Proses Rehabilitasi Pada Gelandangan psi

TUGAS FILSAFAT ILMU
E.S. SUFIA KALIMANG
NIM : 111414253002

Judul Research
Proses Rehabilitasi Pada Gelandangan psikotik : Studi Kasus di Lingkungan Pondok Sosial
Keputih Kota Surabaya
Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses rehabilitasi pada gelandangan psikotik di Lingkungan Pondok Sosial
Keputih Kota Surabaya?

Tujuan Research
Tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan proses

rehabilitasi untuk gelandangan psikotik di Lingkungan Pondok Sosial Keputih Kota Surabaya
dengan tujuan untuk mengkaji proses pelaksanaan sehingga diharapkan dapat memberi
masukan untuk perbaikan pelaksanaan program selanjutnya.

Keunggulan Research

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi ilmu psikologi, khususnya
dalam psikologi sosial mengenai proses rehabilitasi gelandangan psikotik di Lingkungan
Pondok Sosial Keputih Kota Surabaya.

Keterbatasan Research
Research ini memiliki keterbatasan oleh waktu karena proses turun lapangan harus
cukup lama untuk selalu melihat dan memantau tingkah pola pada proses rehabilitasi
gelandangan psikotik. Melakukan wawancara pada orang-orang yang merawat gelandangan
psikotik.
1

Kerangka Teori

World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan mental sebagai
Keadaan fisik, mental dan kesejahteraan social dan tidak hanya tidak adanya penyakit atau
kelemahan.Tiga desentral bagi peningkatan kesehatan mengikuti dari definisi ini: kesehatan
mentaladalah bagian yang tidak terpisahkan dari kesehatan, kesehatan mental lebih dari tidak
adanya penyakit dan kesehatan mental erat terhubung dengan kesehatan fisik dan perilaku.
Keadaan kesejahteraan di mana individu menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi
dengan tekanan normal dari kehidupan, dapat bekerja secara produktif dan baik, dan mampu

memberikan kontribusi untuk komunitasnya. [1]
Definisi rehabilitasi kesehatan mental sebagai sebuah pendekatan sistem secara
keseluruhan untuk pemulihan dari penyakit mental yang memaksimalkan individu kualitas
hidup dan sosial inklusi dengan mendorong mereka dalam keterampilan, mempromosikan
kemerdekaan dan otonomi untuk memberikan mereka harapan untuk masa depan dan
mengarah kemasyarakat yang berhasil hidup melalui tepat mendukung. Sebuah layanan
rehabilitasi kesehatan mental menyediakan spesialis penilaian,pengobatan, intervensi dan
dukungan untuk mengaktifkan pemulihan orang yang kebutuhan yang kompleks tidak dapat
dipenuhi oleh orang mewasa umum mental yang pelayanan kesehatan (Killasply et al). [2]
Konsep kesehatan mental termasuk kesejahteraan subjektif, dirasakan self-efficacy,
otonomi, kompetensi, antar generasi ketergantungan dan pengakuan dari kemampuan untuk
mewujudkan seseorang intelektual dan emosional potensial. Ini juga telah didefinisikan
sebagai keadaan kesejahteraan dimana individu mengakui kemampuan mereka, mampu
mengatasi dengan tekanan yang normal dalam kehidupan, bekerja secara produktif dan
baik,dan membuat kontribusi untuk komunitas mereka.Kesehatan mental harus menjadi
perhatian bagi kita semua, bukan hanya bagi mereka yang menderita gangguan mental.
Semua orang bisa memberikan kontribusi untuk kesehatan mental yang lebih baik Intervensi
dapat diimplementasikan segera dan secara luas denganyang ada pengetahuan dan teknologi.
Intervensi Media, Para Profesional kesehatan mental, Program pemerintah dalam kesehatan
mental, Program penelitian akademisi, dan masyarakat yang kondusif. [3]

Pelayanan rehabilitasi bertujuan untuk mendukung orang-orang dengan masalah
kesehatan mental yang kompleks untuk memulihkan atau mendapatkan kembali kognitif,
emosional, sosial, intelektual, dan keterampilan fisik yang diperlukan untuk hidup, belajar,
bekerja dan berfungsi sebagai indepen den mungkin dalam masyarakat dengan sedikit
gangguan oleh gejala. [4]
Fungsi utama dari pelayanan rehabilitasi kesehatan mental adalah untuk
menyediakan spesialis pengobatan dan dukungan untuk membantu orang dengan kesehatan
mental yang kompleks perlu untuk mendapatkan kembali keterampilan dan kepercayaan diri
untuk mencapai jenis pekerjaan yang sesuai dengan tujuan hidupnya. Temuan dari studi
2

Mental Health Commission Research Scholarship Programme telah menunjukkan bahwa
layanan rehabilitasi dapat dampak positif pada hasil untuk individu denganabadidan
kompleksmental yang masalah kesehatan. Namun keuntungan ini untuk melanjutkan dan
memastikan berkelanjutan akses ke layanantersebutbagi orang lain, harus adagerakan
melaluisistem rehabilitasi rawat inap dan masyarakat berbasis akomodasi didukung. [5]
Temuan dari studi Mental Health Commission Research Scholarship Programme
Efektivitas klinis kesehatan mental pelayanan rehabilitasi dalam mendukung orang-orang
untuk mencapai dan mempertahankan kepemilikan masyarakat dan memfasilitasi
peningkatan fungsisosial mereka. Mereka mempromosikan dan memfasilitasi inklusi sosial

