Usulan Perbaikan Persediaan Bahan Baku Pembuatan 5 Model Sepatu Tomkins Di PT Primarindo Asia Infrastructure, TBK

(1)

iv

USULAN PERBAIKAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PEMBUATAN 5 MODEL SEPATU TOMKINS DI PT PRIMARINDO ASIA INFRASTRUCTURE, TBK

Choerul Hafidz NIM. 10311021

PT Primarindo Asia Infrastructure, Tbk merupakan perusahaan yang bergerak dibidang industri alas kaki. Produksi mempunyai hubungan yang sangat erat diperusahaan, seiring dengan semakin meningkatkan order sepatu. Perusahaan berusaha meningkatkan kapasitas produksinya agar lantai produksi dapat memproduksi sepatu sesuai dengan order. Pada kenyataannya sering terjadinya kekurangan ketersediaan material, karena kebijakan dalam pengendalian persediaan diperusahaan yaitu memberikan material sesuai order dan standar kebutuhan material yang diperlukan.

Sistem perencanaan kebutuhan material (MRP) sudah dikenal secara luas dan menjadi metode yang paling efektif digunakan dalam pengendalian persediaan. Teknik perencanaan kebutuhan material (Material Requirement Planning) digunakan untuk perencanaan dan pengendalian item barang (komponen) yang tergantung pada item-item tingkat (level) yang lebih tinggi. MRP teknik Lot For Lot, metode unit yang diorder disesuaikan dengan jumlah kebutuhan bersih dalam periode yang bersangkutan dan sediaan yang ada sama dengan nol (tanpa sediaan).

Pengolahan data yang dilakukan dengan menerapkan Material Requirement Planning (MRP) untuk pengendalian perencaan kebutuhan material dengan teknik

Lot For Lot dengan mencari kebutuhan material 5 model sepatu Tomkins yaitu storm junior, phillips junior, peabody women, adaline women dan hellion junior. Jumlah material sebanyak 65 material dengan 14 material sama dan 51 material yang beragam dari setiap model.

Dengan melihat hasil pengolahan data dan analisis dapat diketahui bahwa adanya

lead time untuk pemesanan material dan juga penempatan kebutuhan material setiap model. Proses produksi dapat berjalan seperti yang telah dijadwalkan tanpa adanya kekurangan dan keterlambatan material. Kelima model sepatu ini merupakan awal produksi untuk order sepatu bulan april, lima model ini mempengaruhi perencanaan dan penjadwalan material untuk model berikutnya agar proses produksi dapat berjalan dengan lancar.


(2)

USULAN PERBAIKAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PEMBUATAN 5 MODEL SEPATU TOMKINS DI PT PRIMARINDO ASIA INFRASTRUCTURE, TBK

TUGAS AKHIR

Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

Program Studi Teknik Industri

Oleh: Choerul Hafidz NIM. 1.03.11.021

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG


(3)

vii

Lembar Pengesahan ... i

Lembar Pernyataan... ii

Lembar Peruntukan ... iii

Abstrak ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi... vii

Daftar Tabel ... xvi

Daftar Gambar ... xxiii

Daftar Lampiran ... xxiv

Bab 1 Pendahuluan ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Pembatasan Masalah ... 3

1.5. Sistematika Penulisan ... 4

Bab 2 Landasan Teori ... 6

2.1. Bahan Baku ... 6

2.2. Persediaan ... 6

2.2.1. Jenis-jenis Persediaan Menurut Fungsinya ... 6

2.2.2. Persediaan Menurut Jenis dan Posisi Barang ... 7

2.2.3. Pengawasan Persediaan ... 8

2.2.4. Persediaan Pengamanan (Safety Stock) ... 8

2.2.5. Fungsi-fungsi Persediaan ... 9

2.2.6. Jenis-jenis Persediaan... 11

2.3. Manajemen Persediaan... 11


(4)

2.4.1. Kemempuan Sistem MRP ... 12

2.4.2. Input dan Output MRP ... 13

2.4.2.1. Input MRP ... 13

2.4.2.2. Output Sistem MRP ... 13

2.5. Konsep Dasar Manajemen Permintaan ... 15

2.6. Konsep Dasar Sistem Peramalan dalam Manajemen Permintaan.. 17

2.7. Dinamika MRP ... 18

2.8. Penyusun MRP ... 19

2.9. Teknik-teknik Lot Sizing ... 25

Bab 3 Kerangka Pemikiran ... 26

3.1. Flow Chart Penelitian ... 26

3.2. Langkah-langkah Penelitian ... 27

Bab 4 Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 29

4.1. Pengumpulan Data ... 29

4.1.1. Standar Kebutuhan Material per Order untuk Sepatu Tomkins ... 29

4.1.1.1. Standar Kebutuhan Material per Order untuk Sepatu Tomkins “Storm Junior” ... 30

4.1.1.2. Standar Kebutuhan Material per Order untuk Sepatu Tomkins “Phillips Junior” ... 35

4.1.1.3. Standar Kebutuhan Material per Order untuk Sepatu Tomkins “Peabody Women” ... 40

4.1.1.4. Standar Kebutuhan Material per Order untuk Sepatu Tomkins “Adaline Women” ... 47

4.1.1.5. Standar Kebutuhan Material per Order untuk Sepatu Tomkins “Hellion Junior” ... 52

4.2. Pengolahan Data ... 57

4.2.1. Struktur Produk Sepatu Tomkins ... 57


(5)

ix

4.2.1.3. Struktur Produk Sepatu Tomkins “Peabody Women” ... 59 4.2.1.4. Struktur Produk Sepatu Tomkins “Adaline Women” .... 60 4.2.1.5. Struktur Produk Sepatu Tomkins “Hellion Junior” ... 61 4.2.2. Material Pembentuk Sepatu Tomkins Sesuai dengan Standar

Kebutuhan per Order ... 62 4.2.2.1. Material Pembentuk Sepatu Tomkins “Storm Junior”

Sesuai dengan Standar Kebutuhan per Order ... 62 4.2.2.2. Material Pembentuk Sepatu Tomkins “Phillips Junior”

Sesuai dengan Standar Kebutuhan per Order ... 65 4.2.2.3. Material Pembentuk Sepatu Tomkins “Peabody

Women” Sesuai dengan Standar Kebutuhan per Order 67 4.2.2.4. Material Pembentuk Sepatu Tomkins “Storm Junior”

Sesuai dengan Standar Kebutuhan per Order ... 69 4.2.2.5. Material Pembentuk Sepatu Tomkins “Storm Junior”

Sesuai dengan Standar Kebutuhan per Order ... 71 4.2.3. Klasifikasi Gabungan Material Sesuai dengan Standar

Kebutuhan per Order dari Setiap Model ... 73 4.2.4. Penjadwalan Produksi Induk (MPS) ... 75 4.2.5. Material Requirement Planning (MRP) dengan Teknik Lot

For Lot ... 76 4.2.5.1. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

PVC R-38 EMB - POLY TC BACKING (TUMBLED) 1.2 MM (SOFTNESS 2.5 -2.7) 54" ... 77 4.2.5.2. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP) PVC

R-61 EMB - POLY TC BACKING 1.2 MM

(SOFTNESS 2.5 -2.7) 54" ... 78 4.2.5.3. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

CANVAS 11 OZ 44” ... 79 4.2.5.4. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)


(6)

4.2.5.5. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

CANVAS MATJOTO 60” ... 81 4.2.5.6. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

DENIM JEANS 11 OZ (CODE:DGT 28531) 60” ... 82 4.2.5.7. Material Requirement Planning (MRP) MERABORN

0.15 MM 44" ... 83 4.2.5.8. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

MERABORM 0.6 MM 44” ... 84 4.2.5.9. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

FOAM LD (HARDNESS 30-40) 4 MM 44” ... 85 4.2.5.10. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

FOAM MD (HARDNESS 65-75) 4 MM 44” ... 86 4.2.5.11. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

COSMO 130 G/M (PP16) 44” ... 87 4.2.5.12. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

BUJIKPO 1.3 MM 54” ... 88 4.2.5.13. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

SUPERTUFF 6700 0.6 MM 54” ... 89 4.2.5.14. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

CHEMISHEET 2.0 MM 36” ... 90 4.2.5.15. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

PU R-61 EMB 0.6 MM 40” ... 91 4.2.5.16. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

MESH HX POLY 003 54" ... 92 4.2.5.17. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

SOFT EVA FOAM (HARDNESS 20-22) 1.0 MM 54" ... 93 4.2.5.18. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

PVC VINYL 0.6 MM 54" ... 94 4.2.5.19. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)


(7)

xi

MERRY MESH 44" ... 96 4.2.5.21. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

MAGIC TAPE HOOK 10 CM ... 97 4.2.5.22. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

MAGIC TAPE LOOP 10 CM ... 98 4.2.5.23. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

EMBOSS ONLY "TOMKINS" BALOK NEW

FONT 30 MM ... 99 4.2.5.24.

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

ZIPPER YKK CFC-36 DALH E P12 580 WITH DOUBLE STOPPER ... 100 4.2.5.25. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

EMBRODERRY "C" AS DESIGN QUARTER

LOGO 40 MM ... 101 4.2.5.26. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

WOVEN LABEL "TOMKINS BASE" +

TOMKINS EIGHTY SIXTH 28 X 28 MM ... 101 4.2.5.27. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

POLY FLAT LACE (ASAHI) 8 MM ... 103 4.2.5.28. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

HEAT SEAL LABEL 28 X 22 MM ... 104 4.2.5.29. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

THREAD 210D NYLON 3/PLY (2000 ME) ... 105 4.2.5.30. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

ZIGZAG 30 SPUM 3/PLY (2250) ... 106 4.2.5.31. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

VISA TERRY (reversed) 44" ... 107 4.2.5.32. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)


(8)

4.2.5.33. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP) HEAT TRANSPAPER "TOMKINS+R' (BALOK) NEW FONT 35 MM... 109 4.2.5.34. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

EVA PE (HARD 57+/-3) 10 MM 1000 X 1500 MM (7 X 3 ... 110 4.2.5.35. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

HEAT TRANSPAPER "TOMKINS+R" (BALOK) NEW 45 MM ... 111 4.2.5.36. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

LEM PU ... 112 4.2.5.37. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

PROSES HOLE 0.8 MM (KODE #103) 54" ... 113 4.2.5.38. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

PRINTING "86" AS DESIGN 33 X 37 MM ... 114 4.2.5.39. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

METAL EYELET #300 LENGTH 6 MM W/ BTM "FLAT" KONTRUKSI (ALUMINIUM) ... 115 4.2.5.40. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

METAL EYELET #300 LENGTH 5 MM W/ BTM "FLAT" ... 116 4.2.5.41. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

PU R-61 EMB 0.6 MM 40” ... 117 4.2.5.42. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

EVA SCRAFT 1.5 MM 110 X 180 CM ... 118 4.2.5.43. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

EVA SCRAFT 2.0 MM 110 X 180 CM ... 119 4.2.5.44. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

