Materi Hukum Perusahaan Badan Hukum

Materi Hukum Perusahaan: Badan Hukum
A. PENDAHULUAN
A.1.

SUBYEK HUKUM

Dalam hukum perkataan “orang” berarti “pembawa hak dan kewajiban” atau “subyek dalam
hukum”. Di samping orang dalam arti manusia (natuurlijk-persoon) dalam hukum ada juga
badan atau perkumpulan yang memiliki hak dan dapat melakukan perbuatan hukum seperti
manusia. Badan dan perkumpulan tersebut mempunyai kekayaan sendiri, ikut serta dalam lalu
lintas hukum dengan perantaraan pengurusnya, dapat digugat dan juga dapat menggugat di muka
hakim. Atau dengan perkataan lain, diperlakukan sepenuhnya sebagai orang. Badan atau
perkumpulan sedemikian, dinamakan “badan hukum” (rechts-persoon).
Tiap “orang” menurut hukum (baik natuurlijk persoon maupun rechts-persoon), harus
mempunyai tempat tinggal (domisili). Tempat tinggal (domisili) tersebut penting untuk
menetapkan beberapa hal, seperti: dimana seseorang harus melangsungkan perkawinan, dimana
seseorang dapat dipanggil di muka hakim, pengadilan mana yang berkuasa terhadap seseorang
dan lain sebagainya.
Biasanya domisili adalah di tempat kediaman pokok, tetapi bagi “orang” yang tidak mempunyai
tempat kediaman tertentu, domisili dianggap di tempat dimana ia sungguh-sungguh secara fisik
berada. Ada juga domisili yang berhubungan dengan urusan, misalnya 2 (dua) pihak dalam suatu

kontrak memilih suatu domisili tertentu.
Dahulu sebelum ada ketentuan Pasal 3 Kitab Undang Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”)
dikenal yang dinamakan “kematian perdata” yaitu suatu hukuman yang menyatakan bahwa
seseorang tidak memiliki suatu hak lagi. Dengan adanya Pasal 3 KUH Perdata, konsep kematian
perdata tidak ada lagi yang dimungkinkan sekarang adalah bahwa seseorang –sebagai hukumandicabut sementara haknya, misalnya karena kekuasaannya sebagai orang tua terhadap anak,
kekuasaan sebagai wali dan lain sebagainya.
A.2.

SUBYEK HUKUM “PERORANGAN”

Meskipun menurut hukum setiap orang tiada yang terkecuali dapat memiliki hak-hak, akan tetapi
dalam hukum tidak semua orang diperbolehkan bertindak sendiri-sendiri dalam melaksanakan
hak-haknya. Orang yang cakap bertindak dalam hukum (bekwaam) atau mempunyai legal
capacity adalah seseorang yang bisa melakukan perbuatan atau tindakan hukum apabila ia
“sudah dewasa” dan tidak berada di dalam pengampuan atau di bawah perwalian (onder
curatele). Perihal kecakapan bertindak dalam hukum ini akan dibahas lebih lanjut dalam BAB
III.

Berlakunya seseorang sebagai pembawa hak, di mulai dari saat ia dilahirkan dan berakhir pada
saat ia meninggal. Untuk kepentingannya, dalam hal waris dapat dihitung surut mulai orang itu

berada dalam kandungan, asal saja kemudian dia dilahirkan hidup (Pasal 2 KUH Perdata).
A.3. SUBYEK HUKUM BERBENTUK “BADAN HUKUM”
Badan hukum mempunyai hak yang sama dengan “orang-perorangan”, namun perbedaan antara
“orang” (natuurlijk persoon) dan “badan hukum” (rechts persoon) terletak pada beberapa hak
“perorangan” yang tidak dimiliki “badan hukum” seperti hak untuk mewaris, menikah,
mempunyai dan mengakui anak, membuat wasiat dan lain-lain.
Para sarjana pada umumnya mendefinisikan badan hukum sebagai suatu bentukan hukum yang
mempunyai hak dan kewajiban (zelfstandige drager van rechten en verplichtingen). Dikatakan
bentukan hukum karena badan hukum memang merupakan ciptaan atau fiksi hukum yang
sengaja diciptakan untuk memenuhi kebutuhan tertentu.
Badan hukum sengaja diciptakan artinya ialah suatu bentukan hukum apabila diciptakan oleh
undang-undang. Dengan demikian penunjukkan suatu konstruksi sebagai badan hukum
ditentukan oleh undang-undang yang mengaturnya, apakah ia mempunyai kualifikasi demikian.
Sebagai konsekuensi yuridisnya, maka badan hukum memiliki pertanggungjawaban sendiri
(eigen aansprakelijkheid), dapat melakukan perbuatan hukum, menuntut dan dituntut di muka
pengadilan dan memiliki harta kekayaan sendiri terpisah dari hak dan kewajiban para pengurus,
anggota atau pendirinya. Oleh karena mempunyai hak dan kewajiban sendiri maka badan hukum
dikatakan sebagai subyek hukum.
Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, badan hukum merupakan bentukan
hukum yang anggaran dasarnya memerlukan pengesahan dari instansi pemerintah yang

berwenang (dalam hal ini Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia) atau dibentuk
berdasarkan peraturan perundang-undangan tersendiri. Di Indonesia pada saat ini terdapat
beberapa badan hukum, yaitu Perseroan Terbatas, Perusahaan Umum, Perusahaan Jawatan,
Koperasi, Dana Pensiun, Yayasan dan beberapa Perguruan Tinggi Negeri tertentu.
B.

BENTUK-BENTUK BADAN HUKUM

B.1.

PERSEROAN TERBATAS (“PT”)

DASAR HUKUM
a. Undang-undang No.1 tahun 1995 tertanggal 1 Maret 1995 tentang Perseroan Terbatas
(“UUPT”).
b. Undang-undang No.8 tahun 1995 tertanggal 10 November 1995 tentang Pasar Modal
(“UUPM”).
PENGERTIAN

PT adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha

dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam Undang-undang Perseroan Terbatas dan Peraturan Pelaksanaannya (Pasal 1
butir 1 UUPT).
KARAKTERISTIK
1. Pemegang saham PT tidak bertanggungjawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat
atas nama PT dan tidak bertanggungjawab atas kerugian PT melebihi nilai saham yang
telah diambilnya (Pasal 3 ayat 1 UUPT).
2. Ketentuan tersebut tidak berlaku apabila :
(i)

persyaratan PT sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;

(ii) pemegang saham yang bersangkutan (baik langsung maupun tidak langsung) dengan
iitikad buruk memanfaatkan PT semata-mata untuk kepentingan pribadi;
(iii) pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang
dilakukan oleh PT; atau
(iv) pemegang saham yang bersangkutan (baik langsung maupun tidak langsung) secara
melawan hukum menggunakan kekayaan PT yang mengakibatkan kekayaan PT menjadi tidak
cukup untuk melunasi hutang PT (Pasal 3 ayat 2 UUPT).
Ketentuan tersebut di atas merupakan penjabaran dari prinsip “tanggungjawab terbatas” (limited

liability) dari pemegang saham, namun demikian undang-undang mengatur bahwa tanggung
jawab terbatas tersebut bisa hapus karena keadaan tertentu (Pasal 3 ayat 2 UUPT), sehingga
dalam hal keadaan tertentu tersebut terjadi, pemegang saham harus bertanggungjawab penuh
secara pribadi, hal tersebut dikenal dengan istilah “piercing the corporate veil” atau “lifting the
veil” yang artinya menembus cadar perusahaan atau membuka kerudung.
JENIS PT
Berdasarkan kriteria yang ditetapkan dalam UUPT dan UUPM, maka PT dapat dibedakan ke
dalam 2 (dua) jenis, yaitu :
(i) PT Terbuka yaitu perseroan yang modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi
kriteria tertentu atau perseroan yang melakukan penawaran umum, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal (Pasal 1 ayat 6 UUPT). Menurut UUPM yang
dimaksud dengan PT Terbuka atau dalam UUPM disebut Perusahaan Publik adalah perseroan
yang sahamnya telah dimiliki sekurang-kurangnya oleh 300 pemegang saham dan memiliki
modal disetor sekurang-kurangnya Rp.3 milyar atau suatu jumlah pemegang saham atau modal
disetor yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah.
(ii)

PT Tertutup adalah perseroan yang tidak termasuk dalam kategori PT Terbuka.

