289046537 Makalah Ekonomi Dan Politik Pembangunan Kel 7
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Otonomi
masyarakat
Daerah
pasca
(otda)
menjadi
reformasi
Tahun
bahasan
1998.
menarik
Sebagian
di
besar
penduduk Indonesia mulai mengenal istilah otonomi daerah ini
setelah diundangkan oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 1999
yang
berkenaan
dengan
pelaksanaan
otonomi
daerah
di
Indonesia. Undang-undang tersebut kemudian direvisi pada tahun
2004 dengan tidak mengubah nama, yakni Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undangundang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Selanjutnya
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah mengalami perubahan menjadi Undang-undang Nomor 12
Tahun 2008.
Dengan hadirnya regulasi ini maka tercipta pendelegasian
wewenang yang lebih besar bagi daerah, terutama daerah
kabupaten dan kota yang bertujuan untuk memberdayakan dan
meningkatkan kemampuan perekonomian daerah, menciptakan
sistem
pembiayaan
transparan,
daerah
meningkatkan
yang
adil,
partisipasi
proporsional,
dan
dan
mengurangi
kesenjangan antardaerah. Sementara bagi pemerintah pusat,
dengan otonomi daerah akan membuat pemerintah pusat lebih
fokus menangani hal-hal yang bersifat makro dan berorientasi
mempersiapkan Indonesia menghadapi dunia globalisasi.
Pada
pelaksanaan
perkembangannya,
otonomi
pemerintah
daerahnya
daerah
dalam
berlomba-lomba
untuk
melaksanakan konsep otonomi daerah ini dengan sebaik-baiknya.
Hal ini kemudian ditanggapi secara positif oleh Kementerian
Dalam Negeri yang pada tanggal 24 April 2013 mengeluarkan
Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 120 –
2818 Tahun 2013 tentang Penetapan Peringkat dan Status Kinerja
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
1
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Secara Nasional Tahun
2011. Penghargaan ini diberikan kepada pemerintah daerah baik
kabupaten maupun kota di Indonesia yang menurut penilaian
Kementerian Dalam Negeri masuk dalam kategori berprestasi
sangat tinggi. Untuk peringkat dan status kinerja 10 (sepuluh)
besar penyelenggaraan pemerintahan kota yang berprestasi
paling tinggi secara nasional diberikan kepada: Kota Tangerang;
Kota Madiun; Kota Yogyakarta; Kota Depok; Kota Medan; Kota
Cimahi; Kota Surakarta; Kota Mojokerto; Kota Tegal; dan Kota
Sawahlunto. Kesepuluh Kota ini dianggap oleh Kementerian Dalam
Negeri sudah mampu melaksanakan otonomi daerahnya dengan
sangat baik yang tentunya didukung dengan regulasi daerahnya
masing-masing yang menjadi salah satu kewenangan bagi daerah
otonom, salah satunya adalah regulasi ekonominya.
Dari
kesepuluh
kota
di
atas,
kami
tertarik
untuk
mempelajari lebih jauh tentang pelaksanaan otonomi daerah di
Kota
Yogyakarta
pemerintahannya.
terutama
Salah
tentang
satunya
kebijakan
ekonomi
tentang
kebijakan
adalah
pembatasan usaha waralaba minimarket di Kota Yogyakarta.
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Pusat Pengkajian,
Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI
diketahui bahwa persentase pertumbuhan bisnis waralaba dan
kesempatan bisnis lokal pada tahun 2011-2012 mengalami
peningkatan sebesar 11,7%. Pada tahun yang sama, persentase
peningkatan waralaba asing di Indonesia mencapai 6,25%. Total
peningkatan waralaba dalam negeri maupun luar negeri tahun
tersebut mencapai 10,9%, dengan 47,9% merupakan kegiatan
waralaba
berupa
restoran.
Contoh
toko
modern
adalah
minimarket. Jumlah minimarket pada tahun 2010 mencapai
16.922 atau meningkat sekitar 42% dibandingkan tahun 2009
yang hanya berjumlah 11.927. Pada tahun 2005, total minimarket
mencapai 6.465 outlet, tahun 2006 menjadi 7.356 outlet, dan
tahun 2007 mencapai 8.889 outlet. 1
1
Sumber data
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
2
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
Melihat fakta bahwa pertumbuhan minimarket yang sangat
pesat
di
Indonesia
karena
didukung
oleh
ketergantungan
masyarakat yang juga besar pada minimarket ini, kami tertarik
untuk mengetahui apa sebenarnya yang mendorong Pemerintah
Kota Yogyakarta membatasi jumlah usaha waralaba minimarket di
Kota Yogyakarta yang kemudian regulasinya ditetapkan dalam
Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 79 Tahun 2010 tentang
Pembatasan Usaha Waralaba Minimarket di Kota Yogyakarta pada
tanggal 22 Nopember 2010. Selain itu, kami juga tertarik untuk
mengetahui apa dampak ekonomi yang timbul atas kebijakan
yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta tersebut yang
kami coba bahas dalam makalah dengan judul “Kebijakan
Pembatasan Waralaba Minimarket di Kota Yogyakarta dan Dampak
Ekonominya Bagi Masyarakat”.
B. Identifikasi Masalah
Sesuai
dengan
judul
makalah
ini
yakni
“Kebijakan
Pembatasan Waralaba Minimarket di Kota Yogyakarta dan Dampak
Ekonominya”, maka permasalahannya dapat diidentifikasi sebagai
berikut:
1. Apa dasar hukum pembatasan usaha waralaba minimarket di
Kota Yogyakarta?
2. Pertimbangan apa yang mendasari dikeluarkannya kebijakan
pembatasan usaha waralaba minimarket di Kota Yogyakarta?
3. Bagaimana pelaksanaan kebijakan tersebut?
4. Apa dampak ekonomi yang ditimbulkan?
C. Pembatasan Masalah
Untuk memperjelas ruang lingkup pembahasan, maka
masalah yang dibahas dibatasi pada:
1. Kebijakan pembatasan usaha waralaba minimarket di Kota
Yogyakarta; dan,
2. Dampak ekonomi atas kebijakan pembatasan usaha waralaba
minimarket bagi masyarakat Kota Yogyakarta.
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
3
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah
tersebut,
masalah-masalah
yang
dibahas
dapat
dirumuskan
sebagai berikut :
1. Bagaimana
deskripsi
kebijakan
pembatasan
waralaba
minimarket di Kota Yogyakarta;
2. Apa dampak dari kebijakan pembatasan waralaba minimarket
bagi masyarakat Kota Yogyakarta.
E. TUJUAN
Tujuan penulisan makalah ini selain untuk memenuhi tugas
mata kuliah Ekonomi Politik Pembangunan pada Program Sekolah
Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Tahun 2013, adalah untuk:
1. Mengetahui
kebijakan
pembatasan
usaha
waralaba
minimarket di Kota Yogyakarta;
2. Mengetahui
dampak
dari
kebijakan
pembatasan
usaha
waralaba minimarket bagi masyarakat Kota Yogyakarta.
F. MANFAAT PENULISAN
Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan
manfaat kepada semua pihak, khususnya yang berkaitan dengan
kajian
kebijakan
politik
yang
berdampak
pada
ekonomi
masyarakat.
G. METODE PENGUMPULAN DATA
Data/informasi penulisan makalah ini diperoleh dengan
metode studi kepustakaan dan olah data kuantitatif dari berbagai
sumber.
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
4
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
BAB II
LANDASAN TEORI
A. REGULASI EKONOMI
Dalam kegiatan dan dinamika ekonomi yang modern,
pemerintah dapat hadir dan berperan secara aktif dan dinamis
dalam sistem ekonomi tanpa merusak kekuatan pasar yang
positif. Bahkan peran pemerintah ini bisa melalui kekuatan yang
memaksa,
menentukan
aturan-aturan,
mengarahkan
proses
distribusi dan produksi, bahkan memberi lisensi dan hak monopoli
kepada lembaga-lembaga di dalamnya atau di luar pemerintah
sendiri. Fakta ini kemudian menghadirkan bentuk aliran pemikiran
baru dengan analisa baru
yang membahas tentang pentingnya
peran pemerintah di dalam sistem ekonomi. Menurut Didik J
Rachbini
dalam
bukunya
Ekonomi
Politik
dan
Strategi
Pembangunan (2004:9-10), Pemerintah dapat berperan positif dan
sebaliknya tergantung pada benar atau tidaknya peranan tersebut
diterapkan di dalam ekonomi. Hal seperti ini yang kemudian dikaji
dengan instrumen teori regulasi ekonomi.
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
5
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
Teori regulasi ekonomi menekankan pada siapa yang
mendapatkan manfaat dan siapa yang menanggung beban akibat
adanya suatu regulasi atau aturan ekonomi. Regulasi ekonomi
dikeluarkan oleh pemerintah sebagai suatu kebijakan dengan
tujuan
tertentu.
Tetapi
dalam
kenyataannya
manfaat
yang
diharapkan sering datang bersamaan dengan dampak negatif
atau kerugian yang ditimbulkan oleh adanya regulasi tersebut.
Teori regulasi ekonomi menganalisa dan membahas masalah
regulasi yang menimbulkan implikasi ganda tersebut.
Jika manfaat dan kerugian yang terjadi akibat adanya
regulasi yang menyebabkan perubahan alokasi sumberdaya telah
diketahui sejak awal, maka kebijakan ekonomi melalui regulasiregulasi pemerintah akan dilakukan dengan menekan sejauh
mungkin akibat-akibat yang merugikan tersebut. Tetapi jika
regulasi lebih banyak menimbulkan manfaat, maka regulasi
tersebut diusahakan untuk diperluas agar manfaatnya tersebar
seluas mungkin.
Secara lebih luas teori regulasi ditujukan untuk melihat
manfaat dan kerugian individu di dalam suatu kelompok, yang
bisa dikaitkan dengan teori optimal pareto. Arti teori optimal
pareto ini adalah suatu proposisi tentang adanya perbaikan
ekonomi, yang terjadi didalam masyarakat karena proses alokasi
sumber-sumber ekonomi, tetapi tanpa mengakibatkan kerugian
pada individu lainnya. Teori regulasi ekonomi tidak lepas dari
proposisi tersebut karena regulasi harus diinstitusikan dengan
manfaat sebanyak mungkin pada publik atau konstituen yang
dikenai regulasi tersebut dengan dampak negatif kerugian yang
minimal atau bila perlu tanpa harus menyebabkan yang lainnya
merugi.
Lebih jauh lagi teori tentang peranan negara di dalam
kegiatan ekonomi dan konsep tentang komoditas publik juga
terkait dengan teori regulasi ekonomi ini. Negara menciptakan
komoditas publik, tidak hanya yang tangibel tetapi juga intangible.
Komoditas publik dalam hal yang kedua termasuk di dalamnya
adalah regulasi ekonomi, yang diterima oleh masyarakat.
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
6
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
Dalam perspektif pilihan publik, suatu peraturan bisa
dipandang sebagai komoditas publik bagi yang mendapatkan
manfaatnya. Masalah peraturan ini berada dalam domain peran
negara. Peran negara dianggap mesin atau power, yang dianggap
potensial menjadi sumberdaya ekonomi atau sebaliknya sebagai
ancaman yang merugikan perusahaan-perusahaan atau industri.
Jadi posisi negara sangat jelas sebagai pemegang otoritas
kekuasaan, tidak saja atas bidang politik tetapi juga untuk bidang
ekonomi. Dalam bidang ekonomi, negara bisa mengeluarkan
peraturan ekonomi, seperti proteksi, lisensi, pencadangan usaha,
dan sebagainya.
