Dakwah Islam di Tengah Globalisasi Media

Saat ini tantangan dakwah Islam cukup berat dibandingkan dengan sebelumya. Terutama, dalam
pembentukan perilaku atau akhlak yang sesuai dengan tuntunan di dalam Alquran maupun hadist.
Hal ini dikarenakan adanya dua hal. Pertama, kemajuan teknologi informasi yang cukup pesat
perkembangannya. Kondisi ini ditandai dengan mudahnya berkomunikasi antara manusia misalnya melalui
sambungan telepon, handphone (HP), dan internet.
Dalam Islam, komunikasi harus dilakukan dengan tata cara yang baik dan santun. Namun, saat ini melalui
perkembangan teknologi informasi seseorang bisa dengan mudah menggunjingkan, menghina atau
menjelekan orang lain melalui beragam media baik HP maupun media sosial di internet.
Padahal, hal tersebut sangat dilarang oleh agama. Oleh karenanya, dakwah harus didorong untuk
mengarahkan umat Islam menggunakan media teknologi informasi dengan hal yang positif. Misalnya
dengan tidak mengumbar aatau mempublikasikan aib orang lain melalui media sosial atau sarana lainnya.
Namun, kesalahan seseorang harusnya diberikan nasihat agar tidak mengulanginya di kemudian hari.
Intinya, tantangan dalam perkembangan teknologi informasi ini dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
dakwah atau syiar Islam. Di mana, dakwah bisa dilakukan dengan lebih cepat dan akurat melalui beragam
teknologi informasi.
Di sisi lain, perkembangan teknologi informasi seperti dimuatnya ayat suci Alquran di dalam alat
komunikasi HP menjadi pertanyaan tersendiri bagi para ulama. Padahal, dalam Islam seseorang ketika
akan memegang atau membaca kitab suci Alquran harus dalam keadaan berwudhu. Sehingga ke depan
permasalahan ini harus dicarikan solusi maupun fatwa yang sesuai dengan tuntunan Alquran dan hadist.
Kedua, kemajuan teknologi transportasi. Di mana, jarak jauh yang awalnya bisa ditempuh selama berjamjam maupun berhari-hari saat ini bisa ditempuh dalam waktu yang relatif cepat dengan menggunakan
pesawat terbarng maupun helicopter.

Hal ini berkaitan dengan syarat diperbolehkannya shalat Jama jika menempuh seseorang perjalanan jauh.
Di sisi lain, perkembangan teknologi transportasi ini semakin mempermudah ruang gerak dakwah ke
sejumlah daerah bahkan hingga pelosok.
Kemudahan ini harus dimanfaatkan bagi kepentingan dakwah Islam agar bisa diterima masyarakat.
Sebelumnya, para dai harus berjalan kaki untuk melakukan dakwah kepada masyarakat yang berada di
pelosok.
Oleh karena itu, perkembangan tekonologi informasi dan transportasi idealnya dapat dimanfaatkan bagi
kepentingan dakwah agar lebih efektif, cepat, dan akurat. Sehingga nilai-nilai dakwah yang berisi ajakan
untuk selalu taat dan patuh kepada Allah SWT dapat terus terjaga. Khususnya, dengan menjalankan segala
perintah dan larangan yang terkandung dalam Alquran dan hadist nabi Muhammad SAW.
Revolusi teknologi informasi telah mengubah dunia menjadi desa kecil. Francess Cairncross menyebutnya
sebagai “the death of distance”. Komoditas yang tersedia di belahan lain juga tersedia di sini. Apa yang
dapat dilihat, dibaca, dan didengar di belahan lain juga bisa dinikmati disini dalam waktu yang bersamaan.
Revolusi teknologi informasi telah mengubah pola interaksi manusia dan mengakibatkan pergeseran nilai.
Tingkat persaingan di segala bidang semakin tinggi dan terbuka.

