TEORI PERUBAHAN SOSIAL KLASIK dan
TEORI PERUBAHAN SOSIAL KLASIK
A. Auguste Comte
Auguste Comte atau yang sering disebut sebagai bapak sosiologi merupakan
salah satu pencetus teori sosiologi klasik. Comte dijuluki sebagai bapak sosiologi
karena dia adalah orang pertama yang mencetuskan sosiologi atau yang dulu disebut
sebagai fisika sosial. Di mana menurutnya, sosiologi harus dikaji secara ilmiah.
Comte merupakan salah satu penganut hukum positivisme. Kaum positivis
percaya bahwa masyarakat merupakan bagian dari alam, di mana metode-metode
penelitian empiris dapat dipergunakan untuk menemukan hukum-hukum sosial
kemasyarakatan. Aliran ini tentunya mendapat pengaruh dari kaum empiris dan
mereka sangat optimis dengan kemajuan dari revolusi Perancis. Bagi Comte untuk
menciptakan masyarakat yang adil, diperlukan metode positif yang kepastiannya
tidak dapat digugat. Metode positif ini mempunyai 4 ciri, yaitu :
1. Metode ini diarahkan pada fakta-fakta.
2. Metode ini diarahkan pada perbaikan terus-menerus dari syarat-syarat hidup.
3. Metode ini berusaha ke arah kepastian.
4. Metode ini berusaha ke arah kecermatan.
Metode positif juga mempunyai sarana-sarana bantu yaitu pengamatan,
perbandingan, eksperimen dan metode historis. Tiga yang pertama itu biasa dilakukan
dalam ilmu-ilmu alam, tetapi metode historis khusus berlaku bagi masyarakat yaitu
untuk mengungkapkan hukum-hukum yang menguasai perkambangan gagasangagasan. Dalam bukunya yang berjudul “Course de Philosophie Positive”, Comte
menyatakan hukum tiga jenjang atau yang sering disebut sebagai hukum
perkembangan manusia. Hukum tiga jenjang meliputi:
a. Jenjang Teologis
Tahap teologis atau yang sering disebut tahap mitos merupakan tahap di mana
manusia masih mempercayai hal-hal mistik sehingga mereka tidak menanyakan sebab
akibat dari gejala alam yang terjadi di sekitarnya. Misalnya terjadinya pelangi yang
mereka anggap merupakan selendang bidadari, terjadinya petir yang dianggap dewa
murka, dan lain sebagainya.
Dalam tahap ini Comte membaginya menjadi tiga periode yaitu:
1. Periode Fetisisme. Kepercayaan bahwa semua benda memiliki kelengkapan
kekuatan hidupnya sendiri.
2. Politeisme. Munculnya anggapan bahwa ada kekuatan-kekuatan yang
mengatur kehidupannya atau gejala alam.
3. Monoteisme. Kepercayaan dewa mulai digantikan dengan yang tunggal, dan
puncaknya ditunjukkan adanya Khatolisisme.
b. Jenjang Metafisik
Tahap metafisik merupakan tahap perpindahan antara tahap teologis ke tahap
positif. Tahap ini ditandai oleh suatu kepercayaan akan hukum-hukum alam yang
dapat ditemukan dengan akal budi. Jadi dalam masa ini, masyarakat telah
menggunakan nalar mereka untuk menentukan logis tidaknya kejadian alam yang
ada.
c. Jenjang Positif
Tahap Positif ditandai oleh kepercayaan akan data empiris sebagai sumber
pengetahuan terakhir, tetapi sekali lagi pengetahuan itu sifatnya sementara dan tidak
mutlak atau sering disebut dengan dinamis. Di sini menunjukkan bahwa semangat
positivisme yang selalu terbuka secara terus menerus terhadap data baru yang terus
mengalami pembaharuan dan menunjukkan dinamika yang tinggi. Analisa rasional
mengenai data empiris akhirnya akan memungkinkan manusia untuk memperoleh
hukum-hukum yang bersifat uniformitas.
B. Karl Marx
Dalam teorinya, Marx menyampaikan sebuah teori yang bernama alienasi atau
keterasingan. Alienasi dibagi menjadi empat macam, yaitu:
1. Individu teralienasi dengan aktivitas produksi. Contohnya adalah pegawai
sebuat pabrik HP belum tentu bisa memiliki HP yang dia buat atau produksi.
2. Individu teralienasi dengan pekerjaan. Maksudnya di sini adalah individu itu
sebenarnya tidak cocok dengan pekerjaan yang dia tempati. Namun karena
keadaan, dia harus bekerja di sana untuk bertahan hidup.
