BAB II PROFIL NAGORI TIGA RAS, KECAMATAN DOLOK PARDAMEAN, KABUPATEN SIMALUNGUN II. 1 Kabupaten Simalungun - Hubungan Politik antara Pangulu dan Maujana Nagori di Nagori Tiga Ras, Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun pada periode 2008-2015

BAB II PROFIL NAGORI TIGA RAS, KECAMATAN DOLOK PARDAMEAN, KABUPATEN SIMALUNGUN II.

1 Kabupaten Simalungun

  Kabupaten Simalungun merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Kabupaten Simalungun bagian timur. Secara geografis Kabupaten Simalungun terletak antara 98 ,320– 99 ,350 BT dan 2 ,360 – 3 ,180 LU dengan kelembaban udara rata-rata perbulan 83.0 % dengan kelembaban tertinggi terjadi pada bulan

   Oktober yaitu 86 %, dengan penguapan rata-rata 3,52 mm/hari. Dalam satu

  tahun rata-rata terdapat 15 hari hujan dengan hari hujan tertinggi terdapat pada bulan Oktober sebanyak 24 hari hujan, curah hujan terbanyak pada bulan nopember sebesar 407 mm dengan ketinggian 20-1400 M diatas permukaan laut yang berbatasan dengan:

  Sebelah barat : Kabupaten Karo Sebelah Timur : Kabupaten Asahan Sebelah Utara : Kabupaten Deli Serdang Sebelah Selatan :Kabupaten Toba Samosir

   Profil-simalungun, diakses pada 30 Maret 2015

  2 Luas wilayah Kabupaten Simalungun ialah mencapai 4.386, 60 Km dengan

  2 jumlah penduduk sebanyak 830986 jiwa dengan kepadatan 189,44 jiwa/ Km .

  Gambar 2. 1: Peta Kabupaten Simalungun Sumber: Diolah dari berbagai sumber

  Secara administratif Kabupaten Simalungun terdiri dari 31 Kecamatan, yakni Bandar, Bandar huluan, Bandar Masilam, Bosar Maligas, Dolok Batunanggar, Dolok Panribuan, Dolok Pardamean, Dolok Pardamean, Dolok Silau, Girsang Sipangan Bolon, Gunung Malela, Gunung Maligas, Panei, Panombean Panei, Pematang Bandar, Pematang Sidamanik, Pematang Silimahuta, Purba, Raya, Raya Kahean, Siantar, Sidamanik, Haranggaol Horisan, Hatonduhan, Huta Bayu Raja, Jawa Maraja Bah Jambi, Jorlang Hataran, Silau Kahean, Silimakuta, Tanah Jawa, Tapian Dolok, Ujung Pandang beserta 27 kelurahan dan 386 Nagori dengan jumlah terbanyak berada di kecamatan Raya

   yaitu 18 Nagori dan 4 kelurahan.

  Sektor pertanian dan hasil perkebunan menjadi komoditi utama yang dihasilkan di Kabupaten Simalungun. Penggunaan lahan secara keseluruhan didominasi untuk sektor pertanian dan perkebunan dengan penghasil padi, jagung, dan ubi kayu terbesar di Sumatera Utara.

  II.

2 Kecamatan Dolok Pardamean

  Kecamatan Dolok Pardamean merupakan salah satu kecamatan yang

  2

  terdapat di Kabupaten Simalungun dengan luas adalah 103, 04 Km dengan ketinggian 1247 M diatas permukaan laut yang berbatasan dengan: Sebelah Timur : Kecamatan Panei Sebelah Selatan : Danau Toba Sebelah Barat : Kecamatan Purba Sebelah Utara : Kecamatan Raya

  Kecamatan Dolok Pardamean secara admiinistratif merupakan kecamatan di

  2 Kabupaten Simalungun memiliki wilayah paling kecil yaitu 103,04 Km dengan

  2

  jarak 35 Km ke kabupaten dan terdiri dari 16 (enam belas) Nagori, diantaranya Bangun Pane, Butu Bayu Panei, Dolok Saribu, Parik Sabungan, Parjalangan, 44 Sibuntuon, Silabah Jaya, Sinaman Labah, Sirube-rube Gunung Purba, Tiga Ras

  BPS Kabupaten Simalungun tahun 2014 dan Togu Domu Nauli, Nagori Bayu, Sihemun Baru, Tanjung Saribu, Pamatang Sinaman, Partuahan. Berikut tabel nama nagori beserta luas dan jumlah penduduk yang terdapat di Kecamatan Dolok Pardamean:

Tabel 2.1 : Nama Nagori berdasarkan Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk

  No Nama Nagori Luas Wilayah Jumlah Penduduk

  1 Bangun Panei 899 Ha 1327 Orang

  2 Butu Bayu Panei Raja 904 Ha 1032 Orang

  3 Dolok Saribu 1020 Ha 1701 Orang

  4 Parik Sabungan 933 Ha 1247 Orang

  5 Parjalangan 688 Ha 993 Orang

  6 Sibuntuon 967 Ha 1834 Orang

  7 Silabah Jaya 987 Ha 1673 Orang

  8 Sinaman Labah 1120 Ha 1820 Orang

  9 Sirube-rube Gunung Purba 992 Ha 1509 Orang

  10 Tiga Ras 1209 Ha 1529 Orang

  11 Togu Domu Nauli 1003 Ha 1415 Orang

  12 Nagori Bayu 891 Ha 897 Orang

  13 Sihemun Baru 1089 Ha 1205 Orang

  14 Tanjung Saribu 1163 Ha 1003 Orang

  15 Pamatang Sinaman 697 Ha 919 Orang

  16 Partuahan 1050 Ha 998 Orang

  Sumber: Profil Kecamatan Dolok Pardamean

  Adapun jumlah penduduk Dolok Pardamean ialah sekitar 16. 080 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 8. 123 jiwa dan perempuan sebanyak 7.947 jiwa. Dari tabel diatas tampak bahwa wilayah terluas ialah wilayah Nagori Tiga ras yaitu dengan luas 1209 Ha dengan jumlah penduduk yang mencapai 1529 orang.

