Perkembangan Pendidikan Pada Zaman Refor

Perkembangan Pendidikan Pada Zaman Reformasi
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pendidikan sebagai suatu proses berkesinambungan yang ada sejak manusia
itu ada, memiliki suatu perkembangan yang dinamis sesuai dengan jiwa zaman
(zeitgist) dalam suatu masa tertentu. Pendidikan mengikuti pola kehidupan
masyarakat dan sistem kebudayaan yang melatarbelakanginya. Sehingga
tidak jarang peralihan atau pergantian dari suatu sistem kekuasaan akan
mengakibatkan pula perubahan substansi dalam bidang pendidikan. Dari zaman
prasejarah, zaman kuno, zaman pertengahan sampai pada zaman modern pendidikan
mengalami suatu perubahan secara dinamis sampai pada rezim orde baru di bawah
kekuasaan Soeharto.
Setelah Rezim orde baru mengalami keruntuhan pada tahun 1998 maka
dimulaialah suatu zaman perubahan (Reformasi) yang tentu saja ikut merubah tatanan
sistem pendidikan di Indonesia. Ketidakteraturan politik, ekonomi, sosial dan budaya
Indonesia pada saat itu hingga sekarang mengalami perubahan – perubahan secara
signifikan. Seiring dengan hal tersebut, pendidikan juga tidak terlepas dari dampak
perubahan politik. Untuk mengkaji dan mengidentifikasi permasalahan tersebut, maka
kami mencoba memaparkan hasil tinjauan pustaka mengenai perkembangan
pendidikan pada jaman reformasi hingga sekarang.

2. Rumusan Masalah
 Bagaimana sistem pendidikan orde reformasi
 Apa saja perubahan yang berdampak langsung pada masyarakat

3. Tujuan Penulisan
 Mengetahui sistem pendidikan pada zaman orde reformasi
 Merasakan dampak langsung dari perubahan sistem pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Proses Pendidikan
Reformasi pendidikan merupakan hukum alam yang akan mencari jejaknya
sendiri, khususnya memasuki masa milenium ketiga yang mengglobal dan sangat ketat
dengan persaingan. Agar kita tidak mengalami keterkejutan budaya dan merasa asing
dengan dunia kita sendiri, refleksi pendidikan ini setidaknya merupakan sebuah potret
diri agar dikemudian hari kita tidak lupa dengan wajah diri kita sendiri (Suyanto &
Hisyam, 2000: 2). Perubahan yang sangat menonjol pada era reformasi adalah
dilaksanakannya otonomi daerah sebagai implementasi dari UU No. 22/1999 tentang

pemerintahan daerah. Lebih lanjut, tantangan yang berkaitan dengan regulasi adalah
kondisi UU No. 2/1989 tentang sistem pendidikan nasional (UU SPN) yang menganut

manajemen pendidikan sentralistis/k dan masih lebih menitikberatkan penyelenggaraan
pendidikan pada pemerintah, yang tidak lagi sesuai dengan prinsip otonomi daerah.
Dari segi kualifikasi tenaga guru di Indonesia masih jauh dari harapan. Hal ini
ditunjukkan oleh statistik sebagai berikut: dari jumlah guru SD sebanyak 1.141.161
orang, 53% diantaranya berkualifikasi D-II atau statusnya lebih rendah. Dari jumlah
guru SLTP sebanyak 441.174 orang, 36% berkualifikasi D-II atau lebih rendah, 24,9%
berijasah D-III kemudian dari 346.783 orang guru sekolah menengah, sebanyak 32%
masih berkualifikasi D-III atau lebih rendah statusnya. Sementara itu pengangkatan
tenaga pendidik yang baru setiap tahun hanya dipenuhi 25% dari usulan kebutuhan
akan tenaga pendidik (Soearni, 2003: 396 – 397).
Implikasi dari situasi bangsa Indonesia seperti itu adalah dalam waktu kurang
dari satu dasawarsa ini sering terjadi pergantian kabinet sesuai dengan presiden yang
berkuasa. Hal ini tentu saja membawa dampak secara tidak langsung terhadap sistem
pendidikan di Indonesia. Pergantian kabinet, termasuk menteri pendidikan nasional
dapat berdampak seringnya terjadi pergantian kurikulum pendidikan yang diterapkan di
seluruh Indonesia.
B. Periodesasi Pemerintahan
Pada era pemerintahan Habibie masih menggunakan kurikulum 1994 yang
disempurnakan sampai pada masa pemerintahan Gus Dur. Pada masa pemerintahan
Megawati terjadi beberapa perubahan tatanan di bidang pendidikan, antara lain :

