Study Perencanaan Struktur Gedung Lantai (1)

Study Perencanaan Struktur Gedung Lantai Tinggi (Kantor PT. Halim Sakti Jl. HR Muhammad Surabaya) dengan Special Moment Resisting Frame ABSTRAK

Pada tahun 2003 telah terbit dua peraturan terbaru yaitu SNI 03-2847-2002 tentang Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung dan SNI 03- 1762-2002 tentang Tata Cara Perencanan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung. Dua peraturan ini berbeda dengan peraturan sebelumnya terutama dalam mendesain gedung dalam wilayah zone gempa tinggi. Perubahan peraturan ini dimaksud untuk meingikuti perkembangan ilmu dan tehnologi yang berkembang pesat dimana setelah kejadian gempa Northridge California tahun 1994 dan gempa Hyogoken – Nambu Kobe tahun 1995.Kedua peraturan ini mengambil ketentuan dan persyaratan dari UBC 1997 untuk pedoman ketahan gempa dan ACI 318 tahun 1999 dan ACI 318 – 1002 untuk pendetailan elemen struktur. Dengan memakai kedua peraturan tersebut perilaku struktur akibat gempa besar yang diperkirakan berulang dalam krun waktu 500 tahun dapat memberikan kenyamanan terhadap penghuni gedung.

Sesuai dengan judul skripsi ini penyusun bertujuan untuk lebih mengetahui tentang peraturan baru penulis mencoba mengetahui lebih dalam dengan mencoba merancang kembali gedung PT Halim Sakti Jl HR Muhamad Surabaya menggunakan peraturan baru tersebut dengan tujuan agar bisa menerapkan kedua peraturan .

”Special Moment resisting frame (SMRF)” atau disebut juga ”Sistem Rangka pemikul momen khusus (SRPMK)” yang di dalam peraturan Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung terbaru SNI 03-2847-2002, adalah salah satu sistem perhitungan struktur yang digunakan untuk merencanakan gedung bertingkat pada daerah zone gempa tinggi. Dan dalam perancangan bangunan gedung ini akan menggunakan sistem tersebut diatas.

Untuk memenuhi tujuan judul diatas, maka diasumsikan bahwa gedung tersebut didirikan pada zone gempa 5 diatas tanah lunak, sedangkan letak existing bangunan tersebut menurut peraturan gempa yang terbaru yaitu SNI 03-1726-2002, daerah Surabaya masuk dalam zone gempa 4 ( resiko gempa menengah).

Perancangan bangunan gedung ini dengan sistem ”Special Moment Resisting Frame” menggunakan peraturan SNI 03-2847-2002 untuk perhitungan struktur beton dan SNI 03-1762-2002 untuk Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa.

Kata kunci : SMRF, SNI 03-2847-2002, SNI 03-1726-2002, analisa static ekuivalen 3 dimensi sengan program bantu SAP 2000

PENDAHULUAN

Salah satu kriteria dalam merencanakan struktur bangunan bertingkat banyak atau Multi Storey Building adalah kekuatan dan perilaku yang baik pada struktur akibat beberapa tahapan pembebanan. Salah satu tahapan pembebanan yang kritis adalah pembebanan gempa. Akibat gempa bumi yang terjadi, struktur akan berespon

2 NEUTRON, Vol.3, No. 1, Februari 2003: 1-14

terhadap gaya yang bekerja padanya sesuai dengan tingkat kekakuan struktur tersebut hingga mencapai keruntuhannya.

Dalam perencanaan bangunan tahan gempa, struktur diharapkan dapat berespon dengan baik terhadap beban gempa yang bekerja pada struktur tersebut sehingga dapat menjamin bangunan tersebut tidak rusak karena gempa-gempa kecil dan gempa sedang serta tidak runtuh akibat gempa yang besar.

Pada tahun 2003 telah muncul peraturan baru yaitu SNI 03-2847-2002 tentang Tata cara perencanaan struktur beton untuk bangunan gedung. Peraturan ini berbeda dengan peraturan yang lama terutama tentang desain beton bertulang tahan gempa. Pada peraturan ini dikenalkan beberapa sistem perencanaan bangunan gedung tahan gempa.

Salah satu sistem struktur yang dipakai dalam perencanaan bangunan tahan gempa adalah Special Moment Resisting Frame dimana dalam peraturan baru SNI 03- 2847-2002 dikenal dengan nama Sistem Rangka Pemikul momen khusus.

Di dalam perencanaan struktur dengan Special Moment Resisting Frame, komponen – komponen struktur dan join-joinnya menahan gaya – gaya yang bekerja melalui aksi lentur, geser dan aksial.

Di lapangan menunjukkan bahwa struktur yang direncanakan dengan baik terhadap beban gempa sesuai dengan peraturan yang ada dapat menahan beban gempa yang cukup besar. Hal ini disebabkan, pertama oleh karena struktur tersebut direncanakan dan didetail 1 dengan baik sehingga dapat berdeformasi dengan baik. Kedua, berkurangnya respon struktur akibat berkurangnya kekakuan dan ketiga adalah akibat interaksi yang baik antara tanah dan struktur bangunan.

1.2 Permasalahan

Pada penulisan laporan teknik ini permasalahan yang akan diketengahkan dalam perencanaan gedung Kantor PT Halim Sakti JL. HR Muhammad adalah “Bagaimanakah merencanakan gedung bertingkat tersebut sesuai dengan konsep Special Moment Resisting Frame” dan melakukan modifikasi letak bangunan pada wilayah gempa yang berbeda.

Analisis Penurunan Preloading Sistim Matras Bambu (Arifin)

1.3 Maksud dan Tujuan

Maksud dari penulisan tugas akhir ini adalah sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program studi di jurusan teknik sipil, fakultas teknik sipil Universitas Narotama.

Adapun tujuan dari penulisan tugas akhir yang berjudul “Perencanaan Struktur Gedung Kantor PT Halim Sakti Jl HR Muhammad Surabaya Dengan Special Moment Resisting Frame” ini adalah :

1. Untuk lebih mengetahui dan mengenal tentang salah satu system struktur bangunan tahan gempa yaitu “Special Moment Resisting Frame”. Pada peraturan Tata Cara Perhitungan Struktur Beton SNI03-2847-2002, dimana system tersebut diatas dikenal sebagai Sistem “Rangka Pemikul Momen Khusus”

2. Merancang sistem bangunan tahan gempa dengan struktur Building Frame System dengan “Special Moment Resisting Frame” atau “Rangka Pemikul Momen Khusus” yang menggunakan peraturan gempa terbaru SNI03-1726- 2002.

3. Menerapkan software SAP 2000 dalam hubungannya untuk menganalisa struktur. Menerapkan SNI03-2847-2002, sebagai peraturan yang digunakan dalam perancangan

dan pendetailan semua elemen struktur , terutama ketentuan-ketentuan yang ada didalamnya.

TEORI PENUNJANG

2.1. Konsep Desain Perencanaan

Sistem Struktur ”Special Moment Resisting Frame” adalah Sistem rangka ruang, dimana komponen – komponen struktur dan join – joinnya menahan gaya-gaya yang bekerja melalui aksi lentur, geser, dan aksial. ”Special Moment Resisting Frame” haruslah dipakai di wilayah gempa kuat (wilayah gempa 5 dan 6) dan harus memenuhi persyaratan desain pada SNI03-2847-2002 pasal 23.2 sampai dengan 23.7 disamping pasal-pasal sebelumnya yang masih berlaku.

4 NEUTRON, Vol.3, No. 1, Februari 2003: 1-14

Dalam perencanaan bangunan tahan gempa, struktur diharapkan dapat berespon dengan baik terhadap beban gempa yang bekerja pada struktur tersebut sehingga dapat menjamin bangunan tersebut tidak rusak karena gempa-gempa kecil dan gempa sedang serta tidak runtuh akibat gempa yang besar. Karena itu dalam Sistem ”Special Moment Resisting Frame” untuk menjamin hal tersebut diatas maka struktur haruslah memenuhi ketentuan sebagai berikut :

1. Daktilitas Struktur

Daktilitas struktur gedung pada peraturan lama SNI T – 15 dinyatakan dalam faktor jenis struktur K, SNI 1726 sekarang memakai 2 parameter daktilitas struktur yaitu faktor daktilitas simpangan μ dan faktor reduksi gempa R. μ menyatakan ratio simpangan diambang keruntuhan δm dan simpangan pada terjadinya pelelehan pertama. R adalah ratio beban gempa rencana dan beban gempa nominal. R ini merupakan indikator kemampuan daktilitas struktur gedung.