Kemajuan teknologi informasi telah mendorong terbentuknya kecenderungan individualistis. Apa yang
disebut komunitas tidak lagi harus sekumpulan orang-orang yang saling mengenal. Sekumpulan orang dari
berbagai belahan dunia bisa disebut sebagai sebuah komunitas, meskipun tidak saling mengenal satu sama
lain. Kemajuan teknologi informasi membuka jalan bagi terbentuknya sifat-sifat individualistis yang acuh

terhadap lingkungan sekitarnya.
Arus informasi dari berbagai belahan dunia sulit dibendung. Terbentuklah pasar bebas informasi tempat
bersaing berbagai ideologi, pengaruh dan opini. Suguhan pornografi, sadisme, terorisme dan hedonisme
bisa setiap hari menampilkan dirinya sembari meyakinkan kepada khayalak bahwa itulah cara hidup yang
baik dan benar. Marxime, materialisme dan anti tuhan bisa setiap saat menyambangi kita sembari
menawarkan dirinya sebagai jalan keselamatan.
Di sisi lain, teknologi informasi dapat menjadi alat yang efektif untuk menyebarkan misi dakwah islam.
Menurut data statistik, pada tahun 2012 pengguna internet di seluruh dunia mencapai 2,5 miliar, 63 juta
diantaranya adalah pengguna Indonesia. (Internetworlstat.com). Angka sebesar itu tidak mungkin
diperoleh dari kerumunan pengajian atau ceramah di luar dunia maya. Jika sebuah misi dakwah Islam bisa
diakses separo saja dari total pengguna intrnet, itu artinya sekali ceramah bisa didengar oleh jutaan umat,
jauh lebih efektif dibanding ceramah konvensional yang membutuhkan banyak waktu dan banyak tempat
untuk mencapai jumlah audience yang sama. Di sinilah perkembangan teknologi informasi menjadi
peluang bagi dakwah Islam.
Pendeknya, perkembangan teknologi dapat menjadi ancaman sekaligus peluang bagi misi dakwah Islam.
Pertanyaannya adalah bagaimana ancaman itu dapat diatasi dan peluang itu dapat dimanfaatkan, sehingga
perkembangan teknologi dapat menjadi berkah, bukan musibah, bagi misi dakwah Islam?
B. Pengertian dan Tanggung Jawab Dakwah
Secara etimologis dakwah berarti ajakan atau seruan. Secara terminologis dakwah adalah menyampaikan,
mengajarkan dan menerapkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Allah berfirman:

‫خيفلر نوينأ فحمحرونن لبال فنمفعحرو ل‬
(104 :‫حونن )ال عمران‬
‫عونن لإنلى ال ف ن‬
‫نول فتنك حفن لمن فك حفم أ ح منمةة ينفد ح‬
‫علن ال فحمن فك نلر نوحأول نلئنك حهحم ال فحمففلل ح‬
‫ف نوينن فنهفونن ن‬
‫عل نحم لبال فحمفهتنلدينن‬
‫عفن نسلبيللله نوحهنو أ ن ف‬
‫حنسن نلة نونجالدل فحهفم لبال منلتي لهني أ نفحنسحن لإ منن نربمننك حهنو أ ن ف‬
‫عل نحم لبنمفن نض منل ن‬
‫افدحع لإنلى نسلبيلل نر لبمنك لبال فلحك فنملة نوال فنمفولعنظلة ال ف ن‬
(125 :‫)النحل‬
(108 :‫حانن الل منله نونما أ نننا لمنن ال فحمفشلرلكينن )يوسف‬
‫حقفل نهلذله نسلبيللي أ نفد ح‬
‫عو لإنلى الل منله ن‬
‫عنلى بنلصينرةة أ نننا نونملن اتمنبننعلني نوحسبف ن‬
Makna yang sama juga ditekan Rasulullah Ṣalla Allah ‘Alaihy wa Sallam. Ia bersabda:
(3461 :‫علمني نول نفو آينةة )البخاري‬
‫بنلل محغوا ن‬
Di samping sebagai penyampaian ajaran Islam, dakwah juga merupakan upaya pembimbingan dan

