Industrialisasi Campuran Orde Baru Nega

JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM

LEMBAR COVER TUGAS 2013
Nama
NoMahasiswa
No. Mahasiswa

Alan Griha Yunanto

Nama Matakuliah

Masyarakat Ekonomi

Dosen

M. Adhi Iksanto

Judul Tugas

“Industrialisasi Campuran” Orde Baru: Negara Kuat, Rakyat Lemah


Jumlah Kata

1252

11/317917/SP/24800

CHECKLIST
Saya telah:
Mengikuti gaya referensi tertentu secara konsisten................................................................. 
Memberikan soft copy tugas................................................................................................... 

Deklarasi
Pertama, saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa:
 Karya ini merupakan hasil karya saya pribadi.
 Karya ini sebagian besar mengekspresikan ide dan pemikiran saya yang disusun
menggunakan kata dan gaya bahasa saya sendiri.
 Apabila terdapat karya atau pemikiran orang lain atau sekelompok orang, karya, ide
dan pemikiran tersebut dikutip dengan benar, mencantumkan sumbernya serta disusun
sesuai dengan kaidah yang berlaku.

 Tidak ada bagian dari tugas ini yang pernah dikirimkan untuk dinilai, dipublikasikan
dan/atau digunakan untuk memenuhi tugas mata kuliah lain sebelumnya.
Kedua, saya menyatakan bahwa apabila satu atau lebih ketentuan di atas tidak ditepati, saya
sadar akan menerima sanksi minimal berupa kehilangan hak untuk menerima nilai untuk
mata kuliah ini.

______________________________
Tanda Tangan

__________________________________
Tanggal

JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM
Dalam tulisan ini, penulis akan membahas mengenai industrialisasi yang terjadi di
Indonesia pada masa Orde Baru. Dalam tulisan ini juga penulis ingin memaparkan pandangan
kedalam tiga ranahan penting untuk melihat pondasi awal yang diterapkan Orde Baru dalam
merencanakan industrialisasi. Pertama, penulis akan membahas dari segi kooptasi negara
pada masa Orde Baru. Kedua, penulis akan melihat juga proses industrialisasi yang terjadi.
Ketiga, dampak dari proses industrialisasi itu akan menyebabkan borjuasi macam apa saat

Orde Baru.
Dalam menajalankan pemerintahan Orde Baru Suharto melakukan politik kooptasi.
Suharto mempunyai guru besar yakni Sukarno, namun keduanya memiliki pandangan yang
sangat berbeda satu sama lain. Sukarno berusaha mewujudkan daulat kapital sementara
Suharto menggadaikan Negara sebagai bentuk jaminan hutang, baik hutang jangka pendek
atau jangka panjang. Langkah Suharto setelah lengsernya Sukarno sebagai presiden pada
tahun 1965, sangat taktis dan cekatan dalam menciptakan format politik yang terarah menuju
Golkar sebagai partai tunggal yang terkamuflase.
Anton (2009) menyebutkan bila Sukarno ingin mewujudkan Negara Kuat, Rakyat
Kuat namun berbeda dengan Suharto ingin mewujudkan Negara Kuat, Rakyat Lemah.
Sukarno menciptakan massa radikal, sedangkan Suharto menciptakan massa yang
mengambang. Negara bukan saja menjadikan ruang-ruang diluar negara terkooptasi tetapi
negara juga turut mencaploknya.
Anton (2009) menambahkan, Suharto justru mendefinisikan diri dari rezim
komunisme yang dibencinya, dapat dilihat dalam pembentukan Negara model Orde Baru,
justru mengikuti jalan negara Komunisme. Pemberangusan ruang publik dan penciptaan kelas
baru yang menindas dicirikan oleh pemerintahan Orde Baru. Angkatan Darat menjadi kelas
paling berperan dalam penindasan terhadap rakyat dimasa Orde Baru. Agen penindas ini
sama saja dengan kelas baru agen revolusi profesional Komunisme yang banyak tumbuh di
negara-negara penganut agenda komintern. Angkatan Darat sangat patuh terhadap segala

perintah yang ada ditangan Suharto, sebab Suharto juga pernah menjabat sebagai komando
Angkatan Darat, dan kebetulan juga dalam tubuh militer banyak yang menginginkan jabatan
kekuasaan dalam Negara.

JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM
Menurut Anton (2009), berikut ini langkah Suharto dalam mengkooptasi negara atau
lebih tepatnya mencaplok masyarakat :
1. Revitalisasi Surat Ijin Pembentukan Usaha Penerbitan Pers (SIUPP), sebenarnya bibit
penindasan pers sudah dilakukan Angkatan Darat sejak zaman Sukarno.
2. Membangun perusahaan-perusahaan negara yang kemudian menjadi sumber dana
penting ke akses kekuasaan.
3. Fusi partai Politik 1973, penghancuran ideologi dan pembentukan massa
mengambang.
4. Seluruh unsur-unsur kekuatan ekonomi dibawah kendali keluarga dan kroni.
5. Penindasan terhadap Mahasiswa, Elite Veteran (Korban Petisi 50), dan kekuatan lain.
6. Pemandulan komisi-komisi penting yang bisa dianggap sebagai suara aspirasi rakyat
dalam pembenahan pengawasan publik.
Suharto mengendalikan Angkatan Darat bukan saja menjadi kekuatan politik semata
tetapi juga menjadi kekuatan yang menentukan takdir bangsa Indonesia. Dari Angkatan Darat

inilah kemudian lahir berbagai macam bangunan politik dengan landasan kekerasan. Bisnisbisnis baik dalam lingkup negara dan swasta diharuskan menjadi sponsor bagi kekuasaan
yang sedang bermain. Kaum intelektual dipaksa untuk mengandalkan pada modal, ideologiideologi mereka sangat diatur dengan ketat dan membangkitkan budaya konsumerisme
berlebihan pada saat itu. Kooptasi dari Negara model Orde Baru ini sangat merugikan
sebenarnya bagi pembangunan karena dari sumberdaya sendiri sudah dikebiri sedemikian
sehingga akan mengarah pada masyarakat dengan berkebudayaan dangkal. Karena daya kritis
untuk hanya sekedar menyatakan pendapat saja sudah dibatasi sangat ketat oleh pemerintah
Orde Baru.
Begitulah kira-kira gambaran kooptasi yang dilakukan Negara pada masa Orde Baru
yang sangat mempengaruhi juga kehidupan berekonomi dari masyarakat yang didorong terus
untuk menjadi seorang konsumen sejati. Sampai saat ini masih terwarisi sisa-sisa Orde Baru
dengan budaya konsumerismenya yang terkenal sangat tinggi.
Pada masa Orde Baru selain ada dampak-dampak kooptasi yang mungkin menurut
sebagian orang hal tersebut sangat dipaksakan dan menindas, namun dalam hal industrialisasi
sangat dikedepankan. Menurut Donges dalam Papanek (1987) proses industrialisasi yang
cepat pada saat Orde Baru dapat benar-benar memperbaiki efisiensi pertanian Indonesia.

JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM
Karena pada saat itu yang menjadi dasar pembangunan adalah peningkatan sumberdaya
pangan.

Dalam penerapan strategi industrialisasi memiliki dua pola, yaitu substitusi impor
(Import Subtitution Industry) dan orientasi ekspor (Export Orientation Industry)1.

Pola

substitusi impor sangat dikenal dengan strategi inward looking strategy. Merupakan suatu
strategi industrialisasi yang mengutamakan pada produksi produk untuk menggantikan impor
dari produk sejenis, yang semestinya sangat memungkinkan untuk diproduksi sendiri di
dalam negeri. Pada tahapan awal biasanya yang dikembangkan adalah barang-barang
industri-industri ringan yang akan menghasilkan barang-barang konsumtif. Biasanya barangbarang ini sangat dilindungi oleh pemerintah dari persaingan barang impor.
Sedangkan

starategi

orientasi

ekspor,

yakni


strategi

yang

mengutamakan

pengembangan jenis-jenis industri yang menghasilkan barang-barang untuk diekspor. Strategi
ini biasanya diterapkan untuk melanjutkan strategi substitusi impor. Karena logikanya tidak
mungkin selamanya negara hanya bertahan dari gempuran barang-barang impor tentu mereka
akan mengerahkan berbagai startegi untuk meningkatkan proses produksi yang kemudian
akan meningkatkan jumlah barang untuk diekspor.
Tabel 1. Perbedaan Strategi ISI dan EOI
ISI / inward looking
EOI / outward looking
Kebijakan proteksi dan substitusi impor dari Perdagangan bebas dan kebijakan ekspansi
pemerintah rejim yang sedang berkuasa
ekspor
Kebijakan ekonomi dalam negeri tertutup
Kebijakan ekonomi dalam negeri terbuka
Ketergantungan pada tabungan dalam negeri Kebijakan sangat terbuka pada bantuan luar

dan swasembada sumberdaya
PMA dibatasi
Hambatan imigrasi

negeri ke sektor pemerintah
PMA sangat didorong
Terbuka terhadap imigrasi

(Sumber: Navik Istikomah, SE, M.Si., Hand out Mata Kuliah Prodi Pendidikan Ekonomi dan Koperasi,
Universitas Pendidikan Indonesia, 2009)

Bagaimankah dengan model industrialisasi Negara Indonesia pada masa Orde Baru?
Menurut hemat penulis bahwa Indonesia pada masa Orde Baru tidak murni menganut salah
satu pola industrialisasi, namun disini mengadopsi sistem campuran antara keduanya.
1

Materi Kuliah Politik Perburuhan (5 Maret 2013) dan Masyarakat Ekonomi (4 April 2013), Jurusan Politik
Pemerintahan.

JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN

FISIPOL UGM
Maksudnya Indonesia pada masa Orde Baru juga menerapkan ISI maupun EOI, dan pada
implementasinya seperti yang sudah dikatakan diatas bahwa ISI diterapkan terlebih dahulu
sedangkan EOI sebagai strategi keberlanjutannya. Terbukti pada tahun 1969-1970 strategi
ekonomi mengutamakan produksi pertanian proses industrialisasi yang bersifat mengganti
barang impor atau ISI. Manufaktur dikuasai barang-barang konsumsi yang tidak tahan lama
(nondurable), terutama produk pangan. Swasembada beras juga diunggul-unggulkan dalam
periode ini.
Namun beberapa kriteria ISI tidak dicapai oleh Indonesia pada masa Orde Baru, salah
satunya strategi ini tidak setuju dengan adanya PMA yang masuk. Namun kondisi berbeda
justru diperlihatkan oleh Indonesia, strategi ISI yang diterapkan justru tidak mampu
memberikan dampak pembangunan yang tinggi justru menguras cadangan devisa karena
penekanan produksi barang mewah yang berteknologi tinggi dan padat modal. Akibatnya
liberalisasi PMA diberlakukan, dan banyak bantuan dari negara-negara maju masuk sebagai
modal. Namun hampir tidak ada industri Indonesia yang berorientasi pada pasar dunia.
Sehingga menurut hemat penulis Indonesia menganut tipe strategi industrialisasi campuran
yaitu, cenderung proteksi dan substitusi impor, kebijakan tertutup, namun terbuka terhadap
PMA, dan hambatan imigrasi.
Dampak dari penerapan strategi industrialisasi campuran yang diterapkan di Indonesia
pada masa Orde Baru menyebabkan banyak muncul kaum borjuis politik. Dapat kita lihat

dampaknya sampai saat ini yang terjadi di Indonesia. Kemunculan borjuasi di Indonesia
masih sangat dipengaruhi oleh strategi ISI, tidak ada kelas sosial yang dominan atau
menonjol sehingga kelas borjuis muncul secara politik dan bersifat tradisional. Mereka
cenderung beraliansi dengan para penguasa tanah dan sangat bergantung pada negara.
Borjuis-borjuis yang lahir dibawah rahim Orde Baru sangat dekat sekali dengan
negara, dan ini menimbulkan efek yang sangat negatif karena seperti yang kita ketahui bahwa
Suharto telah mencipatakan kondisi dimana para keluarga dan kroni, dapat leluasa mendekati
negara dan memperoleh bantuan dari negara dengan mudah. Tentunya dengan syarat yang
juga sangat mudah, yakni menghamba kepada Suharto selaku penguasa Orde Baru. Walaupun
negara lemah dari segi kapital namun punya sumberdaya politik yang sangat kuat dan
represif.

JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM
Mereka yang kaya, yakni mereka yang pandai membangun hubungan personal baik
dengan Suharto dengan sistem ABS (Asal Bapak Senang). Kapital sengaja membangun
aliansi dengan negara dan meminggirkan kelas buruh, karena seperti yang sudah penulis
katakan bahwa adanya pengambangan massa sangat mempengaruhi daya kritis dari
warganegara. Semacam tipu muslihat yang menghalangi kesadaran warganegara untuk
menuntut haknya hidup bebas dalam suatu Negara.

Daftar Pustaka
Buku
Papanek, Gustav (ed.). 1987. Ekonomi Indonesia. Jakarta: PT Gramedia.
Artikel
Anton Djakarta, Negara Personifikasi SBY dan Kooptasi Negara Atas Ruang Publik,
Jumat 16 Oktober 2009.
Navik Istikomah, SE, M.Si. Handout Matakuliah Prodi Pendidikan Ekonomi dan
Koperasi, Universitas Pendidikan Indonesia, 2009.
Sylvan Stefanus, Industrialisasi di Indonesia, Universitas Sanata Darma.
(http://www.academia.edu/3055928/Industrialisasi_Jalan_Globalisasi_Indonesia)