PERTANGGUNG JAWABAN TINDAKAN DISKRESI KEP

ISSN 2407-4233
Jurnal
Volume 4 Nomor 2 Desember 2017
Jendela Hukum dan Keadilan
PERTANGGUNGJAWABAN TINDAKAN DISKRESI KEPOLISIAN OLEH ANGGOTA
POLRI DALAM MELAKSANAKAN TUGAS DAN KEWENANGAN
(Study Kasus di Polsek Padang Ulak Tanding (PUT) dan Detasemen A Pelopor Curup)

Henricus Marwanto
Yanto Sufriadi
Ashibly
Program Magister Ilmu Hukum, Universitas Prof.Dr.Hazairin, SH Bengkulu
E-mail : henricusmarwanto.35@gmail.com
Abstract
Law is a political product that becomes a collective agreement to organize, supervise and sanction in order to
realize a social order and prevent the occurrence of conflict of interest which ultimately aimed to achieve
prosperity. While in the Indonesian state Police is part of the implementer and bodyguard of various rules of
law (legal products) and legal policies generated by the legislator. In accordance with Article 18 paragraph (1)
of Law No.02 of 2002 on the Police of the Republic of Indonesia, in the public interest of the Police officers of
the State of the Republic of Indonesia in carrying out its duties and authorities may conduct a police discretion,
namely to act freely in its sole discretion and be responsible for its actions . With this great discretionary

authority the author examines how the relationship between police discretion and Police performance, the legal
consequences and accountability of the actions of the discretion it takes and the effectiveness of police
discretion by members of the INP in the execution of its duties and authorities.The approach used in this
research is the method of approach that is normative-empirical. This approach is used because of issues that
will be discussed related to the reality of the field and the attitude or action taken by law enforcement officers in
the implementation of duties and authority. But also based on the laws and legislation applicable to provide
perspective on the thing studied. Research conducted in Polsek PUT and Detachment A Pioneer, because the
legal area of PUT Police is a "red area"that is prone to crime and prone to social conflict and Brimob Den A
Pelopor is a pembeck-up troop that is a battering unit that provides police strengthening assistance in the legal
area of PUT Polsek.There are two kinds of discretionary actions by members of the PUT and Brimob Den A
Pelopor. The first discretionary action taken with consideration in order to speed up the process of settling the
case, prevent the accumulation of cases, the litigants require the completion of mediation to be completed with
the win-win solution so that the police performance will increase. The second discretion is carried out in urgent
situations, or needs immediate situational action, as well as situations of social conflict or circumstances that
require decisions to take repressive or non-action action. So that with the effectiveness of discretion, make the
performance of Police become increasing, but for mistake of analysis so that discretionary action can not be
accounted or error of procedure and abuse of authority will make a disciplinary violation and for the
perpetrator will be punished discipline according to Government Regulation No.2 year 2003 about Rule
Discipline Member of Police or processed by law if it is a crime.
Keywords: Discretion, Responsibility, Legal Products


ISSN 2407-4233
1
Volume 4 Nomor 2 Desember 2017

Jurnal
Jendela Hukum dan Keadilan
Abstrak

Hukum merupakan produk politik yang menjadi kesepakatan bersama untuk menata, mengawasi dan
memberikan sanksi agar terwujud suatu keteraturan sosial dan mencegah terjadinya konflik
kepentingan yang pada akhirnya ditujukan untuk mencapai kesejahteraan.Sedangkan di negara
Indonesia Polri merupakan bagian dari pelaksana dan pengawal dari berbagai aturan-aturan hukum
(produk hukum) dan kebijakan hukum yang dihasilkan oleh pembentuk Undang-undang. Sesuai
dengan Pasal 18 ayat (1) UU No.02 tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,
untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas
dan wewenangnya dapat melakukan diskresi kepolisian, yakni bertindak secara bebas dengan
pertimbangannya sendiri dan bertanggungjawab atas tindakannya tersebut. Dengan wewenang
diskresi yang besar ini penulis meneliti bagaimanakah hubungan antara diskresi kepolisian dengan
kinerja Polisi,terhadap konsekwensi hukum dan akuntabilitas tindakan diskresi yang diambilnya serta

efektifitas

diskresi

kepolisian

oleh

anggota

Polri

dalam

pelaksanaan

tugas

dan


wewenangnya.Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yang
bersifat normatif-empiris. Pendekatan ini digunakan karena masalah yang akan dibahas berkaitan
dengan realitas dilapangan dan sikap atau tindakan yang diambil oleh aparat penegak hukum dalam
pelaksanaan tugas dan wewenangnya.Tetapi juga berdasarkan hukum dan perundang-undangan yang
berlaku untuk memberikan perspektif terhadap hal yang diteliti.Penelitian dilaksanakan di Polsek
PUT dan Detasemen A Pelopor, karena wilayah hukum Polsek PUT merupakan “daerah merah” yaitu
daerah rawan kriminalitas dan rawan konflik sosial dan Brimob Den A Pelopor merupakan pasukan
pembeck-up yakni satuan pemukul yang memberikan bantuan perkuatan kepolisian di wilayah hukum
Polsek PUT.Terdapat dua macam pelaksanaan tindakan diskresi oleh anggota Polsek PUT dan
Brimob Den A Pelopor. Yang pertama tindakan diskresi yang dilakukan dengan pertimbangan dalam
rangka mempercepat proses penyelesaian kasus, mencegah penumpukan perkara, pihak berperkara
menghendaki penyelesaian mediasi agar selesai dengan solusi terbaik (win-win solution) sehingga
kinerja kepolisian menjadi meningkat. Yang kedua diskresi yang dilaksanakan dalam situasi
mendesak, atau perlu tindakan situasional segera, seperti halnya situasi konflik sosial atau keadaan
yang membutuhkan keputusan untuk mengambil tindakan represif atau tidak melakukan tindakan.
Sehingga dengan efektifitas diskresi, menjadikan kinerja Polri menjadi meningkat, tetapi atas
kesalahan analisa sehingga tindakan diskresi tidak bisa dipertanggungjawabkan atau kesalahan
prosedur dan penyalahgunaan wewenang akan menjadikan suatu pelanggaran disiplin dan bagi
pelakunya akan dikenakan hukuman disiplin sesuai Peraturan Pemerintah No.2 tahun 2003 tentang
Peraturan Disiplin Anggota Polri atau diproses hukum bila merupakan tindak pidana.

