BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kakao - Penetapan Kadar Cu Pada Makanan Cokelat Secara Spektrofotometri Serapan Atom

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kakao

  Kakao merupakan sumber makanan kaya senyawa-senyawa bioaktif, terutama polifenol, yang mempunyai khasiat sebagai antioksidan dan antimikroba.

  Biji kakao mempunyai potensi sebagai bahan antioksidan alami yang mempunyai kemampuan untuk memodulasi sistem immune dan efek kemopreventif untuk pencegahan penyakit jantung koroner dan kanker (Keen, 2005).

  Lemak kakao merupakan campuran dari beberapa jenis trigliserida. Trigliserida terdiri dari gliserol dan tiga asam lemak bebas. Salah satu diantaranya lemak tidak jenuh. Komposisi asam lemak bervariasi, tergantung pada kondisi pertumbuhan. Hal ini menyebabkan perbedaan karakteristik fisiknya, terutama berpengaruh pada sifat tekstur makanan cokelat dan proses pembuatannya. Lemak kakao dari biji yang mengandung asam lemak bebas (ffa) tinggi juga cenderung lebih lunak dari pada lemak dari biji kakao yang masih utuh. Lemak kakao adalah lemak alami 12 yang diperoleh dari nib kakao (kotiledon) hasil proses pemisahan dengan proses pengepresan hidraulik atau expeller.Lemak kakao memiliki sifat khas yakni bersifat plastis, dan memiliki kandungan lemak padat yang relative tinggi (Wahyudi, 2008).

2.1.1 Tanaman Kakao

  Kakao merupakan satu-satunya diantara 22 jenis marga Theobroma, suku Sterculiaceae yang diusahakan secara komersial. Kedudukan tanaman cokelat dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Anak divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Anak kelas : Dialypetalae Bangsa : Malvales Suku : Sterculiaceae Marga : Theobroma Jenis : Theobroma cacao L (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 2004).

2.1.2 Proses Pengolahan Kakao Menjadi Cokelat

  Setelah buah kakao dipanen dari tanamannya, buah kakao kemudian dikumpulkan dalam keranjang dan dibawa ke tempat pengolahan. Di tempat pengolahan buah kakao dipecahkan bijinya dipisahkan dari kulitnya, baik secara manual maupun menggunakan mesin pengolahan.Biji kakao yang telah dipisahkan kemudian dibersihkan dari lendir yang berlebihan. Pembersihan lendir yang berlebihan ini penting untuk dilakukan sebab akan menyebabkan biji terasa asam setelah difermentasikan. Pembersihan dapat dilakukan menggunakan mesin pembersih, yang memisahkan lendir berlebihan dan membuangnya, baik menggunakan air ataupun tidak (Anonim, 1998).

  Setelah biji kakao bersih dan beraroma khas coklat didapatkan, harus segera dikeringkan. Pengeringan secara tradisional biasanya melalui penjemuran di bawah sinar matahari yang memerlukan waktu beberapa hari hingga satu minggu. Untuk meningkatkan kebersihan dan menghemat waktu, pengeringan juga dapat dilakukan menggunakan alat pengering.Di pabrik pengolahan makanan dan minuman yang menggunakan biji coklat sebagai salah satu bahan produk yang akandibuat, biji kakao kering akan mengalami proses pengolahan kembali. Pengolahan di tingkat ini seringkali disebut proses refinasi kakao menjadi bubuk coklat selanjutnya menjadi bahan berbagai produk makanan dan minuman. Hal pertama yang dilakukan terhadap biji kakao kering yang masuk ke pabrik adalah penyangraian. Penyangraian akan menimbulkan warna, rasa dan aroma yang diinginkan.Setelah proses penyangraian ini biji kakao matang dan bebas dari kulit ari ini disebut nib.Nib kemudian digiling hingga hancur. Karena mengandung lemak yang tinggi dan telah mengalami penyangraian, nib yang digiling akan berubah menjadi cairan atau adonan kental (Anonim, 1998).