PENDIRIAN, PENDAFTARAN DAN PENGUMUMAN PT

a. PT didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta pendirian dalam bahasa Indonesia yang
dibuat secara Notariil;
b. Akta Pendirian tersebut telah diajukan kepada dan untuk disahkan oleh Menteri Kehakiman
dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (“Menkeh”);
1. PT memperoleh status badan hukum setelah Akta Pendirian disahkan oleh Menkeh;
2. Direksi wajib mendaftarkan Akta Pendirian berikut pengesahannya dalam Daftar
Perusahaan sesuai dengan Undang-undang No.3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar
Perusahaan;
3. Direksi wajib mengumumkan pendirian, pengesahan serta pendaftaran Akta Pendirian
dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia.
STATUS BADAN HUKUM PT BERDASARKAN PENDIRIAANNYA

STATUS

PT YANG BELUM PT YANG SUDAH
DISAHKAN
DISAHKAN TETAPI
BELUM
DIDAFTARKAN
DAN DIUMUMKAN


PT YANG
SUDAH
DISAHKAN

Bukan Badan Hukum Badan Hukum

Badan Hukum

(status badan hukum
diperoleh setelah Akta
Pendirian disahkan
oleh Menkeh )
(Pasal 7 ayat 6 UUPT)

PERWAKILAN Perbuatan hukum
DALAM
bagi kepentingan PT
dilakukan oleh
MELAKUKAN Pendiri.

PERBUATAN
HUKUM

Perbuatan hukum bagi Perbuatan hukum bagi
kepentingan PT
kepentingan PT dilakukan
dilakukan oleh
oleh Direksi.
Direksi.

TANGGUNG
JAWAB

Perbuatan hukum tsb Selama pendaftaran Sebagai badan hukum PT
dan pengumuman
melalui Direksi dapat
tersebut belum
melakukan perbuatan
akan mengikat PT
dilakukan oleh

hukum yang sesuai dengan
apabila kemudian
Direksi, maka Direksi isi anggaran dasar dan
ada pernyataan PT
secara
ketentuan undang-undang
untuk menerima,
yang berlaku, perbuatan
mengambil alih atau tanggungrenteng
bertanggungjawab atas mana merupakan
mengukuhkan
tanggung jawab PT.
perbuatan hukum tsb. segala perbuatan
hukum yang dilakukan
PT
Selama perbuatan
hukum tsb tidak
(Pasal 23 UUPT)
dikukuhkan maka
Pendiri yang

melakukan perbuatan
hukum tsb
bertanggungjawab
secara pribadi atas
segala akibat yang
timbul.
(Pasal 11 ayat 1 dan
2 UUPT)

PERUBAHAN ANGGARAN DASAR

1. Perubahan tertentu Anggaran Dasar PT sebagaimana tersebut di bawah ini harus
mendapat persetujuan Menkeh, didaftarkan dalam Daftar Perusahaan serta diumumkan di
Tambahan Berita Negara (Pasal 15 ayat 2 UUPT):
(i)

nama PT;

(ii)


maksud dan tujuan PT;

(iii)

kegiatan usaha PT;

(iv)

jangka waktu berdirinya PT, apabila Anggaran Dasar menetapkan jangka waktu tertentu;

(v)

besarnya modal dasar;

(vi)

pengurangan modal ditempatkan dan disetor;

(vii)

status perseroan tertutup menjadi perseroan terbuka atau sebaliknya.

1. Perubahan Anggaran Dasar selain sebagaimana dimaksud butir a di atas cukup dilaporkan
kepada Menkeh dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak
keputusan RUPS dan didaftarkan dalam Daftar Perusahaan (Pasal 15 ayat 3 UUPT).
2. Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam butir a di atas mulai berlaku
sejak tanggal persetujuan diberikan.
3. Perubahan Anggaran Dasar sebagaimna dimaksud dalam butir b di atas mulai berlaku
sejak tanggal pendaftaran.
KETENTUAN PERALIHAN TENTANG PERUBAHAN AD SESUAI UUPT
1. Akta Pendirian PT yang telah disahkan atau Anggaran Dasar yang perubahannya telah
disetujui sebelum UUPT berlaku tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
UUPT.
2. Akta Pendirian PT yang belum disahkan atau Anggaran Dasar yang perubahannya belum
disetujui oleh Menkeh pada saat berlakunya UUPT wajib disesuaikan dengan ketentuan
UUPT.
3. Dalam waktu 2 tahun terhitung sejak UUPT mulai berlaku semua PT yang didirikan dan
telah disahkan berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Dagang harus telah
disesuaikan dengan ketentuan UUPT.
4. Dalam jangka waktu 3 tahun terhitung sejak tanggal 24 Februari 1998, PT wajib
melakukan penyesuaian nama. Dalam hal ini, penyesuaian dapat dilakukan antara lain
pada saat:
(i)
PT mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa pertama kalinya sejak
tanggal 24 Februari 1998, atau
(ii)

PT mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham untuk mengubah Anggaran Dasar.

e. Nama PT yang Anggaran Dasarnya belum disesuaikan dengan ketentuan UUPT dalam jangka
waktu 6 bulan terhitung sejak tanggal 7 Maret 1998 dapat dipakai oleh pihak lain.
HAK-HAK PEMEGANG SAHAM
Hal yang juga tidak kalah pentingnya dalam pembahasan tentang PT adalah hak-hak pemegang
saham, terutama hak-hak pemegang saham minoritas. Menurut UUPT, hak-hak pemegang saham
adalah sebagai berikut:
(i)
mengajukan gugatan terhadap PT ke Pengadilan Negeri, apabila dirugikan karena
tindakan PT yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS,
Direksi atau Komisaris (Pasal 54 ayat 2 UUPT);

(ii)
Atas nama PT, apabila mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari
jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan
Negeri terhadap anggota Direksi atau Komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya
menimbulkan kerugian pada perseroan (Pasal 85 butir 3 dan Pasal 98 butir 2 UUPT);
(iii)
Atas nama diri sendiri atau atas nama PT , apabila mewakili paling sedikit 1/10 (satu
persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dapat mengajukan
permohonan kepada Pengadilan Negeri setempat agar dilakukan pemeriksaan terhadap PT
(Pasal 110 butir 3.a. UUPT);
(iv)
1 (satu) orang pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu
persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dapat mengajukan
permohonan kepada Pengadilan Negeri setempat agar membubarkan PT (Pasal 117 butir 1.b
UUPT).
ORGAN PT
Organ PT terdiri dari:
1. Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”)
2. Komisaris
3. Direksi
RUPS
1. RUPS adalah organ PT yang memegang kekuasaan tertinggi dalam PT dan memegang
segala wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Komisaris (Pasal 1 butir 3
UUPT).
2. Sebagai pemegang kekuasaan yang tertinggi, RUPS mempunyai kewenangan antara lain :
(i)
Mengangkat anggota Komisaris dan Direksi untuk jangka waktu tertentu, termasuk untuk
memberhentikannya sewaktu-waktu atau mengangkatnya kembali apabila jangka waktu tertentu
tersebut berakhir (Pasal 80 jo Pasal 95 UUPT)
(ii)

Menyetujui perubahan Anggaran Dasar PT (Pasal 14 UUPT).