Untuk struktur Spesial moment Resisiting Frame R ditentukan sebesar 8,5 dengan μ sebesar 5,3 yang berarti bahwa kinerja struktur gedung pada taraf daktail penuh.

2. Kinerja Struktur gedung.

a. Kinerja Batas Layan

Kinerja Batas Layan struktur gedung ditentukan oleh simpangan antar tingkat akibat pengaruh Gempa Rencana, yaitu untuk membatasinya terjadi pelelahan antar tingkat ini harus dihitung dari 9 simpangan struktur gedung tersebut akibat pengaruh Gempa Nominal yang telah dibagi Faktor Skala.

Untuk memenuhi kinerja batas layan struktur gedung maka simpangan antar tingkat yang dihitung dari simpangan struktur gedung tidak melampaui

0 , 03 xh i (SNI 03-1726-2002 Ps. 8.1.2)

S

xh i baja dan peretakan beton yang berlebihan, di samping

untuk mencegah kerusakan non-struktur dan ketidaknyamanan penghuni. Simpangan

b. Kinerja Batas Ultimit

Kinerja batas ultimit ditentukan oleh simpangan dan simpangan antar-tingkat maksimum struktur akibat pengaruh gempa rencana dalam

Analisis Penurunan Preloading Sistim Matras Bambu (Arifin) 5

kondisi struktur di ambang keruntuhan, yaitu untuk membatasi kemungkinan terjadinya keruntuhan struktur gedung yang dapat menimbulkan korban jiwa dan untuk mencegah benturan berbahaya antar gedung atau antar bagian struktur gedung yang dipisah dengan sela pemisah (sela delatasi).

Simpangan dan simpangan antar tingkat ini harus dihitung dari simpangan struktur gedung akibat pembebanan gempa nominal dikalikan suatu faktor pengali . Untuk gedung beraturan didapatkan :

 = 0.7 R R

= 8.5 M

=  S M tidak boleh melibihi daripada 0.02 kali tinggi antar tingkat ( SNI 03-1726- 2002 pasal 8.2.2 )

M  0 . 02 h i

M  0 . 02 x 3000 M  60 mm

3. Pemakaian Probabel Kekuatan Momen Max, Mpr

Untuk menaksir gaya geser rencana Ve yang berkerja dimuka hubungan balok kolom ( HBK ) baik di ujung – ujung balok ( SNI 03-2847- 2002 pasal23.3.4.(1) ) maupun dikolom ( SNI03-2847-2002 pasal 23.4.5.(1) ) harus dicapai dengan menggunakan Mpr di muka HBK dengan asumsi terjadi tegangan tarik tulangan memanjang sedikitnya 1,25 fy dengan  = 1. Khusus untuk kolom ( yang kena beban axial > Ag.fc’/10 ), Mpr adalah nilai momen balans dari diagram interaksi yang dipakai.

4. Pedoman Perhitungan Kuat Lentur Kolom.

Sesuai filosofi “Capacity Design”, maka SNI 03-2847-2002 pasal 23.4.(2) mensyaratkan M e M g ,. M e adalah kuat lentur nominal kolom yang merangka pada hubungan balok kolom. Dan M g adalah kuat lentur nominal balok yang merangka pada HBK (termasuk konstribusi tulangan di lebar efektif balok T ). M e dicari dari gaya axial terfaktor yang menghasilkan kuat lentur kolom terendah.

5. Hubungan Balok Kolom

SNI 03-2847-2002 pasal 23.5 menentukan tulangan transversal berbentuk hoop seperti diatur SNI 03-2847-2002 pasal 23.4.4. harus

6 NEUTRON, Vol.3, No. 1, Februari 2003: 1-14

dipasang dalam HBK , kecuali bila HBK tersebut dikekang oleh komponen struktur sesuai SNI 03-2847-2002 pasal 23.5.2.(2).

Di HBK yang keempat mukanya terdapat balok-balok dengan lebar setidak-tidaknya selebar 3/4 lebar kolom, harus dipasang tulangan transversal setidaknya separuh yang disyaratkan oleh SNI 03-2847-2002 pasal 23.4.4.(1) dan S < 0,25 h atau 150 mm. Namun pada kolom tengah ini memiliki lebar balok yang merangka pada HBK ( hubungan balok kolom )

b = 400 mm < ¾ h kolom = ¾ x 600 = 450 mm. Maka sesuai SNI 03-2847-2002 pasal 23.5.2.(1) tulangan transversal dalam HBK dapat digunakan tulangan yang terpasang pada ujung kolom sebesar A sh.

Sesuai SNI 03-2847-2002 pasal 23.5.(3) pada tiap Hubungan Balok Kolom perlu diperiksa kuat geser nominal yang harus lebih besar dari gaya geser yang mungkin terjadi.

2.2. Asumsi Perencanaan

Dalam memodifikasi perancangan gedung Kantor PT Halim Sakti JL HR Muhammad, ini dipakai sistem struktur Special Moment Resisting Frame. Asumsi – asumsi perencanaan yang digunakan adalah :

a. Perancangan struktur hanya meliputi struktur atas dan bawah.

b. Pondasi ( stuktur bawah ) diasumsikan dalam kondisi perletakan terjepit sempurna dan terletak pada tanah lunak.

c. Struktur diasumsikan terletak dalam zone gempa kuat (zona 5).

d. Elemen struktur dari beton bertulang dengan mutu beton dan tulangan

direncanakan sesuai dengan batas – batas dalam SNI03-2847-2002.

2.3. Peraturan Yang Digunakan

Pedoman peraturan yang digunakan dalam modifikasi perancangan struktur dengan Special Moment Resisting Frame ini ini adalah sebagai berikut :

a. SNI03-2847-2002, digunakan sebagai pedoman perhitungan Struktur dan pendetailan semua elemen struktur.

b. SNI03-1726-2002 , digunakan sebagai pedoman untuk perancangan gempa yang bekerja dalam suatu struktur.

c. PPIUG 1983, digunakan sebagai pedoman pembebanan struktur.

Analisis Penurunan Preloading Sistim Matras Bambu (Arifin)

d. PBI 1971, dipakai untuk mencari gaya-gaya dalam pada plat lantai atau atap.

2.4. Pembebanan

Jenis pembebanan yang diperhitungkan dalam perencanaan gedung ini adalah beban vertikal dan beban horisontal. Pada tahap analisa gaya-gaya dalam pada struktur utama dilakukan pembebanan dengan beberapa kombinasi pembebanan sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam SNI03-2847-2002.

2.4.1. Beban Vertikal

2.4.1.1. Beban Mati (PPIUG ’83 pasal 2)

Beban mati mencakup semua bagian dari struktur gedung yang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-penyelesain, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian tak terpisahkan dari gedung itu. Beban mati ini dihitung berdasarkan tabel 2.1 PPIUG ’83.

2.4.1.2 Beban Hidup (PPIUG ’83 pasal 3)

Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian dan penggunaan gedung tersebut serta kedalamnya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat dipindahkan, mesin-mesin serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masa hidup dari gedung itu, sehingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap tersebut. Khususnya pada atap yang dikategorikan beban hidup dapat termasuk beban yang berasal dari air hujan, baik akibat genangan maupun akibat tekanan jatuh butiran air.

2.4.2.Beban Horisontal

2.4.2.1 Beban Angin (PPIUG ’83 pasal 4)

Mencakup semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara. Dalam perencanaan ini beban horisontal akibat tekanan angin diabaikan, karena pengaruhnya relatif kecil dibandingkan dengan beban horisontal akibat gempa.