a. Dirubahnya kurikulum 1994 menjadi kurikulum 2000 dan akhirnya disempurnakan
menjadi kurikulum 2002 (KBK). KBK atau Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan
kurikulum yang pada dasarnya berorientasi pada pengembangan tiga aspek utama,
antara lain aspek afektif (sikap), kognitif (pengetahuan) dan psikomotorik (ketrampilan).
b. Pada tanggal 8 juli 2003 disahkannya Undang – undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional yang memberikan dasar hukum untuk membangun
pendidikan nasional dengan menerapkan prinsip demokrasi, desentralisasi, otonomi,
keadilan dan menjunjung Hak Asasi Manusia.
Menurut Lembaran Negara Nomor 4301 Pendidikan dalam UU Republik
Indonesia No. 20/2003, pembaharuan sistem pendidikan nasional dilakukan untuk
memperbaharui visi, misi dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Visi dari
pendidikan nasional adalah terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang
kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga Negara Indonesia
berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif
menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Adapun misi dari pendidikan nasional
adalah sebagai berikut :
a. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperleh pendidikan dan
bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia.
b. Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak
usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar.

c. Meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk

mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral.
d. Meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat
pembudayaan ilmu pengetahuan, ketrampilan, pengalaman, sikap dan nilai
berdasarkan standar nasional dan global.
e. Memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan
berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kemudian setelah Megawati turun dari jabatannya dan digantikan oleh Susilo
Bambang Yudhoyono, UU No. 20/2003 masih tetap berlaku, namun pada masa SBY
juga ditetapkan UU RI No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen. Penetapan Undang –
undang tersebut disusul dengan pergantian kurikulum KBK menjadi Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum ini berasaskan pada PP No. 19 tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan. KTSP merupakan kurikum operasional yang
disusun dan dilaksanakan oleh masing – masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari
tujuan pendidikan, tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat
satuan pendidikan, kalender pendidikan serta silabus (BSNP, 2006: 2). KTSP
dikembangkan berdasarkan prinsip sebagai berikut :
a. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan pesrta didik
serta lingkungan.

b. Beragam dan terpadu.
c. Tanggapan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
d. Relevan dengan kebutuhan kehidupan.
e. Menyeluruh dan berkesinambungan.
f. Belajar sepanjang hayat.
g. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah

Tujuan pendidikan KTSP :
a. Untuk pendidikan dasar, diantaranya meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut.
b. Untuk pendidikan menengah, meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,
akhlak mulia serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih
lanjut.
c. Untuk pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan
mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan


Pendidikan pada zaman reformasi mengalami suatu perkembangan yang pada
dasarnya lebih maju daripada pendidikan pada zaman orde baru. Pendidikan pada
zaman reformasi mengutamakan pada perkembangan peserta didik yang lebih terfokus
pada pengelolaan masing – masing daerah (otonomi pendidikan). Dalam hal tenaga
kependidikan diberlakukan suatu kualifikasi profesional untuk lebih meningkatkan mutu
pendidikan Indonesia. Sedangkan sarana dan prasarana juga sudah mengalami suatu
peningkatan yang baik. Namun daripada hal tersebut pendidikan yang ada di Indonesia
masih belum mengalami suatu pemerataan. Ini terlihat dari adanya beberapa sekolah –
sekolah terutama di daerah pedalaman masih terdapat keterbatasan dalam berbagai
aspek penyelenggaraannya. Dinamika sosial politik Indonesia yang juga berdampak
pada perubahan kurikulum merupakan suatu bentuk penyempurnaan dalam bidang
pendidikan untuk meningkatan mutu pendidikan di Indonesia.
B. Saran
Bagi para pembaca dan rekan-rekan yang lainnya, Kritik dan saran yang bersifat
membangun selalu kami harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan Makalah kami.
Jadikanlah makalah ini sebagai sarana yang dapat mendorong para mahasiswa/i
berfikir aktif dan kreatif.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: PSNP
Ricklefs, M. C. 2001. Sejarah Indonesia Modern: 1200-2004. Jakarta: PT Serambi Ilmu
Semesta
Soearni, Eddy. 2003. Pengembangan Tenaga Kependidikan pada Awal Era Reformasi
(1998-2001) dalam “Guru di Indonesia, Pendidikan, Pelatihan dan Perjuangan Sejak
Jaman Kolonial Hingga Era Reformasi”. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional RI,
Dirjen Dikdasmen, Direktorat Tenaga Kependidikan
Suyanto & Hisyam. 2000. Refleksi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia Memasuki
Millenium III. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional. 2003. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