ELION MESH 44" + EVA (HARD 50+/-3) 0.8 MM ... 120


(9)

xiii

MULTI SPAN TENUN SILANG 44" + EVA

(HARD 50+/-3)... 121 4.2.5.46. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

EVA (HARD 50+/-3) 0.8 MM ... 122 4.2.5.47. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

PRINTING "POLKADOT" AS DESIGN TONGUE MIDDEL DECO ... 123 4.2.5.48. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

THREAD 280D NYLON 3/PLY (1500 ME) ... 124 4.2.5.49. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

CF POLYESTER 120 D/2 (5000 ME) ... 125 4.2.5.50. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

HOTMELT LAMINATION ... 126 4.2.5.51. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

HOIN SOFT ... 127 4.2.5.52 MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

MICRO PU 1.0 MM 54" ... 128 4.2.5.53. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

NYLON 210 D 44" + S/T ... 129 4.2.5.54. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

210 D NYLON + S/T CUT 10 MM ... 130 4.2.5.55. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

SUMMER PLASTIC 0.34 MM 88 CM ... 131 4.2.5.56. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

PRINTING 3D "TOMKINS" NEW FONT AS

DESIGN 30 MM ... 132 4.2.5.57. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)


(10)

4.2.5.58. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP) THREAD 210D NYLON SN6 (NON BONDED0 3/PLY (2000 ME) ... 134 4.2.5.59. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

TREAD NYLON 66 BONDED 420 D/3 (1000

ME) ... 135 4.2.5.60. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

EMBROIDERRY "TOMKINS JEANS" ONLY ... 136 4.2.5.61. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

OUTSOLE COMPRESSION MOLDED SOLID RUBBER HARD 62+/-3 ... 137 4.2.5.62. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

OUTSOLE COMPRESSION MOLDED SOLID RUBBER HARD 62+/-3 BS/BS LG/WALL/

STRIPE (PAI-048) ... 138 4.2.5.63. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

OUTSOLE COMPRESSION MOLDED SOLID RUBBER HARD 62+/-3 BS/BS LG/WALL/STRIPE (PAI-117) ... 139 4.2.5.64. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

OUTSOLE COMPRESSION MOLDED SOLID RUBBER HARD 62+/-2 (PAI-128) BASE/BASE LOGO/WALL/STRIPE TOP/STRIPE MIDDLE .. 140 4.2.5.65. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

COMPRESSION MOLDED SOLID RUBBER "C" HD 62+/-3 (PAI 125) BASE/BS LOGO/WALL/ STRIPE YELLOW MARKING ... 141

Bab 5 Analisis ... 142 5.1. Struktur Produk Sepatu Tomkins ... 142 5.2. Material Pembentuk Sepatu Tomkins Sesuai dengan Standar


(11)

xv

5.3. Klasifikasi Gabungan Material Sesuai dengan Standar Kebutuhan

per Order dari Setiap Model ... 145

5.4. Penjadwalan Produksi Induk (MPS) ... 146

5.5. Material Requirement Planning (MRP) dengan Teknik Lot For Lot ... 147

Bab 6 Kesimpulan dan Saran ... 179

6.1. Kesimpulan ... 179

6.1.1. Struktur Produk Sepatu Tomkins ... 179

6.1.2. Material Requirement Planning (MRP) dengan Teknik Lot For Lot ... 180

6.2. Saran ... 181

Daftar Pustaka ... 183


(12)

(13)

1

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Organisasi industri merupakan salah satu mata rantai dari sistem perekonomian, karena memproduksi dan mendistribusikan produk (barang atau jasa). Produksi merupakan fungsi pokok dalam setiap organisasi, yang mencakup aktivitas yang bertanggung jawab untuk menciptakan nilai tambah produk yang merupakan output

dari setiap organisasi industri tersebut.

Output dari setiap organisasi industri salah satunya yaitu sepatu. Sepatu merupakan industri yang mempunyai peluang dan prospek pasar yang baik. Sepatu adalah lapik atau pembungkus kaki yang biasanya dibuat dari kulit (karet dsb), bagian telapak dan tumitnya tebal dan keras (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Pengelompokan sepatu biasanya dilakukan berdasarkan fungsi atau tipenya, seperti sepatu resmi (pesta), sepatu santai (kasual), sepatu dansa, sepatu olahraga, sepatu kerja, sepatu ortopedik dan sepatu minimalis.

PT Primarindo Asia Infrastructure, Tbk merupakan perusahaan yang bergerak dibidang industri alas kaki, termasuk produksi dan distribusi sepatu olahraga atau sepatu kasual untuk pasar lokal dan internasional, dimana didalamnya mempunyai persaingan yang sangat ketat diantara perusahaan-perusahaan sejenis seperti adidas, nike dan reebok. PT Primarindo Asia Infrastructure, Tbk bertekad untuk menghasilkan produk-produk yang kualitasnya bermutu tinggi dan dengan harga yang bersaing khususnya pada produk sepatu yang di ekspor dan menjadikan sebagai produsen sepatu nomor satu di Indonesia.


(14)

2 Produksi mempunyai hubungan yang sangat erat diperusahaan, seiring dengan semakin meningkatkan order sepatu. Perusahaan berusaha meningkatkan kapasitas produksinya agar lantai produksi dapat memproduksi sepatu sesuai dengan order. Pengendalian bahan baku sangat berpengaruh dengan proses produksi yang banyak terbengkalai karena pada proses produksi tidak sebanding antara ketersediaan material dengan kebutuhan material untuk memenuhi order.

Pengendalian persediaan bahan baku merupakan salah satu aspek yang sangat penting bagi berlangsungnya kelancaran suatu produksi. Pengendalian bahan baku dapat mencegah terjadinya kekurangan bahan baku yang mengakibatkan terlambatnya proses produksi atau dapat menghentikan kegiatan produksi yang menyebabkan perusahaan menderita kerugian.

Manajemen persediaan di PT Primarindo Asia Infrastructure, Tbk meliputi setiap aktivitas yang menjaga agar tingkat persediaan tetap sesuai dengan order. Pada kenyataannya sering terjadinya kekurangan ketersediaan material, karena kebijakan dalam pengendalian persediaan diperusahaan yaitu memberikan material sesuai

order dan standar kebutuhan material yang diperlukan. Kebijakan ini mengakibatkan jika terdapat kesalahan dan kekurangan material pada produksi akan mengakibatkan proses produksi yang direncanakan tersebut terhenti dan order ulang material, sedangkan ketersediaan digudang bahan baku belum tentu ada ketersediaannya. Adanya 2 lokasi manajemen perusahaan antara pembuatan produk sepatu yang terletak di Bandung, sedangkan pusat manajemen pengatur order sepatu perusahaan yang terletak di Jakarta. Perhitungan kebutuhan material yang dilakukan pihak development di Bandung sesuai dengan setiap model sepatu, diberikan kepada pihak manajemen di Jakarta sesuai order yang diminta. Jika dengan adanya proses order ulang material memerlukan proses yang memerlukan waktu cukup lama karena keterkaitan dengan kebijakan perusahaan antara manajemen perusahaan di Bandung dan Jakarta, dan juga dengan waktu lama


(15)

tersebut dapat mempengaruhi proses produksi yang terhenti karena tidak adanya ketersediaan material.

Sesuai dengan sering terjadinya kekurangan material, tentunya perlu adanya perencanaan kebutuhan material yang benar-benar diperlukan untuk setiap model sepatu Tomkins, sesuai dengan standar kebutuhan material dari setiap model sepatu. 5 model sepatu tomkins yaitu storm junior, phillips junior, peabody women, adaline women dan hellion junior. Produksi 5 model ini merupakan awal periode produksi untuk permintaan sepatu dibulan April. Perencanan kebutuhan material 5 model ini tentunya harus direncanakan dengan baik agar perencanan material untuk model yang lain sesuai dengan penjadwalannya, tanpa adanya kekurangan dan keterlambatan kedatangan material. Sesuai dengan permasalah persediaan di PT Primarindo Asia Infrastructure, Tbk. metode dalam menangani persediaan tersebut, salah satunya dengan metode yang bisa digunakan dalam pengendalian bahan baku yang sifatnya tergantung pada jumlah produk akhir yang diproduksi dan material yang diminta sesuai dengan material yang diperlukan yaitu Material Requirement Planning (MRP) dengan Teknik Lot For Lot.

1.2. Identifikasi Masalah

Sehubungan dengan ini penulis merusmuskan permasalahan sebagai berikut:

 Bagaimana pengendalian persedian bahan baku untuk 5 Model sepatu Tomkins di PT Primarindo Asia Infrastructure, Tbk?

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

 Menerapkan metode persediaan Material Requirement Planning (MRP) dalam pengendalian persediaan di PT Primarindo Asia Infrastructure, Tbk.


(16)

4 1.4. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Identifikasi dan formulasi permasalahan pengendalian persediaan bahan baku pada produk 5 model sepatu Tomkins di PT Primarindo Asia Infrastructure, Tbk.

2. Analisis data standar kebutuhan material per order untuk 5 model sepatu Tomkins, struktur produk dan MRP lot for lot.

1.5. Sistematika Penulisan Tugas Akhir Lembar Pengesahan

Lembar Pernyataan Lembar Peruntukan Abstrak

Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Lampiran

Bab 1 Pendahuluan

Berisikan latar belakang masalah, identifikasi masalah, tujuan penelitian, pembatasan masalah dan sistematika penulisan.

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Berisikan teori-teori dan materi yang dapat menunjang dalam pengolahan data penelitian tugas akhir.

Bab 3 Kerangka Penelitian

Berisikan mengenai flow chart penelitiian dan langkah-langkah yang tersusun untuk melakukan penelitian tugas akhir.


(17)

Bab 4 Pengumpulan dan pengolahan Data

Berisikan tentang pengumpulan data yang diperlukan pada penelitian dan pengolahan data dari hasil pengumpulan data sesuai dengan metode yang diambil.

Bab 5 Analisis

Berisikan analisis hasil dari pengolahan data yang telah dibuat.

Bab 6 Kesimpulan dan Saran

Berisikan kesimpulan dari hasil penelitiaan dalam memecahkan permasalah dan saran bagi perusahaan.

Daftar Pustaka Lampiran


(18)

6

Bab 2

Landasan Teori

2.1. Bahan Baku

Bahan baku atau yang lebih dikenal dengan sebutan Raw Material merupakan bahan mentah yang akan diolah menjadi barang jadi sebagai hasil utama dari perusahaan yang bersangkutan (indrajit dan Djokopranoto, 2003).

2.2. Persediaan

Persediaan merupakan salah satu unsur paling aktif dalam operasi perusahaan yang secara kontinu diperoleh, diubah, kemudian dijual kembali (Rangkuti, 2004). Pada dasarnya persediaan akan mempermudah jalannya operasi perusahaan pabrik yang harus dilakukan secara berturut-turut untuk memproduksi barang-barang dan menyampaikan kepada konsumen.