II.3 Nagori Tiga Ras

  Nagori Tiga Ras merupakan salah satu Nagori di Simalungun yang terkenal dengan tempat pariwisatanya, yakni seperti Pantai Paris, Pantai Garoga dan lain sebagainya. Tiga Ras sendiri terdiri dari “tiga” (pajak/ pekan) dan Ras (suku). Dimana pada tahun 1927 didaerah ini terdapat pekan atau pusat perbelanjaan, dan yang berkunjung ke pekan ini datang dari berbagaisuku, diantaranya suku simalungun, suku samosir, dan suku toba.

  Nagori Tiga Ras merupakan satu-satunya alternatif penyeberangan ke Samosir dan Tapanuli pada masa itu sebelum terbentuk pelabuhan di Parapat, Tomok dan lain sebagainya. Namun sarana penyeberangan kapal baru dibuka pada tahun 2007.

II.3. 1Letak Geografis

  Secara geografis Nagori Tiga Ras berada dikecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun. Ketinggian desa rata rata di atas 862-900M diatas permukaan laut dan rata-rata suhu sekitar 25° C dengan kategori daerah Dingin/Sejuk dan dengan luas wilayah sekitar 1209 Ha.

  Secara adminitratif Nagori Tiga Ras terdiri dari 5 Dusun, diantaranya Dusun I (Dusun Labuhan), Dusun II (Dusun Parbalohan), Dusun III (Dusun Saragih Ras), Dusun IV (Dusun Partondiaan), Dusun V (Dusun Batu Marandor). Setiap nama dusun disesuaikan dengan dusun masing-masing, seperti Dusun I disebut dusun Labuhan karena di Dusun tersebut terdapat pelabuhan, Dusun II disebut Dusun Parbalohan karena Dusun tersebut merupakan perbatasan dengan nagori yang lain, dan seterusnya.

  Nagori Tiga Ras berada dibagian selatan Kabupaten Simalungun yang berbatasan dengan: Sebelah timur : Kecamatan Pamatang Sidamanik Sebelah barat : Danau Toba Sebelah Utara : Nagori Togu Domu Nauli Sebelah Selatan : Danau Toba

II.3. 2Keadaan Penduduk

  Penduduk Nagori Tiga Ras terdiri dari 1529 jiwa dengan jumlah penduduk Laki-laki sebanyak 637 orang dan perempuan berjumlah 892 orang.

  Tabel: Jumlah Penduduk Berdasarkan jenis kelamin NO Jenis Kelamin Jumlah

  1 Laki-laki 637 jiwa

  2 Perempuan 892 jiwa

  Sumber: Profil Nagori Tiga Ras

  Penduduk Nagori Tiga Ras terdiri dari beberapa suku, seperti suku Simalungun, Batak Toba, Batak Samosir. Penduduk mayoritas menggunakan bahasa Batak Samosir, dimana mereka meyakini Batak Samosir lebih dekat ke Batak Simalungun dibandingkan ke Batak Toba. Adapun jumlah penduduk berdasarkan suku dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

  Tabel : Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku NO SUKU Jumlah Penduduk

  1 Batak Simalungun 765 jiwa

  2 Batak Samosir 718 jiwa

  3 Batak Toba 46 jiwa Jumlah 1529 jiwa

  Sumber: Profil Nagori Tiga Ras

  Mata pencaharian penduduk Nagori Tiga Ras mayoritas adalah petani, namun disamping petani ada juga yang bermata pencaharian pedagang, sopir, nelayan, PNS dan lain sebagainya. Agar lebih rinci dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

  Tabel: Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian No Pekerjaan Jumlah penduduk

  1 Bertani 1350 jiwa

  2 Berdagang 118 jiwa

  3 Sopir 15 jiwa

  4 Nelayan 34 jiwa

  5 PNS 12 jiwa

  Jumlah 1529 jiwa Sumber: Profil Nagori Tiga Ras

  Namun melihat tuntutan biaya hidup yang semakin meningkat, hampir semua masyarakat Nagori Tiga Ras baik itu pedagang, nelayan, PNS dan lain sebagainya disamping pekerjaan mereka itu, mereka tetap melakukan pekerjaan sampingan dengan bercocok tanam diladang untuk melengkapi kebutuhan hidup.

  Sehingga dapat disimpulkan bahwa mayoritas masyarakat Nagori Tiga Ras memenuhi kebutuhan dengan bertani, dengan hasil utama pertanian ialah kopi.

  Nagori Tiga Ras memiliki sarana ibadah seperti gereja dan masjid, dimana Gereja kristen Protestan berjumlah 6 (enam) buah, Gereja Katolik ada 1 (satu) buah, Masjid ada 1 (satu) buah dan dengan Musholah 1 (satu) buah. Ada berbagai agama yang dianut oleh Masyarakat Tiga Ras, seperti Kristen Protestan, Katolik, dan Islam dengan rincian sebagai berikut:

  Tabel 2. 2: Jumlah Penduduk berdasarkan Agama No Agama umlah sarana ibadah Jumlah Umat

  1 Kristen Protestan 6 buah 1049 orang

  2 Katolik 1 buah 80 orang

  3 Islam 2 buah 400 orang Jumlah 9 buah 1529 orang

  Sumber: Profil Nagori Tiga Ras

  Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwasanya penduduk Nagori Tiga Ras mayoritas menganut agama Kristen Protestan yang mencapai 70%, dan diikuti oleh masyarakat yang menganut agama Islam yang mencapai 26 % dan yang paling sedikit ialah yang menganut agama Katolik yang hanya 4% atau sekitar 12 KK.

  Sumber daya manusia merupakan faktor penentu dan pelaksanaan pembangunan suatu wilayah, apakah sebagai perencana atau pembuat kebijakan maupun sebagai pelaksana. Peranan sumber daya manusia yang berkualitas sangat menentukan terhadap proses pembangunan wilayah sesuai dengan sasaran yang telah ditentukan.