  Setelah pencampuran dengan bahan-bahan tambahan tergantung pada produk yang akan dibuat, adonan kemudian diaduk terus untuk menghasilkan campuran yang homogen. Setelah proses pencampuran menghasilkan campuran yang homogen, pencetakan adalah proses akhir untuk menghasilkan produk makanan coklat. Untuk mempercepat membekunya cetakan, biasanya cetakan ditempatkan di ruang pendingin. Kemudian cetakan yang telah membeku dilepaskan dan coklat yang dihasilkan dikemas dan didistribusikan untuk dipasarkan (Anonim, 1998).

2.1.3 Kandungan Kakao

  Lemak kakao mengandung asam oleat, palmitat dan stearat. Lemak kakao yang digunakan dalam pembuatan permen coklat harus memiliki ciri-ciri yakni

  o o

  akan mencair pada suhu 32 C – 35

  C, mempunyai tekstur yang keras dan sedikit rapuh, serta warnanya tidak buram dan tetap cerah jika dicampur pada bahan lain serta memadat pada suhu kamar. Retensi waktu untuk penyimpanan juga harus disesuaikan dengan kondisi cokelat, karena jika tidak maka dapat menyebabkan cokelat akan melekat pada cetakan, menghasilkan warna yang buram serta menimbulkan blooming di permukaan cokelat. Dimana fungsi dari lemak kakao pada pembuatan coklat yakni untuk memadatkan (Ketaren, 1986).

2.1.4 Manfaat Kakao

  Selain rasa dan aromanya yang dapat membuat addict, cokelat memiliki manfaat untuk kesehatan karena kandungan senyawa flavonoid (pholyphenol) sebagai antioksidan yang tinggi dapat menurunkan resiko penyakit jantung, kanker, dan stroke. Selain itu, produk kakao juga mengandung phenilethylamine yang dapat menstimulasi perasaan positif dan gembira (Prawoto, 2008).

  B iji kakao (Theobroma cacao L.) atau cokelat kaya kandungan antioksidanflavonoid, berupa monomer flavan-3-ol (flavanols) meliputi epicatechin dan catechin, serta oligomer flavanols yaitu procyanidin. Konsumsi makanan yang kaya kandungan flavonoidnya telah terbukti memiliki manfaat untuk kesehatan jantung dan pembuluh darah. Manfaat b

  ij i kakao telah banyak diteliti, namun khasiatnya dalam mengatasi keadaan stres oksidatif yang diakibatkan oleh stres psikososial masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut (Grossman, 2008)

  Aneka produk kakao yang terdiri atas cocoa liquor, cocoa buter, dan

  

cocoa powder biasa digunakan sebagai bahan dasar pembuat makanan seperti

  snack, confectionery, bakery, minuman/beverages, dan yang saat ini sedang tren adalah sebagai bahan terapi (Prawoto, 2008).

2.2 Logam Berat

  Logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria-kriteria yang sama dengan logam-logam lain. Perbedaannya terletak dari pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini masuk kedalam tubuh organisme hidup. Unsur logam berat baik itu logam berat beracun seperti timbal dan kadmium, bila masuk ke dalam tubuh dalam jumlah berlebihan akan menimbulkan pengaruh-pengaruh buruk terhadap fungsi fisiologis tubuh (Palar, 2008).

  Menurut Widiowati, dkk., (2008), logam berat dibagi dalam 2 jenis, yaitu: 1.

  Logam berat essensial, yakni logam dalam jumlah tertentu yang sangat dibutuhkan oleh organisme. Dalam julah berlebihan logam tersebut bisa menimbulkan efek toksik. Contohnya adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn dan lain sebagainya.

  2. Logam berat tidak essensial, yakni logam yang keberadaannyadalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya, bahkan bersifat toksik, seperti Hg, Cd, Pb, Cr dan lain-lain.

