Pembangunan Indeks Kinerja Industri | Setiawati | Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia 1 PB

Pembangunan Indeks Kinerja Industri Industrial Performance Index Development

Dewi Setiawati a,∗ , Nachrowi D. Nachrowi b

b Kementerian Perindustrian Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Abstract This research develops Industrial Performance Index and shows annual performance index among industries

through all and each indicator from 2004 to 2007. There are three criteria and 19 indicators, (1) output (value added, wage, firm), (2) production factor (labor, capital, and technological progress), (3) production cost (labor and capital productivity, material and energy efficiency). The result shows the best performance industry, (1) in 2007 is transportation industry excluded four or more wheel vehicle, (2) in 2006 is recycling industry, (3) in 2005 is machinery and office equipment industry, (4) in 2004 is food and beverage industry. Keywords: Industrial Performance Index, Spider Diagram

Abstrak Studi ini membangun indeks kinerja industri relatif subsektor industri per-indikator dan subsektor industri

unggulan pada periode tertentu. Ada tiga ukuran dan sembilan belas indikator yang dipilih yaitu, output (nilai tambah, upah, jumlah perusahaan), faktor produksi (tenaga kerja, barang modal, dan kemajuan teknologi), dan biaya produksi (produktivitas tenaga kerja dan barang modal, efisiensi penggunaan material dan energi). Hasil perhitungan memperlihatkan subsektor industri unggulan pada tahun: (i) 2007 adalah industri alat angkutan, selain kendaraan bermotor roda empat atau lebih, (ii) 2006 adalah industri daur ulang, (iii) 2005 adalah industri mesin dan peralatan kantor, akuntansi dan pengolahan data, dan (iv) 2004 adalah industri makanan dan minuman. Kata kunci: Indeks Kinerja Industri, Spider Diagram

JEL classifications: C02, D04, L52

Pendahuluan

jalan keluar bagi Indonesia untuk bertransfor- masi menjadi negara maju. Berbagai masalah

Peran sektor industri di Indonesia terus me- kesenjangan sosial, pengangguran, kekurangan ningkat terhadap Produk Domestik Bruto

pangan, dapat dikurangi secara signifikan de- (PDB) dan penyerapan tenaga kerja. Sejak ta-

ngan industrialisasi. Hal itu menjadikan per- hun 1990 sumbangannya di atas 20% dari PDB

tumbuhan sektor industri sebagai sasaran pem- dan menjadi terbesar sejak tahun 1995 (terak-

bangunan ekonomi Indonesia yang sangat pen-

ting sehingga perlu dicermati kinerjanya agar at ini industrialisasi terlihat sebagai salah satu

hir tahun 2008 sebesar 27,87%) 1 . Sampai sa-

terus meningkat dan berkelanjutan. Salah satu permasalahan dalam mendorong pertumbuhan

sektor industri adalah anggaran pembangunan

∗ Alamat Korespondensi: Jl. Jend. Gatot Su-

broto Kav. 52–53 Jakarta Selatan 12950. Hp.:

yang diperlukan sektor industri sangat besar

+628161983009. E-mail : [email protected]

tetapi juga terbatas. Dengan demikian, demi

1 Data BPS tahun 2000–2008.

48 Dewi S. & Nachrowi D. N./Pembangunan Indeks Kinerja Industri optimalisasi hasil pembangunan harus dipilih

maka sasaran pembangunan prioritas berda- sarkan analisis yang benar.

Saat ini telah banyak dilakukan anali- sis untuk mengukur kinerja industri dengan menggunakan berbagai indikator/kriteria, da- ta/informasi, serta metode analisis. Walaupun menggunakan dasar yang benar dan kecocok- an metode dengan sektor yang dianalisis be- sar, tetapi menjadi tidak efisien serta bersifat momental dan spesifik. Oleh karena itu, diper- lukan ukuran kinerja global yang terpelihara. Permasalahannya adalah bagaimana memba- ngun ukuran kinerja yang sesuai bagi semua sub-sektor industri dan mengakomodir berba- gai kebutuhan pemangku kepentingan indus- tri serta bagaimana memilih indikator, metode, dan alat yang tepat sehingga dapat dilakukan perhitungan dan analisis secara mudah, cepat, dan informatif.

Studi ini akan membahas hal-hal yang men- dasari pembangunan indikator kinerja indus- tri dan bagaimana mengukur kinerja sektor

industri pengolahan 2 . Tujuannya adalah un-

tuk membangun indeks kinerja industri rela- tif subsektor industri per indikator dan sub- sektor industri unggulan pada periode terten- tu. Indeks kinerja industri ini diharapkan ber- manfaat bagi berbagai pemangku kepenting- an ekonomi, misalnya bagi, pengusaha/asosiasi untuk mengetahui kinerja sektornya; pemerin- tah dalam melakukan perencanaan, monito- ring, dan evaluasi pembangunan; serta investor dalam menentukan tujuan investasinya. Secara umum, ukuran ini dapat dimanfaatkan sebagai patokan/dasar (benchmarking) penilaian daya saing industri nasional.

2 Industri Pengolahan: Suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar se-

cara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga men- jadi barang jadi/setengah jadi, dan atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi ni- lainya, dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir (Badan Pusat Statistik, (BPS)).

Tinjauan Referensi Menurut Stimson et al. (2002), ada dua belas

faktor penentu yang diadopsi sebagai kriteria dalam prosedur mengukur pembangunan yai- tu, 1) sistem pengawasan kinerja harus fokus pada hasil dan kualitas pelayanan, 2) sistem pengawasan kinerja harus fokus pada tuntunan koordinator program dalam memperbaiki cara kerjanya, 3) prosedur harus menyediakan infor- masi kinerja secara periodik dan tepat waktu,

4) prosedur pengawasan kinerja program harus fokus pada outcome yang dihasilkan bagi sa- saran penerima pelayanan program (bisnis dan masyarakat), 5) indikator-indikator kinerja di- perlukan untuk menilai kualitas dan hasil pela- yanan, 6) sumber data non-tradisional, seperti survei terhadap sasaran program dan data ja- minan pengangguran diperlukan dan harus di- gunakan untuk membantu menilai kualitas dan hasil pelayanan, 7) indikator-indikator kiner- ja harus termasuk baik intermediate dan ha- sil akhir, 8) prosedur pengawasan kinerja pro- gram harus termasuk indikator-indikator yang berusaha menunjukkan jangkauan dari kontri- busi pengaruh untuk hasil yang dilaporkan kli- en, 9) sistem harus menyediakan jalan kelu- ar yang menyusun indikator hasil dan kualitas pelayanan berdasarkan karakteristik klien, 10) sistem harus menyediakan perbandingan kiner- ja tahun sebelumnya, untuk tingkat target, dan berbagai kategori klien, 11) sistem harus ter- masuk penjelasan faktor-faktor seperti data ki- nerja, 12) prosedur pengumpulan dan manaje- men data harus dirancang semurah mungkin dan memerlukan waktu sesingkat mungkin.

