Penerapan Peraturan Penenggelaman Kapal fresh

Penerapan Peraturan Penenggelaman Kapal Asing yang Awaknya Melakukan Praktik
Illegal Fishing dalam mewujudkan Indonesia sebagai Negara Poros Maritim Dunia
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 13.667 pulau dengan
total panjang garis pantai lebih dari 81.000 km, Indonesia telah menyimpan potensi
sumber daya hayati maupun non hayati yang besar yang terletak dari perairan pedalaman
hingga Zona Ekonomi Eksklusif. Sehingga sektor perikanan dalam hal ini merupakan
salah satu potensi sumber daya hayati laut terbesar Indonesia.1 Maka dari itu, sektor
perikanan di Indonesia telah mengemban peranan penting yang strategis dalam
pembangunan perekonomian nasional, terutama dalam meningkatkan perluasan
kesempatan kerja, pemerataan pendapatan, dan peningkatan taraf hidup bangsa pada
umumnya seperti nelayan kecil, pembudidaya ikan-ikan kecil, dan pihak-pihak pelaku
usaha di bidang perikanan. Sehingga harapannya, dengan strategi dan pengelolaan yang
terstruktur dan sistematis, potensi Indonesia di bidang perikanan diharapkan dapat
menjadi tulang punggung pembangunan nasional senafas dengan visi Presiden Jokowi
yang ingin menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Walau begitu dalam upaya
memanfaatkan potensi perikanan Indonesia secara optimal, kerap kali Indonesia
dihadapkan oleh berbagai macam tantangan dan kesulitan. Salah satunya adalah
maraknya kasus tindak pidana perikanan yang dikenal pula dengan istilah Illegal,
Unreported, Unregulated Fishing (IUU-Fishing).2
Illegal fishing dapat diartikan sebagai kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan
oleh orang atau kapal asing pada suatu perairan yang menjadi jurisdiksi suatu negara

tanpa izin dari negara tersebut atau kegiatan penangkapan ikan yang bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.3 Beberapa faktor penyebab timbulnya
Illegal fishing di perairan Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung yang
sulit diatasi berdasarkan Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia, antara lain : (1)
1 Bambang Agus Murtidjo, Budi Daya Kerapu Dalam Tambak, Kanisius, Yogyakarta, 2002, hal.7.
2 Berita online, Illegal Fishing Kejahatan Transnasional yang Dilupakan, dapat diakses di http://
news.detik.com/read/2009/10/09/080806/1218292/471/illegal-fishing-kejahatan-transnasionalyangdilupakan.
3 Mukhtar, “Illegal Fishing di Indonesia”, diakses dari: http://mukhtar-api.blogspot.co.id/2011/05/illegalfishing-di-indonesia.html

Span of control yang sangat luas sehingga pengawasan menjadi tidak mudah; (2)
Kemampuan armada pengawasan laut Indonesia masih sangat terbatas; (3) Law
enforcement yang masih lemah, mulai dari instansi penegak hukum dan instansi pemberi
izin masalah perikanan yang melindungi aktifitas Illegal fishing. Terlihat pada putusan
hukum atas tindak pidana Illegal fishing yang tidak tegas; (4) Lemahnya peraturan
mengenai keberadaan kapal ikan asing, sehingga masih membiarkan akan keberadaan
kapal asing tersebut di wilayah yuridiksi perairan Indonesia; (5) Lemahnya kemampuan
sumber daya nelayan, karena armada penangkapan ikan dan penguasaan teknologi yang
masih tergolong sederharna dengan kapal ukuran kecil yang berdaya jelajah kecil dan
tidak dapat berlayar dalam jangka waktu lama.4
Bedasarkan paparan diatas dapat kita simpulkan bahwa walau hampir 75 persen

daerah kedaulatan Indonesia di dominasi oleh laut, ironisnya hingga saat ini kedaulatan
maritim Indonesia masih dipandang sebelah mata oleh sebagian besar pihak. Padahal
Pengelolaan

kelautan

harus

merefleksikan

kedaulatan

bangsa

yang

dijaga

keberlangsungan dan keberlanjutannya. Pengeloaan kelautan haruslah bertujuan untuk
menjadikan segala sumber dayanya menjadi bermanfaat yang mampu mensejahterakan