BAB I
PENDAHULUAN

Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan yang mencakup seluruh
aspek kehidupan masyarakat, termasuk aspek sosial, ekonomi, kultural, dan politik,
dengan tujuan utama meningkatkan kesejahteraan warga bangsa secara
keseluruhan. Dalam proses pembangunan tersebut peranan pendidikan sangat

strategis. Berbagai upaya pembaharuan pendidikan telah dilaksanakan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan namun demikian sampai sejauh ini belum
menampakkan hasil. Mengapa kebijakan pembaharuan pendidikan di Indonesia
dapat dikatakan senantiasa mengalami kegagalan dalam menjawab problem
masyarakat ? "Kegagalan" pembaharuan pendidikan tersebut dikarenakan penentu
kebijakan tidak sinkron dalam mengimplementasikan paradigma peranan
pendidikan dalam perubahan sosial.
Krisis multi dimensi yang di-alami bangsa Indonesia belum sepenuhnya teratasi
sehingga memberikan dampak negatif terhadap dunia pendidikan dengan
memunculkan keseimbangan baru pendidikan. Terobosan baru dalam dunia
pendidikan harus diperkenalkan dan diciptakan untuk mengatasi permasalahan
pendidikan, dengan kata lain reformasi pendidikan merupakan suatu "imperative
action".
Reformasi pendidikan merupakan suatu proses yang kompleks dan majemuk
sehingga memerlukan pengerahan segenap potensi yang ada dalam tempo yang
panjang. Di samping itu, yang lebih penting adalah reformasi pendidikan harus
memberikan peluang (room for manoeuvre) bagi siapapun yang aktif dalam
pendidikan untuk me-ngembangkan langkah-langkah baru yang memungkinkan peningkatan kualitas pendidikan.
Reformasi pendidikan pada dasarnya mempunyai tujuan agar pendidikan dapat
berjalan lebih efektif dan efsien dalam mencapai tujuan pendidikan nasional.

Dalam reformasi tersebut yang perlu dilakukan adalah identifkasi masalah yang
menghambat pelaksanaan pendidikan dan perumusan reformasi bersifat strategik
dan praktis sehingga dapat diimplementasikan di lapangan.
Reformasi pendidikan harus berdasarkan pada realitas lembaga pendidikan yang
ada, bukan berdasar pada jargon-jargon pendi-dikan semata. Maka reformasi
pendidikan tersebut hendaknya didasarkan fakta dan hasil penelitian yang valid,
sehingga dapat dikembangkan program reforma-si yang utuh, jelas dan realistis.
Implementasi reformasi pendi-dikan yang berada diantara kebijakan publik dan
kebijakan yang berdasarkan pada mekanisme pasar tersebut, memusatkan pada

empat dimensi yaitu : dimensi kultural-fondasional, politik kebijakan, teknis
operasional, dan dimensi kontekstual.
Dimensi kultural fondasional berkaitan dengan nilai, keyakinan dan norma-norma
pendidikan, seperti apa sekolah/lembaga pendidikan itu? Siapa pengajar/ dosen?
Seberapa jauh materi yang harus dipelajari anak didik? dan siapa siswa itu? serta
siapa yang memiliki kekuasaan untuk mengontrol institusi sekolah tersebut? Maka
jawaban atas pertanyaan tersebut akan dapat menentukan gambaran fungsi dan
tanggung jawab serta peranan komponen institusi pendidikan seperti pimpinan
lembaga pendidikan, tenaga pengajar, pegawai administrasi, siswa dan orang tua
siswa yang bersang-kutan.