pembinaan terhadap prakarsa umat menuju penerapan ajaran Islam. Hal ini tercermin dari tugas
Rasulullah Ṣalla Allah ‘Alaihy wa Sallam, sebagaimana termakktub dalam firman Allah:
(151 :‫كوحنوا تنفعل نحمونن )البقرة‬
‫ب نوال فلحك فنمنة نويحنعلل محمك حفم نما ل نفم تن ح‬
‫ك ننما أ نفرنسل فننا لفيك حفم نرحسوةلا لمن فك حفم ينتفحلو ن‬
‫عل نيفك حفم آنيالتننا نويحنزلمكيك حفم نويحنعلل محمك ححم ال فلكنتا ن‬

‫‪Ayat tersebut di atas menunujukkan bahwa Rasulullah Ṣalla Allah ‘Alaihy wa Sallam tidak hanya‬‬
‫‪menyampaikan, tetapi juga mengajarkan, membimbing dan membina sahabat-sahabatnya.‬‬
‫‪Ajaran Islam yang bersumber dari ayat-ayat Allah dan sabda Rasulullah Ṣalla Allah ‘Alaihy wa‬‬
‫‪Sallam bertujuan memberikan kesejahteraan, baik di dunia maupun akhirat. Allah berfirman:‬‬
‫ب‬
‫نوابفتنلغ لفينما آنتانك الل منحه ال مندانر افلآلخنرنة نونلا تنن فنس ن نلصيبننك لمنن ال محدن فنيا نوأ نفحلسفن ك ننما أ نفحنسنن الل منحه لإل نيفنك نونلا تنبفلغ ال فنفنساند لفي ال فأ نفرلض لإ منن الل مننه نلا يحلح مح‬
‫ال فحمففلسلدينن )القصص‪(77:‬‬
‫‪Dengan demikian dakwah bertujuan menciptakan kehidupan yang sejahtera bagi umat manusia, baik di‬‬
‫‪dunia maupun akhirat.‬‬
‫‪Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dakwah adalah upaya menciptakan kehidupan sejahtera‬‬
‫‪bagi umat manusia di dunia dan akhirat dengan menyampaikan, mengajarkan dan menerapkan‬‬
‫‪ajaran Islam dalam keseharian umat. Dakwah bukan sekedar orasi mimbar atau pengajian akbar, tanpa‬‬
‫‪memperhatikan, sejauh mana umat telah memahami dan menerapkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari‬‬‫‪hari.‬‬

‫?‪Siapakah yang bertanggung jawab mengemban tugas dakwah‬‬
‫‪Pada dasarnya setiap orang bertanggung jawab atas nasibnya sendiri. Kesejahteraannya di dunia dan‬‬
‫‪akhirat menjadi tanggung jawab sendiri. Allah berfirman:‬‬
‫عل نيفنها نمنلالئك نةة لغنلاةظ لشندادة نلا ينفعحصونن الل مننه نما أ ننمنرحهفم نوينففنعحلونن نما يحفؤنمحرونن‬
‫جانرحة ن‬
‫نيا أ نيمحنها ال منلذينن آنمحنوا حقوا أ نن فحفنسك حفم نوأ نفهلليك حفم نناةرا نوحقوحدنها ال منناحس نوال فلح ن‬
‫)التحريم‪(6 :‬‬
‫‪Apa yang dilakukan Rasulullah juga menunjukkan bahwa kesejahteraan dunia juga menjadi tanggung‬‬
‫‪jawab personal tiap orang. Suatu kali seseorang datang kepada rasulullah dan meminta. Rasulullah Ṣalla‬‬
‫‪Allah ‘Alaihy wa Sallam tidak memberinya, melainkan memerintahkannya untuk bekerja dengan modalnya‬‬
‫‪sendiri. Berikut kisah selengkapnya sebagaimana diriwayatkan Abu Daud:‬‬
‫عل نيفله نونسل مننم ينفسأ نل ححه‪ ،‬نفنقانل‪» :‬أ ننما لفي بنيفلتنك نشفيةء؟« نقانل‪ :‬بننلى‪ ،‬لحل فةس ن نل فبنحس بنفعنضحه نون نبفحسحط بنفعنضحه‪،‬‬
‫أ ن منن نرحجةلا لمنن ال فأ نن فنصالر أ ننتى الن منلب مني نص منلى اللحه ن‬
‫عل نيفله نونسل مننم لبينلدله‪ ،‬نونقانل‪» :‬نمفن ينفشتنلري‬
‫ب لفيله لمنن ال فنمالء‪ ،‬نقانل‪» :‬ائفلتلني لبلهنما« ‪ ،‬نقانل‪ :‬نفأ ننتاحه لبلهنما‪ ،‬نفأ ن ن‬
‫خنذحهنما نرحسوحل الل منله نص منلى اللحه ن‬
‫نونقفع ة‬
‫ب ن نفشنر ح‬
‫ن‬
‫ن‬