Dalam Stimson et al. (2002) juga diru- muskan indikator-indikator global yang da- pat dijadikan perbandingan apabila dilaku- kan pengukuran dengan indikator-indikator la- in yang lebih spesifik. Indikator global hanya membutuhkan data sekunder dan berasal da- ri prosedur pengumpulan data standar, teta- pi menghasilkan ukuran yang dapat diperca- ya dan diandalkan. Indikator global yang di- maksud: 1) tenaga kerja (total maupun regio-

Dewi S. & Nachrowi D. N./Pembangunan Indeks Kinerja Industri

49 nal/negara/sektoral), 2) jumlah bisnis baru, 3)

kian, jika fungsi produksi CRTS (homogeneo- jumlah bisnis gagal, 4) tingkat penganggur-

us of degree one 4 ), maka produktivitas mar- an (total maupun regional/negara/sektoral), 5)

ginal (marginal product (MP)) adalah homo- rata-rata tingkat upah daerah, 6) jumlah pene-

geneous of degree zero, sehingga jika t = 1/l, rimaan pajak, 7) persentase bisnis pada tempat

MP tergantung dari rasio k/l. Hal ini menjadi yang pemerintahnya baik untuk berbisnis, dan

penting karena dapat menjelaskan perbedaan

8) ranking dalam berbagai indeks iklim usaha dalam produktivitas antar-industri atau antar- nasional.

negara. Nilai return to scale (RTS) tiap indus- Stimson et al. (2002) menambahkan bahwa

tri berbeda-beda dan relatif konstan apabila diperlukan tiga jenis data untuk menganali-

terjadi perubahan hanya pada salah satu faktor sis industri: 1) ukuran besaran (tenaga kerja,

(l atau k). Apabila faktor produksi tetap teta- penghasilan atau produk regional), 2) ukuran

pi q meningkat (kurva isoquant ke atas) atau perubahan besaran, 3) ukuran sektor prioritas

jika faktor produksi berkurang tetapi q tetap, relatif (keunggulan relatif). Dan dalam Kun-

ini dapat disebabkan oleh kemajuan teknologi coro (2007), ada tiga pendekatan yang dapat

(dA/dt).

digunakan dalam mengukur kinerja, yaitu ber- Dalam mencapai keseimbangan, produsen dasarkan pasar (market based performance),

menggunakan prinsip efisiensi berdasarkan dua profitabilitas (profitability based performance),

hal, yaitu memaksimalkan output atau memi- dan produktivitas (productivity based perfor-

nimalkan biaya 5 . Keseimbangan dapat beru- mance).

bah karena perubahan kemampuan anggaran Berdasarkan teori produksi, setiap perusaha-

maupun harga faktor produksi. Apabila faktor an melakukan kegiatan mengubah input men-

produksi diasumsikan hanya terdiri dari tena- jadi output dengan tujuan utama memaksi-

ga kerja dan barang modal serta ada pada pa- malkan laba, yang dilakukan dengan cara me-

sar persaingan sempurna maka biaya produksi maksimalkan output atau meminimalkan bia-

adalah upah (w) dan sewa (v) serta total bia- ya. Hubungan antara input dan output peru-

ya, C = wl + vk. Pada skala hasil perusahaan sahaan dirumuskan dalam bentuk model pro-

konstan, T C proporsional terhadap q sehingga duksi:

AC = M C. Selanjutnya economic profit dapat didefinisikan sebagai:

q = A(t).f (k, l, m, e, ...)

Π = totalrevenue − totalcost dengan:

= p.f (k, l) − wl − vk (2) q = output/produk;

k = capital /mesin (hours); Perusahaan akan berhenti menambah fak- l = labor (hours);

tor produksinya jika tambahan biaya marginal m = raw materials;

cost (MC) sama dengan tambahan pendapat-

e = energi; an marginal revenue (MR), dengan kata lain A(t) = semua hal yang memengaruhi q selain

jumlah faktor produksi sudah maksimum atau faktor produksi.

perusahaan telah memperoleh laba maksimum. Biaya produksi yang meningkat, ceteris pari-

Nicholson (2005) menyatakan bahwa asumsi bus, mengindikasikan peningkatan pendapatan perusahaan. Output maksimal atau biaya mi-

constant return to scale (CRTS) adalah yang

paling cocok untuk industri 3 . Dengan demi-

nimal terjadi jika RTS (l for k ) sama dengan

4 f (tk, tl) = t.f (k, l) = tq.

3 Agregat dari perusahaan-perusahaan yang identik 5 Pengertian biaya dalam ilmu ekonomi adalah biaya (memiliki fungsi produksi yang sama).

kesempatan (opportunity cost).

50 Dewi S. & Nachrowi D. N./Pembangunan Indeks Kinerja Industri rasio biaya w/v, atau satu titik pertemuan iso-

quant dengan isocost (rasio K/L tertentu). Model Organisasi Industri menggunakan pendekatan Structure-Conduct-Performance (SCP) 6 untuk menganalisis industri. Berda- sarkan model ini, definisi kinerja (performance) dalam suatu industri dipengaruhi oleh perilaku (conduct) dari penjual dan pembeli, sedangkan perilaku perusahaan tergantung dari struktur (structure) pasar yang relevan. Analisis indus- tri dilakukan dengan mengamati hubungan atau keterkaitan antara struktur, perilaku, dan kinerja. Ukuran kinerja tergantung jenis industrinya, namun secara umum dapat dia- mati melalui nilai tambah, produktivitas, dan efisiensi (Kuncoro, 2007). Selanjutnya, nilai tambah diartikan sebagai selisih antara nilai output (nilai barang yang dihasilkan) dengan nilai input (biaya bahan baku, biaya bahan bakar, jasa industri, biaya sewa gedung, mesin dan alat-alat, serta jasa industri). Produktivi- tas merupakan hasil yang dicapai per tenaga kerja atau unit faktor produksi dalam jangka waktu tertentu. Efisiensi adalah perbandingan seberapa besar kita dapat mengambil manfaat dari suatu variabel untuk mendapatkan output sebanyak-banyaknya (dapat diukur dengan menggunakan perbandingan nilai tambah dan nilai input). Kinerja pasar diukur oleh SCP biasanya dengan menggunakan salah satu dari empat variabel: 1) laba ekonomis,

2) Indeks Lerner atau Price-Cost Margin, 3) Tobin’s q 7 , rasio nilai pasar suatu perusahaan 8 terhadap biaya penggantian aset perusahaan,

4) Indeks Kinerja Dansby-Willig (IKDW) 9 ,

mengukur seberapa jauh kesejahteraan sosial

6 Dikembangkan Edward S. Mason dari Harvard Uni- versity (1939; 1949) yang mengalami penyempurnaan

dari berbagai peneliti. Sumber: Mason, E. (1939). Pri- ce and Production Policies of Large-Scale Enterprise. American Economic Review, 29 (1), 61–74 7 Nilai q > 1 artinya makin besar nilai return suatu perusahaan relatif terhadap biaya asetnya, maka makin tinggi laba ekonomisnya.

8 Jumlah nilai stok dan utang perusahaan. 9 IKDW = 0, maka tidak ada manfaat yang dipe-

roleh dengan mendorong perusahaan untuk mengubah

yang didefinisikan sebagai surplus konsumen dan produsen.