  Di Nagori Tiga Ras sendiri dapat dikatakan masih memprihatinkan, pemerintah sendiri masih kurang memberi perhatian terhadap pendidikan didaerah ini. Didaerah ini hanya terdapat 2 (dua) lembaga pendidikan dan itu hanya bangunan Sekolah Dasar (SD) saja, dan masyarakat yang ingin melanjut pendidikan ketingkat SMP dan SMA harus pergi ke sekolah yang terdapat di tingkat Kecamatan yang berjarak sekitar 7 KM dari Nagori tersebut. Dengan rincian pendidikan masyarakat sebagai berikut:

  Tabel 2. 3: Jumlah Penduduk berdasarkan tingkat pendidikan No Tingkat Pendidikan Jumlah

  1 Tidak Sekolah 80 orang

  2 SD (Sekolah Dasar) 193 orang

  3 SMP (Sekolah 254 orang MenengahPertama)

  4 SMA (Sekolah Menengah Atas) 987 orang

  5 D3 (Diploma) 6 orang

  6 S1 (Sarjana) 9 orang

  Jumlah 1529 orang Sumber: Profil Nagori Tiga Ras Dari tabel diatas dapat terlihat bahwasanya tingkat pendidikan masyarakat di Nagori Tiga Ras masih sangat terbelakang dan sangat memprihatinkan. Dimana penduduk mayoritas Nagori Tiga Ras tamat SMA (Sekolah Menengah Atas) dan yang kuliah hanya 15 orang. Dari tingkat pendidikan dapat terlihat bagaimana kualitas sumber daya manusia (SDM) dinagori ini. Hal ini terlihat dari kondisi pembangunan yang terdapat didaerah ini, sebagai lokasi strategis untuk pariwisata dan juga terdapat pelabuhan dapat dikatakan daerah ini masih jauh tertinggal. Dimana minimnya alat transportasi kedaerah ini, yang hanya 2 (dua) angkutan yang sampai kedaerah ini, itu juga hanya tujuan perjalanan Simpang Raya.

  Disamping alat transportasi, pembangunan jalan juga masih kurang karena sepanjang jalan sampai ke Simpang Raya masih banyak jalan berlobang. Jalan yang bagus malah dari Nagori Tiga Ras ke Tiga Runggu sebagai jalan besar, namun alat transportasi menuju Tiga Runggu itu sendiri tidak ada.

II.3. 3 Struktur Sosial Budaya

  Struktur sosial merupakan pranata-pranata yang menentukan kedudukan laki-laki dan perempuan dalam masyarakat dan dengan demikian menyalurkan

  

  hubungan pribadi mereka. Struktur sosial secara operasional pada hakikatnya bersendikan sistem sosial marga yang patrilineals.

  Masyarakat Nagori Tiga Ras terdiri dari suku Simalungun, Batak Samosir, 45 dan Batak Toba meskipun hanya sedikit. Mereka sendiri tidak menerima jika

  Merville J. Herskovis, 1986. Organisasi Sosial: Struktur Masyarakat. Jakarta: Gramedia. Hlm. 82 mereka dinyatakan suku Batak Toba dan tetap bersikeras untuk disebut sebagai masyarakat Batak Samosir karena masyarakat Nagori Tiga Ras berkembang dan berdatangan dari Samosir dikarenakan lokasi Nagori Tiga Ras yang berada di pesisir danau toba dan dekat dengan Pulau Samosir.

  Masyarakat Nagori Tiga Ras bisa disebut terdiri dari 50% masyarakat bersuku Batak Samosir dan 50% Batak Simalungun. Namun didaerah ini mayoritas menggunakan bahasa Batak Samosir sedangkan bahasa Simalungun sudah mulai tidak digunakan lagi dan hanya digunakan didalam Gereja saja seperti Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS). Hal ini mungkin dikarenakan oleh orang Simalungun biasanya berbahasa simalungun dengan mereka yang sesuku dan dengan orang yang lain suku, orang simalungun cenderung menyesuaikan dirinya dengan bahasa lawan bicara.

  Sebagian orang menganggap bahwa ini adalah sisi kelemahan orang simalungun yang kurang bisa menjaga dan mempertahankan bahasa daerahnya sendiri. Dipihak lain ada juga yang beranggapan bahwa ini dilakukan orang simalungun untuk mengatasi gangguan komunikasi dengan orang lain yang tidak menguasai bahasa simalungun dengan baik. Inilah menjadi penyebab mengapa orang simalungun umumnya mampu menguasai bahasa asing relatif cepat.

  Didaerah yang berbatasan dengan batak karo, orang simalungun mampu berbicara dalam bahasa karo, sebaliknya orang karo tidak mampu menguasai bahasa simalungun. Di daerah yang berbatasan dengan bahasa batak toba, orang simalungun mampu berbahasa toba, demikian juga yang berbatasan dengan melayu.

  Dalam bidang agama masyarakat Nagori Tiga Ras mayoritas agama yang mereka anut ialah agama yang mereka bawa dari daerah asalnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa masyarakat didaerah ini terbuka untuk menerima masyarakat pendatang dan dapat menerima adanya perbedaan. Masyarakat di daerah ini bersikap sangat ramah terhadap orang yang datang kedaerah itu.

  Nilai-nilai keagamaan yang ada di Nagori Tiga Ras sangat banyak memberikan memberikan dampak positif bagi terselenggaranya kekerabatan antar anggota masyarakat. Unsur-unsur budaya dan unsur keagamaan masyarakat yang saling menghormati menjadi ciri masyarakat yang tinggal didaerah Tiga Ras.

  Sistem sosial yang berlaku didalam kehidupan masyarakat di Nagori Tiga Ras merupakan sistem sosial yang diatur berdasarkan sistem sosial yang berlaku di Indonesia. Peraturan Pemerintah dan sistem norma masyarakat menjadi dasar dari kehidupan sosial masyarakat Nagori Tiga Ras.

