BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang - Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan Di Koperasi Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang

BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah merupakan masalah yang

  sangat menarik untuk dikaji secara ilmiah karena Koperasi dan Usaha Mikro, dan Menengah merupakan sebagian dari tata perkonomian masyarakat Indonesia. Pada penelitian ini penulis menjadikan Koperasi Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang sebagai tempat penelitian. Adapun yang menjadi pertimbangan peneliti memilih lokasi ini adalah lokasi tersebut belum pernah dilakukan penelitian pada masalah yang sama, lokasi yang tidak jauh dari tempat tinggal peneliti untuk memudahkan tinjauan penelitian.

  Undang-undang yang mengatur mengenai Koperasi adalah Undang- Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, yang telah dicabut dengan diterbitkannya Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian untuk selanjutnya disingkat UUP. Dalam pertimbangan Undang-Undang ini dinyatakan : 1.

  Bahwa koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai badan usaha berperan serta untuk mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam tata perekonomian nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi;

  2. Bahwa koperasi perlu lebih membangun dirinya dan dibangun menjadi kuat dan mandiri berdasarkan prinsip koperasi sehingga mampu berperan sebagai sokoguru perekonomian nasional; 3. Bahwa pembangunan koperasi merupakan tugas dan tanggung jawab Pemerintah dan seluruh rakyat.

  Peran koperasi sangatlah penting dalam menumbuhkan dan mengembangkan potensi ekonomi rakyat serta dalam mewujudkan kehidupan demokrasi ekonomi yang mempunyai ciri-ciri demokrasi, kebersamaan, kekeluargaan, dan keterbukaan.

  Perkembangan ekonomi yang berjalan demikian cepat, pertumbuhan koperasi selama ini belum sepenuhnya menampakkan wujud dan perannya perundang-undangan yang ada masih belum sepenuhnya menampung hal yang diperlukan untuk menunjang terlaksananya koperasi baik sebagai badan usaha maupun sebagai gerakan ekonomi rakyat. Oleh karena itu, untuk menyelaraskan dengan perkembangan lingkungan yang dinamis perlu adanya landasan hukum baru yang mampu mendorong koperasi agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi lebih kuat dan mandiri didalam kehidupan masyarakat.

  Pembangunan koperasi perlu diarahkan sehingga semakin berperan dalam perekonomian nasional. Pengembangannya diarahkan agar koperasi benar-benar menerapkan prinsip koperasi dan kaidah usaha ekonomi. Dengan demikian koperasi akan merupakan organisasi ekonomi yang mantap, demokrasi, otonom, partisipatif, dan berwatak sosial. Pembinaan koperasi pada dasarnya dimaksudkan untuk mendorong agar koperasi menjalankan kegiatan usaha dan berperan utama dalam kehidupan ekonomi rakyat.

  Undang-undang menegaskan bahwa status badan hukum koperasi, pengesahan anggaran dasar, dan pembinaan merupakan wewenang dan tanggung jawab pemerintah. Dalam pelaksanaannya, Pemerintah dapat melimpahkan wewenang tersebut kepada Menteri yang membidangi koperasi. Namun demikian hal ini tidak berarti bahwa pemerintah mencampuri urusan internal organisasi

   koperasi dan tetap memperhatikan prinsip kemandirian koperasi.

  Pemerintah, baik pusat maupun di daerah, menciptakan dan mengembangkan iklim serta kondisi yang mendorong pertumbuhan dan perkembangan koperasi. Demikian juga pemerintah memberikan bimbingan, kemudahan, dan perlindungan kepada koperasi. Pemerintah dapat menetapkan bidang kegiatan ekonomi yang hanya dapat diusahakan oleh koperasi. Selain itu pemerintah juga dapat menetapkan bidang kegiatan ekonomi di wilayah tertentu yang telah berhasil diusahakan oleh koperasi untuk tidak diiusahakan oleh badan usaha lainnya. Hal tersebut dilakukan dengan memperhatikan kepentingan ekonomi nasional perwujudan pemerataan kesempatan berusaha.

