BAB II TINAJUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Sosial Ekonomi - Pengrauh Sosial Ekonomi Keluarga Terhadap Kenakalan Remaja di Desa Karang Rejo Kecamatan Gunung Maligas Kabupaten Simalungun

BAB II TINAJUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Sosial Ekonomi

  Kata sosial berasal dari kata ‘’socious’’ yang artinya kawan (teman). Dalam hal ini arti kawan bukan terbatas sebagai teman sepermainan, teman sekelas, teman sekampung dan sebagaianya.Yang dimaksud kawan disini adalah mereka (orang- orang) yang ada di sekitar kita, yakini yang tinggal dalam satu lingkungan tertentu dan mempunyai sifat yang saling mempengaruhi (Wahyuni,1986 :60).

  Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata sosial berarti segala seuatu yang berkenaan dengan masyarakat (KBBI,2002 : 1454). Sedangkan kata sosial menurut Departemen Sosial adalah segala sesuatu yang dipakai sebagai acuan dalam berinterkasi antar manusia dalam konteks masyarakat atau komuniti, sebagai acuan berarti sosial bersifat abstrak yang berisi simbol-simbol berkaitan dengan pemahaman terhadap lingkungan, dan berfungsi untuk mengatur tindakan-tindakan yang dimunculkan oleh individu-individu sebagai anggota suatu masyarakat. Sehingga dengan demikian,sosial haruslah mencakup lebih dari seorang individu yang terkait pada satu kesatuan interaksi,karena lebih dari seorang individu yang saling berfungsi satu dengan lainnya (http:www.depsos.go.id/).

  Sedangkan istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani “oikos” yang artinya rumah tangga dan “nomos” yang artinya mengatur. Jadi secara harfiah ekonomi berarti cara mengatur rumah tangga. Namun seiring dengan perkembangan dan perubahan masyarakat, maka pengetian ekonomi juga sudah lebih luas. Ekonomi juga sering diartikan sebagai cara manusia untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jadi dapat dikatakan bahwa ekonomi bertalian dengan proses pemenuhan keperluan hidup manusia sehari-hari (http://id.wikipedia.org/Ilmu_ekonomi).

  Menurut istilah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ekonomi berarti segala sesuatu tentang azas-azas produksi, distribusi dan pemakaian barang-barang serta kekayaan (seperti perdagangan,hal keuangan, dan perindustrian) (KBBI,2002 : 379).

  Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa sosial ekonomi diartikan sebagai suatu keadaan atau kedudukan yang diatur secara sosial dan menetapkan seseorang dalam posisi tertentu dalam struktur masyarakat sebagai segala segala sesuatu yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat, antara lain dalam sandang, pangan, perumahan, pendidikan, kesehatan dan lain- lain.Kehidupan sosial ekonomi harus di pandang sebagai sistem (sistem sosial), yaitu keseluruhan bagian bagian atau unsur-unsur yang saling berhubungan dalam satu kesatuan.

2.2. Keluarga dan Sosial Ekonomi Keluarga

2.2.1. Pengertian Keluarga

  Keluarga merupakan institusi yang paling penting pengaruhnya terhadap proses sosialisasi manusia. Hal ini dimungkinkan karena berbagai kondisi yang dimiliki oleh keluarga. Pertama, keluarga merupakan kelompok primer yang selalu tatap muka di antara anggotanya, sehingga dapat selalu mengikuti perkembangan anggota-anggotanya. Kedua, orang tua mempunya kondisi yang tinggi untuk mendidik anak-anaknya, sehingga meimbulkan hubungan emosional di mana hubungan ini sangat diperlukan dalam proses sosialisasi. Ketiga, adanya hubungan sosial yang tetap, maka dengan sendirinya orang tua mempunyai peranan yang penting terhadap proses sosialisasi anak (Sunarto, 2004 : 92).

  Pada hakikatnya, keluarga merupakan hubungan seketurunan maupun tambahan yang di atur melalui kehidupan perkawinan bersama searah dengan keturunannya yang merupakan satuan khusus. Keluarga pada dasarnya merupakan suatu kelompok yang terbentuk dari suatu hubungan seks yang tetap (Su’adah,2005:22).

  Bugges dan Locke juga mengemukakan terdapatnya 4 karakteristik keluarga yang terdapat pada semua keluarga,yaitu:

  1. Keluarga adalah susunan orang-orang yang disatukan oleh ikatan-ikatan perkawinan, darah,atau adopsi.Pertalian antara suami dan isteri adalah perkawinan dan hubungan antara orang tua dan anak biasanya adalah darah,dan kadangkala adopsi.

  2. Anggota-anggota keluarga ditandai dengan hidup bersama di bawah satu atap dan merupakan susunan satu rumah tangga atau jika mereka bertempat tinggal,rumah tangga tersebut menjadi rumah mereka.

  3. Keluarga merupakan kesatuan dari orang-orang yang berinteraksi dan berkomunikasi yang menciptakan peranan-peranan sosial bagi si suami dan isteri,ayah dan ibu,putra-putri,saudara laki-laki dan saudara perempuan.Peranan-peranan tersebut dibatasi oleh masyarakat,tetapi masing- masing keluarga diperkuat oleh kekuatan melalui sentimen-sentimen,yang sebahagian merupakan tradisi dan sebahagian lagi emosional,yang menghasilkan pengalaman.

  4. Keluarga adalah pemelihara suatu kebudayaan bersama,yang diperoleh pada hakekatnya dari kebudayaan umum,tetapi dalam suatu masyarakat yang kompleks masing-masing keluarga mempunyai ciri-ciri yang berlainan dengan keluarga lainnya (Bugges dan Locke, dalam Suhendi, 2001 : 32)

2.2.2. Sosial Ekonomi Keluarga

  Kehidupan sosial ekonomi harus dipandang sebagai yaitu satu keseluruhan bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berhubungan dalam suatu kesatuan.Interaksi ini pertama sekali pada keluarga dimana ada terjadi hubungan ayah,ibu dan anak. Dengan adanya interaksi antara anggota keluarga maka akan muncul hubungan dengan msayarakat luas. Terdapat perbedaan interaksi pada masyarakat yang bertempat tinggal di desa dan di kota, tentu saja ini dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Hal inilah yang mempengaruhi gaya hidup seseorang.

  Untuk melihat kedudukan dalam sosial ekonomi keluarga, dapat dilihat dari pekerjaan, penghasilan, dan pendidikan.

  a.

