dan tempat
yang lain (Wan Daud, 2007, hlm. 67).
Dalam

disiplin

Internasional

saat

Ilmu
ini,

Hubungan

kedua

macam

perspektif untuk memahami kaitan antara
nilai

dan

positivisme

ilmu

pengetahuan,

maupun

baik

post-positivisme,

absah diyakini dan semua mendapatkan
tempat di atas mimbar akademik.

Dengan demikian, aplikasi perspektif Islam
dalam

disiplin

Ilmu

Hubungan

Internasional akan meningkatkan kualitas

Sementara menurut perspektif Islam,
ilmu pengetahuan itu meski tidak bebas

199

Kebangkitan Perspektif Islam dalam Studi Hubungan Internasional Kontemporer

nilai namun bukan pula bersifat nisbi atau

gamblang, yakni untuk beribadah kepada

relatif. Para pemikir dan ilmuwan Islam

Allah,

selalu berusaha mengintegrasikan gagasangagasan besar dari peradaban lain dengan
ajaran Islam. Para filosof Muslim seperti
Al-Kindi,

Al-Farabi,

dan

Ibnu

Sina,

 

 


“Dan Aku tidak menciptakan jin dan

berusaha memasukkan ajaran Islam, seperti

manusia

konsep malaikat, nabi, dan pembalasan di

mengabdi kepada-Ku” (Al-Qur’an, 51:56).

akherat,

dalam

filsafat

mereka

melainkan

supaya

mereka

yang

Dengan demikian, segala aktivitas

banyak diperoleh dari filsafat Yunani (Wan

manusia, termasuk kegiatan olah pikir atau

Daud, 2007, hlm. 67). Jadi, perspektif

intelektual, semuanya haruslah bernilai

Islam mengakui bahwa ilmu pengetahuan

ibadah, yakni dalam rangka mengabdi

tidaklah bebas nilai. Oleh karena itu, ilmu

kepada Allah.

pengetahuan harus dimanfaatkan sesuai
dengan tujuan hakiki keberadaan manusia
di dunia ini dan ajaran Islam hadir di dunia
untuk membimbing manusia meniti jalan
menuju tujuan hakiki dalam kehidupannya
itu.

Dalam

perspektif

Islam,

seluruh

aktivitas pengkajian ilmu pengetahuan atau
menuntut ilmu adalah untuk menghasilkan,
membina dan membentuk manusia yang
sempurna (Al-Attas, 2001, hlm. 41).
Manusia sempurna adalah sosok manusia

Kebudayaan Barat menggunakan ilmu
pengetahuan
menguasai

dengan
alam demi

tujuan
maslahat

untuk
atau

yang memahami hakekat keberadaannya di
muka bumi ini, yakni untuk beribadah
kepada

Allah.

Semakin

bertambah

kemanfaatan bagi manusia. Padahal nilai

ilmunya, semakin ia mengenal Tuhan yang

kemanfaatan

yang

ia sembah, maka akan semakin bertambah

menentukan adalah diri manusia berdasar

pula perasaan takjub dan takut kepadaNya.

pada tujuan hidupnya. Berbeda dengan

Oleh karena itu, indikator konkret dari

perspektif Barat yang nihil membicarakan

kemanfaataan suatu ilmu pengetahuan

perihal tujuan hidup, perspektif Islam

dalam perspektif Islam adalah tatkala ilmu

menetapkan tujuan hidup manusia sesuai

pengetahuan tersebut semakin menambah

dengan akhlak dan budipekerti

rasa takut manusia kepada Tuhan yang ia

tersebut

tentu

yang

diajarkan olehnya (Al-Attas, 2001, hlm.
42). Islam menentukan tujuan hidup
manusia di dunia ini dengan sangat

sembah,

200

Muhammad Qobidl ‘Ainul Arif | DAULIYAH Journal

 

‘Alaihi

Wasallam.

Sebagai

seorang

 

manusia biasa (Al-Qur’an, 18:110, 6:50),



Nabi pernah beberapa kali melakukan



analisa

terkait

peristiwa-peristiwa



hubungan internasional yang terjadi pada

“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di

masa beliau demi kemaslahatan kaum

antara

Muslimin.

hamba-hamba-Nya,

hanyalah

Berdasar wahyu yang turun kepada

ulama” (Al-Qur’an, 35:28).
Jadi, kemanfaatan suatu kajian ilmiah
bukan sebatas dilihat secara akademik dan
praktis,

namun

juga

kemanfaatannya

harus

diperoleh

secara

religius.