  Masyarakat Nagori Tiga Ras memiliki nilai kekeluargaan yang kuat. Misalnya, masyarakat yang beragama Kristen merayakan hari natal, masyarakat yang beragama Islam ikut merayakannya dengan datang berkunjung kerumah masyarakat yang beraga Kristen. Begitu juga sebaliknya jika masyarakat yang beragama Islam merayakan lebaran, masyarakat Kristen juga datang kerumah masyarakat Muslim. Rasa saling menghormati antar suku dan umat beragama sangat kental, dimana apabila ada kegiatan keagamaan, mereka saling membantu antara yang satu dengan yang lain.

II.4 Pemerintahan Nagori

  Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 2005 tentang desa, disebut bahwa desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati oleh sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  Di kabupaten Simalungun sendiri istilah desa diganti dengan istilah Nagori dengan mengacu pada Peraturan Daerah Kabupaten Simalungun No. 13 tahun 2006 tentang Pemerintahan Nagori. Pada Nagori sesuai dengan Perda No.13 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Nagori pasal 55 disebutkan, bahwa susunan Pemerintahan Nagori dikepalai oleh Pangulu, dan untuk sekretaris dan kepala urusan disebut dengan Tungkat Nagori, untuk pimpinan wilayah bagian Nagori dilingkungan kerja pelaksanaan pemerintahan Nagori adalah Gamot, dan untuk wilayah bagian Nagori disebut dengan Huta.

  Sebagai perwujudan dari demokrasi, maka di Nagori Tiga Ras dibentuk badan legislatif yakni Maujana Nagori sebagai mitra kerja Pangulu dalam menetapkan peraturan Nagori, menetapkan anggaran pendapatan Nagori, menetapkan dan membentuk lembaga-lembaga nagori sesuai kebutuhan Nagori, menetapkan badan usaha Nagori, dan sebagainya.

  Gambar 2. 2 Struktur Organisasi Pemerintahan Nagori Tiga Ras

  Pangulu Maujana Nagori

  ( Mika Jaya ( Taborliman

  Sitio) Sekdes

  ( Rahman Tindaon) Kaur

  Kaur Keuangan Kaur Pembangunan Pemerintahan

  (Rafendi ( Sadar Silalahi)

  Siadari) (Lorida Siallagan) Dusun III/ Dusun IV/ Dusun V/

  Dusun I/ Dusun II/ Dusun Dusun Dusun Batu

  Dusun Dusun Saragih Ras Partondiaan Marandor

  Labuhan Parbalohan ( Arnold ( Lorensius ( John Hendrik

  ( Samaruddin ( Kasiaman Togar Sitio) Silalahi) Damanik)

  Sitio) Silalahi)

  Sumber: Profil Nagori Tiga Ras

II.4. 1 Pangulu

   Pangulu memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Nagori, yang memiliki

  kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan asal-usul dan adat –istiadat serta kondisi sosial- budaya masyarakat setempat sesuai dengan Perda No. 13 tahun 2006 tentang Nagori.

  Sama dengan Kepala Desa, Pangulu juga dipilih oleh dan dari penduduk Nagori dengan masa jabatan Pangulu adalah enam tahun, yang dihitung sejak yang bersangkutan dilantik. Pangulu yang sudah menduduki jabatan Pangulu hanya boleh menduduki jabatan Pangulu lagi untuk satu kali masa jabatan. Pangulu Nagori Tiga Ras sendiri menjabat sejak tahun 2008 hingga tahun 2014, namun dikarenakan adanya kendala pemilihan presiden (Pilpres) dan pemilihan kepala daerah (Pilkada) baru-baru ini, sehingga khusus kabupaten simalungun dilakukan perpanjangan dengan jabatan pelaksana hingga tahun 2015. Dan ada kemungkinan pemilihan Pangulu dikabupaten simalungun akan dilaksanakan pada tahun 2019 dengan alasan agar pemilihan Pangulu sekabupaten simalungun dilakukan serentak bukan seperti sebelum-sebelumnya yang tidak serentak.

  Pangulu mempunyai tugas untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Dalam melaksanakan tugas, Pangulu memiliki wewenang, yakni: 1.

  Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama Maujana Nagori.

  2. Mengajukan rancangan Peraturan Nagori.

  3. Menetapkan Peraturan Desa yang telah mendapat persetujuan bersama Maujana Nagori

  4. Menyusun dan mengajukan rancangan Peraturan Desa mengenai APB Desa untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD 5. Membina kehidupan masyarakat desa 6. Membina perekonomian desa 7. Mengkoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif 8. Mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang –undangan 9. Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang- undangan

II.4. 2 Maujana Nagori

   Sesuai dengan Perda No.13 tahun 2006 tentang Nagori, disebutkan bahwa

  Maujana Nagori merupakan wakil dari penduduk Nagori bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah (huta). Anggota Maujana Nagori terdiri dari pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh pemuka masyarakat lainnya.

  Keberadaan Maujana Nagori didalam Nagori bukan hanya sekedar pelayan pada sebuah Nagori tetapi juga sebagai mitra Pangulu dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan, selain itu Maujana Nagori juga diharapkan dapat menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat sehingga peran Maujana Nagori dapat dirasakan oleh masyarakat.

  Maujana Nagori memiliki tugas dan wewenang, yakni: 1)

  Membahas rancangan peraturan nagori bersama dengan Pangulu 2)

  Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan Nagori dan Peraturan Pangulu

  3) Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Pangulu

  4) Membentuk panitia pemilihan Pangulu

  5) Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan aspirasi masyarakat

  6) Menyusun Tatatertib Maujana Nagori

  Sebagai wakil masyarakat, Maujana Nagori wajib menyampaikan informasi hasil kerjanya kepada masyarakat. Sehingga relasi antara Manujana Nagori dengan Masyarakat bisa semakin dekat.

  Sesuai dengan Perda No. 13 tahun 2006 tentang Nagori pasal 104 dijelaskan bahwa jumlah anggota Maujana Nagori ditetapkan dengan jumlah ganjil, paling sedikit lima (5) orang dan paling banyak sebelas (11) orang dengan memperhatikan luas wilayah, jumlah penduduk dan kemampuan keuangan Nagori dengan ketentuan:

  a) Jumlah penduduk sampai dengan 1500 jiwa,jumlah anggota 5 (lima) orang b) Jumlah pendudk 1501 sampai dengan 2000 jiwa jumlah anggota 7 (tujuh) orang

c) Jumlah penduduk diatas 2001 orang,jumlah anggota 9 (Sembilan) orang.

