Model Stakeholder Collaborative Governan. pdf

MODEL STAKEHOLDER COLLABORATIVE GOVERNANCE DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP KAMPUNG HIJAU GAMBIRAN UMBULHARJO YOGYAKARTA MODEL OF STAKEHOLDER COLLABORATIVE GOVERNANCE IN ENVIRONMENTAL MANAGEMENT KAMPUNG HIJAU GAMBIRAN UMBULHARJO YOGYAKARTA

Rido Argo Mukti

Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta E-mail: ridoargo8@gmail.com

Saykha Sabila Araz

Ilmu Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta E-mail: saykhasabilaaraz@gmail.com

Abstrak

Pertumbuhan ekonomi di wilayah perkotaan, mengakibatkan peningkatan terhadap produksi massal yang berimbas pada konsumsi massal. Hal tersebut akan mempengaruhi jumlah timbunan sampah yang semakin menumpuk ditandai dengan arus urbanisasi dan meningkatnya kegiatan pembangunan yang sporadis. Banyak masyarakat kota di Indonesia telah berusaha mengembangkan diri untuk lebih ramah terhadap lingkungan. Aksi kolektif gerakan lingkungan perkotaan menunjukan perubahan sikap terhadap permasalahan kota dimulai dari skala individu maupun kelompok masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan menguatnya modal sosial, konsolidasi sosial dan kreatif minoritas masyarakat pinggiran Kota Yogyakarta mampu memunculkan komunitas Kampung Hijau Gambiran, Umbulharjo, Yogyakarta menjadi temuan nilai dan aktor sebagai lokomotif dalam melestarikan lingkungan perkotaan. Sejauh ini, pengelolaan lingkungan hidup Kampung Hijau Gambiran pada wilayah perkotaan Yogyakarta dianggap telah berhasil mendapat berbagai prestasi,

ketersediaan fasilitas dan kegiatan lingkungan. Melalui perspektif stakeholder collaborative governance inilah pentingnya mengetahui arah kebijakan, strategi dan kontribusi pihak lain diluar gerakan Kampung Hijau, yaitu pemerintah, Non Goverment Organization dan sektor swasta untuk membantu komunitas Kampung Hijau agar dapat berjalan efektif dan memiliki pedoman strategis dalam pengelolaan lingkungan hidup perkotaan. Dari data dokumentasi, wawancara mendalam dan dengan berbagai stakekholder dari pemerintah, swasta dan masyarakat yang terlibat dalam pengelolaan Kampung Hijau Gambiran, menghasilkan temuan penelitian yaitu: pertama , masyarakat yang tergabung dalam komunitas Kampung Hijau Gambiran masih menjadi pemain utama dalam pengelolaan. Kedua, adanya keterlibatan partisipatif dari institusi pemerintahan dan LSM lingkungan hanya sebagai mitra sejajar. Ketiga , tahapan pengelolaan Kampung Hijau Gambiran yang dilakukan secara transformatif dan runtut mulai dari, partisipasi, kemitraan dan jejaring akan tercipta pengelolaan yang berbagi sumber daya yang berkelanjutan.

Kata Kunci: Masyarakat kota, gerakan lingkungan, modal sosial, stakeholder collaborative governance, Kampung Hijau Gambiran

Abstract

Economic growth in urban areas, resulting in increased against the mass production of mass consumption promoted. This will affect the amount of heap garbage to pile up an increasingly marked by urbanisation and increased development activities are sporadic. Many city communities in Indonesia have been trying to develop themselves to be more friendly to the environment. The urban environmental movement collective action shows

a change in attitude towards the problems of the city started from the scale of individuals and community groups. Research results showed the rise of social capital, the consolidation of social and creative minority communities of the suburbs of Yogyakarta was able to bring up the community Kampung Hijau Gambiran, Umbulharjo,

Model Stakeholder Collaborative Governance dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Kampung Hijau Gambiran Umbulharjo Yogyakarta , Rido Argo Mukti & Saykha Sabila Araz,

Yogyakarta becomes the value of the findings and an actor as locomotive in preserving the urban environment. So far, environmental management Kampung Hijau Gambiran on the urbanized area of Yogyakarta is considered to have successfully achieved various accomplishments, the availability of facilities and activities for the environment. Through stakeholders collaborative governance perspective this is the importance of knowing the direction of policy, strategy and the contribution of others outside the Kampung Hijau communities, Government, Non Government Organizations and the private sector to help community Kampung Hijau in order to be effective and have strategic guidelines in the management of the urban environment. From the data documentation in - depth interviews, and with a variety of stakekholder from the Government, the private and the public involved in managing the Kampung Hijau Gambiran, generate research findings which are: first, the society incorporated in Kampung Hijau Gambiran community is still a major player in the management. Second, the existence of participatory involvement of environmental NGO and Government institutions only as a partner. Third, the stage of materialization Kampung Hijau Gambiran a transformative and coherently ranging from, participation, partnership and networking will be created in the management of shared resources that are sustainable.

Keywords: City Community, environmental movement, social capital, stakeholders colla borative governance, Kampung Hijau Gambiran

PENDAHULUAN

Tingkat pertumbuhan penduduk Indonesia secara alamiah, dengan kata lain berkembang yang tinggal di daerah perkotaan terus tanpa melaui pengarahan disertai perencanaan meningkat pesat dari tahun ketahun. Data yang baik. Akibat perkembangan kota yang dibawah

timbul berbagai pertumbuhan penduduk kota lebih tinggi dua kali permasalahan kota antara lain; ketidakteraturan lipat dari angka pertumbuhan penduduk secara penggunan tata ruang seperti zoning alokasi nasional. Pada priode 1961-1970, tingkat lahan, tidak optimalnya penggunaan tanah, pertumbuhan penduduk secara nasional 2.2% per timbulnya berbagai masalah lalu lintas, tidak tahun dibandingkan dengan angka pertumbuhan terpenuhinya kebutuhan masyarakat untilitas dan penduduk kota sebesar 2.6% per tahun fasilitas, timbulnya masalah pencemaran (Nurmandi, 2014:29). Sedangkan diprediksi lingkungan (Imran, 2013:458), pembangunan pada tahun 2005 hingga 2025 tingkat yang berorientasi pada bisnis sehingga kurang pertumbuhan penduduk perkotaan Indonesia memperdulikan lingkungan hidup (Tasdyanto, mencapai 6 persen.

menunjukkan

bahwa

tingkat demikian

kompleks

2010:29). Kerusakan ini diakibatkan manusia

tidak lagi mengelola alamnya secara baik untuk Perkotaan di Indonesia memenuhi kebutuhannya, namun untuk

Tabel 1. Tingkat Pertumbuhan Penduduk Nasional dan

memenuhi keinginannya.