Kemanfaatan akademik adalah bagaimana
kajian yang dilakukan dapat menambah
pemahaman

teoritis

permasalahan.

Sedangkan

akan

suatu

kemanfaatan

praktis adalah bagaimana kajian yang
dilakukan dapat memberi dampak konkret
dalam

kehidupan

sehari-hari.

Adapun

kemanfaatan religius berarti bagaimana
kajian

tersebut

dapat

menambah

pemahaman akan kebesaran, keluasan
ilmu, serta kemahakuasaan Allah yang
akan menambah rasa takut (khasyah)
seorang hamba kepada Tuhan yang ia
sembah.

beliau, Rasulullah Muhammad Shallallahu
‘Alaihi Wasallam memerintahkan para
sahabatnya

untuk

melakukan

hijrah

(eksodus) ke negeri Habasyah (Ethiopia).
Rasul meyakini betul bahwa raja negeri
Habasyah, Najasyi, adalah seorang yang
adil dan karenanya akan melindungi orangorang terzalimi yang meminta suaka politik
kepadanya.

Rasul

bersabda,

“Sesungguhnya di negeri Habasyah ada
seorang raja yang tak seorangpun yang
dizalimi di sisinya, pergilah ke negerinya,
hingga Allah membukakan jalan keluar
bagi kalian dan penyelesaian atas peristiwa
yang menimpa kalian” (Al-Umuri, 2010,
hlm. 173). Lantas, eksodus beberapa kaum
Muslimin dari Mekkah menuju negeri
Habasyah terjadi dalam dua gelombang.
Orang-orang Muslim yang mengalami
diskriminasi

dan

kekerasan

karena

Aplikasi Perspektif Islam dalam Kajian

menjalankan ajaran agamanya di Mekkah

Ilmu Hubungan Internasional

akhirnya menerima suaka politik dari

Kajian Ilmu Hubungan Internasional
berdasar perspektif Islam sebenarnya telah

kerajaan Habasyah.
Pada kesempatan lain, tersiar kabar

dilakukan oleh pembawa risalah Islam

kekalahan

sendiri,

(Bizantium) dari kerajaan Persia pada

Nabi

Muhammad

Shallallahu

kerajaan

Romawi

Timur

201

Kebangkitan Perspektif Islam dalam Studi Hubungan Internasional Kontemporer

peperangan sekitar tahun 615 Masehi.

Ayat

tersebut

secara

gamblang

Orang-orang kafir Qurays di Mekkah

memberi pengetahuan mengenai situasi

menyambut

politik internasional

gembira

karena

berpihak

pada waktu

itu.

kepada bangsa Persia yang sama-sama

Berdasar ilmu pengetahuan yang berasal

menyembah berhala. Sebaliknya, kaum

dari wahyu Allah tersebut, Rasulullah

Muslimin berduka cita karena berpihak

Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam

kepada bangsa Romawi yang beragama

beserta

Nasrani dan memiliki kitab suci dari Allah,

berkeyakinan

sama

seperti

kaum

penuh

Muslimin

bahwa

bangsa

Pada

situasi

Romawi yang kalah dalam pertempuran

wahyu

yang

pada tahun 615 masehi, kelak akan

mengenai

mendapatkan kemenangan atas bangsa

kemenangan bangsa Romawi atas bangsa

Persia. Kajian berdasar wahyu tersebut

Persia dalam waktu dekat,

akhirnya





  
 
  


 




  
  





Beberapa tahun kemudian, tepatnya tujuh

1. Alif laam Miim, 2. Telah dikalahkan

metodologi yang khas dengan senantiasa

bangsa Romawi, 3. Di negeri yang

menggabungkan argumentasi wahyu (dalil

terdekat (Syria dan Palestina) dan mereka

syar’i/

sesudah dikalahkan itu akan menang, 4.

argumentasi rasio-empiris (dalil ‘aqli/

Dalam beberapa tahun lagi. Bagi Allah-

acquired knowledge). Metodologi yang

lah urusan sebelum dan sesudah (mereka

demikian sangat anggun diaplikasikan

menang). Dan di hari (kemenangan

dalam kajian yang dilakukan oleh Ibnu

bangsa

bergembiralah

Khaldun pada abad pertengahan. Salah

orang-orang yang beriman (Al-Qur’an,

satu hasil kajiannya yang sangat fenomenal

30:1-4).