8 NEUTRON, Vol.3, No. 1, Februari 2003: 1-14

2.4.2.2 Beban Gempa (SNI 03 – 1726 - 2002)

Mencakup semua beban statik ekivalen yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang meniru pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa itu. Dengan menganalisa gedung secara 3 dimensi menggunakan metode Respons Spektrum Analisis, dimana gedung dikenakan spektrum percepatan respon gempa rencana yang dihitung menurut diagram respon spektrum gempa rencana wilayah gempa 4.

2.4.3.Kombinasi Pembebanan

Sesuai dengan ketentuan yang telah tercantum pada SNI03-2847-2002, digunakan sebagai pedoman perhitungan Struktur dan pendetailan semua elemen struktur. , agar struktur dan komponen dari struktur memenuhi syarat dan ketentuan yang laik pakai terhadap bermacam-macam kombinasi pembebanan yang mungkin terjadi pada bangunan ini, maka harus dipenuhi ketentuan dari faktor pembebanan sebagai berikut (SNI 03-2847-2002 pasal 11.1.2) :

U = 1,4 D U = 1,2 D + 1,6 L U = 1,2 D + 1,0 + 1,0 E U = 0,9 D + 1,0 E U = 1,2 D + 1,0 L + 1,6 W

U = 0,9 D + 1,6 W

METODOLOGI PENELITIAN Metodologi pembahasan

Untuk analisa struktur pada gedung ini ada beberapa cara yang digunakan, antara lain :  Pengumpulan data berupa gambar-gambar konstruksi, atau pembebanan, data tanah,

dan data mengenai peraturan yang digunakan  Pada perhitungan gaya-gaya dalam pelat lantai dan pelat atap yang berbentuk

persegi digunakan koefesien momen dari PBI-71 pasal 13.3 dan tabel 13.3.2.

Analisis Penurunan Preloading Sistim Matras Bambu (Arifin)

 Untuk mendapatkan gaya-gaya dalam dari balok anak digunakan bantuan paket program SAP 2000, sedang penulangannya berdasarkan SNI03-2847-2002.

 Struktur tangga dihitung sebagai pelat dengan perletakan sendi dan rol sehingga struktur ini tidak berpengaruh kekakuannya terhadap struktur utama, sedang penulangannya berdasarkan SNI03-2847-2002.

 Struktur utama dimodelkan sebagai struktur open frame 3 dimensi (Space frame), karena kekakuan dalam arah bidang dari kebanyakan lantai beton cukup tinggi,

perhitungan gaya-gaya dalam digunakan program SAP 2000 3 dimensi. Hasil perhitungan dituangkan dalam bentuk gambar kerja rencana

HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur sekunder yang merupakan bagian dari keseluruhan struktur akan memberikan pengaruh terhadap struktur utama sebagai beban. Dalam perencanaan desain gempa, struktur sekunder merupakan komponen struktur yang tidak diproporsikan untuk menerima beban lateral akibat gempa, sehingga dalam perhitungannya struktur sekunder dapat direncanakan dan dianalisa secara terpisah dari struktur utama yang merupakan penahan gaya lateral gempa.

Dengan kata lain keberadaan struktur sekunder diharapkan tidak akan memberikan pengaruh besar terhadap perilaku struktur secara keseluruhan. Struktur sekunder yang akan dibahas didalam bab ini meliputi pelat dan tangga dan balok anak.

4.2 Perencanaan Pelat

4.2.1 Umum

Pelat ini direncanakan untuk menerima beban mati (DL) yang merupakan berat sendiri pelat dan unsur – unsur diatasnya, dan beban hidup (LL) yang diatur dalam Peraturan Pembebanan Gedung Indonesia berdasarkan fungsi gedung.

Pelat yang akan direncanakan berikut ini adalah pelat lantai mulai dari lantai 2 sampai 10 dan pelat atap.

10 NEUTRON, Vol.3, No. 1, Februari 2003: 1-14

Gambar 4.1. Denah Plat Lantai 1 – 10

` Gambar 4.2. Denah Plat Atap

4.2.2 Pemodelan dan Analisa Momen Pelat

Pada pemodelan, pelat dianggap terjepit elastis pada sisinya.

Analisis Penurunan Preloading Sistim Matras Bambu (Arifin)

Momen-momen yang terjadi pada pelat dapat dihitung dengan menggunakan Tabel

13.3.2. Peraturan Beton Indonesia 1971.

4.2.3 Data Perencanaan

 Mutu beton f c ’

= 30 Mpa

 Mutu baja

y f = 240 Mpa

 Tebal pelat yang direncanakan = 12 cm  Diameter tulangan direncanakan :

 Tulangan arah x menggunakan D-10  Tulangan arah y menggunakan D-10 31

Tulangan susut dan tulangan pembagi D-8

 Decking atap ( 40 mm )  Decking lantai ( 20 mm )

4.2.4 Pembebanan pelat.

Pembebanan pelat terdiri dari 2 yaitu beban mati dan beban hidup. Kombinasi pembebanan yang ditinjau sesuai dengan SNI03-2847-2002

a. Beban dari Pelat Atap

 Beban mati: - 2 Berat sendiri pelat = 0,12 x 2400 = 288 kg/m

- Plafond + pengantung = 18 kg/m 2 - 2 Instalasi pipa dan AC = 40 kg/m

- Finishing atap = 0,02 x 14 = 28 kg/m 2 + Beban mati total (D) 2 = 374 kg/m

 Beban hidup : - Beban hidup perkantoran

= 100 kg/m 2 - 2 Beban akibat air hujan = 20 kg/m +

= 120 kg/m 2 Beban Ultimate qu = 1,2 D + 1,6 L

Beban hidup total (L)

= 1,2 x 374 + 1,6 x 120

= 640,8 kg/m 28

b. Beban dari Pelat Lantai 2 – 5 & 7 - 9

 Beban mati ( D ) : - Berat sendiri pelat = 0,12 x 2400

= 288 kg/m 2

12 NEUTRON, Vol.3, No. 1, Februari 2003: 1-14

- Plafond + pengantung = 18 kg/m 2 - 2 Instalasi pipa dan AC = 40 kg/m

- Spesi = 0,03 x 2100 = 63 kg/m 2 - 2 Tegel = 2 x 24 = 48 kg/m +

Beban mati total (D)

= 457 kg/m 2

 Beban hidup ( L ) : - 2 Beban hidup perkantoran = 250 kg/m +

Beban hidup total (L)

= 250 kg/m 2

Beban Ultimate qu

= 1,2 D + 1,6 L

= 1,2 x 457 + 1,6 x 250 2 = 948,4 kg/m

c. Beban dari Pelat Lantai untuk ruang serbaguna ( lantai 6 )

 Beban mati ( D ) : - 2 Berat sendiri pelat = 0,12 x 2400 = 288 kg/m

- Plafond + pengantung = 18 kg/m 2 - 2 Instalasi pipa dan AC = 40 kg/m

- Spesi = 0,03 x 2100 = 63 kg/m 2 - 2 Tegel = 2 x 24 = 48 kg/m +

Beban mati total (D)

= 457 kg/m 2

 Beban hidup ( L ) : - Beban hidup

= 400 kg/m 2 + Beban hidup total (L) 2 = 400 kg/m

Beban Ultimate qu

= 1,2 D + 1,6 L

= 1,2 x 457 + 1,6 x 400 2 = 1188,40 kg/m

4.2.5 Pemodelan Dan Analisa Momen Pada Pelat

Pada permodelan pelat dalam tugas akhir ini , pelat dianggap terjepit elastis pada keempat sisinya. Hal ini disebabkan pada tepi-tepi pelat terjadi perputaran sudut. Pertimbangan lain asumsi ini adalah bila pelat dianggap jepit penuh maka momen-momen yang terjadi sebagian besar akan diterima oleh tumpuan sehingga momen lapangan lebih kecil. Padahal sebenarnya tepi pelat dapat berputar.

