MANAJEMEN MODEL TALKING STICK UNTUK MENI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan secara umum adalah suatu pembelajaran tentang pengetahuan,
keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang dilaksanakan secara turun
temurun dari generasi ke generasi melalui beberapa kegiatan seperti pengajaran,
pelatihan, maupun penelitian. Dalam hal ini, pelaksanaan pendidikan ini sering
terjadi atau biasanya terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga
memungkinkan terjadi secara otodidak. Di negara kita, pendidikan dirancang
sedemikian rupa sehingga menjadi tujuan nasional bangsa yang tercantum dalam
pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada
alinea ke empat yang berbunyi …”untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa…”. Dengan kata lain, tujuan pendidikan
nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan
mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Dari uraian
tentang pendidikan yang terdapat pada UUD 1945, juga dijabarkan dalam
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Pasal
3)
mengamanatkan
bahwa
pendidikan
nasional
berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Selanjutnya
ditegaskan
bahwa
pendidikan nasional bertujuan mengembangkan potensi
peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan pendidikan
nasional tersebut menyiratkan bahwa melalui pendidikan hendak diwujudkan
peserta didik yang memiliki berbagai kecerdasan, baik kecerdasan spiritual,
emosional, sosial, intelektual maupun kecerdasan
kinestetika. Pendidikan
nasional memiliki misi mulia (mission sacre) terhadap anak didik, yaitu
membangun pribadi yang
memiliki
ilmu pengetahuan, meningkatkan
kemampuan teknis, mengembangkan kepribadian yang kokoh dan membentuk
karakter yang kuat. Terbentuknya karakter peserta didik yang kuat dan kokoh
diyakini merupakan hal yang penting dan mutlak dimiliki setiap peserta didik
untuk menghadapi tantangan hidup di masa mendatang. Pengembangan karakter
yang diperoleh melalui pendidikan, baik pada tingkat sekolah maupun perguruan
tinggi dapat mendorong peserta didik menjadi anak-anak bangsa yang memiliki
kepribadian unggul. Secara
kontekstual dan
imperatif hakikat dan tujuan
pendidikan nasional harus merepresentasikan permasalahan kondisi objektif
masyarakat bangsanya,
representasi dari kebutuhan masyarakat, manifestasi
tipologis masyarakatnya. Pemikiran ini sejalan dengan pandangan UNESCO,
tujuan pendidikan adalah manifestasi hasil
eksistensi manusia dalam konteks
refleksi filosofi tentang manusia,
sejarahnya dan tentang sistem hubungan
manusia dengan alam serta masyarakat dimana dia hidup, berkreasi, dan berbuat
(Charles Hammel,UNESCO, 1977). Di Indonesia ditambah dengan hubungan
manusia dengan Tuhannya.
Sebagaimana yang tertuliskan dalam Paradigma Pembangunan Pendidikan
Nasional tahun 2015-2019, ada 7 (tujuh) point yang menjadi pokok utama
pelaksanaan pendidikan, antara lain: 1) Pendidikan untuk semua, 2) Pendidikan
sepanjang hayat, 3) Pendidikan sebagai suatu gerakan, 4) Pendidikan
menghasilkan pembelajar, 5) Pendidikan membentuk karakter, 6) Sekolah yang
menyenangkan,
dan
7)
Pendidikan
membangun
dan
mengembangkan
kebudayaan. Dari semua point utama diatas, ini menjelaskan bahwa untuk
membangun suatu bangsa menjadi lebih baik, maka dalam dunia pendidikan yang
ada didalamnya harus mampu merealisasikan ketujuh point diatas. Dengan begitu,
kualitas bangsa di mata dunia akan ikut meningkat. Sedangkan dalam upaya
meningkatkan kualitas suatu bangsa, tidak ada cara lain kecuali melalui
peningkatan mutu pendidikan. Adapun didalam peningkatan mutu pendidikan,
diperlukan suatu proses yang mampu membantu mendorong terwujudnya kualitas
pendidikan. Dan didalam proses pendidikan, objek yang menjadi tujuan utama
yang sangat berpengaruh adalah para pelajar. Pada proses pendidikan ini, para
pelajar pastinya melakukan suatu aktivitas yang biasanya kita sebut dengan
pembelajaran. Arti dasar pembelajaran adalah sebuah proses, cara, kegiatan yang
menjadikan seseorang belajar. Sedangkan pengertian belajar itu sendiri adalah
perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi perilaku sebagai
hasil dari pengalaman atau latihan yang diperkuat. Dengan kata lain, dari
penjelasan diatas, dapat kita simpulkan bahwa pembelajaran telah terjadi ketika
para pelajar berperilaku, bereaksi, dan merespon sebagai hasil dari pengalaman
dengan satu cara yang berbeda dari caranya berperilaku sebelumnya. Hal tersebut
merupakan sebuah inti sari dari adanya pendidikan dan pembelajaran, yang mana
mampu merubah pengetahuan, pola pikir dan sikap dari para pelajar untuk
berubah pada hal yang lebih baik setelah menerima pembelajaran. Sehingga mutu
dari pembelajaran yang kita harapkan bisa terealisasikan dengan baik dan
menyeluruh.
Namun dalam kenyataan di lapangan, banyak sekali para pelajar yang
masih belum memahami tentang tujuan dan manfaat dari adanya proses
pembelajaran ini. Hal tersebut menyebabkan banyaknya aksi-aksi yang
mencoreng nama baik pendidikan. Seperti yang biasa kita ketahui, terjadinya
tawuran antar pelajar, keterlibatannya penggunaan narkoba dan miras yang terjadi
pada pelajar, dan lain sebagainya, yang semuanya telah merusak pandangan
tentang makna pendidikan. Sebagai seorang yang berkecimpung dalam dunia
pendidikan, seharusnya kita dapat melihat pada diri kita pribadi, apakah mutu dari
pendidikan yang telah kita ajarkan sudah dapat dipahami, diserap dan diterapkan
oleh para pelajar kita atau hanya dijadikan sebagai bahan omong kosong belaka.
Selain itu, kita juga harus mencari titik lemah kita pada saat menerapkan suatu
metode atau model pembelajaran yang dilaksanakan dalam proses pembelajaran.
Dan dari hal itu, kita segera memperbaiki pola metode pembelajaran yang telah
diberikan dan mengganti dengan metode lain agar mampu meningkatkan mutu
dari pembelajaran pada kegiatan belajar yang mendatang. Dengan demikian, maka
kualitas mutu dari pembelajaran akan ada perubahan dan dapat diterapkan oleh
para pelajar kita.
Model pembelajaran mempunyai andil yang cukup besar dalam KBM.
Saat proses pembelajaran dikelas, kemampuan yang dimiliki para pelajar akan
ditentukan oleh penggunaan model yang sesuai dengan tujuan. Penggunaan model
pembelajaran yang tepat berarti tujuan pembelajaran akan dapat dicapai. Saat
penggunaan suatu model pembelajaran, seorang guru sebaiknya tidak hanya
menguasai satu model saja tetapi perlu menguasai model lainnya. Hal ini
dikarenakan dalam pembelajaran diperlukan model bervariasi agar terciptanya
suasana yang efektif. Berdasarkan macamnya, banyak sekali bentuk model
pembelajaran yang telah ada dalam mengiringi pelaksanaan dan proses belajar di
kelas. Penggunaan berbagai jenis model pembelajaran itu diterapkan berdasarkan
kemampuan dari guru yang melaksanakannya.
Sebagaimana yang telah diuraikan diatas, bahwa tujuan dari semua ini
adalah supaya terwujudnya dan tercapainya mutu pembelajaran yang diberikan
oleh guru terhadap para pelajarnya. Namun, melihat dari hasil laporan penelitian
yang ada sebelumnya, menunjukkan bahwa mutu pembelajaran belum berjalan
secara optimal baik pada tataran pendahuluan, tataran inti, maupun tataran
penutup. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan belum dikuasainya berbagai
model oleh guru baik dari sisi perencanaan, pelaksanaan maupun penilaian.
Permasalahan ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut supaya dapat
diketemukan data yang valid dan sekaligus dalam ditentukan alternatif
pemecahannya. Adapun bentuk model yang akan diterapkan dalam penelitian ini
dengan menggunakan model Talking stick. Tujuannya adalah untuk mengetahui
gambaran umum tentang sejauh mana pengaruh dari penerapan model
pembelajaran tersebut dalam upaya peningkatan mutu pembelajaran di sekolah.
Disamping itu juga agar mengetahui gambaran tentang model pembelajaran
Talking stick ini dalam proses kegiatan belajar yang mampu menunjang dalam
peningkatan mutu pembelajaran dari segi perencanaan, pelaksanaan maupun
penilaian dari model pembelajaran tersebut, serta untuk mengetahui langkahlangkah dari penerapan model pembelajaran ini dan juga semua kelebihan dan
kekurangan yang terdapat dalam pelaksanaan model pembelajaran ini.
B. Tujuan Pembahasan
1. Tujuan Umum
Ingin memperoleh gambaran tentang Manajemen Model Talking Stick
dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran.
2. Tujuan Khusus
Ingin
memperoleh
pengetahuan
tentang
pengertian
dari
Model
pembelajaran Talking Stick.
Ingin memperoleh pengetahuan tentang prinsip dan tujuan dari Model
pembelajaran Talking Stick dalam meningkatkan mutu pembelajaran.
Ingin
mengetahui
langkah-langkah
dalam
menerapkan
model
pembelajaran Talking Stick.
Ingin mengetahui kelebihan dan kelemahan dari penerapan model
pembelajaran Talking Stick.
C. Ruang Lingkup Pembahasan
Dalam makalah penelitian ini, hal-hal yang akan dibahas adalah:
Pengertian Model Pembelajaran Talking Stick.
Prinsip dan tujuan dari model pembelajaran Talking Stick dalam upaya
meningkatkan mutu pembelajaran.
Gambaran tentang langkah-langkah dari penerapan model pembelajaran
Talking Stick.
Kelebihan dan kelemahan dari penerapan model pembelajaran Talking
stick dalam kegiatan pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Manajemen Talking Stick
1. Pengertian Model Pembelajaran Talking Stick
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang
digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau
pembelajaran dalam tutorial (Trianto, 2007:5). Sedangkan menurut Suprijono
(2010:46) menyatakan bahwa model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai
kerangka
konseptual
yang
melukiskan
prosedur
sistematis
dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Selain itu,
Anurrahman
(2009:146)
juga
mengutarakan
pendapatnya
bahwa
model
pembelajaran merupakan suatu perangkat rencana atau pola yang dapat
dipergunakan untuk merancang bahan-bahan pelajaran serta membimbing
aktivitas pembelajaran di kelas. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan suatu perangkat rencana atau
kerangka konseptual yang dipergunakan sebagai pedoman dalam merancang
bahan-bahan pembelajaran serta membimbing aktivitas di kelas atau pembelajaran
dalam tutorial guna mencapai tujuan belajar. Adapun model pembelajaran yang
didasarkan pada pandangan konstruktivisme adalah pembelajaran cooperative.
Menurut Anita Lie (2008:12) mendefinisikan pembelajaran cooperative
merupakan sistem pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa
untuk bekerja sama antar siswa pada saat mengerjakan tugas terstruktur.
Sedangkan menurut Eggen dan Kauchak dalam Hasan Fauzi Maufur (2009:129)
menjelaskan bahwa pembelajaran cooperative merupakan sebuah kelompok
strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara kolaborasi untuk
mencapai tujuan bersama.
Dalam jenis pembelajaran cooperative memiliki variant type yang sangat
beragam yang diantaranya adalah model pembelajaran Talking stick. Model
pembelajaran Talking Stick merupakan salah satu dari model pembelajaran
kooperatif, yakni guru memberikan kepada siswa kesempatan untuk bekerja
sendiri serta bekerja sama dengan orang lain dengan cara mengoptimalisasikan
partisipasi siswa (Lie, 2005:56). Sedangkan menurut Widodo (2009) berpendapat
bahwa Talking Stick merupakan suatu model pembelajaran yang menggunakan
sebuah tongkat sebagai alat penunjuk giliran. Siswa yang mendapat tongkat akan
diberi pertanyaan dan harus menjawab pertanyaan tersebut. Kemudian secara
estafet tongkat tersebut berpindah ke tangan siswa lain secara bergiliran sampai
seluruh siswa mendapat tongkat dan pertanyaan. Hal tersebut sejalan dengan
pendapat Agus Suprijono (2011:109) mengenai model pembelajaran Talking stick,
yakni suatu model pembelajaran yang mendorong siswa untuk berani
mengemukakan pendapat. Lanjutnya, Talking Stick adalah model pembelajaran
dengan bantuan tongkat, siapa yang harus menjawab pertanyaan dari guru setelah
mempelajari materi pokok yang akan dibahas. Dengan kata lain, Model
pembelajaran Talking Stick adalah suatu model pembelajaran kooperatif dengan
menggunakan bantuan tongkat dengan memberikan kesempatan kepada kelompok
atau siswa yang memegang tongkat terlebih dahulu wajib menjawab pertanyaan
dari guru setelah mempelajari materi pokoknya, selanjutnya kegiatan tersebut
diulang terus menerus sampai semua kelompok atau siswa mendapatkan giliran
untuk menjawab pertanyaan dari guru.