  Pekerjaan Pekerjaan akan menentukan status sosial ekonomi karena dari bekerja segala kebutuhan akan dapat terpenuhi. Pekerjaaan tidak hanya mempunyai nilai ekonomi namun usaha manusia untuk mendapatkan kepuasan dan mendapatkan imbalan atau upah, berupa barang dan jasa akan terpenuhi kebutuhan hidupnya.

  Dalam kaitan ini Sukanto (2003) memberikan difinisi mengenai pekerjaan sebagai berikut: Pekerjaan adalah kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa bagi diri sendiri atau orang lain, baik orang melakukan dengan dibayar atau tidak. Selanjutnya Sumardi (2004) menjelaskan mengenai pekerjaan sebagai berikut: Dengan bekerja orang akan memperoleh pendapatan. Pendapatan ini memberikan kepadanya dan keluarganya untuk mengkonsumsi barang dan jasa hasil pembangunan dengan demikian menjadi lebih jelas, barang siapa yang mempunyai produktif, maka ia telah nyata berpartisipasi secara nyata dan aktif dalam pembangunan b. Pendapatan

  Pendapatan akan mempengaruhi status sosial seseorang, terutama akan ditemui dalam masyarakat yang materialis dan tradisional yang menghargai status sosial ekonomi yang tinggi terhadap kekayaan. Christopher dalam Sumardi (2004) mendefinisikan pendapatan berdasarkan kamus ekonomi adalah uang yang diterima oleh seseorang dalam bentuk gaji, upah sewa, bunga, laba dan lain sebagainya.

  Keluarga dengan pendapatan yang lebih tinggi dapat mengumpulkan kekayaan dan tidak hanya fokus pada pemenuhan kebutuhan pokok (tersier) tetapi pemenuhan kebutuhan sekunder dan tersier sambil dapat mengkonsumsi dan menikmati kemewahan. Sedangkan keluarga dengan pendapatan yang rendah hanya bisa memenuhi kebutuhan pokoknya (tersier), bahkan mereka terkandang meminjam uang dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan pokoknya.

  c.

  Pendidikan Pendidikan sangatlah penting peranannya dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan memiliki pendidikan yang cukup maka seseorang akan mengetahui mana yang baik dan mana yang dapat menjadikan seseorang menjadi berguna baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain yang membutuhkannya.

  Adapun pengertian pendidikan yang lebih jelas, dapat dilihat dalam pengertian-pengertian pendidikan yang diungkapkan oleh beberapa pakar pendidikan sebagai berikut. Pendidikan menurut Soekanto (2003): “Pendidikan merupakan suatu alat yang akan membina dan mendorong seseorang untuk berfikir secara rasional maupun logis, dapat meningkatkan kesadaran untuk menggunakan waktu sebaik-baiknya (seefektif dan seefisien mungkin) dengan menyerap banyak pengalaman mengenai keahlian dan keterampilan sehingga menjadi cepat tanggap terhadap gejala-gejala sosial yang terjadi”. Sedangkan menurut Kartono dalam Sardiman (2002) “Pendidikan adalah segala perbuatan yang etis, kreatif, sistematis dan intensional dibantu oleh metode dan teknik ilmiah diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan tertentu”

  Berdasarkan dari pekerjaan, pendapatan, pendidikan, maka masyarakat dapat digolongkan kedalam kedudukan sosial ekonomi rendah, sedang, dan tinggi.

  1. Golongan masyarakat berpenghasilan rendah Golongan masyarakat berpenghasilan rendah yaitu masyarakat yang menerima pendapatan lebih rendah dari keperluan untuk memenuhi tingkat hidup yang minimal. Untuk memenuhi tingkat hidup yang minimal, mereka perlu mendapatkan pinjaman dari orang lain. Karena tuntutan kehidupan yang keras, kehidupan remajanya menjadi agresif. Sementara itu, orangtua yang sibuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi tidak sempat memberikan bimbingan dan melakukan pengawasan terhadap perilaku putra-putrinya,sehingga remaja cenderung dibiarkan menemukan dan belajar sendiri serta mencari pengalaman sendiri.

  2. Golongan masyarakat berpenghasilan sedang

  Golongan masyarakat bepenghasilan sedang yaitu pendapatan yang hanya cukup untuk memenuhhi kebutuhan pokok dan tidak dapat menabung.

3. Golongan masyarakat bepenghasilan tinggi

  Golongan masyarakat berpenghasilan tinggi yaitu selain dapat memenuhi kebutuhan pokok, juga sebagian dari pendapatannya itu dapat ditabungkan dan digunakan untuk kebutuhan yang lain. Remaja dalam golongan ini sering berada dalam kemewahan yang berlebihan. Remaja dengan mudahnya mendapatkan segala sesuatu, membuatnya kuarang menghargai dan menganggap sepele, yang dapat menciptkan kehidupan berfoya-foya, sehingga anak dapat terjerumus dalam lingkungan anti-sosial (Tan dalam Koentjaraningrat, 1981 : 35).

  Berdasarkan penggolongannya, BPS membedakan pendapatan masyarakat menjadi 4 golongan yaitu : 1)

  Golongan pendapatan sangat tinggi adalah jika pendapatan rata-rata lebih dari Rp. 3.500.000,00 per bulan 2) Golongan pendapatan tinggi adalah jika pendapatan rata-rata antara Rp.

  2.500.000,00 s/d Rp. 3.500.000,00 per bulan 3)

  Golongan pendapatan sedang adalah jika pendapatan rata-rata dibawh antara Rp. 1.500.000 s/d Rp. 2.500.000,00 per bulan

  4) Golongan pendapatan rendah adalah jika pendapatan rata-rata Rp.

  1.500.000,00 per bulan (www.bps.go.id/penggolongan_ pendapatan rata-rata. Diakses pada tanggal 18 Januari 2015 pukul 22 : 56 WIB).

2.2.3. Peranan dan Fungsi Keluarga

  Pada dasarnya keluarga mempunyai fungsi-fungsi pokok yaitu fungsi yang sulit dirubah dan digantikan oleh orang lain. Sedangkan fungsi-fungsi lain atau fungsi-fungsi sosial, relatif lebih mudah berubah atau mengalami perubahan.

  Fungsi-fungsi pokok tersebut antara lain: 1. Fungsi biologik

  Keluarga merupakan tempat lahirnya anak-anak, fungsi biologik orang tuan ialah melahirkan anak. Fungsi ini merupakan dasar kelangsungan hidup masyarakat. Namun fungsi ini pun juga mengalami perubahan, karena keluarga sekarang cenderung kepada jumlah anak yang sedikit.