Secara khusus, reformasi pendidikan ditunjukkan oleh perilaku dan peran baru
siswa/anak didik dalam proses belajar-mengajar di lembaga pendidikan tersebut.
Perubahan pada diri anak didik tersebut sebagai hasil adanya perubahan perilaku
pada diri staf pengajar dalam melaksanakan proses belajar-mengajar khususnya,
dan perubahan iklim lembaga pendidikan tersebut pada umumnya.
Perubahan perilaku tenaga pe-ngajar/guru/dosen merupakan perubahan pada
aspek teknis yang disebabkan oleh aspek politik. Namun demikian reformasi
pendidikan tidak lebih dari sekedar dimensi teknis dan politik, melainkan harus
meletakkan dimensi kultural dalam proses reformasi. Tetapi sayang-nya, aspek
kultural merupakan suatu yang bersifat relatif abstrak dan sulit untuk dikendalikan.
Aspek kultural dapat dibangun dan dikembangkan berdasarkan nilai-nilai dan
keyakinan yang ada dalam dunia pendidikan itu sendiri. Nilai-nilai dan keyakinan
tersebut merupakan inti dari reformasi pendidikan. Berkaitan dengan dimensi
kultural tersebut, lembaga pendidikan harus diperlakukan sebagai suatu institusi
yang memiliki otonomi dan kebijakan (organik). Lazimnya sebagai suatu sistem
organik, lemba-ga pendidikan dapat dilihat sebagai tubuh manusia yang memiliki
sifat kompleks dan terbuka yang didekati dengan sistem "thin-king" , artinya dalam
pengelolaannya lembaga pendidikan harus dilihat sebagai suatu kesatuan yang
utuh. Dengan pendekatan sistem "thinking" tersebut dapat di identifkasi struktur,
umpan balik dan dampak seperti : keterbatasan perubahan pendidkan, pergeseran

sasaran reformasi pendidikan, dan perkembangan pendidikan.

BAB II
PENDIDIKAN DI ERA REFORMASI.

Kualitas suatu bangsa ditentukan oleh kebudayaannya. Kebudayaan adalah konsep,
gagasan, pikiran, dan keyakinan yang dianut oleh suatu masyarakat dalam waktu
lama sehingga menuntun mereka dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Berbeda

konsep, berakibat berbeda pula perilaku, salah konsep berakibat menjadi salah
perilaku. Kebudayaan tidak jadi dengan sendirinya, tetapi dibangun oleh para
pemimpin bangsa.
Konsep kebangsaan Indonesia misalnya tercermin dalam konstitusi (Pancasila, UUD
45 dst) yang dirumuskan oleh faunding father RI dan dikembangkan oleh generasigenerasi berikutnya. Membangun kebudayaan dilakukan terutama melalui
pendidikan. Oleh karena itu sangat mengherankan ketika dalam kabinet kita,
kebudayaan hanya ditempel pada pariwisata sehingga kebudayaan terdistorsi
menjadi benda-benda kebudayaan yang dijadikan obyek pariwisata, sementara
ruhnya justru tidak ada yang mengerjakan.
Sesungguhnya jika tidak menjadi departemen sendiri, kebudayaan lebih tepat
berada di Departemen Pendidikan (Depdikbud), karena pendidikanlah yang
membangun konsep budaya Indonesia pada generasi sejak pendidikan dasar
hingga pendidikan tinggi, sementara Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Taman
kanak-kanak bisa diserahkan kepada masyarakat lokal sebagai wujud pembentukan
budaya lokal, dan kearifan lokal.
Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia,
sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal:
Pertama, oleh faktor hereditas, faktor keturunan. Manusia Indonesia dewasa ini
adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45 dan cucu dari generasi
1928, cicit dari generasi 1912. Menurut bapak sosiologi Ibnu Khaldun, jatuh
bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi. Pertama generasi
Pendobrak, kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat. Jika pada
bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat, yakni generasi yang hanya
asyik menikmati hasil pembangunan tanpa berfkir harus membangun, maka itu
satu tanda bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran.
Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam
kurun satu abad. Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru
setengah abad lebih, ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup,
ketika generasi pembangun
masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun, sudah muncul sangat
banyak generasi penikmat, dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang
terpelajar, tetapi justeru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar. What wrong?
Kedua, dipengaruhi oleh faktor pendidikan. Pendidikanlah yang bisa membangun
jiwa bangsa Indonesia. Lalu apa yang salah pada pendidikan generasi ini?