Kata Kunci : Diskresi, Tangungjawab, Produk Hukum

Jurnal
2
Jendela Hukum dan Keadilan
Pendahuluan

ISSN 2407-4233
Volume 4 Nomor 2 Desember 2017

Bangsa Indonesia didirikan oleh para pendiri bangsa dengan tujuan tercapainya kedamaian dan
kesejahteraan , hal tersebut dapat kita lihat dalampembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945, alenia ke-4 yang antara lain berbunyi :
1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
2. Untuk memajukan kesejahteraan umum,
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa,
4. Melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial,
Seiring waktu bangsa ini ditempa melalui berbagai gejolak dan peristiwa-peristiwa sosial,
ekonomi dan politik. Semenjak Indonesia merdeka pada masa Orde Lama, Orde Baru dan Era

Reformasi hingga sekarang pasca reformasi, telah berkali-kali bangsa ini melakukan perbaikan system
pemerintahan, system hukum dan bahkan konstisusi. Namun keamanan dan ketertiban, selalu saja
menjadi pokok persoalan yang berkembang seiring dengan berkembangnya peradaban dan tekhnologi.
Dari semenjak berdirinya Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang terdiri dari
Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara dan Kepolisian, pemerintah di negeri ini berusaha
mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat di Negara Indonesia. Hingga akhirnya keluarlah
TAP MPR Nomor VI Tahun 2000 dan TAP MPR Nomor VII Tahun 2000 yang memisahkan
Kepolisian dan TNI sehingga memiliki kewenangannya masing-masing yang dapat memperjelas
tugas dan fungsi dari masing-masing lembaga tersebut, yakni; TNI bertanggungjawab dalam
pertahanan negara sedangkan POLRI bertanggungjawab dalam menciptakan dan memelihara
keamanan dalam negeri (Kamdagri). Namun keduanya dapat pula saling membantu dalam tugas dan
tanggungjawabnya tersebut dengan cara yang diatur dalam undang-undang. 1
Berdasarkan

konstitusi yaitu Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2002, tentang Kepolisian
3
Negara Republik Indonesia bahwa pemeliharaan keamanan dalam negeri melalui upaya
penyelenggaraan fungsi kepolisian yang meliputi pemeliharaan keamanan dan

ketertiban


masyarakatpenegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat
dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku alat negara yang dibantu oleh
masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. 2
Hukum merupakan produk politik yang menjadi kesepakatan bersama untuk menata, mengawasi
dan memberikan sanksi agar terwujud suatu keteraturan sosial dan mencegah terjadinya konflik
1

3

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2002, Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Bab VII,
Pasal 41

kepentingan yang pada akhirnya ditujukan untuk mencapai kesejahteraan. 3Seperti ungkapan yang
sering kita dengar bahwa “ubi societes ibi ius” sehingga hukum akan selalu berjalan seiring
ISSN 2407-4233
Jurnal
Volume
4
Nomor

2
Desember 2017
Jendela Hukum dan Keadilan
perkembangan peradaban manusia. Lebih lanjut diungkapkan bahwa :"Hukum dan penegakannya

merupakan symbol peradaban dalam memanusiakan manusia.”4
Dalam suatu negara yang menganut system Trias Politica , dimana system pemerintahannya
terdiri dari Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif, tentu keserasian dan keselarasan akan menjadi suatu
hal yang sangat penting bagi ketiga lembaga tersebut dalam menentukan nasib bangsa. Indonesia yang
menganut sistem penegakan hukum terpadu (Integrated Criminal Justice System) yang merupakan
legal spirit dari KUHAP. Keterpaduan tersebut secara filosofis adalah suatu instrumen untuk
mewujudkan tujuan nasional dari bangsa Indonesia yang telah dirumuskan oleh The Founding Father
dalam UUD 1945, yaitu melindungi masyarakat (social defence) dalam rangka mencapai
kesejahteraan sosial (social welfare.).5 Sedangkan di negara Indonesia Polri merupakan bagian dari
pelaksana dan pengawal dari berbagai aturan-aturan hukum (produk hukum) dan kebijakan hukum
yang dihasilkan oleh pembentuk Undang-undang. Sesuai dengan UU No.02 tahun 2002 Tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia,

untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara


Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat melakukan diskresi
kepolisian, yakni bertindak secara bebas dengan pertimbangannya sendiri dan bertanggungjawab atas
tindakannya tersebut.6 Atau diskresi ini dapat pula dalam bahasa lain diartikan; suatu wewenang untuk
bertindak atau tidak bertindak atas dasar penilaiannya sendiri dalam menjalankan kewajiban hukum. 7
Dengan kewenangan yang sedemikian besarnya, maka seorang pejabat Polri memiliki kerentanan
sekaligus efektifitas dalam dirinya dalam menjalankan tugas dan wewenangnya sebagai Polri.Disatu
sisi dapat bertindak cepat menyikapi keadaan yang urgent, tetapi disisi yang lainnya juga berpotensi
terjadinya pelanggaran hukum apabila tindakan diskresi yang diambilnya tersebut setelah
dilaksanakan ternyata tidak bisa dipertanggungjawabkannya. Apabila terdapat indikasi pelanggaran
maka akan dilakukan pemeriksaan oleh Provost, atau Pengamanan Internal (Paminal) Polri/Divisi
Profesi dan Pengamanan (Div.Propam), maka setelah mendapatkan perintah dari atasan Ankum
(atasan yang berhak menghukum) maka akan dilaksanakan dalam sidang disiplin anggota Polri atau
bila terdapat pelanggaran kode etik maka setelah mendapatkan perintah dari atasan Ankum dapat

2

Ibid, bagian menimbang
Badrodin Haiti dalam Kuliah umum UMJ, Peran Polri Dalam Penegakkan Hukum di Indonesia, http://umj.ac.id, 25
April 2017, 18.15 wib
4

ibid
5
Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana ; Perspektif Eksistensialisme dan Abilisionisme, Cet II revisi, Bina Cipta,
Bandung, 1996, Hlm 9-10.
3

6
7

Sadjijono,Memahami Hukum Kepolisian, LaksBang PRESSindo, Yogyakarta, 2010 ,Hlm144
Thomas J.Aaron dalam Sadjijono, Ibid.Hlm145

diselenggarakan sidang kode etik yaitu Sidang Kode Etik Profesi Polriuntuk menentukan sanksi
disiplin ataupun sanksi hukum.
Suatu diskresi haruslah dipahami sebagai suatu pandangan dan pemahaman yang sama
antarapejabat Polri yang satu dan yang lainnya, jangan sampai dengan tujuan baik justru karenanya
menjadikan Polri jadi takut bertindak karena takut mendapatkan sanksi,
ISSN 2407-4233
Jurnal
Volume 4 Nomor 2 Desember 2017

Jendela Hukum dan Keadilan
atau juga sebaliknya menjadikan Polri arogan dalam bertindak dilapangan sehingga merugikan

dirinya sendiri dan masyarakat.
Seperti halnya kejadian yang sempat menjadi topik bahasan hangat di berbagai media beberapa
waktu lalu, yaitu :Peristiwa penembakan kendaraan yang menerobos razia Polisi pada hari Selasa 18
April 2017 yang lalu, di Lubuk Linggau, Sumatra Selatan, ketika dilaksanakan “Razia Gabungan”
4