Menurut Rangkuti (2004) persediaan yang diadakan mulai dari bahan baku sampai barang jadi berguna untuk:

1) Menghilangkan risiko keterlambatan datangnya barang. 2) Menghilangkan risiko barang yang rusak.

3) Mempertahankan stabilitas operasi perusahaan. 4) Mencapai penggunaan mesin yang optimal.

5) Memberi pelayanan yang sebaik-baiknya bagi konsumen.

2.2.1. Jenis-jenis Persediaan Menurut Fungsinya

Menurut Rangkuti (2004) ada 3 jenis persediaan menurut fungsinya, diantaranya: 1. Batch Stock / Lot Size Inventory

Persediaan yang diajakan karena kita membeli atau membuat bahah bahan-bahan atau barang-barang dalam jumlah yang lebih besar daripada jumlah yang dibutuhkan saat itu.


(19)

a. Potongan harga pada harga pembelian. b. Efisiensi produksi.

c. Penghematan biaya angkut.

2. Fluctuation Stock

Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diramalkan

3. Anticipation Stock

Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diramalkan, berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam satu tahun dan untuk menghadapi penggunaan, penjualan, atau permintaan yang meningkat.

2.2.2. Persediaan Menurut Jenis dan Posisi Barang

Menurut Rangkuti (2004) persediaan menurut jenis dan posisi barang diantaranya: a. Persediaan bahan baku.

b. Persediaan bagian produk/komponen yang dibeli. c. Persediaan bahan-bahan pembantu/penolong.

d. Persediaan barang-barang setengah jadi/barang dalam proses. e. Persediaan barang jadi.

Biaya-biaya yang timbul dari persediaan: a. Biaya pemesanan (ordering cost)

b. Biaya yang terjadi dari adanya persediaan. c. Biaya kekurangan persediaan (stock out cost). d. Biaya yang berhubungan dengan kapasitas.

Cara mengukur jumlah persediaan: a. Periodik sistem


(20)

8 Metode penilaian persediaan:

a. First-in, First-out (FiFo method). b. Last-in, First-out (LiFo method).

c. Rata-rata tertimbang (weighted average method).

2.2.3. Pengawasan Persediaan Tujuannya:

a. Menjaga jangan sampai kehabisan persediaan. b. Supaya pembentukan persediaan stabil. c. Menghindari pembelian kecil-kecilan. d. Pemesanan yang ekonomis.

2.2.4. Persediaan Pengamanan (Safety Stock)

Persediaan pengamanan adalah persediaan tambahan yang diadakan untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan (stock out) (Freddy Rangkuti, 2004). Ada beberapa faktor yang menentukan besarnya persediaan pengamanan yaitu:

a. Penggunaan bahan baku rata-rata. b. Faktor waktu.

c. Biaya-biaya yang digunakan. Standar kualitas:

a. Persediaan minimum. b. Besarnya pesanan standar. c. Persediaan minimum. d. Tingkat pemesanan pembeli. e. Administrasi persediaan.

Catatan penting dalam sistem pengawasan persediaan a. Permintaan untuk dibeli.


(21)

b. Laporan penerimaan. c. Catatan persediaan. d. Daftar permintaan bahan. e. Perkiraan pengawasan.

l akibat perusahaan kehabisan persediaan.

2.2.5. Fungsi-fungsi Persediaan

Menurut Freddy Rangkuti (2004), terdapat 3 fungsi persediaan yaitu: 1. Fungsi Decoupling

Adalah persediaan yang memungkinkan perusahaan dapat memenuhi permintaan pelangggan tanpa tergantung pada supplier. Persediaan barang mentah diadakan agar perusahaan tidak akan sepenuhnya tergantung pada pengadaannya dalam hal kuantitas dan waktu pengiriman. Persediaan barang dalam proses diadakan agar departemen-departemen dalam proses-proses individual perusahaan terjaga

“kebebasannya”. Persediaan barang jadi diperlukan untuk memenuhi permintaan

produk yang tidak pasti dari pelanggan. Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diperkirakan atau diramalkan disebut fluctuation stock.

2. Fungsi Economic Lot Sizing

Persediaan lot size ini perlu mempertimbangkan penghematan atau potongan pembelian, biaya pengangkutan per unit menjadi lebih murah. Hal ini disebabkan perusahaan melakukan pembelian dalam kuantitas yang lebih besar dibandingkan biaya-biaya yang timbul karena besarnya persediaan (baiaya sewa gudang, investasi, dan resiko).

Menurut Jay Heizer, Barry Render (2011) persediaan dapat melayani beberapa fungsi yang menambah fleksibilitas bagi operasi perusahaan. Keempat fungsi persediaan adalah sebagai berikut.


(22)

10 1. “Decouple” atau mimisahkan beberapa tahapan dari proses produksi. Sebagai

contoh, jika persediaan sebuah perusahaan berfluktuasi, persediaan tambahan mungkin diperlukan untuk melalukan decouple proses produksi dan pemasok. 2. Melakukan ”decouple” perusahaan dari fluktuasi permintaan dan menyediakan

persediaan barang-barang yang akan memberikan pilihan bagi pelanggan. Persediaan seperti ini digunakan secara umum pada bisnis eceran.

3. Mengambil keuntungan dari diskon kuantitas karena pembelian dalam jumlah besar dapat mengurangi biaya pengiriman barang.

4. Melindungi terhadap inflasi dan kenaikan harga.

Menurut Jay Heizer, Barry Render (2011), untuk mengakomodasi fungsi-fungsi persediaan, perusahaan harus memelihara empat jenis persediaan: (1) persediaan bahan mentah, (2) persediaan barang setengah jadi, (3) persediaan pasokan pemeliharaan/perbaikan/operasi, dan (4) persediaan barang jadi.

Fungsi persediaan yang diadakan mulai dari persediaan yang berbentuk bahan mentah sampai dengan barang jadi antara lain (Assauri, 1993):

1. Menghilangkan resiko keterlambatan datangnya barang atau bahan-bahan yang dibutuhkan oleh perusahaan.

2. Menghilangkan resiko dari material yang dipesan tidak memenuhi kualifikasi, sehingga harus dkembalikan.

3. Menumpuk barang-barang yang dihasilkan secara musiman sehingga dapat digunakan bila bahan itu tidak ada dipasaran.

4. Mempertahankan stabilitas operasi perusahaan atau menjamin kelancara arus produksi.

5. Mencapai penggunaan mesin yang maksimal.

6. Memberikan pelayanan kepada pelanggan, dimana kebutuhan pelanggan dapat dipenuhi setiap saat.


(23)

2.2.6. Jenis-jenis Persediaan

Menurut Rangkuti (2004), setiap jenis persediaan memeliki karakteristik tersendiri dan cara pengelolaan yang berbeda. Persediaan dapat dibedakan menjadi beberapa jenis.

1. Persediaan bahan mentah (raw material) yaitu persediaan barang-barang berwujud, seperti besi, kayu, serta komponen-komponen lain yang digunakan dalam proses produksi.

2. Persediaan komponen-komponen rakitan (purchased parts/ components, yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain yang secara langsung dapat dirakit menjadi produk.

3. Persediaan barang pembantu atau penolong (supplies), yaitu persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi bukan merupakan bagian atau komponen barang jadi.

4. Persediaan barang dalam proses (work in process), yaitu persediaan barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.

5. Persediaan barang jadi (finished goods), yaitu persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap dijual atau dikirm kepada pelanggan.

2.3. Manajemen Persediaan

Manajemen operasi membuat sistem-sistem untuk mengelola persediaan. Menurut Heizer, Render (2011), pada bagian ini kita membahas dua unsur dari sistem tersebut secara singkat: (1) bagaimana barang-barang persediaam dapat diklasifikasikan (disebut Analisis ABC) dan (2) seberapa akurat catatan persediaan dapat dijaga. Kemudia, kita akan mengamati kontrol persediaan dalam sektor pelayanan.


(24)

12 2.4. Definisi Perencanaan Kebutuhan Material (MRP)

Sistem perencanaan kebutuhan material (MRP) sudah dikenal secara luas dan menjadi metode yang paling efektif digunakan dalam pengendalian persediaan. Teknik perencanaan kebutuhan material (Material Requirement Planning) digunakan untuk perencanaan dan pengendalian item barang (komponen) yang tergantung pada item-item tingkat (level) yang lebih tinggi. Tujuan MRP adalah menentukan kebutuhan dan jadwal, untuk pembuatan komponen-komponen dan subassembling-subassembling atau pembelian material untuk memenuhi kebutuhan yang telah ditetapkan selelumnnya oleh MPS. Jadi MRP menggunakan MPS untuk memproyeksikan kebutuhan akan jenis-jenis komponen (component parts) (Rosnani Ginting, 2007).

2.4.1. Kemampuan Sistem MRP

Menurut Ginting (2007) ada 4 kemampuan yang menjadi ciri utama dari sistem MRP yaitu:

1. Mampu menentukan kebutuhan pada saat yang tepat.

Maksudnya adalah menentukan secara tepat “kapan” suatu pekerjaan harus

diselesaikan atau “kapan” material harus tersedia untuk memenuhi permintaan atas produk akhir yang sudah direncanakan pada jadwal induk produksi. 2. Membentuk kebutuhan minimal untuk setiap item.

Dengan diketahuinya kebutuhan akan produk jadi, MRP dapat menentukan secara tepat sistem penjadwalanj (berdasarkan prioritas) untuk memenuhi semua kebutuhan minimal setiap item komponen.

3. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan.

Maksudnya adalah memberikan indikasi kapan pemesanan atau pembatalan terhadap pesanan harus dilakukan, baik pemesanan yang diperoleh dari luar atau dibuat sendiri.

4. Menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang sudah direncanakan.


(25)

Apabila kapasitas yang ada tidak mampu memenuhi pesanan yang dijadwalkan pada waktu yang diinginkan, maka MRP dapat memberikan indikasi untuk melakukan rencana penjadwalan dengan menentukan prioritas pesanan realistis.

2.4.2. Input dan Output MRP 2.4.2.1. Input MRP

Menurut Ginting (2007), ada 3 input yang dibutuhkan oleh assembly MRP, yaitu: 1. Jadwal Induk Produksi (JIP), didasarkan pada peramalan atas permintaan dari

setiap produk akhir yang akan dibuat. Hasil peramalan (perencanaan jangka panjang) dipakai untuk membuat rencana produksi (perencanaan jangka sedang) yang pada akhirnya dipakai untuk membuat JIP (perencanaan jangka

pendek) yang berisi perencanaan secara detail mengenai “jumlah produksi” yang dibutuhkan untuk setiap produk akhir beserta “periode waktunya” untuk

suatu jangka perencanaan dengan memperhatikan kapasitas yang tersedia.

2. Catatan Keadaan Persediaan, catatan keadaan persediaan menggambarkan status semua item yang ada dalam persediaan, yang berkaitan dengan:

a. Jumlah persediaan yang dimiliki pada setiap periode (onhand inventory). b. Jumlah barang yang sedang dipesan dan kapan pesanan tersebut akan datang

(on order inventory)

c. Waktu ancang-ancang (lead time) dari setiap bahan.