  Kecenderungan kepada jumlah anak yang lebih sedikit ini dipengaruhi oleh faktor-faktor: a.

  Perubahan tempat tinggal keluarga dari desa ke kota b. Makin sulitnya fasilitas perumahan c. Banyaknya anak dipandang sebagai hambatan untuk mencapai sukses material keluarga d.

  Banyaknya anak dipandang sebagai hambatan untuk tercapainya kemesraan keluarga e.

  Meningkatnya taraf pendidikan wanita berakibat berkurangnya fertilitanya f.

  Berubahnya dorongan dari agama agar keluarga mempunyai banyak anak g.

  Makin banyaknya ibu-ibu yang bekerja di luar rumah h. Makin meluasnya pengetahuan dan penggunaan alat-alat kontrasepsi.

  2. Fungsi afeksi Dalam keluarga terjadi hubungan sosial yang penuh dengan kemesraan dan afeksi. Hubungan afeksi ini tumbuh sebagai akibat hubungan cinta kasih yang menjadi dasar perkawinan. Dari hubungan cinta kasih ini lahirlah hubungan persaudaraan, persahabatan, kebiasaan, identifikasi, perasaan pandangan dan nilai-nilai. Dasar cinta kasih dan hubungan afeksi ini merupakan faktor penting bagi perkembangan anak. Dalam masyarakat yang semakin impersonal, sekuler,dan asing , pribadi sangat membutuhkan hubungan afeksi seperti yang terdapat dalam keluarga, suasana afeksi itu tidak dalam institusi sosial yang lain.

  3. Fungsi sosialisasi Fungsi sosialisasi ini menunjuk peranan keluarga dalam membentuk kepribadian anak. Melalui interaksi sosial dalam keluarga itu anak mempelajari pola-pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita, dan nilai- nilai dalam masyarakat dalam rangka pekembangan kepribadiannya (Khairuddin,1970 : 48).

  Sementara itu, Horton dan Hunt,(dalam Sunarto, 2004 : 66) mengemukakan fungsi dari keluarga yaitu :

  1. Keluarga berfungsi untuk mengatur penyaluran dorongan seks. Tidak ada masyarakat yang memperbolehkan hubungan seks sebebas-bebasnya anatara siapa saja dalam masyarakat.

  2. Reproduksi dalam pengembangan keturunan pun selalu dibatasi dengan aturan yang menempatkan kegiatan ini dalam keluarga.

  3. Keluarga berfungsi untuk menyosialisasikan anggota baru masyarakat sehingga dapat memerankan apa yang diharapkan darinya.

  4. Keluarga mempunyai fungsi afeksi, dimana keluarga memberikan cinta kasih pada seorang anak. Berbagai studi telah memperlihatkan bahwa seorang anak yang tidak menerima cinta kasih dapat berkembang menjadi penyimpang,menderita gangguan kesehatan dan dapat meninggal.

  5. Keluarga memberikan status pada seorang anak, bukan hanya status yang diperoleh seperti status yang terikat dengan jenis kelamin, urutan kelahiran dan hubungan kekerabatan tetapi juga di dalamnya termasuk status status yang diperoleh orang tua yaitu status dalam suatu kelas ekonomi tertentu.

6. Keluarga memberikan perlindungan pada anggotanya, baik perlindungan fisik maupun perlindungan yang bersifat kejiwaan.

  Dari beberapa penyajian tentang fungsi keluarga, dapat disimpulkan bahwa fungsi keluarga erat kaitannya dengan perilaku remaja, dimana seorang anak yang mendapat perhatian dan kasih sayang dari keluarga akan memiliki pola perilaku yang lebih baik. Sebaliknya, anak yang tidak menerima cinta dan kasih sayang orang tua dapat berkembang menjadi anak yang memilki pola perilaku menyimpang. Anak akan merasa kesepian, menjadi pendiam, bingung, cemas, gelisah dan sulit dalam proses pembentukan perilaku anak. Akibatnya sikap perilaku anak lebih cenderung anarkis dan mengarah ke tindakan juvenile deliquency dalam segala hal, terutama dalam pergaulan, bersosialisasi dengan masyarakat dan bahkan menjalin hubungan dengan keluarga.

  Dalam keluarga terjadi proses sosialisasi yang akan menentukan pedoman bagi anak untuk dapat bermasyarakat dengan baik. Apabila proses sosialisasi itu berlangsung dengan baik, maka seorang anak akan tumbuh dengan perilaku yang baik pula di masyarakat, dan sebaliknya jika sosialisasi dalam keluarga tidak berlangsung dengan baik maka tidak jarang anak akan berperilaku buruk. Sosialisasi yang tidak sempurna tersebut akan menjadi salah satu faktor penyebab kenakalan remaja.

  Peranan keluarga dalam memberikan pendidikan seks pada anak sangatlah penting untuk mengurangi atau mencegah penyalahgunaan seks, khususnya untuk mencegah dampak-dampak negatif yang tidak diharapkan seperti kehamilan yang tidak direncanakan, penyakit menular seksual, depresi dan perasaan berdosa.Keluarga menjadi faktor penting dalam menanamkan dasar kepribadian seseorang setelah dewasa. Jadi gambaran kepribadian yang terlihat dan diperlihatkan seorang remaja, banyak ditentukan oleh keadaan dan proses-proses yang ada dan terjadi sebelumnya.

2.3. Remaja

2.3.1. Pengertian Remaja

  Istilah adolescence sesungguhnya memiliki arti yang luas yang mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik . Remaja adalah suatu usia di mana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada di tingkat orang yang lebih tua melainkan merasakan hal sama, atau paling tidak sejajar (Hurlock, dalam Ali, 2004 : 22).

  Remaja (adolescene) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun (Santrock, 2003 : 26).

  Mappiare (1982), juga menjelaskan bahwa masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian,yaitu usia 12/13 tahun sampai dengan 17/18 tahun sampai dengan 21/22 tahun adalah remaja akhir (Mappiare, dalam Ali, 2004 : 18)

  Sedangkan menurut Anna Freud (1990), berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orang tua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan ( Freud, dalam Jahja, 2011 : 220)

  Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa remaja adalah tahap kehidupan ketika seseorang berumur belasan tahun. Pada masa remaja manusia tidak dapat disebut sudaMasa remaja adalah masa peralihan manusia dari anak-anak menuju dewasa yang berjalan antara umur 11 tahun sampai 21 tahun.