antara Satuan Sabhara, Lantas dan Polsek Lubuk Linggau Timur. Di Jl.Fatmawati Lingkar Timur
Lubuk Linggau, terdapat mobil jenis sedan Honda City warna hitam no.Pol BG 1488 ON yang
dikendarai oleh Indra melintas di lokasi Razia diberhentikan tetapi malah menerobos dan tidak mau
berhenti, kemudian dilakukan pengejaran oleh petugas Kepolisiantetapi tetap tidak mau berhenti
bahkan menerobos lampu merah. Aksi kejar-kejaran pun terjadi, diberikan tembakan peringatan dan
akhirnya diberikan tembakan terarah, baru kendaraan “terhenti.” Dengan kejadian tersebut jatuh
korban dari pengendara dan penumpang kendaraan Sedan Honda City BG 1488 ON, lima orang
penumpang mengalami luka tembak (termasuk anak kecil berumur 3 tahun) dan satu orang
(pengemudi) meninggal dunia.8
Dari contoh nyata kejadian tersebut dalam keadaan insidentil petugas Polisi yang melakukan
pengejaran akhirnya mengambil keputusan untuk melakukan tembakan terarah kepada kendaraan
yang dikejar. Namun dari kejadian tersebut telah mengakibatkan jatuhnya korban luka dan korban
meninggal dunia, serta tidak ditemukan barang terlarang atau yang dicurigai melanggar hukum.Dalam
contoh kasus tersebut Polisi dalam keadaan terdesak memiliki pilihan untuk melakukan tembakan
terarah atau tidak melakukan tembakan, tetapi petugas tersebut dengan pertimbangan pribadinya
memilih untuk melakukan tembakan mengarah ke mobil yang dikejarnya. Bagaimanakah proses
penegakan hukumnya, dari sisi pelanggaran disiplin, hukum pidana ataupun dari sudut pandang
akuntabilitas diskresi yang diambil petugas kepolisian tersebut? Serta bagaimanakah efek dari
penjatuhan sanksi pidana maupunkelembagaan petugas kepolisisn tersebut terhadap penegakan
hukum oleh para penegak hukum dilapangan khususnya aparat Kepolisisan?
Dalam contoh lain, kejadian aksi heroik seorang anggota Polri yang menggagalkan aksi
penyanderaan di dalam angkot di Jakarta Timur yaitu pada hari Minggu 9 April 2017 ketika seorang
petugas kepolisian sedang melintas di Jl. I Gusti Ngurah Rai dan melihat adanya kejadian
penyanderaan di sebuah angkot, Petugas kepolisian tersebut dengan sigap menghampiri angkot
8

Tribun news.com, Polisi Mengaku Kejar Mobil Korban Hingga 1 Km,www.trbunnews.com, Rabu, 19 April 2017, 05:44
WIB

tersebut yang didalamnya terdapat seorang ibu bersama bayinya yang sedang ditodong seorang pelaku
kejahatan dengan menodongkan pisau dan menuntut untuk dipenuhi permintaannya. Polisi tersebut
melakukan negosiasi tetapi gagal dan sambil mencari kelengahan pelaku dan bernegosiasi ulang Polisi
tersebut mencari celah untuk melumpuhkan pelaku. Ketika
ISSN 2407-4233
Jurnal
Volume 4 Nomor 2 Desember 2017
Jendela Hukum dan Keadilan
dirasa tepat untuk melakukan tindakan kepolisian, akhirnya Polisi tersebut melakukan

penembakan pelumpuhan pelaku penyanderaan dan berhasil mengenai bahu pelaku sehingga sandera
bisa segera diselamatkan dan bahkan menyelamatkan pelaku dari amuk masa serta membawanya ke
Pos Kepolisian terdekat untuk diamankan dan diproses lebih lanjut. 9 Dari kisah nyata tersebut
Polantas melakukan tindakan diskresi yakni dengan pertimbangan sendiri untuk melakukan tembakan
pelumpuhan kepada pelaku penodongan dengan berbagai resiko baik terhadap dirinya maupun orang
lain yang harus nantinya dipertanggungjawabkannya. Tetapi akhirnya petugas Polantas tersebut
berhasil

menyelamatkan

tersangka/pelaku

sandera

penodongan

dan

dengan

tersebut.Dari

tepat

tindakkan

melakukan

tembakan

heroic-nyatersebut

melumpuhkan

Polantas

tersebut

mendapatkan apresiasi yang baik oleh pimpinan tertinggi Polri yakni Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia (Kapolri) dengan diberikan penghargaan.
Dari dua contoh kasus diatas terdapat dua situasi yang berbeda dari diskresi yang diambil oleh
petugas kepolisian dilapangan.Yang pertama; menimbulkan korban bahkan korban meninggal dunia,
dan yang kedua; suatu keberhasilan penyelamatan sandera dan pelumpuhan pelaku kejahatan.
Tentunya akan ada proses pertanggungjawaban terhadap tindakkan diskresi yang diambil oleh petugas
kepolisian tersebut, baik secara internal Polri; yaitu peraturan disiplin Polri dan Kode Etik Profesi
Polri, maupun dari sisi hukumnya.
Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yang bersifat
normatif-empiris. Pendekatan ini digunakan karena masalah yang akan dibahas berkaitan dengan
realitas dilapangan dan sikap atau tindakan yang diambil oleh aparat penegak hukum dalam
pelaksanaan tugas dan wewenangnya.Tetapi juga berdasarkan hukum dan perundang-undangan yang
berlaku untuk memberikan perspektif terhadap hal yang diteliti.
Pendekatan normatif-empiris ini digunakan dengan harapan dapat diperoleh gambaran yang
jelas mengenai latar belakang dan seluk beluk pelaksanaan diskresi kepolisian terhadap tindak
pelanggaran atau pidana dalam pelaksanaan diskresi tersebut oleh Polri, dan atau semakin efektifnya
pelayanan publik oleh kepolisian dalam tugas dan wewenangnya karena tindakan diskresi yang
dilakukannya sekaligus juga untuk mengetahui hubungannya dengan kinerja aparat penegak hukum
Polri. Disamping itu juga ingin diungkapkan kondisi yang sesungguhnya dari personil Polri
9

Akhdi Martin Pratama, Cerita Heroik Polantas
Angkot,http:/megapolitan.kompas.com, 10 April 2017, 14.32 wib.

yang

Gagalkan

Aksi

Penodongan

di

dalam

dilapangan dalam penggunaan diskresinya serta akibat dari tindakan diskresi tersebut terhadap aturan
interen dan aturan eksteren Polri.
Lokasi penelitian dalam penulisan ini adalah di wilayah hukum Polsek Padang Ulak Tanding
(PUT) Kabupaten Rejang Lebong. Adapun alasan memilih lokasi penelitian ini adalah karena
pertimbangan wilayah hukum
ISSN 2407-4233
Jurnal
Volume 4 Nomor 2 Desember 2017
Jendela Hukum dan Keadilan
Polsek Padang Ulak Tanding Kabupaten Rejang Lebong merupakan wilayah yang rentan terjadi
6