3. Sruktur Produk, berisi informasi tentang hubungan antara komponen-komponen dalam suatu proses assembling. Informasi ini dibutuhkan dalam menentukan kebutuhan kotor dan kebutuhab bersih suatu komponen. Selain itu,

struktur produk juga berisi informasi tentang “jumlah kebutuhan komponen”

pada setiap tahap assembling dan “jumlah produk akhir” yang harus dibuat.

2.4.2.2. Output Sistem MRP

Output dari perhitungan MRP adalah penentuan jumlah masing-masing BOM dari item yang dibutuhkan bersamaan dengan tanggal yang dibutuhkannya. Informasi ini digunakan untuk merencanakan pelepasan pesanan (order release) untuk


(26)

14 pembelian dan pembuatan sendiri komponen-komponen yang dibutuhkan. Pelepasan pesanan yang direncanakan (planned order release) secara otomatis dihasilkan oleh sistem komputer MRP bersamaan dengan pesanan-pesanan yang harus dijadwalkan kembali, dimodifikasi, ditangguhkan, atau dibatalkan.

Dengan cara ini, MRP menjadi suatu alat untuk perencanaan operasi bagi manajer produksi. Berdasarkan uraian diatas, output yang dapat diperoleh dari sistem MRP dapat dirangkum sebagai berikut:

1. Menentukan jumlah kebutuhan material serta waktu pemesanannya dalam rangka memenuhi permintaan produk akhir yang sudah direncanakan dalam JIP.

2. Menentukan jadwal pembuatan komponen yang menyusun produk akhir. Dengan diketahuinya jumlah kebutuhan produk akhir maka MRP dapat menentukan secara tepat cara penjadwalan setiap komponen atau material sehingga ongkos yang dikeluarkan minimum.

3. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan yang berarti MRP mampu memberikan indikasi kapan pembatalan atas pesanan harus dilakukan. Suatu pemesanan dalam hal ini dapat dilakukan melalui pembelian atau merupakan proses pembuatan yang dilakukan di pabrik sendiri.

4. Menentukan penjadwalan ulang produksi atau pembatalan atas suatu jadwal produksi yang sudah direncanakan. Apabila kapasitas produksi yang sudah ada tidak mampu memenuhi pesanan yang telah dijadwalkan pada waktu yang telah ditentukan, maka MRP dapat memberikan indikasi untuk melakukan rencana ulang penjadwalan produksi . rencana ulang ini akan dapat dilakukan setelah adanya kesepakatan penyerahannya. Jika kesepakatan ini tidak dapat dicapai, maka berarti bahwa pembatalan atas suatu pemesanan terpaksa dilakukan. Dengan demikian MRP mempu memberikan indikasi tindakan yang perlu dilakukan apabila terjadi ketidakseimbangan antara permintaan dan kemampuan yang dimiliki.


(27)

2.5. Konsep Dasar Manajemen Permintaan

Pada dasarnya manajemen permintaan (demand management) didefinisikan sebagai suatu fungsi pengelolaan dari semua permintaan produk untuk menjamin bahwa penyusun jadwal induk (master scheduler) mengetahui dan menyadari semua permintaan produk itu. Manajemen permintaan akan menjaring informasi yang berkaitan dengan peramalan (forecasting), order entry, order promising,

branch warehouse requirements, pesanan antar pabrik (interplant orders), dan kebutuhan untuk service parts, seperti; suku cadang untuk pemeliharaan peralatan, keperluan-keperluan untuk bagian riset dan pengembangan produk. Secara garis besar aktivitas-aktivitas dalam manajemen permintaan dapat dikategorikan ke dalam dua aktivitas utama, yaitu; (1) pelayanan pesanan (order service) dan (2) peramalan (forecasting) seperti ditunjukan dalam Gambar 2.2.

PERAMALAN (TIDAK PASTI)

PELAYANAN PESANAN (PASTI)

MANAJEMEN PERMINTAAN

Gambar 2.1. Aktivitas Utama dalam Manajemen Permintaan

Dari Gambar 2.1. tampak bahwa aktivitas pelayanan pesanan (order service) bersifat pasti (certain), sedangkan aktivitas peramalan (forecasting) bersifat tidak pasti (uncertain).

Pada dasarnya pelayanan pesanan (order service) merupakan suatu proses yang mencakup aktivitas-aktivitas penerimaan pesanan, pemasukan pesanan (order


(28)

16

entry), serta membuat janji kepada pelanggan (order promising) berkaitan dengan produk dari perusahaan. Proses pelayanan pesanan termasuk pula penerjemahan apa yang diinginkan oleh pelanggan (customers) ke dalam bentuk-bentuk yang digunakan oleh pihak pembuat produk (manufacturer) atau pihak distributor. Pelayanan pesanan pada dasarnya bertanggung jawab untuk menanggapi kebutuhan pelanggan dan berinteraksi dengan penyusun jadwal induk (master scheduler) guna menjamin ketersediaan produk.

Aktivitas peramalan merupakan suatu fungsi bisnis yang berusaha memperkirakan penjualan dan penggunaan produk sehingga produk-produk itu dapat dibuat dalam kuantitas yang tepat. Dengan demikian peramalan merupakan suatu dugaan terhadap permintaan yang akan datang berdasarkan pada beberapa variabel peramalan, sering berdasarkan data deret waktu historis. Peramalan dapat menggunakan teknik-teknik peramalan yang bersifat formal dan informal. Aktivitas peramalan ini biasa dilakukan oleh Departemen Pemasaran dan hasil-hasil dari peramalan ini sering disebut sebagai ramalan penjualan (sales forecasts).

Berdasarkan uraian diatas, kita mengenal dua sumber utama yang berkaitan dengan informasi permintaan produk, yaitu; (1) ramalan terhadap produk independent demand yang bersifat tidak pasti (uncertain), dan (2) pesanan-pesanan (orders) yang bersifat pasti (certain). Pesanan-pesanan (orders) yang bersifat pasti ini antara lain; pesanan pelanggan (customer orders), alokasi tertentu untuk area geografis (geographic area allocations), service or spare parts and samples, distribution center demands (or branch warehouse demands). Dalam beberapa industrin manufaktur, kebutuhan-kebutuhan untuk pusat distribusi (distribution center demands) dan operasi antarpabrik (interplant demands) ditangani secara terpisah.

Bagian penjualan biasanya melakukan perencanaan (sales planning) berdasarkan hasil-hasil ramalan penjualan (sales forecasts), sehingga informasi yang dikirim dari bagian penjualan ke bagian production planning and inventory control (PPIC) seyogianya memisahkan antara permintaan yang dkembangkan berdasarkan


(29)

rencana penjualan (sales plan) yang umumnya masih bersifat tidak pasti dan pesanan-pesanan (orders) yang bersifat pasti. Dengan demikian nantinya akan terdapat dua kategori utama dalam manajemen permintaan yaitu; (1) permintaan berdasarkan rencana penjualan (sales plan) atau ramalan penjualan (sales forecast) yang bersifat tidak pasti, dan (2) pesanan-pesanan (orders) yang bersifat pasti.

Dalam industri manufaktur dikenal adanya dua jenis permintaan yang sering disebut sebagai: independent demand dan dependent demand, yang merupakan salah satu konsep terpentng dalam master planning. Pada dasarnya dependent demand didefinisikan sebagai permintaan terhadap material, parts atau produk yang terkait langsung dengan atau diturunkan dari struktur bill of material (BOM) untuk produk akhir atau untuk item tertentu. Permintaan untuk material, parts atau produk yang diturunkan dari struktur bill of material, harus dihitung dan tidak boleh diramalkan.

Sebaliknya independent demand didefinisikan sebagai permintaan terhadap material, parts tau produk, yang bebas atau tidak terkait langsung dengan struktur

bill of material untuk produk akhir atau item tertentu. Permintaan untuk produk akhir, parts atau produk yang digunakan untuk percobaan pengujian produk itu, dan suku cadang (spare parts) untuk pemeliharaan, digolongkan kepada independent demand merupakan obyek untuk peramalan.

2.6. Konsep Dasar Sistem Peramalan dalam Manajemen Permintaan

Pada dasarnya terdapat sembilan langkah yang harus diperhatikan untuk menjamin efektivitas dan efisiensi dari sistem peramalan dalama manajemen permintaan, yaitu:

1. Menentukan tujuan dari peramalan.

2. Memilih item independent demand yang akan diramalkan.

3. Menentukan horizon waktu dari peramalan (jangka pendek, menengah atau panjang).


(30)

18 5. Memperoleh data yang dibutuhkan untuk melakukan peramalan.

6. Validasi model peramalan. 7. Membuat peramalan.

8. Implementasi hasil-hasil peramalan. 9. Memantau keandalan hasil peramalan.

Tujuan utama dari peramalan dalam manajemen permintaan adalah untuk meramalkan permintaan dari item-item independent demand di masa yang akan datang. Selanjutnya dengan mengkombinasikannya dengan pelayanan pesanan (order service) yang bersifat pasti, kita dapat mengetahui total permintaan dari suatu item atau suatu produk agar memudahkan manajemen produksi dan inventori. Perencanaan produksi dan inventori, termasuk kapasitas dan sumber daya lainnya dalam industri manufaktur, seyogianya mengacu kepada data total permintaan produk di masa yang akan datang. Dengan demikian jelas bahwa tujuan utama peramalan dalam manajemen permintaan adalah untuk mencapai efektivitas dan efiseinsi dari manajemen produksi dan inventori dalam industri manufaktur.

2.7. Dinamika MRP

Daftar kebutuhan bahan dan rencana kebutuhan bahan berubah dengan terjadinya perubahan dengan terjadinya perubahan desain, jadwal dan proses produksi. Apalagi, perubahan terjadi pada kebutuhan bahan ketika jadwal produksi induk dimodifikasi. Terlepas dari apapun penyebab perubahannya, model MRP dapat disesuaikan untuk mecerminkan perubahan ini. Dengan demikian, sebuah jadwal kebutuhan yang terus diperbaharui dapat dibuat.

Karena perubahan yang terjadi dalam data MRP, proses menghitung ulang kebutuhan MRP sekitar seminggu sekali merupakan hal yang biasa. Untungnya kekuatan utama MRP adalah kemampuan perencanaan ulang yang tepat waktu dan akurat. Meski demikian banyak perusahaan tidak ingin bereaksi terhadap penjadwalan atau perubahan jumlah yang kecil, sekalipun mereka menyadarinya. Perubahan yang sering ini menghasilkan kegelisahan sistem (system nervousness); jika diterapkan dapat menciptakan malapetaka pada departemen pembelian dan


(31)

produksi. Sebagai konsekuensi, personel MO mengurangi kegelisahan seperti ini dengan mengevaluasi kebutuhan dan dampak perubahan sebelum mengajukan permintaan ke departemen lain. Terhadap dua alat bantu yang dapat menolong ketika berusaha mengurangi kegelisahan sistem MRP

Alat bantu yang pertama adalah pagar waktu. Pagar waktu (time fences) memungkinkan sebuah segmen jadwal induk dirancang sebagai “tidak untuk

dijadwalkan ulang”. Segemen jadwal induk ini tidak akan diubah selama terjadi

regenerasi jadwal secara berkala. Alat yang kedua adalah pegging. Pegging berarti menelusuri BOM ke atas mulai dari komponen hingga kebarang induk. Dengan melakukan pegging ke atas, perencana produksi dapat menentukan penyebab munculnya kebutuhan dan membuat keputusan mengenai keharusan pengubahan jadwal.