  Memicu pada jumlah penduduk yang ada di Nagori Tiga Ras yang berjumlah 1529 orang maka jumlah anggota Maujana Nagori yang ada di Nagori Tiga Ras berjumlah 7 (tujuh) orang dengan ketua dan wakil ketua sehingga keseluruhan Maujana Nagori di Nagori Tiga Ras berjumlah 9 (sembilan) orang.

  Gambar 2. 3 Struktur Organisasi Maujana Nagori Tiga Ras Sumber: Profil Nagori Tiga Ras

  Ketua Taborliman Sidauruk

  Sekretaris Dirga Siallagan

  Wakil Ketua Sihar Sitio

  Anggota: 1.

  Jainson Tindaon 2. Rahmat Sitio 3. Hamdan Sitio 4. Marojahan

Sidauruk

5. Sahat Napitu 6.

  Bonar Sitio

II.5 Peraturan Nagori

  Sesuai dengan Perda No. 13 tahun 2006 tentang Nagori, disebutkan bahwa Nagori memiliki weweenang mengatur dan mengurus urusan masyarakat setempat sesuai dengan asal usul dan adat istiadatnya. Dalam rangka mengatur urusan masyarakat setempat tersebut Nagori dapat membuat peraturan nagori. Peraturan Nagori ditetapkan oleh Pangulu bersama Maujana Nagori dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan Nagori. Sama seperti peraturan desa, peraturan Nagori merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat desa setempat serta harus dibentuk berdasarkan asa pembentukan peraturan perundang- undangan yang baik yang meliputi: a)

  Kejelasan tujuan

  b) Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat

  c) Kesesuaian antara jenis dan materi muatan

  d) Dapat dilaksanakan

  e) Kedayagunaan dan kehasilgunaan

  f) Kejelasan rumusan

  g) Keterbukaan

  Dalam penyusunan peraturan Nagori, rancangan perraturan Nagori dapat diprakarsai oleh pemerintah desa dan dapat berasal dari pemerintahan Nagori dan dapat berasal dari usul inisiatif Maujana Nagori. Jika bersal ari pemerintah Nagori maka Pangulu yang menyiapkan rancangan Peraturan Nagori terbut. Jika berasal dari Maujana Nagori maka Maujana Nagori yang menyiapkan semuanya.

  Terhadap rancangan peraturan Nagori, masyarakat berhak memberikan masukan baik secara tertulis maupun secara lisan . Selanjutnya rancangan peraturan Nagori dibahas secara bersama oleh pemerintah Nagori dan Maujana Nagori.

  Untuk rancangan peraturan nagori tentang anggaran pendapatan dan belanja Nagori, pungutan, dan penataan ruang yang telah disetujui bersama dengan Maujana Nagori, sebelum ditetapkan oleh Pangulu paling lambat 3 (tiga) hari

  

  disampaikan oleh Pangulu kepada Bupati untuk dievaluasi. Hasil evaluasi disampaikan oleh Bupati kepada Pangulu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan peraturan Nagori tersebut diterima. Apabila Bupati belum belum memberikan hasil evaluasi rancangan anggaran pendapatan dan belanja Nagori tersebut, Pangulu dapat menetapkan rancangan peraturan nagori tentang anggaran pendapatan dan belanja Nagori menjadi peraturan Nagori.

  Rancangan peraturan Nagori yang telah disetujui beersama oleh Pangulu dan Maujana Nagori disampaikan oleh ketua Maujana Nagori kepada Pangulu untuk ditetapkan menjadi peraturan Nagori. Penyampaian rancangan peraturan Nagori dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.

  4646 Hanif Nurcholis. 2011. Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama. Hal. 114

  Peraturan Nagori disampaikan oleh Pangulu kepada Bupati melalui Camat sebagai bahan pembinaan dan pengawasan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan. Peraturan Nagori dan peraturan pelaksanaannya wajib disebarluaskan kepada masyarakat oleh pemerintah Nagori.

II.6 Sejarah Nagori di Simalungun

  Nama Simalungun menurut sumber lisan turun-temurun berasal dari bahasa simalungun Sima-sima dan lungun. Sima-sima artinya peninggalan dan lungun artinya “yang dirindukan” atau “sepi”. Dahulu pada abad ke-6 atau sekitar tahun 500 Masehi pada masa kerajaan Nagur yang merupakan kerajaan pertama di Simalungun, daerah ini pernah dilanda penyakit sampar (kolera) yang parah sehingga banyak yang meninggal. Akibatnya orang simalungun harus mengungsi keluar dari Nagur menyeberang keseberang Laut Tawar atau Bah Sibongbongan atau yang disebut Danau Toba sekarang dan sampai ke Samosir. Nama Samosir tersebut berawal dari orang Nagur “sahali misir” (Sekali berangkat keseberang). Setelah beberapa tahun, pengungsi ini merasa daerah Nagur sudah aman dari wabah penyakit mematikan itu. Mereka kembali kedaerah asalnya di Nagur dan melihat daerah itu sudah sepi, mereka merindukan daerah itu (malungun) dan sadar bahwa yang tertinggal hanya “sima-sima” (peninggalan) saja. Demikianlah nama daerah itu kemudian dikenal dengan nama “ Simalungun”.

  Orang Simalungun asli (turunan raja-raja Simalungun) membantah nenek moyangnya berasal dari keturunan orang Batak dari Tapanuli seperti diceritakan dalam tarombo (silsilah) orang Batak Toba. Orang simalungun meyakini bahwa nenek moyangnya datang dari Tanah India yang awalnya bertempat disekitar pesisir Timur (Serdang Bedagai dan Batu Bara sekarang) dan mendirikan kerajaan yang pertama yang bernama Nagur (seperti nama daerah asalnya di India Kerajaan “Nagpur” atau “Nagore”). Raja yang pertama bernama Datuk Parmanik-manik yang selanjutnya berubah menjadi Damanik (“Da” artinya “sang” dan “Manik” artinya “Berwibawa”). Inilah marga penguasa pertama di Simalungun.