2. Prinsip Model Pembelajaran Talking Stick
Talking Stick (tongkat berbicara) adalah metode yang pada mulanya
digunakan oleh penduduk asli amerika untuk mengajak semua orang berbicara
atau menyampaikan pendapat dalam suatu forum (pertemuan antar suku). Sebagai
mana yang dikemukakan oleh Carol Locust berikut ini: “The talking stick has
been used for centuries by many Indian tribes as a means of just and impartial
hearing. The talking stick was commonly used in council circles to decide who
had the right to speak. When matters of great concern would come before the
council, the leading elder would hold the talking stick, and begin the discussion.
When he would finish what he had to say, he would hold out the talking stick, and
whoever would speak after him would take it. In this manner, the stick would be
passed from one individual to another until all who wanted to speak had done so.
The stick was then passed back to the elder for safe keeping.” Dari penjelasan
yang telah diuraikan diatas, dapat disimpulkan bahwa talking stick digunakan
sebagai tanda seseorang mempunyai hak suara (berbicara) yang diberikan secara
bergiliran atau bergantian setelah menerima tongkat tersebut. Dengan demikian,
telah jelas dapat dipahami bahwa prinsip dari model Talking Stick adalah
pelatihan mengemukakan pendapat didalam forum atau berbicara didalam kelas
yang dilakukan secara individual dan mandiri, karena setiap siswa yang menerima
tongkat harus berbicara, menjawab atau mengemukakan pendapat dari pertanyaan
yang diberikan oleh guru secara mandiri.
3. Tujuan Model Pembelajaran Talking Stick
Model pembelajaran Talking Stick ini berkembang dari penelitian belajar
kooperatif oleh Slavin pada tahun 1995. Model pembelajaran ini merupakan suatu
cara yang efektif untuk melaksanakan pembelajaran yang mampu mengaktifkan
siswa. Karena didalam pelaksanaan model pembelajaran ini siswa dituntut
mandiri sehingga tidak bergantung pada siswa yang lainnya. Sehingga siswa harus
mampu bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan siswa juga harus percaya diri
dan yakin dalam menyelesaikan masalah. Sebagaimana yang telah diuraikan
diatas mengenai jenis dari model pembelajaran ini, dengan kata lain dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran Talking Stick ini bertujuan pada
penggalian kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan dari guru atau melatih
mental berbicara siswa secara mandiri, berani dan bertanggung jawab didepan
forum atau kelas, sehingga dapat membentuk karakter siswa yang berani
mengemukakan pendapat dengan penuh tanggung jawab. Selain untuk melatih
berbicara, model pembelajaran ini juga bertujuan untuk mengembangkan sikap
saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk
mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara
kelompok (Isjoni, 2010: 21). Sedangkan menurut Eggen dan Kauchak (1996: 279)
model pembelajaran Talking stick ini bertujuan untuk meningkatkan partisipasi
siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat
keputusan dalam kelompok, memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang memiliki perbedaan latar
belakangnya.
4. Langkah-langkah Model Pembelajaran Talking Stick
Dalam melaksanakan pembelajaran dengan model pembelajaran tersebut,
terdapat beberapa langkah sebagai berikut: Pembelajaran dengan model
pembelajaran Talking Stick diawali oleh penjelasan guru mengenai materi pokok
yang akan dipelajari. Siswa diberikan kesempatan membaca materi tersebut.
berikan waktu yang cukup untuk aktivitas ini. Guru selanjutnya meminta kepada
siswa menutup bukunya. Guru mengambil tongkat yang telah dipersiapkan
sebelumnya. Tongkat tersebut diberikan kepada salah satu siswa. Siswa yang
menerima tongkat diwajibkan menjawab pertanyaan dari guru demikian
seterusnya. Ketika stick bergulir dari siswa ke siswa lainnya, sebaiknya diiringi
musik. Langkah terakhir dari model pembelajaran ini adalah guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk melakukan refleksi terhadap materi yang telah
dipelajari. Guru memberikan ulasan terhadap seluruh jawaban yang diberikan
siswa yang selanjutnya bersama-sama siswa merumuskan kesimpulan.
Adapun menurut Suyatno (2009:124) langkah-langkah dalam melaksanakan
model pembelajaran Talking Stick ini adalah sebagai berikut:
Guru menyiapkan tongkat.
Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian
memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan mempelajari
materi tersebut.
Setelah selesai memberikan waktu kepada siswa untuk mempelajari materi
yang pokok yang akan dibahas, guru menyuruh siswa untuk menutup
bukunya.
Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa. Setelah itu, guru
memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus
menjawabnya.
Demikian
seterusnya sampai sebagian
besar atau
keseluruhan siswa mendapat kesempatan untuk menjawab setiap
pertanyaan dari guru.
Guru memberikan kesimpulan.
Evaluasi.
Penutup.
Kemudian menurut Widodo (2009) menjelaskan bahwa sintaks atau
langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan Model Pembelajaran
Talking Stick ini adalah sebagai berikut:
1) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran/ KD.
2) Guru menyiapkan sebuah tongkat.
3) Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian
memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan
mempelajari materi lebih lanjut.
4) Setelah siswa membaca materi/ buku pelajaran dan mempelajarinya,
siswa menutup bukunya dan mempersiapkan diri menjawab
pertanyaan guru.
5) Guru memberikan tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu
guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat
tersebut harus menjawabnya. Jika siswa sudah dapat menjawabnya
maka tongkat diserahkan pada siswa lainnya. Demikian seterusnya
sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab
setiap pertanyaan dari guru.
6) Guru memberikan kesimpulan.
7) Evaluasi
8) Penutup
5. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Talking Stick
Pembelajaran dengan model Talking stick ini sangat cocock diterapkan
bagi siswa SD, SMP, dan SMA/ SMK. Selain untuk melatih kemampuan
berbicara, pembelajaran ini juga akan menciptakan suasana yang menyenangkan
dan membuat siswa aktif pada pembelajaran. Adapun beberapa kelebihan pada
model pembelajaran Talking Stick ini diantaranya:
a. Menguji kesiapan dari siswa dalam pembelajaran.
b. Melatih para siswa memahami materi dengan cepat.
c. Memacu agar para siswa lebih giat belajar (belajar dahulu sebelum pelajaran
dimulai).
d. Membuat para siswa berani untuk mengemukakan pendapat.
e. Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain atau siswa lain yang
dirasakan lebih baik.
f. Meningkatkan motivasi, kepercayaan diri dan life skill yang mana pendekatan
tersebut ditujukan untuk memunculkan emosi dan sikap positif belajar dalam
proses belajar mengajar yang berdampak pada peningkatan kecerdasan otak.
Sedangkan kelemahan dari penggunaan startegi ini adalah diantaranya:
a. Membuat senam jantung para siswa.
b. Membuat para siswa tegang, ketakutan akan pertanyaan yang akan diberikan
oleh guru.
c. Siswa cenderung individu.
d. Siswa yang lebih pandai lebih mudah menerima materi, sedangkan siswa yang
kurang pandai kesulitan menerima materi.
e. Ketenangan kelas kurang terjaga.
B. Mutu Pembelajaran
1. Konsep Mutu
Mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa
yang menunjukan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan
oleh pelanggan (Tim Dosen 2010:295). Mutu atau kualitas menitikberatkan
fokusnya pada kepuasan pelanggan (konsumen). Barang atau jasa yang dihasilkan
diupayakan agar sesuai dengan keinginan pelanggan. Dalam Kamus Besar bahasa
Indonesia mutu diartikan sebagai ukuran baik atau buruk suatu benda, taraf atau
derajat. Pengertian mutu tersebut lebih mengedepankan mutu sebagai mutu barang
atau jasa. Barang atau jasa yang bemutu berarti juga bermutu tinggi. Sallis
(2006:33) berpendapat bahwa mutu adalah Sebuah filosofis dan metodologis yang
membantu institusi untuk merencanakan perubahan dan mengatur agenda dalam
menghadapi tekanan-tekanan eksternal yang berlebihan.
Engkoswara (2010:304) mengemukakan pendapatnya bahwa mutu bukanlah
konsep yang mudah untuk didefinisikan apalagi untuk mutu jasa yang dapat
dipersepsi secara beragam. Mutu dapat didefinisikan beragam berdasarkan
kriterianya sendiri seperti:
1) Melebihi dari yang dibayangkan dan diinginkan
2) Kesesuaian antara keinginan dan kenyataan
3) Sangat cocok dengan pemakaian
4) Selalu ada perbaikan dan penyempurnaan
5) Dari awal tidak ada kesalahan
6) Membahagiakan pelanggan
7) Tidak ada cacat atau rusak
Beberapa ahli berpendapat mengenai definisi mutu ini (Engkoswara
2010:3-4-305) sebagai berikut:
1) Goetsch dan Davis (1994:4) mutu merupakan suatu kondisi dinamis yang
berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan
2) Juran (1995:10-13) mendefinisikan mutu sebagai kecocokan untuk pemakaian.
3) Crosbi (1983) berpendapat bahwa mutu adalah kesesuain individual terhadap
persyaratan/tuntutan.
4) Ishikawa (1992:432) menyatakan bahwa “quality is costumer satisfaction”.
Pernyataan diatas memiliki arti bahwa mutu berkaitan langsung dengan kepuasan
pelanggan.
Sallis (Tim Dosen 2010:295) mendefinisikan mutu ke dalam dua
perspektif yaitu persepektif mutu absolute dan mutu relative. Mutu absolute
berkaitan dengan produsen, menyangkut ukuran terbaik yang telah ditentukan.
Sedangkan mutu relative berkaitan dengan konsumen menyangkut kepuasan
konsumen. Dengan demikian barang atau jasa yang diproduksi harus selalu
mengutamakan kesesuaian antara mutu absolute dan mutu relative. Artinya harus
memuaskan pelanggan juga sesuai criteria atau spesifikasi yang telah ditentukan
produsen. Walaupun demikian mutu absolut atau spesispikasi yang ditetapkan
pada hakikatnya adalah untuk memberi kepuasan pada pelanggan. Jadi jelas
bahwa mutu berkaitan dengan kepuasan pelanggan. Prinsip mutu merupakan
sejumlah asumsi yang dinilai dan diyakini memiliki kekuatan untuk mewujudkan
mutu. Terdapat delapan prinsip mutu menurut ISO (Tim Dosen 2010:298) yaitu:
1) Customer focused organization (fokus pada pelanggan)
2) Leadership (kepemimpinan)
3) Involvement of people (keterlibatan orang-orang)
4) Process approach (Pendekata proses)
5) System approach to management (pendekatan system dalam manajemen)
6) Continual invorentment (peningkatan secara berkelaqnjutan)
7) Factual approach to decision making (pendekatan factual dalam pengambilan
keputusan)
8) Mutually
beneficial
supplier
relationship
(hubungan
yang
saling
menguntungkan dengan supplier)
Riduwan (2010:24) memaparkan bahwa ukuran variable manajemen mutu
dilihat dari perilakunya dalam mewujudkan pelayanan kepada stakeholder. Masih
menurut Riduwan, dimensi variable manajemen mutu yaitu perencanaan strategis
untuk mutu, penerapan pengelolaan mutu, serta peningkatan pelayanan mutu.
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, jadi dapat disimpulkan bahwa
mutu dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu secara absolute dan secara
relative. Secara absolute dilihat dari sudut pandang pemberi layanan (barang atau
jasa) yaitu mengenai ukuran tertentu yang sudah ditentukan. Sedangkan mutu
secara relative dilihat dari sudut pandang pengguna layanan (konsumen) yaitu
ukuran kepuasan terhadap kualiatas barang atau jasa. Jika ditarik sebuah benang
merah, maka pada dasarnya mutu absolute juga menyangkut kepuasan pelanggan.
Hal ini karena ukuran terbaik yang ditetapkan pada dasarnya adalah untuk
memberi kepuasan kepada pelanggan.
2. Konsep Pembelajaran
Dalam
keseluruhan
proses
pendidikan
di
sekolah,
pembelajaran
merupakan aktivitas yang paling utama (Surya, 2004:7). Lebih lanjut Surya
memaparkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan oleh
individu untuk memeperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya. Proses interaksi antara pendidik dan peserta diidk menjadi
sangat penting dalam pembelajaran karena tanpa adanya interaksi edukatif poses
pembelajaran tidak akan efektif. Hal ini karena komunikasi yang dihasilkan hanya
satu arah yaitu dari pendidik kepada peserta didik. Dalam UU No.20/2003
tentang Sistem pendidikan Nasional, Pembelajaran adalah Proses interaksi peserta
didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. (UU No.
20/2003, Bab I Pasal Ayat 20). Apabila dicermati proses interaksi siswa dapat
dibina dan merupakan bagian dari proses pembelajaran, seperti yang dikemukan
oleh Corey (1986) dalam Syaiful Sagala (2003: 61) dikatakan bahwa:
“ Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja
dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam
kondisi- kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu.”