Seperti pada pareto, suatu peraturan berdampak positif
pada satu pihak tetapi dapat berdampak negatif pada pihak lain.
Inilah yang menjadi pokok bahasan utama dari teori regulasi
ekonomi karena adanya suatu peraturan yang diberlakukan oleh
pemerintah. (Rachbini, 2004:13).
B. EKONOMI POLITIK
Menurut Stigler (Rachbini, 2006:89), ada dua alternatif
pandangan tentang bagaimana peraturan diberlakukan. Pertama,
peraturan dilembagakan terutama untuk memberlakukan proteksi
dan kemanfaatan tertentu untuk publik atau sebagian sub-kelas
dari publik tersebut. Tujuan adanya regulasi ekonomi adalah
manfaat ekonomi yang diberikan oleh negara atau pemerintah
kepada masyarakat. Kedua, suatu tipe analisa dimana proses
politik dianggap sebagai suatu proses politik biasa dimana di
dalam pasar politik ada permintaan dan penawaran barang publik
berupa regulasi ekonomi. Jika konstituen tertentu merasa telah
mendukung pemerintah dalam suatu kontrak politik seperti
pemilihan umum, maka wajar jika konstituen tersebut meminta
adanya regulasi ekonomi yang melindungi kepentingan ekonomi
dan memberi manfaat kesejahteraan.
Sejalan dengan perkembangan ilmu ekonomi politik yang
menunjukkan gairah dan semangat baru, lalu lahir dan tumbuh
dua perspektif teori ekonomi politik, yakni:
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
7
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
1. Rational choice
Asumsi dasar dari pendekatan rasional ini bahwa
manusia pada dasarnya egois, rasional dan selalu berupaya
untuk memaksimumkan utilitasdan keuntungan untuk dirinya.
Dalam pandangan ini, individu sebagai aktor diasumsikan
mempunyai serangkaian hak milik khusus (set of properties)
termasuk seperangkat selera atau preferensi tertentu. Karena
hak milik tersebut, maka manusia menjadi pelaku ekonomi
yang
mempunyai
kapasitas
untuk
memutuskan
secara
rasional dalam memilih berbagai alternatif pilihan ekonomi.
Pendekatan ini juga dapat digunakan untuk mempelajari sikap
pemerintah
dalam
proses
pengambilan
keputusan
bagi
kebijakan publik.
2. Public choice
Public choice memusatkan kajiannya pada aspek fungsi
pilihan sosial (social choice function) atau eksplorasi terhadap
pencapaian kesejahteraan sosial (properties of social welfare).
Penekanan dalam menilai keputusan-keputusan yang rasional
oleh pemerintah.
C. KEBIJAKAN PUBLIK
Studi kebijakan publik dapat menempatkan kebijakan publik
sebagai independent variable sehingga berusaha mengidentifikasi
apa dampak dari suatu kebijakan publik.
Kebijakan publik menurut Thomas Dye dalam Subarsono
(2009:2) adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau
tidak melakukan (public policy is whatever goverment choose to
do or not to do). Konsep tersebut sangat luas karena kebijakan
publik mencakup sesuatu yang tidak dilakukan oleh pemerintah di
samping yang dilakukan oleh pemerintah ketika pemerintah
menghadapi sesuatu masalah publik.
Definisi
kebijakan
publik
dari
Thomas
Dye
tersebut
mengandung makna bahwa :
1. Kebijakan publik tersebut dibuat oleh badan pemerintah,
bukan organisasi swasta;
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
8
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
2. Kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan
atau
tidak dilakukan oleh badan pemerintah. Kebijakan
pemerintah untuk tidak membuat program baru atau tetap
pada status quo, misalnya adalah sebuah kebijakan publik.
James E. Anderson (ibid:2) mendefinisikan kebijakan publik
sebagai kebijakan yang yang ditetapkan oleh badan-badan dan
aparat pemerintah. Walaupun disadari bahwa kebijakan publik
dapat dipengaruhi oleh para aktor dan faktor dari luar pemerintah.
Lingkup kebijakan publik sangat luas karena mencakup
berbagai sektor atau bidang pembangunan, seperti kebijakan
publik di bidang pendidikan, pertanian, kesehatan, transportasi,
pertahanan dan sebagainya. Namun yang akan kami bahas di sini
adalah kebijakan Pemerintah Kota Yogyakarta di bidang ekonomi
dan bagaimana kebijakan tersebut mampu mendistribusikan nilai
kepada masyarakat.
BAB III
PEMBAHASAN
A. PROFIL KOTA YOGYAKARTA
Kota Yogyakarta memiliki luas wilayah sekitar 32.5 Km 2 atau
1.02 % dari luas wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Kota ini
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
9
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
memiliki 14 Kecamatan, dengan batas wilayah sebelah utara
Kabupaten Sleman, sebelah timur Kabupaten Bantul dan Sleman,
sebelah selatan Kabupaten Bantul, sebelah barat Kabupaten
Bantul dan Sleman.
Jarak terjauh dari utara ke selatan kurang lebih 7.5 Km dan
dari barat ke timur kurang lebih 5.6 Km. Kota Yogyakarta yang
terletak di daerah dataran lereng aliran Gunung Merapi memiliki
kemiringan lahan yang relatif datar (antara 0-2%) dan berada
pada ketinggian rata-rata 114 meter dari permukaan air laut.
Sebagian wilayah dengan luas 1.657 hektar terletak pada
ketinggian kurang dari 100 meter dan sisanya (1.593 hektar)
berada pada ketinggian antara 100-199 meter. Sebagian besar
jenis tanahnya adalah regosol. Terdapat tiga sungai yang mengalir
dari arah utara ke selatan, yaitu Sungai Gajah Wong yang
mengalir di bagian timur Kota Yogyakarta, Sungai Code di bagian
tengah Kota Yogyakarta dan Sungai Winongo di bagian barat Kota
Yogyakarta.
Kota Yogyakarta memiliki satu bandara, yaitu Bandara Adi
Sutjipto dan memiliki satu kawasan industri, yaitu Kawasan
Pengembangan Pasar Seni dan Kerajinan Kecamatan Umbulharjo.
Walikota Yogyakarta saat ini adalah Hayadi Suyuti dan Wakil
Walikota, Imam Priyono.
Pendapatan Domestik Regional Bruto Daerah (PDRBD) Kota
Yogyakarta meliputi sektor Pertanian, Pertambangan, Industri
Pengolahan, Listrik dan Air Bersih, Perdagangan, Hotel, Restoran,
Angkutan/Komunikasi,
Untuk
bisnis
Bank/Keuangan/Perumahan,
waralaba
minimarket
termasuk
dan
dalam
Jasa.
sektor
perdagangan. Berdasarkan Data BPS Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta yang di-update tanggal 10 Agustus 2012 diketahui
bahwa
Sektor
Perdagangan,
Hotel,
dan
Restoran
menjadi
penyumbang pendapatan daerah terbesar dalam kurun dua tahun
terakhir seperti yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Pendapatan Domestik Regional Bruto Daerah Kota Yogyakarta
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
10
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
Tahun
2011
Rupiah
Sektor
2010
Rupiah
(juta)
%
16,
(juta)
3.555.797
1
0,7
3.632.681
6
156.711
1
13,
139.967
0,67
13,2
Industri Pengolahan
2.983.167
5
0,9
2.793.580
7
Listrik dan Air Bersih
201.243
1
9,8
193.027
0,92
Bangunan
Perdagangan, Hotel,
2.187.805
9
20,
2.040.306
9,7
20,8
Restoran
Angkutan/Komunikasi
4.611.402
2.430.696
8
11
9,8
4.383.851
2.250.664
3
10,7
Bank/Keu/Perum
2.185.221
7
17,
2.024.368
9,62
17,0
Jasa
3.817.665
3
10
3.585.598
4
Pertanian
Pertambangan
%
17,2
Total
22.129.707
0 21.044.042
100
Sumber: BPS Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun
2012
B. KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET
Dalam kenyataannya, Pemerintah Kota Yogyakarta tidak
kemudian menumpukan harapan atas pendapatan daerahnya
pada sektor perdagangan ini saja di mana waralaba minimarket
menjadi salah satu pemasok pendapatannya. Walaupun menjadi
salah satu sektor penyumbang pendapatan daerah terbesar tidak
menjadikan
waralaba
minimarket
ini
bebas
tumbuh
dan
berkembang di Kota Yogyakarta. Pemerintah Kota Yogyakarta
justru melakukan pembatasan pertumbuhan waralaba minimarket
ini. Satu hal yang mungkin bagi pemerintah daerah lain menjadi
hal
yang
harus
dipertimbangkan
dengan
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
sangat
matang.
11
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
Faktanya, Pemerintah Kota Yogyakarta serius menanggapi hal ini.
Terbukti dengan diterbitkannya Peraturan Walikota Yogyakarta
Nomor 79 Tahun 2010 tentang Pembatasan Usaha Waralaba
Minimarket di Kota Yogyakarta yang ditetapkan sejak tanggal 22
Nopember 2010. Peraturan Walikota ini diterbitkan berdasarkan
hasil evaluasi terhadap Pelaksanaan Peraturan Walikota Nomor 89
Tahun 2008 tentang Pembatasan Usaha Waralaba Minimarket Di
Kota Yogyakarta. Selain itu, melalui peraturan ini diharapkan dapat
memberdayakan
Usaha
Mikro,
Kecil
dan
Menengah
serta
mencegah terjadinya penguasaan pasar dan pemusatan usaha
oleh orang-perseorangan atau kelompok tertentu yang telah
mempunyai jaringan usaha secara nasional yang merugikan
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di wilayah Kota Yogyakarta.
Pembatasan yang dimaksudkan dalam Peraturan Walikota
tersebut menyebutkan bahwa usaha waralaba minimarket harus
berjarak paling dekat 400 (empat ratus) meter dari pasar
tradisional. Selain pengaturan jarak, Peraturan Walikota tersebut
juga membatasi lokasi yang dibolehkan untuk usaha waralaba
minimarket seperti dalam tabel berikut:
Tabel 2. Jalan-jalan di Kota Yogyakarta yang Diperbolehkan
untuk Usaha Waralaba Minimarket
N
o
1
2
3
Nama Jalan
N
Nama Jalan
Jalan Abu Bakar Ali
Jalan Adi Sucipto
Jalan AM Sangaji
o
22
23
24
Jalan Ngeksigondo
Jalan Parangtritis
Jalan Perintis
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Jalan
Jalan
Jalan
Jalan
Jalan
Jalan
Jalan
Jalan
Jalan
Jalan
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
Kemerdekaan
Jalan Piere Tendean
Jalan Pramuka
Jalan RE Martadinata
Jalan Suryopranoto
Jalan Tamansiswa
Jalan Urip Sumoharjo
Jalan Veteran
Jalan Jend. Sudirman
Jalan Prof. Yohanes
Jalan Hayam wuruk
14
Harsono/Timoho
Jalan KH Ahmad Dahlan
35
Jalan P. Mangkubumi
Bantul
Bhayangkara
Brigjen Katamso
Dr. Sutomo
Gajah Mada
Gayam
Gandekan Lor
Gedong Kuning
HOS Cokroaminoto
Ipda Tut
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
12
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
N
N
Nama Jalan
Nama Jalan
o
o
15 Jalan KH Wakhid Hasyim
36 Jalan DI. Panjaitan
16 Jalan Kusumanegara
37 Jalan Sisingamangaraja
17 Jalan Kyai Mojo
38 Jalan Sorogenen
18 Jalan Magelang
39 Jalan Tegalturi
19 Jalan Malioboro
40 Jalan Glagahsari
20 Jalan Mataram
41 Jalan Dagen
21 Jalan Menteri Supeno
Sumber: Lampiran II Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor
79 Tahun 2010
Jumlah usaha waralaba minimarket juga menjadi hal yang
dibatasi dan tertuang dalam Peraturan Walikota tersebut yang
dibagi
berdasarkan
jumlah
kecamatan
yang
ada
di
Kota
Yogyakarta dengan ketentuan jumlah sebagai berikut:
Tabel 3. Jumlah Maksimal Usaha Waralaba Minimarket di Tiap
Kecamatan
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
KECAMATAN
JUMLAH
TEGALREJO
4
DANUREJAN
3
JETIS
3
GEDONG TENGEN
3
GONDOKUSUMAN
8
PAKUALAMAN
2
GONDOMANAN
2
KRATON
0
WIROBRAJAN
3
MANTRIJERON
3
MERGANGSAN
6
NGAMPILAN
3
UMBULHARJO
9
KOTAGEDE
3
JUMLAH
52
Sumber: Lampiran II Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor
KECAMATAN
KECAMATAN
KECAMATAN
KECAMATAN
KECAMATAN
KECAMATAN
KECAMATAN
KECAMATAN
KECAMATAN
KECAMATAN
KECAMATAN
KECAMATAN
KECAMATAN
KECAMATAN
79 Tahun 2010
Dari tabel di atas diketahui bahwa jumlah usaha waralaba
minimarket yang sesuai ketentuan Peraturan Walikota tidak akan
lebih dari 52 gerai.