2.3.2. Ciri-ciri Masa Remaja

  Menurut Gunarsa (2003 : 67), Seorang remaja berada pada batas peralihan kehidupan-kehidupan anak dan dewasa. Tubuhnya kelihatan sudah “dewasa”, akan tetapi bila diperlakukan seperti orang dewasa ia gagal menunjukkan kedewasaanya. Pengalamannya mengenai alam dewasa masih belum banyak karena itu sering terlihat pada mereka adanya:

  1. Kegelisahan : kedaan yang tidak tenang menguasai diri si remaja. Mereka mempunyai banyak macam keinginan yang tidak selalu dapat dipenuhi. Di satu pihak ingin mencari pengalaman, karena diperlukan untuk menambah pengetahuan dan keluwesan dalam tingkah laku. Di pihak lain mereka merasa diri belum mampu melakukan berbagai hal.

  2. Pertentangan : pertentangan-pertentangan yang terjadi di dalam diri mereka juga menimbulkan kebingungan baik bagi diri mereka sendiri maupun orang lain.

  3. Berkeinginan besar mencoba segala hal yang belum di ketahuinya. Mereka ingin mengetahui macam-macam hal melalui usaha-usaha yang dilakukan dalam berbagai bidang.

  4. Keinginan mencoba seringpula diarahkan pada diri sendiri maupun terhadap orang lain. Keinginan mencoba ini tidak hanya dalam bidang obat-obatan akan tetapi meliputi juga segala hal yang berhubungan dengan fungsi-fungsi kebutuhannya.

  5. Keinginan menjelajah ke alam sekitar pada remaja lebih luas. Bukan hanya lingkungan dekatnya saja yang ingin diselidiki,bahkan lingkungan yang lebih luas lagi.

6. Mengkhayal dan berfantasi

  Khayalan dan fantasi dapat bersifat positif, sebagai suatu penghematan untuk daya kreatifiktasnya yang tidak memerlukan biaya. Sebagaian besar kreatifitas dan eksperimen dilakukan dalam alam fantasinya, tanpa biaya, hanya perlu adanya perlengkapan daya kreatifitas yang positif.

  7. Aktifits berkelompok : antara keinginan yang satu dengan keinginan yang lain sering timbul tantangan, baik dari keinginan untuk berdiri sendiri tetapi kenyataannya belum mampu hidup terlepas dari keluarga,maupun dari keinginan menjelajah alam, menggali misteri yang ada dalam lingkungan alam tetapi terbatasnya biaya, materi serta kesanggupan remaja. Keadaan ini menyebabkan para remaja merasa diri tak berdaya dalam suasana dan situasi yang justru dikuasai segalan keinginan untuk bertindak, berbuat dan bereksplorasi.

  Sedangkan menurut Jahja (2011 : 235), pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik, maupun psikologis. Adapun ciri-ciri masa remaja sebagai berikut: 1.

  Pengingkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal sebagai masa stromdan stress. Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi sosial, peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru yang berbeda dari masa sebelumnya. Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan pada remaja, misalnya mereka diharapkan untuk tidak bertingkah laku seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri, dan bertanggung jawab.

2. Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan seksual.

  Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal seperti sistem sirkulasi, pencernaan, dan sistem respirasi maupun perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja.

  3. Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya dibawa dari masa kanak-kanak digantikan dengan hal menarik yang baru dan lebih matang. Hal ini juga dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar pada masa remaja, maka diharapkan untuk dapat mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal yang penting.

  4. Perubahan nilai, di mana apa yang mereka anggap penting pada masa kanak- kanak menjadi kurang penting karena telah mendekati dewasa.

  5. Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain mereka takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan ini, serta meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab ini.

  Berdasarkan penjelesan di atas dapat disimpulkan bahwa remaja memiliki ciri- ciri sebagai berikut:

  1. Perubahan Perkembangan fisik. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal maupun perubahan eksternal.

  2. Peningkatan emosional. Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja.

  3. Remaja sebagai usia bermasalah, pada periode ini masalah yang sering muncul disebabkan oleh pertumbuhan dan perkembangan seksual yang normal.

  4. Perubahan nilai, pada masa remaja biasanya mulai bertindak, berperilaku dan berpakain seperti orang dewasa.

2.3.3. Tugas-tugas Perkembangan Remaja

  Semua tugas perkembangan pada masa remaja diputuskan pada penanggulangan sikap dan pola perilaku yang kekanak-kanakan dan mengadakan persiapan untuk menghadapi masa dewasa. Tugas perkembangan pada masa remaja menuntut perubahan besar dalam sikap dan pola perilaku. Akibatnya, hanya sedikit remaja yang diharapkan mampu menguasai tugas-tugas tersebut pada masa awal remaja, apalagi mereka yang matangnya terlambat. Kebanyakan remaja memberikan kesan kepada masyarakat, bahwa mereka sudah hampir dewasa. Mereka mulai berpakaian dan bertingkah laku seperti orang dewasa, ada juga yang mulai merokok , minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan terlarang dan terlibat dalam perilaku seks bebas. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang mereka inginkan (Hurlock, dalam Ali 2004 : 22).

  Masa remaja merupakan suatu masa belajar yang luas meliputi bidang intellegentif, sosial maupun lain-lain yang berhubungan dengan kepribadiaanya.

  Tugas-tugas perkembangan remaja, menurut Havighurst (dalam Dariyo 2004 : 78), ada beberapa, yaitu sebagai berikut: a.

  Menyesuaikan diri dengan fisiologis-psikologis Diketahui bahwa perubahan fisiologis yang dialami oleh individu,mempengaruhi pola perilakunya. Di satu sisi, ia harus dapat memenuhi kebutuhan dorongan bilogis (seksual), namun bila dipengaruhi hal itu pasti akan melanggar norma-norma sosial, padahal dari sisi penampilan fisik,remaja sudah seperti orang dewasa.

  b.

  Belajar bersosialisasi sebagai laki-laki maupun wanita Dalam hal ini, seorang remaja diharapkan dapat bergaul dan menjalin dengan individu lain yang berbeda jenis kelamin, yang didasarkan atas saling menghargai dan menghormati antara satu dengan yang lainnya, tanpa menimbulkan efek samping yang negatif.

  c.

  Memperoleh kebebasan secara emosional dari orang tua dan orang dewasa lain.

  Ketika sudah menginjak remaja, individu memiliki hubungan pergaulan yang lebih luas dibandingkan dengan masa anak-anak sebelumnya yaitu selain dari teman-teman tetangga, teman sekolah, tetapi juga dari orang dewasa lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa individu remaja tidak lagi bergantung pada orang tua.

  d.