  Logam berat umumnya bersifat racun terhadap makhluk hidup, walaupun beberapa diantaranya diperlukan dalam jumlah kecil. Melalui berbagai perantara, seperti udara, makanan, maupun air yang terkontaminasi oleh logam berat, logam tersebut dapat terdistribusi ke bagian tubuh manusia dan sebagian akan terakumulasikan. Jika keadaan ini berlangsung terus menerus, dalam jangka waktu lama dapat mencapai jumlah yang membahayakan kesehatan manusia (Darmono, 2008)

2.2.1 Logam Cu

  Tembaga dengan nama kimia Cupprum dilambangkan dengan Cu. Unsur logam ini berbentuk kristal dengan warna kemerahan. Dalam tabel periodik unsur- unsur kimia, tembaga menempat posisi dengan nomor atom (NA) 29 dan mempunyai bobot atau berat atom (BA) 63,546 (Palar, 1994).

  Logam berat Cu digolongkan kedalam logam berat essensial, artinya meskipun merupakan logam berat beracun, dibutuhkan oleh tubuh meskipun dalam jumlah sedikit. Mineral esensial adalah mineral yang dibutuhkan oleh makhluk hidup untuk proses fisiologis, dan dibagi ke dalam dua kelompok yaitu mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro dibutuhkan tubuh dalam jumlah besar, yang terdiri atas kalsium, klorin, magnesium, kalium, fosforus, natrium, dan sulfur. Mineral mikro diperlukan tubuh dalam jumlah kecil, seperti kobalt, tembaga, iodin, besi, mangan, selenium, dan seng (Muhajirin. 2004; Arifin, 2008).

  Cu mempunyai bilangan oksidasi +l dan +2, akan tetapi yang jumlahnya melimpah adalah adalah Cu dengan bilangan oksidasi +2 atau Cu (II), karena Cu (I) di air mengalami disproporsionasi membentuk sebagai senyawa yang tidak larut (Lee,1994).

  Pencemaran yang dihasilkan dari logam berat sangat berbahaya karena bersifat toksik, logam berat juga akan terakumulasi dalam sedimen dan biota melalui proses gravitasi (Rochayatun, 2006). Salah satu logam berat yang termasuk bahan beracun dan berbahaya adalah tembaga (Cu), merupakan salah satu logam berat yang banyak dimanfaatkan dalam industri, terutama dalam industri elektroplating, tekstil dan industri logam (alloy). Ion Cu (II) dapat terakumulasi di otak, jaringan kulit, hati, pankreas dan miokardium. Oleh karena itu, proses penanganan limbah menjadi bagian yang sangat penting dalam industri. Keberadaan unsur tembaga di alam dapat ditemukan dalam bentuk logam bebas, akan tetapi lebih banyak ditemukan dalam bentuk persenyawaan. Cu termasuk ke dalam kelompok logam essensial, dimana dalam kadar yang rendah dibutuhkan oleh organisme sebagai koenzim dalam proses metabolisme tubuh, sifat racunnya baru muncul dalam kadar yang tinggi (Rochayatun, 2003).

  Menurut Palar (1994), kebutuhan manusia terhadap tembaga cukup tinggi, pada dewasa membutuhkan Cu 30 μg/kg berat tubuh, pada anak-anak jumlah Cu yang dibutuhkan 40 μg/kg berat tubuh, sedangkan pada bayi dibutuhkan 80 μg/kg berat tubuh.

  Pada manusia logam Cu dibutuhkan untuk sistem enzim oksidatif seperti enzim askorbat oksidase, sistikrom C oksidase, polyfenol oksidase, amino oksidase dan lain-lain. Logam Cu juga dibutuhkan manusia sebagai komplek Cu protein yang mempunyai fungsi dalam pembentukan haemoglobin, kolagen, pembuluh darah dan myelin otak (Palar, 1994).

  Menurut Linder (2006), penyerapan tembaga terutama pemindahannya dari mukosa intestin ke dalam plasma darah adalah proses yang diatur dalam tubuh. Dalam plasma darah, tembaga mula - mula diikat pada albumin dan suatu protein baru (transcuprein) dan dibawa ke hati dimana akan mencapai proses diinkorporasikan ke dalam seruloplasmin dan protein/enzim hati yang spesifik kemudian hilang melalui empedu.