Pembelajaran bukan hanya berarti transfer informasi dari pendidik atau guru,
tetapi bagaimana membuat peserta didik agar bisa belajar secara maksimal. Peran
guru tentu saja bukan hanya sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pembimbing
dan pelayan siswa. Pembelajaran merupakan upaya guru untuk membangkitkan
yang
berarti
menyebabkan atau
mendorong seseorang
(siswa) belajar.
(Wijaya,1992).
Menurut Gagne, Briggs, dan Wagner dalam Winataputra (2008) pengertian
pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan
terjadinya proses belajar pada siswa. Dalam pengertian ini tampak jelas bahwa
pembelajaran itu proses yang kompleks, bukan hanya proses pemberian informasi
yang disampaikan guru pada siswa. Ada serangkaian kegiatan yang disusun untuk
membuat siswa bisa belajar. Serangkain kegiatan dalam pembelajaran tentu harus
direncanakan terlebih dahulu juga harus disusun sebaik mungkin disesuaikan
dengan konteks situasi, materi, kondisi siswa, dan ketersediaan media
pembelajaran. Sa’ud (2010:124) memaparkan bahwa pembelajaran merupakan
serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses
belajar pada siswa. Oleh karena itu pembelajaran sebagai suatu proses harus
dirancang, dikembangkan dan dikelola secara kreatif, dinamis, dengan
menerapkan
pendekatan
multi
untuk
menciptakan
suasana
dan proses
pembelajaran yang kondusif bagi siswa. Dalam hal ini guru dituntut untuk kreatif
dalam menyususn rencana pembelajaran yang akan diaplikasikannya dalam proses
pembelajaran. Variasi model pembelajaran harus dikuasai oleh guru dan tentu saja
disesuaikan dengan materi pelajarannya.
Ciri utama dari pembelajaran adalah inisiasi, fasilitasi, dan peningkatan
proses belajar siswa. Sedangkan komponen-komponen dalam pembelajaran
adalah tujuan, materi, kegiatan, dan evaluasi pembelajaran. Carl R. Roger
(Riyanto 2002:1) berpendapat bahwa pada hakikatnya seorang pendidik adalah
seorang fasilitator. Ia memfasilitasi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik
dalam proses pembelajaran. Konsep pembelajaran berbeda dengan pengajaran.
Pembelajaran bukan hanya transfer informasi dari guru kepada siswa tapi lebih
luas. Hal ini sesuai dengan visi pendidikan UNESCO (Indra Jati 2001;25) yaitu:
1)
Learning to think (belajar berpikir)
2)
Learning to do (belajar berbuat/hidup)
3)
Learning to live together (belajar hidup bersama)
4)
Learning to be (belajar menjadi diri sendiri)
Proses pembelajaran yang baik dilaksanakan dengan metode learning by
doing. Hal ini dilakukan guna mencapai tujuan pendidikan dan pembelajran yang
telah ditetapkan, untuk mencapai tujuan ini dibutuhkan suatu system pendidikan
dan pembelajaran yang mengembangkan cara berpikir aktif positif dan
keterampilan yag memadai. (Riyanto 2002:3)
Surya (2003;7-10) memaparkan prinsip-prinsip pembelajaran sebagai berikut:
1) Pembelajaran sebagai usaha memeperoleh perubahan perilaku. Prinsip ini
mengandung makna bahwa ciri utama proses pembelajaran ialah adanya
perubahan perilaku dalam diri individu. Perubahan perilaku tersebut mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut:
a) Perubahan yang disadari
b) Perubahan yang bersifat kontinyu
c) Perubahan ynag bersifat fungsional
d) Perubahan yang bersifat positif
e) Perubahan yang bersifat aktif
f) Perubahan yang bersifat permanen
g) Perubahan yang bersifat terarah
2) Hasil pembelajaran ditandai dengan perubahan perilaku secara keseluruhan.
Prinsip ini mengandung makna bahwa perubahan perilaku sebagai hasil
pembelajaran adalah meliputi semua aspek perilaku dan bukan hanya satu atau
dua aspek saja. Perubahan ini meliputi aspek-aspek perilaku kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
3) Pembelajaran merupakan suatu proses. Prinsip ini menandung makna bahwa
pembelajaran merupakan aktivitas yang berkesinambungan. Di dalam aktivitas itu
ada tahapan-tahapan aktivitas ynag sistematis dan terarah. Pembelajaran
merupakan suatu rangkaian aktivitas yang dinamis dan saling berkaitan.
Pembelajaran tidak dapat dilepaskan dari interaksi dengan lingkungan, jadi selama
proses pembelajaran itu berlangsung, individu akan senantiasa berada dalam
berbagai aktivitas yang tidak terlepas dari lingkungannya.
4) Proses pembelajaran terjadi karena adanya sesuatu tujuan yang akan dicapai.
Prinsip ini menandung makna bahwa aktivitas pembelajaran terjadi karena adanya
kebutuhan yang harus dipuaskan, dan adanya tujuan yang hendak dicapai.
Pembelajaran akan terjadi apabila individu merasakan adanya kebutuhan yang
mendorong dan ada sesuatu yang perlu dicapai untuk memenuhi kebutuhannya.
5) Pembelajaran merupakan bentuk pengalaman. Pengalaman pada dasarnya
adalah kehidupan melalu situasi yang nyata. Dengan tujuan tertentu. Pembelajaran
merupakan interaksi individidu dengan lingkungannya sehingga banyak
memberikan pengalaman yang nyata. Perubahan perilaku dalam pembelajaran
pada dasarnya merupakan pengalaman.
Menurut Eggen & Kauchak (1998) Menjelaskan bahwa ada enam ciri
pembelajaran, yaitu:
1) Siswa menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkungannya melalui
mengobservasi,
membandingkan,
menemukan
kesamaan-kesamaan
dan
perbedaan-perbedaan serta membentuk konsep dan generalisasi berdasarkan
kesamaan-kesamaan yang ditemukan,
2) Guru menyediakan materi sebagai fokus berpikir dan berinteraksi dalam
pelajaran,
3) Aktivitas-aktivitas siswa sepenuhnya didasarkan pada pengkajian,
4) Guru secara aktif terlibat dalam pemberian arahan dan tuntunan kepada siswa
dalam menganalisis informasi,
5) Orientasi
pembelajaran
penguasaan
isi
pelajaran
dan
pengembangan
keterampilan berpikir, serta
6) Guru menggunakan teknik mengajar yang bervariasi sesuai dengan tujuan dan
gaya mengajar guru.
3. Mutu Pembelajaran
Mutu sekolah ditentukan oleh tiga variabel, yakni kultur sekolah, proses
belajar mengajar, dan realitas sekolah. Kultur sekolah merupakan nilai-nilai,
kebiasaan-kebiasaan, upacara-upacara, slogan-slogan, dan berbagai perilaku yang
telah lama terbentuk di sekolah dan diteruskan dari satu angkatan ke angkatan
berikutnya, baik secara sadar maupun tidak. Kultur ini diyakini mempengaruhi
perilaku seluruh komponen sekolah, yaitu guru, kepala sekolah, staf administrasi,
siswa, dan juga orang tua siswa. Kultur yang kondusif bagi peningkatan mutu
akan mendorong perilaku warga kearah peningkatan mutu sekolah, sebaliknya
kultur yang tidak kondusif akan menghambat upaya menuju peningkatan mutu
sekolah.
Dalam rangka mewujudkan proses pembelajaran yang berkualitas,
pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan (SNP) sebagai penjabaran lebih lanjut dari Undangundang Sistem Pendidikan Nasional, yang di dalamnya memuat tentang standar
proses. Dalam Bab I Ketentuan Umum SNP, yang dimaksud dengan standar
proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan
pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
Bab IV Pasal 19 Ayat 1 SNP lebih jelas menerangkan bahwa proses pembelajaran
pada
satuan
pendidikan
diselenggarakan
secara
interaktif,
inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif,
serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemampuan
sesuai bakat, minat dan perkembangan fisik dan psikologis peserta didik.
Mutu pembelajaran dapat dikatakan sebagai gambaran mengenai baikburuknya hasil yang dicapai oleh peserta didik dalam proses pembelajaran yang
dilaksanakan. Sekolah dianggap bermutu bila berhasil mengubah sikap, perilaku
dan keterampilan peserta didik dikaitkan dengan tujuan pendidikannya. Mutu
pendidikan sebagai sistem selanjutnya tergantung pada mutu komponen yang
membentuk sistem, serta proses pembelajaran yang berlangsung hingga
membuahkan hasil. Mutu pembelajaran merupakan hal pokok yang harus dibenahi
dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Dalam hal ini guru menjadi titik
fokusnya. Berkenaan dengan ini Suhadan (2010:67) mengemukakan pendapatnya
bahwa pembelajaran pada dasarnya merupakan kegiatan akademik yang berupa
interaksi komunikasi antara pendidik dan peserta didik proses ini merupakan
sebuah tindakan professional yang bertumpu pada kaidah-kaidah ilmiah. Aktivitas
ini merupakan kegiatan guru dalam mengaktifkan proses belajar peserta didik
dengan menggunakan berbagai metode belajar. Berkaitan dengan pembelajaran
yang bermutu, Pudji Muljono (2006:29) menyebutkan bahwa konsep mutu
pembelajaran mengandung lima rujukan yaitu:
1) Kesesuaian meliputi indikator sebagai berikut: sepadan dengan karakteristik
peserta didik, serasi dengan aspirasi masyarakat maupun perorangan, cocok
dengan kebutuhan masyarakat, sesuai dengan kondisi lingkungan, selaras dengan
tuntutan zaman, dan sesuai dengan teori, prinsip, dan / atau nilai baru dalam
pendidikan.
2) Pembelajaran yang bermutu juga harus mempunyai daya tarik yang kuat,
indikatornya meliputi: kesempatan belajar yang tersebar dan karena itu mudah
dicapai dan diikuti, isi pendidikan yang mudah dicerna karena telah diolah
sedemikian rupa, kesempatan yang tersedia yang dapat diperoleh siapa saja pada
setiap saat diperlukan, pesan yang diberikan pada saat dan peristiwa yang tepat,
keterandalan yang tinggi, terutama karena kinerja lembaga clan lulusannya yang
menonjol, keanekaragaman sumber baik yang dengan sengaja dikembangkan
maupun yang sudah tersedia dan dapat dipilih serta dimanfaatkan untuk
kepentingan belajar, clan suasana yang akrab hangat dan merangsang
pembentukan kepribadian peserta didik.
3) Efektivitas pembelajaran sering kali diukur dengan tercapainya tujuan, atau
dapat pula diartikan sebagai ketepatan dalam mengelola suatu situasi, atau “doing
the right things”. Pengertian ini mengandung ciri: bersistem (sistematik), yaitu
dilakukan secara teratur, konsisten atau berurutan melalui tahap perencanaan,
pengembangan, pelaksanaan, penilaian dan penyempurnaan, sensitif terhadap
kebutuhan akan tugas belajar dan kebutuhan pernbelajar, kejelasan akan tujuan
dan karena itu dapat dihimpun usaha untuk mencapainya, bertolak dari
kemampuan atau kekuatan mereka yang bersangkutan (peserta didik, pendidik,
masyarakat dan pemerintah).
4) Efisiensi pembelajaran dapat diartikan sebagai kesepadanan antara waktu,
biaya, dan tenaga yang digunakan dengan hasil yang diperoleh atau dapat
dikatakan sebagai mengerjakan sesuatu dengan benar. Ciri yang terkandung
meliputi: merancang kegiatan pembelajaran berdasarkan model mengacu pada
kepentingan, kebutuhan kondisi peserta didik pengorganisasian kegiatan belajar
dan pembelajaran yang rapi, misalnya lingkungan atau latar belakang
diperhatikan, pemanfaatan berbagai sumber daya dengan pembagian tugas
seimbang, serta pengembangan dan pemanfaatan aneka sumber belajar sesuai
keperluan, pemanfaatan sumber belajar bersama, usaha inovatif yang merupakan
penghematan, seperti misalnya pembelajaran jarak jauh dan pembelajaran terbuka
yang tidak mengharuskan pembangunan gedung dan mengangkat tenaga pendidik
yang digaji secara tetap. Inti dari efisiensi adalah mengembangkan berbagai faktor
internal maupun eksternal (sistemik) untuk menyusun alternatif tindakan dan
kemudian memilih tindakan yang paling menguntungkan.
5) Produktivitas pada dasarnya adalah keadaan atau proses yang memungkinkan
diperolehnya hasil yang lebih baik dan lebih banyak. Produktivitas pembelajaran
dapat mengandung arti: perubahan proses pembelajaran (dari menghafal dan
mengingat ke menganalisis dan mencipta), penambahan masukan dalam proses
pembelajaran
(dengan
menggunakan
berbagai
macam
sumber
belajar),
peningkatan intensitas interaksi peserta didik dengan sumber belajar, atau
gabungan ketiganya dalam kegiatan belajar-pembelajaran sehingga menghasilkan
mutu yang lebih baik, keikutsertaan dalam pendidikan yang lebih luas, lulusan
lebih banyak, lulusan yang lebih dihargai oleh masyarakat, dan berkurangnya
angka putus sekolah.