dan memakmurkan rakyat Indonesia. Sebagaimana telah diamanatkan dalam konstitusi
dasar Indonesia yakni Pasal 33 UUD 1945 ayat (3) yang berbunyi “Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar – besar kemakmuran rakyat”. Senafas dengan Pasal 33 tersebut, United
Nations Convention on the Law of the Sea 1982 yang kemudian diratifikasi Indonesia
melalui UU No 17 Tahun 1985 juga menjunjung sepaham bahwa “Setiap negara
mempunyai kewajiban untuk melindungi dan melestarikan lingkungan laut. Dan setiap
negara mempunyai hak berdaulat untuk memanfaatkan sumber-sumber kekayaan
alamnya sesuai dengan kewajibannya untuk melindungi dan melestarikan lingkungan
laut”. Namun pada praktiknya, penegakan hukum dalam hal ini masih terlampau lemah
dan bahkan ada daerah laut yang tidak pernah sama sekali terjamah oleh patroli aparat
TNI Angkatan Laut maupun Polisi Air. Kondisi ini telah membuka peluang bagi pelaku
4 Tanty S. Reinhart Thamrin, “Penegakan Hukum Laut Terhadap Illegal Fishing”, diakses dari:
https://www.academia.edu/13120162/PENEGAKAN_HUKUM_LAUT_TERHADAP_ILLEGAL_FISHIN
G

tindak pidana perikanan untuk melakukan aktifitas illegal fishing secara leluasa. Padahal
praktek penangkapan ikan secara ilegal merupakan tindak kriminal lintas negara yang
terorganisir yang harus diberantas karena telah menyebabkan kerusakan serius bagi
Indonesia. Selain merugikan secara ekonomi, sosial, dan ekologi praktik ini juga

mencederai kedaulatan bangsa Indonesia. Berdasarkan data yang dari Kementerian
Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia kerugian negara akibat aktivitas illegal
fishing mencapai 300 triliiun rupiah per tahun. 5 Angka tersebut setara dengan 25% dari
total potensi perikanan Indonesia. Tak hanya itu, besarnya angka kerugian tersebut juga
mengancam kesejahteraan nelayan lokal dan juga kelestarian sumber daya kelautan dan
perikanan. Pemaparan fakta diatas telah menjadi bukti nyata bahwa ketidakmampuan
Indonesia dalam mepertahankan kedaulatan maritimnya telah berimbas secara nyata dan
merugikan perekonomian Indonesia serta menghalangi kesejahteraan rakyat Indonesia itu
sendiri.
Maka guna memperkuat dan memperjelas kedaulatan bangsa Indonesia, Indonesia
telah mengambil tindakan tegas dalam menghadapi kapal asing yang melakukan praktik
illegal fishing di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP-RI), yaitu
dengan melakukan tindakan pembakaran dan/atau penenggelaman terhadap setiap kapal
asing yang telah terbukti melakukan illegal fishing di wilayah perairan Republik
Indonesia (RI).6 Kapal asing yang terbukti melakukan illegal fishing di Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia akan dikenakan sanksi administratif dan harus membayar uang
jaminan yang layak (reasonable bound). Prosedur penengelaman kapal tersebut
berpedoman kepada Pasal 69 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Perikanan, yang
menyatakan: “Kapal pengawas perikanan berfungsi melaksanakan pengawasan dan
penegakan hukum di bidang perikanan dalam wilayah pengelolaan perikanan Negara

Republik Indonesia; selanjutnya dalam melaksanakan fungsi sebagaimana tersebut
penyidik dan/atau pengawas perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa
pembakaran dan/atau penenggelaman kapal perikanan yang berbendera asing berdasarkan
bukti permulaan yang cukup.” Dalam Penjelasan Pasal 69 ayat (4) Undang-Undang
5 Berita online, Menteri Susi: Kerugian Akibat Illegal Fishing, dapat diakses di http://finance.
detik.com/read/2014/12/01/152125/2764211/4/menteri-susi-kerugian-akibat-illegal-fishing-rp- 240-triliun.
6 Berita online, Ditenggelamkan Susi: Cara Kapal Thailand Mencuri, 2015, dapat diakses di http:
//bisnis.tempo.co/read/news/2015/02/09/090640966/ditenggelamkan-susi-cara-kapal-thailand- mencuri.