Pendidikan pada Era reformasi

Era reformasi melahirkan keterkejutan budaya, bagaikan orang yang terkurung
dalam penjara selama puluhan tahun kemudian melihat tembok penjara runttuh.
Mereka semua keluar mendapati pemandangan yang sangat berbeda, kebebasan
dan keterbukaan yang nyaris tak terbatas. Suasana psikologis eforia itu membuat
masyarakat tidak bisa berfkir jernih, menuntut hak tapi lupa kewajiban, mengkritik
tetapi tidak mampu menawarkan solusi.
Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari sistem pendidikan nasional
kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global sehingga kita hanya mampu
mengekspor tenaga kerja PRT, sebaliknya tenaga skill pun di dalam negeri harus
bersaing dengan tenaga skill dari luar. Problemnya, output pendidikan yang
bermutu itu baru dapat dinikmati 20-25 tahun kemudian. SDM kita yag tidak
kompetetif hari ini adalah juga produkdari sistem pendidikan sejak 20-30 tahun
yang lalu. Untuk mengubah sistem pendidikan secara radikal juga punya problem,
yaitu tenaga guru yang kita miliki adalah produk dari sistem pendidikan yang tidak
tidak tepat. Dalam konsep IKIP guru adalah instrument pendidikan, bukan tokoh
yang bisa mentransfer kebudayaan kepada anak didiknya. Lingkaran setan inilah
yang sulit diputus.
Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk
mengubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya bangsa.
Sayang ahli-ahli pendidikan kita lebih berorientasi kepada teksbook dibanding
melakukan ujicoba sistem di lapangan. Guru-guru SD tetap saja hanya tenaga
pengajar, bukan guru yang digugu dan ditiru seperti dalam flsafat pendidikan
nasional kita sejak dulu. Mestinya Doktor dan Profesor bidang pendidikan tetap
mengajar di SD-SLP sehingga mampu melahirkan sistem pendidikan berbasis
budaya, menemukan realita-realita yang bisa dikembangkan menjadi teori, bukan
kemudian berkumpul di birokrasi untuk kemudian mengatur pendidikan dari balik
meja berpedoman kepada teori-teori Barat. Selagi pendidikan di SD dilaksanakan
oleh tukang pengajar, maka sulit mengembangkan mereka pada jenjang pendidikan
berikutnya.
Pendidikan bermutu memang mahal, tetapi kenaikan anggaran pendidikan di APBN
menjadi 20 % pun tidak banyak membantu jika kreatiftas Depdiknas, hanya pada
proyek-proyek pendidikan bukan pada pengembangan pendidikan.
Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa terikat
aturan birokrasi yang jelimet, tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika dijumpai
banyak lembaga pendidikan swasta yang orientasinya pada bisnis pendidikan.
Sekolah international diperlukan sebagai respond terhadap globalisasi, tetapi
pembukaan sekolah international oleh asing sangat riskan dari segi budaya bangsa
karena flsafat pendidikannya berbeda.
Untuk mempercepat dan memperluas budaya belajar sebaiknya anggaran
pendidikan negara bukan hanya diperuntukkan bagi sekolah formal, tetapi juga

untuk sekolah informal dan sekolah non formal. Pada satu titik nanti pasar tenaga
kerja tidak lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat skill tenaga kerja, dan
ini bisa dikermbangkan di sekolah informal dan non formal. Pada satu titik nanti,
gelar-gelar akademik juga tidak lagi relefan

Dimensi Politik-Kebijakan
Dimensi politik berkaitan dengan otoritas, kekuasaan dan pengaruh (termasuk
negoisasi) untuk memecahkan konfik-konfik dan isu-isu pendidikan. Aspek politik
dari reformasi pendidikan amat kompleks. Keberhasilan dalam mengendalikan
aspek politik ini ditunjukkan dengan adanya berbagai kebijakan dan setiap
kebijakan saling melengkapi serta menuju sasaran utama yaitu meningkatkan
kemajuan pendidikan.
Dimensi politik ini tidak sekedar hak-hak politik warga sekolah/institusi pendidikan,
khususnya tenaga pengajar/guru/dosen dan kepala sekolah/rektor, tetapi
mempunyai pengertian yang luas, yakni penekanan pada kebebasan atau otonomi
sekolah, khususnya dalam kaitannya dengan masya-rakat sekitar. Dengan otonomi
tersebut maka keberadaan sekolah/lembaga pendidikan merupa-kan bagian yang
tidak terpisahkan dari masyarakat dan tidak terlalu menggantungkan pada birokrasi
di atas.
Keberhasilan reformasi pendidik-an ditentukan oleh keberhasilan dalam
memberdayakan guru/dosen, dimana guru/dosen me-miliki otonomi profesional dan
kekuasaan untuk menentukan bagaimana visi dan misi sekolah/institusi
pendidikan / lembaga pendidikan harus diimplementasikan dalam praktek seharihari. Selain itu pemberdayaan guru/dosen perlu dilakukan pula melalui pemberian
kesempatan dan dorongan bagi mereka untuk selalu belajar menambah ilmu.
Proses pembelajaran (learning) sepanjang waktu bagi tenaga pendidik/guru/dosen
merupakan keharusan dan menjadi titik sentral dalam reformasi pendidikan.
Dimensi Teknis Operasional
Dimensi teknis berkaitan dengan profesionalisme dan tingkat pengetahuan
pendidik, atau dengan kata lain aspek teknis dipusatkan pada kemauan dan
kemampuan guru/dosen untuk melaksanakan reformasi pada dimensi kelas atau
melaksanakan proses belajar-mengajar sebagaimana dituntut oleh reformasi.
Kemampuan pendidik yang dituntut dalam reformasi pendidikan pada umumnya
adalah kemampuan penguasaan materi kurikulum dan kemampuan paedogogik.
Orientasi kurikulum me-nitikberatkan pada penguasaan konsep-konsep pokok dan
menekankan pada cara bagaimana peserta didik menguasai konsep dan hubungan
untuk dikaitkan dengan realitas kehidupan masyarakat. Disamping perlu
penyempurnaan kurikulum, pendidik harus memahami dan memiliki motiva-si untuk