Priode 1980- 1985- 1990- 1995- 2000- 2005-

Dengan meningkatnya industrilisasi di

kota Yogyakarta menimbulkan dampak negatif

seperti peningkatan jumlah limbah sampah baik Sumber: Nurmandi, 2014 diolah berasal dari individu, industri rumah tangga,

Meningkatnya pertumbuhan penduduk maupun tempat keramaian lainnya yang perkotaan di Indonesia lebih banyak dipengaruhi berpotensi menimbulkan sampah buangan yang oleh proses urbanisasi dan industrialisasi, dipicu menjadi sumber pencemaran lingkungan. Badan tersedianya infrastruktur yang lebih baik Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta Tahun dibandingkan

Karena 2013 menyebutkan bahwa sampah yang pertumbuhan industri lebih banyak di perkotaan. terangkut ke tempat pembuangan akhir TPA Oleh sebab itu sebagian besar perpindahan Piyungan paling banyak berasal dari Kota penduduk dari perdesaan ke perkotaan untuk Yogyakarta 34,89 %, kemudian Sleman 13,17%, memperoleh pekerjaan yang pada gilirannya Kulon Progo 7,20%, Gunung Kidul 5,37% dan menyebabkan terjadinya pertumbuhan penduduk terakhir Bantul 1,91%. Menurut data Dinas PUP-

di

perdesaan.

perkotaan yang cepat. ESDM provinsi Yogyakarta tahun 2014 jumlah Beberapa

Indonesia, penduduk perkotaan Yogyakarta sebanyak perkembangan dan pertumbuhan berlangsung 1.985.355 jiwa. Dengan prosentase penduduk

kota

di di

pengelolaan bersama dengan beberapa warga setempat sampahnya yaitu hanya sebesar 57 persen membentuk komunitas “Kampung Hijau (Mulasari, A. et. al . 2016).

terlayani

Gambiran “. Terbentuknya gerakan sosial Ketika limbah semakin tidak terkendali perkotaan merupakan salah satu bentuk sering menimbulkan permasalahan di wilayah- perwujudan dari kesadaran warga setempat akan wilayah pemukiman penduduk maka sebagian pentingnya menjaga lingkungan. warga kota menjadikan perairan bebas atau

Melalui fakta tersebut, penulis berupaya sungai sebagai tujuan akhir pembuangan limbah. membahas fenomena gerakan sosial ini dengan Menurut Laporan Status Lingkungan Hidup menggunakan teori gerakan masyarakat urban

Daerah (SLHD) Daerah Istimewa Yogyakarta (urban movements) . Dalam bingkai gerakan Tahun 2013 cara pembuangan sampah domestik (movements) (Mahaswara, 2016), dapat oleh rumah tangga di Yogyakarta menunjukkan dikatakan bahwa gerakan sosial masyarakat sekitar 46,5% diangkut, 9,7% ditimbun, 34% urban menyangkut masalah lingkungan dibakar, 0,34% dibuang ke kali dan 26% dengan perkotaan merupakan salah satu bentuk dari cara lainnya. Sungai Gajah Wong merupakan gerakan sosial baru. Gerakan masyarakat urban salah satu sungai yang melintasi kawasan kota mengangkat permasalahan perkotaan sebagai isu Yogyakarta dan menjadi sasaran pembuangan utama dengan melibatkan seluruh elemen kelas limbah industri tersebut.

sosial dalam masyarakat lokal. Kemunculan Selain pemasalahan limbah industri, Kampung Hijau Gambiran mengisaratkan bahwa pertumbuhan kota Yogyakarta yang cepat secara masyarakat perkotaan mempergunakan gerakan langsung berimplikasi pada munculnya wilayah- sosial sebagai saluran utama menyuarakan wilayah pemukiman kumuh di Kota Yogyakarta. kehendak dan kepentingan atas perbaikan Bagi warga dengan tingkat penghasilan lingkungan.

tidak selamanya mencukupi, atau bahkan cenderung kurang, kepentingan masyarakat atas perbaikan tempat tinggal dengan biaya murah dan kualitas lingkungan disalurkan secara benar atau diwakili bangunan seadanya tentu menjadi pilihan. oleh sistem representasi politik ketika Kawasan kumuh di tepian sungai Gadjah Wong berhadapan dengan negara, masyarakat mencari mengakibatkan hilangnya Ruang Terbuka Hijau saluran lain agar suaranya dapat didengar oleh (RTH) sebagai implikasi dari padatnya negara (Situmorang, n.d.). penduduk yang tinggal di kawasan tersebut,

Karena

Pada dasarnya munculnya komunitas struktur bangunannya menggunakan bahan- Kampung

Gambiran, Pandeyan, bahan semi permanen dan tata kawasan yang Umbulharjo, Kota Yogyakarta atas inisiatif tidak teratur. Menggambarkan suatu deskripsi masyarakat atau prakarsa lokal. Sejauh ini kawasan pemukiman yang tidak ideal untuk di pengelolaan lingkungan hidup perkotaan tempati dan cerminan degradasi sosial warga Kampung Hijau Gambiran Yogyakarta dianggap pribumi Yogyakarta akibat pembangunan yang telah berhasil dan mendapat berbagai sporadis mengabaikan aspek lingkungan.

Hijau

penghargaan. Dari perspektif inilah pentingnya Kemampuan Pemerintah Yogyakarta mengetahui arah kebijakan, strategi dan sangat berpengaruh pada tuntutan mengatasi kontribusi pihak lain diluar gerakan Kampung permasalahan kompleks perkotaan. Namun, Hijau, yaitu pemerintah, Non Goverment pada kenyataannya pemerintah Yogyakarta tidak Organization dan sektor swasta untuk membantu mampu mengatasi kawasan kumuh, degradasi komunitas Kampung Hijau agar dapat berjalan lingkungan, limbah industri dan sampah sungai efektif dan memiliki pedoman strategis dalam Gadjah Wong. Masalah sampah semakin pengelolaan lingkungan hidup perkotaan. kompleks, volume sampah kian membumbung

Berdasarkan penjelasan di atas maka dari hari ke hari karena terpicu oleh semakin pelibatan berbagai pemangku kepentingan pesatnya pembangunan permukiman. Sistem dan ( stakeholder ) secara kolaboratif dalam konteks teknologi untuk menangani sampah juga sulit perumusan, pelaksanaan, pengawasan dan untuk dijangkau dan relatif mahal. Hal Inilah evaluasi kebijakan pengelolaan lingukungan yang membuat Agus, warga pendatang yang hidup kampung hijau menjadi sangat penting. telah menetap di Gambiran sejak 1981 silam Melalui model stakeholder collaborative Berdasarkan penjelasan di atas maka dari hari ke hari karena terpicu oleh semakin pelibatan berbagai pemangku kepentingan pesatnya pembangunan permukiman. Sistem dan ( stakeholder ) secara kolaboratif dalam konteks teknologi untuk menangani sampah juga sulit perumusan, pelaksanaan, pengawasan dan untuk dijangkau dan relatif mahal. Hal Inilah evaluasi kebijakan pengelolaan lingukungan yang membuat Agus, warga pendatang yang hidup kampung hijau menjadi sangat penting. telah menetap di Gambiran sejak 1981 silam Melalui model stakeholder collaborative

kiranya untuk otonom, saling berbagi manfaat dan resiko, serta mengidentifikasi para pemangku kepentingan penggabungan sumber daya dengan intensitas yang terlibat dan yang kurang terlibat (Zaenuri,

peran maupun pola relasi yang setara dan governance perlu

tinggi yang berlangsung dalam jangka waktu 2016). Sehingga pada nantinya dikemukakan panjang (Dwiyanto, 2012).