  Undang-undang juga memberikan bagi koperasi untuk memperkuat permodalan melalui pengarahan modal penyertaan baik dari anggota maupun dari bukan anggota. Dengan kemungkinan ini, koperasi dapat lebih menghimpun dana untuk pengembangan usahanya. Sejalan dengan itu dalam undang-undang ini ditanamkan pemikiran kearah pengembangan pengelolaan koperasi secara 1 Penjelasan Umum atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012

  Tentang Perkoperasian profesional. Berdasarkan hal tersebut di atas, undang-undang ini disusun dengan maksud untuk memperjelas dan mempertegas jati diri, tujuan, kedudukan, peran, manajemen, keusahaan, dan premodalan koperasi serta pembinaan koperasi, sehingga dapat lebih menjamin terwujudnya kehidupan koperasi sebagaimana

   diamanatkan oleh Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.

  Pencapaian tujuan ekonomi, kredit harus diberikan dengan jaminan agar kepastian hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan, yang salah satunya adalah membuat perjanjian kredit yang berfungsi memberi batasan hak dan kewajiban bagi pihak-pihak tersebut. Perjanjian kredit merupakan perjanjian pokok yang diikuti dengan perjanjian penjaminan sebagai perjanjian tambahan. Keduanya dibuat secara terpisah, namun kedudukan perjanjian penjaminan sangat tergantung dari perjanjian pokoknya. Hal ini perlu dilakukan untuk memberikan perlindungan kepada pihak kreditur, sehingga apabila debitur wanprestasi maka kreditur tetap mendapatkan hak atas piutangnya.

  Perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok, maka diperlukan juga adanya perjanjian penjaminan baik berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak.

  Untuk itu diperlukan lembaga hak jaminan yang kuat dan mampu memberi kepastian hukum bagi pemberi dan penerima kredit serta pihak lain yang terlibat melalui lembaga ini. Lembaga hak jaminan dibutuhkan karena sudah semakin banyak kegiatan pembangunan khususnya di bidang ekonomi yang membutuhkan dana yang cukup besar, dimana sebagian besar dana itu diperoleh melalui kegiatan perkreditan serta untuk mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam 2 Ibid pembangunan untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

  Lembaga hak jaminan atas tanah menurut Undang-Undang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996, untuk selanjutnya disingkat dengan UUHT seperti yang disebutkan dalam penjelasannya, yaitu sebagai berikut:

  1) Memberikan kedudukan mendahulukan (hak preferensi) kepada pemegangnya;

  2) Selalu mengikuti obyek yang dijaminkan, di tangan siapapun obyek tersebut berada;

  3) Memenuhi asas spesialitas dan publisitas, sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan jaminan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan;

  

4) Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya.

  Hukum jaminan yang mampu mengatur konstruksi yuridis yang memungkinkan pemberian fasilitas kredit yang menjaminkan barang-barang yang akan dimilikinya sebagai jaminan. Secara hukum seluruh kekayaan debitur menjadi jaminan dan diperuntukkan bagi pemenuhan kewajiban kepada kreditur.

  Pada dasarnya harta kekayaan seseorang merupakan jaminan dari hutang- hutangnya sebagaimana dapat diketahui dari Pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan “ Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perorangan”. Ketentuan ini juga menerangkan 3 Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal 66. mengenai fungsi jaminan yang selalu ditujukan kepada upaya pemenuhan kewajiban debitur yang dinilai dengan uang, yaitu dipenuhi dengan melakukan pembayaran. Oleh karena itu, jaminan memberikan hak kepada kreditur mengambil pelunasan dari hasil penjualan kekayaan yang dijaminkan.