(iii) Menyetujui rancangan penggabungan, peleburan dan pengalihan PT (Pasal 102 ayat 3 jo
Pasal 103 ayat 3 butir b UUPT);
(iv) Menyetujui pembubaran PT (Pasal 114 UUPT);
(v) Melakukan tindakan lainnya yang tidak diatur lebih lanjut dalam anggaran dasar serta tidak
dilimpahkan kewenangannya kepada Direksi atau Komisaris (Pasal 1 butir 3 UUPT).

KOMISARIS
1. Komisaris adalah organ PT yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau
khusus serta memberikan nasihat kepada Direksi dalam menjalankan PT (Pasal 1 butir 5
UUPT).
2. Yang dapat diangkat menjadi anggota Komisaris adalah :
(i)

orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum; dan

(ii) tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Komisaris yang
dinyatakan bersalah menyebabkan suatu PT dinyatakan pailit; atau orang yang pernah dihukum
karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam waktu 5 tahun sebelum
pengangkatan (Pasal 96 UUPT).
1. Wewenang dan kewajiban Komisaris ditetapkan dalam anggaran dasar PT (Pasal 94 ayat
1 UUPT).
2. PT yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat, PT yang menerbitkan surat
pengakuan utang atau perseroan terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 Komisaris
(Pasal 94 ayat 2 UUPT).
3. Dalam hal terdapat lebih dari 1 orang Komisaris, mereka merupakan sebuah majelis,
dengan konsekuensi bahwa sebagai majelis, Komisaris tidak dapat bertindak sendirisendiri untuk mewakili PT (Pasal 94 ayat jo. Penjelasan Pasal 94 ayat 33 UUPT).
4. Komisaris diangkat oleh RUPS untuk jangka waktu tertentu dengan kemungkinan
diangkat kembali (Pasal 95 ayat 1 dan ayat 3 UUPT).
5. Dalam anggaran dasar dapat ditetapkan pemberian wewenang kepada Komisaris untuk
memberikan persetujuan atau bantuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan
hukum tertentu (Pasal 100 ayat 1 UUPT).
6. Berdasarkan anggaran dasar atau keputusan RUPS, Komisaris dapat melakukan tindakan
pengurusan PT dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu (Pasal 100 ayat 2
UUPT).
7. Bagi Komisaris yang dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu melakukan
tindakan pengurusan tsb di atas, maka berlaku semua ketentuan mengenai hak,
wewenang dan kewajiban Direksi terhadap PT dan pihak ketiga (Pasal 100 ayat 3
UUPT).
DIREKSI

1. Direksi adalah organ PT yang bertanggungjawab penuh atas pengurusan PT untuk
kepentingan dan tujuan PT serta mewakili PT baik di dalam maupun di luar pengadilan
(Pasal 1 butir 4 UUPT).
2. PT yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat, menerbitkan surat pengakuan
utang atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota
Direksi (Pasal 79 ayat 2).
3. Yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah :
(i)

orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum; dan

(ii) tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Komisaris yang
dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit; atau orang yang pernah
dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam waktu 5
tahun sebelum pengangkatan (Pasal 79 ayat 3 UUPT).
1. Kewenangan Bertindak
Kewenangan Direksi biasanya tercantum dalam pasal 10, 11 atau 12 anggaran dasar PT.
Ketentuan anggaran dasar PT seringkali berbeda dalam merumuskan kewenangan bertindak
Direksi, namun pada umumnya menyebutkan sebagai berikut :
“Direksi mewakili perseroan di dalam dan di luar Pengadilan tentang segala hal dan dalam segala
kejadian dan karenanya berhak untuk menandatangani atas nama perseroan, menjalankan segala
hak dan kekuasaan balk bersifat pengurusan maupun yang bersifat pemilikan”.
Demikian pula ketentuan anggaran dasar PT seringkali berbeda dalam merumuskan pembatasan
kewenangan bertindak Direksi, namun pada umumnya menyebutkan antara lain sebagai berikut :


meminjam atau meminjamkan uang atas nama PT;



mengikat PT sebagai Penjamin;



membeli, atau dengan cara lain memperoleh barang yang tidak bergerak kepunyaan PT;



menjual atau dengan cara lain melepaskan barang tidak bergerak kepunyaan PT;



mengagunkan atau dengan cara apapun menjaminkan barang tidak bergerak kepunyaan
PT;



menggadaikan atau dengan cara apapun menjaminkan barang bergerak kepunyaan PT.

Dalam hal demikian, apabila untuk tindakan tersebut di atas harus mendapatkan persetujuan
tertulis terlebih dahulu atau dokumen yang berkenaan dengan itu turut ditandatangani oleh :



Dewan Komisaris; atau



RUPS

Berarti sebelum tindakan tertentu dilakukan oleh Direktur, maka persetujuan tertulis harus
diperoleh terlebih dahulu.
Setiap anggota Direksi secara pribadi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggungjawab
menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha PT, sehingga dengan demikian setiap anggota
Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai
menjalankan tugasnya (Pasal 85 ayat 1 & 2 UUPT).
TINDAKAN PT BERHUBUNGAN DENGAN BANK
PT Sebagai Nasabah
1. Kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar PT, maka umumnya tindakan PT untuk
membuka rekening pada Bank (e.g.: Giro, Deposito dan/atau Tabungan) cukup diwakili
oleh angota Direksi yang berwenang mewakili Direksi, tanpa perlu mendapat persetujuan
Dewan Komisaris / RUPS, karena tindakan tersebut termasuk tindakan kepengurusan PT
sehari-hari.
2. Konsekuensinya adalah bahwa anggota Direksi yang berwenang mewakili Direksi PT
tersebut berhak pula menentukan karyawan PT atau kuasanya sebagai Authorized Signer
atas rekening pada Bank yang bersangkutan.
3. Hal-hal yang perlu menjadi perhatian dalam pemberian kuasa tersebut adalah agar kuasa
yang diberikan bersifat khusus (tidak bersifat umum), hal demikian mengingat sesuai
dengan ketentuan Pasal 1796 KUH Perdata ditentukan bahwa pemberian kuasa yang
dirumuskan dalam kata-kata umum hanya meliputi perbuatan pengurusan, sementara
tindakan yang dapat dilakukan berkaitan dengan rekening PT pada Bank pada umumnya
termasuk juga tindakan yang meliputi perbuatan kepemilikan. Pemberian kuasa tersebut
harus sesuai dengan ketentuan yang tertera dalam anggaran dasar perseroan.
PT Sebagai Peminjam
1. Dalam hal PT bertindak sebagai peminjam, maka pada umumnya anggaran dasar PT
mewajibkan anggota Direksi yang bersangkutan untuk memperoleh persetujuan tertulis
terlebih dahulu dari Dewan Komisaris/RUPS.
2. Perlu menjadi perhatian adalah bahwa apabila anggaran dasar PT mensyaratkan
demikian, maka persetujuan tertulis tersebut agar diperoleh terlebih dahulu sebelum
dilaksanakannya perbuatan tersebut, hal demikian untuk mencegah timbulnya gugatan di
kemudian hari dari pihak yang seharusnya memberikan persetujuan Dewan
Komisaris/RUPS) yang mengakibatkan perbuatan tersebut dapat dimintakan
pembatalannya di muka hakim.