dan dapat memberi gambaran tentang Menurut Junus (2010:136) sebagaimana stakeholders yang dianggap penting dalam dikutip dari Berkowitz (2000) bahwa kolaborasi rangka pengelolaan lingkungan hidup perkotaan adalah metode yang digunakan oleh organisasi Kampung Hijau Gambiran Umbulharjo atau individu yang bergabung bersama untuk Yogyakarta. meningkatkan kemampuan dari terbatasnya

sumberdaya organisasi melalui; 1) memperbaiki

METODE

atau mengembangkan keuntungan dari suatu Pendekatan yang dipakai dalam

kegiatan melalui usaha bersama; 2) proses penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan

membangun hubungan dari suatu kegiatan jenis penelitian bersifat deskriptif eksploratif.

melalui kekuasaan dalam dalam mengambil Hal ini dikarenakan temuan temuannya tidak keputusan; dan 3) saling tukar informasi, diperoleh dengan prosedur statistik atau bentuk

membagi sumberdaya dan mengembangkan hitungan (Strauss & Corbin 2013:4).

kapasitas untuk keuntungan bersama dalam Sehubungan dengan hal itu maka penelitian

mencapai tujuan yang disepakati bersama. kualitatif sangat cocok dipakai mengingat dalam

Dalam kerjasama yang bersifat kolaboratif penelitian ini lebih banyak menggambarkan

Dwiyanto (2015:251) menyatakan mereka fenomena kolaborasi pemangku kepentingan, sepakat berkerjasama karena memiliki kesamaan peran organisasi (komunitas), pergerakan sosial

visi dan tujuan untuk diwujudkan secara atau hubungan timbal balik. Sesuai dengan

bersama-sama, yang mungkin akan sulit dicapai permasalahan dan pokok pembahasan yang

ketika masing-masing

berkerja sendiri.

diusung dalam penelitian ini berkaitan dengan Kerjasama antara pemerintah, swasta dan

variable-variabel yang akan diteliti yaitu masyarakat sipil dalam menyelesaikan masalah lingkungan Hidup Kampung Hijau Gambiran publik bukan dianggap sebagai hal yang aneh dan kolaborasi pemangku kepentingan yang dan dihindari, sebagaimana dahulu dikritisi oleh relevan untuk dapat dijadikan sumber data antara para penganut public choise dan NPM. Bahkan lain Badan Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta, kerjasama melalui governance bodies dianggap Pemerintah Kota Yogyakarta, dan komunitas pilihan yang lebih efektif dan akuntabel, Kampung Hijau Gambiran Yogyakarta. terutama ketika berhadapan pada masalah publik Untuk memudahkan menganalisa data yang kompleks dan strategis. Permasalahan maka penulis memberikan batasan-batasan dan publik yang kompleks, memiliki implikasi alat ukur dengan maksud untuk menjawab politik dan ekonomi luas, serta berpengaruh pada masalah penelitian. Dalam penelitian ini kehidupan orang banyak sebaiknya dikelola merujuk pada indikator yang berbasis secara kolaboratif dengan institusi governance stakeholder collaborative

governance bodies . memungkinkan adanya jejaring ( networking ) Dalam model Governance sudah barang

luas dan kemitraan ( partnership ) yang kuat serta tentu pemangku kepentingan bertitik tekan pada

bersifat sinergis (Fosler, 2002 dan Munro, 2008). pemerintah, swasta dan masyarakat (Utomo, Sedangkan Wanna (2008) dalam Zaenuri (2016) 2008:75). Paling tidak, ada kebutuhan secara menegaskan bahwa dalam collaborative resmi antar berbagai pemangku kepentingan governance perlu adanya intensitas yang berusaha mencapai misi dan visi bersama demi menunjukkan sejauh mana keeratan hubungan mengelola lingkungan hidup perkotaan. Namun,

Model Stakeholder Collaborative Governance dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Kampung Hijau Gambiran Umbulharjo Yogyakarta , Rido Argo Mukti & Saykha Sabila Araz, Model Stakeholder Collaborative Governance dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Kampung Hijau Gambiran Umbulharjo Yogyakarta , Rido Argo Mukti & Saykha Sabila Araz,

tujuan

pelaksanaan

kegiatan seperti Grounded Teory .

kolaborasi. Untuk memperkuat teknik analisis Sedangkan alat ukur dalam penelitian ini penulis dengan digunakan juga pendekatan antara lain sebagai berikut;

Strauss dan Corbin (2013) yaitu melalui

1. Kemitraan ( partnership ) beberapa prosedur sebagai berikut: (1)

a. Adanya program kerja yang melibatkan Koding/reduksi data berarti merangkung lembaga swasta.

merupakan tahapan yang memfokuskan hal-hal

b. Adanya program kerja yang melibatkan penting dicari tema dan polanya; (2) tematisasi; lembaga pemerintah.

(3) penentuan alur cerita; (4) pengembangkan

c. Adanya agenda dan upaya kerjasama alur cerita dan teoritisasi; (5) analisis dengan dengan lembaga lain.

menghubungkan tema dengan teori teori yang

2. Partispasi ( participation ) tersedia dan atau mencari hubungan dengan tema

a. Adanya pelembagaan/institusionalisasi. lainnya; (6) penarikan kesimpulan, hanyalah

b. Warga dan masyarakat mengelola dan sebagian tahapan konfigirusai utuh. Selama mengurus kegiatan.

berlangsungnya

penelitian ini tidak

c. Adanya pertemuan berkala dan porsi mengabaikan verifikasi. Verifikasi berarti pembagian tugas dari masing masing mepertanyakan kembali alur cerita dalam pemangku kepentingan.

pikiran, suatu tinjauan ulang pada catatan

3. Jejaring ( Network ) lapangan terkait data, kesimpulan dan

a. Terdapat media informasi dalam bentuk seperangkat data temuan lapangan lainnya. offline ataupun online dari komunitas Kampung Hijau.