Dengan MRP, manajer operasi dapat bereaksi terhadap dinanika dunia nyata. Seberapa sering manajer mengharapkan perubahan pada perusahaan tersebut. Keputusan profesional diperlukan. Lebih dari itu, jika kegelisahan disebabkan oleh perubahan yang sah, maka respons yang sesuai mungkin dengan menyelidiki lingkungan produksi bukan dengan penyesuaian melalui MRP.

2.8. Penyusunan MRP

Penetapan jumlah unit yang dipesan dapat dilakukan dengan mempergunakan beberapa metode. Russell dan Taylor (2000), Chase dkk. (2001), Heizer dan Render (2004), serta Krajewski dan Ritzman (2005) menyebutkan ada tiga macam metode penetapan jumlah unit yang harus dipesan (lot sizing rules). Ketiga metode itu adalah (a) Fixed Order Quantity (FOQ), (b) Periodic Order Quantity (POQ), dan

Lot For Lot (L4L).

1. Fixed Order Quantity (FOQ)

FOQ merupakan metode yang dimaksud untuk memelihara jumlah unit yang dipesan tetap sama. Jumlah yang dipesan dapat ditentukan secara intuitif, yaitu jumlah unit yang dipesan ditetapkan berdasarkan pengalaman manajer produksi


(32)

20 selama beberapa tahun terakhir. Dapat pula mempergunakan metode empiris, yaitu metode EOQ (Economic Order Quantity). Pada pendekatan intuitif, jumlah unit yang dipesan ditetapkan berdasarkan kebutuhan rata-rata selama beberapa tahun terakhir tanpa memperhitungkan biaya persediaan. Sedangkan pada pendekatan empiris, penentuan jumlah unit yang dipesan ditetapkan dengan memperhatikan biaya persediaan.

2. Periodic Order Quantity (POQ)

Pada penentuan unit pesanan berdasarkan periode tetap maka jumlah unit yang dipesan per order dapat saja berbeda dari setiap kali melakukan pemesanan, tetapi selang waktu penyampaian order tetap sama. Misalnya, pemesanan dilakukan setiap 1 bulan. Unit yang dipesan disesuaikan dengan kebutuhan periodik.

Unit menurut POQ

=

[

� ℎ � 1

] − [

� � ℎ� −1

]

Dengan formulasi perhitungan diatas maka pada akhir periode P, sediaan sama dengan nol. Dibandingkan dengan metode FOQ, sediaan pada akhir periode P belum tentu sama dengan nol. Terdapat kemungkinan digudang perusahaan akan tersisa sejumlah sediaan tertentu, atau pada titik waktu tertentu, sediaan tidak mecukupi kebutuhan.

3. Lot For Lot (L4L)

Pada metode ini unit yang diorder disesuaikan dengan jumlah kebutuhan bersih dalam periode yang bersangkutan. Sehubungan dengan itu, unit yang diorder dapat saja berbeda pada setiap waktu melakukan pemesanan. Pada setiap akhir periode terkait, sediaan yang ada sama dengan nol (tanpa sediaan).

L4L lot size

=

[

� ℎ � 1

] − [

� � ℎ� −1

]

Model L4L ini memiliki kesamaan dengan model kedua (POQ), yaitu jumlah unit yang diorder dapat saja bervariasi dari periode ke periode dan persediaan pada akhir periode sama dengan nol. Namun demikian, dijumpai perbedaan prinsip, bahwa pada periode POQ, waktu pemesanan terikat dengan waktu-waktu pemesanan yang


(33)

sudah dijadwalkan. Sedangkan pada L4L, waktu pemesanan tergantung pada Lead time.

Untuk menjelaskan pemakaian setiap metode yang disajikan di atas, berikut dikemukanan pemecahan atas kasus produk palu (Hummer) yang telah disebutkan di awal pembahasan ini.

2.1. Master Production Schedule (MPS)

Bulan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Kebutuhan 4000 5000 3000

Inventory Record menurut Tabel 2.1 menjelaskan: (a) Kebutuhan untuk setiap jenis komponen per unit keluaran, (b) persediaan yang ada di dalam perusahaan saat ini, dan (c) lead time setiap jenis komponen yang diperlukan. Berdasarkan informasi itu, maka dibut diagram pelaksanaan produksi berbasis waktu (time-basis product structure). Diagram dimaksud disajikan dalam Gambar 12.2. Gambar 12.2. tersebut menjelaskan bahwa komponen rakitan seluruhnya harus diterima pada awal minggu ke-1 untuk dirakit menjadi sebuah palu hulu besi dengan gagang kayu. Sehubungan denga itu, gagang kayu dan pen penguat harus dipesan masing-masing pada awal minggu ke-2 dan hulu besi pada awal minggu ke-3. Dengan demikian, semua komponen rakitan dapat dipenuhi secara tepat jadwal dan tepat jumlah. Pada akhirnya, proses pembuatan palu tersebut dapat diselesaikan tepat waktu.


(34)

22

1(2) 2(2) 3(2) 4(2) 1(3) 2(3)

Pen Penguat Gagang

Kayu Hulu Besi

Produk Akhir 2 Minggu

1 Minggu

1 Minggu

1 Minggu

Waktu dalam minggu (angka dalam kurung menunjukan bulan) Gambar 2.2. Diagram Pengerjaan Produk Berbasis Penahapan Waktu

Setelah mendapatkan informasi yang jelas dan lengkap mengenai jadwal induk produksi, status persediaan komponen sekarang ini, dan waktu pemesanan serta penerimaan komponen untuk menjamin pelaksanaan produksi secara tepat waktu, kita sudah dapat membuat perencanaan dan pengendalian material (Material Requirement Planning, MRP). Dalam Gambar 2.2 diperagakan pesanan yang jatuh tempo bulan maret (tepatnya, minggu ke-2 maret, maka semua komponen harus sudah diterima minggu pertama [1(3)] agar selesai dirakit pada minggu [2(3)]. Sehubungan dengan itu, pen penguat dan gagang kayu harus dipeesan sejak minggu ke-4 Februari [4(2)] sehingga dapat diterima minggu pertama maret (Lead time 1 minggu). Hulu besi harus dipesan dua minggu lebih awal (lead time 2 minggu), yaitu minggu ke-3 Februari [3(2)]. Lebih lanjut, analisis dipindahkan ke Tabel 2.2. Pesanan untuk juli dan oktober dibuat dengan cara yang sama diatas.

Ada lima pertanyaan mendasar yang harus dijawab dalam membuat analisis MRP, yaitu sebagai berikut.


(35)

a. Kebutuhan total, yaitu hasil kali antara target produksi dalam Master Production Schedule dengan unit komponen bersangkutan yang diperlukan untuk menyelesaikan satu unit keluaran menurut Bill of Material.

b. Sediaan yang ada digudang atau dalam perusahaan.

c. Kebutuhan neto, yaitu selisih antara kebutuhan total dengan sediaan yang ada.

d. Jadwal penerimaan pesanan material. e. Proyeksi penyampaian pesanan material.

Tabel 2.2. MRP Pembuatan Produk Palu (Hummer)

Master Production Schedule (MPS)

Bulan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Kebutuhan 4000 5000 3000

Jadwal Bulan 1 2 3

Minggu 1 2 3 4 1 2 3 4

Palu LT=1 Minggu

Kebutuhan

Total 4000

Sediaan 0 0 0 0 0 0 0

Kebutuhann

Netto 4000

Penerimaan

Pesanan 4000

Pengiriman

Pesanan 4000

Hulu Besi LT=2 Minggu

Kebutuhan

Total 4000

Sediaan 50 50 50 50 50 50 Kebutuhan

Netto 3950

Penerimaan

Pesanan 3950

Pengiriman


(36)

24

Gagang Kayu LT=1 Minggu

Kebutuhan

Total 4000

Sediaan 30 30 30 30 30 30 Kebutuhann

Netto 3970

Penerimaan

Pesanan 3970

Pengiriman

Pesanan 3970

Pen Penguat

LT=2 Minggu

Kebutuhan

Total 8000

Sediaan 100 100 100 100 100 100 Kebutuhan

Netto 7900

Penerimaan

Pesanan 7900

Pengiriman

Pesanan 7900

Penyelesain diatas berdasarkan model L4L dan hanya menyajikan data hanya sampai bulan ke-3. Pembatasan ini ditempuh karena halaman tidak memedai untuk mengemukanan seluruhnya secara utuh. Pada bulan ke-2 dan ke-3, dilakukan pembagian satuan waktu dalam minggu. Ini dilakukan karena lead time dinyatakan dalam satuan minggu sehingga dalam tabel analisis satuan minggu tersebut harus dinyatakan dengan jelas. Untuk kebutuhan pada bulan ke-3, penerimaan material harus pada minggu ke-1.komponen terdiri dari hulu besi, gagang kayu dan pen penguat, yang diterima pada minggu ke-1, akan dirakit, dicet, diberi merek dan dikemas selama satu minggu sehingga produk palu dapat diselesaikan pada minggu ke-2 dalam bulan ke-3. Komponen hulu besi karena memiliki lead time dua minggu, maka pemesanan harus dilakukan dua minggu sebelumnya, dalam hal ini, minggu ke-3 bulan Februari. Komponen lainnya yaitu gagang dan pen penguat memiliki

lead time satu minggu, sehingga masing-masing komponen harus dipesan satu minggu sebelumnya. Selanjutnya, untuk pelaksanaan produksi dalam bulan ke-7


(37)

dan ke-10, memerlukan pembagian satuan waktu dalam minggu untuk bulan ke-6 dan ke-7 serta bulan ke-9 dan ke-10. Proses penyelesaian sama dengan bulan ke-3.

2.9. Teknik-teknik Lot Sizing

Menurut Ginting (2007) Lot Sizing merupakan suatu teknik yang digunakan untuk menentukan ukuran kuantitas pemesanan. Ada dua cara pendekatan dalam menyelesaikan masalah lot sizing, yaitu pendekatan period by period dan level by level. Satu-satunya teknik lot sizing yang menggunakan pendekatan period by period yang ada sekarang adalah pendekatan koefisien (coeffieient approach). Pendekatan koefisien ini mempunyai kinerja yang lebih baik dari pada teknik-teknik lot sizing yang menggunakan pendekatan level by level. Akan tetapi pendekatan koefisien ini sangat sulit untuk diterapkan dalam MRP, sebab proses MRP yang ada sekarang dilaksanakan dengan level by level. Oleh karena itu teknik-teknik lot sizing yang menggunakan pendekatan level by level masih tetap digunakan dalam menentukan ukuran kwantitas pemesanan pada MRP.

