PENGATURAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL prinsi DAL
1
PENGATURAN PERDAGANGAN DALAM TRIPs DAN TRIMs
AGREEMENT
Oleh
Deli Bunga Saravistha
Program Pasca Sarjana Universitas Udayana
A. Dari GATT menjadi WTO
Berdagang atau melakukan kegiatan dalam dunia perdagangan adalah
kebebasan fundamental atau fundamental freedom setiap insan. Untuk itu tidak
boleh dibatasi dengan perbedaan antara manusia satu dengan manusia lain yang
muncul dari perbedaan agama, suku, kepercayaan, politik, sistem hukum, dan
lainnya.1 Di Indonesia sendiri kegiatan perdagangan internasional sudah lama
dilakukan oleh nenek moyang kita dari Suku Bugis di Sulawesi Selatan yang
armadanya mengarungi lautan hingga ke Malaya yang sekarang kita kenal dengan
Singapura dan Malaysia.
Dalam hal ini bukan saja perdagangan antar individu dengan individu tapi
juga antara badan hukum dan bahkan negara sebagai pelaku perdagangan. Untuk
itu ada baiknya kita membahas definisi dari perdagangan internasional itu.
Menurut Hercules Booysen seorang sarjana Afrika Selatan perdagangan
internasional memiliki tiga unsur antara lain:2
1. Merupakan cabang khusus dari hukum internasional;
2. Adalah aturan-aturan hukum internasional yang berlaku bagi aktivitas
perdagangan baik barangm jasa dan perlindungan hak atas kekayaan
intelektual (HKI) dan sumber-sumber hukum perdagangan internasional
tentunya akan sama dengan hukum internasional. Dalam definisi ini dan
seperti yang sudah diungkap pada paragraph sebelumnya bahwa pelakunya
bukan hanya negara melainkan negara hanya sebagai regulator atau
pengatur;
3. Hukum perdagangan internasional ini juga termasuk di dalamnya yaitu
hukum nasional yang memiliki pengaruh langsung terhadap aktivitas
1
Huala Adolf, 2005, Hukum Perdagangan Internasional, Jakarta, PT. Rajagrafindo
Persada, h. 3
2
Ibid, h. 10
2
perdagangan internasional secara umum, missal perundang-undangan yang
ekstrateritorial.
Dari definisi diatas maka terlihat bahwa aktivitas perdagangan internasional
adalah tanpa batas negara (borderless). Maka dari sanalah para wakil-wakil dari
setiap negara yang pada waktu itu banyak dipelopori oleh negara maju duduk
bersama dan membicarakan liberalisasi perdagangan. Dan munculah GATT pada
Oktober tahun 1947 sebagai jawabannya.
GATT atau General Agreement on Tariff and Trade hanya meliputi
perdagangan barang saja awalnya, kemudian dari beberapa putaran, khususnya
Uruguay
Round
mulai
membicarakan
tentang dumping,
antidumping,
perdagangan jasa dan perlindungan HKI maka GATT sepakat diubah menjadi
WTO atau World Trade Organization, sehingga nama tersebut mampu mengcover
segala hal yang diperjanjikan di dalamnya. WTO melahirkan tiga annex utama
yaitu:
1. TRIMs atau Trade Related of Invesment Measures;
2. TRIPs atau Trade Related Aspect of Intelectual Property Rights;
3. GATs atau General Agreement on Trade and Services.
B. Pengaturan Perdagangan dalam TRIMs Agreement
Pasal 1
This agreement applies to investment measures related to trade in goods only
(reffered to in this Agreement as TRIMs)
Perjanjian menyatakan bahwa perjanjian hanya terkait dengan perdagangan di
bidang barang (yang terkait dengan penanaman modal). Pasal ini dengan jelas
menyatakan keinginan negara sedang berkembang yang menginginkan agar
pengaturan di bidang penenaman ini tidak memuat aturan baru atau tambahan.
Pada pokoknya hasil dari perjanjian TRIMs ini merupakan penegasan kembali
prinsip psinsip pokok yaitu the national treatment (pasal III) (National Treatment
3
on Internal Taxation and Regulatioan) dan larangan penggunaan restriksi
kuantitatif (kuota) pasal XI (General Elimination of Quantitative Restrictions).