  Perjanjian kredit dimana pihak-pihak telah memperjanjikan dengan tegas bahwa apabila debitur wanprestasi, maka kreditur berhak mengambil sebagian atau seluruh hasil penjualan harta jaminan tersebut sebagai pelunasan utang

  

  debitur (verhaalsrecht). Jika ada beberapa kreditur, maka pembagian diantara para kreditur tersebut didahulukan kepada para kreditur yang telah melakukan pengikatan jaminan secara khusus seperti jaminan hak tanggungan untuk menerima pelunasan hak tagihnya secara penuh. Seperti telah diketahui, bahwa ketentuan tentang Hypotheek dan Credietverband sudah tidak sesuai dengan asas- asas Hukum Tanah Nasional dan dalam kenyataannyapun tidak dapat menampung perkembangan yang terjadi dalam bidang perkreditan dan hak jaminan sebagai akibat dari pesatnya kemajuan pembangunan ekonomi sehingga peraturan perundang-undangan tersebut dirasa kurang memberikan jaminan kepastian

   hukum dalam kegiatan perkreditan.

  Memenuhi kebutuhan masyarakat, maka lahirlah undang-undang yang mengatur hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Sebelum lahirnya UUHT ini digunakannya peraturan yang lama sebagaimana disebutkan dalam Pasal 57 Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 4 Indrawati, Soewarso, Aspek Hukum Jaminan Kredit, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 2002, hal 8. 5 Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah , Penjelasan Umum angka 2.

  tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria untuk selanjutnya disingkat UUPA, bahwa selama undang-undang mengenai hak tanggungan sebagaimana dikehendaki dalam Pasal 51 belum terbentuk, maka yang berlaku adalah ketentuan mengenai Hypotheek dalam Buku II KUHPerdata dan Credietverband dalam

   Staatsblad 1908-542 sebagai yang telah diubah dengan Staatsblad 1937-190.

  Diundangkannya Undang-Undang Hak Tanggungan tersebut, maka terwujudlah sudah unifikasi Hukum Tanah Nasional yang merupakan salah satu tujuan utama UUPA dan seluruh ketentuan mengenai Hypotheek dan

  

Credietverband tidak diberlakukan lagi dan sebagai gantinya diberlakukan

  ketentuan di dalam UUHT, sehingga hak tanggungan merupakan satu-satunya

   lembaga hak jaminan atas tanah.

  UUHT Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan dengan Tanah merupakan suatu jawaban atas amanah yang ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan UUPA yaitu adanya unifikasi dalam lembaga jaminan di Indonesia, di samping untuk memenuhi kebutuhan akan modal yang semakin besar untuk keperluan pembangunan. Keberadaan UUHT bagi sistem Hukum Perdata khususnya hukum jaminan yaitu dalam rangka memberikan kepastian hukum yang seimbang dalam bidang pengikatan jaminan atas benda-benda yang berkaitan dengan tanah sebagai agunan kredit kepada kreditur, debitur maupun pemberi hak tanggungan dan pihak ketiga yang terkait. Hal tersebut mengingat bahwa dalam perjanjian kredit senantiasa memerlukan jaminan yang cukup aman bagi pengembalian dana yang disalurkan melalui kredit. Adanya jaminan ini 6 7 Ibid Ibid sangat penting kedudukannya dalam mengurangi risiko kerugian bagi pihak bank (kreditur). Adapun jaminan yang ideal dapat dilihat dari :

  a) Dapat membantu memperoleh kredit bagi pihak yang memerlukan ;

  b) Tidak melemahkan potensi (kekuatan) si penerima kredit untuk meneruskan usahanya; c)

  Memberikan kepastian kepada kreditur dalam arti bahwa apabila perlu,

   maka digunakan untuk melunasi utang si debitur.

  Berbagai hal yang diatur dalam UUHT, hal yang perlu mendapat perhatian yaitu mengenai perkembangan dan penegasan obyek hak tanggungan, masalah yang berkenaan dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) yang substansi dan syarat berlakunya berbeda dengan praktek yang berlaku selama ini, dan penegasan tentang kekuatan eksekutorial Sertipikat Hak Tanggungan. Dalam Pasal 14 UUHT dikatakan bahwa Sertipikat Hak Tanggungan berfungsi sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan yang memuat irah-irah dengan kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, dan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse akta hipotik sepanjang mengenai hak atas tanah. Dengan demikian apabila ternyata di kemudian hari debitur cidera janji, akan memberikan kemudahan dan kepastian hukum dalam penyelesaian hutang piutang karena tanpa melalui proses gugatan terlebih dahulu, sehingga adanya kekuatan eksekutorial

8 R.Subekti, Jaminan-jaminan Untuk Pemberian Kredit (Termasuk Hak Tanggungan) Menurut Hukum Indonesia, Bandung : Alumni, 1996, hal 29.

  pada Sertifikat Hak Tanggungan merupakan landasan hukum bagi kreditur sebagai upaya untuk mempercepat pelunasan kredit.