gesekan-gesekan kepentingan, serta adanya beberapa kasus mediasi karena tindakan hukum oleh
aparat penegak hukum di “daerah merah” (daerah rawan konflik) yang mengakibatkan keributan dan
tindakan anarkis. Sehingga tindakan diskresi kemungkinkan besar telah dilakukan oleh aparat Polri
dilapangan.
Menurut Bambang Sunggono, bahwa Populasi adalah keseluruhan atau himpunan objek
dengan ciri yang sama. Populasi dapat berupa himpunan orang, benda hidup atau mati, kejadian
kasus-kasus, waktu atau tempat, dengan sifat atau cirri yang sama. 10
Sedangkan Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa Populasi atau universe adalah sejumlah
manusia atau unit yang mempunyai cirri-ciri karakteristik yang sama. 11
Sehubungan penelitian ini dilaksanakan di Polsek Padang Ulak Tanding Kabupaten Rejang
Lebong, maka populasi penelitan ini meliputi seluruh personil Polsek Padang Ulak Tanding
Kabupaten Rejang Lebong, Brimob Detasemen A Pelopor sebagai pasukan pem-back-up Polres
Rejang Lebong pada saat kejadian anarkis.
Lebih lanjut J.Supranto.S mengemukakan bahwa : “Sampling adalah suatu macam cara
pengumpulan data yang sifatnya tidak secara menyeluruh, artinya tidak mencakup seluruh obyek
penyelidikan (Populasi universe), akan tetapi hanya sebagian dari populasi saja, yaitu mencakup
sampel yang diambil dari populasi tersebut”12.
Selanjutnya sampel dalam penelitian ini, mengingat dan pertimbangan keterbatasan waktu dan
dana yang dimiliki oleh penulis, maka pengambilan sampel dari populasi penelitian ini ditentukan
secara langsung sebagai responden (Purposive sampling), yang terdiri dari :
a. Kapolsek Padang Ulak Tanding;
b. Kanit Reskrim Polsek Padang Ulak Tanding Kabupaten Rejang Lebong
c. Kepala Detasemen A Pelopor/Brimob Curup Rejang Lebong;
d. Dua orang Provost Brimob Detasemen A Pelopor;
Adapun teknik pemilihan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan caraPurposive
Sampling yaitu dengan penunjukan langsung oleh peneliti untuk dijadikan sebagai sampel penelitian.

10

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum,PT.Raja Grafindo, Jakarta, 2007, Hlm118.
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,Penerbit Universitas Indonesia (UI Press), Jakarta.
12
J.Supranto, Soemitro, Metode Riset Aplikasinya Dalam Pemasaran,Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1986.
11

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data
primer meliputi data yang diperoleh langsung di lapangan yang berkaitan dengan diskresi kepolisian
dan sikap personil Polri terhadap konsekwensi hukum dari diskresi yang diambilnya.Sedangkan data
sekunder meliputi peraturan perundang-undangan, pendapat para pakar hukum pidana dan hukum
acara pidana, serta bahan-bahan
ISSN 2407-4233
Jurnal
Volume 4 Nomor 2 Desember 2017
Jendela Hukum dan Keadilan
kepustakaan lainnya. Untuk mendapatkan data tersebut diperoleh melalui :

a)

Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan bertujuan untuk memperoleh data sekunder, mencari teori-teori, pandanganpandangan yang berhubungan dengan pokok permasalahan yang akan dibahas. Adapun data
sekunder ini mencakup norma atau kaidah dasar, Peraturan Dasar, Peraturan Perundangundangan, serta bahan-bahan hukum lainnya yang digunakan untuk mendukung data primer.

b)

Observasi
Pengumpulan data primer dengan mendatangi lokasi penelitian, kemudian melakukan
7

pengamatan secara langsung terhadap objek penelitian guna mengetahui pelaksanaan tugas dan
wewenang yang menggunakan diskresi kepolisian personil Polri Polsek Padang Ulak (PUT)
Tanding Kabupaten Rejang Lebong.
c)

Wawancara (Interview)
Teknik wawancara dilakukan langsung kepada sampel penelitian yaitu polisi yang pernah
mengalami langsung proses upaya paksa tindakan kepolisian atau menghadapi tindakan anarki
atau dalam fungsi kepolisian lainnya yang melakukan diskresi kepolisian di wilayah hukum
Polsek Padang Ulak Tanding Kabupaten Rejang Lebong.
Menurut Patton, analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikanya ke

dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraiandasar.13 Pendapat di atas pada intinya menghendaki
bahwa analisis data bermaksud pertama- tama mengorganisasikan data.Data yang terkumpul banyak
sekali dan terdiri dari catatan lapangan dan komentar peneliti, gambar, foto, dokumen, berupa laporan,
8

biografi, artikel, dan sebagainya.Pekerjaan analisis data dalam hal ini ialah mengatur, mengurutkan,
mengelompokkan, memberikan kode, dan mengategorikannya.
Selanjutnya setelah dilakukan penelaahan terhadap seluruh data yang diperoleh dari pelbagai
sumber, yaitu dari wawancara dan pengamatan (observasi) di lapangan, dokumen, untuk kemudian
dilakukan reduksi data14 display data dan berakhir dengan simpulan.
Di dalam praktiknya analisis akan mengikuti prosedur berpikir analitis dengan tahapantahapan sebagai berikut: (1) data primer maupun sekunder yang telah terkumpul akan dianalisis
dengan menggunakan analisis kualitatif dan diarahkan kepada informasi seputar realitas terfokus
terkait model dan mekanisme penerapan diskresi polisi dalam penyidikan tindak pidana yang bertolak
13
14

J.Lexy Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, Hlm103
Mattew B Miles dan A Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif, Jakarta, UI Press, 1992, Hlm16

pada data yang diperoleh dari pelbagai sumber, baik individu atau personil polisi, Kapolsek dan
Kaden A sebagai pemangku kepentingan (2) realitas yang berhasil dideskripsikan secara padat dan
akurat akan diinterpretasikan, dengan mempertimbangkan pemikiran yang berkembang saat ini dan
pemahaman
ISSN 2407-4233
Jurnal
Volume 4 Nomor 2 Desember 2017
Jendela Hukum dan Keadilan
masyarakat tentang hukum dan keadilan,sehingga diharapkan dapat dicarikan/ ditemukan

hubungan diskresi kepolisian dengan kinerja kepolisian serta

efektifitasnya terhadap realitas

penegakan hukum diskresi polisi.
Untuk menetapkan keabsahan(trustworthiness) data dilakukan dengan triangulasi. 15
Triangulasi data tersebut meliputi 16:
Triangulasi sumber, artinya data dikumpulkan dari tahun 2015, 2016, baik yang diperoleh di

1)

tingkat Polsek, Detasemen A Pelopor dan masyarakat pencari keadilan, dengan jalan :
a) Membandingkan hasil data pengamatan dengan data hasil wawancara;
b) Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya
secara pribadi;
c) Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang dalam situasi penelitian dengan apa yang
dikatakan sepanjang waktu;
d) Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan
pandangan seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan, orang berada dan sebagainya;
2)

Triangulasi metode, membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria
tertentu

meliputi:derajat

kepercayaan

(credibility),

keteralihan
17

(transferability),ketergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability).
3)

Triangulasi teori, artinya fakta-fakta yang diperoleh dari hasil penelitian akan diperiksa
derajat kepercayaan dengan beberapa teori hukum.
Setelah seluruh data dianggap valid dan dijamin realibilitasnya, kemudian dilakukan analisis

secara kualitatif untuk menjawab permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini.
Dengan langkah demikian diharapkan dapat memberikan perspektif yang lebih komprehensif
tentang diskresi polisi untuk kemudian perlunya dicarikan alternatif pemikiran yang lebih baik agar
realitas model penegakan hukum diskresi polisi berjalan efektif dan meningkatkan kinerja kepolisian
sehingga tercapai keamanan, ketertiban dan kesejahteraan di masyarakat.