  Akan tetapi mucul prahara di kerajaan Nagur tersebut, dimana masing- masing panglima perang Kerajaan Nagur saling berebut pengaruh sehingga terjadi perang saudara. Namun peristiwa ini tidak berlangsung lama, karena sadar akan bahaya yang mengancam, panglima Kerajaan Nagur berdamai dan bersatu menghadapi musuh yang datang dari Tanah India. Setelah perdamaian itu dibentuklah empat kelompok marga di Simalungun, yaitu menurut nama panglima Nagur, yaitu Raja Banua Purba (Purba artinya “Timur”) menjadi Raja Silou, kemudian menjadi Kerajaan Dolok Silau, Panei, Purba dan Silimahuta bermarga Purba. Raja Banua Sobou Parnabolon menjadi marga Saragih (Sa-Ragih artinya “Sang Pemilik Aturan”) keturunannya kelak menjadi yang dipertuan di Daerah Raya (Simalungun), Tebing Tinggi (Serdang Bedagai) dan Tanjung Morawa (Deli Serdang) atau dikenal dengan Saragih Garingging dan Saragih Dasalak.

  Selanjutnya Raja Saniang Naga, yaitu nama dewa penguasa lautan yang menjadi marga Sinaga penguasa di Kerajaan Batangiou (kemudian beralih menjadi

  Kerajaan Si Tonggang dan berakhir Tanah Jawa), dan Raja Nagur Damanik sebagai raja di raja kelompok itu.

  Demikianlah sehingga ada empat induk di Simalungun yang kemudian disingkat dengan Si Sa Da Pur, singkatan dari Sinaga, Saragih, Damanik, Purba.

  Marga yang empat inilah marga Simalungun asli yang menjadi marga pemilik

  

tanah di Simalungun sejak zaman dahulu.

  Belakangan muncullah banyak pendatang ke Simalungun dari suku-suku sekitar yang umumnya dari daerah Samosir dan Toba. Mereka awalnya datang sebagai pekerja upahan atau karena dirampas atau dibeli sebagai budak. Dikarenakan pada masa itu peraturan di Simalungun sangat ketat, dimana hanya mereka yang masuk kedalam empat marga itu yang diakui sebagai kaula merdeka yang dapat diberikan tanah oleh raja-raja Simalungun. Sehingga banyak orang dari Samosir dan Toba memasuki marga yang empat itu di Simalungun sebagai rakyat biasa dan mengaku dirinya orang atau suku Simalungun.

  Zaman dahulu , masyarakat adat Simalungun terbagi atas kasta (pembagian

  

  kelas masyarakat karena struktur pemerintahanya yang feodal), yakni:

1) Raja beserta keluarganya yang bergelar Rajanami (Tuhanta).

  2) Para bangsawan beserta keluarganya yang disebut dengan Partuanon atau 47 Gamot. 48 Dr. Budi Agustono dkk, 2012, Sejarah Etnis Simalungun. P. Siantar: Perc. Hutarih Jaya, hlm. 162

  Ibid. Hlm. 116

  3) Rakyat biasa yang disebut Paruma. 4) Budak dan orang-orang yang ditawan disebut Jabolon.

  Kerajaan Nagur inilah yang kemudian menjadi cikal-bakal masyarakat Simalungun dan cikal-bakal tradisi kerajaan yang diwarisi hingga dipertengahan abad ke-6. Sehingga khususnya bagi masyarakat Simalungun nama Nagur banyak disebut sebagai penyebutan nama kampung , seperti Mariah Nagur, Nagur Raja, Nagur Usang, Nagur Huta, Nagur Bayu, Nagur Tongah.

  Sistem feodalisme di Simalungun menempatkan rakyat kebanyakan dalam posisi terendah dalam struktur pemerintahan tradisonal. Rakyat menjadi objek pemerasan para penguasa, kadang-kadang rakyat harus menyerahkan barang bahkan anak gadisnya kepada raja dan keluarganya ini meski dengan hati berat dan paksaan. Rakyat bukan hanya menyerahkan upeti dan kewajiban lainnya, tetapi juga persembahan langsung kepada raja dengan menyediakan dirinya pada

  

  waktu dan kondisi tertentu untuk keperluan raja. Beberapa penghasilan raja berasal dari pancong alas (sepersepuluh dari hasil hutan), cukai dan pajak ekspor,

  

hasil tiga (pajak pasar atas semua barang dagangan yang dijual di pasar), wang

  (sepersepuluh dari barang sengketa), parhukuman (denda yang dijatuhkan

  meja

  dipengadilan), pajak judi (sepersepuluh dari kemenangan judi) dan sewa setengah

  

  dolar atas pemakaian tikar dan meja judi. Hewan buruan dan ternak sendiri yang 49 disembelih harus diserahkan sangkae (daging paha) kepada raja atau tuan dimana 50 J. Tideman. 1936 , Simeloengoen. Hlm. 92 Anonim. 1909, Nota Penjelasan mengenai Siantar (terjemahan). Hlm. 108 hewan itu diperoleh atau disembelih. Rakyat diwajibkan bekerja pada waktu tertentu mengerjakan ladang milik raja (juma bolak) tanpa digaji, membuat jalan, membangun istana raja, menjaga kampung (parari) dan berperang membela kerajaannya melawan musuh atau memperluas wilayah kerajaan.

  Dibawah raja ada sebagai penguasa terdapat partuanan yang masih punya hubungan kerabat dengan raja. Partuanan membawahi beberapa pangulu.

  Mediator para peguasa elit simalungun disebut ulubalang. Ulubalang menyampaikan pesan-pesan pemerintah kerajaan kepada rakyat, apakah itu sekedar pengumuman biasa atau perintah untuk melayani raja atau kepentingan kerajaan.

  Pendamping raja dan tuan di daerah adalah harajaan. Di simalungun harajaan ini sifatnya hanya sebatas penasehat raja, didengar atau tidak tergantung pada raja. Pengangkatan menjadi raja harus dengan rapat dan persetujuan

  harajaan setelah calon raja yang diajukan memenuhi syarat adat. Di samping itu tiap-tiap struktur pemerintahan terdapat harajaan sampai ketingkat terendah.