  Ketentuan Pasal 6 UUHT dinyatakan bahwa apabila debitur cidera janji, maka pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.

  Pemberian kredit, bank atau pihak pemberi selalu berharap agar debitur dapat memenuhi kewajibannya untuk melunasi tepat pada waktunya terhadap kredit yang sudah diterimanya. Dalam praktek, tidak semua kredit yang sudah dikeluarkan oleh bank dapat berjalan dan berakhir dengan lancar. Tidak sedikit pula terjadinya kredit bermasalah disebabkan oleh debitur tidak dapat melunasi kreditnya tepat pada waktunya sebagaimana yang telah disepakati dalam Perjanjian Kredit antara pihak debitur dan perusahaan perbankan. Hal-hal yang menyebabkan terjadinya kredit bermasalah misalnya karena debitur tidak mampu atau karena mengalami kemerosotan usaha dan gagalnya usaha yang mengakibatkan berkurangnya pendapatan usaha debitur atau memang debitur

   segaja tidak mau membayar karena karakter debitur tidak baik.

  Penyelesaian kredit bermasalah bagi debitur yang tidak memiliki itikad baik akan ditempuh melalui lembaga hukum dengan tujuan untuk menjual atau mengeksekusi benda jaminan dalam rangka pelunasan hutang debitur pada perusahaan perbankan.

9 Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Bank, Bandung : Alfabeta, 2003, hal 265.

  Bank sebagai pemegang hak tanggungan tidak dapat menggunakan haknya sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6 UUHT tanpa adanya campur tangan pihak lain untuk penyelamatan piutangnya. Penyelesaian melalui parate eksekusi ternyata tidak mudah bagi perusahaan perbankan, karena membutuhkan waktu yang lama serta tidak adanya kepastian. Hal ini disebabkan dalam pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan sering timbul hambatan-hambatan di lapangan.

  Hambatan-hambatan dalam pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan yang sering terjadi di perusahaan perbankan, diantaranya adalah mengenai proses pengosongan rumah karena eksekusi diprioritaskan pada rumah yang sudah dalam keadaan kosong serta adanya perbedaan penafsiran jumlah hutang tertentu yang tercantum dalam grosse akta pengakuan hutang, yaitu adanya ketidaksesuaian besarnya jumlah hutang apakah sudah dihitung dengan bunga atau belum karena apabila belum, maka hanya jumlah hutang tertentu itu saja yang dapat dieksekusi sedangkan untuk hutang bunga penagihannya harus melalui gugatan biasa.

  Adanya perubahan jumlah hutang yang telah berubah yang disebabkan oleh jumlah hutang tertentu yang tercantum dalam grosse akta pengakuan hutang telah dicicil atau dilunasi sebagian tetapi hal tersebut jarang sekali terjadi.

  Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengambil judul dalam penyusunan skripsi ini adalah Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan di Koperasi Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang.

I. Perumusan Masalah

  Perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu : 1. Bagaimana Hak dan Kewajiban dalam Perjanjian Kredit dengan Jaminan

  Hak Tanggungan? 2. Bagaimana Penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan di Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang,

  Kabupaten Deli Serdang.

  J. Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian ini yaitu 1. Untuk mengetahui Hak dan Kewajiban dalam Perjanjian Kredit dengan

  Jaminan Hak Tanggungan 2. Untuk mengetahui Penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan di Credit Union Seia Sekata Kecamatan

  Galang, Kabupaten Deli Serdang.