Pasal 2
Without prejudice to other rights and obligations under GATT 1994, no member
shall apply by TRIMs that is inconsistent with provisions of article III or Article XI
GATT 1994
An illustrative list of TRIMs that are inconsistent with the obligation of national
treatment provided for in paragraph 4 of Article III GATT 1994 and obligation of
general elimination of quantitative restriction provided for in paragraph 1 of
Article XI of GATT 1994 is contained in Annex to this agreement.
Bahwa kegiatan investasi yang terkait dengan perdagangan barang tidak boleh
bertentangan dengan Pasal III dan XI dari GATT
Mengatur tentang kebijakan investasi yang terkait dengan prinsip national
treatment terkait barang import dan dalam negeri (Pasal III) dan larangan umum
pembatasan kuantitatif (Pasal XI)
Pasal 3
Menyatakan bahwa semua pengecualian yang termuat dalm GATT akan tetap
berlaku terhadap ketentuan pasal-pasal perjanjian TRIMs, seperti misalnya moral
masyarakat, peduli lingkungan, keamanan nasional, dan lain-lain. Dengan kata lain
memperbolehkan negara-negara anggota untuk menyesuaikan dengan penerapan
prinsip national treatment dan mengeliminasi penerapan prinsip larangan
pembatasan kuantitatif. Ini berarti bahwa perjanjian dalam TRIMs tidak
memaksakan kewajiban tambahan terhadap negara anggota WTO untuk mengikuti
Pasal III dan XI GATT 1994.
Pasal 4
4
Secara khusus ditujukan kepada negara sedang berkembang. Pasal ini
membolehkan negara-negara ini untuk menyimpangi sementara waktu ketentuan
Pasal 2, sepanjang dan sesuai dengan ketentuan pasal III dan XI GATT dapat
disimpangi sesuai dengan pasal XVIII GATT 1994, the Understanding on the
Balance of Payments of GATT 199 dan deklarasi mengenai upaya-upaya
perdagangan yang diambil guna tujuan penyeimbangan Neraca Perdagangan
(Declaration on Trade Measures taken for Balance of Payment Purpose of 28
December 1949).
Hal ini agar negara berkembang dapat menstabilkan dan mengembangkan neraca
perdagangannya.
Pasal 5
Mensyaratkan untuk menotifikasi kepada Dewan Perdagangan Barang (the Trade
in Goods Council) dalam jangka waktu 90 hari setelah berlakunya Perjanjian WTO
semua TRIMs yang tidak sesuai yang ditetapkan negara-negara anggota (ayat I).
pasal 5 ayat 2 juga mensyaratkan negara-negara anggotanya untuk melakukan
penyesuaian terhadap semua TRIMs dalam jangka waktu 2 (dua) tahun untuk
negara maju, 5 (lima) tahun untuk negara sedang berkembang dan 7 (tujuh) tahun
untuk negara miskin (least developed countries). Negara berkembang dapat pula
memohon perpanjangan waktu transisi apabila mereka menghadapi masalah dalam
mengimplementasikan perjanjian TRIMs (ayat 3). Pasal 5 ayat 4 memuat suatu
ketentuan khusus yang membolehkan penerapan TRIMs terhadap perusahaanperusahaan (baru) selama jangka waktu transisi apabila hal ini dipandang perlu
agar tidak merugikan perusahaan yang telah ada yang tunduk kepada ketentuan
perjanjian TRIMs.
Pasal 6
Memuat kewajiban transparansi di dalam menetapkan perjanjian TRIMs. Pasal ini
mensyaratkan kewajiban notifikasi kepada sekretaris WTO mengenai publikasi
adanya TRIMs, termasuk TRIMs yang diterapkan oleh pemerintah daerah dan atau
5
pejabat-pejabat yang memiliki kewenangan di bidang kebijakan penanaman modal
di dalam wilayah kekuasaannya.
Pasal 7
Memuat pembentukan badan baru yaitu the Committee on Trade Related
Investment Measures. The Committee bertugas memonitor pelaksanaan komitmen-
komitmen negara anggota berdasarkan perjanjian TRIMs ini dan melaporkannya
setiap tahun kepada the Council for Trade in Goods atau Dewan Perdagangan
Barang.