‫ن‬
‫ن‬
‫عنطاحهنما لإ منياحه‪،‬‬
‫عنلى لدفرنهةم نم منرتنيفلن‪ ،‬أفو ثننلاةثا« ‪ ،‬نقانل نرحجةل‪ :‬أننا آ ح‬
‫نهنذيفلن؟« نقانل نرحجةل‪ :‬أننا‪ ،‬آ ح‬
‫خحذحهنما لبلدفرنهنميفلن نفأ ف‬
‫خحذحهنما لبلدفرنهةم‪ ،‬نقانل‪» :‬نمفن ينلزيحد ن‬
‫ف‬
‫ن‬
‫ن‬
‫ن‬
‫ن‬
‫خلر نقحدوةما نفألتلني لبله‪ ، «،‬نفأنتاحه لبله‪ ،‬نفنش مند لفيله‬
‫عنطاحهنما ال فأن فنصالر مني‪ ،‬نونقانل‪» :‬افشتنلر لبأنحلدلهنما نطنعاةما نفان فلبفذحه لإنلى أفهللنك‪ ،‬نوافشتنلر لبافلآ ن‬
‫نوأ ن ن‬
‫خنذ اللمدفرنهنميفلن نوأ ن ف‬
‫ب‬
‫ب نولبفع‪ ،‬نونلا أ ننرينن مننك ن‬
‫عل نيفله نونسل مننم ح‬
‫ب ال منرحجحل ين ف‬

‫خفمنسنة ن‬
‫نرحسوحل الل منله نص منلى اللحه ن‬
‫حتنلط ح‬
‫ب نفافحتنلط ف‬
‫عوةدا لبينلدله‪ ،‬ثحممن نقانل ل نحه‪» :‬افذنه ف‬
‫عنشنر ينفوةما« ‪ ،‬نفنذنه ن‬
‫ن‬
‫خيفةر ل ننك لمفن‬
‫عل نيفله نونسل مننم‪ ” :‬نهنذا ن‬
‫عفشنرنة ندنرالهنم‪ ،‬نفافشتننرى لببنفعلضنها ثنفوةبا‪ ،‬نولببنفعلضنها نطنعاةما‪ ،‬نفنقانل نرحسوحل الل منله نص منلى اللحه ن‬
‫ب ن‬
‫نوينلبيحع‪ ،‬نف ن‬
‫جانء نونقفد أنصا ن‬
‫غفرةم حمففلظةع‪ ،‬أ نفو لللذي ندةم‬
‫أ نفن ]ص‪ [121:‬تنلجينء ال فنمفسأ نل نحة ن حك فتنةة لفي نوفجلهنك ينفونم ال فلقنيانملة‪ ،‬لإ منن ال فنمفسأ نل ننة نلا تنفصل ححح لإ منلا للثننلاثنةة‪ :‬لللذي نففقةر حمفدلقةع‪ ،‬أ نفو لللذي ح‬
‫حمولجةع ” )ابو داود‪(1641 :‬‬
‫‪Di sisi lain manusia juga memiliki tanggung jawab kolektif untuk menciptakan kehidupan bersama yang‬‬
‫‪sejahtera di dunia dan akhirat. Rasullah Ṣalla Allah ‘Alaihy wa Sallam bersabda:‬‬
‫ب للن نففلسله )البخاري‪(13 :‬‬
‫ب للأ نلخيله نما يحلح مح‬