HASIL DAN PEMBAHASAN

b. Adanya hubungan fungsional kerjasama Profil Singkat Kampung Hijau Gambiran

pendidikan/perguruan tinggi. Menurut pendekatan sosiologi dalam

c. Adanya intensitas kerjasama dari pihak memandang masyarakat perkotaan, penduduk luar ke komunitas tersebut, dalam negeri kota mencerminkan gaya hidup yang ataupun luar negeri.

mengedepankan sifat individualistik. Talcott Parsons seorang pemikir sosiolog berkebangsaan

Untuk memfokuskan lokasi penelitian, Jerman mencoba mengidentifikasikan tipe maka lokasi yang diambil adalah Kampung masyarakat kota yang kurang lebih sebagai Hijau Gambiran Yogyakarta yang tergabung berikut; pertama , masyarakat perkotaan dalam beberapa Rukun Tetangga (RT).

cenderung lebih mementingkan rasionalitas, Teknik pengumpulan data dilakukan dalam hal ini tidak mau mencampuradukkan

dengan beberapa metode antara lain: 1) sesuatu yang bersifat emosional atau perasaan. Wawancara, dilakukan dengan melibatkan Kedua, manusia masyarakat kota dengan sejumlah informan yaitu, stakeholder yang segenap kekuatan dan kemampuannya berusaha terlibat dalam pengelolaan Kampung Hijau untuk menyelesaikan permasalahan sendiri. Gambiran dengan proporsi yang seimbang. 2) Setiap orang perkotaan tidak terbiasa Observasi, dilakukan untuk menemukan menggantungkan diri pada orang lain. Ketiga, gambaran yang realistis dari prilaku, kejadian, mutu dan keterampilan seperti prestasi akan ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek, mudah bagi seseorang untuk diterima dalam perbuatan, kejadian atau peristiwa dan waktu tatanan masyarakat perkotaan, keempat , berkaitan dengan fenomena keterlibatan heterogen, terdiri dari banyak komponen dan pemangku kepentingan di Kampung Hijau. 3) susunan ras, budaya maupun kebiasaan. Dokumentasi, dalam penelitian ini sebagian data

Dari empat tipe tatanan masyarakat diambil dari dokumen pemerintah, komunitas, perkotaan diatas tidak lantas mutlak berlaku

data website dan catatan dari objek sasaran.

seutuhnya. Kampung

Gambiran program dan kegiatan pengelolaan lingkungan mengisyaratkan ada temuan nilai-nilai yang hidup. mampu menggeser potret ‘individualistik’

Hijau

Beberapa penghargaan maupun prestasi masyarakat perkotaan. Tidak jarang dalam yang telah diukir oleh Kampung Hijau Gambiran hubungan

timbul dibidang lingkungan sebagai berikut: Juara pertentangan antara kepentingan individu- Lomba Kampung Hijau Tingakat Provinsi DIY individu dengan kelompok masyarakat untuk (2007), Juara Umum Lomba Kali Bersih Kota mentransformasikan

bermasyarakat

kota

serta Yogyakarta (2008), Juara Green and Clean menimbulkan perubahan-perubahan. Kota Provinsi DIY (2008), Juara Walikota Award Yogyakarta yang memiliki historis wilayah Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (2009), perkampungan dan peradaban tua yang tergerus Rintisan

lingkungan

(Kampung Iklim) oleh pusaran urbanisasi dan industrialisasi, Kementerian Lingkungan Hidup (2012), Juara dalam hal ini sebagian pendatang maupun warga Indonesia MDG’s Award (2013). Pada tahun perkotaan mengisi ruang-ruang

ProKlim

formal kelima (2012), Kampung Gambiran dapat diberbagai sektor pekerjaan.

gerakan lingkungan dengan Temuan ini menjelaskan, dibeberapa membentuk Forsidas Gajah Wong dan wilayah kota Yogyakarta terbukti masih menyelenggarakan ritual Merti Kampung menjaga tatanan maupun nilai pertalian Gambiran (Susanto, 2017). perasaan. Ada upaya unik untuk saling menjaga

meluaskan

Bagi Kampung Hijau sebagai komunitas unsur-unsur ekologi dan memelihara sistem masyarakat sipil yang independen adanya kehidupan bermasyarakat dan kebudayaan asli partisipasi institusi pemerintah akan membuat yang kadang memberikan kesan bahwa nilai- komunitas memiliki akses terhadap sumberdaya nilai tersebut pantas digolongkan sebagai yang penting untuk mewujudkan nilai dan tujuan kebiasaan masyarakat desa. Seperti tolong tertentu, yang mungkin akan tidak tercapai tanpa menolong,

bakti, dukungan dari pemerintah. Hal ini menjelaskan pengelompokkan program kerja, adat istiadat, mengapa komunitas Kampung Hijau Gambiran kesenian, moral dan menjaga nilai alam ataupun yang otonom mencerminkan upaya kegiatan lingkungan sekitar.

paguyuban,

kerja

yang cenderung kritis terhadap kebijakan Kampung Hijau Pandeyan atau yang lebih pemerintah dalam hal pengelolaan lingkungan dikenal dengan sebutan Kampung Hijau perkotaan pada saat yang sama mereka Gambiran merupakan salah satu dari sekian memerlukan partisipasi pemerintah untuk banyak Kampung Hijau yang ada di Kota menyelesaikan isu sosial perkotaan yang sedang Yogyakarta. Secara khusus pemerintah Provinsi mereka usung. Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kota

Ada kurun waktu tahun 2004 hingga 2005 Yogyakarta telah memfokuskan perhatian inisiasi tentang penataan kawasan Kampung terhadap perkembangan

komunitas ini. Hijau Gambiran telah dicanangkan. Hingga pada Pengembangan komunitas Kampung Hijau bagi akhirnya Desember 2004 hingga Februari 2005 pemerintah dapat menjadi wahana mewujudkan (musim penghujan) di kampung ini terjadi banjir kegiatan pemerintahan yang partisipatif melalui yang menyebabkan banyak kerugian terutama

asas pemberdayaan. Membawa peluang agenda 2 pada RT 31 sepanjang sungai seluas 500m pembangunan

empirik (Rudi, 2017). Tidak hanya banjir pada tahun perkotaan. Dalam hal pendekatan pembangunan 2005 puncak permasalahan ditandai dengan tuntunan partisipasi telah mengubah paradigma terjangkitnya penyakit demam berdarah dari mengenai posisi masyarakat dalam proses sebagian besar masyarakat. Sehingga usaha pembangunan. Masyarakat komunitas Kampung pembentukan komunitas Kampung Hijau Hijau Gambiran tidak lagi menempatkan diri Gambiran diawali dengan menghilangkan sebagai objek, melainkan secara independen culture gap berupa kesenjangan budaya yang aktif

pada

persoalan

dalam perencanaan, pelaksanaan, tidak peduli pada lingkungan. Sedangkan pengawasan hingga pertanggung jawaban tercatat perlembagaan komunitas Kampung Hijau Gambiran Kelurahan Pandeyan terjadi

Model Stakeholder Collaborative Governance dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Kampung Hijau Gambiran Umbulharjo Yogyakarta , Rido Argo Mukti & Saykha Sabila Araz, Model Stakeholder Collaborative Governance dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Kampung Hijau Gambiran Umbulharjo Yogyakarta , Rido Argo Mukti & Saykha Sabila Araz,

non-organik didaur ulang. deklarasi.

sampah

Pembentukan bank sampah “ASRI” yang Untuk mendukung beberapa program

dikelola oleh ibu-ibu PKK bank sampah kegiatan pelestarian lingkungan perkotaan

telah membentuk produk inovasi. Hingga Kampung Hijau Gambiran RW 08 Kelurahan

saat ini kelompok kerja sampah mandiri telah Pandeyan Kecamatan Umbulharjo membentuk 7

meraup profit mencapai puluhan juta kelompok kerja atau Pokja (Lathief, 2014).