  Remaja bertugas untuk menjadi warga negara yang bertanggung jawab Untuk dapat mewujudkan tugas ini, umumnya remaja berusaha mempersiapkan diri dengan menempuh pendidikan formal maupun non- formal agar memiliki taraf ilmu pengetahuan, keterampilan/keahlian yang profesional.

  e.

  Memperoleh kemandirian dan kepastian secara ekonomis Tujuan utama individu melakukan persiapan diri dengan mengusai ilmu dan keahlian tersebut, ialah untuk dapat bekerja sesuai dengan bidang keahlian dan memperoleh penghasilan yang layak sehingga dapat menghidupi diri sendiri maupun keluarganya nanti.

  Sedangkan menurut Hurlock (dalam Ali 2004 : 22) tugas-tugas perkembangan remaja yaitu :

1. Mampu menerima keadaan fisiknya; 2.

  Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa; 3. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berasarkan jenis;

  4. Mencapai kemandirian emosional; 5.

  Mencapai kemandirian ekonomi; 6. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat;

  7. Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua 8.

  Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa;

  9. Mempersipakan diri untuk memasuki perkawinan; 10.

  Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga Dari beberapa penjelasan di atas mengenai tugas-tugas perkembangan masa remaja, maka dapat disimpulkan bahwa tugas-tugas perkembangan masa remaja sebagai berikut: 1.

  Mencari kemandirian emosional dari orang tua atau figur-figur yang mempunyai otoritas.

  2. Mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan belajar bergaul dengan teman sebaya atau orang lain, baik secara individual maupun kelompok.

  3. Pemantapan minat-minat heteroseksual, dalam hal ini remaja harus bisa menerima identitas seksualnya sebagai pria atau wanita.

  4. Identifikasi diri, dalam hal ini remaja harus mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri (sikap/perilaku) kekanak-kanakan.

2.4. Kenakalan Remaja

2.4.1. Pengertian Kenakalan Remaja

  Kenakalan remaja atau sering disebut dengan istilah juvenile berasal dari bahasa latin juvenilis, yang artinya anak-anak, anak muda, ciri kharakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada periode remaja, sedangkan delinquent berasal dari bahasa latin “dlinquere” yang berarti terabaikan, mengabaikan, yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, nakal, anti sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau peneror, drujana dan lain sebagainya (Kartono, 1992 :3).

  Menurut Drs.Bimo Walgito merumuskan arti juvenile delinquency yaitu : tiap perbuatan,jika perbuatan tersebut dilakukan oleh orang dewasa, maka perbuatan itu merupakan kejahatan, jadi merupakan perbuatan yang melawan hukum, yang dilakukan oleh anak, khususnya anak remaja (Walgito, dalam Sudarsono, 2004 : 11).

  Dalam bukunya Kartini Kartono, mengatakan remaja yang nakal itu disebut pula sebagai anak cacat sosial. Mereka menderita cacat mental disebabkan oleh pengaruh sosial yang ada di tengah masyarakat, anatara lain dikarenakan tingkat sosial ekonomi keluarga mereka rendah, remaja tersebut mendapat perlakuan diskriminasi dari lingkungan. Maka ia mencoba untuk melakukan perlawanan dengan cara mereka sendiri yang terkadang salah, sehingga perilaku mereka dinilai masyarakat sebagai suatu kelainan dan disebut “kenakalan” (Kartono, 1992 : 93).

  Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kenakalan remaja adalah suatu perbuatan yang melanggardalam masyarakat yang dilakukan pada usiang meliputi semua perilaku yang menyimpang dari norma-norma hukum pidana yang dilakukan oleh remaja dan perilaku tersebut akan merugikan dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya.

2.4.2. Wujud Perilaku Kenakalan Remaja

  Jensen (dalam Sarwono, 1997 : 200) mengemukakan bahwa bentuk kenakalan remaja dibagi menjadi empat kelompok yaitu:

  1. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain seperti, perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain-lain.

  2. Kenakalan yang menimbulkan korban materi, seperti perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan, dan lain-lain.

  3. Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain seperti, pelacuran, penyalahgunaan obat.

  4. Kenakalan yang melawan status,misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos,mengingkari status orang tua atau membantah perintah orang tua dan sebagainya. Sementara itu (Gunarsa, 2003 : 20) membagi kenakalan remaja menjadi dua kelompok yaitu :

  1. Kenakalan yang bersifat a-moral dan a-sosial dan tidak teratur dalam undang- undang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan pelanggaran hukukm, yaitu: a.

  Membohong, memutar-balikkan kenyataan dengan tujuan menipu orang atau menutup kesalahan.

  b.

  Membolos,pergi meninggalkan sekolah tanpa sepengetahuan pihak sekolah.

  c.

  Kabur, meninggalkan rumah tanpa ijin orangtua atau menentang keinginan orang tua.

  d.

  Keluyuran,pergi sendiri maupun berkelompok tanpa tujuan,dan mudah menimbulkan perbuatan-perbuatan iseng yang negatif. e.

  Memiliki dan membawa benda yang membahayakan orang lain, sehingga mudah terangsang untuk mempergunakannya.Misalnya pisau, pistol, krakeling, pisau silet dan lain sebagainya.

  f.

  Bergaul dengan teman yang memberi pengaruh buruk, sehingga mudah timbul tindakan-tindakan yang kurang bertanggung jawab (a- moral dan a-sosial).

  g.

  Membaca buku-buku cabul dan kebiasaan mempergunakan bahasa yang tidak sopan, tidak senonoh seolah-olah menggambarkan kurang perhatian dan pendidikan dari orang dewasa.

  h.

  Secara berkelompok makan di rumah makan, tanpa membayar atau naik bis tanpa membeli karcis. i.

  Turut dalam pelacuran atau melacurkan diri baik dengan tujuan kesulitan ekonomis maupun tujuan lainnya. j.

  Berpakaian tindak pantas dan minum-minuman keras atau mengisap ganja sehingga merusak dirinya maupun orang lain.

  2. Kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan undang-undang dan hukum yang berlaku sama dengan perbuatan melanggar hukum bilamana dilakukan oleh orang dewasa yaitu : a.

  Perjudian dan segala macam bentuk perjudian yang mempergunakan uang b.

  Pencurian dengan kekerasan maupun tanpa kekerasan : pencopetan, perampasan, penjambretan.

  c.

  Penggelapan barang d. Penipuan dan pemalsuan e.

  Pelangaran tata susila, menjual gambar-gambar porno dan film porno, serta pemerkosaan f.

  Pemalsuan uang dan pemalsuan surat-surat kertas resmi g.