Pasal 8
Terkait dengan penyelesaian sengketa TRIMs, yang memberlakukan pasal XXIIXXIII GATT 1994. Ketentuan penyelesaian sengketa ini kemudian mengacu pula
kepada Annex 2 mengenai the Dispute Settlement Understanding.
Pasal 9
Menyatakan bawa the Councils for Trade in Goods akan meninjau perjanjian
TRIMs dalam jangka waktu 5 tahun sejak berlakunya perjanjian. Tujuan dari
tinjauan ini adalah untuk mengusulkan amandemen terhadap muatan atau isi daftar
ilustrasi dan memepertimbangkan ketentuan mengenai kebijakan investasi (the
Scope of Complementary provisions on Investment Policy) dan kebijakan
persaingan (Competition Policy)
C. Pengaturan Perdagangan dalam TRIPs
Pasal 1
Bahwa negara anggota dapat menerapkan perlindungan yang lebih luas mengenai
HKI melebihi perlindungan dalam TRIPs asalkan tidak bertentangan. Negara
6
anggota bebas menetukan cara untuk menerapkan ketentuan TRIPs sesuai dengan
system hukum dan praktek hukum negara masing-masing.
Pasal 2
Bahwa ketentuan TRIPs Bagian II, III, dan IV harus sesuai dengan Konvensi Paris
1967 dari Pasal 1 sampai dengan 12, dan Pasal 19.
Bahwa ketentuan I-IV TRIPs jangan sampai mengenyampingkan kewajiban
terhadap Konvensi Paris, Konvensi Berne, Konvensi Roma, dan Perjanjian HKI
tentang Sirkuit Terpadu.
Pasal 3
Mengenai pemberlakuan prinsip national treatment mengenai produk HKI dengan
pengecualian yang diatur dalam Konvensi Paris 1967,
Konvensi Berne, dan
seterusnya.
Pasal 4
Mengenai pemberlakuan Prinsip Most Favored Nation
(tentu saja berlaku bagi kebijakan produk HKI dalam aktifitas perdagangan)
Pasal 15
Mengenai Objek yang dilindungi yaitu Merek yang nantinya akan dapat menjadi
pembeda pasokan barang dan jasa. Tanda mencakup: huruf, angka, elemen
figurative dan kombinasi warna dan kombinasi tanda-tanda tersebut.
Dalam hal tanda-tanda tersebut tidak cukup memberikan pembeda maka negara
anggota kiranya dapat memberikan kesempatan agar tanda-tanda yang dimaksud
didaftarkan menurut derajat perbedaan yang ditunjukkan.
Pasal 16
7
Pemilik merek terdaftar harus memiliki hak eksklusif untuk melarang pihak ketiga
yang tidak mendapat izin dari pemegang hak untuk mencegah terjadinya confusion
dengan barang/jasa dari merek terdaftar.
Pasal 20
Mengenai penggunaan merek dalam perdagangan tidak boleh dihalangi dengan
alasan khusus yang tidak jelas, seperti keharusan penggunaan dengan merek lain
yang dapat mengurangi kemampuan merek tersebut membeda dengan barang dan
jasa merek lainnya.
Pasal 22
Mengenai perlindungan terhadap indikasi geografis. Indikasi geografis yang
dimaksud adalah indikasi yang mengidentifikasikan barang yang berasal dari
“wilayah local negara anggota” yang menunjukkan kualitas, reputasi, dan
karakteristik lainnya dari barang tersebut yang merupakan cirri yang melekat pada
cirri geografis negara itu.
Pasal 39
Mengenai perlindungan rahasia dagang sebagaimana diatur di dalam Pasal 10bis
Konvensi Paris 1967.
Pasal 40
Mengatur bahwa praktek lisensi dan persyaratannya yang mengakibatkan
hambatan terhadap persaingan yang mengakibatkan dampak merugikan terhadap
perdagangan yang menghambat penyebaran dan alih teknologi harus dicegah.
Pasal 47
Negara anggota harus memberikan kewenangan kepada otoritas peradilan unutk
member perintah pihak pelanggar untuk menjelaskann dan memberikan identitas
8
pihak-pihak yang terlibat dalam produksi dan distribusi barang-barang bajakan
yang dibuat dan diedarkannya.