untuk individu dengan penyakit mental abadi dengan memberikan dukungan dan kegiatan
akses keperumahan, pekerjaandan sosial/rekreasi di Komunitasnya. [6]
Promosi kesehatan mental perlu diintegrasikan sebagai bagian dari kebijakan untuk
memberikan status dan arah strategis yang diperlukan untuk implementasi yang sukses.
Kebijakan kesehatan mental adalah terorganisir set nilai-nilai, prinsip, dan tujuan untuk
meningkatkan kesehatan mental dan mengurangi beban gangguan mentaldalam suatu
populasi. Ketika dirumuskan dengan baik, mengidentifikasi kebijakan kesehatan mental dan
memfasilitasi kesepakatan untuk tindakan antara para pemangku kepentingan yang berbeda,
menunjuk peran yang jelas dan responsibilities. [7]
Mendukung individu dengan masalah kesehatan mental yang berat ke dalam dunia
pekerjaannya seperti semula memanglah sangat berat hal ini dipengaruhi dari ketrampilan
yang diamiliki dan sikap terbuka perusahaan kepadanya. Salah satu srateginya berkenaan
dengan pemulihan penyandang masalah kesehatan mental untuk kembali kedunia kerja yaitu
melalui Pendekatan penempatan individu dan dukungan atau Individual Placment and
Supporting Approach (IPS). berdasarkan penelitian tim WHO strategi dan pendekatan IPS ini
memperlihatkan bahwa kerja program penyembuhan akan efektif jika ada tempat rehabilitasi
dan dukungan program dari berbagai pihak. Penempatan individu dan dukungan IPS
memiliki tujuh unsur utama yaitu dukunan dari berbagai pihak, memberikan ketrampilan
yang sesuai kesempatan kerja, bantuan awal dalam mencari pekerjaan, dukungan dari pihak
tempat kerja baru, pendampingan dan pembinaan yang berkelanjutan. [8]

Gelandangan psikotik adalah mereka yang hidup di jalan karena suatu sebab
mengalami gangguan kejiwaan yakni mental dan sosial, sehingga mereka hidup mengembara,
berkeliaran, atau menggelandang di jalanan. Dalam gelandangan psikotik ini mereka sudah
tidak memiliki pola pikir yang jelas dan mereka sudah tidak lagi mementingkan mengenai
norma dan kebiasaan yang ada dalam masyarakat, selain itu juga mereka sudah tidak
memiliki rasa malu dan memiliki amarah yang tidak bisa di kontrol jika sedang marah. [9]

Metode
Jenis Penelitian

3

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif (descriptive research) dengan
pendekatan kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data desriptif berupa katakata tertulis dari orang-orang dan perilaku yang diamati, didukung dengan studi literatur atau
studi kepustakaan berdasarkan pendalaman kajian pustaka berupa data dan angka, sehingga
realitas dapat dipahami dengan baik (Moloeng,2002). [10]
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena dalam proses pengolahan
datanya, peneliti mengolah dengan mendeskripsikan data-data yang diperoleh di lapangan
yang berupa data-data tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Dalam penelitian ini, peneliti berusaha untuk mengamati serta menggambarkan bagaimana

proses rehabilitaasi yang dilakukan oleh Liponsos Keputih Kota Surabaya terhadap
gelandangan psikotik. Lokasi penelitian ini adalah Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos)
yang ada di wilayah Dinas SosialkotaSurabaya, Jl. Keputih Tegal 32 Sukolilo –Surabaya.
Subjek Penelitian
Subyek yang dimaksud dalam penelitian ini adalah para informan yang mengetahui proses
rehabilitasi dan petugas yang merawat langsung para gelandangan psikotik.
1. Suswati, Wakil Ketua UPTD
2. Supriadi dan Maret, pengajar keterampilan
3. Petugas kebersihan barak B tempat gelandangan psikotik perempuan
4. Petugas dapur yang bertugas memasak untuk para PMKS yang ada di Liponsos
Teknik Pengumpulan Data
1. Interview (wawancara)
Metode pengumpulan data dengan menggunakan wawancara (interview) dan wawancara
mendalam dilakukan terhadap informan untuk mendapatkan informasi mengenai pengetahuan
yang mereka miliki tentang pokok bahasan penelitian ini. Metode ini peneliti gunakan
sebagai langkah awal dari penelitian dan juga sebagai salah satu teknik pengumpulan data
atau informasi dalam penulisan ini.
2. Observasi
Observasi atau pengamatan dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini yakni dengan
mengamati pola rehabilitasi yang dilakukan dalam Liponsos Keputih Kota Surabaya

tersebut.
3. Dokumentasi
Dokumentasi mencakup arsip-arsip berupa tulisan, foto, gambar-gambar serta hal-hal yang
memungkinkan untuk digali sebagai data dalam proses penelitian.
4. Kajian Pustaka
Kajian pustaka dari jurnal, buku, informasi online dan malajah ilmiah.
Pertanyaan Research
1. Bagaimana proses pertama kali datangnya gelandangan psikotik?
4

2. Bagaimana kondisi awal pertama kali kedatangan gelandangan psikotik?
3. Mengapa gelandangan psikotik bisa mendapatkan proses rehabilitasi disini?
4. Bagaimana aktivitas keseharian gelandangan psikotik?
5. Bagaimana cara untuk merehabilitasi gelandangan psikotik?
6. Bagaimana upaya lingkungan pondok sosial untuk selalu mengawasi gelandangan psikotik
agar selalu dalam kondisi sehat?
7. Mengapa gelandangan psikotik mendapatkan rehabilitasi?
8. Mengapa gelandangan psikotik tidak di antar ke rumah sakit jiwa?
9. Bagaimana cara membedakan antara gelandangan biasa dan gelandangan psikotik?
10. Bagaimana cara merehabilitasi setiap penderita gelandangan psikotik, berbeda ataukah

sama saja?
11. Apakah terlihat perbedaan sebelum dan sesudah direhabilitasi?
12. Pernahkah gelandangan psikotik kabur dari lingkungan pondok sosial?
13. Apakah setiap gelandangan memiliki rata-rata ciri yang sama, stress, skizofrenia dll?
14. Apakah lingkungan Pondok Sosial mengetahui asal usul setiap gelandangan?
15. Berapa lama masa rehabilitasi gelandangan psikotik?
16. Berapa jumlah gelandangan psikoti di lingkungan pondok sosial ini?
17. Bagaimana cara agar proses rehabilitasi gelandangan psikotik dapat dengan cepat
membuat dampat positif pada setiap gelandangan psikotik?
18. Dari manakah dana yang ada di lingkungan pondok sosial?
19. Bagaimana jika salah satu gelandangan psikotik dapat sembuh dan mengingan tempat
tinggalnya?
20. Bagaimana jika setiap harinya gelandangan psikotik semakin bertambah sedangakan
didalam lingkungan pondok sosial tidak cukup untuk menampung lagi?