Hasil studi mengenai struktur, kinerja, dan kluster industri rokok kretek di Indonesia (1996–1999) dijelaskan oleh Kuncoro (2007). Kinerja diamati dari sumbangan dan pertum- buhan terhadap total industri manufaktur (ni- lai tambah, unit usaha, dan penyerapan tenaga kerja). Selain itu, digunakan juga rasio keun- tungan (atau nilai tambah) terhadap output, konsentrasi industri rokok kretek (CR4), rasio keuntungan terhadap jumlah perusahaan, pro- duktivitas (output/tenaga kerja) dan efisien- si (nilai tambah/input). Selanjutnya Kuncoro (2007) menjelaskan kinerja industri elektronika (1990–1999) dengan metode yang sama dengan industri rokok kretek ditambah kriteria eks- por (kontribusi, pertumbuhan, rasio terhadap output). Kuncoro (2007) menganalisis kinerja industri tekstil dan produk tekstil di Indone- sia dengan membandingkan nilai produktivitas rata-rata masing-masing perusahaan dalam in- dustri tekstil, produk tekstil, dan industri ma- nufaktur (besar dan sedang).

Dalam Stimson et al. (2002) juga dijelaskan bagaimana mengukur kekuatan klaster di nega- ra bagian Virginia (klaster industri alat trans- portasi dan klaster jasa ahli) dan di sembilan wilayah bagian Virginia. Anggota klaster dipe- roleh dari SIC 2-digit yang sangat terkait (Ta- bel Input Output (IO)). Diperoleh empat sek- tor bahan baku, lima industri pengolahan, se- belas jasa, selanjutnya diteliti klaster yang ber- potensi cepat tumbuh. Ada lima belas ukuran kinerja perekonomian yang menjadi dasar eva- luasi dan penilaian yaitu, 1) tenaga kerja, 2) perubahan tenaga kerja, 3) rata-rata upah ta- hunan, 4) tingkat perubahan rata-rata upah ta- hunan, 5) pendirian perusahaan baru, 6) ting- kat perubahan jumlah pendirian perusahaan baru, 7) tingkat upah relatif terhadap tingkat upah industri nasional, 8) tingkat perubahan upah relatif, 9) keterkaitan antar-industri, 10)

outputnya, IKDW > 0, maka kesejahteraan sosial akan meningkat dengan adanya kenaikan output industri.

Dewi S. & Nachrowi D. N./Pembangunan Indeks Kinerja Industri

51 produktivitas, 11) tingkat perubahan produk-

tivitas, 12) kontribusi terhadap produk domes- tik bruto nasional, 13) tingkat perubahan kon- tribusi terhadap produk domestik bruto nasio- nal, 14) location quotient, 15) perubahan loca- tion quotient 1992 ke 1998. Oleh karena indika- tor yang digunakan sangat banyak, digunakan spider diagram yang mampu memberikan ba- nyak informasi tentang kekuatan klaster. Ni- lai relatif masing-masing indikator dapat ter- gambar (0–1) dan kekuatan klaster dapat di- hitung dengan membagi luasan yang terben- tuk dari menghubungkan nilai-nilai indikator dengan luasan total spider diagram, lalu dikali 100. Ada sedikit perbedaan dalam perhitungan klaster pada sembilan wilayah bagian di negara bagian Virginia. Anggota klaster diperoleh da- ri SIC 3 dan 4-digit yang sangat terkait (Tabel IO). Apabila sektor-sektor dalam klaster me- miliki ketergantungan yang besar dengan ska- la yang sangat kecil, diperlukan pengaturan indikator analisis kembali, antara lain dengan pembobotan, indikator interaksi antara ukuran pertumbuhan sektoral, atau dengan menam- bahkan ukuran pertumbuhan/perubahan da- lam diagram.

United Nations Industrial Development Or- ganization (UNIDO) telah membangun indeks kinerja daya saing industri (Competitive Indus- trial Performance Index (CIP Index )) sejak ta- hun 2002. Indeks CIP berguna untuk menilai kinerja industri nasional di perekonomian glo- bal. Sehingga, dengan membangun satu ukur- an indeks ini, maka dapat dilihat kemampu- an negara-negara untuk bersaing dalam pro- duksi dan ekspor barang industri. Indeks CIP dianalisis berdasarkan empat ukuran daya sa- ing industri: kapasitas industri, kapasitas eks- por hasil industri, kekuatan industrialisasi, dan kualitas ekspor. Masing-masing ukuran diterje- mahkan menjadi enam indikator, yaitu (1) ni- lai tambah per kapita ; (2) ekspor hasil indus-

tri per kapita 10 ; (3) kontribusi industri di Pro-

duk Domestik Bruto (GDP); dan (4) kontribusi

10 Kemampuan suatu negara memenuhi permintaan

hasil industri berteknologi medium dan ting- gi dalam nilai tambah hasil industri; serta (5) kontribusi ekspor industri dalam total ekspor; dan (6) kontribusi ekspor hasil industri bertek- nologi medium dan tinggi dalam total ekspor. Kelemahannya, pengelompokan hasil industri berdasarkan teknologi hanya berdasarkan kom- pleksitas kegiatan produksi secara keseluruhan, padahal di beberapa tahap produksi mungkin berbeda. Selain itu, peningkatan teknologi da- lam suatu sektor tidak dapat dianalisis karena keterbatasan data, melainkan perpindahan sek- tornya yang dianalisis. Ranking negara berda- sarkan indeks CIP menunjukkan pola yang bi- asa dalam analisis perekonomian, di mana ne- gara maju berkumpul di atas, negara dengan transisi ekonomi dan Asia Timur di sekitar te- ngah ke atas, negara berkembang dengan peng- hasilan rendah di tengah ke bawah, dan negara berpenghasilan rendah dan negara terbelakang di daerah terbawah.

Dalam buku Laporan Perkembangan Komo- diti Industri Terpilih yang dipublikasikan seti- ap tiga bulan sekali oleh Departemen Perindus- trian sejak tahun 2006, terdapat indeks kiner- ja industri terpilih (mulai tahun 2007). Indeks ini berguna hanya untuk memberi gambaran dan tren mengenai kinerja relatif sektor in- dustri terpilih. Subsektor industri pengolahan yang dipilih adalah industri yang memiliki po-

sisi strategis 11 . Ada tiga belas sektor terpilih, yaitu, pulp dan kertas, minyak goreng, tekstil dan produk tekstil, kendaraan bermotor, baja, ban, semen, keramik, barang jadi rotan, per- alatan listrik rumah tangga, mesin listrik, te- pung terigu, dan pupuk. Pembuatan indeks ini mengadopsi cara pembuatan indeks CIP, per- bedaannya ada pada objek yang dianalisis, di mana indeks CIP mencakup negara-negara di dunia, sedangkan indeks kinerja industri ter-

global, dengan kata lain memperlihatkan bagaimana produksi nasional berdaya saing internasional.

11 Disebut juga industri prioritas, dipilih berdasarkan analisis daya saing internasional industri serta pertim-

bangan terhadap besarnya potensi Indonesia (Kebijak- an Pengembangan Industri Nasional (KPIN), 2007).