C. PELAKSANAAN KEBIJAKAN
1. Pasar Modern Versus Pasar Tradisional
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
13
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
Selama ini pendirian toko modern seperti minimarket
diatur oleh pemerintah daerah dan banyak menjamur dengan
alasan guna meningkatkan pendapatan asli daerah. Oleh
karena itu, harus dihindari implementasi peraturan di tingkat
pusat terdistorsi di lapangan akibat pemerintah daerah
menerbitkan
peraturan
aturan
di
sendiri
atasnya.
yang
bertentangan
Pemerintah
Kota
dengan
Yogyakarta
menerbitkan kebijakan pembatasan usaha waralaba lebih
cepat dua tahun dibandingkan pemerintah pusat. Peraturan
Walikota
Yogyakarta
Nomor
79
Tahun
2010
tentang
Pembatasan Usaha Waralaba Minimarket di Kota Yogyakarta
ditetapkan sejak tanggal 22 Nopember 2010, dan Pemerintah
Pusat baru mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan
Republik Indonesia dengan Nomor 68/M-DAG/PER/10/2012
tentang Waralaba untuk Jenis Usaha Toko Modern yang
membatasi jumlah gerai/outlet waralaba minimarket di tiap
daerah tidak boleh lebih dari 150 gerai yang ditetapkan sejak
tanggal 29 Oktober 2012. Pada pelaksanaannya Peraturan
Menteri Perdagangan tersebut sudah terakomodir dalam
Peraturan Walikota. Karena pada dasarnya, Pemerintah Kota
Yogyakarta sepertinya sudah lebih dulu memahami bahwa
pengaturan
mengenai
toko
modern
seperti
minimarket
merupakan bagian dari pengelolaan perekonomian nasional.
Pasal 33 ayat (1) dan ayat (4) dalam UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 memberikan pedoman mengenai dasar
dan penyelenggaraan perekonomian nasional. Pasal 33 ayat
(4)
menyatakan,
berdasar
atas
kebersamaan,
perekonomian
demokrasi
nasional
ekonomi
efisiensi-berkeadilan,
diselenggarakan
dengan
prinsip
berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Menurut
Nasution
(2007:...),
perekonomian
diatur
secara baik dengan maksud agar kegiatan ekonomi dapat
menyejahterakan semua orang. Keteraturan dalam seluruh
sektor ekonomi mulai dari produksi, konsumsi, dan distribusi,
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
14
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
serta
keteraturan
dalam
berbagai
kegiatan
seperti
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan penilaian, yang
akan menghasilkan kesejahteraan.
Asshiddiqie (2010:...) menyatakan, kegiatan ekonomi
digerakkan oleh mekanisme pasar yang dikendalikan oleh
pemerintah
menuju
ekonomi
pasar
yang
efisien,
tetapi
berkeadilan. Peran pemerintah, tidak terbatas hanya sebagai
regulator, tetapi juga melakukan tindakan yang diperlukan dan
bahkan menjadi pelaku langsung apabila timbul eksternalitas
negatif, kegagalan dalam mekanisme pasar, ketimpangan
ekonomi, atau kesenjangan sosial.
Dalam
pasar
perkembangannya,
modern
jauh
penetrasi
melambung
tinggi
pembangunan
dibanding
pasar
tradisional yang pertumbuhannya cederung negatif. Dalam
survei AC Nielson, pasar modern telah tumbuh sebesar
31,4%. Bersamaan dengan itu, pasar tradisional telah tumbuh
secara negatif sebesar 8%. Berdasarkan data tersebut, para
ekonom kemudian memprediksi bahwa dalam kurun waktu 12
tahun lagi, pasar tradisional akan habis tersapu oleh ekspansi
pasar modern.
Secara umum terdesaknya pedagang pasar tradisional
atau
pebisnis
retail
lokal,
di
antaranya
dalam
bentuk
menurunnya omset penjualan. Salah satu penelitan yang
dilakukan di daerah Yogyakarta menemukan, penurunan ratarata sebesar –5,9%, di mana penurunan yang lebih besar
dialami oleh kelompok pedagang dengan aset antara Rp 5-15
juta, Rp 15-25 juta, dan di atas Rp 25 juta, yang masingmasing mengalami penurunan sebesar –14,6%, –11%, dan –
20,5%. Berdasarkan kewilayahan, penurunan omset tertinggi
dialami oleh pedagang di kota Yogyakarta dan kabupaten
Sleman, masing-masing sebesar – 25,5% dan – 22,9% (sumber
: www.pasardana.com dalam artikel yang berjudul “12 Tahun
Lagi Pasar Tradisional Bakal Tutup”).
Pasar modern yang dikelola secara profesional memiliki
banyak keunggulan dibanding dengan pasar tradisional yang
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
15
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
kebanyakan berkembang secara alamiah saja. Dari segi
kelengkapan
barang,
menghadirkan
pelanggan
aneka
pasar
tradisional
macam
barang
lebih
yang
mampu
diinginkan
karena memiliki divisi khusus marketing yang
memang bertugas untuk mengembangkan penjualan. Dari sisi
harga, pasar modern sangat mungkin memberikan harga yang
relatif murah oleh karena peritel besar biasanya menjadi
rantai distribusi paling pertama dari sebuah produk, yang
memungkinkan peritel tersebut mendapatkan harga khusus.
Di samping itu juga, peritel besar telah memproduksi sendiri
beberap produk hingga harga jualnya pun semakin bisa
bersaing dengan pasar tradisional.
Bila harga dan keanekaragaman barang yang dimiliki
pasar modern ternyata sebanding dengan pasar tradisional,
maka sudah bisa dipastikan para pembeli atau masyarakat
akan lebih memilih berbelanja di pasar modern oleh karena
dari sisi kenyamanan dan pelayanan serta keamanan, sudah
jelas jauh lebih baik dibanding pasar tradisional.
Terancamnya kelangsungan pasar tradisional juga bisa
berimbas kepada perkembangan industri kecil lainnya yang
baru bisa memasarkan produknya di pasar tradisional. Oleh
karena peritel besar cenderung memiliki standarisasi produk
yang lebih tinggi, yang mungkin saja belum bisa dipenuhi oleh
industri kecil.
Mencermati kondisi yang tidak seimbang ini, pasar
modern tidak seharusnya dibiarkan bersaing secara bebas
dengan pasar tradisional. Karena hal ini justu bisa bermuara
pada praktek monopoli dan oligopoli. Untuk itu diperlukan
regulasi dari pemerintah untuk melindungi pasar tradisional
agar bisa terus hidup dan berkembang.
Direktorat
Jenderal
Perdagangan
Dalam
Negeri,
Departemen Perdagangan Republik Indonesia (1997) dalam
Jurnal Bisnis dan Ekonomi mendefiniskan pasar tradisional
sebagai tempat transaksi barang atau jasa antara penjual dan
pembeli, yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
16
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
a. Memperjualbelikan
barang/jasa
kebutuhan
sehari-hari
secara eceran;
b. Melibatkan banyak pedagang eceran berskala kecil;
c. Bangunan dan fasilitas pasarnya relatif sederhana;
d. Pemilikan dan pengelolaannya umumnya oleh pemerintah
daerah.
Ketika toko modern milik asing menjamur dan membuat
pasar
tradisional
sulit
berkembang,
maka
pemerintah
melakukan penataan melalui peraturan menteri dalam negeri,
termasuk kewajiban melakukan kemitraan dengan usaha
mikro, kecil, dan menengah. Peraturan ini menunjukkan
keberpihakan pemerintah kepada usaha mikro, kecil dan
menengah, dan sesuai prinsip-prinsip demokrasi ekonomi.
Dalam hal ini diperlukan peran pemerintah dan pemerintah
daerah untuk melakukan pengawasan dan pembinaan. Dan
untuk
hal
ini
Pemerintah
Kota
Yogyakarta
sudah
melakukannya. Pemerintah Kota Yogyakarta sudah melakukan
pembatasan jumlah usaha waralaba minimarket, yakni hanya
mengizinkan sebanyak 52 (lima puluh dua) saja di wilayah
Kota Yogyakarta dengan mempertimbangkan jumlah pasar
tradisional yang sudah lebih dulu ada dan berkembang di Kota
Yogyakarta. Berikut daftar pasar tradisional di Kota Yogyakarta:
Tabel 4. Pasar Tradisional di Kota Yogyakarta
N
Pasar
o
1
2
Tradisional
Bringharjo
Pathuk
3
Kranggan
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Pingit
Kembang
Karangwaru
Demangan
Reksonegaran
Terban
Gendeng
Sanggarahan
Sentul
Lempuyangan
Alamat
Jalan Pabringan Nomor 1
Jalan Bhayangkara
Jalan Pangeran Diponegoro
Nomor 20
Jalan Kyai Mojo
Jalan Pasar Kembang
Jalan Magelang
Jalan Gejayan Nomor 28
Jalan Urip Sumoharjo Nomor 22
Jalan C. Simanjuntak
Jalan Tri Dharma
Jalan Mawar
Jalan Sultan Agung Nomor 52
Jalan Hayam Wuruk
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
17
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
N
Pasar
Alamat
o
Tradisional
14 Sawo
Jalan Prawirodirjan
15 Ledog Gm
Lobaninggratan – Prawirodirjan
16 Paco
Kusumanegara
17 Kotagede
Mondorakan Nomor 172
18 Gedongkuning
Kebun Raya
19 Tunjungsari
Menteri Supeno Nomor 46
20 Giwangan
Imogiri Nomor 212
21 Sarangan
R.E. Martadinata
22 Legi
Bugisan Nomor 12
23 Sonen
Kampung Pathuk RT 33/RW 07
24 Suryobranten
K.H. Ahmad Dahlan Nomor 134
25 Ngasem
Polowijo Nomor 11
26 Ngadikusuman
Suryopuran
27 Gading
Mayjen Panjaitan
28 Pujokusuman
Dalem Pujokusuman Kaparakan
29 Karangkajen
Sisingamangaraja
30 Prawirotaman
Parangtritis Nomor 103
31 Ciptomulyo
Sisingamangaraja Nomor 1
32 Pakuncen
H.O.S Cokroaminoto
Sumber: Dinas Pengelolaan Pasar Kota Yogyakarta
Tahun 2009
2. Analisa Ekonomi Politik
a. Aspek Ekonomi
Jika ditinjau dari aspek ekonomi, tentu kebijakan
pembatasan usaha waralaba minimarket di Kota Yogyakarta
ini akan memberi dampak positif bagi para pelaku usaha
ekonomi
mikro
di
Kota
Yogyakarta.