Pasal 51
Negara-negara anggota harus menetapkan prosedur untuk pemegang hak untuk
dapat mengajukan permohonan tertulis kepada otoritas yang berkompeten
berkenaan dengan dugaan pembajakan atas hanya yang telah didukung cukup
bukti.
Pasal 54
Mengatur bahwa importir dan pemohon harus diberitahukan secara pasti
penghentian peredaran barang sebagaimana diatur dalam Pasal 51.
Pasal 55
Mengenai jangka waktu penundaan yang menentukan bahwa jika dalam waktu 10
hari kerja setelah pemohon diberitahu tentang hal penundaan, tetapi otoritas bea
cukai tidak diberitahu tentang proses keputusan terhadap kasus yang dilakukan
oleh suatu pihak selain termohon, barang tersebut harus dilepaskan.
Pasal 56
Otoritas yang bersangkutan harus diberi kewenangan untuk memerintahkan
pemohon untuk membayar ganti kerugian yang cukup kepada importir, penerima
barang, dan pemilik barang atas kerugian yang dideritanya akibat penahanan
barang sebagaimana diatur dalam Pasal 55.
Pasal 61
Negara-negara anggota harus menyediakan prosedur pidana dan hukumannya
untuk diterapkan terhadap kasus pembajakan atau peniruan barang yang disengaja.
Sanksi yang disediakan setidaknya mencakup hukum badan dan denda.
Pasal 63
9
Negara-negara anggota harus membuat hukum, regulasi, dan keputusan peradilan
dan pengaturan umum administrasi permohonan berlaku efektif.
Pasal 64
Tentang DSB atau Dispute Settlement Body
Pasal 66
Mengenai pengeculian bagi negara-negara belum berkembang atau LDC yang
tidak
diharuskan
untuk
menerapkan
ketentuan
Persetujuan
ini
dengan
mempertimbangkan kebutuhan ekonomi, beban keuangan dan administrasi mereka
akan fleksibilitas penerapan Persetujuan ini dalam melakukan pembangunan
ekonomi berbasis teknologi.
Pasal 69
Bahwa negara-negara anggota setuju untuk bekerjasama satu sama lain dalam
rangka menghapuskan pelanggaran HKI dalam perdagangan internasional.
PENGATURAN PERDAGANGAN DALAM TRIPs DAN TRIMs
AGREEMENT
Oleh
Deli Bunga Saravistha
Program Pasca Sarjana Universitas Udayana
A. Dari GATT menjadi WTO
Berdagang atau melakukan kegiatan dalam dunia perdagangan adalah
kebebasan fundamental atau fundamental freedom setiap insan. Untuk itu tidak
boleh dibatasi dengan perbedaan antara manusia satu dengan manusia lain yang
muncul dari perbedaan agama, suku, kepercayaan, politik, sistem hukum, dan
lainnya.1 Di Indonesia sendiri kegiatan perdagangan internasional sudah lama
dilakukan oleh nenek moyang kita dari Suku Bugis di Sulawesi Selatan yang
armadanya mengarungi lautan hingga ke Malaya yang sekarang kita kenal dengan
Singapura dan Malaysia.
Dalam hal ini bukan saja perdagangan antar individu dengan individu tapi
juga antara badan hukum dan bahkan negara sebagai pelaku perdagangan. Untuk
itu ada baiknya kita membahas definisi dari perdagangan internasional itu.
Menurut Hercules Booysen seorang sarjana Afrika Selatan perdagangan
internasional memiliki tiga unsur antara lain:2
1. Merupakan cabang khusus dari hukum internasional;
2. Adalah aturan-aturan hukum internasional yang berlaku bagi aktivitas
perdagangan baik barangm jasa dan perlindungan hak atas kekayaan
intelektual (HKI) dan sumber-sumber hukum perdagangan internasional
tentunya akan sama dengan hukum internasional. Dalam definisi ini dan
seperti yang sudah diungkap pada paragraph sebelumnya bahwa pelakunya
bukan hanya negara melainkan negara hanya sebagai regulator atau
pengatur;
3. Hukum perdagangan internasional ini juga termasuk di dalamnya yaitu
hukum nasional yang memiliki pengaruh langsung terhadap aktivitas
1
Huala Adolf, 2005, Hukum Perdagangan Internasional, Jakarta, PT. Rajagrafindo
Persada, h. 3
2
Ibid, h. 10
2
perdagangan internasional secara umum, missal perundang-undangan yang
ekstrateritorial.