(Susanto, 2017). Adapun kelompok kerja yang dibentuk oleh 6. Kelompok Kerja (Pokja) Ekonomi Kreatif;

kampung hijau gambiran antara lain; pokja ini merupakan bagian dari kegiatan Pokja Sampah Mandiri. Pokja ini terbukti

1. Kelompok Kerja (Pokja) Pengelolaan telah melakukan beberapa kegiatan pameran

Sungai. Karena sebagian wilayah Kampung produk. Sebagian besar produk hasil

Hijau Gambiran RW 08 berada di kawasan kerajinan berbahan dasar dari limbah sampah

sungai Gajah Wong, RT 30, 45 dan 47 maka yang masih dapat dimanfaatkan akan dijual.

kelompok kerja ini berfokus pada pembuatan

7. Kelompok Kerja (Pokja) Energi Alternatif pengamanan lingkungan dengan bronjong

dengan membuat pembangkit listrik tenaga sebagai talud ramah lingkungan.

surya menggunakan panel solar di beberapa

2. Kelompok Kerja (Pokja) Tamanisasi dan titik pada Gajah Wong Educational Park .

Penghijauan. Tamanisasi dan penghijauan

pada tahap awal dimulai dari rumah ke

Keterlibatan Stakeholder dalam Perspektif

rumah. Setiap warga harus memiliki tanaman

Partisipasi

bunga beserta pot pada halaman rumah. Bagi

warga yang masih memiliki lahan kosong Pada awal berdiri, masyarakat komunitas diberi bibit tanaman buah (mangga, jambu Kampung Hijau Gambiran didampingi oleh dan jenis tanaman lainnya). Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta

3. Kelompok Kerja (Pokja) Perpustakaan,

untuk memetakan Kampung Hijau Gambiran juga membentuk permasalahan dan solusi serta langkah strategi. perpustakaan yang dibe ri nama “Jendela Dunia“ menempati bangunan Dari situ mulai berangkat inisiatif masyarakat

melakukan

diskusi

homestay di

untuk membentuk Kampung Hijau. Arti penting RT 45, perpustakaan Jendela Dunia dibuka deklarasi pada tanggal 1 April 2007 adalah untuk masyarakat umum. Pada hari-hari sebuah impian panjang dari masyarakat yang tertentu terdapat layanan peminjaman buku menantang dan harus diperjuangkan bersama. bagi masyarakat dan bimbingan belajar. Deklarasi tersebut dihadiri oleh berbagai elemen Selain menjadi tempat berkumpul anak-anak masyarakat Yogyakarta, aktivis pemerhati untuk belajar balai perpustakaan juga lingkungan, Wahana Lingkungan Hidup seringkali digunakan sebagai tempat (Walhi), SaLing (sahabat Lingkungan), Badan berkumpul berbagai kegiatan kelompok Lingkungan Hidup DIY, Dinas Lingkungan kerja, pelatihan dan diskusi masyarakat. Hidup Kota Yogyakarta, Dinas Pariwisata Kota

4. Kelompok Kerja (Pokja) Sanitasi dan Ipal

Kebudayaan Kota (Instalasi Pengelolaan Air Limbah). Program

ini dimulai pada tahun 2004 membangun Setelah adanya deklarasi masyarakat IPAL (Instalasi Pengelolaan Air Limbah) sepakat untuk mengorganisir komunitas menjadi Komunal di RT 45. Pengelolaan Air Limbah lebih baik dan terukur. Penetapan struktur biogas di RT 30 dan 47 pada tahun 2010 serta institusionalisasi dan anggota kelompok kerja pembuatan saluran limbah terpadu (di Sewon tersebut dilakukan secara musyawarah. Seluruh

Bantul) pada tahun 2012 hingga pada akhir anggota pengurus komunitas Kampung Hijau tahun 2012 pembangunan proyek pembuatan Gambiran yang tercantum diatas masih berasal IPAL air limbah sudah terselesaikan untuk dari masyarakat RT 30, 31, 32 45 dan 47 yang RT 31 dan 32. memang berada pada wilayah administratif RW

5. Kelompok Kerja (Pokja) Sampah Mandiri;

08 Gambiran Pandeyan. Pengukuhan kelompok melalui tahap awal yaitu pemilahan sampah

kelompok swadaya masyarakat Kampung Hijau sampah organik untuk dijadikan pupuk dan

Gambiran sebagai organisasi resmi telah

lingkar inti, mobilisasi aksi serta kampanye

dikeluarkan oleh pemerintah kota Yogyakarta secara softaction.

Kecamatan Umbulharjo Kelurahan Pandeyan Garda depan dalam advokasi hukum yang

Garis Depan

diberikan kepada masyarakat Kampung

melalui surat keputusan lurah Pandeyan No

Hijau Gambiran, kerja ini memiliki fungsi

6/KPTS/IV-2011 tertanggal 22 April 2011. Hal

juru bicara, lobi dan negosiasi.

ini dimaksudkan

untuk

meningkatkan Sumber: Analisis Penulis

pengelolaan, pelestarian masyarakat dan

menempatkan masyarakat sebagai garda Selain ada hubungan kolaborasi antara terdepan dibidang lingkungan. Pemerintah Kota LSM lingkungan dan masyarakat Kampung

Yogyakarta mengakui keberadaan kelompok Hijau Gambiran ada pula hubungan partisipasi, swadaya masyarakat (KSM) Gambiran guna kemitraan dan jejaring antara pemerintah dan menjadi wadah untuk koordinasi, perencanaan masyarakat Kampung Hijau Gambiran. Salah dan komunikasi di bidang Pengelolaan satu yang menonjol adalah hubungan fasilitator Lingkungan Hidup.