‫ل ن يحفؤلمحن أ ننححدك حفم‪ ،‬نح منتى يحلح من‬
‫‪Jika seseorang menginginkan kesejahteraan di dunia dan akhirat bagi dirinya, maka ia juga harus‬‬
‫‪menginginkannya bagi orang lain. Bahkan Rasulullah Ṣalla Allah ‘Alaihy wa Sallam mengecam orang‬‬

yang mengacuhkan penderitaan orang lain di lingkungannya, sementara ia hidup bergelimang kemewahan.
Rasulullah bersabda:
(112 :‫ الدب المفرد‬،‫ليس المؤمن الذي يشبع وجاره جائع )البخاري‬
Bahkan sikap acuh terhadap kemungkaran yang terjadi di lingkungannya akan mendatangkan bencana.
Allah berfirman :
(79 :‫عفن حمن فك نةر نفنعحلوحه ل نلبئفنس نما نكاحنوا ينففنعحلونن )المائدة‬
‫نكاحنوا نلا ينتنننانهفونن ن‬
Makna yang sama juga disabdakan Rasulullah Ṣalla Allah ‘Alaihy wa Sallam:
(2168 :‫ب لمن فحه )الترمذي‬
‫لإ منن ال مننانس لإنذا نرأ نفوا ال منظاللنم نفل نفم ينأ ف ح‬
‫عنلى يننديفله أ نفونشنك أ نفن ينحع منمحهحم الل منحه لبلعنقا ة‬
‫خحذوا ن‬
Dengan demikian dakwah pertama dan terutama menjadi tangungg jawab personal. Dalam konteks ini
sasaran dakwah sekurang-kurangnya meliputi diri dan keluarga, sebagaimana diebutkan surat alTaḥrīm ayat 6 di atas, juga firman Allah berikyt ini:
(132 :‫ححن ن نفرحزحقنك نوال فنعالقبنحة لللتمنفقنوى )طه‬
‫عل نيفنها نلا ن نفسأ نل حنك لرفزةقا ن ن ف‬

‫نوأ فحمفر أ نفهل ننك لبال منصنلالة نوافصنطلبفر ن‬
Tanggung jawab personal juga diwujudkan dalam bentuk partisipasi dalam mencapai masyarakat yang
sejahtera dunia dan akhirat. Pada saat yang sama dakwah juga menjadi tanggung jawab kolektif terhadap
lingkungan dan sesamanya.
C. Perubahan Melalui Aras Atas Budaya
Mengacu definisi di atas, seorang da’i adalah agen perubahan soasial. Tugas seorang da’i adalah
melakukan perubahan sosial dan budaya menuju sistem nilai dan sistem sosial yang selaras dengan ajaran
Islam. Ada tiga wujud budaya, yaitu: sistem nilai, sistem perilaku dan artefak. Secara mudah ketiga wujud
budaya ini dapat digambarkan sebagai berikut. Suatu masyarakat yang meykini pentingya pendidikan akan
bersekolah, dan agar orang-orang dapat bersekolah maka dibangunlah sekolahan. Sekolahan adalah wujud
artefak dari budaya; bersekolah adalah wujud sistem perilaku dari budaya; dan keyakinan tentang
pentingnya sekolah adalah wujud sistem nilai dari budaya.
Perubahan budaya bisa dimulai dari aras artefak. Misalnya, selama ini kencing berdiri dianggap tabu, dan
karenanya orang tidak akan kencing berdiri kecuali ia siap mendapatkan sanksi sosial. Tetapi dengan
banyaknya fasilitas umum yang hanya menyiapkan orang untuk kencing berdiri, maka orang akan terbiasa
kencing berdiri. Ketika perilaku kencing berdiri teru menerus dilakukan dalam skala masif, maka perilaku
kencing berdiri tidak lagi dianggap sebagai penyimpangan. Pada gilirannya perilaku ini akan melhirkan
nilai baru, yaitu ketidaktabuan kencing berdiri, menggeser nilai lama yang menabukan kencing berdiri.
Dari artefak yaitu fasilitas kencing berdiri, lahir sistem perilaku kencing berdiri, dan berakhir dengan
lahirnya nilai baru: ketidak-tabuan kencing berdiri.