15

Triangulasi atau juga dikenal dengan multi-metode adalah suatu upaya untuk mendapatkan pemahaman yang
lebih mendalam mengenai fenomena yang sedang diteliti.Triangulasi bukanlah alat atau strategi untuk pembuktian,
tetapi hanyalah suatu alternatif terhadap pembuktian.
16
17

J. Lexy Moleong, Metode Penelitian Kualitatif , Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, Hlm178.
Ibid,Hlm.178

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Satuan Brimob Detasemen A Pelopor
Satuan Brimob Detasemen A Pelopor Curup, merupakan bagian dari Satuan Brimob Polda
Bengkulu. Satuan Brimob Daerah
ISSN 2407-4233
Jurnal
Volume 4 Nomor 2 Desember 2017
Jendela Hukum dan Keadilan
Bengkulu merupakan satuan pamungkas Polri pada Polda Bengkulu yaitu satuan polri yang

dilatih dengan kelengkapan dan kemampuan khusus untuk mendukung satuan kewilayahan dengan
9

tugas pokok, bersama unsur kepolisian lainnya menciptakan dan memelihara keamanan dan ketertiban
di wilayah Polda Bengkulu dan sekitarnya, utamanya dalam penanggulangan huru-hara,
menanggulangi kejahatan berintensitas tinggi, kejahatan terorganisir, bersenjata api, bom dan
penanggulangan terorisme.
Sat. Brimobda Bengkulu terdiri dari 3 (tiga) Detasemen, yaitu Detasemen Gegana, Detasemen
A Pelopor dan Detasemen B Pelopor. Setiap Detasemen terdiri dari 4 (empat) Sub Detasemen yang
masing-masing memiliki kualifikasinya sendiri-sendiri. Detasemen Gegana bermarkas di Bengkulu,
Detasemen A di Curup, Kabupaten Rejang Lebong, sedangkan Detasemen B Pelopor bermarkas di
Dusun Kandang, Bengkulu.
Setiap Detasemen di Sat Brimobda Bengkulu memiliki wilayah hukum sebagai daerah yang
menjadi tanggungjawab hukumnya, sebagai berikut :
1. Detasemen Gegana bertanggungjawab untuk penanggulangan kejahatan Terorisme, fungsi
SAR, JIBOM dan anti Anarkisme di seluruh Provinsi Bengkulu.
2. Detasemen A Pelopor Curup yang terdiri dari Subden 1A dan Subden 4A bertanggungjawab
untuk memberikan bantuan perkuatan kepolisian terhadap Kepolisian Resort (Polres Benteng)
di Kabupaten Bengkulu Tengah, sedangkan Subden 2A dan Subden 3Abertanggungjawab
untuk memberikan bantuan perkuatan kepolisian terhadap wilayah hukum Polres Rejang
Lebong, Polres Lebong dan Polres Kepahiang.
3. Detasemen B Pelopor yang terdiri dari 4 (empat) Subden bertanggung jawab memberikan
10

perkuatan kepolisian terhadap Kabupaten Bengkulu Selatan, Bengkulu Utara dan Bengkulu
Kota.
Dari keterangan diatas dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa Detasemen A Pelopor Curup

yang merupakan salah satu sampel dalam penelitian ini, adalah satuan polri dalam fungsi Brimob
sebagai pasukan yang secara administratif membeck-up kesatuan pada tingkat Polres pada wilayah
Kab.Bengkulu Tengah, Kab.Kepahiang, Kab.Rejang Lebong, dan Kab.Lebong.
Sedangkan dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian pada tugas
kepolisian dalam tindakan diskresi di Polsek PUT dan pada Brimob Detasemen A Pelopor, dalam
tindakan kepolisiannya membantu perkuatan pada satuan kerja Polres Rejang Lebong, utamanya pada
Polsek Padang Ulak Tanding. Karena dari pengamatan penulis daerah Padang Ulak Tanding

merupakan daerah yang paling rentan dan rawan dalam tindakan kepolisian sehingga perlu adanya
tindakan diskresi kepolisian.
Dari hasil wawancara penulis dengan Kepala Detasemen A Pelopor yang diwakilkan oleh
Pasi.Ops Detasemen A Pelopor Iptu Michael Sadar mengenai pelaksanaan tugas bantuan kepada
Polres Rejang Lebong
ISSN 2407-4233
Jurnal
Volume 4 Nomor 2 Desember 2017
Jendela Hukum dan Keadilan
khususnya Polsek PUT, yang dilaksanakan penulis pada tanggal 20 Juni 2017, beliau menjelaskan

bahwa selama ini Detasemen A Pelopor, telah melaksanakan giat bantuan perkuatan kepolisian
bersama Polres Rejang Lebong dan Polsek PUT dalam rangka meningkatkan keamanan serta menjaga
ketertiban, di wilayah Rejang Lebong utamanya dalam menekan tindakan kriminalitas di wilayah
Lembak (jalur lintas Curup-Lubuk Linggau) utamanya di daerah PUT dan sekitarnya. Diantaranya
berupa :
1. Gatur (Penjagaan dan Pengaturan) lalulintas
Dilaksanakan dalam membantu satuan lalulintas (Sat Lantas) Polres Rejang Lebong, pada
waktu pagi di persimpangan yang kekurangan tenaga pengatur lalulintas, rawan kecelakaan dan
ramai serta berpotensi terjadinya Curas.Pelaksanaan Fungsi Lantas oleh Brimob bersenjata
lengkap dan rompi anti pluru diharapkan dapat meningkatkan keamanan dan kenyamanan
pengguna jalan serta mengantisipasi terjadinya tindak kejahatan. Pelaksanaan pada jam 07.00 s/
d selesai yakni jam sibuk masuk sekolah dan perkantoran. Dilaksanakan di Simpang Pasar
Atas, simpang SMEA Talang Ulu Curup dan Bundaran Simpang Nangka Curup, dengan
kekuatan 1 (satu) Regu, masing-masing sasaran tiga personil, dan tiap persimpangan wajib
terdapat anggota berpangkat bintara, guna pengambilan keputusan cepat bila diperlukan.
2. Patroli Daerah Rawan dengan Roda 2 (dua)
Dilaksanakan di sepanjang jalan lintas Curup-Lubuk Linggau dan cipta kondisi pada Obyek
Vital (Obvit) seperti perkantoran dan bank, dengan senjata lengkap, helm Kevlar dan rompi anti
peluru serta menggunakan kendaraan Trail. Pelaksanaan dilaksanakan dengan berkoordinasi
dengan kesatuan wilayah (Polsek-Polsek setempat)
3. Pos Pengamanan (Pos PAM)
Pos PAM dilaksanakan dengan mendirikan tenda regu atau tenda pleton yang didirikan di
beberapa tempat yang di tentukan, antara lain di Desa Tanjung Aur dan Desa Talang Gunung
yang merupakan jalur rawan curas di jalur lintas Curup-Lubuk.
Personil berjaga dan berpatroli secara periodik, bersenjata lengkap, helm kevlar, rompi anti
peluru, kendaraan patroli, sarana komunikasi dan pencatatan kegiatan tertulis guna pelaporan
terhadap pimpinan/atasan.
4. Operasi tertentu

Operasi tertentu maksudnya adalah, kegiatan bantuan perkuatan Brimob Detasemen A Pelopor
kepada kesatuan kewilayahan (Polres atau Polsek) Seperti ; bantuan pendampingan Razia,
bantuan pengamanan PHH untuk Pemilu, bantuan kemanusiaan SAR dan bencana alam, serta
bantuan pengamanan insidentil ketika terjadi gejolak keamanan diwilayah tertentu.
ISSN 2407-4233
Jurnal
Volume 4 Nomor 2 Desember 2017
Jendela Hukum dan Keadilan
Agenda rutin tahunan yang selalu dilaksanakan dalam pengamanan jalur lintas Curup-Lubuk