Pembelajaran yang bermutu akan bermuara pada kemampuan guru dalam
proses pembelajaran. Secara sederhana kemampuan yang harus dimiliki oleh guru
yaitu kemampuan merencanakan pembelajaran, proses pembelajran, serta evaluasi
pembelajaran. Mutu pembelajaran adalah ukuran yang menunjukkan seberapa
tinggi mutu interaksi guru dengan siswa dalam proses pembelajaran dalam
rangka pencapaian tujuan tertentu. Proses interaksi ini dimungkinkan karena
mnausia merupakan mahluk social yang membutuhkan orang lain dalam
kehidupannya. Kegiatan
belajar
mengajar
tersebut dilaksanakan
dalam
suasana tertentu dengan dukungan sarana dan prasarana pembelajaran
tertentu tertentu pula. Oleh karena itu, keberhasilan proses pembelajaran
sangat tergantung pada guru, siswa, sarana pembelajaran, lingkungan kelas,
dan
budaya
kelas. Semua
dalam sebuah system kegiatan
indicator
tersebut harus
pembelajaran yang
saling
bermutu.
mendukung
Dalam
proses
pembelajaran yang bermutu terlibat berbagai input pembelajaran seperti;
siswa
(kognitif,
afektif,
atau
psikomotorik),
bahan
ajar,
metodologi
(bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi dan
sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang
kondusif. Mutu proses pembelajaran ditentukan dengan metode, input,
suasana, dan kemampuan melaksanakan manajemen proses pembelajaran itu
sendiri. Mutu proses pembelajaran akan ditentukan dengan seberapa besar
kemampuan memberdayakan sumber daya yang ada untuk siswa belajar
secara
produktif.
Manajemen
sekolah,
dukungan
kelas
berfungsi
mensinkronkan berbagai input tersebut atau mensinergikan semua komponen
dalam interaksi (proses) belajar mengajar baik antara guru, siswa dan sarana
pendukung di kelas maupun di luar kelas; baik konteks kurikuler maupun
ekstra-kurikuler, baik dalam lingkup subtansi yang akademis maupun yang
non-akademis dalam suasana yang mendukung proses pembelajaran. Mengacu
pada PP No. 19 tahun 2005, standar proses pembelajaran yang sedang
dikembangkan, maka lingkup kegiatan untuk terlaksananya proses pembelajaran
yang efektif dan efisien meliputi perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan
proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses
pembelajaran.
Pembelajaran yang bermutu dihasilkan oleh guru yang bermutu pula.
Kecakapan guru dalam mengelola proses pembelajaran menjadi inti persoalannya.
Tahapan-tahapan dalam proses pembelajaran sedikitnya harus meliputi fase-fase
berikut :
1) Menetapkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai
2) Memilih dan melaksanakan metode yang tepat dan sesuai materi pelajaran serta
memperhitungkan kewajaran metode tersebut dengan metode-metode yang lain
3) Memilih dan mempergunakan alat bantu atau media guna membantu
tercapainya tujuan
4) Melakukan penilaian atau evaluasi pembelajaran.
Hal-hal di atas menjadi tugas guru. Guru dituntut untuk mempunyai
kecakapan dan pengetahuan dasar agar mampu melaksankaan tugasnya secara
professional. Dengan demikian, pembelajaran yang akan diterapkan akan menjadi
hal yang bermutu bagi para siswa. Adapun pembelajaran yang bermutu adalah
pembelajaran yang efektif yang pada intinya adalah menyangkut kemampuan guru
dalam proses pembelajaran di kelas. Proses pembelajaran yang dilakukan oleh
guru akan sangat menentukan mutu hasil pembelajaran yang akan diperoleh siswa.
Mutu pembelajaran pada hakikatnya menyangkut mutu proses dan mutu hasil
pembelajaran. Hadis (2010:97) menjelaskan bahwa mutu proses pembelajaran
diartikan sebagai mutu aktivitas pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru dan
pesrta didik di kelas dan tempat lainnya. Sedangkan mutu hasil pembelajaran
adalah mutu aktivitas pembelajaran yang terwujud dalam bentuk hasil belajar
nyata yang dicapai oleh peserta didik berupa nilai-nilai.
C. Manajemen Model Talking Stick untuk Meningkatkan Mutu Pembelajaran
Manajemen menurut Ricky W. Griffin adalah sebuah proses perencanaan,
pengorganisasian, pengkoordiansian, dan pengontrolan sumber daya untuk
mencapai sasaran secara efektif dan efisien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat
dicapai sesuai dengan perencanaan. Sementara efisien berarti bahwa tugas yang
ada dilaksanakan secara benar, terorganisir dan sesuai dengan jadwal. Adapun
fungsi dari manajemen adalah sebagai berikut:
a. Perencanaan (planning) adalah memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan
sumber daya yang dimiliki. Hal ini bertujuan agar dapat mengevaluasi dengan
berbagai rencana alternative sebelum mengambil tindakan. Dengan demikian,
akan dapat diketahui mengenai rencana yang dipilih, apakah cocok dan dapat
digunakan untuk memenuhi tujuan atau tidak. Perencanaan ini merupakan hal
terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan, fungsi-fungsi
yang lainnya tidak dapat berjalan.
b. Pengorganisasian (organizing) dilakukan dengan tujuan membagi suatu
kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil.
c. Pengarahan (directing) adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua
anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan tujuan yang
direncanakan.
Dalam sebuah kegiatan pembelajaran, perlu adanya manajemen yang
mengatur bagaiman kegiatan pembelajaran tersebut berjalan. Hal tersebut
dikarenakan kegiatan pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang sistematis dan
terencana. Dalam penyusunan perencanaan pembelajaran ini dibutuhkan kejelian
dari guru atau pendidik untuk memilih dan menerapkan model pembelajaran yang
mana harus disesuaikan dengan mata pelajaran dan kondisi kelas. Pemilihan
model pembelajaran ini sangat memiliki peran penting dalam menunjang
keberhasilan dalam pembelajaran. Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya
bahwa kegiatan pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang disusun untuk
membuat siswa bisa belajar. Serangkain kegiatan dalam pembelajaran tentu harus
direncanakan terlebih dahulu juga harus disusun sebaik mungkin disesuaikan
dengan konteks situasi, materi, kondisi siswa, dan ketersediaan media
pembelajaran. Oleh karena itu, seorang guru ditugaskan untuk mengetahui
keadaan dan kondisi kelas yang akan ditempati untuk kegiatan belajar mengajar
agar dalam pemilihan metode pembelajaran tidak salah sasaran.
Dalam kaitannya dengan pemilihan model pembelajaran, penulis ingin
menguraikan bagaimana pengaruh dari penerapan model pembelajaran Talking
stick yang bertujuan untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Dalam model
talking stick ini, sebagaimana filosofi dari penggunaan talking stick yakni
memberikan kesempatan untuk berbicara didalam forum yang dilakukan oleh
suku Indian di Amerika, siswa dituntut untuk berani berbicara didalam forum
untuk mengemukakan pendapatnya atau menjawab pertanyaan dari guru secara
tanggung jawab. Kemampuan berbicara didalam forum ini sebenarnya hal yang
sangat mudah dibayangkan, namun dalam pelaksanaannya itu sangat sulit. Ini
disebabkan karena kurang terbiasanya siswa mengemukakan atau berbicara
didalam forum yang mana menjadi sorotan oleh pendengar lainnya. Untuk itu,
tujuan dari penggunaan model ini adalah untuk membiasakan daripada siswa
berbicara dan mengemukakan pendapatnya secara tanggung jawab sehingga akan
tertanam jiwa yang aktif, kritis, dan bertanggung jawab dengan apa yang
dikatakannya. Selain dari itu, siswa juga dilatih agar dapat menghargai dan
mendengarkan pendapat orang lain sehingga tetap akan menghasilkan pribadi
yang bisa menghargai orang lain. Dengan begitu, selain dari jiwa partisipasi dan
keberanian dalam mengemukakan pendapatnya, jiwa kesantunan juga akan dapat
tertanam pada diri siswa.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan dari semua keterangan diatas, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
Model pembelajaran merupakan suatu perangkat rencana atau kerangka
konseptual yang dipergunakan sebagai pedoman dalam merancang bahanbahan
pembelajaran
serta
membimbing
aktivitas
di
kelas
atau
pembelajaran dalam tutorial guna mencapai tujuan belajar.
Model pembelajaran Talking Stick adalah suatu model pembelajaran
kooperatif dengan menggunakan bantuan tongkat dengan memberikan
kesempatan kepada kelompok atau siswa yang memegang tongkat terlebih
dahulu wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah mempelajari materi
pokoknya, selanjutnya kegiatan tersebut diulang terus menerus sampai
semua kelompok atau siswa mendapatkan giliran untuk menjawab
pertanyaan dari guru.
Prinsip dari model Talking Stick adalah pelatihan mengemukakan
pendapat didalam forum atau berbicara didalam kelas yang dilakukan
secara individual dan mandiri, karena setiap siswa yang menerima tongkat
harus berbicara, menjawab atau mengemukakan pendapat dari pertanyaan
yang diberikan oleh guru secara mandiri.
Talking Stick ini bertujuan pada penggalian kemampuan siswa dalam
menjawab pertanyaan dari guru atau melatih mental berbicara siswa secara
mandiri, berani dan bertanggung jawab didepan forum atau kelas,
sehingga dapat membentuk karakter siswa yang berani mengemukakan
pendapat dengan penuh tanggung jawab, untuk mengembangkan sikap
saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang
lain untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat
mereka secara kelompok.
Mutu sekolah ditentukan oleh tiga variabel, yakni kultur sekolah, proses
belajar mengajar, dan realitas sekolah.
Sekolah dianggap bermutu bila berhasil mengubah sikap, perilaku dan
keterampilan peserta didik dikaitkan dengan tujuan pendidikannya.
Keberhasilan proses pembelajaran sangat tergantung pada guru, siswa,
sarana pembelajaran, lingkungan kelas, dan budaya kelas.
Proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru akan sangat menentukan
mutu hasil pembelajaran yang akan diperoleh siswa.
2. Saran
Dalam penentuan dan penerapan model pembelajaran, sebaiknya seorang
guru harus mampu memahami kondisi dan situasi ruang kelas yang akan dijadikan
tempat pelaksanaan pembelajaran itu. Hal tersebut dikarenakan agar dalam
pelaksanaan suatu model pembelajaran, dapat terealisasikan dan diaplikasikan
dengan sempurna, serta berjalan dengan baik. Sehingga mutu pembelajaran yang
diharapkan akan mampu terwujud.
DAFTAR PUSTAKA
Edward S. 2006. Total Quality Management In Education (alih Bahasa Ahmad Ali
Riyadi ). Jogjakarta : IRCiSoD
Engkoswara. 2010. Adminsitrasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta
Griffin, R. 2006. Business, 8th Edition. NJ: Prentice Hall.
Hadis, A dan Nurhayati. 2010. Manajemen Mutu Pendidikan. Bandung: Alfabeta
Hammel, Charles. 1977. UNESCO.
Isjoni. Cooperative Learning, Efektivitas Pembelajaran Kelompok. Bandung:
Alfabeta
Lie, Anita. 2010. Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo.
Nata Wijaya, R. 2003. Kompetensi dan etika professional Konselor masa depan.
Bandung: Rosdakarya.
Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
(SNP)
Riduwan. 2008. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta.
Riyanto, T. 2002. Pembelajaran Sebagai Proses Bimbingan Pribadi. Jakarta:
Grasindo.
Sa’ud, U.S. 2010. Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta
Sagala, S. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung: Alfabeta.
________. 2005.Administrasi Pendidikan Kontemporer. Bandung: Alfabeta.
Slavin, RE. 1997. Cooperative Learning 2nd ed. Massachussets: Allyn and Bacon
Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Surya, M. 2003. Psikologi Pembelajran dan Pengajaran. Bandung: Pustaka Bani
Quraisy.
Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Masmedia Buana Pustaka
Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI. 2010. Manajemen Pendidikan.
Bandung; Alfabeta.
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta:
Perenada Media Grup.
Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta.
Wiranataputra, U. (2008). Teori dan pembelajaran. Jakarta: Universitas Trebuka.