5

Tinjauan Pustaka
Fenomena semakin meningkatnya gelandangan psikotik yang sering terlihat luntang
lantung di jalanan dengan ciri berpakaian lusuh, kumal dan kotor bahkan terkadang tidak

menggunakan baju ataupun celana dan memiliki tubuh kurus kering. Gelandangan psikotik
bukan hanya terlihat di jalanan ibukota namun hal itu kerap terjadi di lingkungan kota, yaitu
Kota Surabaya. Pemerintah Kota Surabaya tidak tinggal diam dengan adanya gelandangan
psikotik terbukti dengan adanya perhatian khusus berupa tempat penampungan bernama
UPTD Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos) Keputih. Di tempat inilah mereka dirawat,
diberi makan, dan bahkan menghembuskan nafas terakhir.
Pemerintah Kota Surabaya mengutus Polisi Pamong Praja Satpol PP untuk merazia
semua gelandangan dan pengemis (gepeng) terutama gelandangan psikotik agar mendapatkan
penanganan yang khusus. Setiap hari pasti ada satu orang gelandangan psikotik yang
tertangkap dan dibawa ke Liponsos oleh Satpol PP. Satpol PP menemukan gelandangan
psikotik bukan hanya disalah satu tempat yang ada di Surabaya tetapi Satpol PP bergerak
disetiap penjuru Surabaya untuk merazia para PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan
Sosial). PMKS yang terdiri dari psikotik, gepeng (gelandangan dan pengemis), lansia, anjal
(anak jalanan), WTS (wanita tuna susila), dan waria. Penghuni Liponsos yang paling banyak
adalah gelandangan psikotik. Para gelandangan psikotik yang terjaring dan ditampung di
Liponsos (lingkungan pondok sosial) Dinas Sosial Keputih Surabaya bukan hanya berasal
dari Surabaya. Penghuni Liponsos Keputih, berasal dari Jombang, Lamongan, Pasuruan,
Bangkalan, bahkan ada dari Jawa Tengah, Jawa Barat, Jakarta dan Papua.
Bangunan yang berdiri diatas lahan seluas 1,6 Ha tersebut terdiri atas beberapa ruangan
yang disebut Barak, antara lain: Barak A dihuni 782 orang laki-laki psikotik, Barak B dihuni

455 orang perempuan dengan psikotik, Barak C dihuni 155 orang pengemis dan gepeng. Saat
ini jumlah PMKS (Penyandang Malasah Kesejahteraan Sosial) yang tertampung di Liponsos
sudah melebihi batas maksimal yaitu lebih dari 1.423 orang, padahal daya tampung Liponsos
adalah hanya 300 orang. Hal ini tentu sangat memprihatinkan sekali, mereka tidak
mempunyai ruang gerak yang luas.
Kondisi melebihi batas normal membuat Unit Pelaksana Teknis (UPT) Liponsos
Keputih Kondisi yang memprihatinkan dengan keadaan lingkungan liponsos yang sangat
kumuh dan tidak layak huni terlihat pada bangunan untuk psikotik laki-laki dan perempuan.
Mereka hidup dan beraktifitas dalam ruangan kumuh, berdesak-desakan dan bercampur
walaupun ada tempat untuk mandi dan toilet mereka masih menggunakan selokan untuk
membuang air kecil maupun air besar. Ketika hal itu terjadi petugas harus ekstra
membersihkan ketika pagi hari dan sebelum sore hari.
Di Liponsos ini juga memiliki pegawai-pegawai, antara lain tugasnya adalah memasak,
membersihkan ruangan, memandikan, mengantar dan lain-lain, termasuk merawat orang sakit
jiwa. Namun dengan jumlah pegawai yang tidak memadai di tambah lagi beban tugas yang
6

harus mereka pikul, menjadikan penanganan gelandangan psikotik kurang maksimal.
Terbatasnya tenaga untuk proses rehabilitasi gelandangan psikotik dan semakin
meningkatnya jumlah gelandangan psikotik dengan kapasitas barak yang tidak cukup

memadai. Fenomena tersebut membuat menarik untuk dikaji lebih dalam.
Dalam penelitian ini, memfokuskan tentang proses rehabilitasi gelandangan psikotik.
Bulan ini jumlah total gelandangan psikotik adalah 1.237. Dalam upaya proses rehabilitasi
pihak Dinas Sosial memberikan kegiatan keseharian kepada mereka, memberikan bimbingan
moral, spiritual serta keterampilan.