Terkait hal tersebut di atas, ketika kita sedang berpikir bagaimana memanfaatkan kemajuan teknologi
informasi untuk kepentingan dakwah, sesungguhnya teknologi itu sendiri telah melakukan “dakwah”
dengan caranya sendiri. Terlepas apakah teknologi bebas nilai atau tidak, ia telah mengkondisikan suatu
perubahan pola perilaku. Media sosial seperti facebook dan BBM, misalnya, secara tidak langsung telah
mengubah pola interaksi antar person. Dengan kedua media sosial ini, seseorang dapat terjebak dalam

obrolan panjang yang menyita waktu sembari mengabaikan kawan, keluarga atau tetangga yang secara
fisik nyata-nyata berada di dekatnya. Pada gilirannya pola interaksi tersebut akan membawa perubahan
baru dalam konsep pertemanan, persepsi kedekatan hubungan dan nilai-nilai silaturrahmi.
Ini hanya salah satu contoh kecil yang berdampak besar. Dan inilah salah satu ancaman bagi dakwah
Islam. Mampukah para da’i menjadikan artefak Facebook dan media sosial lainnya sebagai pendorong dan
pencipta atmosfer yang mengarah kepada nilai-nilai Islam.
D. Belajar Dari Ka’bah, Bukit Safa dan Marwa
Sebelum Islam datang, Ka’bah telah menjadi pusat pertemuan musiman suku-suku Arab di seluruh
semenanjung Arab. Di samping untuk melaksanakan tradisi ritual, pertemuan musiman itu juga mereka
manfaatkan untuk kepentingan ekonomi, sosial dan politik. Tradisi ritual yang mereka lakukan tidaklah
seperti ibadah haji yang dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan jauh dari segala bentuk
maksiat. Dalam keadaan telanjang mereka mengelilingi Ka’bah sambil bersiul dan bertepuk. Dan di dalam
Ka’bah terdapat ratusan berhala yang menjadi sembahan mereka. Patung-patung juga terdapat di bukit safa
dan marwa. Setiap sampai di kedua bukit tersebut, patung-patung itu, mereka sembah.