3. Individu teralienasi dengan temannya. Dalam sebuah perusahaan, walau jarak
antara karyawan satu dengan yang lain itu berdekatan, namun belum tentu
mereka bisa saling berinteraksi satu dengan yang lain. Bisa juga diartikan
bahwa antara individu dan rekan kerjanya saling berkompetisi untuk menjadi
yang terbaik.
4. Individu terasingkan oleh individu itu sendiri. Maksudnya adalah individu
tersebut tidak dapat mengeksplore kemampuan dirinya dikarenakan dia
memenuhi permintaan pasar. Jadi ide kreatifnya tidak dapat tersalurkan.
Alienasi tidak akan pernah bisa terhapuskan karena dunia sekarang telah
maju. Alienasi merupakan sikap ketergantungan yang sampai kapanpun tidak akan
bisa dihilangkan kecuali manusia memilih untuk kembali ke jaman purba di mana
tidak ada pakaian dan alat-alat modern. Hanya ada dia dan alam.
Selain alienasi, Marx juga menjelaskan tentang teori kelas sosial. Di mana dia
membedakan kelas sosial menjadi dua jenis yaitu kaum borjuis dan kaum ploletar.
Kaum borjuis merupakan golongan yang memiliki modal. Atau bisa dibilang kaum
borjuis merupakan kaum elit pemilik perusahaan. Sedangkan kaun ploletar
merupakan kaum buruh sebagai bawahan dari kaum borjuis. Dalam pembedaan kelas
ini, menimbulkan konflik yang dikarenakan kaum buruh sering merasa dirugikan.
Gejolak ini yang membunuh kapitalisme karena banyak kaum buruh yang menolak
pengeksploitasian atas dirinya. Mereka menuntut upah yang seimbang dengan apa
yang mereka kerjakan. Namun paham kapitalisme membuat para kaum borjuis buta.
Karena mereka hanya ingin keuntungan yang maksimal dan tidak mau rugi sehingga
pengeksploitasian buruh terjadi.
C. Max Weber
Max Weber merupakan seorang ilmuan yang berasal dari Jerman. Ayah Weber
adalah seorang ahli hukum yang hanya mementingkan kepentingannya sendiri dan
cenderung ringan tangan. Berbeda sekali dengan ibu Weber. Ibu Weber merupakan
seorang penganut Calvinisme yang sangat lembut dan penyayang. Dia sangat taat
dalam memeluk agamanya. Saat Weber melakukan wajib militer, hubungannya
dengan paman dan bibinya sangat dekat. Bibinya merupakan adik kandung ibu Weber
yang juga seorang penganut Calvinisme. Weber sangat menikmati kehidupan
keluarga bibinya ini. Kehidupannya sangat harmonis. Berbeda dengan kehidupan
keluarganya yang cenderung berantakan. Ayah Weber sangat sering melakukan
kekerasan fisik kepada ibu Weber. Dan inillah yang membuat Weber cenderung
memiliki sifat seperti ibunya, karena ayah Weber merupakan seseorang yang ringan
tangan.
Teori-teori yang dikeluarkan Weber bukan tanpa sebab. Seperti teori etika
protestan dan spirit kapitalisme. Dari sebuah sumber mengatakan bahwa Weber
berusaha membuktikan etika Protestan yang dia anut. Di mana dalam etika protestan
mengatakan bahwa Tuhan adalah satu, Tuhan maha pencipta dan Tuhan penguasa
dunia. Sehingga memunculkan anggapan bahwa hidup berfoya-foya tidak akan ada
gunanya. Dunia hanya dipelajari secara ilmiah, rasional, karena menurut mereka
Tuhan tidak akan pernah bisa mengubah nasib dunia mereka. Jadi, mereka harus
berhemat untuk mendapatkan surga karena bagi mereka jika mereka boros, Tuhan
tidak akan memberi mereka surga. Dan dari sinilah mulai muncul kapitalisme modern
di mana manusia saling bersaing dan berkompetisi untuk mendapatkan penghasilan
yang banyak. Karena dalam ajaran ini terdapat petuah yaitu jika manusia kaya
(banyak hartanya) di dunia, maka akan mendapatkan surga di akhirat.
Selain teori kapitalisme, Weber juga memaparkan teori tindakan sosial.
Menurut Weber, tidak semua tindakan yang dilakukan merupakan tindakan sosial.
Tindakan sosial adalah tindakan yang dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku
orang lain dan berorientasi pada orang lain. Contohnya adalah seseorang yang
bernyanyi-nyanyi kecil untuk menghibur dirinya sendiri bukan merupakan tindakan
sosial. Namun jika tujuannya untuk menarik perhatian orang lain, maka itu merukan
tindakan sosial.