2.2.2 Toksisitas Cu

  Logam esensial dibutuhkan dalam jumlah yang sangat kecil oleh makhluk hidup. Sebaliknya dalam jumlah yang berlebih, sekalipun kecil akan berubah menjadi bahan yang bersifat toksik (Tourmaa, 1995).

  Tembaga (Cu) merupakan mineral mikro karena keberadaannya dalam tubuh sangat sedikit namun diperlukan dalam proses fisiologis. Di alam, Cu ditemukan dalam bentuk senyawa Sulfida (CuS). Walaupun dibutuhkan tubuh dalam jumlah sedikit, bila kelebihan dapat mengganggu kesehatan atau mengakibatkan keracunan (Arifin, 2008).

  Toksisitas Cu baru akan kelihatan bila logam tersebut masuk ke dalam tubuh organisme dalam jumlah besar atau melebihi nilai ambang batas (NAB).

  Beberapa penelitian menunjukkan bahwa racun Cu mampu membunuh biota perairan. Pada hewan seperti kerang, bila dalam tubuhnya telah terakumulasi Cu dalam jumlah tinggi, maka bagian otot tubuhnya akan berwarna kehijauan. Hal ini dijadikan petunjuk apakah kerang yang hidup di suatu perairan masih layak untuk dikonsumsi atau tidak. Cu termasuk dalam logam essensial, dimana dalam kadar yang rendah dibutuhkan oleh organisme sebagai Koenzim dalam proses metabolisme tubuh, sifatnya racunnya baru muncul dalam kadar yang tinggi. Konsentrasi Cu terlarut dalam air laut sebesar 0,01 ppm dapat mengakibatkan kematian fitoplankton, sedangkan kadar Cu sebesar 2,5-3,0 ppm dalam badan perairan telah dapat membunuh ikan-ikan (Muhajirin, 2004).

2.2.3 Penyerapan Logam dalam Tanah

  Menurut Darmono (2008), ada dua faktor penting yang berhubungan erat dengan penyerapan logam dalam jaringan tanaman, yaitu pH tanah dan konsentrasi logam dalam tanah. pH adalah faktor penting yang menentukan transformasi logam. Konsentrasi logam dalam jaringan tanaman menurun apabila pH tanah naik, dan semakin tinggi konsentrasi logam dalam tanah akan semakin tinggi pula konsentrasi logam dalam jaringan tanaman.

  Penggunaan pupuk secara berlebihan, tidak menguntungkan bagi kelestarian lahan dan lingkungan diakibatkan tingginya residu pupuk di lahan.

  Pemupukan terus menerus tidak saja menyebabkan tingginya residu pupuk di dalam tanah, tetapi juga meningkatkan kandungan logam berat timbal dan kadmium (Widianingrum, 2007).

2.3 Dekstruksi Logam

  2.3.1 Dekstruksi Basah

  Tehnik dekstruksi basah adalah dengan memanaskan sampel organik dengan penambahan asam mineral pengoksidasi atau campuran asam-asam mineral tersebut. Penambahan asam mineral pengoksidasi dan pemanasan yang cukup dalam beberapa menit dapat mengoksidasi sampel secara sempurna, sehingga menghasilkan ion logam dalam larutan asam sebagai sampel anorganik untuk dianalisis selanjutnya. Dekstruksi basah biasanya menggunakan H

  2 SO 4 ,

  HNO

  3 dan HclO 4 atau campuran dari ketiga asam mineral tersebut (Anderson, 1987).

  2.3.2 Dekstruksi Kering

  Dekstruksi kering merupakan tehnik yang umum digunakan untuk mendekomposisi bahan organik. Sampel diletakkan di dalam krusibel dan dipanaskan sampai semua materi organik terurai dan meninggalkan residu organik yang tidak menguap dalam logam oksida. Temperatur yang paling umum o

  digunakan adalah 500-550

  C. Selain unsur C, H dan N, beberapa unsur akan hilang dengan dekstruksi kering ini, diantaranya halogen, S, Se, P, As, Sb, Ge, Ti, Hg (Anderson, 1987).