adalah teori mengenai ‘ashabiyyah atau

demikian,

mereka.

segenap

turunlah

memberikan

informasi

Romawi)

itu

tahun

terbukti

setelah

tepat

dan

kekalahannya,

akurat.
kerajaan

Romawi berhasil mengalahkan Persia pada
tahun 622 Masehi dan merebut kembali
Syam dan Palestina dari tangan Persia.
Analisa Rasul berdasar wahyu atas kondisi
politik

internasional

pada

waktu

itu

terbukti sangat akurat dan pada akhirnya
semuanya benar-benar terjadi.
Perspektif Islam dalam kajian Ilmu
Hubungan

Internasional

revealed

memiliki

knowledge)

dan

202

Muhammad Qobidl ‘Ainul Arif | DAULIYAH Journal

solidaritas

kelompok.

melakukan

Ibnu

Khaldun

kegiatan

manusia

dengan

kenabian,

membangun

teorisasi

mengintegrasikan

argumentasi

rasio-

empiris dan dalil-dalil wahyu.
Ibnu

Khaldun

lainnya,
kerajaan

seperti
atau

dakwah” (Muhammad bin Khaldun, 2011,
hlm. 190-191).

mendasarkan

Ketika

menjelaskan

bahwa

argumentasinya dengan mengambil data

‘ashabiyyah tidak hanya bisa diperoleh

yang berasal dari ayat Al-Qur’an, yakni

melalui garis keturunan, Ibnu Khaldun

kisah

berargumentasi

mengenai

saudara-saudara

Nabi

dengan

menggunakan

Yusuf ketika mengatakan kepada ayah

pendekatan

mereka,

Khaldun (2011), seseorang dari suatu garis

 


 
 


empiris.

Menurut

Ibnu

keturunan akan menjadi bagian dari garis
keturunan yang lain disebabkan oleh
kedekatan dengan orang-orang pada garis
keturunan yang lain itu. Bisa juga karena

“Mereka berkata, ‘Jika dia dimakan

dia loyal, melakukan koalisi, dan meminta

segolongan

suaka kepada mereka. Karenanya, dia tidak

(‘ushbah), sungguh kami orang-orang

segan-segan mengklaim sebagai bagian

yang merugi’” (Al-Qur’an, 12:14).

dari garis keturunan dan merasa menjadi

serigala

Dari

padahal

ayat

kami

ini,

Ibnu

Khaldun

bagian

dari

mereka

sehingga

ikut

menganalisa secara rasional bahwa dengan

merasakan kebanggaan, kepemimpinan,

adanya

segolongan

dan memperoleh hak serta kewajiban yang

(‘ashabiyyah), tidak mungkin terbersit

sama dengan mereka (hlm. 197). Bukti

dalam diri seseorang untuk memusuhi

empiris dari teori tersebut adalah peristiwa

sesamanya. Orang-orang yang segolongan

Arjafah bin Hartsamah yang hendak

cenderung

diangkat menjadi gubernur di daerah Bani

perasaan

berkelompok,

bertahan
dan

Bajilah oleh Khalifah Umar Ibn Khattab.

mencurahkan kasih sayang di antara

Kaum Bani Bajilah meminta Khalifah

mereka.

Umar

bersama,

saling
Ibnu

melindungi,
Khaldun

lantas

mencopot

Arjafah

karena

berkesimpulan, “Jika hal ini benar dan

sebenarnya ia bukan berasal dari kalangan

berlaku untuk tempat dimana seseorang

Bani Bajilah. Mereka berkata, ‘Dia berada

hidup, yang memerlukan pertahanan dan

di antara kami karena menyusup’. Ibnu

perlindungan, maka tentu hal itu akan

Khaldun berkata, “Perhatikan kisah ini,

benar pula dan berlaku untuk setiap

bagaimana garis keturunan Arjafah bin
Hartsamah bercampur dengan bani Bajilah.

203

Kebangkitan Perspektif Islam dalam Studi Hubungan Internasional Kontemporer

Dia sempat mengenakan baju kebesaran

kedua

mereka

Masehi. Bahkan, Rasulullah Muhammad

dan

dipanggil

dengan

nasab

Hijriah

atau

kesembilan

mereka, hingga menjadi kandidat gubernur

Shallallahu

atas mereka” (hlm. 198).

pembawa ajaran Islam ke muka bumi ini

Pendekatan dalil ‘aqli atau rasio-

telah

‘Alaihi

abad

melakukan

Wasallam
kajian

sebagai
hubungan

empiris kerap digunakan Ibnu Khaldun

internasional

dalam

pertimbangan-pertimbangan rasio-empiris

Muqaddimah-nya.