Analisis Penurunan Preloading Sistim Matras Bambu (Arifin)

Untuk penentuan besarnya momen-momen yang terjadi akibat beban merata dianalisa dengan menggunakan tabel 13.3.1 PBI 1971. Langkah –langkah mencari momen dengan tabel 13.3.1 :

 Dihitung beban – beban yang bekerja pada pelat ( qu kg/m 2 )

 Dihitung dimensi bentang pelat : Ln x & Ln y

 Dihitung Ly/Lx & dicari koefisien momen Cx & Cy pada tabel PBI 71  Dihitung momen yang terjadi :

Mlx = -Mtx = 0,001 qu Lnx 2 Cx Mly= - Mty = 0,001 qu Lny 2 Cy

4.2.6 Penulangan Pelat

Langkah – langkah dalam perhitungan penulangan lentur adalah sebagai berikut : 1. Diberi data mengenai mutu beton (fc’), mutu baja (fy), decking serta diameter tulangan yang

akan dipakai.

2. Hitung momen yang bekerja pada pelat dengan menggunakan Tabel 13.3.2. Peraturan Beton Indonesia 1971.

3. Hitung rasio tulangan berimbang ( b), rasio tulangan maksimum (mak) dan rasio tulangan minimum ( min). 

 0,85 x fc' x 

……SNI03-2847-2002 pasal 10.4 (3)

dimana : untuk fc’ < 30 Mpa ; 1 = 0,85 ...... SNI03-2847-2002 pasal 12.2.7.3 untuk fc’ > 30 Mpa ; 2 = 0,85 – 0,008 ( fc’ – 30 ) maks = 0,75 x balance ................. SNI03.2847-2002 pasal 12.3.3 min untuk plat :

- = 0.025 ………Seri Beton 4 grafik 5.4.c; Gideon Kusuma

atau min alternatif = 4/3  analisa

Tulangan harus dihitung pada kedua arah (arah x dan arah y)

0,85 x fc'

R x m ……( Wang - Salmon)

perlu

fy

4. Hitung luas tulangan yang diperlukan serta pilih jarak tulangan

14 NEUTRON, Vol.3, No. 1, Februari 2003: 1-14

= .b.d As susut = 0,0018 x b x h

A sperlu

4.2.6.1 Perhitungan Penulangan Plat Lantai

Data-data perencanaan untuk penulangan plat lantai - Tebal rencana pelat

= 12 cm

- Selimut beton decking

= 20 mm

- Tulangan yang digunakan = 10, 8 - Mutu tulangan beton (fc’) = 30 Mpa - Mutu tulangan baja (fy)

= 240 Mpa

Pelat Lantai Type B (Lantai 1 – 5 & 6 - 9 )

Lx = 272,5 – ½ (35 + 40) = 235 cm Ly = 300 – ½ (40 + 40) = 260.00 cm Ly/Lx = 1,11 < 2 Pelat dua arah

Momen pelat diambil dari PBI 1971 tabel 13.3.2 :

1. Momen Arah Sumbu X - Momen lapangan maksimum per meter lebar arah sumbu X

Ml 2 x = 0,001 x Q U x Lx xX = 0,001 x 9484 x 2,35 2 x 42,40 = 2220,717 N-m

- Momen tumpuan maksimum per meter lebar arah sumbu X

Analisis Penurunan Preloading Sistim Matras Bambu (Arifin)

Mt

= -0,001 x Q U x Lx x X = - 0,001 x 9484 x2,35 2 x 42,40 = -2220,717 N-m

2. Momen Arah Sumbu Y - Momen lapangan maksimum per meter lebar arah sumbu Y

Ml y = 0,001 x Q U x Lx 2 xX

= 0,001 x 9484 x 2,6 2 x 37.0 = 2372,138 N-m - Momen tumpuan maksimum per meter lebar arah sumbu Y

Mt 2

= - 0,001 x Q U x Lx xX = - 0,001 x 9484 x 2,6 2 x 37.0 = - 2372,138 N-m

Rasio penulangan maksimum dan minimum

 0,85 x fc' x 

SNI03-2847-2002 pasal 10.4 (3) balance 

balance  0,85 x 30 x 0,85 x

16 NEUTRON, Vol.3, No. 1, Februari 2003: 1-14

 maks = 0,75 x balance  maks = 0,75 x 0,0645

= 0,0484  min = 0.025 ………Seri Beton 4 grafik 5.4.c; Gideon Kusuma

A. Kebutuhan Tulangan Arah X Perhitungan Penulangan

Mul x = Mut x = 2220,717 N m

d x = 120 - 20 - 8/2 = 96 mm Mu

Rn   x b x d 2

2220,717 x 1000 Rn 

0 , 8 x 1000 x 96

240 m   9.412 0,85 x 30

 perlu  1 x  1 - 1 - 2 x 0.3012 x 9 . 412  0,0013

min alternatif = 1,3  analisa

= 1,3 x 0,0013 = 0,0186

Perhitungan Kebutuhan tulangan

karena  perlu <  min dan

 min alternatif <  min , maka dipakai  min

As =  min xbxd = 0,002 x 1000 x 96 = 192 mm 2

dipasang tulangan, 8 – 200 ( As pakai = 251,2 mm² )

Analisis Penurunan Preloading Sistim Matras Bambu (Arifin)

Kontrol jarak tulangan pelat ; Kontrol spasi tulangan plat sebagaimana pada peraturan SNI03-2847-2002 pasal 12.5(4) disebutkan :

Jarak tulangan

 3 x tebal plat

200 mm

 3 x tebal plat = 3x120 = 360 mm ………Oke !

B. Kebutuhan Tulangan Arah Y Perhitungan Penulangan

Mul y = Mut y = 2372,138 N m

d x = 120 - 20 – 10 – (0.5 x 10) = 88 mm Mu

Rn   x b x d 2

2371,138 x 1000 Rn 

0 , 8 x 1000 x 88

240 m   9.412 0,85 x 30

1  perlu 

fy

2 x 0.383 x 9.412 

 min alternatif

= 4/3  analisa = 4/3 x 0,0016 = 0,00214

Perhitungan Kebutuhan tulangan

karena  perlu <  min

 min alternatif >  min , maka dipakai  min alternatif

As =  min alternatif xbxd = 0,00214 x 1000 x 85

18 NEUTRON, Vol.3, No. 1, Februari 2003: 1-14

= 188,62 mm 2 Jadi dipasang tulangan 8 – 200 (As pakai = 251,2 mm²)

Kontrol jarak tulangan pelat ;

Kontrol jarak tulangan plat sebagaimana pada peraturan SNI 03-2847-2002 pasal 12.5(4) disebutkan :

Jarak Tulangan

 3x tebal plat

250 mm

 3 x tebal plat = 3x120 = 360 mm ………Oke !

Gambar. Sket Penulangan Plat Lantai

Untuk perhitungan penulangan pelat yang lain dilampirkan dalam tabel 4.1 berikut ini :

Analisis Penurunan Preloading Sistim Matras Bambu (Arifin) 19

20 NEUTRON, Vol.3, No. 1, Februari 2003: 1-14

4.3. Perencanaan Tangga 4.3.1 Umum

Pada Perencanan ini jenis tangga hanya yang ada hanya terdiri 1 type (dapat dilihat pada gambar ). Untuk perhitungan tangga dimodelkan dimana ujung perletakan pada pelat dianggap sebagai sendi dan perletakan bordes dianggap rol dengan anggapan tangga merupakan unsur sekunder yang tidak mempengaruhi kekuatan struktur secara keseluruhan.