Dari definisi diatas maka terlihat bahwa aktivitas perdagangan internasional
adalah tanpa batas negara (borderless). Maka dari sanalah para wakil-wakil dari
setiap negara yang pada waktu itu banyak dipelopori oleh negara maju duduk
bersama dan membicarakan liberalisasi perdagangan. Dan munculah GATT pada
Oktober tahun 1947 sebagai jawabannya.
GATT atau General Agreement on Tariff and Trade hanya meliputi
perdagangan barang saja awalnya, kemudian dari beberapa putaran, khususnya
Uruguay
Round
mulai
membicarakan
tentang dumping,
antidumping,
perdagangan jasa dan perlindungan HKI maka GATT sepakat diubah menjadi
WTO atau World Trade Organization, sehingga nama tersebut mampu mengcover
segala hal yang diperjanjikan di dalamnya. WTO melahirkan tiga annex utama
yaitu:
1. TRIMs atau Trade Related of Invesment Measures;
2. TRIPs atau Trade Related Aspect of Intelectual Property Rights;
3. GATs atau General Agreement on Trade and Services.
B. Pengaturan Perdagangan dalam TRIMs Agreement
Pasal 1
This agreement applies to investment measures related to trade in goods only
(reffered to in this Agreement as TRIMs)
Perjanjian menyatakan bahwa perjanjian hanya terkait dengan perdagangan di
bidang barang (yang terkait dengan penanaman modal). Pasal ini dengan jelas
menyatakan keinginan negara sedang berkembang yang menginginkan agar
pengaturan di bidang penenaman ini tidak memuat aturan baru atau tambahan.
Pada pokoknya hasil dari perjanjian TRIMs ini merupakan penegasan kembali
prinsip psinsip pokok yaitu the national treatment (pasal III) (National Treatment
3
on Internal Taxation and Regulatioan) dan larangan penggunaan restriksi
kuantitatif (kuota) pasal XI (General Elimination of Quantitative Restrictions).
Pasal 2
Without prejudice to other rights and obligations under GATT 1994, no member
shall apply by TRIMs that is inconsistent with provisions of article III or Article XI
GATT 1994
An illustrative list of TRIMs that are inconsistent with the obligation of national
treatment provided for in paragraph 4 of Article III GATT 1994 and obligation of
general elimination of quantitative restriction provided for in paragraph 1 of
Article XI of GATT 1994 is contained in Annex to this agreement.
Bahwa kegiatan investasi yang terkait dengan perdagangan barang tidak boleh
bertentangan dengan Pasal III dan XI dari GATT
Mengatur tentang kebijakan investasi yang terkait dengan prinsip national
treatment terkait barang import dan dalam negeri (Pasal III) dan larangan umum
pembatasan kuantitatif (Pasal XI)
Pasal 3
Menyatakan bahwa semua pengecualian yang termuat dalm GATT akan tetap
berlaku terhadap ketentuan pasal-pasal perjanjian TRIMs, seperti misalnya moral
masyarakat, peduli lingkungan, keamanan nasional, dan lain-lain. Dengan kata lain
memperbolehkan negara-negara anggota untuk menyesuaikan dengan penerapan
prinsip national treatment dan mengeliminasi penerapan prinsip larangan
pembatasan kuantitatif. Ini berarti bahwa perjanjian dalam TRIMs tidak
memaksakan kewajiban tambahan terhadap negara anggota WTO untuk mengikuti
Pasal III dan XI GATT 1994.
Pasal 4
4
Secara khusus ditujukan kepada negara sedang berkembang. Pasal ini
membolehkan negara-negara ini untuk menyimpangi sementara waktu ketentuan
Pasal 2, sepanjang dan sesuai dengan ketentuan pasal III dan XI GATT dapat
disimpangi sesuai dengan pasal XVIII GATT 1994, the Understanding on the
Balance of Payments of GATT 199 dan deklarasi mengenai upaya-upaya
perdagangan yang diambil guna tujuan penyeimbangan Neraca Perdagangan
(Declaration on Trade Measures taken for Balance of Payment Purpose of 28
December 1949).