Linggau oleh Detasemen A Pelopor bersama jajaran Polres Rejang Lebong dan Polsek jajarannya
dilaksanakan menjelang dan pasca hari Lebaran. Dilaksanakan 7 (tujuh) hari sebelum (H-7) hingga 7
(tujuh) hari setelah (H+7) Idhul Fitri. Hal tersebut dilaksanakan setiap tahun karena tingkat kerawanan
selalu meningkat dan bentuk pelayanan kepada masyarakat perlu dilaksanakan guna memberi rasa
aman dan nyaman kepada pengguna jalan yang intensitasnya meningkat secara signifikan.
11

Selain pada pengamanan (PAM) Lebaran, Brimob juga diterjunkan dalam pendampingan
kegiatan kepolisian Polres Rejang Lebong dan Polsek Jajaran. Seperti penjagaan dan pengaturan lalulintas jalan, patroli daerah rawan dan operasi-operasi khusus penangkapan dan Razia kendaraan,
khususnya di daerah Lembak dan PUT.
Berdasarkan wawancara penulis terhadap Bintara Provost Detasemen A Pelopor dan Bintara
Provost Subden 2 A Pelopor, Brigadir Polisi Eldo dan Brigadir Polisi Luhu Avianto pada tanggal 22
Juni 2017, mereka menyatakan bahwa pergerakan pasukan Brimob yang dilakukan dalam rangka
perintah dinas dan dilaksanakan di luar markas, selalu didasarkan atas perintahh tertulis yang akan
menjadi pegangan dan dasar legalitas hukumnya, dan selama kegiatan tersebut wajib selalu
didampingi minimal satu anggota Provost, dan dikendalikan oleh seorang Perwira Pengendali (Padal).
Ini berarti bahwa setiap pelaksanaan tugas di lapangan anggota Brimob Detasemen A Pelopor,
akan selalu diawasi secara melekat agar dapat terpantau dan dikendalikan. Dan apabila terjadi suatu
pelanggaran akan dapat diketahui untuk selanjutnya diproses secara internal sebagai wujud
pertanggungjawaban jabatannya.
Lebih lanjut Brigpol Luhu Avianto menerangkan tentang beberapa kejadian, yang menurutnya
merupakan tindakan diskresi yakni bahwa tindakan tersebut dilakukan insidentil dan diambil secara
sepontan atas penilaian sendiri sebagai langkah mendesak. Contohnya adalah ketika kejadian
pendampingan razia kendaraan yang dilakukan bersama Polres Rejang Lebong dan Polsek PUT di
wilayah PUT, pada tanggal 12 Juli 2012 yang ternyata atas perintah Wakapolres Kompol Andi
Hermawan
selaku Padal, razia dilanjutkan dengan razia dari rumah-kerumah, sehingga anggota
12
dilapangan melaksanakannya dan banyak kendaraan roda dua yang terjaring tanpa kelengkapan surat
ataupun tidak layak jalan. Ketika hari mulai gelap, terjadilah perlawanan dari warga yang menuntut
agar kendaraan mereka dibebaskan dan diserahkan kepada mereka, hingga masyarakat lain
terprovokasi dan terjadilah kerusuhan yang mengakibatkan pembakaran kendaraan dinas truk Polres,
dan truk pengangkut karet yang sedang melintas di berhentikan paksa dan dilintangkan dijalan serta di

bakar. Masyarakat menyerang Polisi dengan melempari batu-batu besar secara beramai-ramai,
sehingga anggota Brimob yang bersenjata mengambil tindakan tegas dengan
ISSN 2407-4233
Jurnal
Volume
4
Nomor
2
Desember 2017
Jendela Hukum dan Keadilan
melakukan tembakan terarah langsung kemasyarakat karena sudah terdapat anggota yang luka

parah dan untuk menyelamatkan anggota yang lainnya diambilah langkah tersebut, termasuk
penyelamatan kepada Wakapolres yang saat itu berada dilapangan dan juga terluka. Dari kejadian
tersebut seorang warga terkena tembakan polisi dan meninggal dunia. Sehingga warga marah dan
memblokir jalan dengan pohon dan batu besar. Pelaku penembakan diperiksa, diproses hukum, tetapi
dinyatakan tidak bersalah karena dinilai melakukan diskresi kepolisian dan secara dinas Kepolisian
Daerah Bengkulu bertanggungjawab serta memberikan pernyataan maaf dan turut berbela sungkawa
serta menjelaskan bahwa tersangka penembakan telah diproses hukum.
Brigpol Luhu Avianto menjelaskan contoh lain ketika pelaksanaan Pos PAM dijalur rawan
Curup-Lubuk Linggau yang dilaksanakan oleh gabungan Brimob dan Polsek PUT menjelang hari
Lebaran tahun 2015. Ketika anggota Brimob Brigpol A dan anggota Polsek PUT Brigpol H sedang
berpatroli di jalan lintas Binduriang menemukan kasus curas, terhadap pengguna jalan. Dan dilakukan
pengejaran hingga masuk ke wilayah perkampungan. Saat dilakukan pengejaran ke perkampungan
petugas dihadang oleh warga setempat yang tidak terima dan marah serta tidak mengijinkan
penangkapan diwilayah tersebut. Sehingga polisi bernegosiasi dan memanggil Kades dan perangkat
desa, anggota koramil PUT (babinsa) dan tokoh masyarakat. Karena polisi telah mengetahui identitas
tersangka, maka polisi mengambil kebijakan dengan mengambil jalan tengah dengan memberikan
kesempatan kepada Kades agar mengusahakan motor korban diserahkan ke Polsek PUT ditunggu
hingga batas jam 00.00wib, jika itu dilakukan maka kasus akan dinyatakan selesai, tetapi jika tidak
bisa maka terpaksa akan tetap dilaksanakan penangkapan. Dan ternyata pada malam hari kira-kira jam
21.30wib Kades bisa menyerahkan motor korban ke Polsek sehingga kasusu dinyatakan selesai.
Dalam hal ini Polisi dilapangan mengesampingkan proses hukum yang ada tetapi mengambil tindakan
lain diluar hukum untuk kepentingan umum sehingga keadaan tetap aman dan kondusif dan motor
korban juga dapat dikembalikan. Ini oleh Provost dipandang sebagai tindakan diskresi.
Dalam kasus lain terdapat juga terjadinya pelanggaran, yaitu pada bulan Juni 2016 tentang
adanya kendaraan salah satu keluarga Brimob Bripda BS yang dilarikan oleh kawannya karena
masalh hutang piutang, dari Curup ke wilayah PUT. Sepontan Bripda BS bersama 4 (empat) rekan
lainnya. Melakukan pengambilan paksa dengan menggunakan Mobil ke rumah tersangka di desa Apur
PUT, namun sesampainya di rumah tersangka terjadilah selisih paham dan mengundang perhatian
warga, sehingga Bripda BS dan kawan-kawannya berusaha membawa barang bukti dan memutar arah
mobil untuk meninggalkan lokasi tetapi mobil terperosok masuk selokan dan hampir diamuk masa,
ketika menyatakan bahwa mereka aparat masyarakat mulai mundur dan ditenangkan oleh Pak Kades.
Bripda BS berkilah bahwa dia