Analisis Penurunan Preloading Sistim Matras Bambu (Arifin) 21

Gambar. Denah Tangga

4.3.2 Perencanaan Dimensi Tangga

- tinggi tingkat (elevasi antar lantai 1-lantai 2 s/d 9) = 280 cm - tinggi bordes

= 210 cm

- panjang injakan ( I )

= 29.6 cm

- tinggi Injakan ( T )

= 14 cm

- Jumlah tanjakan (nT) nT =

= 15 buah

- Jumlah injakan (nI) nI= nT – 1 = 15 -1 = 14 buah

22 NEUTRON, Vol.3, No. 1, Februari 2003: 1-14

- Panjang horisontal tangga = 29.6 x 14 = 414

2 - 2 Panjang miring tangga = 240  150 = 283,02 cm

- o Sudut kemiringan tangga = arc tan = 32

Gambar. Permodelan Struktur Tangga

- Tebal plat direncanakan

= 15 cm

- Tebal plat bordes

= 15 cm

- 2 Luas 1 anak tangga = ½ x 29.6 x14 = 207,2 cm - Panjang miring

2  anak tangga 2 29 . 6  14 = 32.74 cm - Tebal rata –rata anak tangga ( h )

32 . 74 - Tebal plat rata-rata ( t )

t = 15 + 6.33 = 21.33 cm

Analisis Penurunan Preloading Sistim Matras Bambu (Arifin)

Gambar Penampang Tangga

4.3.3 Pembebanan Pada Tangga a. Pelat Tangga

Beban Mati : pelat tangga

= 588,19 kg/m tegel (t=2 cm)

: 0,2133 x1.10 x 2400

= 48.40 kg/m spesi (t=3 cm)

: 0,02 x1.10 x 20

= 69.30 kg/m sandaran

: 0,03 x 1.10 x 2100

: 0,08 x 1.00 x 2400

= 192.00 kg/m +

= 897,89 kg/m Beban Hidup :

DL

LL

= 300 x 1.10 = 330 kg/m

b. Pelat Bordes

Beban mati : pelat bordes

= 396.00 kg/m tegel (t=2 cm)

: 0,15 x 1.10 x 2400

= 48.40 kg/m spesi (t=3 cm)

: 0,02 x 1.10 x 20

: 0,02 x 1.10 x 2100

= 69.30 kg/m

= 513.70 kg/m Beban Hidup :

DL

= 300 x 1,10 = 330 kg/m Gambar Pembebanan tangga :

LL

24 NEUTRON, Vol.3, No. 1, Februari 2003: 1-14

Gbr. Pembebanan Tangga Untuk Beban Mati ( DL )

Gbr. Pembebanan Tangga Untuk Beban Hidup ( LL )

4.3.4. Penulangan Tangga

Data- data perencanaan sebagai berikut : 

Tebal pelat tangga = 150 mm 

Tebal pelat bordes = 150 mm 

Penutup beton = 20 mm 

Tulangan pokok

= D16

 Tulangan pembagi

 d y Tangga = 150 – 20 – ( 0,5 x 16 ) = 122 mm 

d y Bordes = 150 – 20 – ( 0,5 x16 ) = 122 mm 

Analisis Penurunan Preloading Sistim Matras Bambu (Arifin)

 Mutu Beton (Fc’)

= 30 Mpa

 Mutu Baja (Fy)

SNI 03-2847-2002 pasal 10.4 (3)

 max = 0,75 . b SNI 03-2847-2002 pasal 12.3 ( 3 )

Hasil Analisa Momen oleh Sap 2000 didapatkan :

Gambar bidang momen tangga

4.3.4.1 Penulangan pelat tangga.

Mu = 5754,09 kg m = 57540900 Nmm

Mu Rn 

 x b x d 2 57540900

Rn 

0 , 8 x 10 x 122

26 NEUTRON, Vol.3, No. 1, Februari 2003: 1-14

Perhitungan Kebutuhan tulangan

karena  perlu >  min

maka dipakai  perlu = 0,0124

As =  perlu x b x dy = 0,0124 x 10 x 122

= 1664,08 mm 2 dipasang tulangan, D16 – 150 ( As pakai = 1768,45 mm² )

Tulangan pembagi dipasang tegak lurus terhadap arah tulangan lentur

Tulangan bagi = .b.h = 0,002 x 1000 x 150 = 300 mm 2 Dipakai tulangan 10-200 As terpakai = 431,75 mm 2

Maka untuk pelat tangga dipakai :

- Tulangan utama D 16-150 - Tulangan bagi

-200

4.3.4.2. Penulangan pelat bordes

Dari hasil analisa diperoleh : Mu = 3626,43 Kg.m = 36364300 Nmm

Mu Rn   x b x d 2

36264300 Rn 

0 , 8 x 10 x 122 2

fy

0 , 85 x fc '

0 , 85 x 30

Analisis Penurunan Preloading Sistim Matras Bambu (Arifin) 27

karena  perlu >  min ,maka dipakai  perlu = 0.00752

As =  perlu xbxd = 0,00752 x 10 x 122 = 1009,184 mm 2

dipasang tulangan, D16 – 150 ( As pakai = 1473,71 mm² ) Tulangan pembagi dipasang tegak lurus terhadap arah tulangan lentur

Tulangan bagi = .b.h = 0,002 x 1000 x 150 = 300 mm 2 Dipakai tulangan 10-200 As terpakai = 431,75 mm 2

Gambar. Sket Penulangan Tangga

4.4. Perencanaan Balok Anak

Balok anak pada perencanaan struktur gedung ini diproporsikan merupakan bagian dari konstruksi sekunder dari sistem kontruksi gedung yang berfungsi meneruskan beban-beban yang bekerja pada pelat lantai diatasnya pada balok induk dan sebagai penopang sistem kontruksi pelat juga berfungsi membatasi luasan dari pelat rencana sehingga diharapkan didapatkan sistem kontruksi gedung yang effisien.

28 NEUTRON, Vol.3, No. 1, Februari 2003: 1-14

Untuk contoh perhitungan diambil balok anak pada As. 3a seperti yang tergambar di bawah ini.

4.4.1. Pembebanan Balok Anak

Untuk pembebanan balok anak direncanakan akan menerima beban merata akibat berat sendiri, berat dinding dan beban ekivalen trapesium dan beban ekivalen segitiga dari pelat yang berada diatasnya serta beban terpusat seperti gambar diatas : Dari perhitungan beban untuk plat lantai 2-5 & 7-6 pada BAB 2 didapatkan :

Beban mati = 457 kg/m 2 Beban hidup = 250 kg/m 2

Pembebanan segitiga dan trapesium - Pembebanan Model 1 (beban trapesium)

Beban pembebanan 1

 Beban Ekivalen Beban Mati

x   ek  xqxL x  1   

  = 319,15 Kg/m’

 Beban Hidup =

Analisis Penurunan Preloading Sistim Matras Bambu (Arifin)

1   1  L  x   q ek  xqxL x  1   

  = 174,59 Kg/m’

- Pembebanan Model 2 (beban trapesium) Beban pembebanan 2

 Beban Mati

q  qxL x

q = 457 x 1,5 = 685,5 Kg/m’ ( beban maximum pada trapesium )  Beban Hidup

q  qxL x

q = 250 x 1,5 = 375 Kg/m’ beban maximum pada trapesium )

Pembebanan Model 3 (beban segitiga) Beban pembebanan 3

 Beban Mati

q ek  1 / 3 qxL x

qek = 1/3x457 x 3 = 437 Kg/m’  Beban Hidup

qek  1 / 3 qxL x

qek = 1/3x250 x 3 = 250 Kg/m’

Beban merata akibat berat sendiri balok anak direncanakan dimensi balok 35 x 50

 Beban mati

q = 0,35x0,5x 2400 = 420Kg/m’

Pembebanan beban terpusat Beban Mati Beban balok sendiri

= 288 kg/m’ Beban Ekivalen Model 3

= 0,3 x 0,40 x 2400

= 437 kg/m’ 725 kg/m’

725 x 3 x 2

Beban terpusat mati ( P ) =

= 2175 kg

Beban Hidup Beban Ekivalen model 3

250 x 3 x 2

Beban terpusat Hidup ( P ) =

= 750 Kg

4.4.2. Perhitungan Penulangan Balok Anak Pada As A’ lantai 2 - 5 &6 - 7

30 NEUTRON, Vol.3, No. 1, Februari 2003: 1-14

Data : Direncanakan :

h = 500 mm

tul.tarik = D19

mutu bahan :

fc’ =30 MPa Selimut = 40 mm

b = 350 mm

tul.tekan = D19

fy = 390 MPa Beton

tul. Sengkang =  10

fys = 240 MPa

d = 500 - 40 - 10 – 0.5x19 = 440.5 mm

Gambar: Model Statika Balok Anak

Dari out put SAP 2000 untuk Balok Anak lantai perkantoran dengan beberapa kombinasi model beban didapat data-data sebagai berikut: Beban mati dan beban hidup bekerja pada seluruh bentang ( dalam kg/m’ )