  Tindakan-tindakan anti sosial : perbuatan yang merugikan milik orang lain h.

  Percobaan pembunuhan i. Menyebabkan kematian orang,turut tersangkut dalam pembunuhan j. Pembunuhan k.

  Pengguguran kandungan l. Penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian seseorang. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa wujud perilaku remaja antara lain sebagai berikut:

1. Berbohong 2.

  Membolos sekolah 3. Melihat, membaca, dan menonton film porno 4. Seks bebas 5. Minum-minuman keras 6. Penyalahgunaan narkoba 7. Mencuri 8. Membunuh 9. Tawuran antar pelajar

2.4.3. Faktor-faktor Penyebab Kenakalan Remaja

  Menurut Graham (dalam Sarwono, 1997 : 199) faktor-faktor penyebab kenakalan remaja dibagi menjadi dua golongan yaitu:

  1. Faktor lingkungan: a.

  Malnutrasi (kekurangan gizi) b. Kemiskinan di kota-kota besar c. Gangguan lingkungan (polusi, kecelakaan lalu-lintas, bencana alam, dan lain-lain) d.

  Migrasi (urbanisasi,pengungsian karena pengaruh) e. Faktor sekolah (kesalahan mendidik, faktor kurikulum, dan lain-lain) f. Keluarga yang tercerai berai (perceraian, perpisahan yang terlalu lama, dan lain-lain) g.

  Gangguan dalam pengasuhan oleh keluarga ( kematian orang tua, orang tua sakit berat atau cacat,hubungan antar anggota keluarga tidak harmonis,orang tua sakit jiwa,kesulitan dalam pengasuhan karena pengangguran, kesulitan keuangan dan tempat tinggal tidak memenuhi syarat,dan lain-lain).

  2. Faktor pribadi : a.

  Faktor bakat yang mempengaruhi temperamen (menjadi pemarah,hiperaktif, dan lain-lain) b.

  Cacat tubuh c. Ketidakmampuan untuk menyesuaikan diri . Sedangkan menurut Turner dan Helms (dalam Dariyo, 2004 : 89), Faktor-faktor kenakalan remaja antara lain sebagai berikut:

  1. Kondisi Keluarga yang Berantakan (Broken Home) Kondisi keluarga yang berantakan merupakan cerminan adanya ketidakharmonisan antar individu (suami-istri,atau orang tua-anak) dalam lembaga rumah tangga. Hubungan suami istri yang tidak sejalan yakni ditandai dengan pertengkaran, percekcokan maupun konflik terus-menerus sehinga menyebabkan ketidakbahagiaan perkawinan. Selama terjadi pertengkaran, anak-anak akan melihat, mengamati, dan memahami tidak adanya kedamaian, ketentraman,kerukunan hubungan antara kedua orang tua mereka. Kondisi ini membuat anak tidak merasakan perhatian,kehangatan kasih sayang, ketentraman, maupun kenyamanan dan lingkungan keluarganya. Akibatnya mereka melarikan diri untuk mencari kasih-sayang dan perhatian dari pihak lain,dengan cara melakukan kenakalan- kenakalan di luar rumah.

  2. Kurangya Perhatian dan Kasih-Sayang dari Orang Tua Kebutuhan hidup seorang anak tidak hanya bersifat materi saja,tetapi lebih dari itu.Ia juga memerlukan kebutuhan psikologis untuk pertumbuhan dan perkembangan kepribadiannya. Dalam memasuki zaman industrialisasi ini,ditandai dengan banyaknya keluarga modern yang suami-istri bekerja di luar rumah. Mereka bekerja tanpa kenal lelah demi untuk mengejar kehidupan materi yang berkecukupan agar ekonomi keluarga tidak berkekurangan. Umumnya, mereka cenderung tidak bertanggung jawab terhadap perkembangan pribadi anak asuhannya, karena mereka merasa bahwa bukan anak-anaknya tersebut bukan anak kandung sendiri.Apalagi, kalau hubungan suami-istri tersebut, sebagai orang tua, selalu bertengkar dan tidak menemukan kedamaian rumah tangga, maka anak-anak cenderung tidak betah tinggal dirumah. Akibatnya, mereka pun dapat melarikan diri dengan cara melakukan pergaulan bebas.Tentu hal ini cenderung memiliki dampak buru bagi perkembangan pribadi dan perilaku anak.

  3. Status Sosial Ekonomi Orang Tua Rendah Kehidupan ekonomi yang terbatas atau kurang,menyebabkan orang tua tidak mampu memberikan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan makanan yang bergizi,kesehatan, pendidikan, dan sarana penunjangnya, dan bahkan orang tuan pun kurang optimal dalam memberikan perhatian kasih sayang pada anak. Hal ini dapat terjadi karena seluruh waktu dan perhatiannya, cenderung tercurah untuk bekerja agar dapat meningkatkan taraf hidup keluarganya.Dengan tidak tersedianya kebutuhan ekonomi yang cukup, anak- anak tidak mampu menyelesaikan jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

  Rendahnya pendidikan ini, menyebabkan ia harus menerima nasib dengan bekerja ala kadarnya.Bahkan tidak menutup kemungkinan, sebagian dari mereka ada yang tidak mampu menyelesaikan sekolahnya. Dengan demikian mereka menjadi pengangguran.Tiadanya pekerjaan yang baik, akan menyebabkan mereka dapat membentuk kelompok pengangguran dan mungkin mereka menyalurkan energinya untuk melakukan hal-hal yang melanggar norma masyarakat.

  4. Penerapan Disiplin Keluarga yang Tidak Tepat Di sini, orang tua berperan seccara sentral dalam menentukan kriteria kedisiplinan. Ketika anak sering memperoleh perlakuan kasar dan keras dari orang tua, mungkin anak akan taat dan putuh dihadapan pada orang tua. Akan tetapi, sifat kepatuhan itu semu dan sementara. Mereka cenderung akan melakukan tindakan-tindakan yang negatif, sebagai pelarian maupun protes terhadap orang tuanya.Misalnya dengan melakukan tindakan anarkhis, melawan hukum, terlibat kenakalan, antisosial dan sebagainya.

2.4.4. Kenakalan Remaja Sebagai Masalah Sosial

  Juvenile delinkquency (kenakalan remaja) bukan hanya merupakan perbuatan

  anak yang melawan hukum semata akan tetapi juga termasuk di dalamnya perbuatan yang melanggar norma masyarakat. Dewasa ini sering terjadi seorang anak digolongkan sebagai delinkuen jika pada anak tersebut nampak adanya kecenderungan-kecenderungan anti sosial yang sangat memuncak sehingga perbuatan-perbuatan tersebut menimbulkan gangguan-gangguan terhadap keamanan, ketenteraman dan ketertiban masyarakat, misalnya pencurian, pembunuhan, penganiayaan, pemerasan, penipuan,penggelapan dan gelandangan serta perbuatan- perbuatan lain yang dilakukan oleh anak remaja yang meresahkan masyarakat (Sudarsono, 2004 : 112).