Pembahasan
Sejarah berdirinya adalah tahun 1997 di Pemerintah Kota Surabaya melalui Dinas
Sosial, membangun Panti Rehabilitasi Sosial di Keputih guna menampung para PMKS
(Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial) seperti gelandangan, pengemis, lansia terlantar
serta gelandangan psikotik yang berkeliaran di sudut-sudut kota dalam upaya menciptakan
ketentraman, ketertiban dan keindahan kota.
Panti Rehabilitasi Sosial yang terletak di Jl. Keputih Tegal, Kel. Keputih. Kec. Sukolilo,
berdiri diatas lahan seluas 1,6 Ha, yang terdiri dari : 3 blok bangunan, tiap blok terdiri dari 32
kamar lengkap dengan kamar mandi dan WC untuk menampung psikotik perempuan dan
laki-laki, ada 2 barak untuk menampung hasil cakupan (razia), 1 blok bangunan gazebo untuk
menampung gelandangan dan pengemis (gepeng) yang tidak mempunyai keluarga, terdiri
dari 32 kamar, bangunan untuk istirahat petugas, dapur umum, serba guna , ruang untuk
pemeriksaan medis, bangunan musholla.
Daya tampung Liponsos adalah 300 orang, yang meliputi : psikotik, gelandangan dan
pengemis (gepeng), anak jalanan, WTS, waria, dan Lansia terlantar. Tapi saat ini jumlahnya
melebihi kapasitas Liponsos yaitu sekitar 1.423 orang. Kondisi melebihi batas normal
membuat Unit Pelaksana Teknis (UPT) Liponsos Keputih memprihatinkan dengan keadaan
lingkungan liponsos yang sangat kumuh dan tidak layak huni terlihat pada bangunan untuk
psikotik laki-laki dan perempuan. Mereka hidup dan beraktifitas dalam ruangan kumuh,
berdesak-desakan dan bercampur walaupun ada tempat untuk mandi dan toilet mereka masih
menggunakan selokan untuk membuang air kecil maupun air besar. Ketika hal itu terjadi
petugas harus ekstra membersihkan ketika pagi hari dan sebelum sore hari. Tidak adanya
pemisahan antar gelandangan psikotik yang sudah mulai melakukan aktifitas keterampilan
dengan gelandangan psikotik yang masih belum melakukan keterampilan membuat para
gelandangan psikotik mengalami dampak perubahan yang belum pasti. Gelandangan psikotik
yang mulai tenang, bisa dinasehati dan membantu mengerjakan kegiatan dalam keseharian
maka itu dianggap bisa dibimbing dengan melakukan interaksi sosial, spiritual (agama), dan
keterampilan.Berikut ini adalah data jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial
(PMKS) yang berada di Liponsos tahun 2014 :
No

Bulan

Psikotik

Gepeng

Anjal
7

Dll

W Wa

Jumlah

Total

T ria
S
L
P
L
P
L P L P - 2
1
Januari
724 441 58 116
1 1 - - - 4
2
Februari
750 450 62 126 3 1 - - 3 3
Maret
754 450 68 127 - 6 - - 1 4
April
746 450 66 111
6 5 - - 2 1
5
Mei
750 450 52 97
1 2 - - - 6
Juni
746 445 58 99
2 - - - 4 7
Juli
756 450 58 113
3 - - - 2 8
Agustus
753 450 52 104 1 - 2 1 - 9
September 763 455 50 100 3 1 - - - 10 Oktober
777 455 56 103 4 - - 3 - 11 Nopember 782 455 54 105 6 - 1 3 4 13
12 Desember - - - - - Sumber data: diolah berdasarkan data dari kantor UPTD Liponsos

L
784
819
822
818
804
806
817
808
816
837
847
-

P
559
577
586
567
551
544
567
557
556
561
576
-

1.343
1.396
1.408
1.385
1.355
1.350
1.384
1.365
1.372
1.398
1.423
-

Sebelum melakukan proses rehabilitasi terhadap gelandangan psikotik, terlebih dahulu
Liponsos melakukan rekruitmen atau penjaringan terhadap para gelandangan psikotik yang
berada dijalanan untuk mendapatkan pengobatan. Perekrutan terhadap para gelandangan
psikotik yang masih berada dijalanan atau di dalam masyarakat dengan menggunakan cara
sebagai berikut:
1. Trantib Keamanan ( Razia )
Kerjasama antara Dinas Sosial dengan pihak kepolisian (satpol PP) untuk merazia para
gelandangan dan pengemis serta anak jalanan yang masih berada di jalanan. Kemudian
proses selanjutnya mereka diserahkan kepada dinas sosial untuk dilakukan pembinaan dan
sosialisasi terhadap para pengemis dan gelandangan tersebut. Dalam pembinaan ini pihak
dinas sosial melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga sosial untuk memberikan
bimbingan kepada mereka semua. Menangani dan membimbing anak jalanan serta para
gelandangan agar mereka nantinya tidak turun ke jalanan lagi dan dapat hidup layak serta
dapat diterima oleh masyarakat luas dimana ia akan tinggal nantinya. [11]
Satpol PP juga menjaring gelandangan psikotik yang terlihat ada dijalanan Surabaya,
walaupun bukan hanya tugas satpol PP yang harus menangkap gelandangan psikotik tersebut.
Siapapun yang mengetahui ada gelandangan psikotik yang luntang lantung dijalanan
Surabaya harap melaporkan kepada pihak liponsos, satpol PP, Polisi, Dinas Perhubungan jika
terlihat disekitar terminal dan stasiun, bahkan masyarakat juga terlibat ketika ada disekitarnya
dirasa ada yang meresahkan lingkungannya. [12]
2. Kemitraan dengan lembaga atau pihak lain (Rumah Sakit)
Dengan adanya kemitraan dengan lembaga ataupun pihak lainnya, baik dengan pihak
pemerintah maupun dari pihak swasta, turut memudahkan lembaga sosial dalam melakukan
perekrutan atau pengambilan para gelandangan psikotik yang ada di jalanan. Kasus kemitraan
dengan lembaga atau pihak lain adalah adanya kerjasama antara pihak liponsos dengan rumah
sakit jiwa Menur dan rumah sakit jiwa Lawang dalam hal pengobatan dan rehabilitasi sosial.
8