Secara
langsung
kebijakan ini akan menyelamatkan usaha-usaha mikro
dalam bidang perdagangan di wilayah Kota Yogyakarta.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah sang
penentu kebijakan dalam hal ini adalah Walikota Yogyakarta
memiliki
motif
mengeluarkan
ekonomi
kebijakan
juga
sehingga
pembatasan
dengan
usaha
sigap
waralaba
minimarket di Kota Yogyakarta? Menjawab pertanyaan
tersebut penjelasannya adalah sebagai berikut:
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
18
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
1) Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 79 Tahun 2010
tentang Pembatasan Usaha Waralaba Minimarket di
Kota Yogyakarta yang ditetapkan sejak tanggal 22
Nopember 2010 dikeluarkan pada masa kepemimpinan
Herry Zudianto.
2) Latar belakang profesi Sang Walikota, Herry Zudianto
adalah pengusaha. Beliau memang memiliki usaha
retail tetapi dalam bidang dan jenis yang berbeda.
Herry Zudianto memiliki Toko Batik Margaria, Toko
Busana Muslim Al Fath, Karita, Annisa, dan Arrahma
yang keseluruhannya tergabung dalam Margaria Group
dan Al Fath Group, dan ini bukan termasuk jenis usaha
waralaba minimarket. Jadi dapat disimpulkan bahwa
tidak ada kepentingan ekonomi pribadi Sang Walikota
dalam hal pembatasan usaha waralaba minimarket di
Kota Yogyakarta ini;
3) Kebijakan pembatasan usaha waralaba minimarket ini
lebih pada usaha menyelamatkan para pelaku usaha
mikro, khususnya para pedagang tradisional agar tidak
tergerus dengan keberadaan waralaba minimarket yang
semakin menjamur;
4) Di sisi lain, kebijakan pembatasan usaha waralaba
minimarket ini jauh lebih memberikan keuntungan bagi
pendapatan asli daerah Kota Yogyakarta. Kalkulasinya
adalah keberadaan pasar tradisional dimanfaatkan oleh
para pedagang tradisional dengan sistem sewa kepada
Pemerintah Kota Yogyakarta. Para pedagang tradisional
menyewa los/kios yang ada di pasar tradisional secara
bulanan ataupun tahunan. Uang sewa ini akan diterima
Pemerintah Kota Yogyakarta sebagai pendapatan asli
daerahnya setiap bulan atau tahun. Selain itu, para
pedagang tradisional juga masih harus membayar
retribusi
pelayanan
pasar
berupa
biaya
kebersihan/persampahan setiap harinya dan ini akan
menambah pendapatan Pemerintah Kota Yogyakarta.
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
19
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
Pendapatan yang rutin setiap bulan dan harinya ini jauh
lebih memberikan keuntungan bagi Pemerintah Kota
Yogyakarta
dibandingkan
dengan
pendapatan
dari
retribusi izin usaha waralaba minimarket. Kalaupun ada
biaya tambahan lain adalah kemungkinan perpanjangan
izin usaha dan ini tidak rutin setiap harinya. Pemasukan
rutinnya dari usaha waralaba minmarket yang diperoleh
Pemerintah
Kota
Yogyakarta
hanya
dari
retribusi
pelayanan kebersihan/persampahan mengingat lokasi
dan tempat usaha waralaba minimarket dimiliki secara
pribadi bukan milik pemerintah.
b. Aspek Politik
Herry Zudianto mengeluarkan Peraturan Walikota
Yogyakarta Nomor 79 Tahun 2010 tentang Pembatasan
Usaha Waralaba Minimarket di Kota Yogyakarta ini di masamasa akhir kepemimpinannya. Peraturan ini dikeluarkan
satu
tahun
menjelang
masa
kepemimpinan
periode
keduanya berakhir. Jika melihat kondisi seperti ini tidak
tampak adanya kepentingan politik pribadi Sang Walikota
pada masa itu. Kebijakan pembatasan usaha waralaba
minmarket di Kota Yogyakarta ini murni sebagai bentuk
kebijaksanaan
Sang
Walikota
untuk
menyelamatkan
perekonomian warga masyarakatnya.
D. DAMPAK
EKONOMINYA
BAGI
MASYARAKAT
KOTA
YOGYAKARTA
1. Dampak Positif
Diberlakukannya Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor
79
Tahun
2010
tentang
Pembatasan
Usaha
Waralaba
Minimarket di Kota Yogyakarta tentu memiliki tujuan yang
berdampak langsung pada aspek ekonomi masyarakatnya yang
antara lain untuk:
a. Memberdayakan usaha mikro, kecil dan menengah di
wilayah Kota Yogyakarta;
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
20
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
b. Mencegah
pembentukan
struktur
pasar
yang
dapat
melahirkan persaingan yang tidak wajar dalam bentuk
monopoli, oligopoli dan monopsoni yang merugikan usaha
mikro, kecil dan menengah;
c. Mencegah terjadinya penguasaan pasar dan pemusatan
usaha oleh orang-perseorangan atau kelompok orang atau
badan tertentu yang dapat merugikan usaha mikro, kecil
dan menengah;
d. Menumbuhkan
dan
meningkatkan
kemampuan
usaha
mikro, kecil dan menengah menjadi usaha yang tangguh
dan mandiri;
e. Meningkatkan peran usaha mikro, kecil dan menengah
dalam perluasan kesempatan kerja dan berusaha serta
peningkatan dan pemerataan pendapatan yang seimbang,
berkembang dan berkeadilan.
f.
Mengurangi
perilaku
konsumtif
masyarakat
Kota
Yogyakarta;
g. Menjaga nilai tradisi/orisinalitas kebiasaan masyarakat Kota
Yogyakarta, contoh: bersosialisasi di angkringan;
h. Kebijakan pembatasan usaha waralaba minimarket di Kota
Yogyakarta
menjadi
manifestasi
perlindungan
dan
pengembangan pasar tradisional.
2. Dampak Negatif
a. Membatasi peluang berusaha atau peluang atas datangnya
investor-investor khususnya yang akan bergerak di bidang
waralaba minimarket.
b. Mengurangi kesempatan kerja bagi penduduk lokal;
c. Berkurangnya pendapatan retribusi izin usaha perdagangan
di wilayah Kota Yogyakarta.
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
21
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Langkah Pemerintah Kota Yogyakarta telah menunjukkan
keberpihakan pemerintah terhadap sektor ekonomi informal,
khususnya dalam hal perlindungan dan pengembangan pasar
tradisional;
2. Persaingan ketat antara pasar modern dan pasar tradisional
nampak dari perkembangan pasar modern yang menawarkan
berbagai kelebihan secara tidak terbendung. Keberadaan
pasar ini membawa dua dampak baik positif maupun negatif.
Perkembangan yang tidak dikendalikan dan diarahkan akan
mengancam pasar tradisional sebagai pemain lama dengan
segala image yang melekat kepadanya. Namun di sisi lain
pasar
modern
juga
berperan
sebagai
pesaing
yang
menstimulus pasar tradisional untuk melakukan perbaikan dan
meningkatkan
tantangan
memberi
daya
bagi
ruang
perkembangan
saingnya.
pemerintah
gerak
dua
untuk
yang
pasar
Kondisi
adil
tersebut
dapat
dan
ini
merupakan
mengatur
seimbang
untuk
dan
bagi
menciptakan
kepuasan bagi semua pihak termasuk masyarakat sebagai
konsumen;
3. Peraturan Walikota menjawab kebutuhan akan adanya payung
hukum untuk mengatur persaingan antara pasar modern dan
tradisional atau persaingan antar mereka sendiri. Persaingan
antara pasar modern dan tradisional yang semakin ketat
membutuhkan pengaturan oleh pemerintah agar persaingan
berjalan adil dan tidak saling meniadakan. Kewenangan
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
22
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
pemerintah di era otonomi daerah ini menjadi lebih leluasa
untuk menciptakan produk hukum yang lebih berkeadilan dan
tepat sasaran.
B. Saran
1. Perlindungan dan pengembangan pasar tradisional maupun
sektor ekonomi informal lainnya (misalnya, toko kelontong)
melalui upaya pembatasan waralaba minimarket saja belum
cukup.
Untuk
itu,
harus
diikuti
dengan
upaya
yang
komprehensif dan integral untuk mengangkat usaha para
pedagang kecil, antara lain :
a. Melindungi eksistensi pasar tradisional melalui revitalisasi
pasar tradisional;
b. Mengangkat usaha pedagang dengan menyediakan akses
permodalan yang lebih mudah;
c. Memastikan kebijakan dalam bentuk Peraturan Walikota
Yogyakarta Nomor 79 Tahun 2010 tentang Pembatasan
Usaha Waralaba Minimarket di Kota Yogyakarta dapat
dilaksanakan dengan baik dengan memberikan sanksi tegas
atas setiap pelanggaran yang dilakukan.
2. Dengan adanya usaha waralaba minmarket di Kota Yogyakarta
dan agar tercipta kondisi yang harmonis maka dapat dibangun
hubungan mitra kerja dengan pelaku usaha ekonomi mikro
lokal di Kota Yogyakarta sehingga tercipta kondisi persaingan
yang lebih baik;
3. Dengan semakin ketatnya persaingan pasar, hendaknya dapat
mendorong
para
pelaku
usaha
ekonomi
mikro
untuk
meningkatkan kompetensinya dengan menciptakan inovasiinovasi baru dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat
dengan tetap menjaga nilai tradisi Kota Yogyakarta.
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
23
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Asshiddiqie, J. 2010. Konstitusi Ekonomi. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Nasution, M. 2007. Mewujudkan Demokrasi Ekonomi dengan Koperasi.
Jakarta: Penerbit PIP Publishing.
Rachbini,
Didik
J.
2004.
Ekonomi
Politik
Kebijakan
dan
Strategi
Pembangunan. Jakarta: Penerbit Granit.
_________________. 2006. Ekonomi Politik dan Teori Pilihan Publik. Bogor:
Ghalia Indonesia.
Subarsono, AG. 2009. Analisis Kebijakan Publik Konsep, Teori dan
Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jurnal:
Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik: “Kebijakan Pembatasan Waralaba
Restoran dan Toko Modern”. Vol. V, No. 04/II/P3DI/Februari/2013.
Pusat
Pengkajian,
Pengolahan
Data
dan
Informasi
(P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI;
Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE): “Analisis Industri Ritel di Indonesia”. Vol.
15, No. 2, September 2008. Universitas Stikubank Semarang.
Website:
http://jogja-kota.go.id;
http://kemendagri.go.id.