Dengan

menggunakan argumentasi empiris, Ibnu
Khaldun (2011) membagi kawasan di

berdasar

wahyu

dan

sesuai situasi pada zaman beliau.
Terkodifikasinya

disiplin

Ilmu

dunia ke dalam tujuh iklim, kemudian

Hubungan Internasional oleh Barat hingga

merinci

geografisnya,

tersaji seperti sekarang ini jelas memberi

hingga menyimpulkan bahwa belahan

dampak pada dominasi perspektif Barat

bumi bagian utara lebih makmur daripada

dalam kajiannya. Oleh karena itu, para

selatan (hlm. 81-123). Sebuah teori yang

ilmuwan Muslim dituntut dan ditantang

pada

untuk

kondisi-kondisi

abad

ke-21

terbukti

dengan

menghadirkan

perspektif

Islam

terpolarisasinya konstelasi ekonomi-politik

sebagai perspektif alternatif ke dalam

global

disiplin ilmu ini. Para ilmuwan di negara-

berdasar

adanya
kerjasama

kewilayahan

kerjasama

seperti

Utara-Utara

Selatan-Selatan.

dan

Dengan

negara

Muslim

(Islamic

World),

tak

terkecuali di Indonesia, ditantang untuk

demikian, aplikasi perspektif Islam dalam

melakukan

teorisasi Ilmu Hubungan Internasional

Internasional berdasar perspektif Islam

seperti yang dikaji oleh Ibnu Khaldun tidak

yang selama ini belum banyak mewarnai

hanya mampu menghasilkan teori dan

wacana intelektual disiplin ilmu ini.

kajian

Ilmu

Hubungan

penjelasan yang memuaskan, namun juga

Kajian Ilmu Hubungan Internasional

memiliki relevansi yang bahkan dapat

dalam perspektif Islam sudah selayaknya

melampaui zamannya.

mendapat tempat di atas mimbar akademik
di Indonesia. Selain karena ajaran Islam

Kajian Ilmu Hubungan Internasional

telah

Perspektif Islam di Indonesia

Indonesia dan dipeluk oleh mayoritas

Pembahasan

sebelumnya

telah

melekat

dengan

kebudayaan

penduduknya, harus diakui pula bahwa

memberikan pengetahuan, pemahaman dan

kemerdekaan

Indonesia

terlahir

dari

bukti bahwa disiplin Ilmu Hubungan

pemaknaan yang tepat akan konsep jihad-

Internasional telah ada dalam tradisi

suatu istilah yang berasal dari kajian Siyar

intelektual peradaban Islam sejak abad

atau disiplin Ilmu Hubungan Internasional

204

Muhammad Qobidl ‘Ainul Arif | DAULIYAH Journal

dalam

Islam-.

Persitiwa

bersejarah

peperangan akbar pada 10 November 1945

“Ekasila,”

yaitu

gotong-royong

(“Rumusan-rumusan Pancasila,” 2015).

di Surabaya yang lantas dikenal sebagai

Sukarno

dengan

sangat

Hari Pahlawan, dimotori oleh fatwa dan

menawarkan

gagasan

gotong-royong

resolusi jihad yang dikeluarkan oleh para

sebagai representasi tunggal semangat

ulama waktu itu (Niam, 2015). Dengan

kebangsaan di Indonesia. Kamus Besar

demikian, tampak bahwa kajian Ilmu

Bahasa Indonesia

Hubungan Internasional dalam perspektif

definisi gotong-royong sebagai bekerja

Islam

bersama-sama,

telah

signifikan

berkontribusi
dalam

nyata

berdirinya

dan

negara

Indonesia di dunia ini.
Pengaruh

(2015) memberikan

tolong-menolong,

bantu-membantu.

jeli

Jadi,

dan

gotong-royong

adalah semangat saling membantu karena
Hubungan

merasa berada dalam satu kelompok.