Diagram momen dan gaya geser kombinasi 1,4 DL ( dalam KN-m )

Analisis Penurunan Preloading Sistim Matras Bambu (Arifin)

Diagram momen dan gaya geser kombinasi 1,2 DL + 1,6 ( dalam KN-m )

Dari beberapa kombinasi pereletakan beban diatas didapatkan gaya geser dan momen diatas tumpuan :

32 NEUTRON, Vol.3, No. 1, Februari 2003: 1-14

Momen ultimate tumpuan maximum = 134.207.600 N-mm Momen ultimate lapangan maximum

= 141.436.400 N-mm Gaya geser ultimate tumpuan maximum

= 128.041 N Gaya geser ultimate lapangan maximum

= 57.848 N 

4.4.2.1. Perhitungan Lentur Balok Anak Daerah Tumpuan

= 0,0336 SNI03-2847-2002 ps.

10.4(3)  max = 0,75 x b = 0,75 x 0,0336 = 0,0252 SNI03-2847-2002 ps. 10.4(3)

Ringkasan garis besar perhitungan Penulangan :

Gambar 6.4. Diagram tegangan regangan lentur tulangan tunggal

Analisis Penurunan Preloading Sistim Matras Bambu (Arifin)

Buku ajar Struktur Beton Dasar oleh Nur Ahmad Husin atau Desain Beton Bertulang oleh Chu Kia Wang & charles G salmon

Dimana dari gambar tersebut dapat ditulis :

C c’ =T 0,85 x ' f

c xaxb=A s x f y

0 ' , 85  f

a M n = A. s f y (d - ) .........................................................................(1).

dalam bentuk lain persamaan dapat dituliskan. 0,85 x ' f

c xaxb= b.d x f y

Kemudian disubstitusikan persamaan (2) ke (1) diperoleh

Dengan membagi persamaan (3) dengan bd 2 didapatkan koefisien lawan yang dinyatakan dengan R n dan menuliskan

2 =  . f y ( 1  .  . m ) ..........................................................(4) bxd

Mn

Dengan memecahkan pangkat dua pada persamaan (4) maka didapatkan kebutuhan tulangan tarik

34 NEUTRON, Vol.3, No. 1, Februari 2003: 1-14

2 xRnxm 

 perlu =

………. Desain Beton Bertulang; Edisi 4 m 

fy 

ChuKiaWang, Charles G.Salmon, hal 55

Penulangan pada tumpuan

M u =134.207.600 N-mm

134.207.60 0 M n =

= 167.759.500 N.mm

Mu

Mn

2 =  2 xbxd bxd Mn

………. Desain Beton Bertulang; Edisi 4 m 

fy 

ChuKiaWang, Charles G.Salmon, hal 55

 perlu >  min , maka  pakai = 0,00667 Tulangan perlu

s   perlu x b x d = 0,00667 x 350 x 440,5= 1028,35 mm Sehingga tulangan terpasang untuk menahan momen negatif:

A = 4 D19 ( A s pakai = 1133,54 mm )

Kemampuan penampang terhadap momen negatif yang bekerja :

0 ' , 85  f

c  b 13 , 54  390

= 49,53 mm

Analisis Penurunan Preloading Sistim Matras Bambu (Arifin)

M a n =  A. s y f (d - )

49 , M 53 n = 0,8 x 1133,54 x 390 (440,5 -

M n = 147.030.702,6 N.mm > M u = 134.207.600 N-mm ......OK (kemampuan penampang > beban momen yang dipikul)

Perhitungan Lentur Balok Induk daerah Lapangan

Pada balok di daerah lapangan momen yang terjadi akibat kombinasi pembebanan yang ada didaerah lapangan merupakan momen yang menyebabkan bagian atas balok sebagai daerah tekan. Kondisi ini mendasari penulangan lapangan dilakukan dengan memasukkan peranan kuat tekan beton pada pelat lantai. Sehingga perencanaan penulangan menggunakan asumsi penampang beton sebagai balok-T. M u di daerah lapangan = 141.436.400 N.mm

Periksa apakah tinggi a lebih besar dari tebal pelat :

be

Penentuan lebar efektif (be) :

= 96 cm (menentukan)

be = Lb/4 = 560/4 = 140 cm

Diambil 96 cm = 960 mm (menentukan)

Gambar 6.5. Analisa Penampang T palsu

36 NEUTRON, Vol.3, No. 1, Februari 2003: 1-14

C = 0,85 x ' fxb

c e xa

T=A s .f y

M n = C.(d - )

0 ' , 85  f

Momen Nominal yang bekerja :

Mu 141.436.40 0 M n

= =  = 176.795.500mm

Cek apakah balok T asli atau palsu ?

a diambil lebih kecil daripada tebal plat a = 110 mm

C = 0,85 x ' f

c xb e xa

C = 0,85 x 30 x 960 x 110 = 2.692.800 N

a M n = C.(d - )

M n = 2.692.800 x (440,5 - ) = 1.038.074.400 N.m >141.436.400 N.mm

Oleh karena Mn yang diperlukan melampaui momen nominal yang bekerja maka harga

a masih dibawah t (tebal plat). Maka balok merupakan balok T palsu dan dihitung sebagai balok persegi dimana b = b e

fy    ChuKiaWang,

 perlu = x 1 1  ………. Desain Beton Bertulang; Edisi 4   m

Analisis Penurunan Preloading Sistim Matras Bambu (Arifin)

Charles G.Salmon, hal 55

 perlu >  max , maka  pakai  max = 0,0252

A 2 s   max x b x d = 0,0252 x 960 x 440,5= 10.656,57 mm pada perhitungan balok T jika  memakai  max sesuai ketentuan diatas akan menghasilkan luas tulangan yang sangat besar. Dengan tujuan menghemat tulangan maka dipakai  alternatif yang diberikan SNI 03-2847-2002 Ps. 12.5.1). Pasal tersebut

menyebutkan bahwa untuk komponen struktur lentur dimana berdasarkan analisis diperlukan tulanagn tarik, maka luas As yang ada tidak boleh kurang dari :

f c  As min =

x bw x d dan tidak boleh kecil dari

x350x440,5 = 541,31 mm

4 x 390

A = 3 D19 ( A s pakai = 850,16 mm 2 )

Dipakai 2 A

s = 6 D19 ( A s pakai = 850,16 mm )

Kemampuan penampang terhadap momen negatif yang bekerja :

37 , M 15 n = 0,8 x 1133,54 x 390 (440,5 -

M n = 111.915.572,5 N.mm < M u = 141.436.400 N-mm (kemampuan penampang < beban momen yang dipikul) Di coba memakai  min = 0,00359

A s   min x b x d = 0,00359 x 960 x 440,5= 1518,14 mm 2

38 NEUTRON, Vol.3, No. 1, Februari 2003: 1-14

Dipakai As = 6 D19 ( As pakai = 1700,31 ) Kemampuan penampang terhadap momen negatif yang bekerja :

0 ' , 85  f

c  b 1700 , 31  390

74 , M 3 n = 0,8 x 1700,31,54 x 390 (440,5 -

M n = 213.975.585.852 N.mm > M u = 141.436.400 N-mm ......OK (kemampuan penampang > beban momen yang dipikul)

Tulangan ini diperlukan untuk daerah tarik saja yaitu pada bagian bawah balok, tetapi SNI 03-2847-2002 Ps. 23.3.2.(1). mensyaratkan minimal dipasang 2 tulangan menerus baik untuk bagian atas maupun bawah balok.