Hal ini agar negara berkembang dapat menstabilkan dan mengembangkan neraca
perdagangannya.
Pasal 5
Mensyaratkan untuk menotifikasi kepada Dewan Perdagangan Barang (the Trade
in Goods Council) dalam jangka waktu 90 hari setelah berlakunya Perjanjian WTO
semua TRIMs yang tidak sesuai yang ditetapkan negara-negara anggota (ayat I).
pasal 5 ayat 2 juga mensyaratkan negara-negara anggotanya untuk melakukan
penyesuaian terhadap semua TRIMs dalam jangka waktu 2 (dua) tahun untuk
negara maju, 5 (lima) tahun untuk negara sedang berkembang dan 7 (tujuh) tahun
untuk negara miskin (least developed countries). Negara berkembang dapat pula
memohon perpanjangan waktu transisi apabila mereka menghadapi masalah dalam
mengimplementasikan perjanjian TRIMs (ayat 3). Pasal 5 ayat 4 memuat suatu
ketentuan khusus yang membolehkan penerapan TRIMs terhadap perusahaanperusahaan (baru) selama jangka waktu transisi apabila hal ini dipandang perlu
agar tidak merugikan perusahaan yang telah ada yang tunduk kepada ketentuan
perjanjian TRIMs.
Pasal 6
Memuat kewajiban transparansi di dalam menetapkan perjanjian TRIMs. Pasal ini
mensyaratkan kewajiban notifikasi kepada sekretaris WTO mengenai publikasi
adanya TRIMs, termasuk TRIMs yang diterapkan oleh pemerintah daerah dan atau
5
pejabat-pejabat yang memiliki kewenangan di bidang kebijakan penanaman modal
di dalam wilayah kekuasaannya.
Pasal 7
Memuat pembentukan badan baru yaitu the Committee on Trade Related
Investment Measures. The Committee bertugas memonitor pelaksanaan komitmen-
komitmen negara anggota berdasarkan perjanjian TRIMs ini dan melaporkannya
setiap tahun kepada the Council for Trade in Goods atau Dewan Perdagangan
Barang.
Pasal 8
Terkait dengan penyelesaian sengketa TRIMs, yang memberlakukan pasal XXIIXXIII GATT 1994. Ketentuan penyelesaian sengketa ini kemudian mengacu pula
kepada Annex 2 mengenai the Dispute Settlement Understanding.
Pasal 9
Menyatakan bawa the Councils for Trade in Goods akan meninjau perjanjian
TRIMs dalam jangka waktu 5 tahun sejak berlakunya perjanjian. Tujuan dari
tinjauan ini adalah untuk mengusulkan amandemen terhadap muatan atau isi daftar
ilustrasi dan memepertimbangkan ketentuan mengenai kebijakan investasi (the
Scope of Complementary provisions on Investment Policy) dan kebijakan
persaingan (Competition Policy)
C. Pengaturan Perdagangan dalam TRIPs
Pasal 1
Bahwa negara anggota dapat menerapkan perlindungan yang lebih luas mengenai
HKI melebihi perlindungan dalam TRIPs asalkan tidak bertentangan. Negara
6
anggota bebas menetukan cara untuk menerapkan ketentuan TRIPs sesuai dengan
system hukum dan praktek hukum negara masing-masing.
Pasal 2
Bahwa ketentuan TRIPs Bagian II, III, dan IV harus sesuai dengan Konvensi Paris
1967 dari Pasal 1 sampai dengan 12, dan Pasal 19.
Bahwa ketentuan I-IV TRIPs jangan sampai mengenyampingkan kewajiban
terhadap Konvensi Paris, Konvensi Berne, Konvensi Roma, dan Perjanjian HKI
tentang Sirkuit Terpadu.
Pasal 3
Mengenai pemberlakuan prinsip national treatment mengenai produk HKI dengan
pengecualian yang diatur dalam Konvensi Paris 1967,
Konvensi Berne, dan
seterusnya.
Pasal 4
Mengenai pemberlakuan Prinsip Most Favored Nation
(tentu saja berlaku bagi kebijakan produk HKI dalam aktifitas perdagangan)
Pasal 15
Mengenai Objek yang dilindungi yaitu Merek yang nantinya akan dapat menjadi
pembeda pasokan barang dan jasa. Tanda mencakup: huruf, angka, elemen
figurative dan kombinasi warna dan kombinasi tanda-tanda tersebut.