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
24
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
http://pasardana.com/tag/omzet, diakses pada tanggal 29 Oktober 2013
pukul 09.29 WIB
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
25
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Otonomi
masyarakat
Daerah
pasca
(otda)
menjadi
reformasi
Tahun
bahasan
1998.
menarik
Sebagian
di
besar
penduduk Indonesia mulai mengenal istilah otonomi daerah ini
setelah diundangkan oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 1999
yang
berkenaan
dengan
pelaksanaan
otonomi
daerah
di
Indonesia. Undang-undang tersebut kemudian direvisi pada tahun
2004 dengan tidak mengubah nama, yakni Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undangundang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Selanjutnya
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah mengalami perubahan menjadi Undang-undang Nomor 12
Tahun 2008.
Dengan hadirnya regulasi ini maka tercipta pendelegasian
wewenang yang lebih besar bagi daerah, terutama daerah
kabupaten dan kota yang bertujuan untuk memberdayakan dan
meningkatkan kemampuan perekonomian daerah, menciptakan
sistem
pembiayaan
transparan,
daerah
meningkatkan
yang
adil,
partisipasi
proporsional,
dan
dan
mengurangi
kesenjangan antardaerah. Sementara bagi pemerintah pusat,
dengan otonomi daerah akan membuat pemerintah pusat lebih
fokus menangani hal-hal yang bersifat makro dan berorientasi
mempersiapkan Indonesia menghadapi dunia globalisasi.
Pada
pelaksanaan
perkembangannya,
otonomi
pemerintah
daerahnya
daerah
dalam
berlomba-lomba
untuk
melaksanakan konsep otonomi daerah ini dengan sebaik-baiknya.
Hal ini kemudian ditanggapi secara positif oleh Kementerian
Dalam Negeri yang pada tanggal 24 April 2013 mengeluarkan
Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 120 –
2818 Tahun 2013 tentang Penetapan Peringkat dan Status Kinerja
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
1
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Secara Nasional Tahun
2011. Penghargaan ini diberikan kepada pemerintah daerah baik
kabupaten maupun kota di Indonesia yang menurut penilaian
Kementerian Dalam Negeri masuk dalam kategori berprestasi
sangat tinggi. Untuk peringkat dan status kinerja 10 (sepuluh)
besar penyelenggaraan pemerintahan kota yang berprestasi
paling tinggi secara nasional diberikan kepada: Kota Tangerang;
Kota Madiun; Kota Yogyakarta; Kota Depok; Kota Medan; Kota
Cimahi; Kota Surakarta; Kota Mojokerto; Kota Tegal; dan Kota
Sawahlunto. Kesepuluh Kota ini dianggap oleh Kementerian Dalam
Negeri sudah mampu melaksanakan otonomi daerahnya dengan
sangat baik yang tentunya didukung dengan regulasi daerahnya
masing-masing yang menjadi salah satu kewenangan bagi daerah
otonom, salah satunya adalah regulasi ekonominya.
Dari
kesepuluh
kota
di
atas,
kami
tertarik
untuk
mempelajari lebih jauh tentang pelaksanaan otonomi daerah di
Kota
Yogyakarta
pemerintahannya.
terutama
Salah
tentang
satunya
kebijakan
ekonomi
tentang
kebijakan
adalah
pembatasan usaha waralaba minimarket di Kota Yogyakarta.
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Pusat Pengkajian,
Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI
diketahui bahwa persentase pertumbuhan bisnis waralaba dan
kesempatan bisnis lokal pada tahun 2011-2012 mengalami
peningkatan sebesar 11,7%. Pada tahun yang sama, persentase
peningkatan waralaba asing di Indonesia mencapai 6,25%. Total
peningkatan waralaba dalam negeri maupun luar negeri tahun
tersebut mencapai 10,9%, dengan 47,9% merupakan kegiatan
waralaba
berupa
restoran.
Contoh
toko
modern
adalah
minimarket. Jumlah minimarket pada tahun 2010 mencapai
16.922 atau meningkat sekitar 42% dibandingkan tahun 2009
yang hanya berjumlah 11.927. Pada tahun 2005, total minimarket
mencapai 6.465 outlet, tahun 2006 menjadi 7.356 outlet, dan
tahun 2007 mencapai 8.889 outlet. 1
1
Sumber data
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
2
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
Melihat fakta bahwa pertumbuhan minimarket yang sangat
pesat
di
Indonesia
karena
didukung
oleh
ketergantungan
masyarakat yang juga besar pada minimarket ini, kami tertarik
untuk mengetahui apa sebenarnya yang mendorong Pemerintah
Kota Yogyakarta membatasi jumlah usaha waralaba minimarket di
Kota Yogyakarta yang kemudian regulasinya ditetapkan dalam
Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 79 Tahun 2010 tentang
Pembatasan Usaha Waralaba Minimarket di Kota Yogyakarta pada
tanggal 22 Nopember 2010. Selain itu, kami juga tertarik untuk
mengetahui apa dampak ekonomi yang timbul atas kebijakan
yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta tersebut yang
kami coba bahas dalam makalah dengan judul “Kebijakan
Pembatasan Waralaba Minimarket di Kota Yogyakarta dan Dampak
Ekonominya Bagi Masyarakat”.
B. Identifikasi Masalah
Sesuai
dengan
judul
makalah
ini
yakni
“Kebijakan
Pembatasan Waralaba Minimarket di Kota Yogyakarta dan Dampak
Ekonominya”, maka permasalahannya dapat diidentifikasi sebagai
berikut:
1. Apa dasar hukum pembatasan usaha waralaba minimarket di
Kota Yogyakarta?
2. Pertimbangan apa yang mendasari dikeluarkannya kebijakan
pembatasan usaha waralaba minimarket di Kota Yogyakarta?
3. Bagaimana pelaksanaan kebijakan tersebut?
4. Apa dampak ekonomi yang ditimbulkan?
C. Pembatasan Masalah
Untuk memperjelas ruang lingkup pembahasan, maka
masalah yang dibahas dibatasi pada:
1. Kebijakan pembatasan usaha waralaba minimarket di Kota
Yogyakarta; dan,
2. Dampak ekonomi atas kebijakan pembatasan usaha waralaba
minimarket bagi masyarakat Kota Yogyakarta.
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
3
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah
tersebut,
masalah-masalah
yang
dibahas
dapat
dirumuskan
sebagai berikut :
1. Bagaimana
deskripsi
kebijakan
pembatasan
waralaba
minimarket di Kota Yogyakarta;
2. Apa dampak dari kebijakan pembatasan waralaba minimarket
bagi masyarakat Kota Yogyakarta.
E. TUJUAN
Tujuan penulisan makalah ini selain untuk memenuhi tugas
mata kuliah Ekonomi Politik Pembangunan pada Program Sekolah
Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Tahun 2013, adalah untuk:
1. Mengetahui
kebijakan
pembatasan
usaha
waralaba
minimarket di Kota Yogyakarta;
2. Mengetahui
dampak
dari
kebijakan
pembatasan
usaha
waralaba minimarket bagi masyarakat Kota Yogyakarta.
F. MANFAAT PENULISAN
Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan
manfaat kepada semua pihak, khususnya yang berkaitan dengan
kajian
kebijakan
politik
yang
berdampak
pada
ekonomi
masyarakat.
G. METODE PENGUMPULAN DATA
Data/informasi penulisan makalah ini diperoleh dengan
metode studi kepustakaan dan olah data kuantitatif dari berbagai
sumber.
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
4
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
BAB II
LANDASAN TEORI
A. REGULASI EKONOMI
Dalam kegiatan dan dinamika ekonomi yang modern,
pemerintah dapat hadir dan berperan secara aktif dan dinamis
dalam sistem ekonomi tanpa merusak kekuatan pasar yang
positif. Bahkan peran pemerintah ini bisa melalui kekuatan yang
memaksa,
menentukan
aturan-aturan,
mengarahkan
proses
distribusi dan produksi, bahkan memberi lisensi dan hak monopoli
kepada lembaga-lembaga di dalamnya atau di luar pemerintah
sendiri. Fakta ini kemudian menghadirkan bentuk aliran pemikiran
baru dengan analisa baru
yang membahas tentang pentingnya
peran pemerintah di dalam sistem ekonomi. Menurut Didik J
Rachbini
dalam
bukunya
Ekonomi
Politik
dan
Strategi
Pembangunan (2004:9-10), Pemerintah dapat berperan positif dan
sebaliknya tergantung pada benar atau tidaknya peranan tersebut
diterapkan di dalam ekonomi. Hal seperti ini yang kemudian dikaji
dengan instrumen teori regulasi ekonomi.
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
5
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
Teori regulasi ekonomi menekankan pada siapa yang
mendapatkan manfaat dan siapa yang menanggung beban akibat
adanya suatu regulasi atau aturan ekonomi. Regulasi ekonomi
dikeluarkan oleh pemerintah sebagai suatu kebijakan dengan
tujuan
tertentu.
Tetapi
dalam
kenyataannya
manfaat
yang
diharapkan sering datang bersamaan dengan dampak negatif
atau kerugian yang ditimbulkan oleh adanya regulasi tersebut.
Teori regulasi ekonomi menganalisa dan membahas masalah
regulasi yang menimbulkan implikasi ganda tersebut.
Jika manfaat dan kerugian yang terjadi akibat adanya
regulasi yang menyebabkan perubahan alokasi sumberdaya telah
diketahui sejak awal, maka kebijakan ekonomi melalui regulasiregulasi pemerintah akan dilakukan dengan menekan sejauh
mungkin akibat-akibat yang merugikan tersebut. Tetapi jika
regulasi lebih banyak menimbulkan manfaat, maka regulasi
tersebut diusahakan untuk diperluas agar manfaatnya tersebar
seluas mungkin.
Secara lebih luas teori regulasi ditujukan untuk melihat
manfaat dan kerugian individu di dalam suatu kelompok, yang
bisa dikaitkan dengan teori optimal pareto. Arti teori optimal
pareto ini adalah suatu proposisi tentang adanya perbaikan
ekonomi, yang terjadi didalam masyarakat karena proses alokasi
sumber-sumber ekonomi, tetapi tanpa mengakibatkan kerugian
pada individu lainnya. Teori regulasi ekonomi tidak lepas dari
proposisi tersebut karena regulasi harus diinstitusikan dengan
manfaat sebanyak mungkin pada publik atau konstituen yang
dikenai regulasi tersebut dengan dampak negatif kerugian yang
minimal atau bila perlu tanpa harus menyebabkan yang lainnya
merugi.
Lebih jauh lagi teori tentang peranan negara di dalam
kegiatan ekonomi dan konsep tentang komoditas publik juga
terkait dengan teori regulasi ekonomi ini. Negara menciptakan
komoditas publik, tidak hanya yang tangibel tetapi juga intangible.
Komoditas publik dalam hal yang kedua termasuk di dalamnya
adalah regulasi ekonomi, yang diterima oleh masyarakat.
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
6
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
Dalam perspektif pilihan publik, suatu peraturan bisa
dipandang sebagai komoditas publik bagi yang mendapatkan
manfaatnya. Masalah peraturan ini berada dalam domain peran
negara. Peran negara dianggap mesin atau power, yang dianggap
potensial menjadi sumberdaya ekonomi atau sebaliknya sebagai
ancaman yang merugikan perusahaan-perusahaan atau industri.
Jadi posisi negara sangat jelas sebagai pemegang otoritas
kekuasaan, tidak saja atas bidang politik tetapi juga untuk bidang
ekonomi. Dalam bidang ekonomi, negara bisa mengeluarkan
peraturan ekonomi, seperti proteksi, lisensi, pencadangan usaha,
dan sebagainya.