Maka tulangan pada bagian atas balok pada daerah lapangan dipasang 2 D 16. Penulangan Balok

Lapangan tumpuan

4.4.2.2. Perhitungan Tulangan Geser Balok Anak A’ lantai 2-5 & 7-10

Dari Out Put Sap 2000 didapatkan V u tumpuan = 128.041 N

u V lapangan = 57.848 N

Vu pada tumpuan dapat diambil sejarak d dari muka tumpuan yaitu sebesar 440,5 mm (SNI 03-2847-2002 pasal 13.1.3.(1))

Sehingga Vu tumpuan = 128.041 N

Analisis Penurunan Preloading Sistim Matras Bambu (Arifin) 39

Direncanakan memakai tulangan geser Ø 10 Daerah Tumpuan:

V n = V c +V s ………. .SNI 03-2847-2002 pasal 13.1.1

Dimana : V c = kuat geser nominal beton

V s = kuat geser nominal tulangan geser  = faktor reduksi geser = 0,6

fc '

b.d .…….……………. .SNI 03-2847-2002 pasal 13.3.1.(1)

b w . S Av min =

………………….. SNI 03-2847-2002 pasal 13.5.5.(3)

V u > .V c 128.041> 0.6 x 141.221,133 = 84.732,68 N

Karena V u > .V c maka diperlukan tulangan geser

V n = V c +V s

V s =V n - V c

Vs = 128.041  141.221,13 3 = 72.180,55 N

0 , 6 Direncanakan tulangan geser dengan Ø 10 dengan 2 kaki

2 Av = 2 x 3,14 x 10 2 x 0,25 = 157 mm

A v . fy . d Vs = S

S = Jarak sengkang (mm) 157 x 390 x 442

S= = 230,73 mm > d/2 = 442/2 = 221 72.180,55

Dicoba dipasang S = 150 mm

2 Sehingga Av min = 2 = 72,97 mm < Av pasang = 157 mm

Maka Untuk tulangan geser pada daerah tumpuan dipasang Ø 10 - 150 mm Daerah Lapangan:

40 NEUTRON, Vol.3, No. 1, Februari 2003: 1-14

6  .V c = 0.6 x 93.660,56 = 84.732,68 N

Vu lapangan = 57.848.000 N Dari atas disimpulkan V u < .V c

Sehingga pada daerah lapangan dipasang tulangan sengkang minimum Direncanakan tulangan geser dipasang dengan jarak S =200 mm

Tulangan sengkang dipasang Ø 10 dengan 2 kaki

2 2 Av = 2 x 3,14 x 10 2 x 0,25 = 157 mm > Av min 97,22 mm

Maka Untuk tulangan geser pada daerah lapangan dipasang Ø 10 - 200 mm

Lapangan Tumpuan

5.1 Kriteria Disain

Bangunan ini adalah gedung dengan struktur bangunan untuk perkantoran. Struktur bangunan adalah sistem rangka bangunan yang merupakan rangkaian dari balok dan kolom dari balok bertulang. Rangkaian balok dan kolom ini berfungsi untuk meneruskan seluruh beban gravitasi ke pondasi dan juga diproporsikan untuk menahan beban lateral.

Struktur dari gedung ini dimodelkan sebagai portal ruang ( space frame ) dengan perletakan jepit diujung – ujung kolom. Struktur dianalisa sebagai tiga dimensi dengan analisa statis dan kombinasi pembebanan sesuai yang disyaratkan oleh SNI03-2847- 2002.

Analisis Penurunan Preloading Sistim Matras Bambu (Arifin)

5.2 Analisa Struktur Utama

Pada dasarnya, tujuan utama analisa struktur adalah untuk mendapatkan besar dan arah gaya-gaya dalam yang diterima setiap komponen struktur. Pada perencanaan ini, analisa dilakukan dengan bantuan program SAP 2000 (Structural Analysis Program 2000). Dimana struktur utama merupakan sistem rangka terbuka dan dimodelkan sebgai 3D-space frame (portal ruang). Analisa yang dilakukan sebagai pengaruh gempa rencana adalah analisa Statik Ekuivalen 3 Dimensi (Tata Cara PKGUBG SNI 03-1726-2002 pasal 6.3.)

5.3 Data Satuan dan Data Material

Seluruh satuan yang dipakai dalam analisa struktur utama ini adalah : -

dimensi gaya (N) -

dimensi panjang (mm) -

dimensi waktu (dt) -

mutu beton : fc’ = 30 MPa -

mutu baja : fy = 400 MPa (tul. ulir) dan fys = 240 MPa (tul.polos)

5.4 Pembebanan Struktur Utama 5.4.1 Beban Mati

Untuk beban mati, diperhitungkan seluruh beban akibat berat sendiri balok, kolom. Pelat, dinding/panel, seluruh struktur dan semua elemen lain yang bersifat tetap sepanjang umur rencana gedung.

5.4.2 Beban Hidup

Beban hidup tidak selalu terjadi setiap saat. Peluang terjadinya beban hidup penuh yang membebani semua bagian dan semua struktur pemikul secara serempak selama umur gedung tersebut adalah sangat kecil, oleh sebab itu beban hidup direduksi dengan koefisien reduksi . Beban ini berupa beban terpusat atau beban merata yang diterima langsung oleh struktur utama yang disalurkan melalui elemen struktur sekunder. Sesuai dengan tabel 3.3 PPIUG ’83, untuk beban dalam perhitungan balok induk dan portal diberikan reduksi sebagai berikut :

- Untuk perencanaan balok-balok induk dan portal dari sistem struktur utama, beban hidup rencana faktor reduksi yang dipakai = 0,6 untuk perkantoran.

5.4.3 Beban Gempa

42 NEUTRON, Vol.3, No. 1, Februari 2003: 1-14

Beban hidup pada gedung ikut menentukan besarnya beban gempa rencana yang harus dipikul oleh sistem struktur. Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa karena peluang terjadinya beban hidup sangat kecil, maka untuk peninjauan gempa ini sesuai tabel 3.3 PPIUG

83 direduksi sebesar 0,3

5.4.4 Beban Angin

Beban angin merupakan salah satu beban lateral yang ikut menentukan kekuatan dan laik pakai, ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif yang bekerja tegak lurus pada bidang-bidang yang ditinjau dengan koefisien angin yang ditentukan dalam pasal 4.3

PPIUG 1983. Untuk tekanan tiup diambil 40 Kg/m 2 .

5.4.5 Kombinasi Pembebanan

Kombinasi pembebanan pokok yang diperhitungkan didasarkan pada SNI03-2847-2002 Pasal 11.2 sebagai berikut: Kuat yang perlu menahan beban yang terjadi paling tidak harus sama dengan :

U = 1,4 D U = 1,2 D + 1,6 L U = 1,2 D + 1,0 L + 1,0 E U = 0,9 D + 1,0E U = 1,2 D + 1,0 L + 1,6 W U = 0,9 D + 1,6W

Untuk faktor beban hidup boleh direduksi menjadi 0,5.

Analisa struktur utama dari gedung ini meliputi perencanaan balok, kolom dan elemen utama dari gedung. Dimana struktur utama tersebut direncanakan menerima beban gravitasi dan beban lateral gempa.