52 Dewi S. & Nachrowi D. N./Pembangunan Indeks Kinerja Industri pilih mencakup subsektor industri di Indone-

sia. Indeks ini menggunakan beberapa indika- tor, yaitu, nilai tambah manufaktur per kapi- ta, ekspor hasil manufaktur per kapita, pangsa penggunaan teknologi menengah/tinggi dalam produksi manufaktur, serta pangsa produk ber- teknologi menengah/tinggi dalam ekspor ha- sil manufaktur. Kelemahan kedua indeks ini adalah penilaian hanya dilihat dari sisi pen- jualan (lebih ke arah perdagangan), sehingga tidak memperlihatkan apakah peningkatan ki- nerja benar-benar dihasilkan dari peningkatan

kinerja industri 12 . Selain itu, perbedaan ob- jek yang dianalisis menimbulkan masalah da- lam indeks kinerja industri terpilih, yaitu, me- ningkatnya kesenjangan antar-objek/indikator yang dianalisis, padahal nilai setiap indeks ada- lah relatif terhadap sektor terbaik dalam sam- pel.

Dalam indeks kinerja industri yang dibangun

dalam studi ini, perbedaan karakteristik 13 in-

dustri dan usia industri diakomodir dengan menggunakan komposisi indikator kinerja se- cara adil. Selain itu, tidak digunakan penilai- an orientasi pasar (ekspor dan/atau domestik), sehingga tidak terjadi kesalahan penilaian (be- berapa industri bukan orientasi ekspor). Na- mun, nilai indeks kinerja industri yang diha- silkan tidak menunjukkan besaran yang sama antar-tahunnya sehingga tidak dapat dikatak- an apabila indeks kinerja industri daur ulang tahun 2007 (0,50) hampir sama dengan indeks kinerja industri daur ulang tahun 2005 (0,49), dapat saja sebenarnya bernilai setengah kali- nya. Hal ini dikarenakan nilai ekstrem indikator tiap tahunnya berbeda, sehingga yang dapat diperbandingkan hanya peringkat indeks kiner- ja industri antar-tahun.

Untuk membangun indeks kinerja industri digunakan data sekunder yang standar, selain

12 Misalnya negara yang memiliki peringkat tertinggi indeks CIP adalah Singapura yang bukan negara ber-

basis sektor industri tetapi sektor jasa. 13 Padat modal, padat energi, padat karya, padat ma-

terial, padat teknologi, padat tenaga ahli.

itu setiap indeks (indikator) diasumsikan me- miliki bobot yang sama. Hal itu dikarenakan keterbatasan data dan waktu studi sehingga ti- dak memungkinkan dilakukan survei langsung.

Metode Ada tiga ukuran dan sembilan belas indikator

yang dipilih, yaitu, output (nilai tambah, upah, jumlah perusahaan), faktor produksi (tenaga kerja, barang modal, dan kemajuan teknologi), dan biaya produksi (produktivitas faktor pro- duksi, efisiensi penggunaan material dan ener- gi). Sumber data adalah data statistik indus- tri besar sedang tahunan, hasil sensus ekonomi yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2003–2007 dengan 23 subsektor industri berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan usaha Industri (KBLI) 2 digit. Dalam hal pemilihan indikator kinerja industri didasarkan pada tiga hal, yaitu teori produksi (teori perilaku pro- dusen), teori biaya produksi, dan teori organi- sasi industri. Teori ekonomi ini menghasil- kan berbagai asumsi dalam membangun ukuran ki- nerja: a) perilaku industri sama dengan peri- laku perusahaan dalam industri tersebut, ber- tujuan memaksimalkan laba dengan cara me- maksimalkan output atau meminimalkan bia- ya, b) skala hasil industri tetap (constant re- turn to scale), c) rasio kapital dan labor (k/l) tetap untuk masing-masing subsektor industri, perubahan terjadi hanya karena ada kemaju- an teknologi, d) faktor produksi adalah ba- rang normal (normal good ), e) semua barang produksi diserap pasar, sehingga produksi sa- ma dengan penjualan, f) tidak memperhatikan faktor-faktor ma- kroekonomi.

Acuan kedua adalah studi terdahulu yang menggunakan berbagai penilaian kinerja da- ri berbagai aspek dan lingkup dan telah ter- uji secara nasional dan internasional, dilaku- kan orang/lembaga yang memiliki kompetensi di bidang industri.

Terakhir, pemilihan indikator kinerja indus- tri berikutnya berdasarkan pada kondisi per-

Dewi S. & Nachrowi D. N./Pembangunan Indeks Kinerja Industri

53 industrian di Indonesia maupun dunia. Indo-

bat akibat krisis ekonomi global tahun 2008. nesia sebagai negara berkembang mengalami

Oleh karena itu, ekspor tidak relevan lagi di- transisi perekonomian. Dalam masa itu biasa-

gunakan sebagai ukuran kinerja perekonomi- nya semua faktor yang memengaruhi pereko-

an. Selain itu, dunia semakin tanpa batas dan nomian mengalami transformasi atau realoka-

persaingan semakin tinggi. Sebagai akibatnya, si. Demikian halnya yang terjadi pada sektor

produsen berusaha memperbaiki efisiensi, me- industri, terjadi realokasi tenaga kerja dan mo-

lalui penurunan biaya produksi, transportasi, dal menimbulkan masalah inefisiensi, dapat di-

dan komunikasi, untuk meningkatkan daya sa- lihat dengan rendahnya angka utilitas. Masa-

ing, terutama dalam hal harga. lah lain yang juga tak kalah penting adalah

Dalam studi ini, diambil beberapa ukur- masalah penguasaan teknologi mulai dari tek-

an untuk membentuk indeks kinerja industri. nologi yang mendukung produksi hingga tek-

Ukuran-ukuran ini adalah sebagai berikut: 1) nologi yang mendukung pemasaran. Masalah

Output (nilai tambah, upah, jumlah perusaha- ini diperparah dengan industri yang beropera-

an), 2) Faktor Produksi (tenaga kerja, barang si biasanya industri padat karya yang rentan

modal, dan teknologi), dan 3) Biaya Produksi terhadap masalah sosial-ekonomi. Oleh kare-

(produktivitas faktor produksi, efisiensi peng- na itu, seperti yang ditulis dalam The Global

gunaan input) (Gambar 1). Competitiveness Report 2007–2008 oleh Por-

Kemudian, indikator yang ditetapkan penu- ter et al. (2007) untuk World Economic Fo-

lis sebagai alat analisis kinerja sektoral, ber- rum, pembangunan di Indonesia masih dalam

14 1st stage, yaitu, faktor driven economies jumlah sembilan belas indikator berbobot sa- . ma, yang dapat dilihat pada Tabel 1. Per- Hal ini berarti Indonesia bersaing di pereko-

hitungan indeks kinerja industri tahun t me- nomian global dengan mengandalkan faktor-

lalui beberapa tahap. Tahap pertama adalah faktor yang sudah tersedia, kebanyakan tena-

inventarisasi, pengelompokan, dan pengolah-

ga kerja tidak berpendidikan, dan sumber da- an data statistik industri besar sedang menja- ya alam. Perusahaan-perusahaan bersaing har-

di indikator-indikator. Tahap kedua adalah pe-

ga, dan produk yang dijual kebanyakan ada- meringkatan dan standardisasi indikator antar- lah produk/komoditi hulu, dengan produktivi-

subsektor. Rumus standardisasi yang diguna- tas yang rendah tercermin dari gaji yang ren-

kan adalah sebagai berikut: dah.