  Dikatakan oleh (Eitzen, 1986:10) bahwa seorang dapat menjadiburuk/jelek oleh karena hidup dalam lingkungan masyarakat yang buruk. Hal ini dapatdijelaskan bahwa pada umumnya pada masyarakat yang mengalami gejaladisorganisasi sosial, norma dan nilai sosial menjadi kehilangan kekuatan mengikat.Dengan demikian kontrol sosial menjadi lemah, sehingga memungkinkan terjadinyaberbagai bentuk penyimpangan perilaku. Di dalam masyarakat yang disorganisasisosial, seringkali yang terjadi bukan sekedar ketidak pastian dan surutnya kekuatanmengikat norma sosial, tetapi lebih dari itu, perilaku menyimpang karena tidakmemperoleh sanksi sosial kemudian dianggap sebagai yang biasa dan wajar.

  Masalah sosial perilaku menyimpang dalam tulisan tentang “Kenakalan Remaja” bisamelalui pendekatan individual dan pendekatan sistem. Dalam pendekatan individualmelalui pandangan sosialisasi. Berdasarkan pandangan sosialisasi, perilaku akandiidentifikasi sebagai masalah sosial apabila ia tidak berhasil dalam melewati belajarsosial (sosialisasi). Tentang perilaku disorder di kalangan anak dan remaja perilaku menyimpang juga dapat dilihat sebagaiperwujudan dari konteks sosial. Perilaku disorder tidak dapat dilihat secara sederhanasebagai tindakan yang tidak layak, melainkan lebih dari itu harus dilihat sebagai hasilinteraksi dari transaksi yang tidak benar antara seseorang dengan lingkungan sosialnya.Ketidak berhasilan belajar sosial atau “kesalahan” dalam berinteraksi dari transaksisosial tersebut dapat termanifestasikan dalam beberapa hal (Kauffman, 1989 :6).

  Pada garis besarnya masalah-masalah sosial yang timbul karena perbuatan- perbuatan anak remaja dirasakan sangat mengganggu kehidupan masyarakat baik di kota maupun di plosok desa. Akibatnya sangat memilukan, kehidupan masyarakat menjadi resah, perasaan tidak aman bahkan sebagian anggota-anggotanya menjadi terasa terancam hidupnya. Problema tadi pada hakikatnya menjadi tanggung jawab bersama di dalam kelompok. Hal ini bukan berarti masyarakat harus membenci anak delinkuen atau mengucilkannya akan tetapi justru sebaliknya. Masyarakat dituntut secara moral agar mampu mengubah anak-anak delinkuen menjadi saleh, paling tidak mereka dapat dikembalikan ke kondisi equilibrium. Keresahan dan perasaan terancam tersebut pasti terjadi sebab kenakalan- kenakalan yang dilakukan anak remaja pada umumnya:

  1. Berupa ancaman terhadap hak milik orang lain yang berupa benda, seperti pencurian, penipuan dan penggelapan

  2. Berupa ancaman terhadap keselamatan jiwa orang lain, seperti pembunuhan dan penganiayaan yang menimbulkan matinya orang lain

  3. Perbuatan-perbuatan ringan lainnya, seperti pertengkaran sesama anak, minuman-minuman keras, bergadang/keliaran sampai larut malam (Sudarsono, 2004 : 114). Problema sosial tersebut secara esensial bukan sekedar merupakan tanggung jawab orangtua / wali atau pengasuh di rumah, pemuka-pemuka masyarakat, dan pemerintah semata, akan tetapi masalah-masalah tersebut menjadi tanggung jawab para anak remaja sendiri untuk ditanggulangi,jadi dihindari demi kelangsungan hidup masa depan mereka. Dalam beberapa hal akan timbul kesulitan yang asasi untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab, akan tetapi secara sosiologis rasa ikut bertanggung jawab untuk mengatasi problema sosial akan timbul dengan sendirinya karena adanya unsur solidaritas (sense of solidarity) yang kuat dari mereka terhadap masyarakat (Sudarsono, 2004 : 114).

2.4.5. Hubungan Sosial Ekonomi Keluarga dengan Kenakalan Remaja

  Masa remaja merupakan peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa dimana pada fase ini remaja sangatlah rentan mengalami masalah psikososial yang merupakan pemicu terjadinya kenakalan remaja (Juvenile deliquency). Kenakalan remaja dapat dikaitkan dari kemungkinan pengaruh sosial ekonomi keluarga.

  Menurut beberapa teori dan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara kondisi sosial ekonomi dengan munculnya tindak kenakalan oleh remaja. Menurut Santrock kenakalan remaja lebih banyak terjadi pada golongan sosial ekonomi rendah sedangkan menurut Hurwitz remaja dari golongan sosial ekonomi tinggi juga berpeluang melakukan tindak kenakalan.

  Bagi kalangan remaja yang berasal dari keluarga dengan sosial ekonomi rendah, mereka melakukan kenakalan disebabkan karena kesusahan dan kepedihan hati mereka karena tidak mampu bersaing dengan remaja kelas atas disebabkan oleh kurangnya privilage (hak-hak istimewa) dan fasilitas materil. Akibat tekanan ekonomi yang begitu berat membuat orang tua dari golongan sosial ekonomi rendah cenderung tidak konsisten dan melakukan kekerasan terhadap anaknya. Maka untuk menjalankan fungsi sosial tertentu dan untuk memberikan arti bagi eksistensi hidupnya, juga untuk mengangkat martabat dirinya serta meningkatkan fungsi egonya secara bersama-sama remaja lalu melakukan perbuatan kejahatan (Kartono, 1992 : 12).

  Menurut Santrock (2007 : 283) kenakalan remaja lebih banyak terjadi pada golongan sosial ekonomi yang lebih rendah. Tuntutan kehidupan yang keras menjadikan remaja-remaja kelas sosial ekonomi rendah menjadi agresif. Sementara itu, orangtua yang sibuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi tidak sempat memberikan bimbingan dan melakukan pengawasan terhadap perilaku putra- putrinya, sehingga remaja cenderung dibiarkan menemukan dan belajar sendiri serta mencari pengalaman sendiri.