Contoh lain adalah orang yang dimotivir untuk membalas atas suatu
penghinaan di masa lampau, mengorientasikan tindakannya kepada orang lain. Itu
tindakan sosial sosial. Menurut Weber tindakkan sosial juga berakar dalam kesadaran
individual dan bertolak dari situ. Tingkah laku individu merupakan kesatuan analisis
sosiologis, bukan keluarga, negara, partai, dll. Dalam tindakan sosial, Weber juga
menyatakan sebuah tindakan yang bernama vershtehen. Menurut yang saya tangkap,
tindakan ini merupakan tindakan di mana seseorang berusaha mengerti perasaan
orang lain yang ada di dekatnya tanpa harus berkomunikasi langsung dengannya.
Tindakan vershtehen biasanya akan memunculkan rasa simpati terhadap orang lain.
Misalnya ada si A mencoba mengetahui apa yang dirasa si B dengan mencoba
mengambil perannya. Bisa dengan cara berfikir menjadi si B atau dengan dia berada
di sekitar si B dan memposisikan dirinya menjadi si B. Dari sini si A akan tau apa
yang terjadi dari si B secara subyektif. Menurut apa yang dia lihat dan rasakan saja.
Tindakan sosial memiliki beberapa tipe, yaitu:
1. Tindakan Rasional Instrumental
Individu selalu memiliki tujuan yang beragam dari setiap hal yang diinginkan,
maka individu dituntut untuk memilih. Dan untuk memenuhi tujuan itu, individu
harus memiliki alat yang mendukung. Akhirnya suatu pilihan dibuat atas alat yang
mencerminkan suatu pertimbangan individu atas efisiensi dan efektifitasnya. Setelah
dilakukan, individu akan dapat menilai secara obyektif sesuatu yang berhubungan
dengan tujuan yang akan dicapai. Tindakan rasional instrumental merupakan tindakan
yang dikerjakan dengan memperhitungkan keadaan yang akan dihadapi sebagai cara
dan tujuannya. Contohnya adalah seorang tukang becak yang bekerja untuk
memenuhi kebutuhan keluarganya. Untuk memenuhi kebutuhan (tujuan) makan
caranya adalah bekerja yaitu menjadi tukang becak.
2. Tindakan Rasional Berorientasi Nilai
Tindakan rasional yang berorientasi nilai yaitu tindakan yang lebih
memperhatikan manfaat atau nilai daripada tujuan yang hendak dicapai. Tindakan
religious merupakan bentuk dasar dari rasionalitas yang berorientasi nilai. Contohnya
dalam melaksanakan ibadah. Jika kita melakukan ibadah, tentunya kita memikirkan
bagaimana cara terbaik yang harus dilakukan untuk bisa mendapat keridhoan-Nya.
Sikap yang kita lakukan antara lain bersikap khusyuk ketika sedang berdoa dan
bersembahyang, bersikap ikhlas sewaktu membantu orang yang membutuhkan
pertolongan, dan sebagainya. Pada khasus seperti itu kita tidak mengetahui apakah
Tuhan telah memberikan keridhoan dan pahala-Nya atau tidak, tetapi yang paling
penting kita telah melaksanakan ibadah dengan sebaik-baiknya.
3. Tindakan Tradisional
Tindakan
tradisional bisa
dikatakan
sebagai tindakan
yang
tidak
memperhitungkan pertimbangan rasional. Tindakan tradisional berkaitan dengan
kepatuhan terhadap adat-istiadat yang sifatnya kekal dan mengikat pola perilaku
masyarakatnya. Jika tidak dipatuhi, maka akan mendapatkan sanksi. Contohnya
adalah adat pernikahan. Contoh lainnya adalah seorang anak yang memilih kuliah di
UGM tanpa memikirkan manfaat jurusan yang dia pilih dan tidak mempertimbangkan
kemampuannya. Dalam hal ini alasan agar prestis dalam masyarakat meningkat,
namun tidak memperhitungkan kecerdasan di jurusan tersebut.
4. Tindakan Afeksi
Tipe tindakan ini ditandai dengan dominasi perasaan atau emosi tanpa refleksi
intelektual atau perencanaan yang sadar. Seseorang yang sedang mengalami perasaan
meluap-luap seperti cinta, kemarahan, ketakutan atau kegembiraan, dan secara
spontan mengungkapkan perasaan itu tanpa refleksi, berarti sedang memperlihatkan
tindakan afektif. Tindakan itu benar-benar tidak rasional karena kurangnya
perimbangan logis, ideology, atau criteria rasionalitas lainnya. Contohnya adalah
kasih saying orang tua kepada anaknya yang ditunjukkan melalui perhatian dan kasih
sayang. Contoh lainnya adalah tindakan menyanyi dan menari ketika merasa senang
mendapatkan hadiah yang diimpikan.