ISSN 2407-4233
Jurnal
Volume 4 Nomor 2 Desember 2017
Jendela Hukum dan Keadilan
melakukan diskresi, tetapi dalam pemeriksaan pimpinan , hal tersebut tidak memenuhi kriteria sebagai

tindakan diskresi, tetapi semata-mata untuk kepentingan pribadi dan diluar wewenang perintah dan
jabatannya. Sehingga Bripda BS dan ke-4 rekannya dinyatakan melakukan pelanggaran disiplin dan
dijatuhi sanksi disiplin, penempatan diruang tertentu selama 6(enam) hari dan tindakan disiplin.
Kecamatan Padang Ulak Tanding dan kecamatan Binduriang merupakan salah satu daerah
yang dikenal memiliki karakteristik masyarakat yang keras dan dipandang sebagai daerah yang
kejadian kriminalitasnya menonjol. Daerah tersebut dikenal sebagai “daerah merah” (daerah rawan
kejahatan) oleh polisi dan masyarakat, sehingga masyarakat sering menyebutnya dengan istilah
“daerah texas”. Tingkat kerawanan yang cukup tinggi pada laporan kejadian pencurian dengan
kekerasan (curas) dan pencurian dengan pemberatan (curat) yang dialami dan dilaporkan oleh
masyarakat sebagai korban tindak pidana tersebut, yakni pengguna jalan.
Polsek Padang Ulak Tanding Polsek PUT)
Polres Rejang Lebong terdiri dari 5 (lima )
Polsek (Kepolisian Sektor), yaitu Polsek Curup,
Polsek Sindang Kelingi, Polsek Sindang Jati,
Polsek Kota Padang dan Polsek PUT.
Polsek PUT merupakan wilayah penelitian
yang penulis pilih karena menurut pengamatan
penulis daerah PUT adalah yang paling rawan
terjadi dan sudah berkali-kali terjadi tindak
kejahatan dan juga tingkat kerawanan yang paling
menonjol
diantara Polsek-polsek yang lainnya.
14
Selain itu wilayah ini merupakan jalur lintas
Curup-Lubuk Linggau yang merupakan akses
perlintasan utama dari kota besar di luar Provinsi

NO

Jenis kejahatan

2015
JT
PT
P

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Penganiayaan biasa
Penganiayaan berat
Pembunuhan
Bunuh diri
Pencabulan
Curat
Curas
Curanmor
Penipuan ( Pasal 378 KUHP )
Penggelapan ( Pasal 372 KUHP)
Sajam
Kekerasan dalam rumah tangga
Perlindungan anak
Keterangan palsu
Pertolongan jahat
Senpi / handak
Narkoba
Korupsi

1
1
3
20
1
1
3
1
2
2
2
1

P

1
2
3
1
1
1
3
1
2
1

2016
JT
PT
P

1
1
1
4
2
1
2
4
2
1
1
2
-

Bengkulu menuju ke Provinsi Bengkulu dan sebaliknya.
Secara geografis Polsek PUT merupakan daerah dataran tinggi yang memiliki jalan yang
berliku-liku dan terdapat banyak sungai di sisi kanan-kiri jalan, serta jurang dan tebing disisi lainnya.
Perkebunan atau ladang-ladang kopi, karet dan tanaman-tanaman lainnya juga banyak terdapat di
wilayah ini. Sehingga daerah Padang Ulak Tanding, merupakan daerah rawan kriminal, rawan
bencana alam longsor dan banjir, serta rawan kecelakaan laulintas.
ISSN 2407-4233
Jurnal
Volume
4
Nomor
2
Desember 2017
Jendela Hukum dan Keadilan
Polsek PUT merupakan kepolisian pada sektor terdepan yang langsung berhubungan dengan

masyarakatnya. Dengan tugas-tugas yang diembannya, dari waktu ke waktu berusaha menekan

P

1
1
2
4
4
1
2
4
4
3
1
2
-

kriminalitas di jalur lintas dan daerah sekitar PUT. Polisi bertanggung jawab memberikan rasa aman
dan tertib bukan hanya kepada warga PUT tetapi juga kepada pengguna jalan lintas yang sedang
melintasi daerah tersebut. Polsek PUT yang dipimpin oleh kepala kepolisian sektor (Kapolsek) yang
saat ini dijabat oleh Iptu Jarkoni bertanggungjawab atas 3 (tiga) wilayah hukumnya yaitu Kecamatan
Padang Ulak Tanding, Kecamatan Sindang Beliti Ulu, dan Kecamatan Binduriang.
Dari Kasium Polsek PUT Aiptu Purnomo, penulis mendapatkan data dalam dua tahun yang
lalu, sebagai berikut:
Tabel III.1.Data jumlah tindak pidana (JTP) danPenyelesaian tindak pidana (PTP) Polsek PUT
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa, tindak pidana yang paling menonjol di wilayah
hukum Polsek PUT adalah Curas dan Curat. Dari hal ini pulalah, wajar bila secara khalayak
masyarakat menganggap wilayah hukum Polsek PUT yakni pada jalur lintas Curup-Lubuk Linggau
merupakan jalur rawan kriminalitas, hal tersebut terbukti dari data diatas.
Menurut Kanit Reskrim Aiptu Ahmad Firdaus, sebuah tindakan penyelesaian perkara tidak
harus menuntut tentang prosesnya tetapi juga memperhatikan tujuannya, artinya bahwa penyelesaian
perkara pidana tidak harus selalu dengan proses hukum saja tetapi harus memiliki tekhnik lain yang
merupakan kebijakan sebagai penyelesaian perkara dengan tidak melanggar hukum yang ada
(diskresi). Contohnya menurut beliau bahwa sebuah kasus penipuan tentang hutang piutang, tidak
selalu diselesaikan secara pidana guna terselesainya kasus tersebut, tetapi ketika dimediasi dan
tersangka dapat mengembalikan nominal uang yang disangkakan sebagai penipuan, dan korban
menerima dan keduanya berdamai, maka korban bisa mencabut laporan dan penyidik bisa
menghentikan penyidikan, sehingga kasus terselesaikan. Hal tersebut berlaku juga pada kasus-kasus
lain yang sering dijumpai dilapangan yang kadang terbentur dengan hukum adat, sehingga
diselesaikan secara hukum adat dan tidak diselesaikan secara pidana.
Dengan demikian penulis mengartikan bahwa diskresi sangat diperlukan dalam meningkatkan
kinerja polisi khususnya dalam menyelesaikan perkara-perkara dilapangan.
Dari hasil penelitian dan wawancara penulis dengan Kanit Reskrim Polsek PUT Aiptu Ahmad
Firdaus dan Kasium Polsek PUT Aiptu Pramono pada tanggal 26 Juni 2017 tentang tindakan diskresi
dan pertanggungjawabannya, beliau memberikan data tentang terjadinya tiga kasus yang berdalih
diskresi tetapi ternyata setelah diperiksa dan diproses hukum tindakan tersebut merupakan
pelanggaran disiplin.
Tabel III.2 Daftar Pelanggaran Disiplin Anggota.

15

N

Kasus

O

Penggeledahan

R4

(roda empat) Honda
Jazz warna biru terkait
informasi

pengemudi

membawa

narkotika

jenis shabu.