PT Sebagai Penjamin atau Pemberi Jaminan
1. Dalam hal PT bertindak sebagai Penjamin atau Pemberi Jaminan, maka pada umumnya
anggaran dasar PT yang bersangkutan mewajibkan anggota Direksi yang bersangkutan
memperoleh persetujuan secara tertulis terlebih dahulu dari Dewan Komisaris/RUPS.
2. Perbedaan akibat hukum bagi PT sebagai Pemberi Jaminan dan PT sebagai penjamin
(corporate guarantee) adalah sebagai berikut :
(i) PT sebagai pemberi jaminan yaitu dimana PT menyerahkan suatu asset tertentu milik PT
sebagai jaminan untuk jaminan atas pelunasan hutang pada Bank, berarti pemberian jaminan
hanya terbatas pada harta kekayaan PT yang dijaminkan ;
(ii) PT sebagai penjamin (corporate guarantee) berarti kekayaan PT seluruhnya secara hukum
menjadi jaminan atas pelunasan hutang pada Bank, kecuali jika disetujui lain oleh para pihak di
dalam corporate guarantee tersebut. Tentang pemberian Corporate Guarantee ini lebih
terperinci akan dijelaskan dalam BAB V.
BEBERAPA ISTILAH KHUSUS YANG BERHUBUNGAN DENGAN PT
Penggabungan/Merger
Satu PT atau lebih menggabungkan diri menjadi satu dengan PT yang telah ada, dimana PT yang
telah ada tersebut tetap berdiri sedangkan PT yang menggabungkan diri tersebut menjadi bubar
(Pasal 102 ayat 1 UUPT).
Peleburan/Konsolidasi
Satu PT atau lebih meleburkan diri dengan PT yang lain dan membentuk PT baru, dimana
seluruh PT yang meleburkan diri tersebut seluruhnya menjadi bubar dan akhirnya membentuk
PT baru (Pasal 102 ayat 1 UUPT).
Pengambilalihan/Akuisisi
1. Satu PT mengambil alih saham yang telah ada atau saham yang akan dikeluarkan oleh PT
lain, dengan ketentuan bahwa istilah pengambilalihan / akuisisi umumnya dipergunakan
apabila pengambilalihan tersebut mengakibatkan timbulnya pengendalian atas PT yang
sahamnya diambilalih (Pasal 103 UUPT).
2. UUPT tidak mengatur mengenai definisi pengendalian, namun mengacu pada ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal, yang dimaksud dengan
“pengendalian” adalah pihak yang secara langsung maupun tidak langsung, dengan cara
apapun, mempengaruhi pengelolaan dan atau kebijakan PT.
Pembubaran PT dan Likuidasi

a. PT bubar karena (Pasal 114 UUPT):
(i)

Keputusan RUPS;

(ii)

Jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah berakhir.

(iii)

Penetapan Pengadilan.
1. Direksi Perseroan dapat mengajukan usul pembubaran kepada RUPS. Keputusan RUPS
tentang pembubaran PT sah apabila diambil sesuai dengan ketentuan mengenai
pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat 1 dan ketentuan
mengenai korum sebagaimana diatur dalam Pasal 76 UUPT (Pasal 115 ayat 1 & 2
UUPT).
2. Perseroan bubar pada saat yang ditetapkan dalam keputusan RUPS.(Pasal 115 ayat 3
UUPT).
3. Pembubaran perseroan sebagaimana dimaksud di atas diikuti dengan likuidasi oleh
likuidator (Pasal 115 ayat 4 UUPT).
4. Dalam hal PT bubar karena jangka waktu berdirinya berakhir sebagaimana ditetapkan
dalam anggaran dasar, Direksi PT dapat mengajukan permohonan kepada Menkeh untuk
perpanjangan jangka waktu tersebut (Pasal 116 ayat 1 UUPT).
5. Namun demikian permohonan perpanjangan jangka waktu tersebut hanya dapat
dilakukan berdasarkan keputusan RUPS yang dihadiri oleh pemegang saham yang
mewakili paling sedikit tiga per empat bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak
suara yang sah dan disetujui paling sedikit oleh tiga per empat bagian dari jumlah suara
tersebut (Pasal 116 ayat 2 UUPT).
1. Pengadilan Negeri dapat membubarkan PT atas :

(i)

permohonan kejaksaan berdasarkan alasan kuat PT melanggar kepentingan umum.

(ii)
permohonan satu orang pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10
bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah.
(iii) permohonan kreditor berdasarkan alasan PT tidak mampu membayar utangnya setelah
dinyatakan pailit atau harta kekayaan PT tidak cukup untuk melunasi seluruh utangnya setelah
persyaratan pailit dicabut Mengenai kepailitan ini secara lebih terperinci akan dibahas dalam
BAB X.
(iv) permohonan pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan adanya cacat hukum dalam
akta pendirian PT (Pasal 117 ayat 1 UUPT).

1. Dalam hal PT bubar, maka PT tidak dapat melakukan perbuatan hukum kecuali
diperlukan untuk membereskan kekayaannya dalam proses likuidasi (Pasal 119 ayat 1
UUPT).
2. Dalam hal PT sedang dalam proses likuidasi, maka pada surat keluar dicantumkan
kata-kata “dalam likuidasi” di belakang nama PT (Pasal 119 ayat 3 UUPT).
3. Likuidator dari PT yang telah bubar wajib memberitahukan kepada semua krediturnya
dengan surat tercatat mengenai bubarnya PT (Pasal 120 ayat 1 UUPT).
4. Likuidator bertanggungjawab kepada RUPS atas likuidasi yang dilakukan (Pasal 124
ayat 1 UUPT).
5. Sisa kekayaan hasil likuidasi diperuntukkan bagi para pemegang saham (Pasal 124 ayat
2 UUPT).
6. Likuidator wajib mendaftarkan dan mengumumkan hasil akhir proses likuidasi sesuai
dengan ketentuan Pasal 21 dan 22 tentang pendaftaran dalam Daftar Perusahaan dan
pengumuman dalam Berita Negara Republik Indonesia (Pasal 124 ayat 2 UUPT).
PERIZINAN YANG DIPERLUKAN
Dalam menjalankan usahanya, pada umumnya PT harus memenuhi izin-izin sebagai berikut:
a. Persetujuan yang dikeluarkan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik
Indonesia:
(i)

Izin Usaha Industri;

(ii)

Izin Perluasan untuk Perusahaan;

(iii) Surat Izin Usaha Perdagangan
1. Persetujuan yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya:


Izin lokasi/ Surat Keputusan Hak Guna Bangunan/Hak Guna Usaha/Hak Pengelolaan.

c. Persetujuan yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Pekerlaan Umum Dati II / Satuan Kerja
Tehnis atas nama Bupati/Walikotamadya/Kepala Dinas Pengawasan Pembangunan Kota (Jakarta
a/n Gubernur DKI- Jaya):


Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

d. Persetujuan yang dikeluarkan oleh Sekretaris Wilayah/Daerah Tingkat II a/n
Bupati/Walikotamadya/Kepala Biro Penerbitan a/n Gubernur DKI-Jawa :



Izin Undang-undang Gangguan/Hinder Ordonasi (UUG/HO). (Tidak berlaku bagi
perusahaan industri yang diharuskan mempunyai amdal atau yang berlokasi di Kawasan
industri/berikat).

e. Persetujuan yang dikeluarkan oleh Menteri Tenaga Kerja:


Izin Kerja Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang (IKTA).