Setiap minggu dua kali hari selassa dan Jum’at beberapa gelandangan psikotik dibawa ke
rumah sakit jiwa Menur, disana mereka akan lebih intensif dirawat dan minum obat. [13]
Bagi gelandangan psikotik yang sakit secara fisik di liponsos setiap bulannya ada
pemeriksaan fisik. Jika ditemukan adanya gelandangan psikotik yang skait fisik parah akan
dirujuk ke rumah sakit Dr. Soetomo.
3. Pendekatan Awal
Proses pendekatan awal ini dilakukan oleh pihak liponsos yang bekerja sama dengan
instansi atau organisasi terkait sebagai anggota tim koordinasi penanggulangan gelandangan,
diantaranya adalah Satpol PP dan Rumah Sakit Jiwa. Proses pendekatan awal ini merupakan
proses lanjutan yang dilakukan setelah sebelumnya melalui perekrutan yang dilakukan oleh
liponsos untuk mendata asal usul ketika ditanya menjawab bagi yang masih bisa interaksi
ataupun yang belum bisa interaksi dengan cara lain yaitu melakukan sesi foto. Pada tahap ini
juga dilakukan identifikasi dan pengasramaan klien sesuai dengan jenis kelamin. [14]
4. Tahap Komunikasi dan Pemahaman masalah (Assesment)
Proses rehabilitasi membutuhkan penanganan yang sesuai dengan kondisi klien. Pada
tahap ini para penyandang psikotik sebagai klien dilakukan komunikasi dan pendalaman
tentang segala sesuatu informasi yang akan mendukung berjalannya rehabilitasi. Tujuannya
adalah agar dapat melakukan penanganan dengan tepat dan hal ini akan berpengaruh terhadap
percepatan proses penyembuhan. Aspek-aspek yang perlu diperhatikan oleh pekerja sosial
dalam proses assessment meliputi keadaan fisik, psikis dan sosial.
5. Proses rehabilitasi gelandangan psikotik
Proses rehabilitasi yang dilakukan di LIPONSOS kepada penyandang psikotik
mencakup kesehatan fisik, psikis, moral/keagamaan, pembekalan ketrampilan, resosialisasi
dan pendampingan kerja pasca rehabilitasi. Pada aspek kesehatan fisik program yang
dilakukan adalah memandikan klilen (penyandang psikis), makanan yang seimbang, kegiatan
olehraga dan bersih-bersih lingkungan dengan tujuan meningkatnya kesehatan fisik. Pada
aspek kesehatan mental program yang dilakukan adalah kegiatan keagamaan rutin, motivasi,
rekreasi dan penyediaan media hiburan dengan tujuan meningkatnya kesehatan mental. Pada
aspek pembekalan ketrampilan dilakukan pembekalan menjahit, membuat keset, menyulam
dan membuat bros dengan tujuan mempersiapkan ketrampilan yang akan bermanfaat bagi
penyandang psikotik pasca rehabilitasi. Kemudian resosialisasi dengan membawa klien
dengan kesehatan mental yang baik untuk berrekreasi di tempat umum dan adanya upaya
pendampingan kerja agar penyandang psikotik dapat diterima dengan baik di masyarakat.
Secara sederhana dapat digambarkan dalam model kegiatan proses rehabilitasi yang
dilakukan di LIPONSOS kepada penyandang psikotik adalah sebagai berikut :

9

Gambar 1.1 model kegiatan proses rehabilitasi yang dilakukan di LIPONSOS
Program dan kegiatan rehabilitasi di LIPONSOS adalah :
Program Kesehatan Fisik
a). Dimandikan
Kegiatan awal sebelum melakukan segala aktivitas dan program rehabilitasi sosial di
LIPONSOS, penyandang psikotik dimandikan terlebih dahulu diwaktu pagi menjelang
dimulainya acara terapi. Setiap pagi mulai dari adzan shubuh berkumandang kira-kira pukul
04.00 WIB, ada empat orang petugas yang bertugas untuk memandikan para gelandangan
psikotik.Proses memandikan klien psikotik dilakukan setiap hari dua kali yakni pagi saat
beraktivitas terapi, serta pada sore hari menjelang kegiatan keagamaan dan beristirahat.
Dalam hal ini petugas yang laki-laki memandikan klien laki-laki, begitupula dengan klien
perempuan mereka dimandikan oleh petugas sosial perempuan.
b).Pemberian Makanan sehat
Ketika sarapan sudah siap para gelandangan psikotik berbaris untuk mengantri
makanan, kemudian setelah makan mereka akan mengantri untuk mendapatkan minum.
Setelah kegiatan makan dan minum selesai mereka harus membersihkan sisa-sisa makanan
yang tercecer dilantai. Jadwal makan sehari tiga kali dengan waktu pagi, siang dan sore.
Menu setiap harinya berbeda-beda dan yang membuat daftar menu adalah ketua UPTD
Liponsos sendiri yaitu Ibu Sri Supadmi. [15]
Berikut ini adalah daftar menu Liponsos Keputih tahun 2013:
Hari
Senin

Selasa

Pagi
Nasi Putih
Oseng-oseng
Telur ceplok + tempe
Teh manis/ kopi
Nasi putih
Mie kuah
Telur ceplok + tempe

Siang
Nasi putih
Sayur bening
Lapis/ bali daging
Buah
Nasi putih
Sayur sop
Krengseng daging + tahu
10

Sore
Nasi putih
Opor ayam
Tempe goreng
Sayur asem
Nasi putih
Sayur Lodeh
Tahu goreng

Teh manis/ kopi
Buah
Rabu
Nasi Putih
Nasi putih
Oseng-oseng sawi
Rawon
Telur ceplok + tempe
Tahu goreng
Teh manis/ kopi
Buah
Kamis Nasi Putih
Nasi putih
Mie kuah
Sayur sop
Telur ceplok + tempe
Krengseng daging + tahu
Teh manis/ kopi
Buah
Jum’at Nasi Putih
Nasi putih
Oseng-oseng wortel+
Sayur bening
buncis
Lapis/ bali daging + tahu
Telur ceplok + tempe
Buah
Teh manis/ kopi
Sabtu
Nasi putih
Nasi putih
Mie kuah
Rawon
Telur ceplok + tempe
Tahu goreng
Teh manis/ kopi
Buah
Mingg Nasi Putih
Nasi putih
u
Oseng-oseng sawi
Sayur bening
Telur ceplok + tempe
Opor ayam
Teh manis/ kopi
Buah
Sumber data: diolah berdasarkan data dari kantor UPTD Liponsos