Sumber internet:
http://sambasalim.com/pendidikan/kualitas-proses-pembelajaran.html.
https://adejuve.wordpress.com/2012/08/02/mutu-pembelajaran/
https://id.m.wikipedia.org/wiki/manajemen/
MANAJEMEN MODEL TALKING STICK UNTUK
MENINGKATKAN MUTU PEMBELAJARAN
Dosen Pengampu: DR. H. Nanang Hanafiah, M.M.Pd
Disusun Sebagai Tugas Mata Kuliah Manajemen Sistem Pembelajaran
Oleh : Muh. Husni Kurniaji (4103810315037)
PROGRAM PASCASARJANA MANAJEMEN PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA (UNINUS)
BANDUNG
2016
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan secara umum adalah suatu pembelajaran tentang pengetahuan,
keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang dilaksanakan secara turun
temurun dari generasi ke generasi melalui beberapa kegiatan seperti pengajaran,
pelatihan, maupun penelitian. Dalam hal ini, pelaksanaan pendidikan ini sering
terjadi atau biasanya terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga
memungkinkan terjadi secara otodidak. Di negara kita, pendidikan dirancang
sedemikian rupa sehingga menjadi tujuan nasional bangsa yang tercantum dalam
pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada
alinea ke empat yang berbunyi …”untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa…”. Dengan kata lain, tujuan pendidikan
nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan
mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Dari uraian
tentang pendidikan yang terdapat pada UUD 1945, juga dijabarkan dalam
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Pasal
3)
mengamanatkan
bahwa
pendidikan
nasional
berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Selanjutnya
ditegaskan
bahwa
pendidikan nasional bertujuan mengembangkan potensi
peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan pendidikan
nasional tersebut menyiratkan bahwa melalui pendidikan hendak diwujudkan
peserta didik yang memiliki berbagai kecerdasan, baik kecerdasan spiritual,
emosional, sosial, intelektual maupun kecerdasan
kinestetika. Pendidikan
nasional memiliki misi mulia (mission sacre) terhadap anak didik, yaitu
membangun pribadi yang
memiliki
ilmu pengetahuan, meningkatkan
kemampuan teknis, mengembangkan kepribadian yang kokoh dan membentuk
karakter yang kuat. Terbentuknya karakter peserta didik yang kuat dan kokoh
diyakini merupakan hal yang penting dan mutlak dimiliki setiap peserta didik
untuk menghadapi tantangan hidup di masa mendatang. Pengembangan karakter
yang diperoleh melalui pendidikan, baik pada tingkat sekolah maupun perguruan
tinggi dapat mendorong peserta didik menjadi anak-anak bangsa yang memiliki
kepribadian unggul. Secara
kontekstual dan
imperatif hakikat dan tujuan
pendidikan nasional harus merepresentasikan permasalahan kondisi objektif
masyarakat bangsanya,
representasi dari kebutuhan masyarakat, manifestasi
tipologis masyarakatnya. Pemikiran ini sejalan dengan pandangan UNESCO,
tujuan pendidikan adalah manifestasi hasil
eksistensi manusia dalam konteks
refleksi filosofi tentang manusia,
sejarahnya dan tentang sistem hubungan
manusia dengan alam serta masyarakat dimana dia hidup, berkreasi, dan berbuat
(Charles Hammel,UNESCO, 1977). Di Indonesia ditambah dengan hubungan
manusia dengan Tuhannya.
Sebagaimana yang tertuliskan dalam Paradigma Pembangunan Pendidikan
Nasional tahun 2015-2019, ada 7 (tujuh) point yang menjadi pokok utama
pelaksanaan pendidikan, antara lain: 1) Pendidikan untuk semua, 2) Pendidikan
sepanjang hayat, 3) Pendidikan sebagai suatu gerakan, 4) Pendidikan
menghasilkan pembelajar, 5) Pendidikan membentuk karakter, 6) Sekolah yang
menyenangkan,
dan
7)
Pendidikan
membangun
dan
mengembangkan
kebudayaan. Dari semua point utama diatas, ini menjelaskan bahwa untuk
membangun suatu bangsa menjadi lebih baik, maka dalam dunia pendidikan yang
ada didalamnya harus mampu merealisasikan ketujuh point diatas. Dengan begitu,
kualitas bangsa di mata dunia akan ikut meningkat. Sedangkan dalam upaya
meningkatkan kualitas suatu bangsa, tidak ada cara lain kecuali melalui
peningkatan mutu pendidikan. Adapun didalam peningkatan mutu pendidikan,
diperlukan suatu proses yang mampu membantu mendorong terwujudnya kualitas
pendidikan. Dan didalam proses pendidikan, objek yang menjadi tujuan utama
yang sangat berpengaruh adalah para pelajar. Pada proses pendidikan ini, para
pelajar pastinya melakukan suatu aktivitas yang biasanya kita sebut dengan
pembelajaran. Arti dasar pembelajaran adalah sebuah proses, cara, kegiatan yang
menjadikan seseorang belajar. Sedangkan pengertian belajar itu sendiri adalah
perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi perilaku sebagai
hasil dari pengalaman atau latihan yang diperkuat. Dengan kata lain, dari
penjelasan diatas, dapat kita simpulkan bahwa pembelajaran telah terjadi ketika
para pelajar berperilaku, bereaksi, dan merespon sebagai hasil dari pengalaman
dengan satu cara yang berbeda dari caranya berperilaku sebelumnya. Hal tersebut
merupakan sebuah inti sari dari adanya pendidikan dan pembelajaran, yang mana
mampu merubah pengetahuan, pola pikir dan sikap dari para pelajar untuk
berubah pada hal yang lebih baik setelah menerima pembelajaran. Sehingga mutu
dari pembelajaran yang kita harapkan bisa terealisasikan dengan baik dan
menyeluruh.
Namun dalam kenyataan di lapangan, banyak sekali para pelajar yang
masih belum memahami tentang tujuan dan manfaat dari adanya proses
pembelajaran ini. Hal tersebut menyebabkan banyaknya aksi-aksi yang
mencoreng nama baik pendidikan. Seperti yang biasa kita ketahui, terjadinya
tawuran antar pelajar, keterlibatannya penggunaan narkoba dan miras yang terjadi
pada pelajar, dan lain sebagainya, yang semuanya telah merusak pandangan
tentang makna pendidikan. Sebagai seorang yang berkecimpung dalam dunia
pendidikan, seharusnya kita dapat melihat pada diri kita pribadi, apakah mutu dari
pendidikan yang telah kita ajarkan sudah dapat dipahami, diserap dan diterapkan
oleh para pelajar kita atau hanya dijadikan sebagai bahan omong kosong belaka.
Selain itu, kita juga harus mencari titik lemah kita pada saat menerapkan suatu
metode atau model pembelajaran yang dilaksanakan dalam proses pembelajaran.
Dan dari hal itu, kita segera memperbaiki pola metode pembelajaran yang telah
diberikan dan mengganti dengan metode lain agar mampu meningkatkan mutu
dari pembelajaran pada kegiatan belajar yang mendatang. Dengan demikian, maka
kualitas mutu dari pembelajaran akan ada perubahan dan dapat diterapkan oleh
para pelajar kita.
Model pembelajaran mempunyai andil yang cukup besar dalam KBM.
Saat proses pembelajaran dikelas, kemampuan yang dimiliki para pelajar akan
ditentukan oleh penggunaan model yang sesuai dengan tujuan. Penggunaan model
pembelajaran yang tepat berarti tujuan pembelajaran akan dapat dicapai. Saat
penggunaan suatu model pembelajaran, seorang guru sebaiknya tidak hanya
menguasai satu model saja tetapi perlu menguasai model lainnya. Hal ini
dikarenakan dalam pembelajaran diperlukan model bervariasi agar terciptanya
suasana yang efektif. Berdasarkan macamnya, banyak sekali bentuk model
pembelajaran yang telah ada dalam mengiringi pelaksanaan dan proses belajar di
kelas. Penggunaan berbagai jenis model pembelajaran itu diterapkan berdasarkan
kemampuan dari guru yang melaksanakannya.
Sebagaimana yang telah diuraikan diatas, bahwa tujuan dari semua ini
adalah supaya terwujudnya dan tercapainya mutu pembelajaran yang diberikan
oleh guru terhadap para pelajarnya. Namun, melihat dari hasil laporan penelitian
yang ada sebelumnya, menunjukkan bahwa mutu pembelajaran belum berjalan
secara optimal baik pada tataran pendahuluan, tataran inti, maupun tataran
penutup. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan belum dikuasainya berbagai
model oleh guru baik dari sisi perencanaan, pelaksanaan maupun penilaian.
Permasalahan ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut supaya dapat
diketemukan data yang valid dan sekaligus dalam ditentukan alternatif
pemecahannya. Adapun bentuk model yang akan diterapkan dalam penelitian ini
dengan menggunakan model Talking stick. Tujuannya adalah untuk mengetahui
gambaran umum tentang sejauh mana pengaruh dari penerapan model
pembelajaran tersebut dalam upaya peningkatan mutu pembelajaran di sekolah.
Disamping itu juga agar mengetahui gambaran tentang model pembelajaran
Talking stick ini dalam proses kegiatan belajar yang mampu menunjang dalam
peningkatan mutu pembelajaran dari segi perencanaan, pelaksanaan maupun
penilaian dari model pembelajaran tersebut, serta untuk mengetahui langkahlangkah dari penerapan model pembelajaran ini dan juga semua kelebihan dan
kekurangan yang terdapat dalam pelaksanaan model pembelajaran ini.
B. Tujuan Pembahasan
1. Tujuan Umum
Ingin memperoleh gambaran tentang Manajemen Model Talking Stick
dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran.
2. Tujuan Khusus
Ingin
memperoleh
pengetahuan
tentang
pengertian
dari
Model
pembelajaran Talking Stick.
Ingin memperoleh pengetahuan tentang prinsip dan tujuan dari Model
pembelajaran Talking Stick dalam meningkatkan mutu pembelajaran.
Ingin
mengetahui
langkah-langkah
dalam
menerapkan
model
pembelajaran Talking Stick.
Ingin mengetahui kelebihan dan kelemahan dari penerapan model
pembelajaran Talking Stick.
C. Ruang Lingkup Pembahasan
Dalam makalah penelitian ini, hal-hal yang akan dibahas adalah:
Pengertian Model Pembelajaran Talking Stick.
Prinsip dan tujuan dari model pembelajaran Talking Stick dalam upaya
meningkatkan mutu pembelajaran.
Gambaran tentang langkah-langkah dari penerapan model pembelajaran
Talking Stick.
Kelebihan dan kelemahan dari penerapan model pembelajaran Talking
stick dalam kegiatan pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Manajemen Talking Stick
1. Pengertian Model Pembelajaran Talking Stick
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang
digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau
pembelajaran dalam tutorial (Trianto, 2007:5). Sedangkan menurut Suprijono
(2010:46) menyatakan bahwa model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai
kerangka
konseptual
yang
melukiskan
prosedur
sistematis
dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Selain itu,
Anurrahman
(2009:146)
juga
mengutarakan
pendapatnya
bahwa
model
pembelajaran merupakan suatu perangkat rencana atau pola yang dapat
dipergunakan untuk merancang bahan-bahan pelajaran serta membimbing
aktivitas pembelajaran di kelas. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan suatu perangkat rencana atau
kerangka konseptual yang dipergunakan sebagai pedoman dalam merancang
bahan-bahan pembelajaran serta membimbing aktivitas di kelas atau pembelajaran
dalam tutorial guna mencapai tujuan belajar. Adapun model pembelajaran yang
didasarkan pada pandangan konstruktivisme adalah pembelajaran cooperative.
Menurut Anita Lie (2008:12) mendefinisikan pembelajaran cooperative
merupakan sistem pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa
untuk bekerja sama antar siswa pada saat mengerjakan tugas terstruktur.
Sedangkan menurut Eggen dan Kauchak dalam Hasan Fauzi Maufur (2009:129)
menjelaskan bahwa pembelajaran cooperative merupakan sebuah kelompok
strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara kolaborasi untuk
mencapai tujuan bersama.
Dalam jenis pembelajaran cooperative memiliki variant type yang sangat
beragam yang diantaranya adalah model pembelajaran Talking stick. Model
pembelajaran Talking Stick merupakan salah satu dari model pembelajaran
kooperatif, yakni guru memberikan kepada siswa kesempatan untuk bekerja
sendiri serta bekerja sama dengan orang lain dengan cara mengoptimalisasikan
partisipasi siswa (Lie, 2005:56). Sedangkan menurut Widodo (2009) berpendapat
bahwa Talking Stick merupakan suatu model pembelajaran yang menggunakan
sebuah tongkat sebagai alat penunjuk giliran. Siswa yang mendapat tongkat akan
diberi pertanyaan dan harus menjawab pertanyaan tersebut. Kemudian secara
estafet tongkat tersebut berpindah ke tangan siswa lain secara bergiliran sampai
seluruh siswa mendapat tongkat dan pertanyaan. Hal tersebut sejalan dengan
pendapat Agus Suprijono (2011:109) mengenai model pembelajaran Talking stick,
yakni suatu model pembelajaran yang mendorong siswa untuk berani
mengemukakan pendapat. Lanjutnya, Talking Stick adalah model pembelajaran
dengan bantuan tongkat, siapa yang harus menjawab pertanyaan dari guru setelah
mempelajari materi pokok yang akan dibahas. Dengan kata lain, Model
pembelajaran Talking Stick adalah suatu model pembelajaran kooperatif dengan
menggunakan bantuan tongkat dengan memberikan kesempatan kepada kelompok
atau siswa yang memegang tongkat terlebih dahulu wajib menjawab pertanyaan
dari guru setelah mempelajari materi pokoknya, selanjutnya kegiatan tersebut
diulang terus menerus sampai semua kelompok atau siswa mendapatkan giliran
untuk menjawab pertanyaan dari guru.