TEORI MODERN PERUBAHAN SOSIAL
Teori-teori modern yang terkenal ialah, antara lain, teori-teori modernisasi
para penganut pendekatan fugsionalisme seperti Neil J. Smelser dan Alex Inkeles,
teori ketergantungan . Andrd Gunder Frank yang merupakan pendekatan konflik, dan
teori mengenai sistem dunia dari Wallerstein.
Di antara teori-teori klasik dan teori-teori modern kita dapat menjumpai
benang merah. Sebagaimana halnya dengan pandangan mengenai perkembangan
masyarakat secara linear yang dikemukakan oleh tokoh klasik seperi Comte dan
Spencer, maka teori-teori modernisasi pun cenderung melihat bahwa perkembangan
masyarakat Dunia Ketiga berlangsung secara evolusioner dan linear dan bahwa
masyarakat bergerak ke arah kemajuan--dari tradisi ke modernitas. Para penganut
teori kontlik, di pihak lain, melihat bahwa perkembangan yang terjadi di Dunia
Ketiga justru menuju ke keterbelakangan dan pada ketergantungan pada
negara¬negara industri maju di Barat.
Teori modernisasi. Teori modernisasi menganggap bahwa negara-negara
terbelakang akan menempuh jalan sama dengan negara industri maju di Barat
sehingga kemudian akan menjadi negara berkembang pula melalui proses
modernisasi (lihat Light, Keller and Calhoun, 1989). Teori ini berpandangan bahwa
masyarakat-masyarakat
yang
belum
berkembang
perlu
mengatasi
berbagai
kekurangan dan masalahnya sehingga dapat mencapai tahap "tinggal landas" (takeoffl ke arah perkembangan ekonomi. Menurut Etzioni-Halevy dan Etzioni transisi
dari keadaan tradisional ke modernitas melibatkan revolusi demografi yang ditandai
menurunnya angka kematian dan angka kelahiran; menurunnya ukuran dan pengaruh
keluarga; terbukanya sisem stratifikasi; peralihan dari struktur feodal atau kesukuan
ke suatu birokrasi; menurunnya pengaruh agama; beralihnya fungsi pendidikan dari
keluarga dan komunitas ke sistem pendidikan formal; munculnya kebudayaan massa;
dan munculnya perekonomian pasar dan industrialisasi (lihat Etzioni-Halevy dan
Etzioni, 1973:177).
Teori ketergantungan. Menurut teori ketergantungan (dependencia) yang
didasarkan pada pengalaman negara-negara Amerika Latin ini (lihat antara lain,
Giddens, 1989, dan Light, Keller and Calhoun, 1989) perkembangan dunia tidak
merata; negara-negara industri menduduki posisi dominan sedangkan negara-negara
Dunia Ketiga secara ekonomis tergantung padanya. Perkembangan negara-negara
industri dan keterbelakangan negara-negara Dunia Ketiga, menurut teori ini, berjalan
bersamaan: di kala negara-negara industri mengalami perkembangan, maka negaranegara Dunia Ketiga yang mengalami kolonialisme dan nco¬kolonialisme, khususnya
di Amerika Latin, tidak mengalami "tinggal landas" tetapi justru menjadi semakin
terkebelakang.
Teori sistem dunia. Menurut teori yang dirumuskan Immanuel Wallerstein ini
(lihat Giddens, 1989 dan Light, Keller dan Calhoun, 1989) perekonomian kapitalis
dunia kini tersusun atas tiga jenjang: negara-negara inti, negara-negara semi-periferi,
dan negara-negara periferi. Negara-negara inti terdiri atas negara-negara Eropa Barat
yang sejak abad 16 mengawali proses industrialisasi dan berkembang pesat,
sedangkan negara-negara semi-periferi merupakan negara-negara di Eropa Selatan
yang menjalin hubungan dagang negara-negara inti dan secara ekonomis tidak
berkembang. Negara-negara periferi merupakan kawasan Asia dan Afrika yang
semula merupakan kawasan ekstern karena berada di luar jaringan perdagangan
negata-negara inti tetapi kemudian melalui kolonisasi ditarik ke dalam sistem dunia.
Kini negara-negara inti (yang kemudian mencakup pula Amerika Serikat dan Jepang)
mendominasi sistem dunia sehingga mampu memanfaatkan sumber daya negara lain
untuk kepentingan mereka sendiri, sedangkan kesenjangan yang berkembang antara
negara-negara inti dengan negara-negara lain sudah sedemikian lebarnya sehingga
tidak mungkin tersusul lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Hardiyanti, Adwiana. 2006. Sosiologi. Jakarta: Widya Utama
Johnson, Doyle Paul. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern Jilid 1. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama
Sunarto, Kamanto. 1993. Pengantar Sosiologi. Jakarta: FE UI
A. Auguste Comte
Auguste Comte atau yang sering disebut sebagai bapak sosiologi merupakan
salah satu pencetus teori sosiologi klasik. Comte dijuluki sebagai bapak sosiologi
karena dia adalah orang pertama yang mencetuskan sosiologi atau yang dulu disebut
sebagai fisika sosial. Di mana menurutnya, sosiologi harus dikaji secara ilmiah.