Perikanan telah dijelaskan mengenai pengertian “bukti permulaan yang cukup”, yaitu:
“Yang dimaksud dengan “bukti permulaan yang cukup” adalah bukti permulaan untuk
menduga adanya tindak pidana di bidang perikanan oleh kapal perikanan berbendera
asing, misalnya kapal perikanan berbendera asing tidak memiliki SIPI (Surat Izin
Penangkapan Ikan) dan SIKPI (Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan), serta secara nyata dan
jelas menangkap dan/atau mengangkut ikan ketika memasuki wilayah pengelolaan
perikanan Negara Republik Indonesia. Dari ketentuan Pasal 69 ayat (1) dan ayat (4)
Undang-Undang Perikanan telah dijelaskan bahwa setiap penegak hukum dibidang
perikanan dalam hal ini adalah pengawas perikanan yang berfungsi melaksanakan
pengawasan dan penegakan hukum dibidang perikanan di wilayah pengelolaan perikanan
Republik Indonesia. Pengawas perikanan memiliki otoritas untuk dapat melakukan

tindakan khusus berupa pembakaran dan/atau penenggelaman kapal yang berbendera
asing apabila unsur bukti permulaan yang cukup telah terpenuhi. Dalam arti, terdapat
bukti permulaan untuk menduga tindak pidana dibidang perikanan, misalnya kapal
perikanan berbendera asing tidak memiliki SIPI dan SIKPI, serta nyata-nyata menangkap
dan/atau mengangkut ikan ketika memasuki wilayah pengelolaan perikanan Negara
Republik Indonesia. Ketentuan ini dibuat untuk mencegah tindakan yang sewenangwenang oleh pengawas perikanan karena tindakan khusus tersebut hanya dapat dilakukan
apabila penyidik dan/atau pengawas perikanan yakin bahwa kapal perikanan berbendera
asing tersebut betul-betul melakukan tindak pidana di bidang perikanan. Pemenuhan
unsur bukti permulaan yang cukup dalam pasal tersebut sangatlah sederhana, sepanjang
kapal tersebut berada di perairan Indonesia tanpa dokumen yang sah dan ada bukti ikan
yang mereka tanggkap maka sudah bisa dilakukan penenggelaman.7 Selain pengaturan
yang tercantum dalam UU Perikanan, Petunjuk Teknis Pelaksanaan Tindakan Khusus
terhadap Kapal Perikanan Berbendera Asing dalam Peraturan Direktur Jenderal
Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan No. 11/Per-DJPSDKP/2014 juga telah
dibuat sebagai acuan yang lebih lengkap bagi Pengawas Perikanan dalam melaksanakan
tindakan khusus berupa pembakaran dan/atau penenggelaman kapal terhadap kapal
perikanan berbendera asing.
7 Pasal 1 ayat (18) UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI)
adalah izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan pengangkutan ikan.


Dalam penerapannya, aksi penenggelaman kapal asing yang melakukan illegal
fishing dinilai sangat efektif dalam mengurangi angka praktik illegal fishing di Indonesia.
Dengan berkurangnya praktik illegal fishing secara signifikan, pada tahun 2015
pertumbuhan di bidang perikanan telah naik menjadi 8,9 persen dan nilai tukar nelayan
juga mengalami peningkatan yakni 1,7 persen.8 Tidak hanya itu, dalam upayanya
mengecarkan usaha untuk melawan praktek illegal fishing, mulai terlihat tingkat
ekploitasi ikan di Indonesia mengalami penurunan antara 30-35 persen, sehingga
memungkinkan Indonesia meningkatkan stok nasional ikan dari 7,3 ton ditahun 2013,
menjadi 9,9 juta ton di tahun 2015. Selain itu, dari bulan Januari sampai Juni tahun 2016
ada peningkatan ekspor sebesar 7,35 persen produk perikanan Indonesia jika
dibandingkan pada periode yang sama tahun 2015. 9
Dengan demikian, bedasarkan analisa dan pemaparan diatas maka dapat
disimpulkan bahwa tindakan tegas berupa penenggelamkan kapal asing yang melakukan
tindak pidana Illegal Fishing wilayah laut Indonesia telah memberikan efek jera dan
preventif yang efektif sehingga hal ini merupakan solusi yang solutif bagi Indonesia
dalam menjaga kedaulatan maritimnya dan mengoptimalkan potensi perikanan Indonesia
dalam rangka mewujud nyatakan upaya pemerintah untuk merealisasikan visi Indonesia
sebagai poros maritim dunia. Melalui peraturan ini, Indonesia dapat berdaulat secara
penuh di wilayah perairannya sendiri sehingga dapat memanfaatkannya secara optimal
demi kemakmuran rakyat yang sebesar-besarnya.


8 Berita Online, Pengaruh Pemberantasan Illegal Fishing bagi Nelayan, dapat diakses
di:http://www.varia.id/2015/03/27/pengaruh-pemberantasan-illegal-fishing-bagi-nelayan/
9Ibid