X i,j − M in(X i,j ) dari pertumbuhan dan share produksi atau ni-

Kinerja industri tidak dapat dilihat hanya

IndeksM i,j =

M ax(X i,j ) − Min(X i,j ) lai penjualannya terhadap perekonomian, kare-

(3) na hanya melihat pembangunan industri dari

x 100

sisi kuantitatif. Satu hal yang tak kalah pen- ting adalah masalah kualitas. Kualitas pemba-

dengan:

ngunan industri yang baik tentu berkontribu- M i,j = indeks indikator i dalam subsektor si besar dalam perekonomian sehingga terjadi

industri pengolahan j (nilai indeks 0–100); pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.

X i,j = nilai indikator i dalam subsektor; j Ketika indeks ini dibangun, negara-negara

M in = nilai indikator terkecil dari semua maju yang memiliki kinerja industri yang sa-

subsektor yang diukur;

ngat baik, tetapi mengandalkan ekspor seba- M ax = nilai indikator terbesar dari semua gai pendapatan utama, mengalami gejolak he-

subsektor yang diukur.

14 Berdasarkan daya beli masyarakat (PDB per kapi-

Kemudian tahap berikutnya adalah mela-

ta).

kukan penetapan masing-masing indeks indi-

54 Dewi S. & Nachrowi D. N./Pembangunan Indeks Kinerja Industri

Gambar 1: Skema Bangun Indeks Kinerja Industri

Akhirnya untuk menghitung indeks kinerja in- Nilai maksimum masing-masing indeks indika-

kator subsektor dalam satu spider diagram 15 .

dustri digunakan rumus:

tor adalah pada titik yang berimpit keliling ter-

luar diagram, sebaliknya nilai minimum ada-

lah pada titik tengah diagram. Nilai maksimum

dengan:

adalah 100, artinya nilai tertinggi yang dimili- Mi a ,Mi b = nilai indeks indikator i pada

ki suatu subsektor relatif terhadap subsektor subsektor j (pada spider diagram adalah sisi a lainnya. Nilai indeks indikator yang telah di- dan sisi b berbentuk segitiga yang saling

tetapkan, dihubungkan dengan indeks indika-

mengapit);

tor di sebelahnya, demikian seterusnya sampai 360 = total sudut lingkaran;

membentuk diagram tertutup.

19 = jumlah indikator;

Tahap ketiga, yaitu melakukan penghitung- L j = Luas area di dalam spider diagram an indeks kinerja subsektor industri dengan

subsektor j;

menghitung perbandingan antara luas dalam Lmax = Luas area maksimum di dalam range/rentang indikator terhadap luas diagram spider diagram (M i = 100);

keseluruhan lalu dikali 100. Cara menghitung

I j = Indeks kinerja industri subsektor j. luasnya adalah dengan menjumlahkan 19 se-

gitiga di dalam diagram, menggunakan rumus Tahapan terakhir adalah menyajikan Indeks berikut: Kinerja Industri dalam bentuk gambar spider

X 19 diagram 16 . Contoh ilustrasi membaca grafik L j =

0, 5.M i a .M i b .sin(360/19)

spider diagram disajikan di bagian lampiran.

i=1

Pada database statistik besar sedang yang

15 Oleh karena banyaknya indikator yang dianalisis,

diberikan BPS, kode industri berdasarkan

maka digunakan spider diagram, dengan setiap besar- an indikator dapat ditunjukkan dengan titik pada jari-

16 Spider diagram dalam software Microsoft Excel di- jarinya.

sebut grafik radar.

Dewi S. & Nachrowi D. N./Pembangunan Indeks Kinerja Industri

55 KBLI 5 digit, tapi masih ditemukan beberapa

diberikan pada industri prioritas yang memi- data yang menggunakan kode 2 digit. Sehingga

liki nilai tambah dan pertumbuhannya sangat apabila dilakukan perhitungan indeks atas sub-

rendah, seperti pada industri kulit dan barang sektor industri KBLI 3 digit atau lebih, perlu

dari kulit, dan alas kaki serta industri perme- dilakukan penyesuaian, sehingga objek analisis

sinan.

yang dipilih adalah subsektor industri KBLI 2 Sebagai ilustrasi perhitungan indeks kinerja digit. Simulasi dilakukan terhadap indeks ki-

untuk industri tekstil dapat dilihat pada Tabel nerja industri tahun 2007. Pengelompokan da-

2. Berdasarkan Tabel 2 tersebut, indeks kiner- ta dilakukan atas data statistik industri besar

ja industri tekstil adalah 8,15. Setelah semua sedang tahun 2006 dan 2007.

subsektor diperoleh nilai indeks kinerjanya di- lakukan pemeringkatan, hasilnya industri teks-

Hasil dan Analisis

til ranking 12 dari 23 subsektor. Sebagai visu- alisasi dapat dilihat spider diagram (Gambar

Simulasi dilakukan terhadap indeks kinerja in-

dustri tahun 2007. Pengelompokan data dila- Interpretasi dari ke-4 gambar grafik subsek- kukan atas data statistik industri besar sedang

tor padat karya adalah sebagai berikut. Per- tahun 2006 dan 2007. Sebagai contoh perhi-

tama, subsektor industri unggulan relatif dari tungan indeks C subsektor industri tekstil (17):

tiga subsektor lainnya pada tahun 2007 adalah diketahui:

industri pengolahan tembakau karena memili- M ax(X C,15 ) = 6615 unit

ki luas area terbesar yang dibatasi garis peng- M in(X C,30 ) = 10 unit

hubung antar-indikator dalam spider diagram.

X C,17 = 2809 unit Sebaliknya industri yang memiliki kinerja ter-

buruk adalah industri pakaian jadi. IndeksM C,17 =

x100

Kedua, posisi industri pengolahan temba- = 44, 38

kau diperoleh dari pertumbuhan nilai tambah Jadi, indeks kinerja industri tekstil untuk indi-

(GV A) dan pertumbuhan produktivitas tena- kator jumlah perusahaan adalah 44,38.

ga kerja (GP L) industri pengolahan temba- Untuk mempermudah analisis industri dari

kau tertinggi dibanding 22 subsektor lainnya. tiap indeks kinerja dibuat grafik pada Gambar

Selain itu, utilisasi (P K), penyerapan tenaga

2. kerja (L), pertumbuhan efisiensi bahan baku Berdasarkan Gambar 2 diketahui bahwa un-

(GEM ), dan efisiensi energinya (EE) relatif tuk indikator nilai tambah (V A), industri ma-

besar. Sedangkan industri pakaian jadi hampir kanan dan minuman menduduki posisi terting-

tidak lagi mengalami pertumbuhan di semua gi tapi tidak demikian dengan pertumbuhan-

indikator dan memiliki efisiensi yang sangat ke- nya. Industri pengolahan tembakau memiliki

cil.

pertumbuhan nilai tambah tertinggi juga po- Ketiga, dari ke-4 industri, hanya industri sisi nilai tambah ke-3 tertinggi, hal ini artinya

pengolahan tembakau yang masih mengalami kinerja nilai tambah industri ini sangat baik

pertumbuhan besar di beberapa indikator dan dan terus mengalami peningkatan. Pertumbuh-

indikator efisiensinya masih memiliki peran ter- an nilai tambah industri alat angkut selain ken-

hadap kinerja industri ini secara keseluruhan. daraan bermotor roda empat atau lebih juga