  K. Manfaat Penelitian

  Penelitian ini mempunyai manfaat praktis dan teoritis yaitu sebagai berikut:

1. Secara Teoritis a.

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Hukum Perdata khususnya Hukum Perbankan mengenai penyelesaian kredit macet dalam perjanjian kredit yang dijamin dengan Hak Tanggungan. b.

  Sebagai bahan studi bagi pengkajian selanjutnya yang lebih mendalam tentang masalah penyelesaian wanprestasi dengan jaminan hak tanggungan di Koperasi Credit Union Seia Sekata 2. Secara Praktis

  Bagi pihak bank dapat memberikan gambaran yang jelas dalam menyelamatkan kredit macet dan juga sebagai bahan masukan bagi bank dalam mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi dalam menyelesaikan kredit macet.

  L. Keaslian Penulisan

  Skripsi ini berjudul penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan di koperasi Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang. Berdasarkan penelusuran kepustakaan dan studi kasus sepanjang yang diketahui belum dilakukan penulisan, oleh karena itu penulisan ini asli. Bila ternyata terdapat skripsi yang sama dengan skripsi ini sebelum dibuat penulis bertanggungjawab sepenuhnya.

  M. Metode Penelitian 1.

  Jenis Penelitian Untuk memperoleh suatu pembahasan sesuai dengan apa yang terdapat di dalam tujuan penyusunan bahan analisis, maka dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode yuridis normatif, yaitu melihat bagaimana bekerjanya hukum di masyarakat dalam menyelesaikan suatu masalah.

   2.

  Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian dalam penulisan skripsi ini berupa penelitian deskriptif analitis. Deskriptif dalam arti bahwa dalam penelitian ini penulis bermaksud untuk menggambarkan dan melaporkan secara rinci, sistematis, dan menyeluruh mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan barang jaminan yang akan dilelang atau dijual.

3. Metode Pengumpulan Data

  Pengumpulan data merupakan hal yang sangat erat hubungannya dengan sumber data, karena melalui pengumpulan data ini akan diperoleh data yang diperlukan untuk selanjutnya di analisa sesuai yang diharapkan berkaitan dengan hal tersebut, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan pengumpulan data sebagai berikut: a.

  Data Primer Data pr imer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang. Data primer diperoleh dengan: Wawancara, yaitu cara memperoleh informasi dengan bertanya langsung pada pihak Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang mengetahui dan terkait dengan barang jaminan yang dijadikan Hak Tanggungan di Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang dan barang jaminan 10 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif-Suatu Tinjauan

  Singkat , Jakarta: Rajawali Press, 1985, hal 2 b.

  Data Sekunder Data sekunder yaitu data yang mendukung keterangan atau menunjang kelengkapan data primer. Data sekunder terdiri dari: 1)

  Bahan-bahan hukum primer, meliputi:

  a) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

  b) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.

  c) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Dan Hak Pakai Atas Tanah.

  d) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

  e) Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 Tentang Koperasi

  2) Bahan-bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan memahami bahan hukum primer, meliputi:

  a) Buku-buku yang membahas tentang hukum agraria dan masalah Hak Tanggungan.

  b) Buku-buku yang membahas tentang penyelesaian kredit macet.

  c) Hasil penelitian tentang penyelesaian kredit macet. 3)

  Bahan hukum tersier Bahan hukum tertier yaitu bahan hukum yang dapat memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus, ensiklopedi, indeks kumulatif dan lain-lain.

4. Teknik Analisa Data

  Data yang diperoleh baik dari studi lapangan maupun studi dokumen pada dasarnya merupakan data tataran yang dianalisis secara deskriptif kualitatif, yaitu setelah data terkumpul kemudian dituangkan dalam bentuk uraian logis dan sistematis, selanjutnya dianalisis untuk memperoleh kejelasan penyelesaian masalah, kemudian ditarik kesimpulan secara deduktif, yaitu dari hal yang bersifat umum menuju hal yang bersifat khusus. Dalam penarikan kesimpulan, penulis menggunakan metode deduktif. Metode deduktif adalah suatu metode menarik kesimpulan dari yang bersifat umum menuju penulisan yang bersifat khusus.