B.2.

BENTUK-BENTUK KHUSUS PERSEROAN TERBATAS

(i)

PT PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI (“PT PMDN”)

PENGERTIAN

Penanaman Modal Dalam Negeri (“PMDN”) adalah penggunaan daripada kekayaan masyarakat
Indonesia termasuk hak dan benda, baik secara langsung atau tidak langsung, untuk menjalankan
usaha menurut atau berdasarkan ketentuan Undang -undang No.6 tahun 1968 tentang Penanaman
Modal Dalam Negeri sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-undang No.12 tahun 1970
tentang Perubahan dan Tambahan Undang-undang No.6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal
Dalam Negeri (“UU PMDN”).
DASAR HUKUM

a. UU PMDN.
b. Keputusan Meninves/Kepala BKPM No.38/SK/199 tertanggal 6 Oktober 1999 tentang
Pedoman dan Tatacara Permohonan Penanaman Modal Yang Didirikan Dalam Rangka
Penanaman Modal Dalam Negeri Dan Penanaman Modal Asing (“Kep BKPM No.38”).
PROSEDUR PERMOHONAN PMDN
a. permohonan PMDN berpedoman kepada:
(i) Daftar bidang usaha yang terbuka bagi penanaman modal (berdasarkan Keppres No.96
tahun 2000 tanggal 20 Juli 2000 tentang Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang
Terbuka Dengan Persyaratan Tertentu Bagi Penanaman Modal jo. Keppres No.118 Tahun 2000
tanggal 16 Agustus 2000 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden No.96 tahun 2000 tentang
Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Tertentu
Bagi Penanaman Modal) (“Negative List”);
(ii) Bidang/jenis usaha yang dicadangkan untuk usaha kecil dan bidang/jenis usaha yang terbuka
untuk usaha menengah atau usaha besar dengan syarat kemitraan (berdasarkan Keppres No.99
tahun 1998 tanggal 14 Juli 1998 tentang Bidang/Jenis Usaha Yang Dicadangkan Untuk Usaha
Kecil dan Bidang/Jenis Usaha Yang Terbuka Untuk Usaha Menengah atau Usaha Besar Dengan
Syarat Kemitraan) (“Peraturan Kemitraan”);
(iii) Ketentuan lain yang dikeluarkan oleh pemerintah.

1. Permohonan PMDN dapat diajukan oleh PT, Koperasi, BUMN, BUMD, CV, Firma atau
perorangan.
2. Permohonan diajukan kepada Meninves/Kepala BKPM atau Ketua BKPMD setempat
dan persetujuan atas permohonan dikeluarkan dalam bentuk Surat Persetujuan
Penanaman Modal Dalam Negeri (“SP PMDN”).
d. Permohonan menikmati pembebasan dan keringanan pajak seperti bea masuk, PPN dan PPnBM atas pemasukan barang modal/alat perlengkapan yang diperlukan untuk pelaksanaan
penanaman modal.

IZIN YANG DIPERLUKAN
Berdasarkan Keputusan Presiden No.97 tahun 1993 tanggal 23 Oktober 1993 tentang Tatacara
Penanaman Modal sebagaimana terakhir diubah dengan Keputusan Presiden No.117 tahun 1999
tanggal 30 September 1999 dan Kep BKPM No.38, diatur sebagai berikut:
1. a. Persetujuan yang dikeluarkan oleh Meninves/Kepala BKPM atau Ketua BKPMD
:
(i) SP PMDN berlaku untuk 3 tahun;
(ii) persetujuan pemberian fasilitas pembebasan/keringanan bea masuk dan fasilitas perpajakan
atas pengimporan barang modal;
(iii) persetujuan pemberian fasilitas pembebasan bea masuk atas pengimporan bahan baku
dan/atau bahan penolong untuk keperluan produksi 2 tahun berdasarkan kapasitas terpasang;
(iv) persetujuan pemberian fasilitas pajak penghasilan yang ditanggung oleh pemerintah untuk
usaha industri tertentu;
(v) Angka Pengenal Importir Terbatas (APIT), untuk keperluan impor yang dilakukan sendiri;
(vi) Keputusan tentang Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang
(RPTK), apabila dipergunakan tenaga kerja warga negara asing;
(vii) Izin Usaha Tetap (IUT), Izin Usaha Perluasan dan perbaruan IUT.
SP PMDN akan batal dengan sendirinya apabila dalam jangka waktu 3 tahun sejak tanggal
dikeluarkan tidak ada realisasi proyek dalam bentuk kegiatan nyata baik dalam bentuk
administrasi ataupun dalam bentuk fisik.
Perubahan atas ketentuan proyek PMDN berikut ini yang wajib memperoleh persetujuan
Meninves/Kepala BKPM:


perubahan lokasi proyek;



perubahan bidang usaha dan produksi;



perubahan penggunaan tenaga bkerja asing;



perubahan investasi dan sumber pembiayaan;



perubahan status PMA menjadi PMDN; dan



pembelian saham perusahaan PMDN dan Non PMA/PMDN yang sudah berdiri oleh
perusahaan PMA, warga negara asing dan badan hukum asing;



perpanjangan waktu penyelesaian proyek; dan



penggabungan perusahaan (merger).

b. Persetujuan yang dikeluarkan oleh penyelenggara Kawasan Berikat bagi yang
berlokasi di Kawasan Berikat dan oleh Badan Penyelenggara Kawasan Pengembangan
Ekonomi Terpadu (KAPET) bagi yang berlokasi di KAPET.
(i) Untuk PMDN proyek baru/perluasan/perubahan lokasi di kawasan berikat,
Pengusaha/Pengelola Kawasan Berikat diberi wewenang menilai/memberi surat persetujuan (SP)
a.n. Meninves/Kepala BKPM;
(ii) untuk mengeluarkan persetujuan atas permohonan izin-izin pelaksanaan penanaman modal.
Selain izin-izin yang disebut dalam butir a dan b di atas, izin yang berlaku untuk PT pada
umumnya, seperti tertera dalam butir Perizinan Yang Diperlukan di muka, berlaku pula untuk PT
PMDN.
DOKUMEN YANG HARUS DIPERHATIKAN OLEH BANK DALAM BERTRANSAKSI
DENGAN PT PMDN
a. Akta Pendirian Perusahaan, serta perubahan-perubahannya bila ada, khususnya perlu
diperhatikan mengenai batas wewenang Direksi.
b. SP PMDN yang dikeluarkan Meninves/Kepala BKPM atau Ketua BKPMD, khususnya perlu
diperhatikan jangka waktu berakhirnya.
c. Izin Usaha Tetap (IUT) dikeluarkan oleh Meninves/Kepala BKPM atas nama Menteri terkait
dengan macam bidang usahanya; IUT diberikan kepada perusahaan agar bisa mulai produksi
komersial.
1. Angka Pengenal Importir Terbatas (APIT), khususnya bila PMDN mendapat fasilitas
impor.
e. Surat persetujuan BKPM untuk setiap adanya:

(i) perubahan lokasi proyek;
(ii) perubahan bidang usaha dan produksi;
(iii) perubahan penggunaan tenaga kerja asing;
(iv) perubahan investasi dan sumber pembiayaan;
(v) perubahan status PMA menjadi PMDN; dan
(vi) pembelian saham perusahaan PMDN dan Non PMA/PMDN yang sudah berdiri oleh
perusahaan PMA, warga negara asing dan badan hukum asing;
(vii)perpanjangan waktu penyelesaian proyek; dan
(viii)penggabungan perusahaan (merger);
1. Laporan realisasi kegiatan penanaman modal atau realisasi proyek dalam bentuk kegiatan
nyata baik dalam bentuk administrasi ataupun dalam bentuk fisik.
2. Persetujuan dari Meninves/Kepala BKPM atau Ketua BKPMD atas perubahan SP PMDN
dalam rangka melakukan kemitraan dengan usaha kecil.
3. Surat pemberitahuan kepada Meninves/Kepala BKPM atau Ketua BKPMD dalam hal
terjadi perubahan bentuk pola kemitraan dan/atau mitra usaha untuk PMDN yang bidang
usahanya mensyaratkan kemitraan dengan usaha kecil.
4. Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Hak Guna Usaha (SHGU) dan Jangka waktu
berlakunya SHGB dan SHGU tersebut dalam hal hak atas tanahnya hendak digunakan
sebagai jaminan kredit.
5. Surat Keterangan Domisili dari kantor Kelurahan.
k. Tanda Daftar Perusahaan yang dikeluarkan Departemen Perdagangan. Berlaku untuk 5 (lima)
tahun.
(ii)

PT PENANAMAN MODAL ASING (PT PMA)

PENGERTIAN
Penanaman Modal Asing (PMA) adalah penanaman modal asing secara langsung yang
digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia. Perusahaan penanaman modal asing
harus suatu badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia, yang
modalnya secara langsung berasal dari:
a. 100% yang ditanam/dimiliki oleh warga negara atau badan hukum asing, atau

b. patungan antara modal asing dan warga negara Indonesia/badan hukum
Indonesia.
DASAR HUKUM

1. Undang-undang No.1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, sebagaimana terakhir
diubah dengan Undang-undang No.11 tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan
Undang-undang No.1 tahun 1967 (“UU PMA”).
2. Kep BKPM No.38.
c. Peraturan Pemerintah No.20 tahun 1994 tertanggal 19 Mei 1994 tentang Pemilikan Saham
Dalam Perusahaan Yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing dan S.K.
Meninves/Kepala BKPM No.5/SK/1994 tanggal 29 Juli 1994 tentang Ketentuan Pelaksanaan
Pemilikan Saham Dalam Perusahaan Yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing.
BENTUK PENANAMAN MODAL ASING
Bentuk Penanaman Modal Asing:
(i) Langsung: seluruh modalnya (100%) dimiliki oleh warga negara asing (“WNA”) dan/atau
badan hukum asing (“BHA”), dengan ketentuan sebagai berikut:


Dalam jangka waktu maksimum 15 tahun sejak produksi komersial WNA/BHA, harus
menjual sebagian sahamnya kepada WNI/BHI, baik langsung maupun melalui pasar
modal;



Besarnya saham yang dialihkan ke WNI/BHI adalah menurut kesepakatan para pihak.



Pengalihan saham tersebut tidak mengubah status perusahaan (tetap PMA);



Setelah berproduksi komersial PMA tersebut dapat mendirikan perusahaan baru yang
berstatus:
o PMA : apabila diantara peserta baru terdapat WNA/BHA;
o PMDN : apabila 100% modal saham perusahaan baru dimiliki oleh PT PMA
bersangkutan atau peserta baru terdiri dari WNI/BHI;

(ii) Patungan: antara modal asing yang dimiliki oleh perorangan WNA atau BHA dengan
modal yang dimiliki perorangan warga negara Indonesia (“WNI”) dan/atau badan hukum
Indonesia (“BHI”), dengan ketentuan sebagai berikut :


Minimum 5% dari modal yang disetor pada saat pendirian harus ditangan peserta
Indonesia;



Besarnya penyertaan modal saham selain 5% tersebut diatas ditetapkan atas dasar
kesepakatan para pihak;



Penjualan lebih lanjut dapat dilakukan kepada WNI / BHI, secara kepemilikan langsung
atau melalui pasar modal dalam negeri;

PROSEDUR PERMOHONAN PMA
a. permohonan PMA berpedoman kepada:
(i) Daftar bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal asing (sesuai dengan Negative
List);
(ii) Bidang/jenis usaha yang dicadangkan untuk usaha kecil dan bidang/jenis usaha yang
terbuka untuk usaha menengah atau usaha besar dengan syarat kemitraan (sebagaimana diatur
oleh Peraturan Kemitraan);
(iii) Ketentuan lain yang dikeluarkan oleh Pemerintah.
b. Permohonan PMA dapat diajukan oleh PT, Koperasi, BUMN, BUMD, CV, Firma atau
perorangan.
c. Permohonan diajukan kepada Meninves/Kepala BKPM atau Kepala Perwakilan RI setempat
di luar negeri atau Ketua BKPMD setempat dan persetujuan atas permohonan dikeluarkan dalam
bentuk Surat Persetujuan PMA.
d. Permohonan untuk menikmati pembebasan dan keringanan pajak seperti bea masuk, PPN dan
PPn-BM atas pemasukan barang modal/alat perlengkapan yang diperlukan untuk pelaksanaan
penanaman modal.
e. Dalam segala hal kepemilikan saham pihak Indonesia tidak boleh lebih kecil dari modal yang
disetor/ditempatkan semula.
1. PMA harus berbentuk perseroan terbatas, berkedudukan di Indonesia;
2. Investasi dapat terdiri dari modal sendiri dan/atau pinjaman;
3. Jumlah modalnya relatif sesuai kelayakan ekonomi kegiatan macam usahanya;
i. Lokasi usaha dapat diseluruh Indonesia, tapi diutamakan dikawasan berikat/industri;
1. Jangka waktu Izin Usaha adalah 30 tahun sejak produksi komersial;
k. Izin Usaha (IU) dapat diperbaharui oleh Meninves/Kepala BKPM bila perusahaan PMA
masih tetap menjalankan usahanya yang bermanfaat bagi perekonomian/ pembangunan nasional