Seperti pada pareto, suatu peraturan berdampak positif
pada satu pihak tetapi dapat berdampak negatif pada pihak lain.
Inilah yang menjadi pokok bahasan utama dari teori regulasi
ekonomi karena adanya suatu peraturan yang diberlakukan oleh
pemerintah. (Rachbini, 2004:13).
B. EKONOMI POLITIK
Menurut Stigler (Rachbini, 2006:89), ada dua alternatif
pandangan tentang bagaimana peraturan diberlakukan. Pertama,
peraturan dilembagakan terutama untuk memberlakukan proteksi
dan kemanfaatan tertentu untuk publik atau sebagian sub-kelas
dari publik tersebut. Tujuan adanya regulasi ekonomi adalah
manfaat ekonomi yang diberikan oleh negara atau pemerintah
kepada masyarakat. Kedua, suatu tipe analisa dimana proses
politik dianggap sebagai suatu proses politik biasa dimana di
dalam pasar politik ada permintaan dan penawaran barang publik
berupa regulasi ekonomi. Jika konstituen tertentu merasa telah
mendukung pemerintah dalam suatu kontrak politik seperti
pemilihan umum, maka wajar jika konstituen tersebut meminta
adanya regulasi ekonomi yang melindungi kepentingan ekonomi
dan memberi manfaat kesejahteraan.
Sejalan dengan perkembangan ilmu ekonomi politik yang
menunjukkan gairah dan semangat baru, lalu lahir dan tumbuh
dua perspektif teori ekonomi politik, yakni:
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
7
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
1. Rational choice
Asumsi dasar dari pendekatan rasional ini bahwa
manusia pada dasarnya egois, rasional dan selalu berupaya
untuk memaksimumkan utilitasdan keuntungan untuk dirinya.
Dalam pandangan ini, individu sebagai aktor diasumsikan
mempunyai serangkaian hak milik khusus (set of properties)
termasuk seperangkat selera atau preferensi tertentu. Karena
hak milik tersebut, maka manusia menjadi pelaku ekonomi
yang
mempunyai
kapasitas
untuk
memutuskan
secara
rasional dalam memilih berbagai alternatif pilihan ekonomi.
Pendekatan ini juga dapat digunakan untuk mempelajari sikap
pemerintah
dalam
proses
pengambilan
keputusan
bagi
kebijakan publik.
2. Public choice
Public choice memusatkan kajiannya pada aspek fungsi
pilihan sosial (social choice function) atau eksplorasi terhadap
pencapaian kesejahteraan sosial (properties of social welfare).
Penekanan dalam menilai keputusan-keputusan yang rasional
oleh pemerintah.
C. KEBIJAKAN PUBLIK
Studi kebijakan publik dapat menempatkan kebijakan publik
sebagai independent variable sehingga berusaha mengidentifikasi
apa dampak dari suatu kebijakan publik.
Kebijakan publik menurut Thomas Dye dalam Subarsono
(2009:2) adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau
tidak melakukan (public policy is whatever goverment choose to
do or not to do). Konsep tersebut sangat luas karena kebijakan
publik mencakup sesuatu yang tidak dilakukan oleh pemerintah di
samping yang dilakukan oleh pemerintah ketika pemerintah
menghadapi sesuatu masalah publik.
Definisi
kebijakan
publik
dari
Thomas
Dye
tersebut
mengandung makna bahwa :
1. Kebijakan publik tersebut dibuat oleh badan pemerintah,
bukan organisasi swasta;
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
8
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
2. Kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan
atau
tidak dilakukan oleh badan pemerintah. Kebijakan
pemerintah untuk tidak membuat program baru atau tetap
pada status quo, misalnya adalah sebuah kebijakan publik.
James E. Anderson (ibid:2) mendefinisikan kebijakan publik
sebagai kebijakan yang yang ditetapkan oleh badan-badan dan
aparat pemerintah. Walaupun disadari bahwa kebijakan publik
dapat dipengaruhi oleh para aktor dan faktor dari luar pemerintah.
Lingkup kebijakan publik sangat luas karena mencakup
berbagai sektor atau bidang pembangunan, seperti kebijakan
publik di bidang pendidikan, pertanian, kesehatan, transportasi,
pertahanan dan sebagainya. Namun yang akan kami bahas di sini
adalah kebijakan Pemerintah Kota Yogyakarta di bidang ekonomi
dan bagaimana kebijakan tersebut mampu mendistribusikan nilai
kepada masyarakat.
BAB III
PEMBAHASAN
A. PROFIL KOTA YOGYAKARTA
Kota Yogyakarta memiliki luas wilayah sekitar 32.5 Km 2 atau
1.02 % dari luas wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Kota ini
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
9
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
memiliki 14 Kecamatan, dengan batas wilayah sebelah utara
Kabupaten Sleman, sebelah timur Kabupaten Bantul dan Sleman,
sebelah selatan Kabupaten Bantul, sebelah barat Kabupaten
Bantul dan Sleman.
Jarak terjauh dari utara ke selatan kurang lebih 7.5 Km dan
dari barat ke timur kurang lebih 5.6 Km. Kota Yogyakarta yang
terletak di daerah dataran lereng aliran Gunung Merapi memiliki
kemiringan lahan yang relatif datar (antara 0-2%) dan berada
pada ketinggian rata-rata 114 meter dari permukaan air laut.
Sebagian wilayah dengan luas 1.657 hektar terletak pada
ketinggian kurang dari 100 meter dan sisanya (1.593 hektar)
berada pada ketinggian antara 100-199 meter. Sebagian besar
jenis tanahnya adalah regosol. Terdapat tiga sungai yang mengalir
dari arah utara ke selatan, yaitu Sungai Gajah Wong yang
mengalir di bagian timur Kota Yogyakarta, Sungai Code di bagian
tengah Kota Yogyakarta dan Sungai Winongo di bagian barat Kota
Yogyakarta.
Kota Yogyakarta memiliki satu bandara, yaitu Bandara Adi
Sutjipto dan memiliki satu kawasan industri, yaitu Kawasan
Pengembangan Pasar Seni dan Kerajinan Kecamatan Umbulharjo.
Walikota Yogyakarta saat ini adalah Hayadi Suyuti dan Wakil
Walikota, Imam Priyono.
Pendapatan Domestik Regional Bruto Daerah (PDRBD) Kota
Yogyakarta meliputi sektor Pertanian, Pertambangan, Industri
Pengolahan, Listrik dan Air Bersih, Perdagangan, Hotel, Restoran,
Angkutan/Komunikasi,
Untuk
bisnis
Bank/Keuangan/Perumahan,
waralaba
minimarket
termasuk
dan
dalam
Jasa.
sektor
perdagangan. Berdasarkan Data BPS Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta yang di-update tanggal 10 Agustus 2012 diketahui
bahwa
Sektor
Perdagangan,
Hotel,
dan
Restoran
menjadi
penyumbang pendapatan daerah terbesar dalam kurun dua tahun
terakhir seperti yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Pendapatan Domestik Regional Bruto Daerah Kota Yogyakarta
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
10
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
Tahun
2011
Rupiah
Sektor
2010
Rupiah
(juta)
%
16,
(juta)
3.555.797
1
0,7
3.632.681
6
156.711
1
13,
139.967
0,67
13,2
Industri Pengolahan
2.983.167
5
0,9
2.793.580
7
Listrik dan Air Bersih
201.243
1
9,8
193.027
0,92
Bangunan
Perdagangan, Hotel,
2.187.805
9
20,
2.040.306
9,7
20,8
Restoran
Angkutan/Komunikasi
4.611.402
2.430.696
8
11
9,8
4.383.851
2.250.664
3
10,7
Bank/Keu/Perum
2.185.221
7
17,
2.024.368
9,62
17,0
Jasa
3.817.665
3
10
3.585.598
4
Pertanian
Pertambangan
%
17,2
Total
22.129.707
0 21.044.042
100
Sumber: BPS Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun
2012
B. KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET
Dalam kenyataannya, Pemerintah Kota Yogyakarta tidak
kemudian menumpukan harapan atas pendapatan daerahnya
pada sektor perdagangan ini saja di mana waralaba minimarket
menjadi salah satu pemasok pendapatannya. Walaupun menjadi
salah satu sektor penyumbang pendapatan daerah terbesar tidak
menjadikan
waralaba
minimarket
ini
bebas
tumbuh
dan
berkembang di Kota Yogyakarta. Pemerintah Kota Yogyakarta
justru melakukan pembatasan pertumbuhan waralaba minimarket
ini. Satu hal yang mungkin bagi pemerintah daerah lain menjadi
hal
yang
harus
dipertimbangkan
dengan
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
sangat
matang.
11
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
Faktanya, Pemerintah Kota Yogyakarta serius menanggapi hal ini.
Terbukti dengan diterbitkannya Peraturan Walikota Yogyakarta
Nomor 79 Tahun 2010 tentang Pembatasan Usaha Waralaba
Minimarket di Kota Yogyakarta yang ditetapkan sejak tanggal 22
Nopember 2010. Peraturan Walikota ini diterbitkan berdasarkan
hasil evaluasi terhadap Pelaksanaan Peraturan Walikota Nomor 89
Tahun 2008 tentang Pembatasan Usaha Waralaba Minimarket Di
Kota Yogyakarta. Selain itu, melalui peraturan ini diharapkan dapat
memberdayakan
Usaha
Mikro,
Kecil
dan
Menengah
serta
mencegah terjadinya penguasaan pasar dan pemusatan usaha
oleh orang-perseorangan atau kelompok tertentu yang telah
mempunyai jaringan usaha secara nasional yang merugikan
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di wilayah Kota Yogyakarta.
Pembatasan yang dimaksudkan dalam Peraturan Walikota
tersebut menyebutkan bahwa usaha waralaba minimarket harus
berjarak paling dekat 400 (empat ratus) meter dari pasar
tradisional. Selain pengaturan jarak, Peraturan Walikota tersebut
juga membatasi lokasi yang dibolehkan untuk usaha waralaba
minimarket seperti dalam tabel berikut:
Tabel 2. Jalan-jalan di Kota Yogyakarta yang Diperbolehkan
untuk Usaha Waralaba Minimarket
N
o
1
2
3
Nama Jalan
N
Nama Jalan
Jalan Abu Bakar Ali
Jalan Adi Sucipto
Jalan AM Sangaji
o
22
23
24
Jalan Ngeksigondo
Jalan Parangtritis
Jalan Perintis
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Jalan
Jalan
Jalan
Jalan
Jalan
Jalan
Jalan
Jalan
Jalan
Jalan
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
Kemerdekaan
Jalan Piere Tendean
Jalan Pramuka
Jalan RE Martadinata
Jalan Suryopranoto
Jalan Tamansiswa
Jalan Urip Sumoharjo
Jalan Veteran
Jalan Jend. Sudirman
Jalan Prof. Yohanes
Jalan Hayam wuruk
14
Harsono/Timoho
Jalan KH Ahmad Dahlan
35
Jalan P. Mangkubumi
Bantul
Bhayangkara
Brigjen Katamso
Dr. Sutomo
Gajah Mada
Gayam
Gandekan Lor
Gedong Kuning
HOS Cokroaminoto
Ipda Tut
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
12
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
N
N
Nama Jalan
Nama Jalan
o
o
15 Jalan KH Wakhid Hasyim
36 Jalan DI. Panjaitan
16 Jalan Kusumanegara
37 Jalan Sisingamangaraja
17 Jalan Kyai Mojo
38 Jalan Sorogenen
18 Jalan Magelang
39 Jalan Tegalturi
19 Jalan Malioboro
40 Jalan Glagahsari
20 Jalan Mataram
41 Jalan Dagen
21 Jalan Menteri Supeno
Sumber: Lampiran II Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor
79 Tahun 2010
Jumlah usaha waralaba minimarket juga menjadi hal yang
dibatasi dan tertuang dalam Peraturan Walikota tersebut yang
dibagi
berdasarkan
jumlah
kecamatan
yang
ada
di
Kota
Yogyakarta dengan ketentuan jumlah sebagai berikut:
Tabel 3. Jumlah Maksimal Usaha Waralaba Minimarket di Tiap
Kecamatan
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
KECAMATAN
JUMLAH
TEGALREJO
4
DANUREJAN
3
JETIS
3
GEDONG TENGEN
3
GONDOKUSUMAN
8
PAKUALAMAN
2
GONDOMANAN
2
KRATON
0
WIROBRAJAN
3
MANTRIJERON
3
MERGANGSAN
6
NGAMPILAN
3
UMBULHARJO
9
KOTAGEDE
3
JUMLAH
52
Sumber: Lampiran II Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor
KECAMATAN
KECAMATAN
KECAMATAN
KECAMATAN
KECAMATAN
KECAMATAN
KECAMATAN
KECAMATAN
KECAMATAN
KECAMATAN
KECAMATAN
KECAMATAN
KECAMATAN
KECAMATAN
79 Tahun 2010
Dari tabel di atas diketahui bahwa jumlah usaha waralaba
minimarket yang sesuai ketentuan Peraturan Walikota tidak akan
lebih dari 52 gerai.