Ada 9 buah teknik lot sizing yang menggunakan level by level yang dapat diterapkan pada MRP, yaitu:

1. Jumlah Pesanan Tetap (Fixed Order Quantity)

2. Jumlah Pesanan Ekonomis (Economic Order Quantity) 3. Jumlah Pesanan atas Dasar Periode (Perio Order Quantity) 4. Lot For Lot

5. Kebutuhan dengan Periode Tetap (Fixed Period Requirement) 6. Ongkos Unit Terkecil (Least Unit Cost)

7. Ongkos Total Terkecil (Least Total Cost)

8. Penyeimbangan Periode (Part Period Balancing) 9. Algoritma Wagner-Within


(38)

26

Bab 3

Kerangka Penelitian

3.1. Flow Chart Penelitian

Flow chart Penelitian merupakan langkah yang harus dilakukan dalam melakukan penelitian diperusahaan dan juga pengolahan hasil dari penelitian. Berikut ini merupakan langkah yang dilakukan penulis di PT Primarindo Asia Infrastructure, Tbk.

Gambar 3.1. Flow Chart Penelitian Mulai

Identifikasi Masalah Persediaan Bahan Baku di PT Primarindo Asia Infrastructure. Tbk

Tujuan Penelitian:

 Menerapkan metode persediaan Material Requirement Planning (MRP) dalam pengendalian persediaan di PT Primarindo Asia Infrastructure, Tbk.

Pengumpulan Data MRP: Data Standar Kebutuhan Per Order untuk 5 model

sepatu Tomkins “Storm Junior, Phillips Junior, Peabody Women, Adaline Women dan Hellion

Junior”

Pengolahan Data: a. Struktur Produk Sepatu Tomkins 5 model b. Menentukan Material Requirement Planning (MRP) dengan Teknik Lot For Lot

Analisis

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Studi Lapangan


(39)

3.2. Langkah-langkah Penelitian 1. Mulai

Memulai penelitian 2. Studi Lapangan

Mempelajari persedian bahan baku diperusahaan. 3. Identifikasi Masalah

Mengidentifikasi masalah persediaan bahan baku yang terdapat perusahaan yang telah ada dari studi lapangan maupun literatur mengenai kekurangan dari perusahaan mengenai persedian bahan baku.

4. Studi Literatur

Mempelajari mengenai metode yang digunakan oleh perusahaan dalam melakukan persedian bahan baku untuk proses produksi (kegunaan serta kekurangan).

5. Tujuan Penelitian

 Menerapkan metode persediaan Material Requirement Planning (MRP) dalam pengendalian persediaan di PT Primarindo Asia Infrastructure, Tbk. 6. Pengumpulan Data MRP

Informasi yang didapatkan dalam studi lapangan dan studi literatur sebelumnya dapat dijadikan referensi yaitu standar kebutuhan per order untuk 5 model sepatu Tomkins “strom junior, phillips junior, peabody women, adaline women

dan hellion junior”. 7. Pengolahan Data

a. Struktur Produk 5 model sepatu Tomkins “strom junior, phillips junior, peabody women, adaline women dan hellion junior”.

Struktur produk 5 model sepatu Tomkins Tomkins “strom junior, phillips

junior, peabody women, adaline women dan hellion junior” ini merupakan bagian-bagian pembentuk dan juga kebutuhan material yang diperlukan dari setiap bagian tersebut sehingga menjadi produk jadi 5 model sepatu Tomkins

b. Menentukan Material Requirement Planning (MRP) dengan Teknik Lot For Lot


(40)

28

Material Requirement Planning (MRP) dengan Teknik Lot For Lot ini merupakan perencanaan kebutuhan material, pada metode ini unit yang diorder disesuaikan dengan jumlah kebutuhan bersih dalam periode yang bersangkutan.

8. Analisis

Pengolahan data yang sudah dilakukan maka selanjutnya analisis agar sistematika dari pengolahan data tersebut dapat diketahui dengan jelas dan dapat teridentifikasi jika terjadi kesalahan dalam pengolahan data.

9. Kesimpulan

Identifikasi yang dilakukan pada tahap analisis akan memberikan informasi mengenai hasil pengolahan data yang telah dibuat. Apabila penelitian yang dilaksanakan sudah memenuhi kriteria dan mencapai tujuan dari penelitian tersebut, maka penelitian dikatakan berhasil atau diterima.

10. Selesai.


(41)

FOR 5 MODELS TOMKINS SHOES

IN

PT PRIMARINDO ASIA INFRASTRUCTURE, TBK

USULAN PERBAIKAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU

PEMBUATAN 5 MODEL SEPATU TOMKINS

DI PT PRIMARINDO ASIA INFRASTRUCTURE, TBK

� ��� �� ,

Program Studi Teknik Industri, Universitas Komputer Indonesia, Bandung Jl. Dipati Ukur No 112-116 40132, Telp (022) 2504119, Fax (022) 2533754

Email: Choerulhafidz@gmail.com

Abstrak - PT Primarindo Asia Infrastructure, Tbk merupakan perusahaan yang bergerak dibidang industri alas kaki. Produksi mempunyai hubungan yang sangat erat diperusahaan, seiring dengan semakin meningkatkan order sepatu. Perusahaan berusaha meningkatkan kapasitas produksinya agar lantai produksi dapat memproduksi sepatu sesuai dengan order. Sistem perencanaan kebutuhan material (MRP) sudah dikenal secara luas dan menjadi metode yang paling efektif digunakan dalam pengendalian persediaan. Teknik perencanaan kebutuhan material (Material

Requirement Planning) digunakan untuk perencanaan dan pengendalian item barang (komponen) yang tergantung pada

item-item tingkat (level) yang lebih tinggi. Pengolahan data yang dilakukan dengan menerapkan Material Requirement Planning (MRP) untuk pengendalian perencaan kebutuhan material dengan teknik Lot For Lot dengan mencari kebutuhan material 5 model sepatu Tomkins yaitu storm junior, phillips junior, peabody women, adaline women dan hellion junior. Dengan melihat hasil pengolahan data dan analisis dapat diketahui bahwa adanya lead time untuk pemesanan material dan juga penempatan kebutuhan material setiap model. Proses produksi dapat berjalan seperti yang telah dijadwalkan tanpa adanya kekurangan dan keterlambatan material.

Kata Kunci: Material Requirement Planning (MRP), Lot For Lot, Lead Time.

Abstract - Primarindo Asia Infrastructure, Tbk is a company engaged in the industry of footwear. The production has a very tight relationship inside, along with increasing order shoes. The company attempted to boost its production capacity in order to the production floor can produce shoes in accordance with order. Material requirements planning system (MRP) was already widely known and be the most effective method used in inventory control. Material requirements planning techniques (Material Requirement Planning) are used for planning and control of the goods items (components) that depends on the items your level (level) higher. The data processing is done by applying the Material Requirement Planning (MRP) for control of American material needs with techniques of Lot For Lot by searching for the material needs of 5 models of shoes Tomkins i.e. storm junior junior, phillips, the peabody women,

adaline women and hellion junior. By looking at the results of the data processing and analysis can be well known that the presence of lead time for ordering materials and also the placement of the material needs of each model. The production process can proceed as scheduled without any material shortcomings and delays.

Keywords: Material Requirement Planning (MRP), Lot For Lot, Lead Time.

I. PENDAHULUAN

Manajemen persediaan di PT Primarindo Asia Infrastructure, Tbk meliputi setiap aktivitas yang menjaga agar tingkat persediaan tetap sesuai dengan order. Pada kenyataannya sering terjadinya kekurangan ketersediaan material, karena kebijakan dalam pengendalian persediaan diperusahaan yaitu

memberikan material sesuai order dan standar kebutuhan material yang diperlukan.

Kebijakan ini mengakibatkan jika terdapat kesalahan dan kekurangan material pada produksi akan mengakibatkan proses produksi yang direncanakan tersebut terhenti dan order ulang material, sedangkan ketersediaan digudang bahan baku belum tentu ada ketersediaannya. Adanya 2 lokasi manajemen


(42)

perusahaan antara pembuatan produk sepatu yang terletak di Bandung, sedangkan pusat manajemen pengatur order sepatu perusahaan yang terletak di Jakarta.

Perhitungan kebutuhan material yang dilakukan pihak development di Bandung sesuai dengan setiap model sepatu, diberikan kepada pihak manajemen di Jakarta sesuai order yang diminta. Jika dengan adanya proses order ulang material memerlukan proses yang memerlukan waktu cukup lama karena keterkaitan dengan kebijakan perusahaan antara manajemen perusahaan di Bandung dan Jakarta, dan juga dengan waktu lama tersebut dapat mempengaruhi proses produksi yang terhenti karena tidak adanya ketersediaan material.

Sehubungan dengan ini penulis merusmuskan permasalahan sebagai berikut, Bagaimana pengendalian persedian bahan baku untuk 5 Model sepatu Tomkins di PT Primarindo Asia Infrastructure, Tbk?

Sesuai dengan perumusan masalah maka tujuan dari penelitian ini adalah Menerapkan metode persediaan Material Requirement Planning (MRP) dalam pengendalian persediaan di PT Primarindo Asia Infrastructure, Tbk.

II. STUDI LITERATUR A. Bahan Baku

Bahan baku atau yang lebih dikenal dengan sebutan

Raw Material merupakan bahan mentah yang akan

diolah menjadi barang jadi sebagai hasil utama dari perusahaan yang bersangkutan (indrajit dan Djokopranoto, 2003).

B. Persediaan

Persediaan merupakan salah satu unsur paling aktif dalam operasi perusahaan yang secara kontinu diperoleh, diubah, kemudian dijual kembali (Rangkuti, 2004). Pada dasarnya persediaan akan mempermudah jalannya operasi perusahaan pabrik yang harus dilakukan secara berturut-turut untuk memproduksi barang-barang dan menyampaikan kepada konsumen. C. Definisi Perencanaan Kebutuhan Material

(MRP)

Sistem perencanaan kebutuhan material (MRP) sudah dikenal secara luas dan menjadi metode yang paling efektif digunakan dalam pengendalian persediaan. Teknik perencanaan kebutuhan material (Material Requirement Planning) digunakan untuk perencanaan dan pengendalian item barang (komponen) yang tergantung pada item-item tingkat (level) yang lebih tinggi. Tujuan MRP adalah menentukan kebutuhan dan jadwal, untuk pembuatan komponen-komponen dan subassembling-subassembling atau pembelian material untuk memenuhi kebutuhan yang telah ditetapkan selelumnnya oleh MPS. Jadi MRP menggunakan MPS untuk memproyeksikan kebutuhan akan jenis-jenis komponen (component parts) (Rosnani Ginting, 2007).