Comte merupakan salah satu penganut hukum positivisme. Kaum positivis
percaya bahwa masyarakat merupakan bagian dari alam, di mana metode-metode
penelitian empiris dapat dipergunakan untuk menemukan hukum-hukum sosial
kemasyarakatan. Aliran ini tentunya mendapat pengaruh dari kaum empiris dan
mereka sangat optimis dengan kemajuan dari revolusi Perancis. Bagi Comte untuk
menciptakan masyarakat yang adil, diperlukan metode positif yang kepastiannya
tidak dapat digugat. Metode positif ini mempunyai 4 ciri, yaitu :
1. Metode ini diarahkan pada fakta-fakta.
2. Metode ini diarahkan pada perbaikan terus-menerus dari syarat-syarat hidup.
3. Metode ini berusaha ke arah kepastian.
4. Metode ini berusaha ke arah kecermatan.
Metode positif juga mempunyai sarana-sarana bantu yaitu pengamatan,
perbandingan, eksperimen dan metode historis. Tiga yang pertama itu biasa dilakukan
dalam ilmu-ilmu alam, tetapi metode historis khusus berlaku bagi masyarakat yaitu
untuk mengungkapkan hukum-hukum yang menguasai perkambangan gagasangagasan. Dalam bukunya yang berjudul “Course de Philosophie Positive”, Comte
menyatakan hukum tiga jenjang atau yang sering disebut sebagai hukum
perkembangan manusia. Hukum tiga jenjang meliputi:
a. Jenjang Teologis
Tahap teologis atau yang sering disebut tahap mitos merupakan tahap di mana
manusia masih mempercayai hal-hal mistik sehingga mereka tidak menanyakan sebab
akibat dari gejala alam yang terjadi di sekitarnya. Misalnya terjadinya pelangi yang
mereka anggap merupakan selendang bidadari, terjadinya petir yang dianggap dewa
murka, dan lain sebagainya.
Dalam tahap ini Comte membaginya menjadi tiga periode yaitu:
1. Periode Fetisisme. Kepercayaan bahwa semua benda memiliki kelengkapan
kekuatan hidupnya sendiri.
2. Politeisme. Munculnya anggapan bahwa ada kekuatan-kekuatan yang
mengatur kehidupannya atau gejala alam.
3. Monoteisme. Kepercayaan dewa mulai digantikan dengan yang tunggal, dan
puncaknya ditunjukkan adanya Khatolisisme.
b. Jenjang Metafisik
Tahap metafisik merupakan tahap perpindahan antara tahap teologis ke tahap
positif. Tahap ini ditandai oleh suatu kepercayaan akan hukum-hukum alam yang
dapat ditemukan dengan akal budi. Jadi dalam masa ini, masyarakat telah
menggunakan nalar mereka untuk menentukan logis tidaknya kejadian alam yang
ada.
c. Jenjang Positif
Tahap Positif ditandai oleh kepercayaan akan data empiris sebagai sumber
pengetahuan terakhir, tetapi sekali lagi pengetahuan itu sifatnya sementara dan tidak
mutlak atau sering disebut dengan dinamis. Di sini menunjukkan bahwa semangat
positivisme yang selalu terbuka secara terus menerus terhadap data baru yang terus
mengalami pembaharuan dan menunjukkan dinamika yang tinggi. Analisa rasional
mengenai data empiris akhirnya akan memungkinkan manusia untuk memperoleh
hukum-hukum yang bersifat uniformitas.
B. Karl Marx
Dalam teorinya, Marx menyampaikan sebuah teori yang bernama alienasi atau
keterasingan. Alienasi dibagi menjadi empat macam, yaitu:
1. Individu teralienasi dengan aktivitas produksi. Contohnya adalah pegawai
sebuat pabrik HP belum tentu bisa memiliki HP yang dia buat atau produksi.
2. Individu teralienasi dengan pekerjaan. Maksudnya di sini adalah individu itu
sebenarnya tidak cocok dengan pekerjaan yang dia tempati. Namun karena
keadaan, dia harus bekerja di sana untuk bertahan hidup.