Keempat, semua industri memiliki karakteris- tinggi, walaupun nilai tambahnya rendah, apa-

tik upah dan pertumbuhan upah, pertumbuh- bila pertumbuhannya terus tinggi diharapkan

an tenaga kerja, dan produktivitas tenaga kerja di masa depan dapat memiliki peran yang be-

yang kecil, tetapi utilisasi dan penyerapan te- sar bagi perekonomian. Perhatian lebih harus

naga kerja yang besar relatif terhadap semua

56 Dewi S. & Nachrowi D. N./Pembangunan Indeks Kinerja Industri

Gambar 2: Indeks Kinerja VA dan GVA Industri Pengolahan Tahun 2007

Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

subsektor yang dianalisis (23 subsektor indus- bah (V A), jumlah tenaga kerja (L), dan jumlah tri). Hal ini sesuai dengan karakteristik industri

unit usaha (C). Selain itu, kepemilikan barang padat karya.

modalnya (K) dan utilitasnya (P K) tinggi. Se- Kelima, struktur pasar juga dapat dilihat da-

mentara itu, posisi produktivitas tenaga kerja ri indikator nilai tambah (V A) dan jumlah per-

(P L) dan efisiensi energi (EE) ada pada nilai usahaan (C), untuk industri pengolahan tem-

tengah relatif. Beberapa indikator yang perlu bakau struktur pasarnya adalah oligopoli, kare-

diperhatikan adalah indikator upah tenaga ker- na jumlah perusahaan sedikit tetapi nilai tam-

ja produksi (W ), kemajuan teknologi (A), dan bahnya sangat besar. Sedangkan pada industri

efisiensi bahan baku (EM ). Dari grafik terli- makanan dan minuman (nilai tambah terbesar

hat juga bahwa semua indikator pertumbuhan dengan jumlah perusahaan terbanyak), ada pa-

nilainya sangat kecil, artinya industri ini ham-

da pasar persaingan sempurna, industri tekstil pir mengalami stagnansi. Hal ini dapat dise- dan pakaian jadi memiliki jumlah perusahaan

babkan kejenuhan pasar, biasanya terjadi pa- sebanding dengan nilai tambahnya dan relatif

da industri yang usianya sudah tua atau sudah kecil, kemungkinan ada pada pasar persaingan

memiliki nilai ukuran besaran yang tinggi rela- sempurna juga, dengan asumsi mayoritas ska-

tif dengan industri lainnya. Dapat disimpulkan la perusahaan menengah atau skala perusaha-

bahwa industri ini adalah industri padat karya an hampir sama, hal ini tidak dapat diketahui

yang sangat besar porsinya relatif terhadap in- secara pasti karena tidak diketahui distribusi

dustri lainnya. Implikasinya apabila nilai indi- nilai tambah tiap perusahaan dalam industri.

kator rendah bukan dikarenakan karakteristik industri itu pada umumnya, maka ada indikasi

Sebagai ilustrasi membaca grafik, perhati- bahwa subsektor itu perlu penanganan.

kan Gambar 7. Subsektor industri j pada tahun t memiliki nilai tertinggi (100) relatif terha-

Secara umum dapat disimpulkan bahwa per- dap industri lainnya pada indikator nilai tam-

lu pelatihan atau pendidikan terhadap tenaga

Dewi S. & Nachrowi D. N./Pembangunan Indeks Kinerja Industri

Gambar 3: Diagram Kinerja Industri Tekstil Tahun 2007

Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

kerja untuk meningkatkan produktivitas dan sin dan peralatan kantor, akuntansi, dan pe- efisiensi perusahaan, dampaknya diharapkan

ngolahan data. Sedangkan sektor industri yang adanya peningkatan pendapatan tenaga kerja.

memerlukan perhatian secara berurutan (da- Hal ini sangat bermanfaat untuk meningkat-

ri yang kinerja yang terburuk) adalah industri kan pemerataan pendapatan dan dapat menja-

daur ulang; industri kulit, barang dari kulit, di stimulus terhadap usaha kecil lainnya yang

dan alas kaki; industri penerbitan, percetakan, menyediakan barang/jasa konsumsi buruh. Se-

dan reproduksi media rekaman; industri kayu, lain itu, dibutuhkan pemodalan (nilai barang

barang-barang dari kayu (tidak termasuk fur- modal dan pertumbuhannya rata-rata kecil)

nitur), dan barang-barang anyaman dari rotan, untuk meningkatkan kemampuan penyerapan

bambu, dan sejenisnya; furnitur dan industri dan peningkatan teknologi perusahaan, sehing-

pengolahan lainnya.

ga dapat meningkatkan kualitas dan hasil pro- Di tahun 2007, posisi kinerja industri strate- duksi dan pada akhirnya daya saing industri

gis yang menjadi prioritas pembangunan dan itu sendiri.

merupakan basis industri manufaktur (KPIN Indeks Kinerja Industri tahun 2007 disaji-

2007), ada pada ranking menengah ke bawah kan pada Tabel 3. Tabel tersebut memuat ju-

kecuali industri kimia, dan yang terburuk ada-

ga ranking industri itu relatif terhadap sub- lah kinerja industri alas kaki (ranking 22). Se- sektor lainnya. Pada Tabel 3 tersebut terlihat

dangkan industri yang menjadi industri an- subsektor industri unggulan tahun 2007 ada-

dalan masa depan memiliki ranking mayoritas lah alat angkut selain kendaraan bermotor ro-

tinggi dan beberapa sedang kecuali industri ka-

da empat atau lebih, diikuti secara berurut- yu dan barang kayu (ranking 20). an oleh industri kendaraan bermotor; indus-

Berdasarkan hasil, dapat diuraikan pemba- tri pengolahan tembakau; industri kimia dan

hasan kinerja industri dari tahun 2004 sampai barang-barang dari bahan kimia; industri me-

dengan tahun 2007 per subsektor, secara ber-

58 Dewi S. & Nachrowi D. N./Pembangunan Indeks Kinerja Industri

Gambar 4: Diagram Kinerja Industri Makanan dan Minuman Tahun 2007

Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

urutan, dimulai dari ranking kinerja industri dit/pembiayaan konsumsi produk ini bagi ka- ke-1 di tahun 2007. Industri yang berada pada

langan masyarakat menengah ke bawah. ranking pertama adalah industri alat ang-

Kemudian, peringkat kedua adalah industri kutan, selain kendaraan bermotor roda

kendaraan bermotor. Industri ini kinerjanya empat atau lebih. Industri ini berada pada

sempat merosot tajam pada tahun 2006, de- urutan teratas oleh karena indikator kinerjanya

ngan berada pada posisi ke-22 (ranking ke-4 di –nilai tambah dan pertumbuhannya, upah dan

tahun 2004 dan tahun 2005). Hal ini disebab- pertumbuhannya, pertumbuhan jumlah tenaga

kan hampir semua indikator memiliki nilai di kerja, produktivitas tenaga kerja dan pertum-

bawah rata-ratanya, kecuali upah, pertumbuh- buhannya, efisiensi energi dan pertumbuhan-

an tenaga kerja, produktivitas tenaga kerja, nya, dan efisiensi bahan baku– berada di atas

dan pertumbuhan utilitasnya. Bahkan pertum- rata-rata subsektor lainnya. Bahkan pertum-