Internasional dalam perspektif Islam tidak

Gagasan ini jelas bertalian erat dengan

hanya tampak lewat aplikasi konsep jihad.

konsep ‘ashabiyyah yang berintikan pada

Sukarno, sebagai pendiri bangsa (founding

semangat ikatan darah (kebangsaan) dan

father),

kajian

disinyalir

Ilmu

kuat

mendapatkan

solidaritas kelompok (in-group feeling)

inspirasi dari konsep ‘ashabiyyah ketika

yang

merumuskan

dasar

memberikan komentar terhadap sabda

negara. Pada tanggal 1 Juni 1945, di

Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi

hadapan

Wasallam yang berbunyi,

Pancasila

sidang

Penyelidik

sebagai

BPUPKI
Usaha

Kemerdekaan),

dalam

(Badan
Persiapan

sebuah

pidato

kuat.

Ibnu

Khaldun

(2011)

ِ َ‫تَعلَّموا ِمن أَنْسابِ ُكم ما ت‬
‫صلُو َن بِ ِه أ َْْ ََ َام ُك ْم‬
َْ َ ْ َُ

spontan tanpa teks, Sukarno menawarkan

“Kenalilah dari nasab-nasab kalian apa

nama “Pancasila” sebagai dasar negara

yang

dapat

kalian

gunakan

untuk

Indonesia. Kelima sila tersebut adalah:

menyambung tali kekeluargaan kalian.” Ia

kebangsaan, internasionalisme, mufakat,

berkata,

kesejahteraan, dan ketuhanan (“Pancasila,”

sesungguhnya manfaat nasab itu adalah

2015).

“Hadits

ini

berarti

bahwa

Dalam

kesempatan

tersebut,

kedekatan yang mengharuskan adanya

juga

menawarkan

“Trisila”

ikatan kekeluargaan sehingga timbullah

sebagai alternatif sekaligus saripati dari

sikap tolong-menolong dan kelompok yang

“Pancasila,”

kuat”

Sukarno

yakni:

sosio-nasionalisme,

(hlm.

193).

Ibnu

Khaldun

sosio-demokratis, dan ketuhanan. Trisila

menyimpulkan bahwa yang paling penting

tadi selanjutnya bisa diperas lagi menjadi

dan harus dimiliki oleh suatu negara adalah
‘ashabiyyah (solidaritas kelompok), bukan

205

Kebangkitan Perspektif Islam dalam Studi Hubungan Internasional Kontemporer

solidaritas berdasar ikatan keagamaan.

di Indonesia. Disiplin Ilmu Hubungan

Sebaliknya, dakwah keagamaan hanya

Internasional

dapat berdiri kokoh dengan ditopang oleh

Indonesia sejak berdirnya Jurusan Ilmu

pilar ‘ashabiyyah. Bahkan, setiap utusan

Hubungan

Tuhan membutuhkan ‘ashabiyyah untuk

Hukum, Sosial dan Politik Universitas

menjalankan misinya, sebagaimana dalam

Gadjah Mada pada tahun 1950. Pada awal

sebuah hadits shahih disebutkan, ‘Allah

pendirian

tidak mengutus seorang Nabi pun kecuali

diketahui mengenai kurikulum dan agenda

mendapat perlindungan dari kaumnya’

risetnya, kecuali didirikan sekedar untuk

(Muhammad bin Khaldun, 2011, hlm. 266

memenuhi kebutuhan birokrat dan staf

- 270). Jadi, sila ketuhanan bukanlah

administratif pemerintah Indonesia yang

saripati pokok dari Pancasila, melainkan

baru lahir pada saat itu, terutama dalam

gotong-royong, yakni perasaan senasib dan

bidang hubungan internasional (Acharya,

sepenanggungan yang melahirkan sikap

2010, hlm. 163). Sejak tahun 1950 hingga

tolong-menolong

sekarang,

antar

sesama

anak

mulai

diperkenalkan

Internasional

jurusan

sangat

ini,

di

di

Fakultas

tidak

jarang

banyak

ditemukan

bangsa. Di sini terlihat jelas bahwa konsep

pembahasan mengenai perspektif Islam

‘ashabiyyah

dalam memandang hubungan antar bangsa.

gotong-royong

merupakan

yang telah diterjemahkan dalam konteks

Masih

Indonesia oleh Sukarno. Hal ini tidaklah

perkuliahan pada program studi Ilmu

mengherankan, karena Sukarno adalah

Hubungan Internasional di Indonesia yang

santri sekaligus menantu dari H.O.S.

menyajikan Islam sebagai sebuah agama

Cokroaminoto

yang memiliki cara pandang (worldview)

yang merupakan tokoh

politik, seorang ulama kenamaan, dan

jarang

ditemukan

teks-teks

khas terhadap hubungan antar bangsa.

pendiri organisasi sosial politik pertama di

Kajian mengenai perspektif Islam

Indonesia, Syarikat Islam (“Oemar Said

dalam Ilmu Hubungan Internasional di

Tjokroaminoto,” 2015).