3. Individu teralienasi dengan temannya. Dalam sebuah perusahaan, walau jarak
antara karyawan satu dengan yang lain itu berdekatan, namun belum tentu
mereka bisa saling berinteraksi satu dengan yang lain. Bisa juga diartikan
bahwa antara individu dan rekan kerjanya saling berkompetisi untuk menjadi
yang terbaik.
4. Individu terasingkan oleh individu itu sendiri. Maksudnya adalah individu
tersebut tidak dapat mengeksplore kemampuan dirinya dikarenakan dia
memenuhi permintaan pasar. Jadi ide kreatifnya tidak dapat tersalurkan.
Alienasi tidak akan pernah bisa terhapuskan karena dunia sekarang telah
maju. Alienasi merupakan sikap ketergantungan yang sampai kapanpun tidak akan
bisa dihilangkan kecuali manusia memilih untuk kembali ke jaman purba di mana
tidak ada pakaian dan alat-alat modern. Hanya ada dia dan alam.
Selain alienasi, Marx juga menjelaskan tentang teori kelas sosial. Di mana dia
membedakan kelas sosial menjadi dua jenis yaitu kaum borjuis dan kaum ploletar.
Kaum borjuis merupakan golongan yang memiliki modal. Atau bisa dibilang kaum
borjuis merupakan kaum elit pemilik perusahaan. Sedangkan kaun ploletar
merupakan kaum buruh sebagai bawahan dari kaum borjuis. Dalam pembedaan kelas
ini, menimbulkan konflik yang dikarenakan kaum buruh sering merasa dirugikan.
Gejolak ini yang membunuh kapitalisme karena banyak kaum buruh yang menolak
pengeksploitasian atas dirinya. Mereka menuntut upah yang seimbang dengan apa
yang mereka kerjakan. Namun paham kapitalisme membuat para kaum borjuis buta.
Karena mereka hanya ingin keuntungan yang maksimal dan tidak mau rugi sehingga
pengeksploitasian buruh terjadi.
C. Max Weber
Max Weber merupakan seorang ilmuan yang berasal dari Jerman. Ayah Weber
adalah seorang ahli hukum yang hanya mementingkan kepentingannya sendiri dan
cenderung ringan tangan. Berbeda sekali dengan ibu Weber. Ibu Weber merupakan
seorang penganut Calvinisme yang sangat lembut dan penyayang. Dia sangat taat
dalam memeluk agamanya. Saat Weber melakukan wajib militer, hubungannya
dengan paman dan bibinya sangat dekat. Bibinya merupakan adik kandung ibu Weber
yang juga seorang penganut Calvinisme. Weber sangat menikmati kehidupan
keluarga bibinya ini. Kehidupannya sangat harmonis. Berbeda dengan kehidupan
keluarganya yang cenderung berantakan. Ayah Weber sangat sering melakukan
kekerasan fisik kepada ibu Weber. Dan inillah yang membuat Weber cenderung
memiliki sifat seperti ibunya, karena ayah Weber merupakan seseorang yang ringan
tangan.
Teori-teori yang dikeluarkan Weber bukan tanpa sebab. Seperti teori etika
protestan dan spirit kapitalisme. Dari sebuah sumber mengatakan bahwa Weber
berusaha membuktikan etika Protestan yang dia anut. Di mana dalam etika protestan
mengatakan bahwa Tuhan adalah satu, Tuhan maha pencipta dan Tuhan penguasa
dunia. Sehingga memunculkan anggapan bahwa hidup berfoya-foya tidak akan ada
gunanya. Dunia hanya dipelajari secara ilmiah, rasional, karena menurut mereka
Tuhan tidak akan pernah bisa mengubah nasib dunia mereka. Jadi, mereka harus
berhemat untuk mendapatkan surga karena bagi mereka jika mereka boros, Tuhan
tidak akan memberi mereka surga. Dan dari sinilah mulai muncul kapitalisme modern
di mana manusia saling bersaing dan berkompetisi untuk mendapatkan penghasilan
yang banyak. Karena dalam ajaran ini terdapat petuah yaitu jika manusia kaya
(banyak hartanya) di dunia, maka akan mendapatkan surga di akhirat.
Selain teori kapitalisme, Weber juga memaparkan teori tindakan sosial.
Menurut Weber, tidak semua tindakan yang dilakukan merupakan tindakan sosial.
Tindakan sosial adalah tindakan yang dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku
orang lain dan berorientasi pada orang lain. Contohnya adalah seseorang yang
bernyanyi-nyanyi kecil untuk menghibur dirinya sendiri bukan merupakan tindakan
sosial. Namun jika tujuannya untuk menarik perhatian orang lain, maka itu merukan
tindakan sosial.