buhan produktivitas tenaga kerja dan pertum- buhan efisiensi energi menduduki posisi ter-

buhan efisiensi bahan baku terendah terha- tinggi. Akan tetapi, efisiensi juga yang meng-

dap subsektor lainnya. Karakteristik industri akibatkan posisi industri ini jatuh pada tahun

ini sama dengan industri alat angkut, sehingga 2005 menjadi ranking ke-22. Hal ini terjadi aki-

kondisi makroekonomi berdampak sama, teta- bat inflasi yang didorong oleh kenaikan harga

pi baru dirasakan satu tahun sesudahnya, di- bahan baku dan energi yang sangat signifikan,

karenakan perbedaan segmen konsumen. ditambah lagi penurunan konsumsi dunia yang

Peringkat ketiga diraih industri pengolah- diakibatkan oleh kenaikan harga minyak men-

an tembakau. Industri ini berhasil kembali tah dunia. Kelompok industri ini didominasi

pada posisi atas di tahun 2007, setelah kiner- oleh sepeda motor yang mengalami peningkat-

janya di tahun sebelumnya terus mengalami an konsumsi akibat kondisi sistem transporta- penurunan. Hal ini diakibatkan oleh lonjakan si Indonesia yang buruk dan peningkatan kre- nilai atas beberapa indikator seperti nilai tam-

Dewi S. & Nachrowi D. N./Pembangunan Indeks Kinerja Industri

Gambar 5: Diagram Kinerja Industri Pengolahan Tembakau Tahun 2007

Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

bah dan pertumbuhan nilai tambah; jumlah te- an energi dan bahan baku yang kurang, akibat naga kerja; pertumbuhan produktivitas tenaga

dari salah kebijakan di masa lampau (kontrak kerja; utilitas; serta efisiensi dan pertumbuhan

jangka panjang dengan beberapa negara), se- efisiensi. Industri ini termasuk penyumbang ni-

hingga potensi sumber daya alam Indonesia ti- lai tambah yang besar, serta menyerap tenaga

dak dapat digunakan untuk kepentingan rak- kerja yang besar; dengan utilitas dan efisiensi

yat Indonesia.

relatif besar dibanding subsektor lain. Perkem- Peringkat selanjutnya, yaitu ke-5, industri bangan subsektor ini dipengaruhi oleh perbe-

mesin dan peralatan kantor, akuntansi, daan kepentingan antara instansi/lembaga na-

dan pengolahan data. Industri ini menga- sional maupun internasional, tetapi subsektor

lami fluktuasi kinerja, dari tahun 2004, seca- ini tetap menggiurkan investor karena sifat pro-

ra berturut-turut menduduki posisi ke-6, 1, 20, duknya yang tidak elastis terhadap pendapat-

dan 5. Pada tahun 2005, subsektor ini meng- an 17 .

alami pertumbuhan hampir di setiap indika- Peringkat keempat adalah industri kimia

tornya, kecuali indikator efisiensi. Tahun 2006 dan barang-barang dari bahan kimia.

sektor ini tidak lagi tumbuh kecuali pada indi- Subsektor ini juga selalu menyumbang nilai

kator efisiensi, utilitas, dan jumlah perusaha- tambah yang besar, dengan produktivitas te-

an, selanjutnya indikator-indikator ini kembali naga kerja dan pemodalan yang baik. Akan

tumbuh di tahun 2007.

tetapi sangat disayangkan utilitas sektor ini Industri kertas, barang dari kertas, rendah, padahal produknyas sangat diperlukan

dan sejenisnya merupakan industri yang ber- bagi sektor lain 18 . Hal ini dikarenakan pasok-

ada pada peringkat keenam di tahun 2007. Pa-

17 Pada masa krisis ekonomi dan pemulihannya, in- dustri ini tetap tumbuh.

sis Tabel IO dan merupakan industri basis manufaktur 18 Dilihat dari backward dan forward linkage anali-

(KPIN, 2007).

60 Dewi S. & Nachrowi D. N./Pembangunan Indeks Kinerja Industri

da tahun sebelumnya, 2006, industri ini kiner- Peringkat berikutnya, yaitu peringkat ke- janya terburuk. Sebagai industri yang terma-

9, diduduki oleh industri radio, televisi, suk padat energi, maka ketika subsidi Bahan

dan peralatan komunikasi serta perleng- Bakar Minyak (BBM) industri dihapuskan, ki-

kapannya. Industri ini selalu menduduki posi- nerja industri ini menjadi buruk. Akan tetapi,

si teratas dalam pemberian upah tenaga kerja kemudian di tahun 2007 dapat naik kembali

produksi. Pada tahun 2007, industri ini menga- hingga menduduki posisi ke-6. Hal ini dipero-

lami peningkatan jumlah perusahaan dan pro- leh dari sumbangan nilai tambah dan pertum-

duktivitas barang modal (utilitas) dari tahun buhannya, upah di atas rata-rata, peningkatan

sebelumnya. Utilitas di tahun itu juga tinggi. jumlah perusahaan, produktivitas tenaga kerja

Selanjutnya, industri barang galian bu- dan pertumbuhannya, dan pertumbuhan efisi-

kan logam. Kenaikan harga BBM indus- ensi.

tri mengakibatkan sektor ini turun kinerjanya menjadi ke-21 di tahun 2006 (subsektor yang

Industri makanan dan minuman sela- paling padat energi). Sebaliknya, efisiensi ba- ma empat tahun selalu pada posisi 10 besar han baku selalu menempati posisi atas atau (berturut-turut: 1, 2, 2, 7). Hal ini karena selalu tertinggi, sama halnya dengan utilitas industri. memiliki nilai tambah terbesar, jumlah perusa- Pada tahun 2007, kembali meningkat disebab- haan terbanyak, menyerap paling banyak tena- kan peningkatan nilai tambah, produktivitas

ga kerja (kecuali tahun 2005 menduduki posisi tenaga kerja, dan efisiensi, sehingga menem-

ke-2), barang modal yang besar (tertinggi pada patkan industri ini pada peringkat ke-10. tahun 2004), serta utilitas yang besar (di atas Industri logam dasar yang menduduki rata-rata kecuali tahun 2005). Akan tetapi, po- peringkat ke-11, mengalami kenaikan dari dua sisi ini tidak diimbangi dengan beberapa indi- tahun sebelumnya. Kinerja sektor ini ditopang kator yang tidak baik, seperti upah yang ting- dari nilai produktivitas tenaga kerjanya yang gi, serta indikator pertumbuhan; efisiensi; pro- selalu tinggi dan upah tenaga kerja produk- duktivitas tenaga kerja; dan kemajuan tekno- sinya yang besar dan terus tumbuh. Merupa- logi yang relatif lebih kecil terhadap subsektor kan subsektor yang padat energi juga, tetapi lainnya. Akibatnya, industri ini di tahun 2007 mengalami peningkatan efisiensi energi di ta- merosot hingga 5 tingkat. Apabila hal ini terus

hun 2007.