D. Teknik-teknik Lot Sizing

Menurut Ginting (2007) Lot Sizing merupakan suatu teknik yang digunakan untuk menentukan ukuran kuantitas pemesanan. Ada dua cara pendekatan dalam menyelesaikan masalah lot sizing, yaitu pendekatan

period by period dan level by level. Satu-satunya teknik

lot sizing yang menggunakan pendekatan period by period yang ada sekarang adalah pendekatan koefisien (coeffieient approach). Pendekatan koefisien ini mempunyai kinerja yang lebih baik dari pada teknik-teknik lot sizing yang menggunakan pendekatan level by level. Akan tetapi pendekatan koefisien ini sangat sulit untuk diterapkan dalam MRP, sebab proses MRP yang ada sekarang dilaksanakan dengan level by level. Oleh karena itu teknik-teknik lot sizing yang menggunakan pendekatan level by level masih tetap digunakan dalam menentukan ukuran kwantitas pemesanan pada MRP.

E. Lot For Lot (L4L)

Pada metode ini unit yang diorder disesuaikan dengan jumlah kebutuhan bersih dalam periode yang bersangkutan. Sehubungan dengan itu, unit yang diorder dapat saja berbeda pada setiap waktu melakukan pemesanan. Pada setiap akhir periode terkait, sediaan yang ada sama dengan nol (tanpa sediaan).

Model L4L ini memiliki kesamaan dengan model kedua (POQ), yaitu jumlah unit yang diorder dapat saja bervariasi dari periode ke periode dan persediaan pada akhir periode sama dengan nol. Namun demikian, dijumpai perbedaan prinsip, bahwa pada periode POQ, waktu pemesanan terikat dengan waktu-waktu pemesanan yang sudah dijadwalkan. Sedangkan pada L4L, waktu pemesanan tergantung pada Lead time.

Untuk menjelaskan pemakaian setiap metode yang disajikan di atas, berikut dikemukanan pemecahan atas kasus produk palu (Hummer) yang telah disebutkan di awal pembahasan ini.

2.1. Master Production Schedule (MPS)

Bulan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Kebutuhan 4000 5000 3000

Inventory Record menurut Tabel 2.1 menjelaskan: (a) Kebutuhan untuk setiap jenis komponen per unit keluaran, (b) persediaan yang ada di dalam perusahaan saat ini, dan (c) lead time setiap jenis komponen yang diperlukan. Berdasarkan informasi itu, maka dibut diagram pelaksanaan produksi berbasis waktu (time

-basis product structure). Diagram dimaksud disajikan dalam Gambar 12.2. Gambar 12.2. tersebut menjelaskan bahwa komponen rakitan seluruhnya harus diterima pada awal minggu ke-1 untuk dirakit menjadi sebuah palu hulu besi dengan gagang kayu. Sehubungan denga itu, gagang kayu dan pen penguat harus dipesan masing-masing pada awal minggu ke-2 dan hulu besi pada awal minggu ke-3. Dengan demikian, semua komponen rakitan dapat dipenuhi secara tepat jadwal dan tepat jumlah. Pada akhirnya,


(43)

1(2) 2(2) 3(2) 4(2) 1(3) 2(3) Pen Penguat Gagang Kayu Hulu Besi Produk Akhir 2 Minggu 1 Minggu 1 Minggu 1 Minggu

Waktu dalam minggu (angka dalam kurung menunjukan bulan)

Gambar 2.2. Diagram Pengerjaan Produk Berbasis Penahapan Waktu

Setelah mendapatkan informasi yang jelas dan lengkap mengenai jadwal induk produksi, status persediaan komponen sekarang ini, dan waktu pemesanan serta penerimaan komponen untuk menjamin pelaksanaan produksi secara tepat waktu, kita sudah dapat membuat perencanaan dan pengendalian material (Material Requirement

Planning, MRP). Dalam Gambar 2.2 diperagakan

pesanan yang jatuh tempo bulan maret (tepatnya, minggu ke-2 maret, maka semua komponen harus sudah diterima minggu pertama [1(3)] agar selesai dirakit pada minggu [2(3)]. Sehubungan dengan itu, pen penguat dan gagang kayu harus dipeesan sejak minggu ke-4 Februari [4(2)] sehingga dapat diterima minggu pertama maret (Lead time 1 minggu). Hulu besi harus dipesan dua minggu lebih awal (lead time 2 minggu), yaitu minggu ke-3 Februari [3(2)]. Lebih lanjut, analisis dipindahkan ke Tabel 2.2. Pesanan untuk juli dan oktober dibuat dengan cara yang sama diatas.

Ada lima pertanyaan mendasar yang harus dijawab dalam membuat analisis MRP, yaitu sebagai berikut.

a. Kebutuhan total, yaitu hasil kali antara target produksi dalam Master Production Schedule

dengan unit komponen bersangkutan yang diperlukan untuk menyelesaikan satu unit keluaran menurut Bill of Material.

b. Sediaan yang ada digudang atau dalam perusahaan.

c. Kebutuhan neto, yaitu selisih antara kebutuhan total dengan sediaan yang ada. d. Jadwal penerimaan pesanan material. e. Proyeksi penyampaian pesanan material.

Sepatu Tomkins

Standar kebutuhan material per order merupakan standar yang digunakan oleh PT Primarindo Asia Infrastructure, Tbk untuk membuat sepatu. Standar ini dibuat oleh departemen development, diperhitungkan dari mulai banyak order, material yang digunakan, standar bagi setiap pasang sepatu dan berapa banyak material yang digunakan per model sepatu.

Berikut ini merupakan model sepatu Tomkins yang diproduksi pada bulan April berdasarkan order status,

production date 14-15 Maret 2015.

1. Standar Kebutuhan Material per Order untuk Sepatu Tomkins “Storm Junior”

Tabel 4.1. Standar Kebutuhan Material per Order untuk Strom Junior


(44)

2. Standar Kebutuhan Material per Order untuk Sepatu Tomkins “Phillips Junior”

3. Standar Kebutuhan Material per Order untuk Sepatu Tomkins “Paebody Women”

4. Standar Kebutuhan Material per Order untuk Sepatu Tomkins “Adaline Women”

5. Standar Kebutuhan Material per Order untuk Sepatu Tomkins “Hellion Junior”

1. Stuktur Produk Sepatu Tomkins

PT Primarindo Asia Infrastructure, Tbk merupakan industri perakitan yang menghasilkan sepatu sebagai produknya. Hal ini tentunya perusahaan memerlukan beberapa komponen penyusun dalam menghasilkan produk sepatu. Untuk membuat model-model diperlukan bagian Upper dan Sole. Upper merupakan bagian atas dari sepatu, sedangkan sole merupakan bagian bawah atau alas sepatu. Berikut ini merupakan struktur produk pembentuk sepatu yang terdapat di PT Primarindo Asia Infrastructure, Tbk.

a. Stuktur Produk Sepatu Tomkins “Storm Junior”


(45)

b. Stuktur Produk Sepatu Tomkins “Peabody Women”

c. Stuktur Produk Sepatu Tomkins “Adaline Women”


(46)

b. Material Pembentuk Sepatu Tomkins Sesuai dengan Standar Kebutuhan per Order

Material pembentuk ini sesuai dengan standar kebutuhan material per order untuk setiap model sepatu. Material ini berdasarkan jenis material yang sama dari part name atau nama bagian dari sepatu yang dibutuhkan untuk memproduksi pasang sesuai dengan order. Berikut ini merupakan material pembentuk sepatu sesuai dengan model dipengumpulan data. a. Material Pembentuk Sepatu Tomkins Sesuai

dengan Standar Kebutuhan per Order “Storm

Junior”

b. Material Pembentuk Sepatu Tomkins Sesuai

dengan Standar Kebutuhan per Order “Phillips Junior”

c. Material Pembentuk Sepatu Tomkins Sesuai

dengan Standar Kebutuhan per Order “Peabody Women”

d. Material Pembentuk Sepatu Tomkins Sesuai

dengan Standar Kebutuhan per Order “Adaline Women”

e. Material Pembentuk Sepatu Tomkins Sesuai

dengan Standar Kebutuhan per Order “Hellion Junior”

c. Klasifikasi Gabungan Material Sesuai dengan Standar Kebutuhan per Order dari Setiap Model

Klasifikasi gabungan material utama merupakan seluruh material dari semua model sepatu dari pengumpulan (storm junior, phillips junior, peabody women, adaline women dan hellion junior) data yang sesuai dengan standar kebutuhan material per order.


(47)

d. Penjadwalan Produksi Induk (MPS)

Penjadwalan produksi induk (MPS) dimaksudkan untuk pengendalian material yang diperlukan untuk memenuhi order. Master Production Schedule ini dipakai sesuai dengan jenis material yang sama dari setiap model sepatu storm junior, phillips junior, peabody women, adaline women dan hellion junior) . Jam kerja produksi = ± 4 Jam/ModelSepatu

Target produksi = 300 pasang/jam

Tabel 4.12. Master Production Schedule (MPS) Sepatu

Tomkins “Storm Junior”

Bulan Maret

Tanggal 11 12 13 14 15 16 17 18 19

Kebutuhan 2004

Tabel 4.13. Master Production Schedule (MPS) Sepatu

Tomkins “Phillips Junior”

Bulan Maret

Tanggal 11 12 13 14 15 16 17 18 19

Kebutuhan 3000

Bulan Maret

Tanggal 11 12 13 14 15 16 17 18 19

Kebutuhan 2004

Tabel 4.15. Master Production Schedule (MPS) Sepatu

Tomkins “Adaline Women”

Bulan Maret

Tanggal 11 12 13 14 15 16 17 18 19

Kebutuhan 3000

Tabel 4.16. Master Production Schedule (MPS) Sepatu

Tomkins “Hellion Junior”

Bulan Maret

Tanggal 11 12 13 14 15 16 17 18 19

Kebutuhan 3000

e. Material Requirement Planning (MRP) dengan Teknik Lot For Lot

Berdasarkan hasil penelitian di PT Primarindo Asia Infrastructure, Tbk perusahaan dalam membuat produk mengacu pada order yang diminta oleh bagian pemasaran. Pengendalian persedian material yang dilakukan oleh perusahaan untuk pemesanan dan pemberian material ke produksi sesuai dengan apa yang sudah dispesifikasikan oleh devolepment untuk setiap model sepatunya.

Atas dasar itu teknik pembuatan Material Requirement Planning yang sesuai dengan kasus diperusahaan yaitu dengan teknik lot for lot. Berikut ini adalah perhitungan Material Requirement Planning dari klasifikasi gabungan material seluruhnya dari setiap model sepatu storm junior, phillips junior, peabody women, adaline women dan hellion junior yang telah dibuat Master Production Schedule.

a. Material Requirement Planning (MRP) MERABORN 0.15 MM 44"

Berikut ini merupakan perhitungan MRP untuk meraborn 0.15 mm 44" material yang terdapat pada kelima model sepatu.