Contoh lain adalah orang yang dimotivir untuk membalas atas suatu
penghinaan di masa lampau, mengorientasikan tindakannya kepada orang lain. Itu
tindakan sosial sosial. Menurut Weber tindakkan sosial juga berakar dalam kesadaran
individual dan bertolak dari situ. Tingkah laku individu merupakan kesatuan analisis
sosiologis, bukan keluarga, negara, partai, dll. Dalam tindakan sosial, Weber juga
menyatakan sebuah tindakan yang bernama vershtehen. Menurut yang saya tangkap,
tindakan ini merupakan tindakan di mana seseorang berusaha mengerti perasaan
orang lain yang ada di dekatnya tanpa harus berkomunikasi langsung dengannya.
Tindakan vershtehen biasanya akan memunculkan rasa simpati terhadap orang lain.
Misalnya ada si A mencoba mengetahui apa yang dirasa si B dengan mencoba
mengambil perannya. Bisa dengan cara berfikir menjadi si B atau dengan dia berada
di sekitar si B dan memposisikan dirinya menjadi si B. Dari sini si A akan tau apa
yang terjadi dari si B secara subyektif. Menurut apa yang dia lihat dan rasakan saja.
Tindakan sosial memiliki beberapa tipe, yaitu:
1. Tindakan Rasional Instrumental
Individu selalu memiliki tujuan yang beragam dari setiap hal yang diinginkan,
maka individu dituntut untuk memilih. Dan untuk memenuhi tujuan itu, individu
harus memiliki alat yang mendukung. Akhirnya suatu pilihan dibuat atas alat yang
mencerminkan suatu pertimbangan individu atas efisiensi dan efektifitasnya. Setelah
dilakukan, individu akan dapat menilai secara obyektif sesuatu yang berhubungan
dengan tujuan yang akan dicapai. Tindakan rasional instrumental merupakan tindakan
yang dikerjakan dengan memperhitungkan keadaan yang akan dihadapi sebagai cara
dan tujuannya. Contohnya adalah seorang tukang becak yang bekerja untuk
memenuhi kebutuhan keluarganya. Untuk memenuhi kebutuhan (tujuan) makan
caranya adalah bekerja yaitu menjadi tukang becak.
2. Tindakan Rasional Berorientasi Nilai
Tindakan rasional yang berorientasi nilai yaitu tindakan yang lebih
memperhatikan manfaat atau nilai daripada tujuan yang hendak dicapai. Tindakan
religious merupakan bentuk dasar dari rasionalitas yang berorientasi nilai. Contohnya
dalam melaksanakan ibadah. Jika kita melakukan ibadah, tentunya kita memikirkan
bagaimana cara terbaik yang harus dilakukan untuk bisa mendapat keridhoan-Nya.
Sikap yang kita lakukan antara lain bersikap khusyuk ketika sedang berdoa dan
bersembahyang, bersikap ikhlas sewaktu membantu orang yang membutuhkan
pertolongan, dan sebagainya. Pada khasus seperti itu kita tidak mengetahui apakah
Tuhan telah memberikan keridhoan dan pahala-Nya atau tidak, tetapi yang paling
penting kita telah melaksanakan ibadah dengan sebaik-baiknya.
3. Tindakan Tradisional
Tindakan
tradisional bisa
dikatakan
sebagai tindakan
yang
tidak
memperhitungkan pertimbangan rasional. Tindakan tradisional berkaitan dengan
kepatuhan terhadap adat-istiadat yang sifatnya kekal dan mengikat pola perilaku
masyarakatnya. Jika tidak dipatuhi, maka akan mendapatkan sanksi. Contohnya
adalah adat pernikahan. Contoh lainnya adalah seorang anak yang memilih kuliah di
UGM tanpa memikirkan manfaat jurusan yang dia pilih dan tidak mempertimbangkan
kemampuannya. Dalam hal ini alasan agar prestis dalam masyarakat meningkat,
namun tidak memperhitungkan kecerdasan di jurusan tersebut.
4. Tindakan Afeksi
Tipe tindakan ini ditandai dengan dominasi perasaan atau emosi tanpa refleksi
intelektual atau perencanaan yang sadar. Seseorang yang sedang mengalami perasaan
meluap-luap seperti cinta, kemarahan, ketakutan atau kegembiraan, dan secara
spontan mengungkapkan perasaan itu tanpa refleksi, berarti sedang memperlihatkan
tindakan afektif. Tindakan itu benar-benar tidak rasional karena kurangnya
perimbangan logis, ideology, atau criteria rasionalitas lainnya. Contohnya adalah
kasih saying orang tua kepada anaknya yang ditunjukkan melalui perhatian dan kasih
sayang. Contoh lainnya adalah tindakan menyanyi dan menari ketika merasa senang
mendapatkan hadiah yang diimpikan.