Dalam hal tanda-tanda tersebut tidak cukup memberikan pembeda maka negara
anggota kiranya dapat memberikan kesempatan agar tanda-tanda yang dimaksud
didaftarkan menurut derajat perbedaan yang ditunjukkan.
Pasal 16
7
Pemilik merek terdaftar harus memiliki hak eksklusif untuk melarang pihak ketiga
yang tidak mendapat izin dari pemegang hak untuk mencegah terjadinya confusion
dengan barang/jasa dari merek terdaftar.
Pasal 20
Mengenai penggunaan merek dalam perdagangan tidak boleh dihalangi dengan
alasan khusus yang tidak jelas, seperti keharusan penggunaan dengan merek lain
yang dapat mengurangi kemampuan merek tersebut membeda dengan barang dan
jasa merek lainnya.
Pasal 22
Mengenai perlindungan terhadap indikasi geografis. Indikasi geografis yang
dimaksud adalah indikasi yang mengidentifikasikan barang yang berasal dari
“wilayah local negara anggota” yang menunjukkan kualitas, reputasi, dan
karakteristik lainnya dari barang tersebut yang merupakan cirri yang melekat pada
cirri geografis negara itu.
Pasal 39
Mengenai perlindungan rahasia dagang sebagaimana diatur di dalam Pasal 10bis
Konvensi Paris 1967.
Pasal 40
Mengatur bahwa praktek lisensi dan persyaratannya yang mengakibatkan
hambatan terhadap persaingan yang mengakibatkan dampak merugikan terhadap
perdagangan yang menghambat penyebaran dan alih teknologi harus dicegah.
Pasal 47
Negara anggota harus memberikan kewenangan kepada otoritas peradilan unutk
member perintah pihak pelanggar untuk menjelaskann dan memberikan identitas
8
pihak-pihak yang terlibat dalam produksi dan distribusi barang-barang bajakan
yang dibuat dan diedarkannya.
Pasal 51
Negara-negara anggota harus menetapkan prosedur untuk pemegang hak untuk
dapat mengajukan permohonan tertulis kepada otoritas yang berkompeten
berkenaan dengan dugaan pembajakan atas hanya yang telah didukung cukup
bukti.
Pasal 54
Mengatur bahwa importir dan pemohon harus diberitahukan secara pasti
penghentian peredaran barang sebagaimana diatur dalam Pasal 51.
Pasal 55
Mengenai jangka waktu penundaan yang menentukan bahwa jika dalam waktu 10
hari kerja setelah pemohon diberitahu tentang hal penundaan, tetapi otoritas bea
cukai tidak diberitahu tentang proses keputusan terhadap kasus yang dilakukan
oleh suatu pihak selain termohon, barang tersebut harus dilepaskan.
Pasal 56
Otoritas yang bersangkutan harus diberi kewenangan untuk memerintahkan
pemohon untuk membayar ganti kerugian yang cukup kepada importir, penerima
barang, dan pemilik barang atas kerugian yang dideritanya akibat penahanan
barang sebagaimana diatur dalam Pasal 55.
Pasal 61
Negara-negara anggota harus menyediakan prosedur pidana dan hukumannya
untuk diterapkan terhadap kasus pembajakan atau peniruan barang yang disengaja.
Sanksi yang disediakan setidaknya mencakup hukum badan dan denda.
Pasal 63
9
Negara-negara anggota harus membuat hukum, regulasi, dan keputusan peradilan
dan pengaturan umum administrasi permohonan berlaku efektif.
Pasal 64
Tentang DSB atau Dispute Settlement Body
Pasal 66
Mengenai pengeculian bagi negara-negara belum berkembang atau LDC yang
tidak
diharuskan
untuk
menerapkan
ketentuan
Persetujuan
ini
dengan
mempertimbangkan kebutuhan ekonomi, beban keuangan dan administrasi mereka
akan fleksibilitas penerapan Persetujuan ini dalam melakukan pembangunan
ekonomi berbasis teknologi.
Pasal 69
Bahwa negara-negara anggota setuju untuk bekerjasama satu sama lain dalam
rangka menghapuskan pelanggaran HKI dalam perdagangan internasional.