Ayam kecap + tempe
Nasi putih
Opor ayam
Tempe goreng
Sayur asem
Nasi putih
Sayur Lodeh
Tahu goreng
Ayam kecap + tempe
Nasi putih
Opor ayam
Tempe goreng
Sayur asem
Nasi putih
Ayam kecap + tempe
Sayur sop
Nasi putih
Krengseng daging
tahu
Sayur lodeh

+

c).Bersih-Bersih Lingkungan Bersama
Kemudian membersihkan sekeliling barak dari mulai ruangan dan selokan-selokan
yang digunakan untuk buang air besar maupun buang air kecil. Kegiatan bersih-bersih
dilakukan sambil menunggu sarapan siap, kira-kira pukul 8.30 WIB. Kemudian Jadwal
membersihkan barak setelah makan selesai kemudian jadwal selanjutnya bagi gelandangan
psikotik yang bisa diajak komunikasi dan bisa membantu meringankan beban para petugas
maka mereka akan melaksanakan kegiatan keterampilan yang dijadwalkan tepat pukul 10..00
WIB
d).Olahraga
Kegiatan olahraga ini dilakukan secara rutin kegiatan ini diikuti oleh setiap klien
psikotik yang ada di dalam lembaga sosial Hafara dengan dipimpin oleh salah satu pekerja
sosial bidang psikotik, walaupun semua penderita psikotik ikut dalam kegiatan olahraga ini
hanya sebagian dari mereka yang mau untuk mengikuti setiap gerakan yang dicontohkan oleh
instruktur senam, sedang yang lainnya hanya berdiri dan diam atau bermain sendiri.
e).Bantuan Medis
Rehabilitasi sosial melalui medis adalah dengan cara memberikan sejenis obat untuk
meringankan dan menekan emosi klien psikotik agar ia dapat mengendalikan emosinya.
Rehabilitasi medis ini sering juga disebut sebagai terapi psikofarmaka.
Program Kesehatan Mental
a). Bimbingan mental dan spiritual
Pukul 15.00 WIB gelandangan psikotik yang ikut keterampilan akan dibimbing
spiritualnya melalui agama, bagi yang muslim mereka akan mengaji di musholla depan barak
11

perempuan dan bagi non muslim akan dibimbing oleh pendeta. Kira-kira satu jam binbingan
mengaji kemudian mereka makan sore dan membersihkan sekeliling barak sebelum pagar
benar-benar ditutup dan aktivitas sudah ditiadakan. Mereka hanya melakukan kegiatan
didalalam barak.
b). Rekreasi dan Media Hiburan
10..00 WIB, bagi gelandangan psikotik yang masih dalam tahap rehabiitasi didalam ruangan
yang berpagar mereka tidak melakukan kegiatan apapun. Ada yang masih dirantai, berendam
di bak mandi, tidur, nonton televisi, berdiri, tertawa sendiri dan lain-lain.
Pembekalan Ketrampilan
Pengajar keterambilan adalah Ibu Maret dan Pak Supriadi beserta istrinya. Jenis
keterampilan yang diajarkan adalah menjahit, merajut, membuat keset, menyulam dan
membuat bros. Hasil yang telah mereka buat kemudian dijual dengan cara dititipkan ke mall
dan tempat-tempat penjualan lainnya. Kemudian ketika barang-barang yang dibuat oleh para
gelandangan psikotik yang melakukan keterampilan berhasil terjual maka hasil dari penjualan
akan di kembalikan dengan cara melakukan rekreasi, program ini terjadi baru berjalan 4 kali.
Terkadang rekreasi ke kebut bibit, pantai kenjeran dan kebun binatang. [16]
Kegiatan keterampilan dilakukan selama dua jam, mulai pukul 10.00 WIB – 12.00
WIB. Selama dua jam gelandangan psikotik mengerjakan salah satu keterampilan dengan
selalu dibimbing oleh pak Supriadi dan Ibu Maret. Ibu Maret bukan hanya bertugas mengajar
keterampilan tetapi tugas beliau adalah merangkap sebagai perawat gelandangan psikotik
perempuan juga.
Setiap gelandangan psikotik diperhatikan sama tanpa membeda-bedakan, ketika ada
beberapa gelandangan psikotik yang sudah mampu diajak komunikasi atau bisa dikatakan
sehat walaupun hanya beberapa persen maka petugas dan perawat sering meminta bantuan
kepada merika agar melakukan sesuatu hal, seperti mmbersihkan dan mempersiapkan
makanan kemudian mereka akan diberikan suatu imbalan. Imbalan tersebut adalah rokok bagi
yang suka merokok dan juga makanan ataupun minuman yang diberikan, diluar jam makan.
[17]
6. Resosialisasi
Resosialisasi berasal dari kata re yang memiliki makna kembali dan sosialisasi yakni
segala sesuatu berhububungan dengan kehidupan manusia dengan masyarakat sekitarnya
yang berada satu lingkungan atau antar sesama manusia. Dalam kasus ini para gelandangan
psikotik yang sudah menjalani terapi dan pengobatan di lembaga sosial serta sudah
menunjukan adanya gejala yang positif mengenai perbaikan dalam segala aspek baik psikis
maupun jasmani yang menjadikan klien tersebut dinyatakan telah sembuh dari gangguan
jiwanya.
Setelah proses resosialisasi terlihat maka bagi gelandangan psikotik ketika ditanya asal
usul dan memiliki keluarga, mereka akan dipulangkan ke pihak keluarga namun sebaliknya
bagi gelandangan psikotik yang tidak memiliki keluarga akan tetap ditampung oleh Liponsos
dan tugas mereka membantu pekerjaan yang ada di Liponsos dan juga membuat keterampilan
untuk dijual. Mereka yang tidak memiliki keluarga akan selalu ditampung oleh Liponsos
12