TEORI MODERN PERUBAHAN SOSIAL
Teori-teori modern yang terkenal ialah, antara lain, teori-teori modernisasi
para penganut pendekatan fugsionalisme seperti Neil J. Smelser dan Alex Inkeles,
teori ketergantungan . Andrd Gunder Frank yang merupakan pendekatan konflik, dan
teori mengenai sistem dunia dari Wallerstein.
Di antara teori-teori klasik dan teori-teori modern kita dapat menjumpai
benang merah. Sebagaimana halnya dengan pandangan mengenai perkembangan
masyarakat secara linear yang dikemukakan oleh tokoh klasik seperi Comte dan
Spencer, maka teori-teori modernisasi pun cenderung melihat bahwa perkembangan
masyarakat Dunia Ketiga berlangsung secara evolusioner dan linear dan bahwa
masyarakat bergerak ke arah kemajuan--dari tradisi ke modernitas. Para penganut
teori kontlik, di pihak lain, melihat bahwa perkembangan yang terjadi di Dunia
Ketiga justru menuju ke keterbelakangan dan pada ketergantungan pada
negara¬negara industri maju di Barat.
Teori modernisasi. Teori modernisasi menganggap bahwa negara-negara
terbelakang akan menempuh jalan sama dengan negara industri maju di Barat
sehingga kemudian akan menjadi negara berkembang pula melalui proses
modernisasi (lihat Light, Keller and Calhoun, 1989). Teori ini berpandangan bahwa
masyarakat-masyarakat
yang
belum
berkembang
perlu
mengatasi
berbagai
kekurangan dan masalahnya sehingga dapat mencapai tahap "tinggal landas" (takeoffl ke arah perkembangan ekonomi. Menurut Etzioni-Halevy dan Etzioni transisi
dari keadaan tradisional ke modernitas melibatkan revolusi demografi yang ditandai
menurunnya angka kematian dan angka kelahiran; menurunnya ukuran dan pengaruh
keluarga; terbukanya sisem stratifikasi; peralihan dari struktur feodal atau kesukuan
ke suatu birokrasi; menurunnya pengaruh agama; beralihnya fungsi pendidikan dari
keluarga dan komunitas ke sistem pendidikan formal; munculnya kebudayaan massa;
dan munculnya perekonomian pasar dan industrialisasi (lihat Etzioni-Halevy dan
Etzioni, 1973:177).
Teori ketergantungan. Menurut teori ketergantungan (dependencia) yang
didasarkan pada pengalaman negara-negara Amerika Latin ini (lihat antara lain,
Giddens, 1989, dan Light, Keller and Calhoun, 1989) perkembangan dunia tidak
merata; negara-negara industri menduduki posisi dominan sedangkan negara-negara
Dunia Ketiga secara ekonomis tergantung padanya. Perkembangan negara-negara
industri dan keterbelakangan negara-negara Dunia Ketiga, menurut teori ini, berjalan
bersamaan: di kala negara-negara industri mengalami perkembangan, maka negaranegara Dunia Ketiga yang mengalami kolonialisme dan nco¬kolonialisme, khususnya
di Amerika Latin, tidak mengalami "tinggal landas" tetapi justru menjadi semakin
terkebelakang.
Teori sistem dunia. Menurut teori yang dirumuskan Immanuel Wallerstein ini
(lihat Giddens, 1989 dan Light, Keller dan Calhoun, 1989) perekonomian kapitalis
dunia kini tersusun atas tiga jenjang: negara-negara inti, negara-negara semi-periferi,
dan negara-negara periferi. Negara-negara inti terdiri atas negara-negara Eropa Barat
yang sejak abad 16 mengawali proses industrialisasi dan berkembang pesat,
sedangkan negara-negara semi-periferi merupakan negara-negara di Eropa Selatan
yang menjalin hubungan dagang negara-negara inti dan secara ekonomis tidak
berkembang. Negara-negara periferi merupakan kawasan Asia dan Afrika yang
semula merupakan kawasan ekstern karena berada di luar jaringan perdagangan
negata-negara inti tetapi kemudian melalui kolonisasi ditarik ke dalam sistem dunia.
Kini negara-negara inti (yang kemudian mencakup pula Amerika Serikat dan Jepang)
mendominasi sistem dunia sehingga mampu memanfaatkan sumber daya negara lain
untuk kepentingan mereka sendiri, sedangkan kesenjangan yang berkembang antara
negara-negara inti dengan negara-negara lain sudah sedemikian lebarnya sehingga
tidak mungkin tersusul lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Hardiyanti, Adwiana. 2006. Sosiologi. Jakarta: Widya Utama
Johnson, Doyle Paul. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern Jilid 1. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama
Sunarto, Kamanto. 1993. Pengantar Sosiologi. Jakarta: FE UI