  Sebutan untuk harajaan ini awalnya adalah Si Ompat Suku tetapi belakangan semakin terlupakan seiring dengan masuknya pola pemerintahan modern oleh Belanda sejak 1907. Setiap harajaan memiliki pembantu tersendiri yang disebut

  

paiduana. Raja juga disebut partongah sebab selain kepala adat dia juga

  berfungsi sebagai kepala pemerintahan disamping hakin yang memutus perkara pengadilan sesudah pengadilan tingkat huta dipimpin pangulu dan tingkat yang dipimpin tuan huta. Perkara di tingkat huta boleh dibawa banding

  partuanan ke tingkat diatasnya sampai ketingkat raja di pamatang. Sistem peradilan ini

   hanya ditemukan di Simalungun, tidak ada di Toba atau daerah Batak lainnya.

  Keputusan akhir berada ditangan raja sebagai hakim pemutus perkara. Istilah ini diterjemahkan sebagai kesatuan administrasi kampung yang disebut dengan

  

Nagori yang dikepalai oleh Pangulu (kepala desa) dengan membawahi gamot

  (kepala dusun) dalam sistem admisnistrasi pemerintahan nagori di Kabupaten

52 Simalungun.

  Istilah-istilah dalam administrasi pemerintahan nagori tersebut kemudian disahkan dengan dikeluarkannya Perda no. 13 tahun 2006 tentang nagori.

  Disamping penggunaan kata nagori, pangulu dan gamot dalam administrasi pemerintahan nagori pengubahan nama juga dilakukan untuk sebutan perangkat nagori yang diganti menjadi “ tungkot nagori” dan juga Badan Permusyawaratan Desa menjadi “maujana nagori”.

II.7 Fase Historis Pemerintahan Daerah

  Pembagian kekuasaan (distribution of power) yang diterapkan di Indonesia melalui lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif telah dimulai sejak Indonesia merdeka pada tahun 1945. Sebagai negara yang baru merdeka , proses membentuk lembaga-lembaga tinggi negara bukanlah hal yang mudah.

  Pembagian kekuasaan dan sistem pemerintahannya tidaklah langsung berjalan 51 dengan sempurna, namun berbagai perubahan demi perubahan dicapai untuk

J. C. Vergowen. 2004. Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba (terjemahan). Yogyakarta: Lkis. Hlm.

52 130

  Ibid. Hal. 40 mencapai hasil yang lebih baik. Untuk mengetahui perubahan terhadap hubungan pangulu dengan maujana nagori, berikut dipaparkan: Pada masa orde baru penyelenggaraan pemerintahan desa masih bersifat sentralistik dimana kepala desa sebagai pusat kekuasaan dalam pelaksanaan pemerintahan desa. Dengan ditetapkannya UU nomor 5 tahun 1979 maka penyeragaman bentuk dan susunan pemerintahan desa bercorak nasional yang menjamin terwujudnya demokrasi pancasila dengan dibentuknya Lembaga Musyawarah Desa (LMD) sebagai lembaga legislatif yang disamping sebagai sarana demokratisasi didalam desa juga difungsikan sebagai pengontrol terhadap

   kinerja kepala desa dengan perangkatnya dalam pelaksanaan pemerintahan desa.

  Dalam UU nomor 5 tahun 1979 disebutkan bahwa masa jabatan kepala desa adalah 8 (delapan) tahun terhitung sejak tanggal pelantikannya dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali jabatan berikutnya. Penetapan masa jabatan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa tenggang waktu tersebut dianggap cukup lama bagi seorang kepala desa untuk dapat menyelenggarakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan baik dan cukup untuk memberikan jaminan terhindarnya perombakan-perombakan kebijaksanaan sebagai akibat dari pergantian-pergantian kepala desa.

  Berdasarkan pasal 17 UU nomor 5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa, 53 keanggotaan Lembaga Musyawarah Desa terdiri dari kepala-kepala dusun,

  

Drs. A. W. Widjaja. 1993. Pemerintahan Desa dan Administrasi Desa Menurut UU Nomor 5 Tahun 1979 (Sebuah Tinjauan) . Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Hal. 18 pimpinan lembaga-lembaga kemasyarakatan, pemuka-pemuka masyarakat desa yang yang ditunjuk dan atas persetujuan kepala desa dengan diketuai oleh kepala desa karena jabatannya (ex. Officio) dan sekretaris desa sebagai sekretaris Lembaga Musyawarah Desa karena jabatannya (ex. Officio). Sehingga kepala desa pada saat itu sangat berkuasa dengan mempertanggungjawabkan tugas-tugasnya

  

  kepada bupati melalui camat. Sehingga Lembaga yang seharusnya bernaung untuk lebih berpihak dan untuk mengutamakan kepentingan masyarakat malah diisi oleh elit-elit desa yang cenderung berpihak kepada pemerintahan.

  Melihat ketua LMD dan sekretaris LMD yang diduduki oleh kepala desa dan sekretaris desa, maka tugas LMD sebagai lembaga pengontrol kinerja kepala desa dan perangkatnya dalam menyelenggarakan pemerintahan desa secara otomatis tidak dapat berjalan dengan baik. Sehingga pada masa orde baru sangat memungkinkan bagi pemerintah untuk melakukan penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi. Disinilah tampak secara nyata bagaimana sistem pemerintahan desa yang bersifat sentralistik pada masa orde baru.

  Berkaitan dengan penyeragaman struktur pada masa orde baru selain dibentuk Lembaga Musyawarah Desa, dibentuk juga Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa sebagai penyempurnaan dan peningkatan Fungsi Lembaga Sosial Desa sesuai dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Republik 54 Indonesia nomor 28 tahun 1980. Namun kembali lagi sama seperti LMD, LKMD

  

AAGN Ari Dwipayana, Suroto Eko. 2003. Membangun Good Governance di Desa. Salatiga: Pustaka Percik. Hal. 56 juga diisi oleh kaum elit-elit desa, dimana kepala desa menjabat sebagai ketua LKMD karena jabatan (ex. Deficio) dan yang menjadi anggota LKMD harus atas persetujuan kepala desa. Dalam hal ini semakin tampak sistem pemerintahan di tingkat desa yang sentralistik dan monolitik yang berdampak buruk terhadap sistem pemerintahan desa.