mempergunakan pendekatan dan cara belajar yang lebih natural /alami dan
menarik. Untuk itu perlu dikembangkan tim kerja yang melibatkan pendidik dan
para pakar/ahli agar dapat terjalin komunikasi yang baik sehingga berdampak
positif bagi pendidik itu sendiri dalam me-ngembangkan kemampuan dan
pengetahuannya.
Dimensi Kontekstual
Pendidikan tidak berproses da-lam suasana vakum dan tertutup, namun terbuka
dan senantiasa berinteraksi dengan aspek-aspek lain diluar pendidikan. Aspekaspek lain tersebut dapat berdampak positif maupun negatif bagi pendidikan.
Aspek-aspek tersebut antara lain : kepedulian ma-syarakat terhadap pendidikan,
perkembangan media masa, dan sistem politik pemerintah.
Keberhasilan reformasi pendidik-an ditentukan juga oleh dukung-an masyarakat,
warga masyarakat, khususnya orang tua siswa perlu dilibatkan untuk berpartisipasi
dalam proses pembelajaran secara aktif. Maka untuk itu, orang tua siswa dan
tokoh-tokoh masyarakat perlu diajak memahami visi dan misi institusi pendidikan
tersebut sehingga mereka dapat mengambil peran dalam melaksanakan misi
tersebut sesuai dengan keyakinan dan kemampuannya.

Program Aksi Reformasi
Dalam pembahasan sebelumnya kita ketahui bahwa empat dimensi/aspek tersebut
secara riil dapat diimplementasikan dalam "action program" dan memberikan
dukungan yang signifkan dalam kontribusinya meningkatkan kualitas pendidikan
sesuai dengan tujuan reformasi yang diharapkan. Program aksi yang perlu
dikembangkan untuk me-nunjukkan tujuan reformasi tersebut dapat diwujudkan
dalam matriks analisa reformasi.

BAB III
PENUTUP

Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
Reformasi pendidikan merupakan suatu keharusan walaupun krisis moneter,
ekonomi
dan politik masih belum sepenuhnya dapat diselesaikan dengan baik.

Reformasi pendidikan yang diperlukan bersifat mendasar
menyangkut dimensi kultural, politik, teknis, dan kontekstual.

dan

menyeluruh,

Kemungkinan adanya resistensi yang menghambat reformasi pendidikan, sehingga
reformasi pendidikan perlu mendapat dukungan dari kalangan profesional, orang
tua dan masyarakat.
Reformasi pendidikan berhasil jika beban administrasi (non-profesi) tenaga pendidik
dikurangi dan lebih menekankan pada aspek teknis profesional.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Don., S. and Biddle, Bruce, J., Knowledge for Policy : Improving Education
Trough Research, The Falmer Press, New York, 1991.
Boediono, Dampak Krisis Ekonomi dan Moneter Terhadap Pendidikan, Pusat
Penelitian Sains dan Teknologi, Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, Jakarta,
1998.
Taufk Abdullah, Nasionalisme dan Politik Akademika, No. 02/I,, P. 47-51, 1991
Verspoot, A.M. & Leno, J.L., Improving Teaching. A Key to Succesful.
Educational Change. Lessons from the World Bank. A Paper. The Annual IMTEC
Seminar, Bali Indonesia ,1986.
Zamroni, Paradigma Pendi-dikan Masa Depan, Bigraf Publishing, Yogyakarta, 2000.

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MENANGANI KELUHAN PELANGGAN SPEEDY ( Studi Pada Public Relations PT Telkom Madiun)

32 284 52

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65