(mempunyai dampak positip a.l. untuk ekspor/tenaga kerja, pajak, lingkungan hidup,
perekonomian nasional).
l. PMA yang mengadakan perluasan usaha diperpanjang IU nya selama 30 tahun sejak usaha
perluasan berproduksi komersial;
m. Setelah berproduksi komersial:


perusahaan dapat menambah modal perusahaan sendiri;



mendirikan perusahaan baru;



membeli saham PMDN/perusahaan non-PMA;



membeli saham PMDN yang telah berdiri baik yang sudah/belum berproduksi komersial
melalui pasar modal dalam negeri;

n. Pembelian saham-saham tersebut di atas sepanjang bidang usahanya tetap terbuka bagi
penanaman modal;
o. Badan Hukum Asing (BHA) dapat membeli saham perusahaan PMA/PMDN/
Non-PMA/PMDN yang belum atau telah berproduksi komersial, baik melalui kepemilikan
langsung atau lewat pasar modal dalam negeri dan selama bidang usaha dari perusahaan yang
sahamnya akan dibeli tersebut terbuka bagi PMA dan dilakukan dalam upaya penyelamatan dan
penyehatan perusahaan.
IZIN YANG DIPERLUKAN
Seperti halnya PT PMDN, berdasarkan Keputusan Presiden No.97 tahun 1993 tanggal 23
Oktober 1993 tentang Tatacara Penanaman Modal sebagaimana terakhir diubah dengan
Keputusan Presiden No.117 tahun 1999 tanggal 30 September 1999 dan Kep BKPM No.38, izin
untuk PMA diatur sebagai berikut :
1. Surat Persetujuan (“SP PMA”) yang dikeluarkan oleh Meninves/Kepala BKPM atau
Ketua BKPMD yang berlaku untuk 3 tahun;
2. Selain SP PMA di atas Perizinan lainnya sama dengan PT PMDN dengan catatan SP
PMDN harus dibaca SP PMA.
DOKUMEN YANG HARUS DIPERHATIKAN OLEH BANK DALAM BERTRANSAKSI
DENGAN PT PMA
Sama dengan PT PMDN dengan ketentuan SP PMDN harus dibaca SP PMA dan butir g berbunyi
sebagai berikut:

g. Persetujuan dari Meninves/Kepala BKPM atau Kepala Perwakilan RI atau Ketua BKPMD
atas perubahan SP PMA dalam rangka melakukan kemitraan dengan usaha kecil.
(iii)

PT PERSERO

Salah satu bentuk khusus PT adalah Perusahaan Persero. Namun mengingat Perusahaan Persero
merupakan juga bagian dari Perusahaan Negara, maka pembahasan mengenai Perusahaan
Persero akan dibahas di Butir B.3 di bawah ini.
(iv)

PT SEBAGAI KELOMPOK USAHA

PENGERTIAN
1. UUPT tidak mengatur secara tegas mengenai pengertian kelompok usaha, namun dalam
beberapa pasal menyebutkan istilah “induk perusahaan” dan “anak perusahaan” tanpa
memberikan penegasan lebih lanjut mengenai apa yang dimaksud dari kedua istilah
tersebut.
2. UUPT hanya menegaskan bahwa anak perusahaan dilarang memiliki saham yang
dikeluarkan oleh induk perusahaannya (Pasal 29 ayat 2 UUPT).
3. Dalam hal saham induk perusahaan dibeli oleh anak perusahaannya, maka saham tersebut
tidak dapat digunakan untuk mengeluarkan suara dalam RUPS dan tidak diperhitungkan
dalam menentukan jumlah korum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan UUPT dan
anggaran dasar (Pasal 33 ayat 2 UUPT).
4. Pengertian yang umum mengenai suatu kelompok usaha adalah sebagai berikut:
Suatu kelompok usaha pada umumnya memiliki induk perusahaan (parent company) yang
merupakan holding company yaitu suatu perusahaan yang tujuannya adalah menguasai saham
atau manajemen dari perusahaan yang dimiliki/dikuasainya.
1. Dalam kelompok usaha dikenal 2 (dua) hubungan yaitu :
(i) Anak Perusahaan (subsidiary corporation) yaitu suatu anak perusahaan dimana persentase
kepemilikan saham oleh induk perusahaan adalah mayoritas, umumnya melebihi 50% dari saham
anak perusahaan. Pengendalian yang dilakukan oleh induk perusahaan antara lain kewenangan
untuk mengusulkan kepada RUPS mengenai susunan pengurus perseroan melalui RUPS atau
kebijakan yang dianggap penting bagi perusahaan.
(ii) Perusahaan Afiliasi (affiliate company) yaitu suatu perusahaan yang (melalui kepemilikan
saham) berada di bawah kontrol perusahaan lain, namun pada umumnya persentase kepemilikan
saham induk perusahaan adalah tidak melebihi 50 % dari saham anak perusahaan.
Umumnya perusahaan terafiliasi memiliki kewajiban kepada perusahaan induknya antara lain
kewajiban untuk memberikan informasi penting atas jalannya PT, seperti mengetahui keadaan

keuangan PT, mengetahui adanya kontrak yang material dari PT tersebut, demikian pula kontrol
terhadap perusahaan terafliliasi dilakukan induk perusahaan melalui Direksi/Komisaris yang
merupakan wakil dari induk perusahaan tersebut.
1. Holding Company dalam manajemen perusahaan dibedakan antara operating holding dan
invesment holding. Operating Holding adalah induk yang hidup dari usahanya sendiri
serta deviden anak perusahaan. Berbeda dengan Investment Holding yang tidak memiliki
usaha sendiri, sehingga induk perusahaan hanya menikmati keuntungan dari deviden
anak perusahaan.
KETENTUAN KELOMPOK USAHA MENURUT BANK INDONESIA
Sehubungan dengan belum lengkapnya ketentuan hukum di Indonesia yang mengatur kelompok
usaha secara spesifik, maka ketentuan Bank Indonesia yang berlaku saat ini dapat dijadikan
acuan dalam menangani kelompok usaha sebagai kelompok peminjam maupun pihak terkait
dengan peminjam atau kelompok peminjam.
Bank Indonesia menetapkan kriteria berkenaan dengan kelompok usaha berkaitan dengan
pemberian kredit yaitu ketentuan mengenai Batas Maksimum Pemberian Kredit (“BMPK”)
dimana ditetapkan ketentuan mengenai “Kelompok Peminjam” maupun “Pihak Terkait” dari
“Peminjam” atau “Kelompok Peminjam”.
Dasar Hukum
1. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia tertanggal 31 Desember 1998
No.31/177/KEP/DIR tentang BMPK sebagaimana diubah dengan Peraturan Bank
Indonesia No. 2/16/PBI/2000 tanggal 12 Juni 2000.
2. Peraturan Bank Indonesia No. 3/22/PBI/2001 tanggal 13 Desember 2001 tentang
Transparansi Kondisi Keuangan Bank.
Pengertian


“Peminjam” adalah nasabah perorangan atau perusahaan/badan yang memperoleh satu
atau lebih lebih penyediaan dana;



“Kelompok Peminjam” adalah sejumlah Peminjam yang satu sama lain mempunyai
kaitan dalam hal kepemilikan, kepengurusan dan/atau hubungan keuangan.