dan kontribusi berupa penyediaan akses dana Walhi

Yogyakarta selaku LSM dalam menjalankan program dan kelompok lingkungan turut serta dalam mengawasi kerja. Sedangkan keterlibatan lembaga swasta pengelolaan ketersediaan Ruang Terbuka Hijau dan komunitas Kampung Hijau hanya sebatas di beberapa wilayah Kota Yogyakarta tidak pengadaan sarana sanitasi oleh institusi jasa terkecuali Kampung Hijau Gambiran. Langkah raharja dan pemberdayaan pengelolaan sampah tersebut telah mengacu pada fungsi dan peranan yang dilakukan oleh Unilever (Susanto, 2017), LSM Lingkungan dalam bidang non politik karena keterbatasan kemampuan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat di bidang Kampung Hijau dalam hal pemanfaatan limbah sosial, ekonomi, sekaligus peranan dalam bidang sampah untuk diolah menjadi kerajinan tangan. politik. Fungsi Walhi Yogyakarta, yaitu sebagai Secara khusus peran dan karakteristik partisipasi wahana untuk menjembatani antara masyarakat pemerintah Kota Yogayakarta antara lain dengan pemerintah dan fungsi subside , yang sebagai berikut; mengacu pada fungsi-fungsi dari LSM Tabel 3. Peran Pemerintah Kota Yogyakarta dalam Lingkungan (Akbar, 2016). Secara garis besar Pengelolaan Kampung Hijau Gambiran. peran Walhi dan Sahabat Lingkungan

Pemerintah dan

Keterangan

Yogyakarta pada awal mula berdirinya

Masyakarakat

Kampung Hijau

Pemerintah sebagai Support sharing

pendampingan dan advokasi (mitra utama). menyalurkan dana untuk suatu

program Kampung Hijau Gambiran;

Hingga sampai saat ini kolaborasi antara

Operasional

Pemerintah sebagai Working sharing

komunitas tersebut tetap berlangsung. Secara

ikut untuk berkerjasama dan bertukar

khusus peran dan karakteristik kegiatan

informasi dalam pertemuan dan

partisipasi Walhi dan Sahabat Lingkungan diskusi praktis Kampung Hijau

Gambiran;

Yogyakarta sebagai berikut:

Konsultatif

Pemerintah sebagai Advisory memberikan masukan kebijakan dan

Tabel 2. Peran Walhi dan Sahabat Lingkungan strategi, serta ikut merancang program Yogyakarta dalam pengelolaan Kampung Hijau

evaluasi dan penyesuaian Kampung Gambiran. Hijau Gambiran;;

Pemerintah sebagai Decision making

Advokasi

adanya hubungan antara pemerintah

Pendukung

Dalam peran sebagai pendukung berisi dan masyarakat guna meningkatkan kegiatan

kerjasama dalam perumusan pemetaan masalah lingkungan, dana,

pengumpulan data, analisis

kebijakan, perencanaan, logistik, informasi dan juga akses kepada

implementasi, evaluasi dan warga Kampung Hijau Gambiran.

penyusuaian Kampung Hijau

kare a

Sumber: Analisis Penulis

komunitas Kampung Hijau Gambiran

dengan membangun basis masa, lalu pendidikan politik kader, membentuk

Model Stakeholder Collaborative Governance dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Kampung Hijau Gambiran Umbulharjo Yogyakarta , Rido Argo Mukti & Saykha Sabila Araz,

Dari identifikasi hubungan diantara Yogyakarta) ke acara rutin Kampung Hijau pemangku kepentingan diperoleh temuan belum Gambiran ( informal ). Sehingga cara tersebut adanya pertemuan secara berkala yang dilakukan dinilai lebih efektif dari pada melalui cara oleh tiga aktor pemerintah, swasta dan maupun prosedur yang resmi, surat-menyurat, masyarakat secara bersama-sama dalam satu dokumen proposal dan lainnya ( formal ). forum tertentu. Menurut Agus (2017) bahwa

Terkadang sistem birokrasi yang masih pertemuan untuk membahas keberlangsungan mengedepankan prinsip aturan menjadi kendala. Kampung Hijau Gambiran dengan melibatkan Sulit bagi komuitas Kampung Hijau Gambiran pemerintah itu memang ada namun tidak untuk mengikuti berbagai peraturan hukum dan “terprogram”. Jika dirasa perlu maka akan undang-undang pembangunan masyarakat yang diadakan musyawarah dan diskusi dengan cendrung kaku, yang hanya didasarkan mengundang pihak pemerintah.

prosedural pada Surat Keputusan (SK), Petunjuk Pelaksanaan (Juklak), Petunjuk Teknis (Juknis)

Keterlibatan Stakeholder dalam Perspektif juga sistem penganggaran dapat menjadi

Kemitraan ( partnership )

penghambat dalam pemberdayaan masyarakat. Hal ini menyebabkan sulitnya komunitas

Rasionalitas dari penggunaan kemitraan Kampung Hijau Gambiran berhadapan dengan yang digagas oleh Selsky dan Parker (2005) kenyataan yang membutuhkan fleksibilitas. setidaknya dapat menjelaskan fenomena Akibatnya, beberapa tujuan pemberdayaan kolaborasi di Kampung Hijau Gambiran. masyarakat sulit dicapai karena orientasi petugas Keterbatasan akses terhadap sumber daya yang lebih kepada mengikuti peraturan dari pada dimiliki oleh pemerintah, koorporasi dan menjawab kebutuhan di lapangan. kelompok masyarakat telah membuka mata para

Berbagai keterbatasan kemampuan pelaku di ketiga aktor untuk meyakini perlunya komunitas

Hijau Gambiran melakukan aliansi dan kolaborasi agar mereka memunculkan adanya fenomena pembangunan mencapai tujuan mereka masing-masing. kemitraan yang unik. Mengacu pada temuan di

Kampung

Dwiyanto (2015:271) meyakini bahwa platform lapangan maka hubungan kemitraan dalam yang diusung Selsky dan Parker (2005) itu pengelolaan Kampung Hijau Gambiran sangat relevan, munculnya kemitraan antara ketiga kompleks dan dinamis. Berdasarkan pada belah pihak adalah kepedulian terhadap isu-isu pemangku kepentingan tiga unsur stakeholder , sosial tertentu seperti, kemiskinan, kerusakan yaitu pemerintah, masyarakat dan swasta maka lingkungan dan konflik sosial. Sehingga, yang yang menjadi stakeholder primer pertama yaitu dirasa hal tersebut mengganggu kepentingan masyarakat yang tergabung di dalam komunitas mereka bersama.