  Sejak bergulir era reformasi yang terjadi tahun 1998, maka pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, dengan Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2001 tentang pedoman umum desa sebagai aturan hukum pelaksananya yang isinya mengatur pemerintahan daerah termasuk pemerintahan desa dimana kekuatan otonomi dikembalikan lagi sesuai dengan porsi yang sebenarnya. Desa dalam Undang- Undang ini diberikan otonomi luas, nyata dan bertanggungjawab untuk mengurus rumah tangganya. Pemerintahan desa dalam hal ini tidak bertanggungjawab kepada Camat tetapi langsung kepada Bupati dan susunan pemerintah desa dalam hal ini terdapat unsur Badan Perwakilan Desa sebagai alat control yang diambil dari unsur masyarakat masing-masing desa.

  Dikeluarkannya UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah merupakan upaya yang dilakukan untuk mengubah sistem pemerintahan yang awalnya bersifat sentralistik menjadi semakin demokratis dengan melakukan pemisahan kekuasaan antara Badan Perwakilan Desa dengan kepala desa. BPD hadir untuk menggantikan Lembaga Musyawarah Desa yang bertujuan untuk membatasi kekuasaan kepala desa yang independen dari perwakilan elit-elit desa yang dipilih oleh warga desa sesuai dengan UU nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah serta diharapkan dapat berperan sebagai kekuatan pengontrol dan penyeimbang (check and balances) kepala desa. Sama dengan LMD, BPD bertugas sebagai pengontrol kinerja kepala desa dan perangkatnya dalam menyelenggarakan pemerintahan desa.

  Tetapi dalam perjalanan paruh waktu, pada tahun 2004 Undang-Undang ini diubah dengan adanya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dimana substansi materi otonomi desa lebih disempurnakan sedangkan pada hal terkait pemerintahan desa terjadi perubahan pada unsur Badan Perwakilan Desa yang menjadi Badan Permusyawaratan Desa. Karena selama ini dalam banyak kasus, kenyataan yang terjadi anggota Badan Perwakilan Desa dianggap terlampau jauh mancampuri urusan pemerintahan kepala desa dan perangkat desa. Dimana terjadinya kecenderungan BPD bukan tampil sebagai wakil rakyat , melainkan sebagai oligarki baru. BPD hanya merupakan representase dari elit-elit desa yang memegang kekuasaan daripada memperjuangkan permasalahan yang dihadapi masyarakatnya, BPD lebih tertarik untuk mengurusi isu-isu strategis yang dapat menjatuhkan kepala desa.

  Sehingga dalam UU nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dilakukan pemangkasan terhadap fungsi BPD, yakni BPD tidak memiliki pengawasan terhadap kinerja pemerintahan desa dan juga BPD tidak dapat mengusulkan pemecatan kepala desa kepada bupati.

  Adapun perbedaan antara BPD dalam UU nomor 22 tahun 1999 dengan UU

  

  nomor 32 tahun 2004 dapat dilihat dalam tabel berikut:

  No Badan Perwakilan Badan Permusyawaratan Desa ( UU No. 22 Desa ( UU No. 32 tahun tahun 1999) 2004)

  

1 Keanggotaan Dipilih dari dan oleh Wakil-wakil dari penduduk

  penduduk desa yang desa yang ditetapkan secara memenuhi persyaratan musyawarah dan mufakat

  

2 Fungsi Mengayomi adat Menetapkan peraturan desa

  istiadat, membuat bersama kepala desa , peraturan desa, menampung dan menyalurkan menampung dan aspirasi masyarakat menyalurkan aspirasi masyarakat, serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa

55 Heru Cahyono. 2005. Konflik Elit Politik Pedesaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 368

  Lemah

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Unsur-Unsur Detektif dalam Novel The Tokyo Zodiac Murders

0 1 18

Strategi Adptasi Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Banjir (Studi Kasus: Kelurahan Pekan Tanjung Pura Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat)

0 0 42

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Strategi Adptasi Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Banjir (Studi Kasus: Kelurahan Pekan Tanjung Pura Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat)

1 1 11

BAB II TINAJUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Sosial Ekonomi - Pengrauh Sosial Ekonomi Keluarga Terhadap Kenakalan Remaja di Desa Karang Rejo Kecamatan Gunung Maligas Kabupaten Simalungun

0 0 37

Pengrauh Sosial Ekonomi Keluarga Terhadap Kenakalan Remaja di Desa Karang Rejo Kecamatan Gunung Maligas Kabupaten Simalungun

0 0 11

PENGARUH SOSIAL EKONOMI KELUARGA TERHADAP KENAKALAN REMAJA DI DESA KARANG REJO KECAMATAN GUNUNG MALIGAS KABUPATEN SIMALUNGUN SKRIPSI

0 0 16

2. PROMOSI PENJUALAN - Strategi Komunikasi Pemasaran Dalam Rangka Meraih Konsumen (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Pemasaran Marketing PT Railink “Kereta Api Bandara Internasional Kualanamu” dalam Upaya Meraih Konsumen)

0 0 21

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 PerspektifParadigma Kajian - Strategi Komunikasi Pemasaran Dalam Rangka Meraih Konsumen (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Pemasaran Marketing PT Railink “Kereta Api Bandara Internasional Kualanamu” dalam Upaya Mera

0 0 27

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah - Strategi Komunikasi Pemasaran Dalam Rangka Meraih Konsumen (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Pemasaran Marketing PT Railink “Kereta Api Bandara Internasional Kualanamu” dalam Upaya Meraih Konsumen)

0 0 6

Hubungan Politik antara Pangulu dan Maujana Nagori di Nagori Tiga Ras, Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun pada periode 2008-2015

0 1 24