Ketika Islam datang, Ka’bah tidak dihancurkan, melainkan dibersihkan dari praktik-praktik syirik dan
maksiat. Thawaf ditetapkan sebagai amalan haji dengan menghilangkan perilaku telanjang, bersiul dan
bertepuk. Ketika Rasulullah berhasil menguasai Makkah, Ka’bah dibersihkan dari berhala-berhala yang
menjadi sembahan orang-orang musyrik. Demikian pula, berjalan di antara bukit Safa dan Marwa
ditetapkan sebagai amalan haji dengan menghilangkan berhala-berhala.
Uraian di atas menggambarkan bahwa Ka’bah sebagai artefak budaya merupakan perwujudan dari
pemenuhan kebutuhan perilaku ritual. Pada masa jahiliyah perilaku ritual itu berwujud tindakan-tindakan
syirik dan maksiat. Demikian pula bukit Sofa dan Marwa yang dijadikan tempat pemujaan berhala. Bahkan
pada masa awal ditetapkannya sa’i sebagai amalan haji, sebagaian sahabat enggan melaksanakannya,
karena merasa amalan itu adalah amalan jahiliyah. Hal itu mengindikasikan bahwa perilaku syirik di Safa
dan Marwa merupakan wujud budaya yang identik dengan wujud budaya lain, yaitu bukit Safa dan Marwa.
Artefak budaya yang bernilai positif tetapi memiliki ekses negatif tidak direspon dengan menjauhinya.
Justru sebaliknya, Islam berjuang keras bagimana artefak budaya tersebut bisa menjadi perwujudan dari
perilaku ritual yang sesuai dengan ajaran Islam. Perjuangan itu dilakukan dengan menanamkan nilai-nilai
Islami kepada masyarakat setempat. Ka’bah yang semula menjadi tempat pemujaan berhala dan perilaku
maksiat diubah menjadi tempat mengesakan Allah dan perilaku saleh
Dengan demikian artefak budaya yang memiliki nilai positif, tetapi dapat mengkondisikan perilaku buruk,
seharusnya disikapi dengan mengubah mindset dan perlakuan terhadap artefak tersebut. Mindset dan
perlakuan masyarakat terhadap Facebook dan BBM harus dikondisikan sedemikian rupa agar dapat
terhindar dari keburukan dan mendorong ketaatan. Salah satunya dengan menanamkan nilai-nilai Islam
dalam memanfaatkan media sosial, seperti Facebook dan BBM.
Untuk sedikit memperjelas kata “sedemikian rupa” di atas, kisah nyata berikut ini barangkali dpat
memberikan ilustrasi. Suatu kali di suatu daerah di Semarang terdapat kampung yang penduduknya