hingga mereka meninggal dan dikebumikan didareah Jl. Dukuh Kupang di komplek
pemakaman khusus orang gila.
7. Penyaluran
Pada tahap penyaluran ini adalah mengembalikan klien kepada pihak keluarganya,
setelah ia selesai melaksanakan semua ujian seperti yang tersebut diatas dan para pekerja
sosial dan menyatakan bahwa ia telah siap untuk dikembalikan kepada keluarganya, maka ia
dimintakan surat keterangan dari lembaga sosial yang kemudian diberikan kepada pihak
kemensos sebagai laporan.
Bimbingan terhadap klien psikotik yang telah dinyatatakan telah sembuh tidak hanya
sampai disini saja, mereka masih sering disurvei oleh pekerja sosial dalam beberapa bulan
sekali, ini sebagai langkah kelanjutan serta untuk memastikan bahwasannya klien tersebut
telah benar-benar sembuh dan bisa untuk melanjutkan hidupnya secara mandiri. Klien juga
sudah bisa untuk kembali membaur dengan masyarakat sekitar dan mulai terlibat dalam
serangkaian kegiatan kemasyarakatan serta telah mampu untuk bertanggung jawab dengan
semua perbuatan dan kehidupannya sendiri.

Diskusi
Pertama masuk Liponsos yang terbayang adalah milik pemerintahan dan pasti akan
jauh dari kesan kumuh, kotor, bau. Fasilitas yang bagus dan tenaga medis yang memadai baik
dari dokter, psikiater, perawat, maupun petugas yang lainnya. Hal tersebut tidak terjadi di
Liponsos, di Liponsos lebih menekankan hanya pada penampungan tempat tinggal dan
makan bagi gelandangan psikotik. Pemeriksaan kesehatan fisik dilakukan hanya perbulan,
dengan jumlah gelandangan psikotik melebihi daya tampung barak membuat petugas dan
perawat kewalahan dalam memandikan, membersihkan barak dan memeriksa para
gelandangan satu persatu. Meskipun setiap satu minggu dua kali ada beberapa pasien yang
dibawa ke Rumah Sakit Jiwa Menur untuk proses rehabilitasi secara psikofarma dan setiap
bulannya ada 80 orang yang dibawa kesana, proses ini tidak cukup efektif karena setelah
mereka pulang dari rumah sakit dan kembali ke Liponsos, mereka akan kembali ditempatkan
di barak yang sama dengan gelandangan psikotik lainnya. Ketika beberapa gelandangan
psikotik dibawa kerumah sakit dan kembali lagi ke liponsos pasti ada perubahan yang banyak
untuk proses kesembuhannya namun akan kembali menurun ketika bergabung dengan
gelandangan psikotik dalam ruangan yang sangat melebihi daya tampung.
Tidak adanya pemisahan antara pasien yang sembuh beberapa persen dan pasien yang
masih sakit berdampak pada lambatnya proses kesembuhan bagi gelandangan psikotik, hal itu
yang membuat semakin menumpuknya jumlah gelandangan psikotik setiap harinya dan
hanya beberapa orang yang bisa keluar. Sehingga pihak Liponsos harus menampung
gelandangan psikotik yang belum menemukan asal usulnya, tidak punya keluarga dan belum
sembuh akan ditampung oleh pihak liponsos hingga tua dan kemudian meninggal. [18]
Seandainya pada setiap kota yang ada di Indonesia memiliki dinas sosial seperti yang
ada di Surabaya mungkin di Liponsos tidak akan menampung jumlah gelandangan psikotik
sebanyak ini. Beberapa kota menolak pemulangan beberapa gelandangan psikotik yang mulai
13

ingat asal-usulnya, hal tersebut semakin menambah ruang sempit di setiap barak gelandangan
psikotik. [19]
Jadwal bagi proses rehabilitasi di Liponsos kebanyakan hanya makan, bersih-bersih dan
tidur, seharusnya ada kegiatan lainnya seperti olahraga. Aktifitas yang kurang padat dalam
proses rehabilitasi seperti berinteraksi dengan sosial yang kurang karena gelandangan
psikotik harus selalu berada dalam barak yang berpagar.
Terbatasnya jumlah petugas dan perawat bagi 1.423 gelandangan psikotik sangat
membuat petugas maupun perawat kualahan dalam menanganinya. Tidak adanya fasilitas
seperti yang ada di Rumah Sakit Jiwa bagi gelandangan psikotik di Liponsos membuat
dampak semakin menumpuknya gelandangan psikotik tanpa adanya proses rehabilitasi yang
cepat dan efektif. Seharusnya dokter, psikiater, psikolog dan perawat harus setiap hari ada di
Liponsos agar proses kesembuhan dan pemulangan agar suatu saat mereka dapat produktif
lagi akan mendapatkan penanganan yang tepat.
Pemisahan ruangan antara yang sudah dalam kondisi normal beberapa persen harus
dipisahkan dengan gelandangan psikotik yang masih sakit, karena hal ini membuat para
gelandangan psikotik yang sudah mulai baik kembali menurun lagi ketika masuk di ruangan
yang sama karena interaksi mereka bukan dengan orang normal. Kemudian Pendanaan dari
pemerintah lebih dikhususkan pada makanan namun bukan pada proses rehabilitasinya, hal
ini sebaiknya dikurangi dan dana lebih dikhususkan untuk psikiater dan obat-obatan
(psikofarmaka) untuk proses rehabilitasi yang maksimal.
Pada proses resosialisasi yang terjadi pada gelandangan psikotik seharusnya mereka
ditempatkan pada ruangan terpisah dengan gelandangan psikotik lainnya, agar mereka dapat
menunjukan kenaikan proses yang bertahap semakin baik. Namun jika tidak maka mereka
akan mengalami sebuah kebingungan dengan kesembuhan mereka. Seharusnya ada
pemisahan antara gelandangan psikotik yang sudah mampu diajak membuat keterampilan
dengan yang belum mau ikut keterampilan. [20]