2. Prinsip Model Pembelajaran Talking Stick
Talking Stick (tongkat berbicara) adalah metode yang pada mulanya
digunakan oleh penduduk asli amerika untuk mengajak semua orang berbicara
atau menyampaikan pendapat dalam suatu forum (pertemuan antar suku). Sebagai
mana yang dikemukakan oleh Carol Locust berikut ini: “The talking stick has
been used for centuries by many Indian tribes as a means of just and impartial
hearing. The talking stick was commonly used in council circles to decide who
had the right to speak. When matters of great concern would come before the
council, the leading elder would hold the talking stick, and begin the discussion.
When he would finish what he had to say, he would hold out the talking stick, and
whoever would speak after him would take it. In this manner, the stick would be
passed from one individual to another until all who wanted to speak had done so.
The stick was then passed back to the elder for safe keeping.” Dari penjelasan
yang telah diuraikan diatas, dapat disimpulkan bahwa talking stick digunakan
sebagai tanda seseorang mempunyai hak suara (berbicara) yang diberikan secara
bergiliran atau bergantian setelah menerima tongkat tersebut. Dengan demikian,
telah jelas dapat dipahami bahwa prinsip dari model Talking Stick adalah
pelatihan mengemukakan pendapat didalam forum atau berbicara didalam kelas
yang dilakukan secara individual dan mandiri, karena setiap siswa yang menerima
tongkat harus berbicara, menjawab atau mengemukakan pendapat dari pertanyaan
yang diberikan oleh guru secara mandiri.
3. Tujuan Model Pembelajaran Talking Stick
Model pembelajaran Talking Stick ini berkembang dari penelitian belajar
kooperatif oleh Slavin pada tahun 1995. Model pembelajaran ini merupakan suatu
cara yang efektif untuk melaksanakan pembelajaran yang mampu mengaktifkan
siswa. Karena didalam pelaksanaan model pembelajaran ini siswa dituntut
mandiri sehingga tidak bergantung pada siswa yang lainnya. Sehingga siswa harus
mampu bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan siswa juga harus percaya diri
dan yakin dalam menyelesaikan masalah. Sebagaimana yang telah diuraikan
diatas mengenai jenis dari model pembelajaran ini, dengan kata lain dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran Talking Stick ini bertujuan pada
penggalian kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan dari guru atau melatih
mental berbicara siswa secara mandiri, berani dan bertanggung jawab didepan
forum atau kelas, sehingga dapat membentuk karakter siswa yang berani
mengemukakan pendapat dengan penuh tanggung jawab. Selain untuk melatih
berbicara, model pembelajaran ini juga bertujuan untuk mengembangkan sikap
saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk
mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara
kelompok (Isjoni, 2010: 21). Sedangkan menurut Eggen dan Kauchak (1996: 279)
model pembelajaran Talking stick ini bertujuan untuk meningkatkan partisipasi
siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat
keputusan dalam kelompok, memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang memiliki perbedaan latar
belakangnya.
4. Langkah-langkah Model Pembelajaran Talking Stick
Dalam melaksanakan pembelajaran dengan model pembelajaran tersebut,
terdapat beberapa langkah sebagai berikut: Pembelajaran dengan model
pembelajaran Talking Stick diawali oleh penjelasan guru mengenai materi pokok
yang akan dipelajari. Siswa diberikan kesempatan membaca materi tersebut.
berikan waktu yang cukup untuk aktivitas ini. Guru selanjutnya meminta kepada
siswa menutup bukunya. Guru mengambil tongkat yang telah dipersiapkan
sebelumnya. Tongkat tersebut diberikan kepada salah satu siswa. Siswa yang
menerima tongkat diwajibkan menjawab pertanyaan dari guru demikian
seterusnya. Ketika stick bergulir dari siswa ke siswa lainnya, sebaiknya diiringi
musik. Langkah terakhir dari model pembelajaran ini adalah guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk melakukan refleksi terhadap materi yang telah
dipelajari. Guru memberikan ulasan terhadap seluruh jawaban yang diberikan
siswa yang selanjutnya bersama-sama siswa merumuskan kesimpulan.
Adapun menurut Suyatno (2009:124) langkah-langkah dalam melaksanakan
model pembelajaran Talking Stick ini adalah sebagai berikut:
Guru menyiapkan tongkat.
Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian
memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan mempelajari
materi tersebut.
Setelah selesai memberikan waktu kepada siswa untuk mempelajari materi
yang pokok yang akan dibahas, guru menyuruh siswa untuk menutup
bukunya.
Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa. Setelah itu, guru
memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus
menjawabnya.
Demikian
seterusnya sampai sebagian
besar atau
keseluruhan siswa mendapat kesempatan untuk menjawab setiap
pertanyaan dari guru.
Guru memberikan kesimpulan.
Evaluasi.
Penutup.
Kemudian menurut Widodo (2009) menjelaskan bahwa sintaks atau
langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan Model Pembelajaran
Talking Stick ini adalah sebagai berikut:
1) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran/ KD.
2) Guru menyiapkan sebuah tongkat.
3) Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian
memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan
mempelajari materi lebih lanjut.
4) Setelah siswa membaca materi/ buku pelajaran dan mempelajarinya,
siswa menutup bukunya dan mempersiapkan diri menjawab
pertanyaan guru.
5) Guru memberikan tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu
guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat
tersebut harus menjawabnya. Jika siswa sudah dapat menjawabnya
maka tongkat diserahkan pada siswa lainnya. Demikian seterusnya
sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab
setiap pertanyaan dari guru.
6) Guru memberikan kesimpulan.
7) Evaluasi
8) Penutup
5. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Talking Stick
Pembelajaran dengan model Talking stick ini sangat cocock diterapkan
bagi siswa SD, SMP, dan SMA/ SMK. Selain untuk melatih kemampuan
berbicara, pembelajaran ini juga akan menciptakan suasana yang menyenangkan
dan membuat siswa aktif pada pembelajaran. Adapun beberapa kelebihan pada
model pembelajaran Talking Stick ini diantaranya:
a. Menguji kesiapan dari siswa dalam pembelajaran.
b. Melatih para siswa memahami materi dengan cepat.
c. Memacu agar para siswa lebih giat belajar (belajar dahulu sebelum pelajaran
dimulai).
d. Membuat para siswa berani untuk mengemukakan pendapat.
e. Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain atau siswa lain yang
dirasakan lebih baik.
f. Meningkatkan motivasi, kepercayaan diri dan life skill yang mana pendekatan
tersebut ditujukan untuk memunculkan emosi dan sikap positif belajar dalam
proses belajar mengajar yang berdampak pada peningkatan kecerdasan otak.
Sedangkan kelemahan dari penggunaan startegi ini adalah diantaranya:
a. Membuat senam jantung para siswa.
b. Membuat para siswa tegang, ketakutan akan pertanyaan yang akan diberikan
oleh guru.
c. Siswa cenderung individu.
d. Siswa yang lebih pandai lebih mudah menerima materi, sedangkan siswa yang
kurang pandai kesulitan menerima materi.
e. Ketenangan kelas kurang terjaga.
B. Mutu Pembelajaran
1. Konsep Mutu
Mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa
yang menunjukan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan
oleh pelanggan (Tim Dosen 2010:295). Mutu atau kualitas menitikberatkan
fokusnya pada kepuasan pelanggan (konsumen). Barang atau jasa yang dihasilkan
diupayakan agar sesuai dengan keinginan pelanggan. Dalam Kamus Besar bahasa
Indonesia mutu diartikan sebagai ukuran baik atau buruk suatu benda, taraf atau
derajat. Pengertian mutu tersebut lebih mengedepankan mutu sebagai mutu barang
atau jasa. Barang atau jasa yang bemutu berarti juga bermutu tinggi. Sallis
(2006:33) berpendapat bahwa mutu adalah Sebuah filosofis dan metodologis yang
membantu institusi untuk merencanakan perubahan dan mengatur agenda dalam
menghadapi tekanan-tekanan eksternal yang berlebihan.
Engkoswara (2010:304) mengemukakan pendapatnya bahwa mutu bukanlah
konsep yang mudah untuk didefinisikan apalagi untuk mutu jasa yang dapat
dipersepsi secara beragam. Mutu dapat didefinisikan beragam berdasarkan
kriterianya sendiri seperti:
1) Melebihi dari yang dibayangkan dan diinginkan
2) Kesesuaian antara keinginan dan kenyataan
3) Sangat cocok dengan pemakaian
4) Selalu ada perbaikan dan penyempurnaan
5) Dari awal tidak ada kesalahan
6) Membahagiakan pelanggan
7) Tidak ada cacat atau rusak
Beberapa ahli berpendapat mengenai definisi mutu ini (Engkoswara
2010:3-4-305) sebagai berikut:
1) Goetsch dan Davis (1994:4) mutu merupakan suatu kondisi dinamis yang
berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan
2) Juran (1995:10-13) mendefinisikan mutu sebagai kecocokan untuk pemakaian.
3) Crosbi (1983) berpendapat bahwa mutu adalah kesesuain individual terhadap
persyaratan/tuntutan.
4) Ishikawa (1992:432) menyatakan bahwa “quality is costumer satisfaction”.
Pernyataan diatas memiliki arti bahwa mutu berkaitan langsung dengan kepuasan
pelanggan.
Sallis (Tim Dosen 2010:295) mendefinisikan mutu ke dalam dua
perspektif yaitu persepektif mutu absolute dan mutu relative. Mutu absolute
berkaitan dengan produsen, menyangkut ukuran terbaik yang telah ditentukan.
Sedangkan mutu relative berkaitan dengan konsumen menyangkut kepuasan
konsumen. Dengan demikian barang atau jasa yang diproduksi harus selalu
mengutamakan kesesuaian antara mutu absolute dan mutu relative. Artinya harus
memuaskan pelanggan juga sesuai criteria atau spesifikasi yang telah ditentukan
produsen. Walaupun demikian mutu absolut atau spesispikasi yang ditetapkan
pada hakikatnya adalah untuk memberi kepuasan pada pelanggan. Jadi jelas
bahwa mutu berkaitan dengan kepuasan pelanggan. Prinsip mutu merupakan
sejumlah asumsi yang dinilai dan diyakini memiliki kekuatan untuk mewujudkan
mutu. Terdapat delapan prinsip mutu menurut ISO (Tim Dosen 2010:298) yaitu:
1) Customer focused organization (fokus pada pelanggan)
2) Leadership (kepemimpinan)
3) Involvement of people (keterlibatan orang-orang)
4) Process approach (Pendekata proses)
5) System approach to management (pendekatan system dalam manajemen)
6) Continual invorentment (peningkatan secara berkelaqnjutan)
7) Factual approach to decision making (pendekatan factual dalam pengambilan
keputusan)
8) Mutually
beneficial
supplier
relationship
(hubungan
yang
saling
menguntungkan dengan supplier)
Riduwan (2010:24) memaparkan bahwa ukuran variable manajemen mutu
dilihat dari perilakunya dalam mewujudkan pelayanan kepada stakeholder. Masih
menurut Riduwan, dimensi variable manajemen mutu yaitu perencanaan strategis
untuk mutu, penerapan pengelolaan mutu, serta peningkatan pelayanan mutu.
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, jadi dapat disimpulkan bahwa
mutu dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu secara absolute dan secara
relative. Secara absolute dilihat dari sudut pandang pemberi layanan (barang atau
jasa) yaitu mengenai ukuran tertentu yang sudah ditentukan. Sedangkan mutu
secara relative dilihat dari sudut pandang pengguna layanan (konsumen) yaitu
ukuran kepuasan terhadap kualiatas barang atau jasa. Jika ditarik sebuah benang
merah, maka pada dasarnya mutu absolute juga menyangkut kepuasan pelanggan.
Hal ini karena ukuran terbaik yang ditetapkan pada dasarnya adalah untuk
memberi kepuasan kepada pelanggan.
2. Konsep Pembelajaran
Dalam
keseluruhan
proses
pendidikan
di
sekolah,
pembelajaran
merupakan aktivitas yang paling utama (Surya, 2004:7). Lebih lanjut Surya
memaparkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan oleh
individu untuk memeperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya. Proses interaksi antara pendidik dan peserta diidk menjadi
sangat penting dalam pembelajaran karena tanpa adanya interaksi edukatif poses
pembelajaran tidak akan efektif. Hal ini karena komunikasi yang dihasilkan hanya
satu arah yaitu dari pendidik kepada peserta didik. Dalam UU No.20/2003
tentang Sistem pendidikan Nasional, Pembelajaran adalah Proses interaksi peserta
didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. (UU No.
20/2003, Bab I Pasal Ayat 20). Apabila dicermati proses interaksi siswa dapat
dibina dan merupakan bagian dari proses pembelajaran, seperti yang dikemukan
oleh Corey (1986) dalam Syaiful Sagala (2003: 61) dikatakan bahwa:
“ Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja
dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam
kondisi- kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu.”