  Namun menurut Hurwitz (dalam Dariyo 2004 : 92) penting memperhatikan remaja yang berasal dari kondisi sosial ekonomi kelas atas. Dalam kondisi sosial ekonomi rumah tangga yang sangat tinggi, dimana remaja sudah terbiasa hidup mewah, anak-anak dengan mudah mendapatkan segala sesuatu yang membuatnya kurang menghargai dan menganggap mudah segala sesuatunya, yang dapat menciptakan kehidupan berfoya-foya, sehingga anak dapat terjerumus dalam lingkungan antisosial. Kemewahan membuat anak menjadi terlalu manja, lemah secara mental, tidak mampu memanfaatkan waktu luang dengan hal-hal yang bermanfaat. Situasi demikian menyebabkan remaja menjadi agresif dan memberontak, lalu berusaha mencari kompensasi atas dirinya dengan melakukan perbuatan yang bersifat melanggar.

  Anak-anak dengan latar belakang sosial ekonomi keluarga yang rendah berisiko tinggi mengalami masalah kesehatan mental. Masalah seperti depresi, kepercayaan diri yang rendah, konflik sebaya, dan kenakalan remaja lebih banyak terjadi di antara kalangan anak-anak yang hidup di keluarga sosial ekonomi rendah dibanding anak-anak yang lebih beruntung secara ekonomi ( Gibbs dan Huang dalam Santrock 2007 : 283).

2.5. Kerangka Pemikiran

  Remaja adalah wakt

  Masa remaja adalah masa peralihan manusia dari anak-anak menuju dewasa yang berjalan antara umur 11 tahun sampai 21 tahun. Remaja memiliki ciri-ciri diantaranya, perubahan perkembangan fisik. Peningkatan emosional, peningkatan dan perkembangan seksual, perubahan nilai, berkeinginan besar untuk mencoba segala sesuatu yang baru, dan masa mencari identitas diri.

  Tugas-tugas perkembangan masa remaja menuntut perubahan besar dalam sikap dan pola perilaku. Tugas-tugas perkembangan remaja diantaranya yaitu, mencari kemandirian emosional dari orang tua atau figur-figur yang mempunyai otoritas, mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan belajar bergaul dengan teman sebaya ataupun orang lain, pemantapan minat-minat heteroseksual, memiliki filsafat hidup, dan identifikasi diri.

  Masalah sosial yang berwujud kenakalan remaja tentu timbul dan dialami oleh sebagian besar kelompok sosial, dan fenomena tadi akan menjadi pusat perhatian sebagian besar anggota masyarakat untuk mendapatkan jalan yang paling efektif di dalam mengatasi baik secara preventif maupun repressif. Kenakalan remaja merupakan bagian dari problema-problema sosial yang dialami masyarakat.

  Pada garis besarnya masalah-masalah sosial yang timbul karena perbuatan- perbuatan anak remaja dirasakan sangat mengganggu kehidupan masyarakat baik di kota maupun di plosok desa. Bentuk kenakalan remaja tersebut antara lain, tawuran antar pelajar, geng motor, seks bebas, mencuri, membunuh, penyalahgunaan narkoba minum-minuman keras dan sebagainya. Akibatnya sangat memilukan, kehidupan masyarakat menjadi resah, perasaan tidak aman bahkan sebagian anggota- anggotanya menjadi terasa terancam hidupnya.

  Tingkat sosial ekonomi keluarga sangat mempengaruhi perilaku remaja. Remaja yang berasal dari keluarga dengan kondisi sosial ekonomi rendah,masalah yang mereka hadapi adalah tidak mampu bersaing dengan remaja di kalangan atas disebabkan karena hak-hak mendapatkan keistimewaan dan fasilitas materil. Kedudukan dalam sosial ekonomi keluarga, dapat dilihat dari pekerjaan, pendapatan, dan pendidikan. Pekerjaan merupakan kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa bagi diri sendiri atau orang lain, baik orang melakukan dengan dibayar atau tidak. Pendapatan berdasarkan kamus ekonomi adalah uang yang diterima oleh seseorang dalam bentuk gaji, upah sewa, bunga, laba dan lain sebagainya. Pendidikan adalah segala perbuatan yang etis, kreatif, sistematis dan intensional dibantu oleh metode dan teknik ilmiah diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan tertentu.

  Berdasarkan kedudukan sosial ekonomi, masyarakat dapat digolongkan

  

,

  dalam masyarakat berpenghasilan rendah sedang, dan tinggi. Golongan masyarakat berpenghasilan rendah yaitu masyarakat yang menerima pendapatan lebih rendah

  

uhi ,

Dokumen yang terkait

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN - Redesign Pakaian Pelindung Dingin Pekerja Cold Storage Di Pt Charoen Pokphand Indonesia Food Division Medan Berdasarkan Insulation Required (Ireq) Dan Metode Value Engineering

0 0 38

BAB I PENDAHULUAN - Redesign Pakaian Pelindung Dingin Pekerja Cold Storage Di Pt Charoen Pokphand Indonesia Food Division Medan Berdasarkan Insulation Required (Ireq) Dan Metode Value Engineering

0 1 8

Pengaruh Ekstrak Stroberi (Fragaria Ananassa) 5% sebagai Obat Kumur Terhadap Akumulasi Plak pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi USU Angkatan 2010

0 1 20

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Plak Dental 2.1.1 Pengertian Plak Dental - Pengaruh Ekstrak Stroberi (Fragaria Ananassa) 5% sebagai Obat Kumur Terhadap Akumulasi Plak pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi USU Angkatan 2010

0 0 10

Pengaruh Ekstrak Stroberi (Fragaria Ananassa) 5% sebagai Obat Kumur Terhadap Akumulasi Plak pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi USU Angkatan 2010

0 4 12

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL THE TOKYO ZODIAC MURDERS, SETTING NOVEL, KONSEP ROMAN DETEKTIF, UNSUR- UNSUR DETEKTIF DAN BIOGRAFI PENGARANG 2.1 Defenisi Novel - Unsur-Unsur Detektif dalam Novel The Tokyo Zodiac Murders

0 0 23

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Unsur-Unsur Detektif dalam Novel The Tokyo Zodiac Murders

0 1 18

Strategi Adptasi Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Banjir (Studi Kasus: Kelurahan Pekan Tanjung Pura Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat)

0 0 42

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Strategi Adptasi Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Banjir (Studi Kasus: Kelurahan Pekan Tanjung Pura Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat)

1 1 11

Jawaban Responden Terhadap Variabel Y No Responden

0 0 7