Tabel 4.23. Material Requirement Planning(MRP) Meraborn 0.15 mm 44"


(48)

b. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP) MERABORM 0.6 MM 44”

Berikut ini merupakan Material Requirement Planning

(MRP) meraborm 0.6 mm 44” yang terdapat pada kelima model sepatu.

Tabel 4.24. Material Requirement Planning (MRP)

Meraborm 0.6 Mm 44”

IV. KESIMPULAN DAN SARAN (1)Kesimpulan

a. Pada klasifikasi gabungan ini terdapat 14 komponen material yang sama dari kelima model sepatu dan 51 material yang beragam. Berikut ini merupakan nama 14 komponen material tersebut.

Tabel 5.1. Material yang sama dari Kelima Model

No Nama Material

1 MERABORN 0.15 MM 44" 2 MERABORN 0.6 MM 44"

3 FOAM MD (HARDNESS 65-75) 6 MM 44" 4 COSMO 130 G/M (PP16) 44"

5 BUJIKPO 1.3 MM 54"

6 SUPERTUFF 6700 0.6 MM 54" + S/T 7 CHEMISHEET 2.0 MM 36" 8 MERRY MESH 44"

9 POLY FLAT LACE (ASAHI) 8 MM

10 HEAT SEAL LABEL 28 X 22 MM

11 ZIGZAG 30 SPUM 3/PLY (2250) 12 VISA TERRY (reversed) 44" 13 TEXON 1.25 MM 40" X 54'

14 LEM PU

b. Struktur Produk Sepatu Tomkins

Struktur produk pembentuk sepatu Tomkins yang terdiri dari dua bagian utama yaitu:

a. Upper

Upper merupakan bagian atas sepatu yang terdiri dari material utama, lapisan (lining), Assesories

dan Tekstil sebagai pembentuknya. b. Sole

Sole merupakan bagian bawah atau alas sepatu yang terdiri dari insole, midsole dan outsole. Terdapat 5 struktur produk sepatu tomkins, diantaranya:

1. Struktur Produk model Storm Junior

Bagian upper storm junior terdapat 26 material dan bagian sole 6 material.

2. Struktur Produk model Phillips Junior

Bagian upper phillips junior terdapat 22 material dan bagian sole 6 material.

3. Struktur Produk model Peabody Women Bagian upper storm junior terdapat 25 material dan bagian sole 6 material.

4. Struktur Produk model Adaline Women Bagian upper storm junior terdapat 27 material dan bagian sole 6 material.

5. Struktur Produk model Hellion Junior

Bagian upper storm junior terdapat 21 material dan bagian sole 6 material.

c. Material Requirement Planning (MRP) dengan

Teknik Lot For Lot

Dari hasil pembuatan Material Requirement Planning (MRP) 65 material dari 5 model sepatu. Pembuatan 5 model sepatu Tomkins dengan menggunakan MRP tidak perlu adanya order ulang. Adanya lead time untuk pemesanan material dan juga penempatan kebutuhan material setiap model tersebut. Dapat dilakukan pengecekan material terlebih dahulu sesuai yang material yang diperlukan dan adanya waktu setup untuk material, agar proses produksi dapat berjalan seperti yang dijadwalkan tanpa adanya hambatan dan kekurangan material. Seperti dapat dilihat pada tabel 4.17 Pvc R-38 Emb - Poly Tc Backing (Tumbled) 1.2 Mm (Softness 2.5 -2.7) 54" diperlukan sebanyak 522,35 m.

Pada material sama dipakai oleh kelima model yang terdiri dari 14 material, pemesanan dapat dilakukan sesuai dengan waktu lead time yang diberikan. Kelima model sepatu ini merupakan awal produksi untuk order sepatu bulan april, dengan itu perencanan lima model ini mempengaruhi perencanaan dan penjadwalan material untuk model berikutnya agar proses produksi dapat berjalan dengan lancar. Bukan hanya itu dengan adanya perencanaan kebutuhan material sesuai keperluan, untuk menghindarkan terjadinya order ulang material yang dapat mempengaruhi proses produksi yang bisa terhenti, karena proses pemesanan ulang yang memerlukan waktu lama.


(1)

(2) Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di PT Primarindo Asia Infrastructure, Tbk terdapat beberapa hal yang dijadikan saran yaitu:

1. Dalam melakukan pengendalian persediaan bahan baku, perusahaan dapat menerapkan model Material Requiremen Planning (MRP). 2. Dalam menerapkan model MRP, sebaiknya

perusahaan menggunakan teknik Lot For Lot karena perusahaan memproduksi sesuai order yang diminta.

3. Dalam membuat MRP diklasifikasikan terlebih dahulu model sepatu yang mempunyai material utama yang sama, agar pada saat produksi tidak perlu membuang banyak waktu untuk setup material.

4. Dalam pengendalian persediaan bahan baku, perusahaan dapat mememberikan lead time untuk pemesanan bahan baku dan waktu setup untuk material setiap model sepatu agar tidak terjadi hambatan karena materialnya tidak lengkap.

5. Perusahaan dapat menjadikan struktur produk sepatu untuk mengetahui material yang diperlukan untuk membuat setiap model sepatu.

V. Daftar Pustaka

[1] Assauri, S. 1993. Manajemen Produksi. Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI.

[2] Gaspersz, Vincent (1998). Production Planning and Inventory Control (Berdasarkan Pendekatan Sistem Terintegrasi MRP II dan JIT) Menuju Manufacturing 21. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

[3] Ginting, Rosnani. 2007. Sistem Produksi. Yogyakarta: Graha Ilmu.

[4] Haming, Murdifin dan Nurnajamuddin, Mahfud. 2012. Manajemen Produksi Moderen (operasi manufakturing dan jasa). Jakarta: PT Bumi Aksara.

[5] Heizer, Jay dan Render, Barry. (2010). Operations Management. Jakarta: Salemba Empat. [6] Indrajit, Eko Richardus dan R. Djokopranoto.

2003. Manajemen Persediaan. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

[7] Rangkuti, Freddy. 2004. Manajen Persediaan Aplikasi di Bidang Bisnis. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

BIODATA PENULIS Penulis 1

Nama : Choerul Hafidz

Email : choerulhafidz@gmail.com

No. Telp : 081322118441

Penulis 2

Nama : Dr. Henny, S.T., M.T Prodi : Teknik Industri (UNIKOM) Email : hennyheri@gmail.gom


(2)

v

Kata Pengantar

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan berkah-Nya yang telah dicurahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul

USULAN PERBAIKAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PEMBUATAN 5

MODEL SEPATU TOMKINS DI PT PRIMARINDO ASIA

INFRASTRUCTURE, TBK”. Shalawat serta salam semoga tetap terlimpah dan

tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabat, tabi’in, dan para pengikutnya yang setia sampai akhir zaman.

Dalam menyelesiakan laporan tugas akhir, penulis tidak lepas dari bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua yang senantiasa memberikan kasih sayang yang berlimpah, doa, dan dukungan baik secara moril maupun materil.

2. Dr. Henny, S.T., M.T., sebagai Ketua Program Studi Teknik Industri Universitas Komputer Indonesia dan selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingannya dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 3. Alam Santosa, S.T., M.T., selaku dosen penguji yang telah memberikan

masukan dan saran dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

4. Ibu Julian Robecca, S.T., M.T., selaku koordinator Tugas Akhir dan juga selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

5. Seluruh dosen Teknik Industri UNIKOM yang memberikan pengetahuna – pengetahuna selama perkuliahan.


(3)

vi

6. Teh Sinta Kirana Puspa, A. Md., yang senantiasa membantu membuatkan surat ijin penelitain ini dan pelayanan adminitrasi lainya.

7. Bapak Mulyadi, selaku HRD yang telah mengizinkan penulis melaksanakan penelitian di PT Primarindo Asia Infrastructure, Tbk.

8. Bapak Nana Sujana, selaku Head Ware House, yang telah membimbing penulis diperusahaan dan membantu melakukan pencarian data yang diperlukan oleh penulis.

9. Kakak beserta keluarga yang selalu memberikan dukungan dan semangat. 10.Kawan seperjuangan Teknik Industri 2011 yang sudah memberikan

dukunganya, tetap kompak dan sukses.

11.Teman kosan Bara III 146 yang telah mendukung dan mengganggu saya selama mengerjakan tugas akhir.

12.Semua pihak yang belum disebutkan diatas karena keterbatasan penulis. Penulis menyadari bahwa laporan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan demi kesempurnaan penyusunan laporan ini. Semoga laporan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Bandung, Agustus 2015

Choerul Hafidz NIM. 1.03.11.021


(4)

i

Lembar Pengesahan

USULAN PERBAIKAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PEMBUATAN 5 MODEL SEPATU TOMKINS DI PT PRIMARINDO ASIA INFRASTRUCTURE, TBK

Choerul Hafidz NIM. 1.03.11.021

Telah disetujui dan disahkan di Bandung sebagai Laporan Tugas Akhir pada tanggal:

...

Menyetujui, Pembimbing

Dr. Henny, S.T., M.T. NIP. 4127.70.03.002

Dekan Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Ketua Program Studi Teknik Industri

Prof. Dr. Ir. Denny Kurniadie, M.Sc. Dr. Henny, S.T., M.T.


(5)

Daftar Riwayat Hidup

Nama : Choerul Hafidz

TTL : Bandung, 5 Mei 1993

Alamat : Kp. Manirancan RT 02/02 Ds. Rancakasumba Kec.

Solokan Jeruk Kab. Bandung

E-mail : choerulhafidz@gmail.com

No. Telp : 081322118441

Hobi :Olahraga terutama Basketball Gol. Darah : AB

Riwayat Pendidikan:

1. SDN Rancakasumba V : 1999-2005 2. SMPN 1 Solokan Jeruk : 2005-2008 3. SMAN 1 Majalaya : 2008-2011

4. Program Studi Teknik Industri UNIKOM 2011 – Sekarang

Riwayat Keorganisasian :

1. Pramuka SDN Rancakasumba V

2. Basketball SJONE SMPN 1 Solokan Jeruk 3. Basketball SMAJA SMAN 1 Majalaya

4. Staff Departemen Minat dan Bakat HMTI UNIKOM 2011

5. Asisten Laboratorium Bidang Pengembangan Bahan Ajar Lab. Praktikum Sistem Kerja dan Ergonomi 2012

6. Koordinator Kebidangan II HMTI UNIKOM 2013

7. Asisten Lab. Praktikum Sistem Kerja dan Ergonomi 2013

8. Kepala Bidang Kesejahteraan Mahasiswa IMTI Indonesia Zona Jawa-Barat 2014 9. Asisten Koordinator Lab. Statistika Industri 2014

Prestasi Akademik dan Non-Akademik:

1. Juara 3 CALISTUNG SDN Rancakasumba V se-Kecamatan 2. Juara 1 Basketball Bupati Cup 2010


(6)