Pembelajaran bukan hanya berarti transfer informasi dari pendidik atau guru,
tetapi bagaimana membuat peserta didik agar bisa belajar secara maksimal. Peran
guru tentu saja bukan hanya sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pembimbing
dan pelayan siswa. Pembelajaran merupakan upaya guru untuk membangkitkan
yang
berarti
menyebabkan atau
mendorong seseorang
(siswa) belajar.
(Wijaya,1992).
Menurut Gagne, Briggs, dan Wagner dalam Winataputra (2008) pengertian
pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan
terjadinya proses belajar pada siswa. Dalam pengertian ini tampak jelas bahwa
pembelajaran itu proses yang kompleks, bukan hanya proses pemberian informasi
yang disampaikan guru pada siswa. Ada serangkaian kegiatan yang disusun untuk
membuat siswa bisa belajar. Serangkain kegiatan dalam pembelajaran tentu harus
direncanakan terlebih dahulu juga harus disusun sebaik mungkin disesuaikan
dengan konteks situasi, materi, kondisi siswa, dan ketersediaan media
pembelajaran. Sa’ud (2010:124) memaparkan bahwa pembelajaran merupakan
serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses
belajar pada siswa. Oleh karena itu pembelajaran sebagai suatu proses harus
dirancang, dikembangkan dan dikelola secara kreatif, dinamis, dengan
menerapkan
pendekatan
multi
untuk
menciptakan
suasana
dan proses
pembelajaran yang kondusif bagi siswa. Dalam hal ini guru dituntut untuk kreatif
dalam menyususn rencana pembelajaran yang akan diaplikasikannya dalam proses
pembelajaran. Variasi model pembelajaran harus dikuasai oleh guru dan tentu saja
disesuaikan dengan materi pelajarannya.
Ciri utama dari pembelajaran adalah inisiasi, fasilitasi, dan peningkatan
proses belajar siswa. Sedangkan komponen-komponen dalam pembelajaran
adalah tujuan, materi, kegiatan, dan evaluasi pembelajaran. Carl R. Roger
(Riyanto 2002:1) berpendapat bahwa pada hakikatnya seorang pendidik adalah
seorang fasilitator. Ia memfasilitasi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik
dalam proses pembelajaran. Konsep pembelajaran berbeda dengan pengajaran.
Pembelajaran bukan hanya transfer informasi dari guru kepada siswa tapi lebih
luas. Hal ini sesuai dengan visi pendidikan UNESCO (Indra Jati 2001;25) yaitu:
1)
Learning to think (belajar berpikir)
2)
Learning to do (belajar berbuat/hidup)
3)
Learning to live together (belajar hidup bersama)
4)
Learning to be (belajar menjadi diri sendiri)
Proses pembelajaran yang baik dilaksanakan dengan metode learning by
doing. Hal ini dilakukan guna mencapai tujuan pendidikan dan pembelajran yang
telah ditetapkan, untuk mencapai tujuan ini dibutuhkan suatu system pendidikan
dan pembelajaran yang mengembangkan cara berpikir aktif positif dan
keterampilan yag memadai. (Riyanto 2002:3)
Surya (2003;7-10) memaparkan prinsip-prinsip pembelajaran sebagai berikut:
1) Pembelajaran sebagai usaha memeperoleh perubahan perilaku. Prinsip ini
mengandung makna bahwa ciri utama proses pembelajaran ialah adanya
perubahan perilaku dalam diri individu. Perubahan perilaku tersebut mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut:
a) Perubahan yang disadari
b) Perubahan yang bersifat kontinyu
c) Perubahan ynag bersifat fungsional
d) Perubahan yang bersifat positif
e) Perubahan yang bersifat aktif
f) Perubahan yang bersifat permanen
g) Perubahan yang bersifat terarah
2) Hasil pembelajaran ditandai dengan perubahan perilaku secara keseluruhan.
Prinsip ini mengandung makna bahwa perubahan perilaku sebagai hasil
pembelajaran adalah meliputi semua aspek perilaku dan bukan hanya satu atau
dua aspek saja. Perubahan ini meliputi aspek-aspek perilaku kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
3) Pembelajaran merupakan suatu proses. Prinsip ini menandung makna bahwa
pembelajaran merupakan aktivitas yang berkesinambungan. Di dalam aktivitas itu
ada tahapan-tahapan aktivitas ynag sistematis dan terarah. Pembelajaran
merupakan suatu rangkaian aktivitas yang dinamis dan saling berkaitan.
Pembelajaran tidak dapat dilepaskan dari interaksi dengan lingkungan, jadi selama
proses pembelajaran itu berlangsung, individu akan senantiasa berada dalam
berbagai aktivitas yang tidak terlepas dari lingkungannya.
4) Proses pembelajaran terjadi karena adanya sesuatu tujuan yang akan dicapai.
Prinsip ini menandung makna bahwa aktivitas pembelajaran terjadi karena adanya
kebutuhan yang harus dipuaskan, dan adanya tujuan yang hendak dicapai.
Pembelajaran akan terjadi apabila individu merasakan adanya kebutuhan yang
mendorong dan ada sesuatu yang perlu dicapai untuk memenuhi kebutuhannya.
5) Pembelajaran merupakan bentuk pengalaman. Pengalaman pada dasarnya
adalah kehidupan melalu situasi yang nyata. Dengan tujuan tertentu. Pembelajaran
merupakan interaksi individidu dengan lingkungannya sehingga banyak
memberikan pengalaman yang nyata. Perubahan perilaku dalam pembelajaran
pada dasarnya merupakan pengalaman.
Menurut Eggen & Kauchak (1998) Menjelaskan bahwa ada enam ciri
pembelajaran, yaitu:
1) Siswa menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkungannya melalui
mengobservasi,
membandingkan,
menemukan
kesamaan-kesamaan
dan
perbedaan-perbedaan serta membentuk konsep dan generalisasi berdasarkan
kesamaan-kesamaan yang ditemukan,
2) Guru menyediakan materi sebagai fokus berpikir dan berinteraksi dalam
pelajaran,
3) Aktivitas-aktivitas siswa sepenuhnya didasarkan pada pengkajian,
4) Guru secara aktif terlibat dalam pemberian arahan dan tuntunan kepada siswa
dalam menganalisis informasi,
5) Orientasi
pembelajaran
penguasaan
isi
pelajaran
dan
pengembangan
keterampilan berpikir, serta
6) Guru menggunakan teknik mengajar yang bervariasi sesuai dengan tujuan dan
gaya mengajar guru.
3. Mutu Pembelajaran
Mutu sekolah ditentukan oleh tiga variabel, yakni kultur sekolah, proses
belajar mengajar, dan realitas sekolah. Kultur sekolah merupakan nilai-nilai,
kebiasaan-kebiasaan, upacara-upacara, slogan-slogan, dan berbagai perilaku yang
telah lama terbentuk di sekolah dan diteruskan dari satu angkatan ke angkatan
berikutnya, baik secara sadar maupun tidak. Kultur ini diyakini mempengaruhi
perilaku seluruh komponen sekolah, yaitu guru, kepala sekolah, staf administrasi,
siswa, dan juga orang tua siswa. Kultur yang kondusif bagi peningkatan mutu
akan mendorong perilaku warga kearah peningkatan mutu sekolah, sebaliknya
kultur yang tidak kondusif akan menghambat upaya menuju peningkatan mutu
sekolah.
Dalam rangka mewujudkan proses pembelajaran yang berkualitas,
pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan (SNP) sebagai penjabaran lebih lanjut dari Undangundang Sistem Pendidikan Nasional, yang di dalamnya memuat tentang standar
proses. Dalam Bab I Ketentuan Umum SNP, yang dimaksud dengan standar
proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan
pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
Bab IV Pasal 19 Ayat 1 SNP lebih jelas menerangkan bahwa proses pembelajaran
pada
satuan
pendidikan
diselenggarakan
secara
interaktif,
inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif,
serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemampuan
sesuai bakat, minat dan perkembangan fisik dan psikologis peserta didik.
Mutu pembelajaran dapat dikatakan sebagai gambaran mengenai baikburuknya hasil yang dicapai oleh peserta didik dalam proses pembelajaran yang
dilaksanakan. Sekolah dianggap bermutu bila berhasil mengubah sikap, perilaku
dan keterampilan peserta didik dikaitkan dengan tujuan pendidikannya. Mutu
pendidikan sebagai sistem selanjutnya tergantung pada mutu komponen yang
membentuk sistem, serta proses pembelajaran yang berlangsung hingga
membuahkan hasil. Mutu pembelajaran merupakan hal pokok yang harus dibenahi
dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Dalam hal ini guru menjadi titik
fokusnya. Berkenaan dengan ini Suhadan (2010:67) mengemukakan pendapatnya
bahwa pembelajaran pada dasarnya merupakan kegiatan akademik yang berupa
interaksi komunikasi antara pendidik dan peserta didik proses ini merupakan
sebuah tindakan professional yang bertumpu pada kaidah-kaidah ilmiah. Aktivitas
ini merupakan kegiatan guru dalam mengaktifkan proses belajar peserta didik
dengan menggunakan berbagai metode belajar. Berkaitan dengan pembelajaran
yang bermutu, Pudji Muljono (2006:29) menyebutkan bahwa konsep mutu
pembelajaran mengandung lima rujukan yaitu:
1) Kesesuaian meliputi indikator sebagai berikut: sepadan dengan karakteristik
peserta didik, serasi dengan aspirasi masyarakat maupun perorangan, cocok
dengan kebutuhan masyarakat, sesuai dengan kondisi lingkungan, selaras dengan
tuntutan zaman, dan sesuai dengan teori, prinsip, dan / atau nilai baru dalam
pendidikan.
2) Pembelajaran yang bermutu juga harus mempunyai daya tarik yang kuat,
indikatornya meliputi: kesempatan belajar yang tersebar dan karena itu mudah
dicapai dan diikuti, isi pendidikan yang mudah dicerna karena telah diolah
sedemikian rupa, kesempatan yang tersedia yang dapat diperoleh siapa saja pada
setiap saat diperlukan, pesan yang diberikan pada saat dan peristiwa yang tepat,
keterandalan yang tinggi, terutama karena kinerja lembaga clan lulusannya yang
menonjol, keanekaragaman sumber baik yang dengan sengaja dikembangkan
maupun yang sudah tersedia dan dapat dipilih serta dimanfaatkan untuk
kepentingan belajar, clan suasana yang akrab hangat dan merangsang
pembentukan kepribadian peserta didik.
3) Efektivitas pembelajaran sering kali diukur dengan tercapainya tujuan, atau
dapat pula diartikan sebagai ketepatan dalam mengelola suatu situasi, atau “doing
the right things”. Pengertian ini mengandung ciri: bersistem (sistematik), yaitu
dilakukan secara teratur, konsisten atau berurutan melalui tahap perencanaan,
pengembangan, pelaksanaan, penilaian dan penyempurnaan, sensitif terhadap
kebutuhan akan tugas belajar dan kebutuhan pernbelajar, kejelasan akan tujuan
dan karena itu dapat dihimpun usaha untuk mencapainya, bertolak dari
kemampuan atau kekuatan mereka yang bersangkutan (peserta didik, pendidik,
masyarakat dan pemerintah).
4) Efisiensi pembelajaran dapat diartikan sebagai kesepadanan antara waktu,
biaya, dan tenaga yang digunakan dengan hasil yang diperoleh atau dapat
dikatakan sebagai mengerjakan sesuatu dengan benar. Ciri yang terkandung
meliputi: merancang kegiatan pembelajaran berdasarkan model mengacu pada
kepentingan, kebutuhan kondisi peserta didik pengorganisasian kegiatan belajar
dan pembelajaran yang rapi, misalnya lingkungan atau latar belakang
diperhatikan, pemanfaatan berbagai sumber daya dengan pembagian tugas
seimbang, serta pengembangan dan pemanfaatan aneka sumber belajar sesuai
keperluan, pemanfaatan sumber belajar bersama, usaha inovatif yang merupakan
penghematan, seperti misalnya pembelajaran jarak jauh dan pembelajaran terbuka
yang tidak mengharuskan pembangunan gedung dan mengangkat tenaga pendidik
yang digaji secara tetap. Inti dari efisiensi adalah mengembangkan berbagai faktor
internal maupun eksternal (sistemik) untuk menyusun alternatif tindakan dan
kemudian memilih tindakan yang paling menguntungkan.
5) Produktivitas pada dasarnya adalah keadaan atau proses yang memungkinkan
diperolehnya hasil yang lebih baik dan lebih banyak. Produktivitas pembelajaran
dapat mengandung arti: perubahan proses pembelajaran (dari menghafal dan
mengingat ke menganalisis dan mencipta), penambahan masukan dalam proses
pembelajaran
(dengan
menggunakan
berbagai
macam
sumber
belajar),
peningkatan intensitas interaksi peserta didik dengan sumber belajar, atau
gabungan ketiganya dalam kegiatan belajar-pembelajaran sehingga menghasilkan
mutu yang lebih baik, keikutsertaan dalam pendidikan yang lebih luas, lulusan
lebih banyak, lulusan yang lebih dihargai oleh masyarakat, dan berkurangnya
angka putus sekolah.