berlanjut artinya subsektor ini mengalami di- Industri tekstil sebelumnya selalu mendu- minishing. Padahal menurut Rencana Pemba- duki posisi 10 besar, tetapi merosot menjadi ngunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ranking 12 pada tahun 2007. Subsektor ini su- 2004–2009 industri ini difokuskan sebagai pe- dah tidak mengalami pertumbuhan atau dapat nguatan dan penumbuhan klaster, artinya hal dikatakan sedikit mengalami pertumbuhan. Sa- ini belum terlaksana dengan baik. ma dengan sektor padat karya lainnya yang su-

Walaupun industri peralatan kedokter- dah mengalami diminishing, upaya peningkat- an, alat-alat ukur, peralatan navigasi,

an kinerja hanya dapat diupayakan dengan pe- peralatan optik, jam dan lonceng, kontri-

ningkatan efisiensi, produktivitas, dan tekno- businya sedikit terhadap nilai tambah, sektor

logi. Kemerosotan sektor ini juga karena dibu- industri ini sedang tumbuh. Hal ini dilihat da-

kanya pembatasan kuota 19 oleh negara-negara ri pertumbuhan jumlah perusahaan dan tenaga

tujuan ekspor tekstil dunia, sehingga Indonesia kerja, utilitas, efisiensi bahan baku, serta me-

miliki nilai tertinggi dalam efisiensi energi dan

19 nilai tinggi dalam upah tenaga kerja produksi Agreement on Textiles and Clothing (ATC) yang

merupakan perjanjian lanjutan Multifibre Arrangement

selama dua tahun berturut-turut. Oleh karena

(MFA), di masa transisi ke arah perdagangan bebas (1

itu, industri ini berada pada peringkat ke-8.

Januari 1995 s.d. 31 Desember 2004).

Dewi S. & Nachrowi D. N./Pembangunan Indeks Kinerja Industri

61 yang industri tekstilnya kurang berdaya-saing,

hun 2006). Pada tahun 2006, terjadi peningkat- kehilangan pangsa pasar.

an jumlah perusahaan dan barang modal ter- Industri batu bara, pengilangan mi-

besar dan diiringi dengan peningkatan efisiensi, nyak bumi dan pengolahan gas bumi,

teknologi, upah, dan nilai tambah. barang-barang dari hasil pengilangan mi-

Industri mesin dan perlengkapannya, nyak bumi, dan bahan bakar nuklir, kon-

selalu pada posisi bawah, walaupun bukan yang tribusinya sedikit dalam nilai tambah indus-

terendah (kecuali pertumbuhan tenaga kerja tri. Peringkat terendah pada tahun 2004, ke-

tahun 2007). Walaupun demikian utilitasnya mudian mengalami peningkatan menjadi ran-

terus mengalami peningkatan. king 14 karena pertumbuhan jumlah perusa-

Industri furnitur dan industri pengo- haan tertinggi. Hal ini disertai dengan pening-

lahan lainnya, posisinya hampir sama dengan katan upah, jumlah tenaga kerja, produktivi-

industri pakaian jadi dan selalu di bawahnya. tas tenaga kerja, dan utilitasnya. Selanjutnya,

Subsektor ini selalu memiliki jumlah perusa- merosot 4 tingkat lalu naik 5 tingkat menjadi

haan, tenaga kerja, dan utilitas di atas rata- ranking 13.

rata subsektor lainnya (tahun 2004 utilitasnya Industri karet, barang dari karet, dan

tertinggi). Tahun 2006 terjadi peningkatan di barang dari plastik, kontribusi industri ini

semua indikator kecuali upah tenaga kerja pro- pada nilai tambah industri selalu besar, jumlah

duksi.

perusahaan dan tenaga kerja juga selalu besar. Industri kayu, barang-barang dari Pada tahun 2004, menduduki peringkat ke-5 di-

kayu (tidak termasuk furnitur), dan sebabkan tumbuh di semua indikator, kecuali

barang-barang anyaman dari rotan, upah justru menurun. Munculnya karet sinte-

bambu, dan sejenisnya, industri ini terus tis mengakibatkan nilai jual produk industri ini

mengalami penurunan kinerja. Selalu menga- tidak dapat tinggi, walaupun kebutuhannya ju-

lami penurunan jumlah tenaga kerja, jumlah

ga melonjak. perusahaan (kecuali di tahun 2006), dan efisi- Industri barang dari logam, kecuali

ensi energi (kecuali di tahun 2005). Hal ini di- mesin dan peralatannya, posisinya hampir

karenakan permasalahan produktivitas tenaga selalu di tengah bawah, berturut-turut 12, 19,

kerja terutama dalam hal desain dan teknis,

19, 15, mengalami pertumbuhan tenaga kerja selain itu ada masalah bahan baku yang ba- terbesar di tahun 2004. Pertumbuhan upah ju-

nyak diekspor karena keuntungannya lebih be-

ga mengalami peningkatan walau kecil sekali, sar dibandingkan untuk memenuhi kebutuhan sama halnya dengan utilitas.

domestik.

Industri mesin listrik lainnya dan per- Industri penerbitan, percetakan, dan lengkapannya, tahun 2007 menduduki per-

reproduksi media rekaman di tahun 2004– ingkat ke-16 (sama dengan tahun sebelumnya)

2005 posisi kinerja di bawah, tetapi tahun 2006 setelah mengalami peringkat ke-21 (2004), ke-

menjadi ranking ke-8, kembali lagi pada ran-

12 (2005). Pada tahun 2005, semua indikator king ke-21 di tahun 2007. Pada tahun 2006 ter- mengalami pertumbuhan, terbesar pada pe-

jadi peningkatan jumlah perusahaan, pening- ningkatan efisiensi energi. Upah tenaga kerja

katan jumlah tenaga kerja, serta efisiensi, te- produksi mengalami kenaikan setiap tahunnya.

tapi terendah dan negatif dalam pertumbuh- Industri pakaian jadi, subsektor ini sela-

an produktivitas barang modalnya, juga nega- lu memiliki nilai besar di jumlah perusahaan

tif dalam pertumbuhan upah dan produktivi- dan pertumbuhannya, tenaga kerja, dan uti-

tas baik tenaga kerja maupun barang modal. litasnya, tetapi kontribusi nilai tambahnya di

Industri ini artinya tidak terpengaruh dengan bawah rata-rata subsektor lainnya (kecuali ta-

gejolak ekonomi akibat kenaikan harga BBM,

62 Dewi S. & Nachrowi D. N./Pembangunan Indeks Kinerja Industri karena memang karakteristiknya yang padat

ku sangat rendah.

tenaga ahli. Industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki memiliki pola posisi yang hampir

Simpulan

sama dengan industri penerbitan, percetakan, dan reproduksi media rekaman. Selalu memili-

Kinerja industri sangat dipengaruhi oleh ka- ki nilai di atas rata-rata pada indikator upah,

rakteristik industri itu sendiri (padat modal, jumlah tenaga kerja, dan utilitas. Pada tahun

padat karya, padat teknologi, padat energi, pa- 2006, terjadi peningkatan pada hampir semua

dat material, padat tenaga ahli). Untuk in- indikator, kecuali pertumbuhan upah (upah se-

dustri yang padat karya, upah rata-rata tena- lalu rendah, sebagai alasan investor untuk ber-

ga kerja produksinya kecil, sebaliknya dengan investasi). Industri ini didominasi oleh bebera-

industri yang padat teknologi. Industri padat pa perusahaan kerja sama (swasta asing) dan

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65