C. PELAKSANAAN KEBIJAKAN
1. Pasar Modern Versus Pasar Tradisional
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
13
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
Selama ini pendirian toko modern seperti minimarket
diatur oleh pemerintah daerah dan banyak menjamur dengan
alasan guna meningkatkan pendapatan asli daerah. Oleh
karena itu, harus dihindari implementasi peraturan di tingkat
pusat terdistorsi di lapangan akibat pemerintah daerah
menerbitkan
peraturan
aturan
di
sendiri
atasnya.
yang
bertentangan
Pemerintah
Kota
dengan
Yogyakarta
menerbitkan kebijakan pembatasan usaha waralaba lebih
cepat dua tahun dibandingkan pemerintah pusat. Peraturan
Walikota
Yogyakarta
Nomor
79
Tahun
2010
tentang
Pembatasan Usaha Waralaba Minimarket di Kota Yogyakarta
ditetapkan sejak tanggal 22 Nopember 2010, dan Pemerintah
Pusat baru mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan
Republik Indonesia dengan Nomor 68/M-DAG/PER/10/2012
tentang Waralaba untuk Jenis Usaha Toko Modern yang
membatasi jumlah gerai/outlet waralaba minimarket di tiap
daerah tidak boleh lebih dari 150 gerai yang ditetapkan sejak
tanggal 29 Oktober 2012. Pada pelaksanaannya Peraturan
Menteri Perdagangan tersebut sudah terakomodir dalam
Peraturan Walikota. Karena pada dasarnya, Pemerintah Kota
Yogyakarta sepertinya sudah lebih dulu memahami bahwa
pengaturan
mengenai
toko
modern
seperti
minimarket
merupakan bagian dari pengelolaan perekonomian nasional.
Pasal 33 ayat (1) dan ayat (4) dalam UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 memberikan pedoman mengenai dasar
dan penyelenggaraan perekonomian nasional. Pasal 33 ayat
(4)
menyatakan,
berdasar
atas
kebersamaan,
perekonomian
demokrasi
nasional
ekonomi
efisiensi-berkeadilan,
diselenggarakan
dengan
prinsip
berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Menurut
Nasution
(2007:...),
perekonomian
diatur
secara baik dengan maksud agar kegiatan ekonomi dapat
menyejahterakan semua orang. Keteraturan dalam seluruh
sektor ekonomi mulai dari produksi, konsumsi, dan distribusi,
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
14
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
serta
keteraturan
dalam
berbagai
kegiatan
seperti
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan penilaian, yang
akan menghasilkan kesejahteraan.
Asshiddiqie (2010:...) menyatakan, kegiatan ekonomi
digerakkan oleh mekanisme pasar yang dikendalikan oleh
pemerintah
menuju
ekonomi
pasar
yang
efisien,
tetapi
berkeadilan. Peran pemerintah, tidak terbatas hanya sebagai
regulator, tetapi juga melakukan tindakan yang diperlukan dan
bahkan menjadi pelaku langsung apabila timbul eksternalitas
negatif, kegagalan dalam mekanisme pasar, ketimpangan
ekonomi, atau kesenjangan sosial.
Dalam
pasar
perkembangannya,
modern
jauh
penetrasi
melambung
tinggi
pembangunan
dibanding
pasar
tradisional yang pertumbuhannya cederung negatif. Dalam
survei AC Nielson, pasar modern telah tumbuh sebesar
31,4%. Bersamaan dengan itu, pasar tradisional telah tumbuh
secara negatif sebesar 8%. Berdasarkan data tersebut, para
ekonom kemudian memprediksi bahwa dalam kurun waktu 12
tahun lagi, pasar tradisional akan habis tersapu oleh ekspansi
pasar modern.
Secara umum terdesaknya pedagang pasar tradisional
atau
pebisnis
retail
lokal,
di
antaranya
dalam
bentuk
menurunnya omset penjualan. Salah satu penelitan yang
dilakukan di daerah Yogyakarta menemukan, penurunan ratarata sebesar –5,9%, di mana penurunan yang lebih besar
dialami oleh kelompok pedagang dengan aset antara Rp 5-15
juta, Rp 15-25 juta, dan di atas Rp 25 juta, yang masingmasing mengalami penurunan sebesar –14,6%, –11%, dan –
20,5%. Berdasarkan kewilayahan, penurunan omset tertinggi
dialami oleh pedagang di kota Yogyakarta dan kabupaten
Sleman, masing-masing sebesar – 25,5% dan – 22,9% (sumber
: www.pasardana.com dalam artikel yang berjudul “12 Tahun
Lagi Pasar Tradisional Bakal Tutup”).
Pasar modern yang dikelola secara profesional memiliki
banyak keunggulan dibanding dengan pasar tradisional yang
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
15
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
kebanyakan berkembang secara alamiah saja. Dari segi
kelengkapan
barang,
menghadirkan
pelanggan
aneka
pasar
tradisional
macam
barang
lebih
yang
mampu
diinginkan
karena memiliki divisi khusus marketing yang
memang bertugas untuk mengembangkan penjualan. Dari sisi
harga, pasar modern sangat mungkin memberikan harga yang
relatif murah oleh karena peritel besar biasanya menjadi
rantai distribusi paling pertama dari sebuah produk, yang
memungkinkan peritel tersebut mendapatkan harga khusus.
Di samping itu juga, peritel besar telah memproduksi sendiri
beberap produk hingga harga jualnya pun semakin bisa
bersaing dengan pasar tradisional.
Bila harga dan keanekaragaman barang yang dimiliki
pasar modern ternyata sebanding dengan pasar tradisional,
maka sudah bisa dipastikan para pembeli atau masyarakat
akan lebih memilih berbelanja di pasar modern oleh karena
dari sisi kenyamanan dan pelayanan serta keamanan, sudah
jelas jauh lebih baik dibanding pasar tradisional.
Terancamnya kelangsungan pasar tradisional juga bisa
berimbas kepada perkembangan industri kecil lainnya yang
baru bisa memasarkan produknya di pasar tradisional. Oleh
karena peritel besar cenderung memiliki standarisasi produk
yang lebih tinggi, yang mungkin saja belum bisa dipenuhi oleh
industri kecil.
Mencermati kondisi yang tidak seimbang ini, pasar
modern tidak seharusnya dibiarkan bersaing secara bebas
dengan pasar tradisional. Karena hal ini justu bisa bermuara
pada praktek monopoli dan oligopoli. Untuk itu diperlukan
regulasi dari pemerintah untuk melindungi pasar tradisional
agar bisa terus hidup dan berkembang.
Direktorat
Jenderal
Perdagangan
Dalam
Negeri,
Departemen Perdagangan Republik Indonesia (1997) dalam
Jurnal Bisnis dan Ekonomi mendefiniskan pasar tradisional
sebagai tempat transaksi barang atau jasa antara penjual dan
pembeli, yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
16
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
a. Memperjualbelikan
barang/jasa
kebutuhan
sehari-hari
secara eceran;
b. Melibatkan banyak pedagang eceran berskala kecil;
c. Bangunan dan fasilitas pasarnya relatif sederhana;
d. Pemilikan dan pengelolaannya umumnya oleh pemerintah
daerah.
Ketika toko modern milik asing menjamur dan membuat
pasar
tradisional
sulit
berkembang,
maka
pemerintah
melakukan penataan melalui peraturan menteri dalam negeri,
termasuk kewajiban melakukan kemitraan dengan usaha
mikro, kecil, dan menengah. Peraturan ini menunjukkan
keberpihakan pemerintah kepada usaha mikro, kecil dan
menengah, dan sesuai prinsip-prinsip demokrasi ekonomi.
Dalam hal ini diperlukan peran pemerintah dan pemerintah
daerah untuk melakukan pengawasan dan pembinaan. Dan
untuk
hal
ini
Pemerintah
Kota
Yogyakarta
sudah
melakukannya. Pemerintah Kota Yogyakarta sudah melakukan
pembatasan jumlah usaha waralaba minimarket, yakni hanya
mengizinkan sebanyak 52 (lima puluh dua) saja di wilayah
Kota Yogyakarta dengan mempertimbangkan jumlah pasar
tradisional yang sudah lebih dulu ada dan berkembang di Kota
Yogyakarta. Berikut daftar pasar tradisional di Kota Yogyakarta:
Tabel 4. Pasar Tradisional di Kota Yogyakarta
N
Pasar
o
1
2
Tradisional
Bringharjo
Pathuk
3
Kranggan
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Pingit
Kembang
Karangwaru
Demangan
Reksonegaran
Terban
Gendeng
Sanggarahan
Sentul
Lempuyangan
Alamat
Jalan Pabringan Nomor 1
Jalan Bhayangkara
Jalan Pangeran Diponegoro
Nomor 20
Jalan Kyai Mojo
Jalan Pasar Kembang
Jalan Magelang
Jalan Gejayan Nomor 28
Jalan Urip Sumoharjo Nomor 22
Jalan C. Simanjuntak
Jalan Tri Dharma
Jalan Mawar
Jalan Sultan Agung Nomor 52
Jalan Hayam Wuruk
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
17
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
N
Pasar
Alamat
o
Tradisional
14 Sawo
Jalan Prawirodirjan
15 Ledog Gm
Lobaninggratan – Prawirodirjan
16 Paco
Kusumanegara
17 Kotagede
Mondorakan Nomor 172
18 Gedongkuning
Kebun Raya
19 Tunjungsari
Menteri Supeno Nomor 46
20 Giwangan
Imogiri Nomor 212
21 Sarangan
R.E. Martadinata
22 Legi
Bugisan Nomor 12
23 Sonen
Kampung Pathuk RT 33/RW 07
24 Suryobranten
K.H. Ahmad Dahlan Nomor 134
25 Ngasem
Polowijo Nomor 11
26 Ngadikusuman
Suryopuran
27 Gading
Mayjen Panjaitan
28 Pujokusuman
Dalem Pujokusuman Kaparakan
29 Karangkajen
Sisingamangaraja
30 Prawirotaman
Parangtritis Nomor 103
31 Ciptomulyo
Sisingamangaraja Nomor 1
32 Pakuncen
H.O.S Cokroaminoto
Sumber: Dinas Pengelolaan Pasar Kota Yogyakarta
Tahun 2009
2. Analisa Ekonomi Politik
a. Aspek Ekonomi
Jika ditinjau dari aspek ekonomi, tentu kebijakan
pembatasan usaha waralaba minimarket di Kota Yogyakarta
ini akan memberi dampak positif bagi para pelaku usaha
ekonomi
mikro
di
Kota
Yogyakarta.