Pembelajaran yang bermutu akan bermuara pada kemampuan guru dalam
proses pembelajaran. Secara sederhana kemampuan yang harus dimiliki oleh guru
yaitu kemampuan merencanakan pembelajaran, proses pembelajran, serta evaluasi
pembelajaran. Mutu pembelajaran adalah ukuran yang menunjukkan seberapa
tinggi mutu interaksi guru dengan siswa dalam proses pembelajaran dalam
rangka pencapaian tujuan tertentu. Proses interaksi ini dimungkinkan karena
mnausia merupakan mahluk social yang membutuhkan orang lain dalam
kehidupannya. Kegiatan
belajar
mengajar
tersebut dilaksanakan
dalam
suasana tertentu dengan dukungan sarana dan prasarana pembelajaran
tertentu tertentu pula. Oleh karena itu, keberhasilan proses pembelajaran
sangat tergantung pada guru, siswa, sarana pembelajaran, lingkungan kelas,
dan
budaya
kelas. Semua
dalam sebuah system kegiatan
indicator
tersebut harus
pembelajaran yang
saling
bermutu.
mendukung
Dalam
proses
pembelajaran yang bermutu terlibat berbagai input pembelajaran seperti;
siswa
(kognitif,
afektif,
atau
psikomotorik),
bahan
ajar,
metodologi
(bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi dan
sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang
kondusif. Mutu proses pembelajaran ditentukan dengan metode, input,
suasana, dan kemampuan melaksanakan manajemen proses pembelajaran itu
sendiri. Mutu proses pembelajaran akan ditentukan dengan seberapa besar
kemampuan memberdayakan sumber daya yang ada untuk siswa belajar
secara
produktif.
Manajemen
sekolah,
dukungan
kelas
berfungsi
mensinkronkan berbagai input tersebut atau mensinergikan semua komponen
dalam interaksi (proses) belajar mengajar baik antara guru, siswa dan sarana
pendukung di kelas maupun di luar kelas; baik konteks kurikuler maupun
ekstra-kurikuler, baik dalam lingkup subtansi yang akademis maupun yang
non-akademis dalam suasana yang mendukung proses pembelajaran. Mengacu
pada PP No. 19 tahun 2005, standar proses pembelajaran yang sedang
dikembangkan, maka lingkup kegiatan untuk terlaksananya proses pembelajaran
yang efektif dan efisien meliputi perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan
proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses
pembelajaran.
Pembelajaran yang bermutu dihasilkan oleh guru yang bermutu pula.
Kecakapan guru dalam mengelola proses pembelajaran menjadi inti persoalannya.
Tahapan-tahapan dalam proses pembelajaran sedikitnya harus meliputi fase-fase
berikut :
1) Menetapkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai
2) Memilih dan melaksanakan metode yang tepat dan sesuai materi pelajaran serta
memperhitungkan kewajaran metode tersebut dengan metode-metode yang lain
3) Memilih dan mempergunakan alat bantu atau media guna membantu
tercapainya tujuan
4) Melakukan penilaian atau evaluasi pembelajaran.
Hal-hal di atas menjadi tugas guru. Guru dituntut untuk mempunyai
kecakapan dan pengetahuan dasar agar mampu melaksankaan tugasnya secara
professional. Dengan demikian, pembelajaran yang akan diterapkan akan menjadi
hal yang bermutu bagi para siswa. Adapun pembelajaran yang bermutu adalah
pembelajaran yang efektif yang pada intinya adalah menyangkut kemampuan guru
dalam proses pembelajaran di kelas. Proses pembelajaran yang dilakukan oleh
guru akan sangat menentukan mutu hasil pembelajaran yang akan diperoleh siswa.
Mutu pembelajaran pada hakikatnya menyangkut mutu proses dan mutu hasil
pembelajaran. Hadis (2010:97) menjelaskan bahwa mutu proses pembelajaran
diartikan sebagai mutu aktivitas pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru dan
pesrta didik di kelas dan tempat lainnya. Sedangkan mutu hasil pembelajaran
adalah mutu aktivitas pembelajaran yang terwujud dalam bentuk hasil belajar
nyata yang dicapai oleh peserta didik berupa nilai-nilai.
C. Manajemen Model Talking Stick untuk Meningkatkan Mutu Pembelajaran
Manajemen menurut Ricky W. Griffin adalah sebuah proses perencanaan,
pengorganisasian, pengkoordiansian, dan pengontrolan sumber daya untuk
mencapai sasaran secara efektif dan efisien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat
dicapai sesuai dengan perencanaan. Sementara efisien berarti bahwa tugas yang
ada dilaksanakan secara benar, terorganisir dan sesuai dengan jadwal. Adapun
fungsi dari manajemen adalah sebagai berikut:
a. Perencanaan (planning) adalah memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan
sumber daya yang dimiliki. Hal ini bertujuan agar dapat mengevaluasi dengan
berbagai rencana alternative sebelum mengambil tindakan. Dengan demikian,
akan dapat diketahui mengenai rencana yang dipilih, apakah cocok dan dapat
digunakan untuk memenuhi tujuan atau tidak. Perencanaan ini merupakan hal
terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan, fungsi-fungsi
yang lainnya tidak dapat berjalan.
b. Pengorganisasian (organizing) dilakukan dengan tujuan membagi suatu
kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil.
c. Pengarahan (directing) adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua
anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan tujuan yang
direncanakan.
Dalam sebuah kegiatan pembelajaran, perlu adanya manajemen yang
mengatur bagaiman kegiatan pembelajaran tersebut berjalan. Hal tersebut
dikarenakan kegiatan pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang sistematis dan
terencana. Dalam penyusunan perencanaan pembelajaran ini dibutuhkan kejelian
dari guru atau pendidik untuk memilih dan menerapkan model pembelajaran yang
mana harus disesuaikan dengan mata pelajaran dan kondisi kelas. Pemilihan
model pembelajaran ini sangat memiliki peran penting dalam menunjang
keberhasilan dalam pembelajaran. Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya
bahwa kegiatan pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang disusun untuk
membuat siswa bisa belajar. Serangkain kegiatan dalam pembelajaran tentu harus
direncanakan terlebih dahulu juga harus disusun sebaik mungkin disesuaikan
dengan konteks situasi, materi, kondisi siswa, dan ketersediaan media
pembelajaran. Oleh karena itu, seorang guru ditugaskan untuk mengetahui
keadaan dan kondisi kelas yang akan ditempati untuk kegiatan belajar mengajar
agar dalam pemilihan metode pembelajaran tidak salah sasaran.
Dalam kaitannya dengan pemilihan model pembelajaran, penulis ingin
menguraikan bagaimana pengaruh dari penerapan model pembelajaran Talking
stick yang bertujuan untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Dalam model
talking stick ini, sebagaimana filosofi dari penggunaan talking stick yakni
memberikan kesempatan untuk berbicara didalam forum yang dilakukan oleh
suku Indian di Amerika, siswa dituntut untuk berani berbicara didalam forum
untuk mengemukakan pendapatnya atau menjawab pertanyaan dari guru secara
tanggung jawab. Kemampuan berbicara didalam forum ini sebenarnya hal yang
sangat mudah dibayangkan, namun dalam pelaksanaannya itu sangat sulit. Ini
disebabkan karena kurang terbiasanya siswa mengemukakan atau berbicara
didalam forum yang mana menjadi sorotan oleh pendengar lainnya. Untuk itu,
tujuan dari penggunaan model ini adalah untuk membiasakan daripada siswa
berbicara dan mengemukakan pendapatnya secara tanggung jawab sehingga akan
tertanam jiwa yang aktif, kritis, dan bertanggung jawab dengan apa yang
dikatakannya. Selain dari itu, siswa juga dilatih agar dapat menghargai dan
mendengarkan pendapat orang lain sehingga tetap akan menghasilkan pribadi
yang bisa menghargai orang lain. Dengan begitu, selain dari jiwa partisipasi dan
keberanian dalam mengemukakan pendapatnya, jiwa kesantunan juga akan dapat
tertanam pada diri siswa.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan dari semua keterangan diatas, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
Model pembelajaran merupakan suatu perangkat rencana atau kerangka
konseptual yang dipergunakan sebagai pedoman dalam merancang bahanbahan
pembelajaran
serta
membimbing
aktivitas
di
kelas
atau
pembelajaran dalam tutorial guna mencapai tujuan belajar.
Model pembelajaran Talking Stick adalah suatu model pembelajaran
kooperatif dengan menggunakan bantuan tongkat dengan memberikan
kesempatan kepada kelompok atau siswa yang memegang tongkat terlebih
dahulu wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah mempelajari materi
pokoknya, selanjutnya kegiatan tersebut diulang terus menerus sampai
semua kelompok atau siswa mendapatkan giliran untuk menjawab
pertanyaan dari guru.
Prinsip dari model Talking Stick adalah pelatihan mengemukakan
pendapat didalam forum atau berbicara didalam kelas yang dilakukan
secara individual dan mandiri, karena setiap siswa yang menerima tongkat
harus berbicara, menjawab atau mengemukakan pendapat dari pertanyaan
yang diberikan oleh guru secara mandiri.
Talking Stick ini bertujuan pada penggalian kemampuan siswa dalam
menjawab pertanyaan dari guru atau melatih mental berbicara siswa secara
mandiri, berani dan bertanggung jawab didepan forum atau kelas,
sehingga dapat membentuk karakter siswa yang berani mengemukakan
pendapat dengan penuh tanggung jawab, untuk mengembangkan sikap
saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang
lain untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat
mereka secara kelompok.
Mutu sekolah ditentukan oleh tiga variabel, yakni kultur sekolah, proses
belajar mengajar, dan realitas sekolah.
Sekolah dianggap bermutu bila berhasil mengubah sikap, perilaku dan
keterampilan peserta didik dikaitkan dengan tujuan pendidikannya.
Keberhasilan proses pembelajaran sangat tergantung pada guru, siswa,
sarana pembelajaran, lingkungan kelas, dan budaya kelas.
Proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru akan sangat menentukan
mutu hasil pembelajaran yang akan diperoleh siswa.
2. Saran
Dalam penentuan dan penerapan model pembelajaran, sebaiknya seorang
guru harus mampu memahami kondisi dan situasi ruang kelas yang akan dijadikan
tempat pelaksanaan pembelajaran itu. Hal tersebut dikarenakan agar dalam
pelaksanaan suatu model pembelajaran, dapat terealisasikan dan diaplikasikan
dengan sempurna, serta berjalan dengan baik. Sehingga mutu pembelajaran yang
diharapkan akan mampu terwujud.
DAFTAR PUSTAKA
Edward S. 2006. Total Quality Management In Education (alih Bahasa Ahmad Ali
Riyadi ). Jogjakarta : IRCiSoD
Engkoswara. 2010. Adminsitrasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta
Griffin, R. 2006. Business, 8th Edition. NJ: Prentice Hall.
Hadis, A dan Nurhayati. 2010. Manajemen Mutu Pendidikan. Bandung: Alfabeta
Hammel, Charles. 1977. UNESCO.
Isjoni. Cooperative Learning, Efektivitas Pembelajaran Kelompok. Bandung:
Alfabeta
Lie, Anita. 2010. Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo.
Nata Wijaya, R. 2003. Kompetensi dan etika professional Konselor masa depan.
Bandung: Rosdakarya.
Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
(SNP)
Riduwan. 2008. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta.
Riyanto, T. 2002. Pembelajaran Sebagai Proses Bimbingan Pribadi. Jakarta:
Grasindo.
Sa’ud, U.S. 2010. Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta
Sagala, S. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung: Alfabeta.
________. 2005.Administrasi Pendidikan Kontemporer. Bandung: Alfabeta.
Slavin, RE. 1997. Cooperative Learning 2nd ed. Massachussets: Allyn and Bacon
Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Surya, M. 2003. Psikologi Pembelajran dan Pengajaran. Bandung: Pustaka Bani
Quraisy.
Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Masmedia Buana Pustaka
Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI. 2010. Manajemen Pendidikan.
Bandung; Alfabeta.
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta:
Perenada Media Grup.
Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta.
Wiranataputra, U. (2008). Teori dan pembelajaran. Jakarta: Universitas Trebuka.
Sumber internet:
http://sambasalim.com/pendidikan/kualitas-proses-pembelajaran.html.
https://adejuve.wordpress.com/2012/08/02/mutu-pembelajaran/
https://id.m.wikipedia.org/wiki/manajemen/
MANAJEMEN MODEL TALKING STICK UNTUK
MENINGKATKAN MUTU PEMBELAJARAN
Dosen Pengampu: DR. H. Nanang Hanafiah, M.M.Pd
Disusun Sebagai Tugas Mata Kuliah Manajemen Sistem Pembelajaran
Oleh : Muh. Husni Kurniaji (4103810315037)
PROGRAM PASCASARJANA MANAJEMEN PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA (UNINUS)
BANDUNG
2016