Terperiksa

Ket

1. Bripka UH

Sidang

(Kanit

Disiplin

Reskrim)

bentuk

(Ba.Unit

Reskrim)

tindak

pidana

penipuan
Penembakan terhadap
orang

yang

diduga

pelaku tindak pidana
curas
3

mengakibatkan

korban MD.

(Kanit

Sidang
Disiplin

SPKT III)

2. Bripka STY
(Bhabinkamtib
mas)

menurut Kanit Reskrim, hal tersebut (diskresi)
dapat menunjang kinerja anggota polisi dilapangan,

Sidang

erat dengan kedisiplinan anggota. Dengan kata lain

Disiplin

bahwa kinerja anggotanya akan meningkat ketika
disiplin anggotanya tinggi, sedangkan tindakan
diskresi merupakan sarana
ISSN 2407-4233
Volume 4 Nomor 2 Desember 2017

Jurnal
3. Bripka MRJ
Jendela Hukum dan Keadilan
(Ba Unit

Sabhara)

dan

tetapi lebih signifikan lagi dan lebih berhubungan

Reskrim)

1. Bripka DE (Ka

menganalisis

kinerja anggota dengan adanya wewenang diskresi,

(Ba.Unit

terkait

polisi

diskresi dan kinerja anggota Polsek, mengenai

4. Brigpol MRJ

tersangka

dalam

anggota

Namun ketika ditanya secara spesific tentang

Reskrim)

2

salah

apabila

mengambil tindakan.

(Ba.Unit

1. Bripka UH

pelanggaran,

dilapangan

3. Brigpol EP

Penggeledahan rumah

diskresi yang diharapkan dapat meningkatkan
kinerja ternyata dapat pula menjadikan salah satu

2. Bripka IL
Reskrim)

1

Dari data tersebut dapat diterangkan bahwa

peningkatan

kinerja

secara

khusus

dalam

penyelesaian perkara atau situasi insidentil.

Penulis selama penelitian juga menemukan adanya keseriusan pejabat pemerintah daerah
kabupaten Rejang Lebong, yang membentuk semacam suatu satuan tugas khusus, yaitu menunjuk
tokoh masyarakat dijalur rawan jalur lintas Curup-Lubuk Linggau dan mengangkatnya menjadi
aparatur pengamanan swakarsa, memfasilitasi dengan kendaraan dinas serta mendapatkan honor
bulanan dengan tanggungjawab; bersama aparat dan masyarakat mencegah warganya atau orang dari
tempat lain untuk melakukan aksi kejahatan diwilayahnya. Dan cara ini secara tekhnis berhasil
bersama kepolisian dan masyarakat yang saling berkoordinasi secara berkelanjutan, menurunkan
angka curas dan curat di wilayah ini.
Dalam kesempatan lain Kanit Reskrim Polsek Padang Ulak Tanding Aiptu Ahmad Firdaus
menyatakan bahwa, hukum tidak bisa dijalankan secara kaku dan “sakleg” seperti yang tertulis saja.
Karena penegakan hukum tidak sesederhana seperti yang tertulis di undang-undang dan peraturan,
tetapi dilapangan akan sungguh kompleks apabila dihadapkan dengan masyarakat dengan latar
belakang yang beraneka ragam dan adat yang bermacam-macam. Sehingga keluwesan penegakan
hukum dan penindakan hukum diperlukan aparat sejauh tindakan tersebut masih dalam koridor
hukum yang ada. Jadi dalam penegakan dan penindakan hukum selama ini memerlukan tekhnik
pendekatan dan ketelitian menganalisa situasi sehingga kasus-kasus yang ada dapat terselesaikan

ISSN 2407-4233
Jurnal
Volume 4 Nomor 2 Desember 2017
Jendela Hukum dan Keadilan
dengan mengutamakan tujuan penegakan hukum, yaitu tercapainya keamanan dan ketertiban

masyarakat. Hal tersebut penulis terjemahkan sebagai tindakan diskresi kepolisian.
TINDAKAN DISKRESI DAN KINERJA POLSEK PUT DAN DETASEMEN A PELOPOR
DALAM MELAKSANAKAN TUGAS DAN WEWENANGNYA
Hubungan Tindakan Diskresi dan Kinerja Anggota Polsek PUT dan Satuan Brimob Detasemen
A Pelopor dalam Tugas dan Wewenangnya.
Geografis wilayah Kabupaten Rejang Lebong yang terdiri dari perbukitan dan perkebunan,
menjadikan sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai petani atau bercocok tanam
(perkebunan).Sedangkan potensi kerawanan yang disebabkan geografis tersebut meliputi kerawanan
bencana alam dan kerawanan tindak kriminalitas.
Kepolisian Sektor Padang Ulak Tanding merupakan salah satu Polsek di wilayah hukum Polres
Rejang Lebong, yang meliputi tiga kecamatan yaitu kecamatan Padang Ulak Tanding, kecamatan
Sindang Beliti Ulu dan kecamatan Binduriang.
Tugas dan tanggungjawab Polsek PUT adalah melaksanakan tugas pokok dan wewenang Polri
di wilayah hukum Polsek Padang Ulak Tanding. Dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya
Polri mendasarkan pada Undang-undang Kepolisian No.02 Tahun 2002, meliputi upaya preventiv
dan represif.Dalam pelaksanaan tugas sehari-harinya Polsek PUT dalam upayanya (preventiv dan
represif) sering kali dihadapkan pada situasi yang sulit dan dilematis antara penegakan hukum,
penindakan dan menjaga situasi tetap kondusif. Dalam beberapa contoh kasus yang ditemukan pada
bab sebelumnya, pada data Tabel III.1, yang paling menonjol adalah pencurian dengan kekerasan dan
pemberatan (curas dan curat). Dalam datar Tabel III.1 diatas curas mencapai 20 kasus ditahun 2015
dan 2 kasus ditahun 2016, sedangkan curat mencapai 3 kasus ditahun 2015 dan 4 kasus ditahun 2016.
Dalam data tersebut terdapat pengurangan jumlah kasus yang sangat signifikan dari 20 kasus menjadi
2 kasus, hal tersebut tak lepas dari usaha keras peningkatan kinerja kepolisian, masyarakat dan
pemerintah daerah.
Dalam tugasnya penyelesaian kasus curat, curas dan kasu-kasus lainnya, aparat kepolisian
tetap berpedoman dengan peraturan perundang-undangan yang ada, yakni tugas dan wewenangnya
sesuai dengan Pasal 13 dan Pasal 15, UU.No.02 Tahun 2002 tentang Polri. Tugas pokok Polri adalah;
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta melindungi, mengayomi
dan melayani masyarakat. Sehingga dalam menghadapi berbagai tindak pidana yang terjadi (Tabel
III.1) di wilayah hukum Polsek Padang Ulak Tanding dan Brimob Detasemen A Pelopor, adalah
merupakan keniscayaan amanat undang-undang bahwa Polisi bertugas untuk memelihara keamanan
dan ketertiban diwilayah hukumnya, sehingga perlu diambil tindakan penegakkan hukum atas segala
tindak pidana yang ada sebagai wujud memberikan

ISSN 2407-4233
Jurnal
Volume 4 Nomor 2 Desember 2017
Jendela Hukum dan Keadilan
perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada ma