Kampung Hijau Gambiran. Masyarakat Untuk dapat menjelaskan keterlibatan menyelenggarakan urusan penyedia lahan, stakeholder dalam perspektif kemitraan tenaga dan perawatan infrastruktur kawasan ( partnership ) pada pengelolaan Kampung Hijau lingkungan Kampung Hijau. Selain itu, Gambiran memerlukan alat ukur yakni adanya masyarakat juga bertanggung jawab terhadap program kerja yang dilakukan komunitas dengan segala fasilitas yang ada di Kampung Hijau melibatkan unsur governance dan adanya seperti, Instalasi Pengelolaan Air Limbah Biogas agenda serta upaya kerjasama yang akan dan Instalasi Pengelolaan Air Limbah komunal, dilakukan oleh komunitas, institusi swasta dan infrastruktur mata air Logathuk, Fitness Outdoor institusi pemerintah dalam beberapa jangka dan perpustakaan. waktu kedepan. Mengidentifikasi keterlibatan

Selanjutnya, yang menjadi stakeholder pemangku kepentingan dengan memperhatikan primer kedua yaitu institusi pemerintah. Hampir unsur pemerintah, swasta dan masyarakat. seluruh kelompok kerja dalam melaksanakan Dalam praktiknya untuk membangun kemitraan program dan kegiatan Kampung Hijau Gambiran kepada pemerintah pihak komunitas Kampung pemerintah Provinsi DI Yogyakarta atau Kota Hijau

diskusi, Yogyakarta ikut andil sesuai tupoksi kedinasan. mengundang langsung pemilik otoritas Aktif dalam pendanaan, pengelolaan perangkat kedinasan (pemerintah Provinsi DIY dan Kota serta

memfasilitasi dan memfasilitasi dan

dari keberlangsungan dalam proses lobi melalui sistem informal melalui pengembangan Kampung Hijau Gambiran. prakarsa lokal.

Menurut Agus pihak komunitas Kampung Hijau Berikutnya, untuk stakeholder primer dalam beberapa hal tetap menjalin secara rutin ketiga yaitu lembaga swadaya masyarakat dan dalam hubungan komunikasi konsultatif dari organisasi non pemerintah atau LSM stakeholder sekunder, seperti dengan perguruan lingkungan, seperti Walhi Yogyakarta, Kophi tinggi Yogyakarta. Yogyakarta dan Komunitas Mural Yogyakarta

Namun, kerjasama tersebut tidak dalam sebagai mitra utama. Stakeholder tersebut bentuk kesepakatan MoU resmi, hanya sebatas merupakan kelompok yang berhubungan penelitian hibah, pemberdayaan dan pembuatan langsung dengan aktivitas Kampung Hijau. video dokumentasi kegiatan kelompok kerja, Turut serta dalam proses konsultatif dan seperti Institut Seni Indonesia (dokumentasi pendampingan secara rutin. Unsur ini cukup berdirinya Kampung Hijau), Universitas Ahmad mempengaruhi kelangsungan inovasi dan dahlan (dokumentasi Kelompok Kerja Sampah kegiatan Kampung Hijau, walau tidak melalui Mandiri

Universitas Teknologi metode pelatihan dan workshop resmi. Namun, Yogyakarta (pemetaan kawasan), Universitas masukkan dan saran dari kelompok ini menjadi Gajah Mada (pengelolaan sanitasi dan Instalasi hubungan serta jalinan yang intens dilakukan Pengelolaan Air Limbah), Universitas Sanata oleh komunitas Kampung Hijau Gambiran.

Asri),

Daharma (pengolahan sampah menjadi kerajinan Mengacu

keterlibatan stakeholder tangan) dan turut menjalin kerjasama dengan sebagaimana hasil temuan di lapangan maka beberapa perguruan tinggi lainnya seperti dapat digambarkan peta kolaborasi yang selama Poltekes, Universitas Islam Indonesia dan ini terjalin di Kampung Hijau Gambiran pada Sekolah Tinggi Teknik Lingkungan (sekarang

gambar berikut: berganti nama menjadi Institut Teknologi Yogyakarta). Melalui identifikasi keterlibatan

Gambar 1. Keterlibatan Stakeholder dalam pengelolaan

stakeholder diperoleh temuan bahwa pada

Kampung Hijau Gambiran

agenda yang akan datang komunitas Kampung

Hijau Gambiran masih didominasi oleh

keterlibatan pemerintah dan organisasi non

pemerintah (LSM lingkungan) sebagai berikut:

Tabel 4. Agenda Kolaborasi Kemitraan yang Akan Datang

No Stakeholder

Organisasi Keterlibatan

Perpustakaan cinema pada balai

Dan Kearsipan perpustakan guna Kota

menarik minat

Yogyakarta

anak-anak untuk

berkunjung dan

belajar

Pendampingan Sumber : Analisis Lapangan Peneliti, 2017

dan konsultatif

Yogyakarta

Model Stakeholder Collaborative Governance dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Kampung Hijau Gambiran Umbulharjo Yogyakarta , Rido Argo Mukti & Saykha Sabila Araz,

Sumber : Analisis Lapangan Peneliti, 2017

Keterlibatan Stakeholder dalam Perspektif Jejaring ( networking )

kepentingan dalam perspektif kemitraan Dalam hubungan kolaborasi governance menjadikan komunitas Kampung Hijau konteks jejaring ( networks ) merupakan proses

Gambiran mencapai tujuan dengan lebih efisien lebih lanjut dari hubungan partisipasi dan sehingga kawasan tersebut tertata dengan lebih kemitraan. Pada tahap ini terjadi prinsip baik. Setidaknya capaian tersebut menimbulkan ketergantungan

aktor pemangku beberapa dampak positif jika dilihat dari sudut kepentingan,

para

berubahnya batasan-batasan bidang sosial budaya, politik, ekonomi dan negara, swasta dan masyarakat sipil serta

lingkungan. Pada aspek sosial seperti perubahan pertukaran sumberdaya dan kapasitas menjadi kesadaran yang terjadi pada masyarakat sangat penting. Sehingga ketidakhadiran salah Kampung Hijau Gambiran mengakibatkan satu istrumen pemangku kepentingan dalam masyarakat menjalin komitmen bersama, pelaksanaan kegiatan dapat mempengaruhi penguatan partisipasi dalam berinovasi, ketercapaian tujuan. Pada prinsip ini kehadiran mengutarakan pendapat pada pertemuan rutin pemerintah pun penting dalam mengelola komunitas dan mempererat komunikasi guna kapasitas masyarakat untuk meningkatkan mencapai keberlangsungan budaya ramah kemandirian dan kemampuan internal melalui terhadap lingkungan lewat kelompok kerja. penekanan

pemberdayaan atas inisiatif Kebersamaan masyarakat dalam mengelola masyarakat sebagai inti sumber daya

lingkungan, mobilitas bersama dan akses pembangunan. sumberdaya masyarakat seperti tenaga, waktu,