“Pihak Terkait” adalah Peminjam atau Kelompok Peminjam yang mempunyai
keterkaitan dengan Bank karena merupakan:

1. pemegang saham perorangan yang memiliki saham 10% atau lebih dari modal disetor
Bank;

2. pemegang saham berbentuk perusahaan/badan yang memiliki saham 10% atau lebih dari
modal disetor Bank;
3. anggota Dewan Komisaris Bank;
4. anggota Direksi Bank;
5. keluarga dari pihak-pihak tersebut dalam angka 1, angka 3 dan angka 4;
6. perorangan yang memiliki saham 25% atau lebih dan/atau yang mengendalikan
operasional, pengawasan atau pengambilan keputusan, baik langsung maupun tidak
langsung, atas perusahaan-perusahaan sebagaimana dimaksud dalam angka 2;
7. pejabat Bank yang mempunyai fungsi eksekutif, yaitu yang mempunyai pengaruh
terhadap operasional Bank dan/atau bertanggungjawab langsung kepada Direksi termasuk
pejabat Satuan Kerja Audit Intern dan Dewan Audit;
8. perusahan-perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan dari pihak-pihak dimaksud
dalam angka 1 sampai dengan 7 di atas dengan kepemilikan 10% atau lebih dari modal
disetor perusahaan;
9. perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat pengaruh dalam operasional,
pengawasan atau pengambilan keputusan dari pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 sampai dengan angka 7 walaupun pihak-pihak tersebut tidak memiliki saham
pada perusahaan dimaksud;
10. anak perusahaan Bank dengan kepemilikan saham Bank lebih dari 25% dari modal disetor
perusahaan dan/atau apabila Bank mempengaruhi perusahaan tersebut.


“Pengendalian” adalah:

1. Bank mempunyai hak suara yang lebih dari 50% berdasarkan suatu perjanjian dengan
investor lainnya;
2. Bank mempunyai hak untuk mengatur dan menentukan kebijakan finansial dan
operasional perusahan berdasarkan angaran dasar atau perjanjian;
3. Bank memiliki kewenangan untuk menunjuk atau memberhentikan mayoritas pengurus
perusahaan;
4. Bank mampu menguasai suara mayoritas dalam rapat pengurus;
5. Bank memiliki atau mengendalikan sekurang-kurangnya 10% saham dan merupakan
pemegang saham terbesar dibandingkan dengan kepemilikan pihak lain dalam
perusahaan;

6. Bank dan pihak terkait dengan Bank memiliki jumlah saham lebih dari 50% dari modal
perusahaan;
7. Aktivitas utama perusahaan tempat penyertaan adalah untuk memberikan manfaat bagi
Bank; dan atau
8. Bank memiliki saham dan merupakan kreditur terbesar dari perusahaan tempat
penyertaan.


“Perusahaan Induk” adalah badan hukum yang dibentuk untuk mengkonsolidasikan
suatu kelompok usaha dan memiliki saham bank baik secara langsung maupun tidak
langsung dengan kepemilikan lebih dari 50% atau melakukan Pengendalian terhadap
Bank.



“Perusahaan Induk di Bidang Keuangan” adalah badan hukum yang dibentuk oleh
Perusahaan Induk untuk mengkonsolidasikan seluruh aktivitas perusahaan induk atau
kelompok usaha yang bergerak di bidang keuangan atau yang melakukan Pengendalian
terhadap seluruh aktivitas perusahaan induk atau kelompok usaha yang bergerak d bidang
keuangan.



“Perusahaan Anak” adalah badan hukum yang dimiliki atau dikendalikan oleh Bank
baik secara langsung maupun tidak langsung yang terdiri dari:

1. Perusahaan Subsidiari yaitu Perusahan Anak dengan kepemilikan Bank lebih dari 50%;
2. Perusahaan Partisipasi adalah Perusahaan Anak dengan kepemilikan Bank 50% atau
kurang namun Bank memiliki Pengendalian terhadap perusahaan.


“Perusahaan Afiliasi” adalah perusahaan anak dari Perusahaan Induk Bank atau dari
Perusahaan Induk di Bidang Keuangan.

Karakteristik
Sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia tersebut di atas, suatu perusahaan digolongkan sebagai
anggota suatu “Kelompok Peminjam” apabila memenuhi salah satu kriteria keterkaitan dalam
hal kepemilikan, kepengurusan dan hubungan keuangan dengan satu atau lebih perusahaan
lainnya, yaitu sebagai berikut :
1. 25% atau lebih dari hak kepemilikan masing-masing perusahaan dikuasai oleh suatu
perusahaan atau seseorang atau secara bersama oleh suatu keluarga;
2. salah satu perusahaan menguasai 25% atau lebih hak kepemilikan perusahaan lain;
3. anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris dan lainnya yang mempunyai fungsi
eksekutif pada salah satu perusahaan, menjadi anggota Direksi, anggota Dewan

Komisaris, atau pejabat eksekutif pada perusahaan lainnya yang berwenang memutuskan
hal-hal yang berkaitan dengan operasional perusahaan;
4. dalam hal tidak terdapat hubungan kepemilikan dan/atau kepengurusan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1, 2 dan 3 di atas, dua atau lebih perusahaan dianggap sebagai
kelompok apabila terdapat hubungan keuangan sebagai berikut:
(i) satu perusahaan bertindak sebagai penjamin penyediaan dana yang diterima oleh
perusahaan lainnya;
(ii) satu perusahaan memberikan bantuan keuangan kepada perusahaan lainnya sehingga
mengakibatkan adanya pengendalian usaha oleh perusahaan pemberi bantuan.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam kaitannya dengan kelompok usaha sebagai
kelompok peminjam
Baik perusahaan anak maupun perusahaan induk pada prinsipnya dapat menjadi debitur, namun
demikian sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia tersebut di atas, namun demikian ditentukan
sebagai berikut :
(i) BMPK kepada Pihak Terkait dari Peminjam maupun Kelompok Peminjam tersebut
ditetapkan setinggi-tingginya 10% dari Modal Bank;
(ii) BMPK untuk jumlah seluruh Pihak Terkait ditetapkan setinggi-tingginya sebesar 10% dari
Modal Bank.
KETENTUAN KELOMPOK USAHA MENURUT UUPM
Menurut ketentuan UUPM yang masuk kategori PT sebagai kelompok usaha adalah hubungan
antara 2 (dua) perusahaan yang dikendalikan, baik langsung maupun tidak langsung, oleh Pihak
yang sama. Hal tersebut tersirat dalam butir e definisi tentang Afiliasi yang berbunyi sebagai
berikut:
a. hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara
horizontal maupun vertikal;
b. hubungan antara Pihak dengan pegawai, direktur, atau komisaris dari Pihak tersebut;
c. hubungan antara 2 (dua) perusahaan di mana terdapat satu atau lebih anggota direksi atau
dewan komisaris yang sama;
d. hubungan antara perusahaan dan Pihak, baik langsung maupun tidak langsung,
mengendalikan atau dikendalikan oleh perusahaan tersebut;
e. hubungan antara 2 (dua) perusahaan yang dikendalikan, baik langsung maupun tidak
langsung, oleh Pihak yang sama; atau

f.

hubungan antara perusahaan dan pemegang saham utama.

Berdasarkan definisi dalam butir e di atas 2 (dua) perusahaan yang dikendalikan, baik langsung
maupun tidak langsung, oleh Pihak yang sama merupakan affiliasi. Sedangkan yang dimaksud
Pihak dalam UUPM adalah orang perseorangan, perusahaan, usaha bersama, asosiasi, atau
kelompok yang terorganisasi.
B.3.

PERUSAHAAN NEGARA

(i)

PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)

PENGERTIAN
Perusahaan Perseroan (“Persero”) adalah Badan Usaha Milik Negara yang dibentuk
berdasarkan Undang-undang No.9 tahun 1969 tertanggal 1 Agustus 1969 tentang Bentuk-Bentuk
Usaha Negara (“UU No.9/1969”) yang berbentuk Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud
dalam UUPT yang seluruh atau paling sedikit 51% saham yang dikeluarkan