14

Kesimpulan
Kesimpulannya kebutuhan pelayanan dan program rehabilitasi bagi
gelandangan psikotik adalah pemenuhan kebutuhan fisik, psikis, sosial,
moral/agama dan keterampilan kerja. Pada aspek kesehatan fisik program yang
dilakukan adalah memandikan klilen (penyandang psikis), makanan yang seimbang, kegiatan
olehraga dan bersih-bersih. Pada aspek kesehatan mental program yang dilakukan adalah
kegiatan keagamaan rutin, motivasi, rekreasi dan penyediaan media hiburan. Pada aspek
pembekalan ketrampilan dilakukan pembekalan vocational. Kemudian resosialisasi dengan
membawa klien dengan kesehatan mental yang baik untuk berrekreasi di tempat umum dan
adanya upaya pendampingan kerja agar penyandang psikotik dapat diterima dengan baik di
masyarakat.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi ada beberapa faktor pendorong dan
penghambat dalam proses rehabilitasi gelandangan psikoti di Liponsos, maka kesimpulannya
sebagai berikut:
Proses Pendorong
1. Pada proses rehabilitasi gelandangan psikotik terdapat beberapa program yang bagus untuk
proses rehabilitasi, diantaranya: 1. Mempelajari keterampilan seperti (membuat keset,
menjahit, menyulam dll) untuk membangkitkan jiwa produktif kembali agar bisa mencari
nafkah ketika keluar dari Liponsos; 2. Bimbingan keagamaan menurut kepercayaan
masing-masing, orang muslim belajar mengaji dan orang non muslim seperti kristen
belajar dengan pendeta.
2. Banyaknya alokasi dana digunakan untuk makan bagi gelandangan psikotik agar
gelandangan psikotik dapat memiliki tenaga selama proses rehabilitasinya berjalan.
Proses Penghambat
1. Lingkungan bangunan yang terkesan kumuh dan kotor membuat gelandangan akan
semakin bermalas-malasan dan terbiasa dengan hidup kotor padahal didalam sana
seharusnya memberikan kebersihan dan kenyamanan bagi gelandangan psikotik.
2. Daya tampung yang berlebih membuat para gelandangan psikotik semakin susah untuk
bergerak bebas, ruangan pada setiap barak yang penuh membuat beberapa gelandangan
psikotik tidur didepan ruangan barak, di kamar mandi dll.
3. Belum adanya pemisahan ruangan antara yang sudah dapat melakukan keterampilan dan
yang belum melakukan keterampilan. Proses ini bisa membuat terjadinya kenaikan dalam
proses kesembuhan secara kontinyu pada tahap resosialisasi.
4. Belum adanya fasilitas seperti rumah sakit jiwa yang memiliki dokter, psikiater, psikolog
dan perawat yang khusus merawat gelandangan psikotik membuat proses rehabilitasi
semakin lama dan tidak maksimal

15

Referensi
[1] WHO (2001). Mental health: new understanding, new hope. The World Health Report.
Geneva, World Health Organization. Pp 3.
[2] Killaspy, H., Harden, C., Holloway, F., et al (2005) What do mental health rehabilitation
services do and what are they for? A national survey in England.Journal of Mental
Health, Pp, 157–165.
[3] World Health Organization (2013). Investing In Mental Health. Department of Mental
Health and Substance Dependence, Noncommunicable Diseases and Mental Health,
World Health Organization, Geneva. Pp 7, 44.
[4] Robert Paul Liberman (2008) Pemulihan dari Cacat: Manual Rehabilitasi kejiwaan.
American Psychiatric Publishing Inc. Pp 29, 31.
[5] Ena Lavelle, et al (2007). Mental Health Rehabilitation and Recovery Services in Ireland:
A multicentre study of current service provision, characteristics and outcomes for those
with and without access to these services. Mental Health Commission Research
Scholarship Programme. Pp.1-3.
[6] Ena Lavelle, et al (2007). Mental Health Rehabilitation and Recovery Services inIreland:
A multicentre study of current service provision, characteristics and outcomes for those
with and without access to these services. Mental Health Commission Research
Scholarship Programme 2007. Pp.2-4
[7] World Health Organization (2004) Promoting Mental Health : Concepts, Emerging
Evidence, Practice. Department of Mental Health and Substance Abuse in collaboration
with the Victorian Health Promotion Foundation and The University of Melbourne. Pp
49
[8] Sainsbury Center (2008) Vocational Rehabilitation : what is it, who can deliver it, and
who pays?. Sainsbury Center for Mental Helath, College of Occupational Therapists. Pp
4-6.
[9] Inu Wicaksana, Mereka Bilang Aku Sakit Jiwa Refleksi Kasus-kasus Psikiatri dan
Problematika Kesehatan Jiwa di Indonesia, (Yogyakarta, Kanisius, 2008),hlm. 25.
[10] Moleong, Lexy. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya
[11] Wawancara dengan Ibu Suswati tanggal 03/11/2014
[12] Wawancara dengan Ibu Suswati tanggal 03/11/2014
[13] Wawancara dengan Ibu Maret tanggal 03/11/2014
[14] Wawancara dengan Ibu Suswati tanggal 03/11/2014
[15] Wawancara dengan Ibu Maret tanggal 03/11/2014
[16] Wawancara dengan Bapak Supriadi tanggal 03/11/2014
[17] Wawancara dengan Ibu Maret tanggal 03/11/2014
[18] Wawancara dengan Ibu Merta dan Supriadi 03/11/2014
[19] Wawancara dengan Ibu Suswati 03/11/2014
16

[20] Wawancara dengan Bapak Supriadi 03/11/2014

17

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MENANGANI KELUHAN PELANGGAN SPEEDY ( Studi Pada Public Relations PT Telkom Madiun)

32 284 52

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65