Adapun keterlibatan stakeholder melalui dana swadaya, pengetahuan, pengalaman dan upaya kolaborasi dalam partisipasi, kemitraan

loyalitas. dan jejaring di Kampung Hijau Gambiran dapat Kepadatan penduduk yang kian dijelaskan pada gambar berikut ini;

meningkat pada daerah perkotaan Yogyakarta tentu mempengaruhi kualitas kota. Sampah Gambar 2. Model Kolaborasi Jejaring dalam Pengelolaan limbah dan pola hidup yang semakin tidak Kampung Hijau Gambiran terkendali mengancam kesehatan penduduk

perkotaan. Hilangnya public space dan ruang

terbuka hijau untuk publik akibat laju

pembangunan kota yang tidak terkendali

sehingga tidak terkecuali bagi kota Yogyakarta

untuk memusatkan pehatian pada upaya

pelestarian lingkungan melalui beberapa

kampanye lingkungan seperti Green City , Green

Community dan Smart City . Munculnya

komunitas Kampung Hijau Gambiran untuk

memperbaiki lingkungan wilayah perkotaan

dengan didasarkan atas inisiatif masyarakat

(prakarsa lokal) tentu memberikan citra posistif

bagi Kota Yogyakarta. Dapat diartikan adanya

fenomena kemitraan muatuliastik karena semua

aktifitas dan capaian yang dimiliki oleh

komunitas memunculkan makna baru bagi Kota

Yogyakarta sebagai kota ramah lingkungan

dalam arti menyumbang presentase ruang Sumber: Analisis Penulis

terbuka hijau bagi Kota Yogyakarta dengan Dari gambar diatas dapat menerangkan menempatkan masyarakat sebagai basis bahwa kolaborasi dalam partisipasi Kampung pelestarian lingkungan. Hijau Gambiran telah terjadi semenjak awal

pemetaan masalah dilanjutkan dengan deklarasi pemetaan masalah dilanjutkan dengan deklarasi

Stakeholder kelompok kerja (Pokja Kampung Hijau Collaborative Governance dalam Pengelolaan Gambiran). Sedangkan tingkat kolaborasi paling Kampung Hijau Gambiran

perasarana dan sumber daya fisik pada kegiatan Intensitas

Hubungan

erat jejaring terjadi pada pelaksanaan program Pokja Tamanisasi dan Penghijauan, Pokja

konsep hubungan Pengelolaan Sungai, Pokja Perpustakaan Pokja Collaborative Governance yang dikembangkan Sanitasi dan Ipal, karena keterbatasan oleh Zaenuri (2016:47) maka dapat diidentifikasi kemampuan yang dimiliki oleh komunitas hubungan yang terjadi pada stakeholder dalam Kampung Hijau Gambiran sebagai salah satu pengelolaan Kampung Hijau Gambiran. pemangku kepentingan.

Mengadaptasi

Hubungan tersebut mengisaratkan adanya Selain itu, guna membangun jejaring intensitas yang berbeda mengacu pada hubungan yang luas dalam rangka mengkampanyekan resiko manjerial, bentuk aktifitas, orientasi dan kegiatan

pelestarian keterlibatan stakeholder . Dari hasil temuan serta lingkungan, komunitas Kampung Hijau analisis penulis hubungan pilar governance Gambiran beberapa kali mengadakan festival dalam berkolaborasi mengelola Kampung Hijau budaya tahunan seperti Festival Gajah Wong . Gambiran dapat dijabarkan sebagai berikut:

pengelolaan

dan

Festival Gajah Wong merupakan event

perkumpulan masyarakat yang tergabung dalam Tabel 5. Intesitas Hubungan Pilar Governance Dalam komunitas pelestari dan pemerhati sungai Gajah Berkolaborasi

Wong Yogyakarta. Selain itu, ada pula Merti

Pemerintah-

Pemerintah- Swsata-

Kampung Gambiran yaitu festival seni

Dimensi

Masyarakat

Swasta Masyarakat

gabungan yang terdiri dari lima RT pada

Risiko

Memiliki risiko

Belum Memiliki risiko

kawasan RW 08 Gambiran. Selain melalui manajerial yang

yang tinggi;

hubungan sangat rendah;

festival budaya dan pertunjukan, untuk

manajerial;

memperluas jaringan melalui media daring

Bentuk

Bantuan dana

Belum Bantuan dana

website, facebook, twitter, youtube dan media

Aktivitas

program dan

memiliki dan pendampingan hubungan

sosial lainnya. Namun, karena minimnya sumber pendampingan;

teknis;

aktivitas;

daya manusia dan kemampuan yang dimiliki

sehingga untuk mengelola website dan media

sosial tersebut masyarakat cukup kesulitan,

lambat laun implemtasi website tersebut tidak diperpanjang

dan

dan hilang.

pengelolaan;

Selain media sosial facebook dan twitter Kategori

Tinggi

Rendah

Kampung Hijau Gambiran juga memiliki media Sumber: Analisis Data Primer dan Sekunder. daring seperti youtube . Dari beberapa unggahan

video membahas tentang perjalanan Kampung Berdasarkan tabel di atas maka dapat Hijau Gambiran, aktivitas kelompok kerja dan diketahui variasi hubungan dari ketiga festival seni Gambiran. Karena prinsip stakeholder . Adanya indikasi bahwa masyarakat mengelola media online tersebut tanpa imbalan yang tergabung dalam komunitas Kampung “kerja sosial” menurut Agus (2018) maka cukup Hijau Gambiran masih menjadi pemain utama

sulit untuk mengampanyekan kegiatan secara dalam pengelolaan, institusi pemerintah sebagai berkelanjutan dan update . Sedangkan untuk fasilitator dan tidak ada hubungan yang erat media offline atau cetak Kampung Hijau antara institusi pemerintah dan institusi swasta. Gambiran aktif membuat beberapa brosur, poster Sedangkan hubungan antara pemerintah dan dan berita lokal hingga nasional yang berisi masyarakat relatif tinggi. Pada tahapan

Model Stakeholder Collaborative Governance dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Kampung Hijau Gambiran Umbulharjo Yogyakarta , Rido Argo Mukti & Saykha Sabila Araz, Model Stakeholder Collaborative Governance dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Kampung Hijau Gambiran Umbulharjo Yogyakarta , Rido Argo Mukti & Saykha Sabila Araz,

untuk merupakan kelalaian masyarakat sendiri. bertanggungjawab dalam mengembangkan dan Hubungan intesitas antara masyarakat komunitas menaungi komunitas ini.

perangkat

daerah

Kampung Hijau Gambiran dan pemerintah yang Berdasarkan gambar dibawah ini, maka tinggi lebih banyak disebabkan oleh legitimasi dapat menjelaskan bahwa dalam pengelolaan sosial dan politik dari mekanisme kegiatan Kampung Hijau belum adanya hubungan pemerintahan dalam rangka menyelenggarakan istimewa antara institusi swasta dan institusi pelayanan publik dan pemberdayaan kepada pemerintah karena lebih cendrung disebabkan masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup tidak ada motivasi bisnis dan profit pada masyarakat. pengelolaan Kampung Hijau Gambiran. Seperti

halnya dikemukakan oleh Dwiyanto (2015:286) Kampung Hijau Gambiran dalam bingkai bahwa motivasi utama institusi bisnis melakukan Civil Society pada Dimensi Lingkungan

kemitraan terhadap

pemerintah

karena Perkotaan

memungkinkan untuk mengakses sumberdaya pemerintah