5.5 Analisa Gempa Statik

Pada tugas akhir ini, telah dikemukakan bahwa analisa beban gempa yang dipakai adalah analisa statik dengan metode analisa Statik Ekuivalen 3 dimensi. Dimana koefisien gempa rencana diambil untuk gempa periode ulang 500 tahun (PKGUBG SNI 03-1726-2002 ps 3.9) , gempa wilayah 5, dan struktur berada di atas tanah lunak. Kombinasi arah pembebanan gempa pada struktur didasarkan pada PKGUBG SNI 03-1726- 2002 ps 5.8 yaitu sebagai berikut :

Analisis Penurunan Preloading Sistim Matras Bambu (Arifin)

- Gravitasi  100 % gempa arah X  30 % gempa arah Y -

Gravitasi  30 % gempa arah X  100 % gempa arah Y

Untuk perencanaan diambil dari hasil yang paling berbahaya (terbesar) dari dua kombinasi tersebut. Untuk beban geser dasar nominal statik ekuivalen (V) yang terjadi dapat dihitung menurut pers. 26 PKGUBG SNI 03-1726-2002

V=

xW t

dimana : C 1 = nilai faktor Respons Gempa yang didapat dari Spektrum Respons Gempa Rencana (gambar 2 PKGUBG SNI 03-1726-2002) untuk

waktu getar alami fundamental T 1

Wt = Berat Total gedung I = Faktor Keutamaan Gedung (Tab.1 PKGUBG SNI 03-1726-2002) R = Faktor Reduksi Gempa ( R m = 8,5 ; Tabel 3 ) 1 T =xn

= 0,18 x 10 = 1,8 dimana :  = koefisien (tabel 8) = 0,18 n = jumlah tingkat

Beban geser dasar nominal V harus dibagikan ke sepanjang tinggi struktur gedung menjadi beban – beban gempa nominal statik ekuivalen F i

yang Denangkap pada joint balok kolom ujung portal tingkat ke-i menurut persamaan :

xV

i 1

dimana : Wi = Berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai. i z = Ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan

Sebagai kontrol perlu diperhatikan (PKGUBG SNI 03-1726-2002 ps 8.1.2 dan 8.2.2) : -

Untuk persyaratan kinerja batas layan ,dalam segala hal simpangan antar tingkat (drift) tersebut tidak boleh lebih dari 0,03/R atau 30 mm

44 NEUTRON, Vol.3, No. 1, Februari 2003: 1-14

- Untuk persyaratan kinerja batas ultimit, dalam segala hal simpangan antar tingkat (drift) tersebut tidak boleh lebih dari 0,02 kali tinggi tingkat yang bersangkutan.

5.6 Input Data SAP 2000 A. Satuan

Seluruh satuan yang digunakan dalam menganalisa struktur utama gedung ini adalah : - N (Newton)

: untuk dimensi gaya

- mm : untuk dimensi panjang (jarak)

B. Material

Material yang digunakan dalam struktur gedung ini adalah : - Jenis Bahan

: Beton bertulang

- Berat Volume

: 2400 kg/m 3

- Mutu Beton (f’c)

: 30 MPa

- Mutu Baja (fy) tul. ulir : 400 Mpa - Mutu Baja (fys) tul. polos

: 240 Mpa

- Modulus Elastisitas

(Ec)

: 24820 N/mm 3 (default program Sap 2000)

C. Pembebanan Vertikal

Pembebanan Vertikal meliputi berat sendiri elemen struktur(beban mati) serta beban hidup yang bekerja pada struktur secara vertikal. Seluruh beban vertikal dimasukkan melalui pembebanan pada bentang balok. Beban dari pelat ke balok didistribusikan sebagai beban segitiga maupun beban trapesium. Distribusi beban pelat kepada balok didasarkan dengan acara Tributary Area, yaitu beban plat dinyatakan dalam bentuk trapesium dan segitiga dan kemudian diubah menjadi beban merata ekivalen . Variasi pembebanan dan beban ekivalen dapat dilihat pada sketsa dibawah ini :

Lantai Perkantoran

Model pembebanan pada plat type A:

Analisis Penurunan Preloading Sistim Matras Bambu (Arifin)

Beban plat lantai Perkantoran ( lantai 1 s/d 9)  Beban Mati

= 457 Kg/m 2

 Beban Hidup

= 250 Kg/m 2

Beban akibat model pembebanan plat type A

Beban Mati Beban hidup

Model pembebanan yang lain akan ditampilkan dalam tabel 5.1 :

D. Pembebanan Lateral

Pembebanan lateral berasal dari beban gempa (statik ekivalen)

5.7 Perhitungan Beban Total Bangunan Berat Lantai Plat Atap

Beban Mati

46 NEUTRON, Vol.3, No. 1, Februari 2003: 1-14

= 155.520,00 Kg - Balok Induk 40/60

- Plat Atap

= 0,12 x 540 x 2400

= 0,4 x 0,48 x (150 + 112.6) x 2400 = 121.006,08 Kg - Balok Anak 35/50

17.045,28 Kg - Balok Anak 30/40

= 0,35 x 0,38 x 53,4 x 2400

1.612,20 Kg - Dinding Batu Bata

= 0,30 x 0,28 x 8 x 2400

= (127,75 x 3,6) x 250

= 114.975,00 Kg

28.025,00 Kg Plafond & - Penggantung

= (1.25 x 36,4 + 74 x 0.9) x 250

9.720,00 Kg - Instalasi Pipa

= 540x 18

21.600,00 Kg - Finishing Atap

(0,6 x 0,6 x 3,6 x 20 x 2400) +

- Kolom

84.672,00 Kg + Beban Mati total ( ∑Wd ) = 569.295,56 Kg Beban Hidup - Beban Hidup Atap

= (0,5x 0,4 x 3,6 x 13 x 2400 )

Kg/m 2

koefisien Beban hidup

beban hidup total ( ∑Wh ) = 0,3 x 100 x 540

16.200,00 Kg

Total BebanLantai Atap ∑Wd + ∑Wh = 585.495,56 g

Berat Lantai 9

Beban Mati - Plat Lantai

= 152.976,96 Kg - Balok Induk 40/60

= 0,12 x 531,17 x 2400

= 121.006,08 Kg - Balok Anak 35/50

= 0,4 x 0,48 x (150 + 112.6) x 2400

= 17.045,28 Kg - Balok Anak 30/40

= 0,35 x 0,38 x 53,4 x 2400

= 1.612,20 Kg - Dinding Batu Bata

= 0,30 x 0,28 x 8 x 2400

= ((86,6 x 2,4)+(95,3 x 0,90)) x 250

= 73.402,50 Kg

= 22.750,00 Kg Plafond & - Penggantung

= (2,5 x 36,4) x 250

= 9.561,06 Kg - Instalasi Pipa

= 531,17 x 18

= 21.246,80 Kg - Spesi

= 531,17 x 40

= 33.463,71 Kg - Tegel

(0,6 x 0,6 x 3,6 x 20 x 2400) +

- Kolom

= 84.672,00 Kg + - Tangga

= (0,5x 0,4 x 3,6 x 13 x 2400 )

= 1.227,89 x 28,3

= 34.749,29 Kg

Beban Mati total ( ∑Wd )

= 570.992,04 Kg

Analisis Penurunan Preloading Sistim Matras Bambu (Arifin) 47

Beban Hidup - Beban Hidup Lantai

Kg/m 2

- Beban Hidup Tannga

Kg/m 2

koefisien Beban hidup

= (0,3 x 250 x 531,17)+(28,3

beban hidup total ( ∑Wh )

x 300 x 0,3 )

= 42.384,75 Kg

Total Beban Lantai 9 ∑Wd + ∑Wh = 613.376,79 g

Berat Lantai 1 - 8

Beban Mati - Plat Lantai

= 152.976,96 Kg - Balok Induk 40/60

Dokumen yang terkait

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

Analisis Komposisi Struktur Modal Yang Optimal Sebagai Upaya Peningkatan Kinerja Operasional Pada PT Telagamas Pertiwi Di Surabaya

1 65 76

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

EVALUASI PENGELOLAAN LIMBAH PADAT MELALUI ANALISIS SWOT (Studi Pengelolaan Limbah Padat Di Kabupaten Jember) An Evaluation on Management of Solid Waste, Based on the Results of SWOT analysis ( A Study on the Management of Solid Waste at Jember Regency)

4 28 1

Analyzing The Content Validity Of The English Summative Tests In Vocational Schools (A Case Study In Odd Semester Of Second Year Technology Major In Tangerang Vocational Schools)

1 50 155

Analysis On Students'Structure Competence In Complex Sentences : A Case Study at 2nd Year class of SMU TRIGUNA

8 98 53

Tinjauan Atas Perencanaan Dan Pengendalian Anggaran Kas Pada Lembaga Kemahasiswaan Institut Teknologi Bandung

6 69 56

Prosedur Verifikasi Internal Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) Pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat

2 110 1

Pengaruh Kebijakan Hutang Dan Struktur Kepemilikan Manajerial Terhadap Kebijakan Deviden Pada PT. Indosat

8 108 124