Indonesia

Beberapa konsep dalam kajian Siyar
atau

Ilmu

momentum

kebangkitan tatkala pada akhir masa

Internasional

pemerintahan Presiden Susilo Bambang

perspektif Islam telah meninggalkan jejak

Yudhoyono terjadi gelombang alih status

nyata dan kemanfaatan yang sangat besar

perguruan tinggi keagamaan Islam. Banyak

bagi bangsa Indonesia. Namun saat ini

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri

jarang

pembahasan

(STAIN) berubah status menjadi Institut

mengenai perspektif Islam dalam disiplin

Agama Islam Negeri (IAIN) dan banyak

Ilmu Hubungan Internasional kontemporer

pula

sekali

Hubungan

memiliki

ditemukan

IAIN

berubah

status

menjadi

206

Muhammad Qobidl ‘Ainul Arif | DAULIYAH Journal

Universitas

Islam

Negeri

(UIN).

Konsekuensi dari alih status tersebut
adalah

perguruan

tinggi

berbasis

studi umum, tapi dengan perspektif Islam”
(Wamenag, 2016).
Pengembangan

ilmu-ilmu

umum

keagamaan Islam harus membuka fakultas-

dengan perspektif Islam secara luas di

fakultas baru dengan menawarkan program

perguruan tinggi keagamaan Islam tentu

studi ilmu-ilmu umum.

membuka peluang yang cukup luas bagi

Peningkatan status perguruan tinggi

berkembangnya

pengkajian

Ilmu

keagamaan Islam tersebut dimaksudkan

Hubungan Internasional dalam perspektif

supaya bisa menghidupkan kembali tradisi

Islam di Indonesia. Saat ini terdapat

pendidikan di Indonesia yang tak lepas dari

delapan perguruan tinggi keagamaan Islam

ilmu ketauhidan, yakni ilmu ketuhanan.

di Indonesia yang telah mendapatkan

Wakil Menteri Agama, Nasaruddin Umar,

akreditasi dalam pengelolaan program

menegaskan bahwa bangsa Indonesia harus

studi Ilmu Hubungan Internasional, yakni:

bisa bercermin kepada ilmuwan-ilmuwan

Universitas

Islam

Universitas Al-Azhar Indonesia, Jakarta;

zaman

mengembangkan

terdahulu
ilmu

dalam

Abdurrab,

pengetahuan.

Universitas

Mereka adalah para ahli di bidangnya,

Universitas

namun tetap kembali kepada Sang Pencipta

Universitas

(Wamenag, 2016). Tampak jelas maksud

Hidayatullah

dari pemerintah di sini bahwa ilmu

Muhammadiyah

pengetahuan

Muhammadiyah

sudah

selayaknya

Pekanbaru;

Al-Ghifari,
Darul

Bandung;

`Ulum,

Islam

Jombang;

Negeri

Jakarta;

Syarif

Universitas

Malang;

Universitas

Yogyakarta;

dan

dikembangkan sesuai jati diri bangsa

Universitas Wahid Hasyim, Semarang

Indonesia yang berketuhanan. Dengan

(Hasil Pencarian Akreditasi, 2016). Jumlah

demikian, pengembangan ilmu-ilmu umum

tersebut diperkirakan masih akan terus

yang ada di perguruan tinggi keagamaan

bertambah

Islam harus mengikuti perspektif Islam.

gelombang alih status perguruan tinggi

Hal ini secara gamblang disampaikan oleh

keagamaan Islam menjadi insitut dan

Gubernur Aceh, Zaini Abdullah, saat

universitas yang memungkinkan dibukanya

peresmian alih status IAIN Ar-Raniry

program studi ilmu-ilmu umum.

seiring

dengan

pasangnya

Aceh menjadi UIN, “Kalau dulu, IAIN

Peluang pengkajian Ilmu Hubungan

cenderung menghasilkan alumni untuk

Internasional berdasar perspektif Islam

menjadi pegawai negeri atau menjadi

tidak

ulama, kini kampus UIN ini akan bisa

menjamurnya pembukaan program studi

menghasilkan para sarjana dalam bidang

tersebut, namun juga ditopang dengan

hanya

terbuka

lebar

lantaran

207

Kebangkitan Perspektif Islam dalam Studi Hubungan Internasional Kontemporer

semakin

mengemukanya

paradigma

perspektif Islam dalam ilmu pengetahuan

akademik berbasis perspektif Islam dalam

modern. Diawali dari penyelenggaraan

pengkajian ilmu-ilmu umum (acquired

konferensi di Saudi Arabia pada tahun

sciences) di perguruan tinggi keagamaan

1977, kemudian di Bangladesh pada tahun

Islam.