2.4 Spektrofotometri Serapan Atom

  Spektrofotometri serapan atom didasarkan pada penyerapan energi sinar oleh atom-atom netral, dan sinar yang diserap biasanya sinar tampak atau sinar ultraviolet. Spektrofotometri serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsur-unsur mineral dalam jumlah sekelumit mineral mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksaannya relatif sederhana, dan interferensinya sedikit (Gandjar dan Rohman, 2009).

  2.4.1 Prinsip Dasar Analisa SSA

  Metode Spektrofotometri Serapan Atom berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada unsurnya. Cahaya pada panjang gelombang tertentu mempunyai energi yang cukup untuk mengubah tingkat elektron suatu atom.

  Transisi elektron suatu unsur bersifat spesifik. Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu atom pada keadaan dasar akan tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi (Khopkar, 2002).

  2.4.2 Instrumensasi a.

  Lampu katoda berongga Suatu sumber cahaya dalam spektrofotometer absorpsi atom, yang dipilih karena garis absorpsi atom padanannya dalam nyala dan tanur (Khopkar, 2002).

  b.

  Nyala o Nyala yang digunakan pada SSA harus mampu memberikan suhu >2000 K.

  Untuk mencapai suhu yang setinggi ini biasanya digunakan gas pembakar dala suatu gas pengoksida (oksidan) seperti misalnya udara dan nitrogen oksida (N

  2 O) (Khopkar, 2002).

  c.

  Monokromator Dalam spektroskopi absorpsi atom fungsi monokromator adalah untuk memencilkan garis resonansi dari semua garis yang tak diserap yang dipancarkan oleh sumber radiasi (Khopkar, 2002).

  d.

  Detektor Kepekaan spektral yang lebih baik diperlakukan, digunakan pengadaan foton.

  Radiasi yang diterima oleh detektor berasal tidak hanya dari garis resonansi yang telah diseleksi tapi juga dapat timbul dari emisi dalam nyala (Khopkar, 2002).

  e. amplifier

  Amplifier berfungsi untuk memperkuat sinyal yang diterima dari detector sebelum sampai ke rekorder (Khopkar, 2002).

  f.

  Rekorder Rekorder berfungsi untuk mengubah sinyal yang diterima menjadi bentuk digital, yaitu dengan satuan absorbansi (Khopkar, 2002).

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Diferensiasi Produk Dan Kepercayaan Merekterhadap Keputusan Pembelian Mobil Avanza Di Pt.Astrainternasionaltbk-Toyota Auto 2000 Medan

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Uraian Teoritis 2.1.1 Entreprenuerial Networking - Pengaruh Entrepreneurial Networking Dan Lingkungan Bisnis Eksternal Terhadap Kinerja Usaha Umkm

0 0 18

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Entrepreneurial Networking Dan Lingkungan Bisnis Eksternal Terhadap Kinerja Usaha Umkm

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Teori Pesinyalan (Signaling Theory) - Pengaruh Return On Asset (ROA) Dan Pertumbuhan Penjualan Terhadap Debt to Equity Ratio (DER) Pada Perusahaan Tekstil Yang Terdaftar Bursa Efek Indonesia (BEI)

0 0 18

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Corporate Social Responsibility, kepemilikan institusional, dan kepemilkan asing terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011 dan 2013

0 0 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Kepuasan Nasabah 2.1.1.1. Pengertian Kepuasan Nasabah - Pengaruh Nilai Nasabah, Kualitas Pelayanan, Deposito Mudharabah dan Atribut Produk Syariah Terhadap Kepuasan Nasabah ( Studi Kasus Pada Bank Syariah

0 0 16

Pengaruh Nilai Nasabah, Kualitas Pelayanan, Deposito Mudharabah dan Atribut Produk Syariah Terhadap Kepuasan Nasabah ( Studi Kasus Pada Bank Syariah Mandiri Cabang Medan)

0 0 13

Bagian I - Pengaruh Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan dan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

0 0 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan Pemerintah Daerah - Pengaruh Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan dan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daer

0 0 30

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan dan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

0 0 8