Secara
langsung
kebijakan ini akan menyelamatkan usaha-usaha mikro
dalam bidang perdagangan di wilayah Kota Yogyakarta.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah sang
penentu kebijakan dalam hal ini adalah Walikota Yogyakarta
memiliki
motif
mengeluarkan
ekonomi
kebijakan
juga
sehingga
pembatasan
dengan
usaha
sigap
waralaba
minimarket di Kota Yogyakarta? Menjawab pertanyaan
tersebut penjelasannya adalah sebagai berikut:
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
18
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
1) Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 79 Tahun 2010
tentang Pembatasan Usaha Waralaba Minimarket di
Kota Yogyakarta yang ditetapkan sejak tanggal 22
Nopember 2010 dikeluarkan pada masa kepemimpinan
Herry Zudianto.
2) Latar belakang profesi Sang Walikota, Herry Zudianto
adalah pengusaha. Beliau memang memiliki usaha
retail tetapi dalam bidang dan jenis yang berbeda.
Herry Zudianto memiliki Toko Batik Margaria, Toko
Busana Muslim Al Fath, Karita, Annisa, dan Arrahma
yang keseluruhannya tergabung dalam Margaria Group
dan Al Fath Group, dan ini bukan termasuk jenis usaha
waralaba minimarket. Jadi dapat disimpulkan bahwa
tidak ada kepentingan ekonomi pribadi Sang Walikota
dalam hal pembatasan usaha waralaba minimarket di
Kota Yogyakarta ini;
3) Kebijakan pembatasan usaha waralaba minimarket ini
lebih pada usaha menyelamatkan para pelaku usaha
mikro, khususnya para pedagang tradisional agar tidak
tergerus dengan keberadaan waralaba minimarket yang
semakin menjamur;
4) Di sisi lain, kebijakan pembatasan usaha waralaba
minimarket ini jauh lebih memberikan keuntungan bagi
pendapatan asli daerah Kota Yogyakarta. Kalkulasinya
adalah keberadaan pasar tradisional dimanfaatkan oleh
para pedagang tradisional dengan sistem sewa kepada
Pemerintah Kota Yogyakarta. Para pedagang tradisional
menyewa los/kios yang ada di pasar tradisional secara
bulanan ataupun tahunan. Uang sewa ini akan diterima
Pemerintah Kota Yogyakarta sebagai pendapatan asli
daerahnya setiap bulan atau tahun. Selain itu, para
pedagang tradisional juga masih harus membayar
retribusi
pelayanan
pasar
berupa
biaya
kebersihan/persampahan setiap harinya dan ini akan
menambah pendapatan Pemerintah Kota Yogyakarta.
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
19
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
Pendapatan yang rutin setiap bulan dan harinya ini jauh
lebih memberikan keuntungan bagi Pemerintah Kota
Yogyakarta
dibandingkan
dengan
pendapatan
dari
retribusi izin usaha waralaba minimarket. Kalaupun ada
biaya tambahan lain adalah kemungkinan perpanjangan
izin usaha dan ini tidak rutin setiap harinya. Pemasukan
rutinnya dari usaha waralaba minmarket yang diperoleh
Pemerintah
Kota
Yogyakarta
hanya
dari
retribusi
pelayanan kebersihan/persampahan mengingat lokasi
dan tempat usaha waralaba minimarket dimiliki secara
pribadi bukan milik pemerintah.
b. Aspek Politik
Herry Zudianto mengeluarkan Peraturan Walikota
Yogyakarta Nomor 79 Tahun 2010 tentang Pembatasan
Usaha Waralaba Minimarket di Kota Yogyakarta ini di masamasa akhir kepemimpinannya. Peraturan ini dikeluarkan
satu
tahun
menjelang
masa
kepemimpinan
periode
keduanya berakhir. Jika melihat kondisi seperti ini tidak
tampak adanya kepentingan politik pribadi Sang Walikota
pada masa itu. Kebijakan pembatasan usaha waralaba
minmarket di Kota Yogyakarta ini murni sebagai bentuk
kebijaksanaan
Sang
Walikota
untuk
menyelamatkan
perekonomian warga masyarakatnya.
D. DAMPAK
EKONOMINYA
BAGI
MASYARAKAT
KOTA
YOGYAKARTA
1. Dampak Positif
Diberlakukannya Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor
79
Tahun
2010
tentang
Pembatasan
Usaha
Waralaba
Minimarket di Kota Yogyakarta tentu memiliki tujuan yang
berdampak langsung pada aspek ekonomi masyarakatnya yang
antara lain untuk:
a. Memberdayakan usaha mikro, kecil dan menengah di
wilayah Kota Yogyakarta;
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
20
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
b. Mencegah
pembentukan
struktur
pasar
yang
dapat
melahirkan persaingan yang tidak wajar dalam bentuk
monopoli, oligopoli dan monopsoni yang merugikan usaha
mikro, kecil dan menengah;
c. Mencegah terjadinya penguasaan pasar dan pemusatan
usaha oleh orang-perseorangan atau kelompok orang atau
badan tertentu yang dapat merugikan usaha mikro, kecil
dan menengah;
d. Menumbuhkan
dan
meningkatkan
kemampuan
usaha
mikro, kecil dan menengah menjadi usaha yang tangguh
dan mandiri;
e. Meningkatkan peran usaha mikro, kecil dan menengah
dalam perluasan kesempatan kerja dan berusaha serta
peningkatan dan pemerataan pendapatan yang seimbang,
berkembang dan berkeadilan.
f.
Mengurangi
perilaku
konsumtif
masyarakat
Kota
Yogyakarta;
g. Menjaga nilai tradisi/orisinalitas kebiasaan masyarakat Kota
Yogyakarta, contoh: bersosialisasi di angkringan;
h. Kebijakan pembatasan usaha waralaba minimarket di Kota
Yogyakarta
menjadi
manifestasi
perlindungan
dan
pengembangan pasar tradisional.
2. Dampak Negatif
a. Membatasi peluang berusaha atau peluang atas datangnya
investor-investor khususnya yang akan bergerak di bidang
waralaba minimarket.
b. Mengurangi kesempatan kerja bagi penduduk lokal;
c. Berkurangnya pendapatan retribusi izin usaha perdagangan
di wilayah Kota Yogyakarta.
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
21
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Langkah Pemerintah Kota Yogyakarta telah menunjukkan
keberpihakan pemerintah terhadap sektor ekonomi informal,
khususnya dalam hal perlindungan dan pengembangan pasar
tradisional;
2. Persaingan ketat antara pasar modern dan pasar tradisional
nampak dari perkembangan pasar modern yang menawarkan
berbagai kelebihan secara tidak terbendung. Keberadaan
pasar ini membawa dua dampak baik positif maupun negatif.
Perkembangan yang tidak dikendalikan dan diarahkan akan
mengancam pasar tradisional sebagai pemain lama dengan
segala image yang melekat kepadanya. Namun di sisi lain
pasar
modern
juga
berperan
sebagai
pesaing
yang
menstimulus pasar tradisional untuk melakukan perbaikan dan
meningkatkan
tantangan
memberi
daya
bagi
ruang
perkembangan
saingnya.
pemerintah
gerak
dua
untuk
yang
pasar
Kondisi
adil
tersebut
dapat
dan
ini
merupakan
mengatur
seimbang
untuk
dan
bagi
menciptakan
kepuasan bagi semua pihak termasuk masyarakat sebagai
konsumen;
3. Peraturan Walikota menjawab kebutuhan akan adanya payung
hukum untuk mengatur persaingan antara pasar modern dan
tradisional atau persaingan antar mereka sendiri. Persaingan
antara pasar modern dan tradisional yang semakin ketat
membutuhkan pengaturan oleh pemerintah agar persaingan
berjalan adil dan tidak saling meniadakan. Kewenangan
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
22
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
pemerintah di era otonomi daerah ini menjadi lebih leluasa
untuk menciptakan produk hukum yang lebih berkeadilan dan
tepat sasaran.
B. Saran
1. Perlindungan dan pengembangan pasar tradisional maupun
sektor ekonomi informal lainnya (misalnya, toko kelontong)
melalui upaya pembatasan waralaba minimarket saja belum
cukup.
Untuk
itu,
harus
diikuti
dengan
upaya
yang
komprehensif dan integral untuk mengangkat usaha para
pedagang kecil, antara lain :
a. Melindungi eksistensi pasar tradisional melalui revitalisasi
pasar tradisional;
b. Mengangkat usaha pedagang dengan menyediakan akses
permodalan yang lebih mudah;
c. Memastikan kebijakan dalam bentuk Peraturan Walikota
Yogyakarta Nomor 79 Tahun 2010 tentang Pembatasan
Usaha Waralaba Minimarket di Kota Yogyakarta dapat
dilaksanakan dengan baik dengan memberikan sanksi tegas
atas setiap pelanggaran yang dilakukan.
2. Dengan adanya usaha waralaba minmarket di Kota Yogyakarta
dan agar tercipta kondisi yang harmonis maka dapat dibangun
hubungan mitra kerja dengan pelaku usaha ekonomi mikro
lokal di Kota Yogyakarta sehingga tercipta kondisi persaingan
yang lebih baik;
3. Dengan semakin ketatnya persaingan pasar, hendaknya dapat
mendorong
para
pelaku
usaha
ekonomi
mikro
untuk
meningkatkan kompetensinya dengan menciptakan inovasiinovasi baru dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat
dengan tetap menjaga nilai tradisi Kota Yogyakarta.
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
23
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Asshiddiqie, J. 2010. Konstitusi Ekonomi. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Nasution, M. 2007. Mewujudkan Demokrasi Ekonomi dengan Koperasi.
Jakarta: Penerbit PIP Publishing.
Rachbini,
Didik
J.
2004.
Ekonomi
Politik
Kebijakan
dan
Strategi
Pembangunan. Jakarta: Penerbit Granit.
_________________. 2006. Ekonomi Politik dan Teori Pilihan Publik. Bogor:
Ghalia Indonesia.
Subarsono, AG. 2009. Analisis Kebijakan Publik Konsep, Teori dan
Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jurnal:
Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik: “Kebijakan Pembatasan Waralaba
Restoran dan Toko Modern”. Vol. V, No. 04/II/P3DI/Februari/2013.
Pusat
Pengkajian,
Pengolahan
Data
dan
Informasi
(P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI;
Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE): “Analisis Industri Ritel di Indonesia”. Vol.
15, No. 2, September 2008. Universitas Stikubank Semarang.
Website:
http://jogja-kota.go.id;
http://kemendagri.go.id.
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
24
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA
YOGYAKARTA
DAN DAMPAK EKONOMINYA
http://pasardana.com/tag/omzet, diakses pada tanggal 29 Oktober 2013
pukul 09.29 WIB
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013
Universitas Gadjah Mada
25