Paradigma

akademik

tersebut

1981, di Indonesia pada tahun 1982, di

semangat

untuk

Mesir pada tahun 1987, dan di Afrika

mendialogkan ilmu-ilmu keislaman dengan

Selatan pada tahun 1996 (Dangor, 2005,

ilmu-ilmu umum yang selama ini telah

hlm.

tersekularkan

tradisi

tersebut, upaya untuk meracik formula

intelektual Barat. Paradigma akademik

terbaik dalam mendialogkan ilmu-ilmu

tersebut

dengan

umum dengan ilmu-ilmu keislaman tetap

berbagai terminologi, seperti: integrasi

terus dilakukan oleh berbagai kalangan.

keilmuan, keislaman dan keindonesiaan

Peristiwa penting yang cukup baru dalam

(UIN

hal ini terjadi pada tanggal 23 hingga 25

berintikan

pada

akibat

lantas

Syarif

pengaruh

diterjemahkan

Hidayatullah

Jakarta);

526).

Selepas

enam

konferensi

paradigma integrasi (UIN Maulana Malik

Agustus

Ibrahim Malang); pengintegrasian ilmu

diselenggarakannya

keislaman, sains, teknologi dan seni (UIN

Pertama Perihal Integrasi dan Islamisasi

Ar-Raniry Aceh); integrated twin-towers

Ilmu Pengetahuan Umum (1st World

(UIN Sunan Ampel Surabaya); paradigma

Congress

islamisasi

Islamicisation

ilmu

pengetahuan

(UNIDA

2013

Ponorogo); hingga pada pengembangan

Knowledge)

ilmu pengetahuan berbasis nilai Islam yang

Antarbangsa

lebih spesifik, yakni Islam ahlussunnah

(Noon, 2013).

waljamaah (Universitas Wahid Hasyim
Semarang).

yang

On
Of
di
Kuala

lalu

dengan

Kongres

Dunia

Integration
Acquired
Universitas
Lumpur

And
Human
Islam
Malaysia

Kajian Ilmu Hubungan Internasional
dalam

perspektif

Islam

di

Indonesia

Tren aplikasi paradigma akademik

dengan demikian memiliki peluang dan

yang berupaya menyatukan ilmu-ilmu

momentum kebangkitan pada saat ini,

keislaman dengan ilmu-ilmu umum seperti

yakni ketika terjadi gelombang alih status

itu bukanlah sebatas fenomena lokal

perguruan tinggi keagamaan Islam dan

Indonesia. Tren paradigmatik tersebut

meningkatnya tren paradigma penyatuan

bahkan sudah menjadi malaise global di

ilmu-ilmu keislaman dengan ilmu-ilmu

dunia pendidikan Islam saat ini. Enam

umum. Tawaran perspektif Islam dalam

konferensi

bertaraf internasional telah

pengkajian ilmu-ilmu umum juga bukan

diselenggarakan untuk membahas aplikasi

merupakan hal yang baru atau fenomena

208

Muhammad Qobidl ‘Ainul Arif | DAULIYAH Journal

lokal

Indonesia.

ilmu-ilmu

Upaya

umum

mendialogkan
ilmu-ilmu

namun juga harus dapat ditinjau secara

keislaman adalah fenomena global dalam

religius, yakni kemanfaatan untuk semakin

dunia

mendekatkan diri seorang manusia kepada

pendidikan

dengan

hanya dilihat secara akademik dan praktis,

Islam

kontemporer

sehingga sudah selayaknya upaya tersebut
juga dilakukan terhadap disiplin Ilmu
Hubungan Internasional.

Sang Pencipta.
Artikel ini menunjukkan bagaimana
perspektif Islam telah diaplikasikan dalam
kajian hubungan antar bangsa semenjak
masa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi

Kajian

hingga

Wasallam

Kes

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24