  N. Sistematika Penulisan

  BAB I PENDAHULUAN Pada bagian ini akan membahas Latar Belakang, Permasalahan, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Keaslian Penulisan, Sistematika Penulisan BAB II KOPERASI CREDIT UNION Pada bagian ini membahas mengenai Sejarah dan Latar Belakang Didirikan, tujuan Tujuan dan Jenis Kredit Yang Diberikan dan Credit Union Seia Sekata Kec. Galang, Kab. Deli Serdang BAB III WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN Pada bagian ini membahas mengenai Perjanjian Kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan Jaminan, Pengertian dan Ciri-ciri Hak

  Tanggungan, Asas-asas Hak Tanggungan, Objek dan Subjek Hak Tanggungan, Objek Hak Tanggungan, Subjek Hak Tanggungan, Proses Pembebanan Hak Tanggungan, Eksekusi Hak Tanggungan, Wanprestasi, Pengertian Wanprestasi, Sebab Terjadinya Wanprestasi, Akibat Hukum dari Wanprestasi

  BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN DI CREDIT UNION SEIA SEKATA KECAMATAN GALANG, KABUPATEN DELI SERDANG. Pada bab ini akan membahas Hak dan Kewajiban dalam Perjanjian Kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan, Penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan di di Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang.

  BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini membahas tentang Kesimpulan dan Saran

Dokumen yang terkait

Hubungan Infeksi Ascaris lumbricoides Terhadap Hasil Uji Tusuk Kulit (Skin Prick Test) dengan Alergen dari Cacing Ascaris pada Anak Sekolah Dasar Negeri 047/XI Koto Baru yang Memiliki Riwayat Atopi di Kecamatan Pesisir Bukit Kota Sungai Penuh Provinsi Jam

0 1 27

Hubungan Infeksi Ascaris lumbricoides Terhadap Hasil Uji Tusuk Kulit (Skin Prick Test) dengan Alergen dari Cacing Ascaris pada Anak Sekolah Dasar Negeri 047/XI Koto Baru yang Memiliki Riwayat Atopi di Kecamatan Pesisir Bukit Kota Sungai Penuh Provinsi Jam

0 0 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cacing Usus - Hubungan Infeksi Ascaris lumbricoides Terhadap Hasil Uji Tusuk Kulit (Skin Prick Test) dengan Alergen dari Cacing Ascaris pada Anak Sekolah Dasar Negeri 047/XI Koto Baru yang Memiliki Riwayat Atopi di Kecamatan P

0 0 8

Hubungan Infeksi Ascaris lumbricoides Terhadap Hasil Uji Tusuk Kulit (Skin Prick Test) dengan Alergen dari Cacing Ascaris pada Anak Sekolah Dasar Negeri 047/XI Koto Baru yang Memiliki Riwayat Atopi di Kecamatan Pesisir Bukit Kota Sungai Penuh Provinsi Jam

0 0 21

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Sistem Outsourcing Pada Industri Jasa Perbankan Setelah Adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PPU-9/2011

0 0 11

BAB II PENGATURAN LEMBAGA DANA PENSIUN DI INDONESIA A. Pengertian, Dasar Hukum, dan Jenis-Jenis Lembaga Dana Pensiun 1. Pengertian Lembaga Dana Pensiun - Pengawasan Terhadap Lembaga Dana Pensiun Setelah Berlakunya Undang-Undang No.21 Tahun 2011 Tentang Ot

0 0 58

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pengawasan Terhadap Lembaga Dana Pensiun Setelah Berlakunya Undang-Undang No.21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

0 0 17

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian dan Jenis Perjanjian - Analisis Hukum Terhadap Perjanjian Penyambungan Air Pada PDAM Tirtanadi Medan

0 0 23

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Hukum Terhadap Perjanjian Penyambungan Air Pada PDAM Tirtanadi Medan

0 0 10

BAB II KOPERASI CREDIT UNION A. Sejarah dan Latar Belakang Didirikan - Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan Di Koperasi Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang

0 1 13