bergama Islam. Seorang non muslim datang kepada mereka dan menawarkan pembangunan rumah dengan
harga sangat murah dan terjangkau. Setelah pembangunan komplek perumahan selesai, mereka segera
menempati rumah-rumah yang memang telah didermakan untuk mereka. Persoalanya adalah, komplek
perumahan itu tidak dibangun bebas nilai dan kepentingan. Penyandang dana pembangunan komplek
perumahan tersebut bermaksud memurtadkan penduduk kampung dengan bantuannya. Untuk melawan
upaya pemurtadan, kyai setempat menggagas pembangunan masjid di komplek baru tersebut. Dan melalui
masjid inilah masyarakat dibentengi dari upaya pemurtadan.
Jadi, pengertian “sedemikian rupa” dalam konteks media sosial adalah bagaimana “membangun masjid” di
dalam Facebook dan BBM.
E. Strategi Berbeda dalm Masyarakat yang Berbeda
Di samping ancaman di atas, perkembangan teknologi informasi juga mengubah karakter masyarakat.
Umumnya masyarakat di era teknologi informasi bersifat individualistis, rasional dan egaliter dalam
pengertian tidak mudah tunduk pada titah kyai. Perubahan ini juga menuntut perubahan strategi dakwah.
Pada saat yang sama perubahan tersebut juga memberikan peluang dakwah yang sangat besar. Sebab,
masyarakat yang individualistis dan rasional umumnya kering kerontang secara spiritual, dan karenanya
mereka haus akan sentuhan-sentuhan religius.
Dakwah dari pintu ke pintu menemukan relevansinya dalam masyarakat yang bersifat indivudualistis.
Sebab, mereka sulit megikuti kegiatan yang bersifat massal kecuali karena tuntutan tugas. Metode dakwah
personal menuai sukses di kota-kota besar yang masayarakatnya bersifat individualistis-rasional.
Kebanyakan Islamnya orang Eropa dan Amerika bukan karena dakwah ala walisongo, tetapi dakwah ala
Jama’ah Tabligh dan Ahmadiyah. Karena itu, ketika suatu kali Abul A’la al-Maududi ditanya tentang
keberadaan Jama’ah Tabligh, ia menjawab bahwa kelompok tersebut telah melakukan tugas-tugas yang
saya lakukan. Dengan kata lain dari sudut metode dakwah, Jama’ah Tabligh memiliki nilai plus.
Karakter rasional sangat bertolak belakang dengan karakter mistis. Bisa jadi karakter mistis masih dominan
dalam masyarakat jawa. Tetapi generasi yang lahir tahun 90-an kelak akan menjadi unsur mayoritas. Dan
umumnya mereka memiliki karakter rasional. Berdakwah dalam masyarakat yang berkarakter rasional
tidak cukup hanya dilakukan secara indoktrinal-dogmatis, tetapi harus disertai penalaran logis. Karakter
rasional tidak bisa menerima sesuatu secara taken for granted. Bahasa semacam, “saru”, “gak elok” tidak
akan diterima jika tidak disertai penjelasan rasional.
Karakter egaliter umumnya tidak menganggap orang lain lebih berhak menyampaikan kebenaran. Problem
otoritas telah menghadang ketika sebuah dakwah Islam hendak di sampaikan kepada masyarakat yang
berkarakter egaliter. Dalam kasus dakwah Rasulullah Ṣalla Allah ‘Alaihy wa Sallam otoritas itu diperoleh
dengan turunya mukjizat. Dengan mukjizat setidaknya masyarakat meyakini bahwa seorang da’i memang
memiliki otoritas menyampaikan kebenaran. Dalam konteks dakwah kontemporer, otoritas itu bisa berupa
gelar, status sosial, kekayaan dan lain-lain, bergantung kepada masyarakat yang menjadi sasaran dakwah.
Gelar, pangkat, kedudukan, jabatan, kekayaan dan status sosial bukan syarat utama, melainkan aksesoris
yang menjadi pintu masuk dakwah kita kepada suatu masyarakat. Ilmu dan kecakapan teknis berdakwah

tetap yang utama. Sebagaimana pepatah arab, “ pakainamu memuliakanmu sebelum kamu duduk. Dan
ilmumu memuliakanmu setelah kamu duduk”.
Di atas itu semua, keberhasilan dakwah dalam era apapun dan di manapun sangat ditentukan oleh
keteladanan da’i. Penerimaan mayarakat terhadap meteri dakwah sanagt dipengaruhi oleh kesatuan ucapan
dan perbuatan seorang da’i. Dan itulah yang di contohkan Rasulullah Ṣalla Allah ‘Alaihy wa Sallam ketika
berdakwah.
F. Kesimpulan
Perkembangan teknologi informasi menghadirkan berbagai tantangan bagi dakwah Islam. Tantangan itu
dapat dirumuskan sebagai berikut. (1) Bagaimana mengubah perilaku munkar masayarakat yang terbentuk
dan terkondisikan oleh kemajuan teknologi. (2) Bagaimana memenangi persaingan dengan kelompokkelompok lain dalam menciptakan masyarakat yang islami. (3) Bagaimana mendapatkan pintu masuk agar
dakwah Islam dapat didengar sebanyak-banyak orang.
Tantangan pertama harus direspon dengan dua hal. (1) Menciptakan artefak-artefak baru yang dapat
mendorong dan mengkondisikan perilaku saleh. (2) Mengubah mindset dan perlakuan terhadap teknologi
melalui penanaman nilai-nilai yang Islami. Tantangan kedua dapat direspon dengan melakukan
diversifikasi pendekatan dan metode dakwah sesuai dengan karakter masyarakat. Tantangan ketiga perlu
direspon dengan mendapatkan otoritas yang dibutuhkan dalam berdakwah.
Dan yang terpenting, semua upaya itu harus diimbangi dengan perilaku santun dan akhlakul karimah dari
seorang